BAB II

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta. Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis. 1.2 Rumusan Masalah 1

Transcript of BAB II

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar BelakangHischsprung Disease (HD) adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. sembilan puluh persen (90%) terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon yang lebih proksimal.Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. Namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.HD terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup, Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.Mortalitas dari kondisi ini dalam beberapa decade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan penatalaksanaan HD dengan enterokolitis.

1.2 Rumusan MasalahRumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini diantaranya :a. Apa pengertian hirschsprung desease ?b. Apa etiologi hirschsprung desease ?c. Bagaimana patofisologi hirschsprung desease ?d. Bagimana manifestasi klinis hirschsprung desease ?e. Bagaimana klasifikasi hirschsprung desease ?f. Bagaimana komplikasi dari hirschsprung desease ?g. Bagaimana penatalaksanaan pada hirschsprung desease ?h. Bagimana pemeriksaan penunjang pada hirschsprung desease ?i. Bagaimana prognosis dari hirschsprung desease ?j. Bagimana cara memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan hirschsprung deseases ?

1.3 Tujuan PenulisanA. Tujuan umum Tujuan Umum dari penulisan makalah ini diharapkan mahasiswa dapat menganalisa dan memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan hirschsprung deseases.B. Tujuan khusus Tujuan khusus dari penulisan makalah diharapkan mahasiswa mampu :1. Mengetahui pengertian hirschsprung desease.2. Mengetahui etiologi hirschsprung desease.3. Mengetahui patofisologi hirschsprung desease.4. Mengetahui manifestasi klinis hirschsprung desease.5. Mengetahui klasifikasi hirschsprung desease.6. Mengetahui komplikasi dari hirschsprung desease.7. Mengetahui pemeriksaan penunjang pada hirschsprung desease.8. Mengetahui tentang penatalaksanaan pada hirschsprung desease.9. Mengetahui prognosis dari hirschsprung desease.10. Memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan system pencernaan hirschsprung desease.

1.4 Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat kita ambil dari makalah ini diantaranya :a. Bagi Mahasiswa Dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan hirschsprung deseases.b. Bagi Perawat atau Tenaga Kesehatan Dapat mengetahui pengetahuan yang lebih luas tentang hirschsprung deseases sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan dengan baik dan benar.

1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan yang ditulis dalam makalah ini diantaranya :a. Kaverb. Kata Pengantarc. Daftar Isid. BAB I Pendahuluan yang berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat, dan sitematika penulisan dari makalah.e. BAB II Tinjauan Teori yang berisi tentang definisi, etiologi, fatofisiologi, manifestasi klinis, klasifikasi, komplikasi, penatalaksanaan, pemeriksaan penunjang dan prognosis dari hirschsprung deseases.f. BAB III Asuhan Keperawatan pada klien dengan hirschprung desease dimulai dari pengkajian, diagnose, dan intervensi keperawatan.g. BAB IV Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran.h. Daftar Pustaka

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Penyakit Hirschsprung Penyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi intestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005). Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidakadanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaanpenyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki lakidari pada perempuan.(Arief Mansjoeer : 2000 )PenyakitHisprungdisebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi kelumpuhan usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.Penyakit ini sedikitnya empat kali lebih banyak terjadipada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan serta lebih umum terjadi pada anak-anak yang mengalami down syndrome (abnormalitas kromosom). Penyakit hirschsprung dapat bersifat akut dan mengancam keselamatan atau bahkan kronis.

2.2 Etiologi Penyakit HirschprungPenyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan serabut saraf pada segmen usus. Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita penyakit Hirschprung. Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

2.3 Patofisiologi Penyakit HirscprungIstilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson,1995 : 141).Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidakadanya ganglion parasimpatik di submukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yangberakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingterani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyakmerupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cernaberhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kumanke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anakyang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000)

2.4 Manifestasi KlinisBayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jampertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntahbercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317).Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagaiberikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yangkhas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomenhebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ).

2.5 Klasifikasi Penyakit HirschsprungKlasifikasi penyakit Hirschsprumg adalah sebagai berikut: a. Hirschsprung segmen pendek Pada morbus hirschsprung segmen pendek daerah aganglionik meliputi rektum sampai sigmoid, ini disebut penyakit hirschsprung klasik. Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu lima kali lebih banyak daripada perempuan. b. Hirschsprung segmen panjang Pada hirschsprung segmen panjang ini daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari sigmoid.c. Hirschsprung kolon aganglionik totalDikatakan Hirschsprung kolon aganglionik total bila daerah aganglionik mengenai seluruh kolon.d. Hirschsprung kolon aganglionik universalDikatakan Hirschsprung aganglionosis universal bila daerah aganglionik meliputi seluruhkolon dan hampir seluruh usus halus.

2.6 Komplikasi Penyakit HirschprungKomplikasi dari penyakit hirschprung diantaranya sebagai berikut :a. Obstruksi ususAdalah suatu penyakit Obstruksi usus sendiri dapat diartikan sebagai adanya sumbatan mekanik yang terjadi di usus, baik yang sifatnya parsial maupun total.b. KontipasiAdalah suatu keadaan yang ditandai dengan susahnya keluar fesesc. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolitKetidak seimbangan cairan disini diakibatkan karena tubuh tidak dapat mengeluarkan zat sisa dengan baik sehingga dapat mengakibatkan fungsi keseimbangan cairan dalam tubuh.d. Entrokilitis NeukrotisMerupakan komplikasi yang paling berbahaya dan dapat berakibat kematian. Mekanisme timbulnya enterokolitis karena adanya obstruksi parsial. Obstruksi usus pasca bedah disebabkan oleh stenosis anastomosis, sfingter ani dan kolon aganglionik yang tersisa masih spastic. Manifestasi klinik dari enterokolitis berupa distensi abdomen diikuti tanda obstruksi seperti; muntah hijau, feses keluar secara eksplosif cair dan berbau busuk. Enterokolitis nekrotikan merupakan komplikasi parah yang dapat menyebabkan nekrosis dan perforasi kebocoran anastomose. Kebocoran dapat disebabkan oleh ketegangan yang berlebihan pada garis anastomose, vaskularisasi yang tidak adekuat pada kedua tepi sayatan ujung usus, infeksi dan abses sekitar anastomose serta trauma colok dubur atau businasi pasca operasi yang dikerjakan terlalu dini dan tidak hati-hati. Terjadi peningkatan suhu tubuh terdapat infiltrat atau abses rongga pelvis

2.7 Penatalaksanaan A. Penatalaksanaan Medik1. Tindakan pertama pada neonates Dibuat kolostomi sementara pada bagian usus yang sudah mengandung ganglion; biasanya dibuat sigmoidostomi one loop, yaitu anus dan ujung paling proksimal dari bagian usus yang aganglioner dijahit rapat / ditutup kemudian bagian sigmoid yang mengandung ganglion ini dimuarakan pada kulit.2. Tindakan definitive Adalah oprasi membuang bagian yang aganglioner, tapi tetap mempertahankan anus.bermacam-macam teknik operasi, yaitu:a. Metode Swenson Dibuang bagian yang aganglioner dan bagian sisa di rektum dibalikkan keluar, kemudian bagian yang sehat ditarik dan ditembuskan keluar anus dan dilakukan anastomosis di luar. Setelah selesai kembali didorong ke dalam. Cara ini disebut juga metode pull through Swenson. Operasi ini memerlukan waktu lama dan dapat dilakukan setelah anak berusia 2-3 tahun dengan berat badan 12-13 kg. Sekarang ternyata banyak anak laki-laki yang menjalani opersi dengan teknik ini mengalami impoten karena operasi ini merusak saraf-saraf yang menuju genital, terutama yang melekat pada prostat.b. Metode Rehbein / State Anastomosis tetap dilakukan dengan rektum sisa berada di dalam; ini berarti bagian yang ditinggalkan itu harus lebih panjang untuk memungkinkan penjahitan yang berarti pula bahwa ada bagian aganglioner yang ditinggalkan. Menurut Rehbein walaupun cara ini tidak sehebat Swenson tapi cukup memadai karena anak dapat defekasi 2-3 hari sekali dan tidak timbul kelainan impotensi, akan tetapi cara ini mudah terjadi residif.c. Metode Duhamel Bagian yang aganglioner tidak dibuang, hanya pada bagian proksimal dari bagian ini dijahit. Bagian yang hipertrofi dibuang sampai pada bagian yang berdiameter normal dan ini kemudian ditarik ke arah anal disambungkan tepat di atas muskulus sfingter ani eksternus pada sisi belakang dari rektum. Jadi dilakukan colo rectostomy end to side, dengan ini sfingter ani eksternus tetap dipakai, sedangkan bagian yang aganglioner tidak dipakai. Menurut metode Duhamel ini, saraf-saraf yang melekat pada prostat tidak diganggu gugat, trauma operasi kecil sehingga dapat dilakukan pada bayi-bayi usia 8-9 bulan, bahkan ada yang berani pada bayi usia 4 bulan. Malah pada bayi-bayi yang datang terlambat, misalnya telah berusia 3-4 bulan dapat langsung dikerjakan metode Duhamel tanpa mengadakan kolostomi dahulu.d. Metode Soave Prosedur ini sebenarnya pertama sekali diperkenalkan Rehbein tahun 1959 untuk tindakan bedah pada malformasi anorektal letak tinggi. Namun oleh Soave tahun 1966 diperkenalkan untuk tindakan bedah definitif Hirschsprung. Tujuan utama dari prosedur Soave ini adalah membuang mukosa rektum yang aganglionik, kemudian menarik terobos kolon proksimal yang ganglionik masuk kedalam lumen rektum yang telah dikupas tersebut.3. Terapi medikamentosa Digunakan antibiotik yang potensial yang dapat membunuh berbagai jenis bakteri seperti bakteri gram positif dan negatif serta bakteri anaerob. Sebaiknya sebelum menentukan jenis antibiotik yang dipilih dilakukan kultur sensitivitas sehingga terapi yang diberikan efektif. - Ampicilin inj 25mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri gram positif. - Gentamicin inj 2,5mg / kg BB 3 x 1 untuk membunuh bakteri gram negative. - Metronidazole inj 7,5mg / kg BB 4 x 1 untuk membunuh bakteri anaerob.4. Terapi non medikamentosa- Diet : sebelum operasi pasien dinjurkan untuk puasa, setelah dilakukan operasi dan fungsi usus dapat bekerja optimal dapat diberikan ASI atau susu formula melalui NGT, dan untuk beberapa pasien dapat diberikan diet tinggi serat seperti buah dan sayuran.- Selama 6 minggu pasien dianjurkan untuk membatasi aktivitas agar luka operasi dapat sembuh baik.

B. Penatalaksanaan KeperawatanPenatalaksanaan keperawatan yang dapat dilakukan pada penyakit hirschprung diantaranya :1. Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini.2. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak3. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan ).4. Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang.Pada perawatan preoperasi harus diperhatikan juga kondisi klinis anak anak dengan mal nutrisi tidak dapat bertahan dalam pembedahan sampai status fisiknya meningkat. Hal ini sering kali melibatkan pengobatan simptomatik seperti enema. Diperlukan juga adanya diet rendah serat, tinggi kalori dan tinggi protein serta situasi dapat digunakan nutrisi parenteral total.

2.8 Pemeriksaan DiagnostikPemeriksaan diagnostic yang dibutuhkan pada penyakit hirschprung diantaranya :a. Rontgen abdomen (menunjukan pelebaran usus besar yang terisi oleh gas dan tinja).b. Barium enema, yaitu dengan memasukan suatu cairan zat zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat terlihat jelas di rontgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit ini.c. Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan sejauh mana usus besar yang terkena.d. Manometri anus (pengukuran tekanan sfingter anus dengan cara mengembangkan balon di dalam rectum).e. Pemeriksaan colok anusPemeriksaan ini sangat penting, karena dengan pemeriksaan tersebut jari akan merasakan jepitan, dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.

2.9 PrognosisSecara umum prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit hirschprung yang mendapat tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan pembedahan pada bayi sekitar 20%.

BAB IIIASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Hirschprung DeseaseA. Pengkajian1. Identitas a. KlienBerisi nama lengkap klien, umur, agama, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, alamat, no register RS, dan tanggal masuk rumah sakit.c. Penanggung jawabBerisi nama penanggung jawab, umur, alamat, dan hubungan dengan klien2. Riwayat Penyakit.a. Keluhan utama.Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare.b. Riwayat penyakit sekarang.Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi.c. Riwayat penyakit dahulu.Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung.d. Riwayat kesehatan keluarga.Tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti klien3. Pemeriksaan Fisik.Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan : Inspeksi: Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal.Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk. Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus. Perkusi: Timpani akibat abdominal mengalami kembung. Palpasi: Teraba dilatasi kolon abdominal.a. Sistem kardiovaskuler. Biasanya terdapat takikardi b. Sistem pernapasan. Sesak napas, distres pernapasan.c. Sistem pencernaan. Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot.d. Sistem genitourinarius. Tidak ada kelainane. Sistem saraf. Tidak ada kelainan.f. Sistem muskuloskeletal. Kaku (ada gangguan rasa nyaman)g. Sistem endokrin. Tidak ada kelainan.h. Sistem integumen. Akral hangat.4. Pemeriksaan diagnostik a. Pemeriksaan ronksen dengan foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah.b. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam.c. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa.d. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.e. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.5. Analisa DataNoData SenjangEtiologiMasalah

1.- Adanya aganglion di usus yang menyebebkan obstruksi di usus. Konstipasi

Absensi ganglion maissner and auerbachUsus spastis dan daya dorong tidak adaObstipasi dan tidak ada mekonium

Gangguan eliminasi BAB (buang air besar)

2.- Bayi tidak mau nete.- Sering muntah.- Feses yang menyemprot dan bau busuk.Absensi ganglion maissner and auerbachMual, muntah,diareAnoreksia

Nutrisi kurang dari kebutuhan

3.- Bayi mengalami diare.- Dehidrasi.- Sering muntah yang berwarna hijau.

Absensi ganglion maissner and auerbachMual, muntah,diareAnoreksiaInput berkurang

Volum cairan tubuh kurang dari kebutuhan

4.- Adanya ostruksi.- Distensi abdomen pada bayi.- Perut kembung.- Perut tegang.Absensi ganglion maissner and auerbachUsus spastis dan daya dorong tidak adaObstipasi dan tidak ada mekoniumDistensi abdomen hebat

Gangguan rasa nyaman nyeri

5.- terlihat cepas nafasnya- ada cuping hidungAbsensi ganglion maissner and auerbachUsus spastis dan daya dorong tidak adaObstipasi dan tidak ada mekoniumDilatasi usus(penumpukan peses)Menekan diafraghmaMenekan paru-paruKebutuhan oksigen tifak adekuat

Sesak / gangguan pola nafas

6.- kluarga klien terlihat panic- bertanya Tanya mengenai penyakit anaknyaAkibat kurang pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, penatalaksanaan perawatan, dan obat- obatan. ankhietas

B. Diagnosa Keperawatan 1. Gangguan eliminasi (BAB) : obstipasi berhubungan dengan spastis usus dan tidak adanya daya dorong karena aganglion pada colon.2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang inadekuat.3. Kekurangan cairan tubuh berhubungan muntah dan diare.4. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan adanya distensi abdomen.5. Gangguan pola nafas/sesak berhubungan dengan tertekannya paru-paru oleh diafragma membuat kebutuhan oksigen tidak adekuat6. Ankhietas berhubungan dengan kurang pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakit, penatalaksanaan perawatan, dan obat- obatan.

C. Intervensi KeperawatanNoDiagnosaIntervensi

Tujuan PerencanaanRasional

1.Dx 1Anak dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adaptasi sampai fungsi eliminasi secara normal dan bisa dilakukanKriteria Hasil1. Pasien dapat melakukan eliminasi dengan beberapa adapatasi2. Ada peningkatan pola eliminasi yang lebih baik1. Berikan bantuan enema dengan cairan Fisiologis NaCl 0,9 %2. Observasi tanda vital dan bising usus setiap 2 jam sekali3. Observasi pengeluaran feces per rektal bentuk, konsistensi, dan jumlah.4. Observasi intake yang mempengaruhi pola dan konsistensi feses.5. Anjurkan untuk menjalankan diet yang telah dianjurkan Untuk mempermudah keluarnya peses.

Untuk memantau status kesehatan klien dan rencana tidakan Mengetahui warna dan konsistensi feses dan menentukan rencana selanjutnya.

Untuk mengetahui apakah intek dan outpunya seimbang Dengan diet yang sesuai dapat meringankan beban usus tetapi absorpsinya bagus

2.Dx 2Pasien menerima asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkanKriteria Hasil1.Berat badan pasien sesuai dengan umurnya2.Turgor kulit pasien lembab3.Orang tua bisa memilih makanan yang di anjurkan

1. Berikan asupan nutrisi yang cukup sesuai dengan diet yang dianjurkan2. Ukur berat badan anak tiap hari3. Gunakan rute alternatif pemberian nutrisi ( seperti NGT dan parenteral ) untuk mengantisipasi pasien yang sudah mulai merasa mual dan muntah . Untuk meningkatkan status kesehatan klien. Mengetahui keseimbangan nutrisi sesuai kebutuhan 1300-3400 kalori. Supaya asupan nutrisi klien tetap adekuat

3.Dx 3Status hidrasi pasien dapat mencukupi kebutuhan tubuhKriteria Hasil1. Turgor kulit lembab. 2. Keseimbangan cairan.

1. Berikan asupan cairan yang adekuat pada pasien

2. Pantau tanda tanda cairan tubuh yang tercukupi turgor, intake output3. Observasi adanay peningkatan mual dan muntah antisipasi devisit cairan tubuh dengan segera

Dengan diberi cairan yang adekuat dapat memperbaiki status krsehatan klien Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh

Mencegah terjadinya dehidrasi dan dapat mencegah hal-hal yang dapat memperburuk keadaan klien

4.Dx 4Kebutuhan rasa nyaman nyeri terpenuhi dengan kriteria tenang, tidak menangis, tidak mengalami gangguan pola tidur.1. Kaji terhadap tanda nyeri dan skala nyeri

2. Berikan tindakan kenyamanan pada klien (menggendong, suara halus, ketenangan)3. Berikan obat analgesik sesuai program Mengetahui tingkat nyeri dan menentukan langkah selanjutnya Upaya dengan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri

Mengurangi persepsi terhadap nyeri yamg kerjanya pada sistem saraf pusat

5.Dx 4Kebutuhan akan oksigen klien adukuat dengan criteria :1. Penapasan klien tidak cepat2. Tidak terlihat cuping hidung1. Kasih oksigen sesuai kebutuhan klien

2. Posisikan klien semifoler

3. Pantau apakah ada hipoksia jaringan Untuk memenuhi kebutuhan oksigen klien Supaya volume oksigen di paru adekuat Untuk menghindari adanya injuri akibat kekurangan oksigen

6.Dx 5pengetahuan pasien tentang penyakitnyaa menjadi lebih adekuat Kriteria hasil :Pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnyaa, perawatan dan obat obatan.Bagi penderita Mega Colon meningkat daan pasien atau keluarga mampu menceritakanya kembali

1. Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal hal yang ingn diketahui sehubunagndengan penyaakit yang dialami pasien2. Kaji pengetahuan keluarga tentang Mega Colon3. Jelaskan tentang proses penyakit, diet, perawatan serta obat obatan pada keluarga pasien4. Jelaskan semua prosedur yang akan dilaksanakan dan manfaatnya bagi pasien

Supaya kluarga mengerti hal-hal yang tidak dipahami

Supaya mengetahui mengenai penyakit anaknya Supaya kluarga klien lebih paham

Supaya kluarga klien lebih paham dan mengerti tentang semua hal mengenai status anaknya

BAB IVPENUTUP

4.1 KesimpulanPenyakit hirschsprung merupakan suatu anomali kongenital dengan karakteristik tidak adanya saraf-saraf pada suatu bagian intestinal. Hal ini menyebabkan adanya obstruksi i ntestin mekanis akibat dari motilitas yang tidak adekuat. (Marry. E. Muscari, 2005).Penyakit Hirschprung terjadi saat perkembangan fetus dimana terjadi kegagalan perkembangan serabut saraf, kegagalan migrasi serabut saraf, atau terhentinya perkembangan serabut saraf pada segmen usus.Faktor genetik juga berperan dalam menyebabkan penyakit Hirschprung. 10% anak dengan Down syndrome (abnormalitas kromosom) menderita penyakit Hirschprung. Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus. Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

4.2 SaranPHirschprung adalah sebuah penyakit yang dapat mengancam penderita kalau penanganannya kurang baik oleh karena itu kepada para tenaga medis yang melakukan perawatan pada klien dengan Hirschprung tolong perhaatikan prinsip dan kode etik dalam melakukan asuhan keperawatan.Penulis berharap kepada Bapak/Ibu Dosen yang menganalisis makalah ini dapat mengkoreksi kesalahan dan kekurangn dalam makalah supaya penulis dapat menintrofeksi diri dan memperbaiki makalah menjadi lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily, dkk. 2002.Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Edisi 3. Jakarta EGC.Hidayat, Alimul Aziz. 2006.Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, buku 2. Jakarta : Salemba MedikaHolschneider A., Ure B.M., 2000.Chapter 34 Hirschsprungs Diseasein: Ashcraft Pediatric Surgery 3rdedition W.B. Saunders Company.Philadelphia. page 453-468Kuzemko, Jan, 1995,Pemeriksaan Klinis Anak,alih bahasa Petrus Andrianto, cetakan III, EGC, Jakarta.Lyke, Merchant Evelyn, 1992,Assesing for Nursing Diagnosis ; A Human Needs Approach,J.B. Lippincott Company, London.Marry. E. Muscari, 2005, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik. Jakarta : EGCWong, Donna L. 2003.Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. Jakarta : EGC

17