BAB II

13
 Tinjauan Pustaka Definisi Vi tiligo merupakan kelain an depig mentas i yang diseb abkan karen a tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakte rist ik lesi ber upa mak ula ataupun ber cak depigment asi yan g  berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Vi tiligo dapat meluas, mengenai selu ruh bag ian tub uh yan g men gandun g sel mel anosit, mis alnya: rambut dan mat a. Vi til igo meru pak an acquired depigmentary disorder  yang paling umum dijumpai. 4 Epidemiologi Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1 - ! populasi dunia, dimana "#!  penderita mempunyai ri$ayat keluarga. %erkembangan a$al dari lesi, sekitar &!  penderita dijumpai pada usia diba$ah 1# tahun, &#! terjadi sebelum usia " tahun dan kurang dari 1#! terjadi pada usia lebih dari 4 tahun, $alaupun vitiligo relati' jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang di diagnosa sebagai piebaldism. 4,& %ada banyak pene lit ian, vi ti li go lebi h ba nyak di jumpai pada $ani ta (de$asa) dibandingkan pada laki-laki (de$asa) yaitu -" : 1, sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua  jenis kelamin, kemungkinan hal ini disebabkan $anita (de$asa) lebih membe rikan perha tian terhada p peny akitny a diban dingk an laki-la ki (de$as a), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan. *tu di epi demiol ogi men unj ukk an bah $a pen yak it autoimun, termasuk  penyakit tiroid autoimun dan *+ (*iste mik +upus rythematosus) berkelompok  pada keluarga penderita vitiligo. Vi tiligo merupakan komponen dari %/ (%*1 ) dan sindro m-sind rom autoimunitas multip el *chmidt (%* ). Vi tiligo  juga terkait erat dengan berbagai penyakit autoimun organ spesi'ik, seperti:  penyakit tiroid, tiroiditis 0ashimoto, penyakit ddison, diabetes melitus tipe 1, hipo tiroid isme primer , anemia pernisiosa, alopecia areata dan peny akit ddiso n. i roidit is 0ashimoto paling sering dijumpa i pada anak-anak. 2veitis juga sering dijumpai pada penderita vitiligo. " 3

description

laporan vitiligo

Transcript of BAB II

Tinjauan PustakaDefinisiVitiligo merupakan kelainan depigmentasi yang disebabkan karena tidak adanya melanosit pada epidermis, membran mukosa, mata maupun bulbus dari rambut. Karakteristik lesi berupa makula ataupun bercak depigmentasi yang berbatas tegas dan biasanya asimptomatik. Vitiligo dapat meluas, mengenai seluruh bagian tubuh yang mengandung sel melanosit, misalnya: rambut dan mata. Vitiligo merupakan acquired depigmentary disorder yang paling umum dijumpai.4

Epidemiologi Insiden terjadinya vitiligo berkisar 1 - 2% populasi dunia, dimana 30% penderita mempunyai riwayat keluarga. Perkembangan awal dari lesi, sekitar 25% penderita dijumpai pada usia dibawah 10 tahun, 50% terjadi sebelum usia 23 tahun dan kurang dari 10% terjadi pada usia lebih dari 42 tahun, walaupun vitiligo relatif jarang dijumpai pada bayi tetapi kongenital vitiligo pernah dilaporkan dan kadang-kadang di diagnosa sebagai piebaldism.4,5Pada banyak penelitian, vitiligo lebih banyak dijumpai pada wanita (dewasa) dibandingkan pada laki-laki (dewasa) yaitu 2-3 : 1, sedangkan penelitian vitiligo pada anak-anak, dijumpai perbandingan yang hampir sama pada ke dua jenis kelamin, kemungkinan hal ini disebabkan wanita (dewasa) lebih memberikan perhatian terhadap penyakitnya dibandingkan laki-laki (dewasa), sehingga lebih banyak mendapat pengobatan.2Studi epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit autoimun, termasuk penyakit tiroid autoimun dan SLE (Sistemik Lupus Erythematosus) berkelompok pada keluarga penderita vitiligo. Vitiligo merupakan komponen dari APECED (APS1) dan sindrom-sindrom autoimunitas multipel Schmidt (APS2). Vitiligo juga terkait erat dengan berbagai penyakit autoimun organ spesifik, seperti: penyakit tiroid, tiroiditis Hashimoto, penyakit Addison, diabetes melitus tipe 1, hipotiroidisme primer, anemia pernisiosa, alopecia areata dan penyakit Addison. Tiroiditis Hashimoto paling sering dijumpai pada anak-anak. Uveitis juga sering dijumpai pada penderita vitiligo.3EtiopatogenesisPenyebab vitiligo yang pasti belum diketahui, diduga suatu penyakit herediter yang diturunkan secara autosomal dominan. Penelitian terdahulu melaporkan 38% penderita vitiligo mempunyai keluarga yang menderita vitiligo dan pada penelitian yang lain menyebutkan angka 35%, beberapa faktor pencetus terjadinya vitiligo antara lain:61. Faktor mekanisPada 10-70% penderita vitiligo timbul lesi setelah trauma fisik, misalnya setelah tindakan bedah atau pada tempat bekas trauma fisik dan kimiawi2. Faktor sinar matahari atau penyinaran ultra violet APada 7-15% penderita vitiligo timbul lesi setelah terpajan sinar matahari atau UV A dan ternyata 70% lesi pertama kali timbul pada bagian kulit yang terpajan3. Faktor emosi / psikisDikatakan bahwa kira-kira 20% penderita vitiligo berkembang setelah mendapat gangguan emosi.Terdapat beberapa etiopatogenesis yang menjelaskan terjadinya vitiligo, dimana pada vitiligo melanin menghilang dari kulit dan kulit berubah menjadi putih. Hilangnya melanin dari kulit dapat terjadi karena tidak adanya sel melanosit dan atau sedikit kurangnya melanin yang dibentuk oleh melanosit. Teori lain juga menyebutkan bahwa pada vitiligo terjadi penurunan kalsium intraseluler dalam melanosit dan keratinosit yang menghambat aktivitas tirosinase dalam pembentukan melanosit, saat ini terdapat beberapa penelitian yang mengemukakan bahwa pada lesi vitiligo masih dijumpai melanosit, melanosit ini dapat berfungsi lagi secara in vivo dan in vitro dengan stimulus yang tepat, oleh karena itu pada pasien dengan vitiligo, melanosit yang masih ada perlu diaktifkan.2Etiopatogenesis vitiligo multifaktorial. Misalnya: faktor defek genetik (pola poligenetik, multifactorial inheritance), berbagai jenis stres (stres emosional, stres oksidatif dengan akumulasi radikal bebas), kerusakan melanosit karena mekanisme autoimmunity (kekebalan tubuh), self-destructive, sitotoksik (keracunan tingkat seluler), ketidakseimbangan kalsium, peningkatan ROS (reactive oxygen species), oksidan-antioksidan, autotoksik/metabolik, penyakit autoimun, dan mekanisme bio-kimiawi yang diperantarai saraf.Beragam jalur (pathways) yang dapat terjadi, berkaitan dengan hilang/berkurangnya melanosit, misalnya: proses apoptosis, ketidakseimbangan antara kadar Bax dan Bcl2, kejadian nekrotik, berkaitan dengan proses inflamasi suatu melanocytorrhagy, atau detachment, yang mengikuti trauma atau friksi, karena melemahnya fungsi adhesion sel-sel atau selmatriks.21. Aspek Genetik VitiligoVitiligo memiliki pola genetik yang beragam. Pewarisan vitiligo mungkin melibatkan gen yang berhubungan dengan biosintesis melanin, respon terhadap stres oksidatif dan regulasi autoimun, adanya hubungan antara vitiligo dengan penyakit autoimun yang sering ditemukan, mendorong dilakukannya penelitian adanya HLA yang mungkin berhubungan dengan terjadinya vitiligo. Tipe-tipe HLA yang berhubungan dengan vitiligo pada beberapa penelitian yang telah dilakukan meliputi A2, DR4, DR7, dan Cw6.32. Hipotesis Autoimun dan Respon Imun HumoralHubungan antara vitiligo dengan kondisi autoimun telah banyak diketahui, kelainan tiroid, terutama tiroiditis hashimoto dan penyakit graves, sering berhubungan dengan vitiligo yang disertai dengan kondisi endokrinopati seperti Addison disease dan Diabetes Melitus, pada penelitian yang ada, ditunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara vitiligo dengan kenaikan kadar autoantibodi tiroid, meskipun mekanisme hubungan ini belum diketahui secara pasti.7 Merupakan teori yang banyak diterima, dimana sistem imun tubuh akan menghancurkan melanosit. Pada vitiligo dapat dijumpai autoantibodi terhadap antigen sistem melanogenik yang disebut autoantibodi anti melanosit, yang bersifat toksik terhadap melanosit dan menghambat pembentukan melanin.3.83. Mekanisme Imunitas SelulerMekanisme imunitas humoral pada patogenesis vitiligo terdapat bukti yang kuat yang mengindikasikan adanya proses imunitas seluler. Kerusakan melanosit bisa jadi dimediatori secara langsung oleh autoreaktif sitologik sel T, meningkatnya jumlah sirkulasi limfosit sitotoksik CD8+ sebagai reaksi terhadap MelanA/Mart-1 (antigen melanoma yang dikenalkan oleh sel T), glikoprotein 100, dan tirosinase telah dilaporkan pada pasien dengan vitiligo. Sel T CD8+ yang teraktivasi telah didemonstrasikan pada perilesi kulit vitiligo, yang menarik adalah, sel T reseptor spesifik terhadap melanosit yang ditemukan pada pasien melanoma dan vitiligo memiliki struktur yang hampir sama. Penelitian yang mengemukakan hal ini mendorong dilakukannya strategi imunisasi, seperti misalnya induksi sel T tumor-specific sebagai pencegahan dan eradikasi kanker.34. Gangguan pada Sistem Oksidan-Antioksidan pada VitiligoStres oksidatif mungkin juga memiliki peran patogenesis yang penting terhadap terjadinya vitiligo, beberapa penelitian memastikan beberapa teori stres oksidatif yang mungkin, yang mana hal ini menunjukkan bahwa akumulasi toksin radikal bebas terhadap melanosit akan berdampak pada kerusakan sel melanosit itu sendiri, meningkatnya level nitrit oksida telah ditunjukkan pada melanosit yang dikultur dan di dalam serum pasien dengan vitiligo, yang dapat diasumsikan bahwa nitrit oksida dapat mendorong pada autodestruksi melanosit.35. Teori NeuralVitiligo segmental sering terjadi pada pola dermatom, yang mengarahkan pada hipotesis neural yang mengajukan adanya pelepasan mediator kimiawi tertentu yang berasal dari akhiran saraf akan menyebabkan menurunnya produksi melanin.Teori mengatakan bahwa mediator neurokimia seperti asetilkolin, epinefrin dan nor epinefrin yang dilepaskan oleh ujung saraf perifer merupakan bahan neurotoksik yang menghancurkan melanosit atau menghambat produksi melanin, bila zat-zat tersebut diproduksi berlebihan sel melanosit didekatnya akan rusak, beberapa bahan yang lepas dari ujung syaraf perifer pada kulit seperti Neuropeptide-Y, merupakan bahan toksik terhadap melanosit dan dapat menghambat proses melanogenesis, kemungkinan Neuropeptide-Y memegang peranan dalam patogenesis vitiligo melalui mekanisme neuro-immunity atau neuronal terhadap melanosit.2,3,86. VirusBersama-sama dengan teori lain data yang ada menunjukkan bahwa vitiligo merupakan kelainan dengan multifaktor dan bisa jadi merupakan hasil akhir dari beberapa jalur patologis yang berbeda, para ahli sepakat bahwa vitiligo lebih cenderung pada sindrom, dari pada penyakit tunggal.3Gambaran KlinisMakula hipopigmentasi pada vitiligo yang khas berupa bercak putih seperti putih kapur bergaris tengah beberapa milimeter sampai beberapa sentimeter, berbentuk bulat atau lonjong dengan tepi berbatas tegas dan kulit pada tempat tersebut normal dan tidak mempunyai skuama. Tanpa disertai gatal dan nyeri pada lesi kulit. Vitiligo mempunyai distribusi yang khas, lesi terutama terdapat pada daerah yang terpajan (muka, dada bagian atas, dorsum manus), daerah intertriginosa (aksila, lipat paha), daerah orifisium (sekitar mulut, hidung, mata, rektum), pada bagian ekstensor permukaan tulang yang menonjol (jari-jari, lutut, siku). Pada pemeriksaan histopatologi tidak ditemukan sel melanosit dan reaksi dopa untuk melanosit negatif. Pada pemeriksaan dengan lampu Wood makula amelanotik pada vitiligo tampak putih berkilau, hal ini membedakan lesi vitiligo dengan makula hipomelanotik pada kelainan hipopigmentasi lainnya.9Lesi yang mengalami depigmentasi, dilakukan biopsi pada pinggir lesi dan dilakukan pemeriksaan menggunakan mikroskop cahaya, hasilnya menunjukkan hilangnya sebagian atau seluruh sel melanosit pada epidermis dan pada batas melanosit tampak dendrit yang besardan panjang. Pemeriksaan dapat juga dikonfirmasikan dengan menggunakan pewarnaan histokimia yaitu pewarnaan dopa untuk tyrosinase yang merupakan enzim khusus untuk melanosit dan pewarnaan Fontana-Mason untuk melanin pada pemeriksaan elektron mikroskop, dijumpai jumlah sel-sel langerhans meningkat pada daerah basal epidermis dibandingkan pada daerah tengah epidermis.8Pada vitiligo juga umumnya terjadi koebnerization. Lesi dapat berkembang pada saat terjadi suatu truma seperti gesekan ringan dari pakaian, luka irisan, terbakar dan abrasi (Gambar 2.1).3

Gambar 2.1 Koebnerasi pada vitiligo. 3Klasifikasi Vitiligo3Vitiligo diklasifikasikan atas Vitiligo segmental, akrofasial, generalisata, dan universal atau dapat pula diklasifikasikan sesuai pola keterlibatan bagian kulit yaitu tipe fokal, campuran dan mukosal.1. Vitiligo FokalBiasanya berupa makula soliter atau beberapa makula tersebar pada satu area, paling banyak pada area distribusi nervus Trigeminus, meskipun leher dan batang tubuh juga sering terkena (Gambar 2.2).3

Gambar 2.2 Vitiligo fokal.32. Vitiligo SegmentalMakula unilateral pada satu dermatom atau distribusi quasi-dermatom. Jenis ini cenderung memiliki onset pada usia muda, dan tak seperti jenis lain, jenis ini tidak berhubungan dengan penyakit tiroid atau penyakit autoimun lainnya, jenis ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Perubahan pada neural peptida turut dipengaruhi pada patogenesis jenis ini, lebih dari separuh pasien dengan vitiligo segmental memiliki patch pada rambut yang memutih yang dikenal sebagai poliosis (Gambar 2.3). 3

Gambar 2.3 Vitiligo segmental. 3

3. Vitiligo AkrofasialDepigmentasi pada jari-jari bagian distal dan area periorificium (Gambar 2.4). 3

Gambar 2.4 Vitiligo akrofasial. 3

4. Vitiligo GeneralisataDisebut juga vitiligo vulgaris, merupakan tipe yang paling sering dijumpai. Patch depigmentasi meluas dan biasanya memiliki distribusi yang simetris (Gambar 2.5). 3

Gambar 2.5 Vitiligo generalisata. 3

5. Vitiligo UniversalMakula dan patch depigmentasi meliputi hampir seluruh tubuh, sering berhubungan dengan sindroma endokrinopati multipel (Gambar 2.6). 3

Gambar 2.6 Vitiligo universal. 3

6. Vitiligo MukosalHanya melibatkan lokasi pada membran mukosa.3 TatalaksanaAda banyak pilihan terapi yang bisa dilakukan pada pasien dengan vitiligo. Hampir semua terapi bertujuan untuk mengembalikan pigmen pada kulit. Seluruh pendekatan memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing, dan tidak semua terapi dapat sesuai dengan masing-masing penderita. 31. SunscreenSuncreen atau tabir surya mencegah paparan sinar matahari berlebih pada kulit dan hal ini dapat mengurangi kerusakan akibat sinar matahari dan dapat mencegah terjadinya fenomena Koebner. Selain itu sunscreen juga dapat mengurangi tanning dari kulit yang sehat dan dengan demikian mengurangi kekontrasan antara kulit yang sehat dengan kulit yang terkena vitiligo.32. Kosmetik Banyak penderita vitiligo, terutama jenis vitiligo fokal menggunakan kosmetik penutup sebagai pilihan terapi yang cukup baik, area dari leukoderma, khususnya pada wajah, leher atau tangan dapat ditutup dengan make-up konvensional, produk-produk self tanning, atau pengecatan topikal lain. Kosmetik memiliki keuntungan berupa biaya yang murah, efek samping minimal, dan kemudahan penggunaan.33. Kortikosteroid TopikalKortikosteroid topikal rendah, sedang, atau potensi tinggi sering menjadi lini pertama pengobatan yang digunakan sejak beberapa dekade, hasil pengobatan telah dilaporkan berhasil terutama pada pasien dengan vitiligo terlokalisasi. Kortikosteroid topikal diindikasikan untuk terapi pada area vitiligo yang terbatas, dan seringkali digunakan sebagai terapi lini pertama pada anak. Lesi pada wajah memiliki respon paling baik terhadap terapi kostikosteroid topikal, sedangkan lesi pada leher dan ekstremitas (kecuali jari tangan dan kaki) memiliki respon yang cukup baik, tidak diketahui mengapa lesi pada wajah memiliki respon yang lebih baik, penjelasan yang mungkin adalah tingginya permeabilitas kulit wajah terhadap kortikosteroid, jumlah melanosit residual yang lebih banyak pada kulit wajah yang tidak terlibat, reservoir fulikoler yang lebih baik, atau kerusakan melanosit pada wajah yang lebih mudah diperbaiki. Lesi yang terlokalisir dapat diterapi dengan kortikosteroid terfluorinasi potensi tinggi selama satu sampai dua bulan dengan dosis tepat dan secara bertahap diturunkan menjadi kortikosteroid potensi rendah. Lesi pada pasien dengan lesi yang lebih besar, kortikosteroid terfluorinasi potensi sedang sering digunakan, penggunaan kortikosteroid ini harus hari-hati terutama pada mata dan sekitar bulu mata, sebab penggunaan kortikosteroid topikal dapat meningkatkan tekanan intraokuler dan glaukoma eksaserbasi.3.10Pemeriksaan lampu wood dapat digunakan untuk memonitor perkembangan terapi, jika tidak ada respon terapi dalam 3 bulan, terapi harus dihentikan. Repigmentasi maksimum dapat dicapai dalam 4 bualn atau lebih (30%-40% memiliki rata-rata waktu respon selama 6 bulan pada penggunaan kortikosteroid).34. Immunomodulator TopikalTacrolimus topikal (oinment) 0,03% sampai 0,1% efektif untuk repigmentasi pada vitiligo jika digunakan dua kali sehari pada pasien vitiligo terlokalisir, terutama wajah dan leher. Dilaporkan bahwa terapi ini akan lebih efektif jika dikombinasikan dengan terapi Ultraviolet B (UV B) atau terapi laser. Tacrolimus oinment secara umum lebih aman digunakan untuk anak dibandingkan dengan steroid topikal.35. Calcipotriol Topikal Calcopotriol topikal 0,005% menghasilkan repigmentasi pada beberapa pasien dengan vitiligo, terapi ini dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid topikal pada dewasa dan anak untuk hasil repigmentasi yang lebih cepat dengan hasil pigmentasi yang lebih stabil.36. PseudocatalaseKalatase, merupakan enzim yang normal ditemukan pada kulit yang berfungsi mengurangi kerusakan kulit akibat radikal bebas. Katalase dilaporkan memiliki kadar yang rendah pada pasien vitiligo, terapi penggantinya menggunakan analog dari katalase manusia normal (pseudokatalase) yang dikombinasikan dengan fototerapi narrowband UVB (NB-UVB).37. Terapi SistemikObat-obatan imunosupresif sistemik memiliki banyak efek samping potensial yang kurang menguntungkan pada vitiligo, akan tetapi, kortikosteroid sistemik telah digunakan sebagai terapi denyut (pulse therapy) dengan hasil beragam dan dapat mencegah depigmentasi cepat pada penyakit yang aktif. 38. Psoralen dan Terapi Ultraviolet ATerapi 8-methoxypsoralen oral atau topikal dikombinasikan dengan radiasi UVA (320 sampai 400 nm) atau dikenal dengan PUVA, cukup efektif untuk terapi vitiligo, meskipun dibutuhkan waktu selama beberapa bulan dengan frekuensi sering, setelah dilakukan ekspos dengan UVA, psoralen berikatan dengan DNA dan menghambat replikasi sel, bagaimana proses ini dapat memicu terjadinya repigmentasi masih belum diketahui secara pasti. PUVA menstimulasi aktivitas tirosinase (suatu enzim esensial untuk sintesis melanin) dan melanogenesis. PUVA juga merupakan imunosupresan lokal, dan mengurangi ekspresi antigen vitiligo-associated melanocyte.39. Radiasi Narrowband Ultraviolet B Radiasi NB (311 nm)-UVB merupakan pilihan terapi lain untuk vitiligo dan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan pertama bagi kebanyakan pasien, pada pasien dengan vitiligo generalisata, terapi NB-UVB lebih efektif dibandingkan dengan PUVA topikal, jika tidak ada perkembangan atas terapi ini dalam 6 bulan, terapi NB-UVB ini harus ditinggalkan. Pada suatu penelitian, 53 persen anak dengan vitiligo mengalami lebih dari 75% repigmentasi setelah terapi NB-UVB dan 6% menunjukkan repigmentasi komplit, pigmentasi yang lebih baik dicapai pada daerah wajah, batang tubuh, dan ekstremitas proximal daripada ekstremitas distal dan lipat paha.310. LaserTerapi laser telah dipelajari pada beberapa percobaan, dan ditemukan bahwa terapi ini paling efektif ketika diberikan tiga kali seminggu, dengan periode terapi lebih dari 12 minggu yang diperlukan untuk mendapatkan hasil repigmentasi yang memuaskan, dosis inisial adalah 50-100 ml/cm2. sebagaimana standar fototerapi, laser menghasilkan hasil terapi paling baik pada wajah, dan area yang kurang responsif pada tangan dan kaki.311. DepigmentasiMonobensil eter dari hidrokuinon (Monobenzon) merupakan satu-satunya agen depigmentasi yang ada untuk depigmentasi sisa kulit yang normal pada pasien dengan vitiligo berat. Monobenzon merupakan toksin fenol yang merusak melanosit epidermis setelah penggunaan yang lama. Monobenzon kemudian dapat menghasilkan depigmentasi yang seragam dan merata yang secara kosmetik dapat lebih diterima oleh banyak pasien. Monobenzon tersedia dalam bentuk cream 20% dan dapat diformulasikan pada konsentrasi hingga 40%. Individu yang menggunakan monobenzon harus menghindari kontak langsung dengan orang lain selama 1 jam setelah pemberian terapi, oleh karena kontak langsung dapat menyebabkan terjadinya depigmentasi pada kulit yang tersentuh. Monobenzon juga bisa jadi mengiritasi dan menimbulkan sensitisasi alergi.312. Autolog Thin Thiersch GraftingThin split-thickness grafts pada terapi vitiligo ini didapatkan dengan menggunakan skalpel atau dermatom dan kemudian ditempatkan diatas lokasi kulit resipien yang telah disiapkan dengan cara yang sama atau dengan dermabrasi, luas area kulit yang dapat digunakan dengan terapi ini antara 6-100 cm2. teknik ini juga telah berhasil digunakan untuk vitiligo pada bibir. Keuntungan teknik ini adalah cangkok kulit yang dapat melibatkan area kulit yang cukup luas dengan waktu yang relatif singkat, akan tetapi, pertimbangannya adalah terapi ini membutuhkan anestesi total dan ada resiko timbulnya scar hipertrofi pada lokasi donor maupun resipien.313. Suction Blister GraftsPada Terapi ini dilakukan pemisahan antara epidermis yang viabel dari dermis dengan produksi suction blister yang akan memisahkan kulit secara langsung pada dermal-epidermal junction. Epidermis berpigmen kemudian diambil dan digunakan untuk menutup kulit resipien yang telah disiapkan dengan cara dikelupas dengan menggunakan liquid nitrogen blister. Keuntungan dari suction blister grafts adalah pembentukan scra yang minimal oleh karena bagian dermis tetap intak baik pada daerah donor maupun resipien, akan tetapi, kebanyakan dokter tidak memiliki perlengkapan mekanis yang diperlukan untuk memproduksi blister pada daerah donor..3

Prognosis Perkembangan penyakit vitiligo sulit untuk diprediksi, dimana perkembangan dari lesi depigmentasi dapat menetap, meluas ataupun terjadinya repigmentasi, biasanya perkembangan penyakit dari semua tipe vitiligo bertahap, dan bercak depigmentasi akan menetap seumur hidup kecuali diberi pengobatan. sering diawali dengan perkembangan yang cepat dari lesi depigmentasi dalam beberapa bulan kemudian progresifitas lesi depigmentasi akan berhenti dalam beberapa bulan dan menetap dalam beberapa tahun. Repigmentasi spontan terjadi pada 10-20% pasien tetapi hasilnya jarang memuaskan secara kosmetik.8

15