BAB-II

33
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Endokrin Sistem endokrin berinteraksi dengan system syaraf untuk mengatur dan mengkoordinasi aktivitas tubuh. Pengendalian endokrin diperantarai oleh pembawa pesan kimia, atau hormone yang dilepas oleh kelenjar endokrin ke dalam cairan tubuh, diabsorbsi ke dalam aliran farah, dan dibawa melalui system sirkulasi menuju jaringan (sel) target. Hormon mempengaruhi sel target melalui reseptor hormone, yaitu suatu molekul protein yang memiliki sisi pengikat untuk hormone tertentu (Sloane, 2003). Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus. Kelenjar ini mensekresi hormone langsung ke dalam cairan jaringan di sekitar sel-selnya. Sebaliknya, kelenjar eksokrin seperti kelenjar saliva, mensekresi produknya ke dalam duktus (Sloane, 2003). 2.1.1 Kelenjar-kelenjar Sistem pada Endokrin 1. Kelenjar hipofisis 2. Kelenjar tiroid 3. Empat kelenjar paratiroid 4. Dua kelenjar adrenal 3

description

ske 2 endokrin

Transcript of BAB-II

17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Endokrin

Sistem endokrin berinteraksi dengan system syaraf untuk mengatur dan mengkoordinasi aktivitas tubuh. Pengendalian endokrin diperantarai oleh pembawa pesan kimia, atau hormone yang dilepas oleh kelenjar endokrin ke dalam cairan tubuh, diabsorbsi ke dalam aliran farah, dan dibawa melalui system sirkulasi menuju jaringan (sel) target. Hormon mempengaruhi sel target melalui reseptor hormone, yaitu suatu molekul protein yang memiliki sisi pengikat untuk hormone tertentu (Sloane, 2003).

Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus. Kelenjar ini mensekresi hormone langsung ke dalam cairan jaringan di sekitar sel-selnya. Sebaliknya, kelenjar eksokrin seperti kelenjar saliva, mensekresi produknya ke dalam duktus (Sloane, 2003).

2.1.1 Kelenjar-kelenjar Sistem pada Endokrin

1. Kelenjar hipofisis

2. Kelenjar tiroid

3. Empat kelenjar

paratiroid

4. Dua kelenjar adrenal

5. Pulau-pulau langerhans

pada pankreas endokrin

6. Dua ovarium

7. Dua testis

8. Kelenjar pineal

9. Kelenjar timus

(Sloane, 2003).

2.2 Macam-macam kelainan Endokrin

1. Hipertiroidisme

Hipertiroidisme atau tirotoksikosis diakibatkan oleh kelebihan hormone tiroid yang beredar (t4-tiroksin dan atau T3-tryodotironin) dan muncul dari hyperplasia dan hipertrofi difus dari kelenjar (penyakit Grave) ataupun dari nodul toksik tunggal atau majemuk (penyakit plummer).

Hipertiroidisme adalah penyakit lazim, terutama pada wanita (rasio wanita: pria 1:5 sampai 10). Timbul berangsur-angsur, jarang cepat dengan gejala tidak spesifik yang menyerang system kardiovaskular, neuromuscular, gastrointestinal dan reproduksi.

2.Hiperparatiroidisme

Peningkatan sekresi parathormon yang dapat terjadi bersamaan dengan payah ginjal kronik ataupun akibat adenoma salah satu dari emapat kelenjar paratiroid. Diagnosis yang dapat ditegakkan berdasarkan gambaran klinik temuan peninggian kalsium serum dan pengesampingan sebab-sebab lain dari hiperkalsemia (Skrining biokimia dan pemeriksaan radiologi gigi, kadang-kadang mendeteksi pasien Hiperparatiroidisme yang tidak disengaja). Dokter gigi mungkin mengenali hiperparatiodisme karena penyakit tulang yang mengenai mandibular. Foto rontgen memprlihatkan rupa rahang yang moth-eaten (berlubang-lubang), dengan kehilangan lamina dura. Bayangan kista radiolusen dapat terjadi pada mandibular sebagai bagian kelaian tulang generalisata tetapi jarang.

Keadaan umum hipertioidisme

a. Penurunan berat badan

b. Berkeringat banyak dan tidak tahan panas

c. Jantung (palpitasi,dispenia, angina, payah jantung)

d. Gastrointestinal (muntah-muntah, diare, eritema palmaris)

e. Mata ( eksoftalamus, diplopia, mata seperti berpasir, retraksi kelopak mata)

f. Psikologis (kelebihan emosi, gugup, tremor, psikosis)

g. Efek endokrin lain ( amenore, kehilangan libido).

3. Akromegali

Jika kelebihan tiroid, (hipertiroidisme) akan menyebabkan pertumbuhan raksasa (gigantisme). Jika kelebihan terjadi pada saat dewasa, akan menyebabkan pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, kaki, rahang, ataupun tulang hidung yang disebut akromegali. Produksi hormone pertumbuhan (GH) yang berlebihan mengakibatkan pembesaran abnormal dari kebanykan organ tubuh (mencakup lidah). Gambaranklinik akromegali meliputi kulit berkeringat,berminyak, tebal, berlebihan , hidung besar dan gigi renggang keluar (splayed). Aposisi gigi tidak terjadi dan gigitan sering terbalik sehingga pengunyahan sukar dilakukan. Keterlibatan mukosa dan tulang rawan saluran napas mengakibatakan obstruksi sinus paranasal dan penyempitan laring dengan perubahan suara. Tangan dan kaki lebar. Pertumbuhan tulang hebat terjadi sekitar persendian besar, bersamaan dengan pertumbuhan tulang rawan berlebihan .

Gambar 2.1 pertumbuhan tidak seimbang pada tulang jari tangan, kaki, rahang, ataupun tulang hidung yang disebut akromegali.

4. Sindroma Marfan

Ini adalah penyakit jaringan ikat di seluruh tubuh yang menyerang system kardiovaskular. Skelet dan mata. Ini diturunkan sebagai dominan autosomal dan orang-orang yang dikenai biasanya tinggi, kurus, dan memiliki anggota gerak panjang-panjang. Rentang lebih besar daripada tinggi dan panjang separuh tubuh bawah lebih besar daripada separuh tubuh atas. Jari-jari tangan panjang dan terdapat kifoskoliosis dengan dada merpati atau pectus axcavatum. Wajah panjang dan kurus, langit-langit melengkung tinggi dan biasanya rahang menonjol.

5. Kretinisme

Kekurangan tiroksin menurunkan kecepatan metabolisme sehingga pertumbuhan lambat dan kecerdasan menurun. Bila ini terjadi pada anak-anak mengakibatkan kretinisme, yaitu kelainan fisik dan mental yang menyebabkan anak tumbuh kerdil dan idiot. Kekurangan iodium yang masih ringan dapat diperbaiki dengan menambahkan garam iodium di dalam makanan.

Gambar 2.2 orang yang mengalami kretinisme

6. Diabetes Melitus.

Diabetes Melitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan hiperglikemia (Suriani, 2012).

Diabetes melitus merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai.4 Penderita DM mempunyai risiko untuk menderita komplikasi yang spesifik akibat perjalanan penyakit ini, yaitu retinopati (bisa menyebabkan kebutaan), gagal ginjal, neuropati, aterosklerosis (bisa menyebabkan stroke), gangren, dan penyakit arteria koronaria (Coronary artery disease) (Suriani, 2012)

Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel-sel betha dari pulau-pulau Langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Di samping itu diabetes melittus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa ke dalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui (Suriani, 2012).

2.2.1 Manifestasi Kelenjar Endokrin

1. Diabetes Mellitus (DM)

Banyak manifestasi rongga mulut pada DM, beberapa diantaranya dapat diketahui sejak awal tahun 1862. Pada umumnya gejala-gejalanya tampak parah, dan sangat progresive pada pasien IDDM (Independent Insulin DM) yang tidak terkontrol dari ada pasien NIDDM yang terkontrol.Penelitian menunjukkan bahwa umur, lama penyakit, dan tingkat kontrol metabolik memegang peranan penting timbulnya manifestasi-manifestasi rongga mulut pasien diabetes dari pada jenis diabetes apakah IDDM atau NIDMM.

Sekitar sepertiga pasien diabetes mempunyai keluhan xerostomia yang mana hal ini berkaitan dengan menurunnya aliran saliva dan meningkatnya glukosa saliva.Kemudian, pembesaran glandula parotis bilateral difus, keras, yang disebut sialadenosis dapat timbul. Proses ini tidak reversible meskipun metabolism karbohidrat terkontrol baik. Perubahan pengecapan dan sindrom mulut terbakar juga dilaporkan pada pasien DM tak terkontrol. Xerostomia merupakan faktor predisposisi berkembangnya infeksi rongga mulut. Mukosa yang kering dan rusak lebih mudah timbulnya infeksi oportunistik oleh Candida albican. Candidiasis erytematosus tampak sebagai atropi papilla sentral pada papila dorsal lidah dan terdapat pada lebih dari 30% pasien DM. Mucormycosis dan glossitis migratory benigna juga mempunyai angka insidensi yang tinggi pada IDDM di populasiumum(Noormaniah,dkk,2012).

Telah ditemukan bahwa terdapat insidensi yang tinggi karies gigi pada pasien dengan DM yang tidak terkontrol. Hal ini dihubungkan dengan tingginya level glukosa saliva dan cairan krevikuler. Penyembuhan luka yang tidak sempurna, xerostomia yang diikuti dengan penimbunan plak dan sisa makanan, kerentanan terhadap infeksi, dan hiperplasi attached gingiva, semua member kontribusi meningkatnya insidensi penyakit periodontal pada pasien diabetes (Noormaniah,dkk,2012).

2.2.2 Gejala Umum Penyakit Endokrin

Diabetes Meillitus

Adanya penyakit diabetes ini pada awalnya seringkali tidak disadari oleh penderita. Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat peratian ialah:

1. Keluhan Klasik

a. Penurunan berat badan(BB)

Penurunan berat badan yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus menimbulkan kecurigaan. Hal ini disebabkan glukosa dalam darah tidak dapat masukan kedalam sel sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk menghasilkan tenaga. Untuk kelangsungan hidup, sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak dan otot sehingga menjadi kurus.

b. Poliuria

Poliuria adalah volume urin yang banyak dalam periode tertentu karena, kadar glukosa darah yang tinggi akan menyebabkan banyak kencing. Kencing yang sering dan dalam jumlah banyak akan sangat mengganggu penderita, terutama pada waktu malam hari.

c. Polidipsia

Rasa haus sama amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang keluar melalui kencing. Keadaan ini justru sering disalah tafsirkan dengan menyebabkan rasa haus karena udara yang panas atau beban kerja yang berat sehingga untuk menghilangkan rasa haus itu penderita banyak minum.

d. Polifagia

Kalori dari makanan yang dimakan setelah dimetabolisasikan menjadi glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu merasa lapar.

2. Keluhan lain

a. Gangguan saraf tepi / kesemutan

Penderita mengeluh rasa sakit atau kesemutan terutama pada kaki diwaktu malam sehingga mengganggu tidur.

b. Gangguan pengelihatan

Pada fase awal penyakit diabetes sering dijumpai gangguan pengelihatan yang mendorong penderita untuk mengganti kacamatanya berulang kali agar ia tetap dapat melihat dengan baik.

c. Gatal/bisul

Kelainan kulit berupa gatal biasanya terjadi didaerah kemaluan atau daerah kemaluaan atau daerah lipatan kulit seperti ketiak dan dibawah payudarah. Sering pula dikeluhkan timbulnya bisul dan luka lama sembuhnya. Luka ini dapat timbul akibat hal sepele seperti luka lecet karena sepatu tua atau tertusuk peniti.

d. Gangguan Ereksi

Gangguan ereksi menjadi masalah tersembunyi karena sering tidak secara terus terang dikemukan penderitaanya. Hal ini terkait dengan budaya masyarakat yang masih merasa membicarakan masalah seks, apalagi menyangkutkan kemampuan atau kejantanan seseorang.

e. Gangguan Keputihan

Pada wanita, keputihan dan gatal merupakan keluhan yang sering ditemukan dan kadang-kadangh merupakan satu-satunya gejala yang dirasakan.

2.2.3 Manifestasi Diabetes Mellitus pada Oral

a. Xerostomia (mulut kering)

Diabetes yang tidak terkontrol menyebabkan penurunan aliran saliva (air liur), sehingga mulut terasa kering. Saliva memiliki efek self-cleansing, dimana alirannya dapat berfungsi sebagai pembilas sisa-sisa makanan dan kotoran dari dalam mulut. Jadi bila aliran saliva menurun makakan menyebabkan timbulnya rasa tak nyaman lebih rentan untuk terjadinya ulserasi (luka), lubang gigi, dan bisa menjadi ladang subur bagi bakteri untuk tumbuh dan berkembang.

b. Gingivitis dan Periodontitis

Periodontitis ialah radang pada jaringan pendukung gigi (gusi dan tulang) disebabkan oleh infeksi bakteri. Ada banyak faktor yang menjadi pencetus atau yang memperberat periodontitis diantaranya akumulasi plak, kalkulus (karang gigi), dan faktor sistemik atau kondisi tubuh secara umum. Tanda-tanda periodontitis pada penderita diabetes mellitus antara lain pasien mengeluh gusinya mudah berdarah, warna gusinya menjadi mengkilat, teksturnya kulit jeruk (stippling) hilang, kantong gusi menjadi dalam, dan ada kerusakan tulang disekitarnya, pasien mengeluh gigi goyah dan mudah lepas.

c. Stomatitis Apthosa (Sariawan)

Meski sariawan biasa dialami oleh banyak orang namun penyakit ini bisa menyebabkan komplikasi parah jika dialami oleh penderita diabetes. Penderita diabetes sangat rentan terkena infeksi jamur dalam mulut dan lidah yang kemudian menimbulkan penyakit sejenis sariawan. Sariawan ini disebabkan oleh jamur yang berkembang seiring naiknya tingkat gula dalam darah dan air liur penderita diabetes.

d. Rasa mulut terbakar

Penyakit diabetes biasanya mengeluh tentang terasa terbakar atau mati rasa pada mulutnya. Biasanya penderita diabetes juga dapat mengalami mati rasa pada bagian wajah.

e. Oral thrush

Penderita diabetes yang sering mengklonsumsi antibiotik untuk memerangi infeksi sangat rentan mengalami infeksi jamur pada mulut dan lidah. Apalagi penderita diabetes yang merokok, resiko infeksi terjadinya jamur sangat besar. Oral trush/oral candida adalah infeksi didalam mulut yang disebabkan oleh jamur .

f. Dental Caries (Karies Gigi)

Diabetes mellitus bisa merupakan faktor predeposisi bagi kenaikan terjadinya dan jumlah dari karies. Keadaan tersebut diperkirakan karena pada diabetes aliran cairan darah mengandung banyak glukosa yang berperan sebagai substrat kariogenik. Penderita diabetes mellitus setelah diketahui bahwa jumlah air liur berkurang sehingga makanan melekat pada permukaan gigi.

2.3 Penyebab Gangguan Endokrin

Gangguan kelenjar endokrin bisa menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari malnutrisi, gondok, diabetes, gangguan jantung, hipertensi, hingga tumor ganas pada sistem pencernaan. Gangguan kelenjar endokrin umumnya disebabkan perubahan gaya hidup yang cenderung meninggalkan pola hidup sehat. Gangguan hormon bisa juga menyebabkan malnutrisi ataupun kelebihan nutrisi. Asupan nutrisi yang salah atau gangguan sistem pencernaan juga bisa menjadi penyebab gangguan regulasi hormon (Yundini, 2006).

Gangguan endokrin biasanya dikelompokkan menjadi dua kategori:

1. Endokrin penyakit yang terjadi ketika kelenjar memproduksi terlalu banyak atau terlalu sedikit hormon endokrin, yang disebut ketidakseimbangan hormon.

2. Endokrin karena perkembangan lesi (seperti nodul atau tumor) dalam sistem endokrin, yang mungkin atau tidak dapat mempengaruhi tingkat hormon penyakit. Sistem umpan balik endokrin yang membantu mengontrol keseimbangan hormon dalam aliran darah. Sebuah ketidakseimbangan hormon dapat terjadi jika sistem umpan balik memiliki kesulitan menjaga tingkat yang tepat dari hormon dalam aliran darah, atau jika tubuh tidak membersihkan mereka keluar dari aliran darah dengan benar (Yundini, 2006).

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang adalah pemeriksaan lanjutan yang dilakukan setelah pemeriksaan fisik pada penderita. Spesimen yang diperoleh dari pasien akan mengalami berbagai macam pemeriksaan mikroskopik, biokimia, mikrobiologi maupun imunofluoresensi. Untuk lesi-lesi jaringan lunak mulut, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain pemeriksaan radiologi, biopsi (eksisi dan insisi: scalpel, punch, needle, brush, aspirasi), pemeriksaan sitologi, pemeriksaan mikrobiologi dan pemeriksaan darah (Birnbaum dan Dunne, 2000).

1. Pemeriksaan sitologi (oral cytological smear)

Pemeriksaan sitologi adalah suatu pemeriksaan mikroskopik pada sel-sel yang dilepaskan atau dikerok di permukaan lesi. Cara ini merupakan pemeriksaan tambahan untuk biopsi, bukan pengganti biopsi. Pemeriksaan ini dilakukan bila biopsi tidak dapat dilaksanakan, pasien menolak biopsi, ada lesi multipel yang harus diperiksa. Permukaan lesi tidak perlu dikeringkan, kecuali untuk melepaskan jaringan nekrotik. Permukaan lesi dibiarkan agar tetap basah, lalu dikerok dengan tepi plastic instrument yang steril atau spatel lidah yang basah. Kerokan dilakukan beberapa kali dalam arah yang sama. Slide spesimen yang sudah diberi label disiapkan, hasil kerokan diletakkan di atas slide, kemudian disebarkan ke samping menggunakan slide lain. Spesimen difiksasi dengan formalin (formol saline) 10% dalam botol tertutup (Birnbaum dan Dunne, 2000).

2. Pemeriksaan Mikrobiologi

Dua jenis pemeriksan mikrobiologi yang sering dilakukan untuk lesi jaringan lunak mulut adalah: oral mycological smear dan oral bacteriological smear.

a. Oral Mycological Smear

Oral mycological smear dilakukan untuk membuktikan adanya infeksi jamur pada lesi yang ditemukan. Pemeriksaan ini diawali dengan melakukan swab pada mukosa mulut yang dicurigai, dengan menggunakan cotton swab. Kemudian dengan cotton swab dan spesimen yang didapat, dilakukan streaking pada permukaan media Sabouraud Dextrose Agar (SDA) dalam cawan petri. Setelah itu cawan petri tersebut dimasukkan ke dalam inkubator selama 24 48 jam untuk membiakkan jamurnya. Seseudah 48 jam akan tumbuh koloni jamur berwarna putih- kekuningan.

A B

Gambar 2.2.3 A .Inkubator yang digunakan untuk membiakkan Candida albicans ,B. Koloni Candida yang tumbuh setelah diinkubasi selama 48 jam(Rasyad, 1995).

Langkah selanjutnya adalah melakukan streaking lagi pada petri lain untuk mengekstraksi Candida albicans. Setelah tumbuh koloni, lakukan streaking lagi pada agar yang miskin nutrisi. Dalam agar ini Candida albicans akan membentuk klamidospora. Hasil akhirnya adalah Candida albicans murni.

A B

Gambar 2.2.4 A. Klamidospora terbentuk bila Candida albicans dibiakkan dalam agar corn-meal (Rasyad, 1995), B. . Gambaran klinis intra oral infeksi Candida albicans (Lamey dan Lewis, 1991). Ada beberapa spesies Candida yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu Candida albicans, Candida stellatoidea, Candida tropicalis, Candida pseudotropicalis, Candida krusei, Candida parapsilosis, Candida guilliermondii.

B. Oral Bacteriological Smear

Bahan yang akan diperiksa diambil dari permukaan gigi, kemudian dioleskan di atas slide spesimen. Kemudian difiksasi di atas nyala api spiritus. Berikutnya dituangi dengan pewarna carbol fuchsin, dibiarkan 10 menit. Lalu dituangi dengan pewarna methylene blue, biarkan 10 menit.

Gambar 2.2.5. Gingivitis marginalis ulseromembranosa pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).

Gambar 2.2.6. Kerusakan jaringan periodontal tahap lanjut pada penderita ANUG (Laskaris, 2000).

Setelah kering, dilihat di bawah mikroskop cahaya untuk mengetahui adanya bakteri: Contoh Borrelia vincentii dan Bacillus fusiformis.

2.5 Penegakan Diagnosa Diabetes Meiilitus

Diagnosis DM ditegakkan atas dasar pemeriksaan kadar glukosa darah. Diagnosis tidak dapat ditegakkan atas dasar adanya glukosuria. Guna penentuan diagnosis DM, pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh (wholeblood), vena, ataupun angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glucometer (Rudianto dkk., 2011).

Diagnosis diabetes melitus

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti di bawah ini (Rudianto dkk., 2011):

Keluhan klasik DM berupa: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.

Keluhan lain dapat berupa: lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.

Diagnosis DM dapat ditegakkan melalui tiga cara:

1. Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa plasma sewaktu >200 mg/dL sudah cukup untuk menegakkan diagnosis DM

2. Pemeriksaan glukosa plasma puasa 126 mg/dL dengan adanya keluhan klasik.

3. Tes toleransi glukosa oral (TTGO). Meskipun TTGO dengan beban 75 g glukosa lebih sensitif dan spesik dibanding dengan pemeriksaan glukosa plasma puasa, namun pemeriksaan ini memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan karena membutuhkan persiapan khusus (Rudianto dkk., 2011).

Kriteria diagnosis DM untuk dewasa tidak hamil dapat dilihat pada tabel-1 Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, bergantung pada hasil yang diperoleh, maka dapat digolongkan ke dalam kelompok toleransi glukosa terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa terganggu (GDPT) (Rudianto dkk., 2011).

1. TGT: Diagnosis TGT ditegakkan bila setelah pemeriksaan TTGO didapatkan glukosa plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8-11,0 mmol/L).

2. GDPT: Diagnosis GDPT ditegakkan bila setelah pemeriksaan glukosa plasma puasa didapatkan antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/L) dan pemeriksaan TTGO gula darah 2 jam < 140 mg/dL.

Tabel 1. Kriteria diagnostik DM

Cara pelaksanaan TTGO:

Tiga hari sebelum pemeriksaan, pasien tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa (Rudianto dkk., 2011).

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan

Diperiksa kadar glukosa darah puasa

Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit

Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai

Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban glukosa

Selama proses pemeriksaan, subjek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok (Rudianto dkk., 2011).

Pemeriksaan penyaring

Pemeriksaan penyaring dilakukan pada mereka yang mempunyai risiko DM, namun tidak menunjukkan adanya gejala DM. Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan DM, TGT, maupun GDPT, sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju DM. Kedua keadaan tersebut juga merupakan faktor risiko untuk terjadinya DM dan penyakit kardiovaskular dikemudian hari (Rudianto dkk., 2011).

Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa. Skema langkah-langkah pemeriksaan pada kelompok yang memiliki risiko DM dapat dilihat pada tabel 2 (Rudianto dkk., 2011).

Pemeriksaan penyaring untuk tujuan penjaringan masal (mass screening) tidak dianjurkan mengingat biaya yang mahal, yang pada umumnya tidak diikuti dengan rencana tindak lanjut bagi merekayang diketemukan adanya kelainan. Pemeriksaan penyaring dianjurkan dikerjakan pada saat pemeriksaan untuk penyakit lain atau general check-up. Kadar glukosa darah sewaktu dan glukosa darah puasa sebagai patokan penyaring dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).

Catatan :

Untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukkan kelainan hasil, dilakukan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia >45 tahun tanpa faktor risiko lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun (Rudianto dkk., 2011).

Bagian 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan toleransi

glukosaEvaluasi Laboratoris/penunjang lain

Penilaian hasil terapi

Dalam praktek seharihari, hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah (Rudianto dkk., 2011):

Pemeriksaan kadar glukosa darah

Tujuan pemeriksaan glukosa darah:

Untuk mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai

Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi. Guna mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai dengan kebutuhan (Rudianto dkk., 2011).

Pemeriksan HbA1c

1. Biokimiawi dan metabolisme

Hemoglobin pada manusia terdiri dari HbA1, HbA2, HbF( fetus) Hemoglobin A (HbA)terdiri atas 91 sampai 95 % dari jumlah hemoglobin total. Molekul glukosa berikatan dengan HbA1 yang merupakan bagian dari hemoglobin A. Proses pengikatan ini disebut glikosilasi atau hemoglobin terglikosilasi atau hemoglobin A. Dalam proses ini terdapat ikatan antara glukosa dan hemoglobin. Pada penyandang DM, glikolisasi hemoglobin meningkat secara proporsional dengan kadar rata-rata glukosa darah selama 120 hari terakhir, bila kadar glukosa darah berada dalam kisaran normal selama 120 hari terakhir, maka hasil hemoglobin A1c akan menunjukkan nilai normal. Hasil pemeriksaan hemoglobin A1c merupakan pemeriksaan tunggal yang sangat akurat untuk menilai status glikemik jangka panjang dan berguna padasemua tipe penyandang DM. Pemeriksaan ini bermanfaat bagi pasien yang membutuhkan kendali glikemik. (Soewondo P, 2004)

Pembentukan HbA1c terjadi dengan lambat yaitu selama 120 hari, yang merupakan rentang hidup sel darah merah. HbA1 terdiri atas tiga molekul, HbA1a, HbA1b dan HbA1c sebesar 70 %, HbA1c dalam bentuk 70% terglikosilasi (mengabsorbsi glukosa). Jumlah hemoglobin yang terglikolisasi bergantung pada jumlah glukosa yang tersedia. Jika kadar glukosa darah meningkat selama waktu yang lama, sel darah merah akan tersaturasi dengan glukosa menghasilkan glikohemoglobin ( Kee JL, 2003 )

Kadar HbA1c merupakan kontrol glukosa jangka panjang menggambarkan kondisi 8-12 minggu sebelumnya, karena paruh waktu eritrosit 120 hari( Kee JL, 2003 ), karena mencerminkan keadaan glikemik selama 2-3 bulan maka pemeriksaan HbA1c dianjurkan dilakukan setiap 3 bulan ( Darwis Y, 2005, Soegondo S, 2004)

Peningkatan kadar HbA1c >8% mengindikasikan DM yang tidak terkendali dan beresiko tinggi untuk menjadikan komplikasi jangka panjang seperti nefropati, retinopati, atau kardiopati, Penurunan 1% dari HbA1c akan menurunkan komplikasi sebesar 35% (Soewondo P, 2004).

Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan secara rutin pada pasien DM Pemeriksaan pertama untuk mengetahui keadaan glikemik pada tahap awal penanganan, pemeriksaan selanjutnya merupakan pemantauan terhadap keberhasilan pengendalian (Kee JL, 2003)

Kadar HbA1C normal pada bukan penyandang diabetes antara 4% sampai dengan 6%. Beberapa studi menunjukkan bahwa diabetes yang tidak terkontrol akan mengakibatkan timbulnya komplikasi, untuk itu pada penyandang diabetes kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi, demikian pula sebaliknya. Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) dan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) mengungkapkan bahwa penurunan HbA1C akan banyak sekali memberikan manfaat. Setiap penurunan HbA1C sebesar 1% akan mengurangi risiko kematian akibat diabetes sebesar 21%, serangan jantung 14%, komplikasi mikrovaskular 37% dan penyakit vaskuler perifer 43% (Darwis, 2005).

2.6 Resiko Tindakan Kedoteran Gigi pada Pasien dengan Gangguan Endokrin

1. Cenderung mengalami infeksi

perlu pemberianantibiotik profilaksis.pada penderita endokrin dengan manifestasi oral hygine yang buruk, Pada rongga mulut terdapat berupa infeksi jamur, infeksi bakteri., sehingga luka pencabutan, lebihmudah mengalami infeksi yang lebih parahpadadaerahbekaspencabutan (Dian Kurniawati, 2007).

2. Terjadinya sepsis atau peningkatan jumlah bakteri dalam darah

Sepsis merupakan terdapatnya mikroorganisme patogen/ toksinnya didalam darah atau jaringan lain yang masuk melalui celah ligamen periodontal yang terbuka atau dari keadaan gigi pada penderita diabetes miletus yang mengalami kegoyangan sehingga terdapat celah sebagai jalan masuk keluarnya bakteri ke seluruh tubuh melalui aliran darah (Dian Kurniawati, 2007).

3. Penyembuhan lebih lambat

Bila penderita akan menerima pencabutan gigi sebaiknya dikirimkan dulu kedokter ahli yang merawatnya atau prediksi dahulu dengan vitamin K. Kemampuan penyembuhan luka pasien DM tidak sebaik pada pasien normal. Hal ini disebabkan karena pembuluh darah yang mengecil, sehingga mengurangi aliran darah ke daerah luka. Akibat aliran darah yang berkurang, sel-sel esensial dalam darah jumlahnya berkurang. Leukosit yang berperan untuk mencegah infeksi, maupun hemaglobin untuk membantu pembekuan darah berkurang (Dian Kurniawati, 2007).

4. Perdarahan gusi

Keadaan gusi pasien DM umumnya pucat dan mudah berdarah. Akibat infeksi pasca pencabutan kadar gula darah yang tinggi. Denyut nadi pasien meningkat, tekanan darah meningkat, menyebabkan bekuan darah yang terbentuk terdorong, sehingga terjadi perdarahan terus menerus (Dian Kurniawati, 2007).

5. Perusakan jaringan dan pembuluh darah

Cukup dapaat menimbulkan masalah saat dilakukantindakan perawatan gigi. Kerusakan jaringan periodontal, adanya bakteri-bakteri pathogen yg berhubungan dg kerusakan pd penyakit periodontal. Dimana respon host dan respon imun yang tidak adekuat, maupun respon imun host yg berlebihan dapat memperoarah keadaan penyakit (Dian Kurniawati, 2007).

6. Keadaan psikologisnya,biasanya tegang.

Status umum pasien yang kurang jelas makadokter gigi akan meng konsulkan dulu ke dokter. Akibat dari denyut nadi yang tinggi sehingga mempercepat aliran darah menuju jantung yang membuat pasien berdebar ketika menerima tidakan perawatan pada rongga mulutnya (Dian Kurniawati, 2007).

7. Anestesi lokal yang menyebabkan takikardi, stroke volume meningkat

Larutananestesilokalyangseringdipakaiuntukpencabutan gigi adalah lidokain yang dicampur denganadrenalin, masuknya adrenalin ke dalam pembuluh darahbisa menimbulkan: takikardi, stroke volume meningkat,sehingga tekanan darah menjadi tinggi. Resiko yang lainadalah terjadinya ischemia otot jantung yangmenyebabkan angina pectoris, bila berat bisa berakibatfatal yaitu infark myocardium (Dian Kurniawati, 2007).

8. Tulang rahang mengecil pasca pencabutan

Pada tulang rahang, terutama setelah pencabutan, tulang lebih mudah mengecil karena aliran darah yang berkurang menyebabkan tulang kekurangan makanan untuk mempertahankan integritasnya (Dian Kurniawati, 2007).

2.7 Mikroorganisme

Flora normal dalam rongga mulut terdiri dari Streptococcus mutans/Streptococcus viridans, Staphylococcus sp dan Lactobacillus sp. Meskipu sebagai flora normal dalam keadaan tertentu bakteri-bakteri tersebut bias berubah menjadi pathogen karena adanya factor predisposisi yaitu kebersihan rongga mulut. Sisa-sisa makanan dalam rongga mulut akan diuraikan oleh bakteri menghasilkan asam, asam yang terbentuk menempel pada email menyebabkan demineralisasi akibatnya terjadi karies gigi. Bakteri flora normal mulut bias masuk aliran darah melalui gigi yang berlubang atau karies gigi dan gusi yang berdarah sehingga terjadi bakterimia( Jawetz, 2005 ).

1. Streptococcusmutans / Streptococcus viridans

Morfologi sel : bentukcoccus, susunan berderet, tidak berflagel, tidak berspora, tidak berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah : bentuk koloni bulat, ukuran 1 - 2 mm, tidak berwarna /jernih, permukaam cembung, tepi rata, membentuk hemolisa ( disekitar koloni terdapat zona hijau ), dibedakan dengan Streptococcus pneumonia dengan optochin dan kelarutannya dalam empedu, Streptococcus viridians resisten terhadap optochin dan tidak larut dalam empedu sedangkan streptococcus pneumonia sensitif terhadap optochin dan larut dalam empedu ( Soemarno, 2000 ). Sifat fisiologi : bersifat anaerob fakultatif, tumbuh baik pada suasana CO2 10 % dan suhu 370 C, resisten terhadap optochin, sel tidak larut dalam empedu. Contoh spesies Streptococcus yang lain adalah Streptococcus hemolyticusdan Streptococcus hemolyticus.

2. Staphylococcussp

Morfologi sel : bentuk coccus, susunan bergerombol, tidak berflagel, tidak berspora, tidak berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah : bentuk koloni bulat, ukuran 2 4 mm, membentuk pigmen kuning emas (Staphylococcus aureus ), pigmen kuning jeruk dibentuk oleh Staphylococcus saprophyticus dan pigmen putih porselin dihasilkan oleh Staphylococcus epidermidis , permukaan cembung, tepi rata dan hemolisa bervareasi alfa, beta dan gama. Sifat fisiologi : bersifat aerob, tumbuh optimal pada suhu 370 C dan pembentukan pigmen paling baik pada suhu 200C, memerlukan NaCl sampai 7,5 %, resisten terhadap pengeringan dan panas.

3. Lactobacillussp

Morfologisel :bentuk batang pendek, tidak berspora, tidak berflagel, tidak berkapsul, Gram positif. Morfologi koloni pada media agar darah: bentuk koloni bulat kecil, warna putih susu, cembung, tepi rata, permukaan mengkilap. Sifat fisiologi :bersifat anaerob fakultatif, dengan suhu optimal 450C, mereduksi nitrat menjadi nitrit, mengfermentasi glukosa, laktosa dan sakarosa, tidak mempunyai enzim katalase. Contoh spesiesnya adalah Lactobacillus bulgaricus, Lactobacillus lactis, Lactobacillus casei(Nurul,2010).

3