BAB II

20
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. Definisi Bell’s Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan. Bell’s palsy adalah disfungsi nervus facialis, saat saraf ini berjalan di dalam canalis facialis; kelainan ini biasanya unilateral. Lokasi disfungsi menentukan aspek fungsional nervus facialis yang tidak bekerja. Pembengkakan saraf di dalam canalis facialis menekan serabut-serabut saraf; keadaan ini menyebabkan hilangnya fungsi saraf sementara dan menimbulkan tipe paralisis facialis lower motor neuron. Istilah Bell’s Palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhan nervus facialis jenis perifer yang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologik lain. Pada sebagian besar penderita Bell’s Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa. II. Anatomi 11

description

r23r232222222222222222222222222

Transcript of BAB II

24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKAI. Definisi

Bells Palsy (BP) adalah kelumpuhan fasialis perifer akibat proses non-supuratif, non-neoplastik, non-degeneratif primer maupun sangat mungkin akibat edema jinak pada bagian nervus fasialis di foramen stilomastoideus atau sedikit proksimal dari foramen tersebut, yang mulainya akut dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.

Bells palsy adalah disfungsi nervus facialis, saat saraf ini berjalan di dalam canalis facialis; kelainan ini biasanya unilateral. Lokasi disfungsi menentukan aspek fungsional nervus facialis yang tidak bekerja. Pembengkakan saraf di dalam canalis facialis menekan serabut-serabut saraf; keadaan ini menyebabkan hilangnya fungsi saraf sementara dan menimbulkan tipe paralisis facialis lower motor neuron.

IstilahBells Palsy biasanya digunakan untuk kelumpuhannervus facialisjenisperiferyang timbul secara akut, yang penyebabnya belum diketahui, tanpa adanya kelainan neurologiklain. Pada sebagian besar penderitaBells Palsy kelumpuhannya akan sembuh, namun pada beberapa diantara mereka kelumpuhannya sembuh dengan meninggalkan gejala sisa.II. Anatomi

Nervus facialis (saraf kranial VII) merupakan campuran saraf motorik dan sensorik. Nervus facialis mempunyai tiga nukleus: (1) nukleus motorik utama, (2) nukleus parasimpatis, dan (3)nukelus sensorik.

Nervus Facialisterdiri dari dua nucleus motoris di batang otak, yang terdiri dari:(1)Nucleus Motorik Superioryang bertugas menerima impuls dari gyrus presentralis kortek serebri kedua belah sisi kanan-kiri dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik di dahi danorbikularis occuli.(2)Nucleus Motoris Inferioryang bertugas menerima impuls hanya darigyrus presentralisdari sisi yang berlawanan dan mengirim serabut-serabut saraf ke otot-otot mimik bagian bawah dan platisma.

Gambar 1. Anatomi Nervus FacialisPerjalanan Nervus Facialis

Nervus facialis memiliki radiks motorik dan sensorik. Serabut radiks motorik mula-mula berjalan ke posterior mengelilingi sisi medial nukleus abdusens. Selanjutnya, serabut-serabut ini mengelilingi nukleus di bawah colliculus facialis di lantai ventricular quartus. Akhirnya, berjalan ke anterior dan muncul dari batang otak.

Radiks sensorik (nervus intermedius) dibentuk oleh procesus centralis sel-sel unipolar ganglion geniculatum. Radiks ini juga mengandung serabut eferen parasimpatis postganglionik dari nuklei parasimpatis. Kedua radiks nukleus fasialis muncul dari permukaan anterior otak antara pons dan medula oblongata. Radiks tersebut berjalan ke lateral di dalam fossa cranii posterior bersama nervus vestibulocochlearis, kemudian masuk ke meatus acusticus internus di pars petrosa ossis temporalis. Di bawah meatus, nervus memasuki canalis facialis dan berjalan ke lateral melalui telinga dalam. Ketika mencapai dinding medial cavum timpani, nervus melebar membentuk ganglion sensorium geniculatum dan membelok tajam ke arah belakang di atas promontorium. Di dinding posterior cavum timpani, nervus facialis membelok ke bawah pada sisi medial aditus antrum mastoideum, turun di belakang pyramis, dan keluar dari foramen stylomastoideum.

Dalam perjalanannervus facialismemberikan cabang :(1)Dari ganglion genikulatummengirimkan serabut saraf melalui ganglion sfenopalatinumsebagai sarafpetrosus superfisialis mayoryang akan menujuglandula lakrimalis.(2)Cabang lain dari ganglion genikulatum adalah saraf petrosus superficialis minoryang melaluiganglion otikum membawa serabut sekreto-motorik ke kelenjarparotis.(3)Darinervus facialispars vertikalis, memberikan cabang-cabang :(a)Sarafstapediusyang mensarafim.stapedius. Kelumpuhan saraf ini menyebabkanhiperakusis.(b)Sarafkorda timpaniyang menuju lidah bagian depan dan berfungsi sensorik untuk perasaan lidah (rasa asam, asin dan manis). Selain itu saraf korda timpani juga mempunyai serabut yang bersifat sekreto-motorik yang menuju ke kelenjar liursubmaksilarisdansublingualis.

Distribusi Nervus Facialis

Nukleus motorik mempersarafi otot-otot ekspresi wajah, musculus auricularis, stapedius, venter posterior musculus digastricus, dan musculus sylohyoideus. Nukleus salivatorius superior mempersarafi glandula submandibularis dan sublingualis serta glandula nasales dan palatinae. Nukleus lakrimalis mempersarafi glandula lakrimalis. Nukleus sensorik menerima serabut-serabut pengecap dari dua pertiga anterior lidah, dasar mulut, dan palatum.

Lesi Nervus Facialis

Bagian nukleus facialis yang mengendalikan otot-otot wajah bagian atas menerima serabut kortikonuklearis dari kedua hemispherium cerebri sehingga lesi yang mengenai upper motor neuron hanya menyebabkan paralisis otot-otot wajah bagian bawah. Akan tetapi, pasien dengan lesi pada nukleus motorius n.facialis atau nervus facialisnya saja-yaitu lesi lower motor neuron-semua otot wajah pada sisi lesi akan lumpuh. Kelopak mata bawah dan sudut mulut akan turun. Hal ini dikarenakan bagian nukleus yang mempersarafi otot-otot wajah baigan bawah hanya menerima serabut kortikonuklear dari hemispherium cerebri sisi yang berlawanan. III. EpidemiologiBells palsy menempati urutan ketiga penyebab terbanyak dari paralisis fasial akut. Di dunia, insiden tertinggi ditemukan di Seckori, Jepang tahun 1986 dan insiden terendah ditemukan di Swedia tahun 1997. Di Amerika Serikat, insiden Bells palsy setiap tahun sekitar 23 kasus per 100.000 orang, 63% mengenai wajah sisi kanan. Insiden Bells palsy rata-rata 15-30 kasus per 100.000 populasi. Penderita diabetes mempunyai resiko 29% lebih tinggi, dibanding non-diabetes. Bells palsy mengenai laki-laki dan wanita dengan perbandingan yang sama. Akan tetapi, wanita muda yang berumur 10-19 tahun lebih rentan terkena daripada laki-laki pada kelompok umur yang sama. Penyakit ini dapat mengenai semua umur, namun lebih sering terjadi pada umur 15-50 tahun. Pada kehamilan trisemester ketiga dan 2 minggu pasca persalinan kemungkinan timbulnya Bells palsy lebih tinggi daripada wanita tidak hamil, bahkan bisa mencapai 10 kali lipat.Di Indonesia, insiden Bells palsy secara pasti sulit ditentukan. Data yang dikumpulkan dari 4 buah Rumah sakit di Indonesia didapatkan frekuensi Bells palsy sebesar 19,55 % dari seluruh kasus neuropati dan terbanyak pada usia 21 30 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada pria. Tidak didapati perbedaan insiden antara iklim panas maupun dingin, tetapi pada beberapa penderita didapatkan adanya riwayat terpapar udara dingin atau angin berlebihan.IV. PatofisiologiPara ahli menyebutkan bahwa pada Bells palsy terjadi proses inflamasi akut pada nervus fasialis di daerah tulang temporal, di sekitar foramen stilomastoideus. Bells palsy hampir selalu terjadi secara unilateral. Patofisiologinya belum jelas, tetapi salah satu teori menyebutkan terjadinya proses inflamasi pada nervus fasialis yang menyebabkan peningkatan diameter nervus fasialis sehingga terjadi kompresi dari saraf tersebut pada saat melalui tulang temporal. Perjalanan nervus fasialis keluar dari tulang temporal melalui kanalis fasialis yang mempunyai bentuk seperti corong yang menyempit pada pintu keluar sebagai foramen mental. Dengan bentukan kanalis yang unik tersebut, adanya inflamasi, demyelinisasi atau iskemik dapat menyebabkan gangguan dari konduksi. Impuls motorik yang dihantarkan oleh nervus fasialis bisa mendapat gangguan di lintasan supranuklear, nuklear dan infranuklear. Lesi supranuklear bisa terletak di daerah wajah korteks motorik primer atau di jaras kortikobulbar ataupun di lintasan asosiasi yang berhubungan dengan daerah somatotropik wajah di korteks motorik primer.Paparan udara dingin seperti angin kencang, AC, atau mengemudi dengan kaca jendela yang terbuka diduga sebagai salah satu penyebab terjadinya Bells palsy. Karena itu nervus fasialis bisa sembab, ia terjepit di dalam foramen stilomastoideus dan menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN. Pada lesi LMN biasa terletak di pons, di sudut serebelo-pontin, di os petrosum atau kavum timpani, di foramen stilomastoideus dan pada cabang-cabang tepi nervus fasialis. Lesi di pons yang terletak di daerah sekitar inti nervus abdusens dan fasikulus longitudinalis medialis. Karena itu paralisis fasialis LMN tersebut akan disertai kelumpuhan muskulus rektus lateralis atau gerakan melirik ke arah lesi. Selain itu, paralisis nervus fasialis LMN akan timbul bersamaan dengan tuli perseptif ipsilateral dan ageusia (tidak bisa mengecap dengan 2/3 bagian depan lidah). Berdasarkan beberapa penelitian bahwa penyebab utama Bells palsy adalah reaktivasi virus herpes (HSV tipe 1 dan virus herpes zoster) yang menyerang saraf kranialis. Terutama virus herpes zoster karena virus ini menyebar ke saraf melalui sel satelit. Pada radang herpes zoster di ganglion genikulatum, nervus fasialis bisa ikut terlibat sehingga menimbulkan kelumpuhan fasialis LMN.

Kelumpuhan pada Bells palsy akan terjadi bagian atas dan bawah dari otot wajah seluruhnya lumpuh. Dahi tidak dapat dikerutkan, fisura palpebra tidak dapat ditutup dan pada usaha untuk memejam mata terlihatlah bola mata yang berbalik ke atas. Sudut mulut tidak bisa diangkat. Bibir tidak bisa dicucurkan dan platisma tidak bisa digerakkan. Karena lagoftalmos, maka air mata tidak bisa disalurkan secara wajar sehingga tertimbun. Gejala-gejala pengiring seperti ageusia dan hiperakusis tidak ada karena bagian nervus fasialis yang terjepit di foramen stilomastoideum sudah tidak mengandung lagi serabut korda timpani dan serabut yang mensyarafi muskulus stapedius.V. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis padaBells Palsymenurut (Chusid,1983) adalah:a)Lesi diluar foramen stilomastoideus: Muncul tanda dan gejala sebagai berikut : mulut tertarik ke sisi mulut yang sehat, makanan terkumpul di antara gigi dan gusi, sensasi dalam pada wajah menghilang, tidak ada lipatan dahi dan apabila mata pada sisi lesi tidak tertutup atau tidak dilindungi maka air mata akan keluar terus-menerus.b)Lesi dicanalis facialisdan mengenainervus korda timpani: Tanda dan gejala sama seperti penjelasan pada poin diatas, ditambah dengan hilangnya ketajaman pengecapan lidah bagian anterior dansalivasidi sisi lesi berkurang. Hilangnya daya pengecapan pada lidah menunjukkan terlibatnnya nervus intermedius, sekaligus menunjukkan lesi di daerah antara pons dan titik di mana korda timpani bergabung dengannervus facialisdicanalis facialis.c)Lesi yang tinggi dalamcanalis facialisdan mengenaimuskulus stapedius: Tanda dan gejala seperti penjelasan pada kedua poin diatas, ditambah dengan adanyahiperakusis(pendengaran yang sangat tajam).d)Lesi yang mengenaiganglion genikuli: Tanda dan gejala seperti penjelasan pada ketiga poin diatas, disertai dengan nyeri dibelakang dan didalam liang telinga dan dibelakang telinga.e)Lesi dimeatus akustikus internus: Tanda dan Gejala sama seperti kerusakan padaganglion genikuli, hanya saja disertai dengan timbulnya tuli sebagai akibat terlibatnyanervus vestibulocochlearis.f)Lesi di tempat keluarnyanervus facialisdari pons: Tanda dan gejala sama seperti di atas disertai tanda dan gejala terlibatnyanervus trigeminus, nervus abducens, nervus vestibulococlearis, nervus accessorius dan nervus hypoglossus.VI. Cara Menegakkan Diagnosis

Anamnesis:

Biasanya timbul secara mendadak, penderita menyadari adanya kelumpuhan pada salah satu sisi wajahnya pada waktu bangun pagi, bercermin atau saat sikat gigi/berkumur atau diberitahukan oleh orang lain/keluarga bahwa salah satu sudutnya lebih rendah. Tidak bisa menutup mata dengan sempurna Otalgia (nyeri pada telinga)

Hiperakusis (sensitifitas berlebihan terhadap suara)

Gangguan atau kehilangan pengecapan.

Riwayat pekerjaan dan adakah aktivitas yang dilakukan pada malam hari di ruangan terbuka atau di luar ruangan.

Riwayat penyakit yang pernah dialami oleh penderita seperti infeksi saluran pernafasan, otitis, herpes, dan lain-lain.

Pemeriksaan:

Pemeriksaan neurologis ditemukan parese N.VII tipe perifer.

Gerakan volunteer yang diperiksa, dianjurkan minimal:

1. Mengerutkan dahi

2. Memejamkan mata

3. Mengembangkan cuping hidung

4. Tersenyum

5. Bersiul

6. Mengencangkan kedua bibir

Bells palsy hampir selalu unilateral. Gambaran klinis dapat berupa hilangnya semua gerakan volunter pada kelumpuhan total. Pada sisi wajah yang terkena, ekspresi akan menghilang sehingga lipatan nasolabialis akan menghilang. Bila penderita disuruh untuk memejamkan matanya maka kelopak mata pada sisi yang lumpuh akan tetap terbuka (disebut lagoftalmus) dan bola mata berputar ke atas (phenomena Bell). Karena kedipan mata berkurang maka akan terjadi iritasi oleh debu dan angin, sehingga menimbulkan epifora. Dalam mengembungkan pipi terlihat bahwa pada sisi yang lumpuh tidak mengembung. Disamping itu makanan cenderung terkumpil diantara pipi dan gusi yang lumpuh. Selain kelumpuhan seluruh otot wajah sesisi, tidak didapati gangguan lain yang mengiringnya, bila paresisnya benar-benar bersifat Bells palsy.VII. Indikator

SKALA UGO FISCH untuk mengevaluasi kemajuan motorik penderita Bells palsy.

Dinilai kondisi simetris atau asimetris antara sisi sehat dan sisi sakit pada 5 posisi:POSISINILAIPERSENTASE (%)

0, 30, 70, 100SKOR

Istirahat20

Mengerutkan Dahi10

Menutup Mata30

Tersenyum30

Bersiul10

TOTAL

Ada 3 pola penilaian yaitu:

Subjective Global Evaluation, dimana penderita sendiri yang diminta menilai dirinya (mengamati wajah dengan cermin).

Objective Global Evaluation, atau Physicians Global Evaluation

Physicians Detailed Evaluation

Penilaian presentase: 0% : asimetris komplit, tidak ada gerakan volunter

30% : simetri, poor/jelek, kesembuhan yang ada lebih dekat ke asimetris komplit daripada simetris normal.

70% : simetris, fair/cukup, kesmbuhan parsial yang cenderung kea rah normal.

100% : simetris, normal komplit.

Misalnya dalam menutup mata nilai fair (70%), maka didapat 70%x30 point = 21 point. Kemudian ke-5 penilaian dijumlahkan. Pada keadaan normal nilai yang didapat adalah 100. Makin besar nilai yang didapat maka prognosis neurologis maupun fungsional akan lebih baik. VIII. Pemeriksaan Penunjang

Uji kepekaan saraf(nerve excitability test)

Pemeriksaan ini membandingkan kontraksi otot-otot wajah kiri & kanan setelah diberi rangsang listrik. Perbedaan rangsang lebih 3,5 mA menunjukkan keadaan patologik dan jika lebih 20 mA menunjukkan kerusakanitfasialis ireversibel. Uji konduksi saraf(nerve conduction test)

Pemeriksaan untuk menentukan derajat denervasi dengan cara mengukur kecepatan hantaran listrik pada n. fasialis kiri dan kanan. Elektromiografi

Pemeriksaan yang menggambarkan masih berfungsi atau tidaknya otot-otot wajah.

Uji fungsi pengecap 2/3 bagian depan lidah

pemeriksaan fungsi pengecap dengan cara sederhana yaitu rasa manis (gula), rasa asin dan rasa pahit (pil kina).

Elektrogustometrimembandingkan reaksi antara sisi yang sehat dan yang sakit dengan stimulasi listrik pada 2/3 bagian depan lidah terhadap rasa kecap pahit atau metalik. Gangguan rasa kecap pada BP menunjukkan letak lesi n. fasialis setinggi khorda timpani atau proksimalnya.

Uji Schirmer

Pemeriksaan ini menggunakan kertas filter khusus yang diletakkan di belakang kelopak mata bagian bawah kiri dan kanan. Penilaian berdasarkan atas rembesan air mata pada kertas filter;berkurang atau mengeringnya air mate menunjukkan lesi n. fasialis setinggi ggl. genikulatum CT SCAN/MRI

IX. Diagnosis Banding

Otitis media

Ramsay Hunt Syndrome

Lyme Disease

Polineuropati

tumor metastase

multiple sklerosis

X. Terapi

a) Terapi medikamentosa : Golongan kortikosteroid sampai sekarang masih kontroversi juga dalam diberikan neurotropik. Kortikosteroid, misalnya Prednison harus diberikan dalam waktu tidak lebih dari 2 hari setelah timbulnya gejala dan dilanjutkan sampai 1-2 minggu. Dosis 1mg/kg bb /hari atau 60mg p.o diturunkan sec tapp off.

b) Terapi operatif : Tindakan bedah dekompresi masih kontroversi.

c) Rehabilitasi MedikREHABILITASI MEDIK PADA PENDERITA BELLS PALSY

Rehabilitasi medik menurut WHO adalah semua tindakan yang ditunjukan guna mengurangi dampak cacat handicap serta meningkatkan kemampuan penyandang cacat mengenai intergritas sosial.Tujuan rehabilitasi medik adalah:1. Meniadakan keadaan cacat bila mungkin

2. Mengurangi keadaan cacat sebanyak mungkin

3. Melatih orang dengan sisa keadaan cacat badan untuk dapat hidup dan bekerja dengan apa yang tertinggal.

Untuk mencapai keberhasilan dalam tujuan rehabilitasi yang efektif dan efisien maka diperlukan tim rehabilitasi medik yang terdiri dari dokter, fisioterapi, okupasi terapis, ortotis prostetis, ahli wicara, psikolog, petugas sosial medik dan perawat rehabilitasi medik. Sesuai dengan konsep rehabilitasi medik yaitu usaha gabungan terpadu dari segi medik, sosial dan kekaryaan, maka tujuan rehabilitasi medik pada Bells palsy adalah untuk mengurangi/mencegah paresis menjadi bertambah dan membantu mengatasi problem sosial serta psikologinya agar penderita tetap dapat melaksanakan aktivitas kegiatan sehari-hari. Program-program yang diberikan adalah program fisioterapi, okupasi, social medik, psikolog dan ortotik prostetik, sedang program perawatan pesawat rehabilitasi dan terapi wicara tidak banyak berperan.Program Fisioterapi

1. Pemanasan

a) Pemanasan superficial dengan infra red.

b) Pemanasan dalam berupa Shortwave Diathermy atau Microwave Diathermy

2. Stimulasi listrik

Tujuan pemberian stimulasi listrik yaitu menstimulasi otot untuk mencegah/memperlambat terjadi atrofi sambil menunggu proses regenerasi dan memperkuat otot yang masih lemah. Misalnya dengan faradisasi yang tujuannya adalah untuk menstimulasi otot, redukasi dari aksi otot, melatih fungsi otot baru, meningkatkan sirkulasi serta mencegah/meregangkan perlengketan. Diberikan 2 minggu setelah onset.

3. Latihan otot-otot wajah dan massage wajah

Latihan gerak volunter diberikan setelah fase akut, latihan berupa mengangkat alis tahan 5 detik, mengerutkan dahi, menutup mata dan mengangkat sudut mulut, tersenyum, bersiul/meniup (dilakukan didepan kaca dengan konsentrasi penuh).

Massage adalah manipulasi sitemik dan ilmiah dari jaringan tubuh dengan maksud untuk perbaikan/pemulihan. Pada fase akut, Bells palsy diberi gentle massage secara perlahan dan berirama. Gentle massage memberikan efek mengurangi edema, memberikan relaksasi otot dan mempertahankan tonus otot. Setelah lewat fase akut diberi Deep Kneading Massage sebelum latihan gerakan volunteer otot wajah. Deep Kneading Massage memberikan efek mekanik terhadap pembuluh darah vena dan limfe, melancarkan pembuangan sisa metabolik, asam laktat, mengurangi edema, meningkatkan nutrisi serabut-serabut otot dan meningkatkan gerakan intramuskuler sehingga melepaskan perlengketan. Massage daerah wajah dibagi 4 area yaitu dagu, mulut, hidung dan dahi. Semua gerakan diarahkan keatas, lamanya 5-10 menit.

Program Terapi Okupasi

Pada dasarnya terapi disini memberikan latihan gerakan pada otot wajah. Latihan diberikan dalam bentuk aktivitas sehari-hari atau dalam bentuk permainan. Perlu diingat bahwa latihan secara bertahap dan melihat kondisi penderita, jangan sampai melelahkan penderita. Latihan dapat berupa latihan berkumur, latihan minum dengan menggunakan sedotan, latihan meniup lilin, latihan menutup mata dan mengerutkan dahi di depan cermin.Program Sosial Medik

Penderita Bells palsy sering merasa malu dan menarik diri dari pergaulan sosial. Problem sosial biasanya berhubungan dengan tempat kerja dan biaya. Petugas sosial medik dapat membantu mengatasi dengan menghubungi tempat kerja, mungkin untuk sementara waktu bekerja pada bagian yang tidak banyak berhubungan dengan umum. Untuk masalah biaya, dibantu dengan mencarikan fasilitas kesehatan di tempat kerja atau melalui keluarga. Selain itu memberikan penyuluhan bahwa kerja sama penderita dengan petugas yang merawat sangat penting untuk kesembuhan penderita.Program Psikologik

Untuk kasus-kasus tertentu dimana ada gangguan psikis amat menonjol, rasa cemas sering menyertai penderita terutama pada penderita muda wanita atau penderita yang mempunyai profesi yang mengharuskan ia sering tampil di depan umum, maka bantuan seorang psikolog sangat diperlukanProgram Ortotik Prostetik

Dapat dilakukan pemasangan Y plester dengan tujuan agar sudut mulut yang sakit tidak jatuh. Dianjurkan agar plester diganti tiap 8 jam. Perlu diperhatikan reaksi intoleransi kulit yang sering terjadi. Pemasangan Y plester dilakukan jika dalam waktu 3 bulan belum ada perubahan Zygomaticus selama parase dan mencegah terjadinya kontaktur.HOME PROGRAM1. Kompres hangat daerah sisi wajah yang sakit selama 20 menit

2. Massage wajah yang sakit ke arah atas dengan menggunakan tangan dari sisi wajah yang sehat

3. Latihan tiup lilin, berkumur, makan dengan mengunyah disisi yang sakit, minum dengan sedotan, mengunyah permen karet

4. Perawatan mata:

a) Beri obat tetes mata (golongan artifial tears) 3x sehari

b) Memakai kacamata gelap sewaktu berpergian siang hari

c) Biasakan menutup kelopak mata secara pasif sebelum tidur11