bab II

57
Penyusunan Rencana Aksi MDGs BAB II. KETERKAITAN MDGs DENGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN 2.1 KONDISI DAERAH KAB. TANGGAMUS SECARA UMUM Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan, yang ditetapkan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus. Pada tahun 2008 Kabupaten Tanggamus di mekarkan menjadi Kabupaten Pringsewu yang ditetapkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Pringsewu, yang terdiri atas Kecamatan Pringsewu, Gading Rejo, Pardasuka, Pagelaran, Banyumas, Sukoharjo, Adiluwih, dan Ambarawa. Kabupaten Tanggamus secara geografis terletak pada posisi 104° 18’ - 105° 12’ Bujur Timur dan 05° 05’ - 05° 56’ Lintang Selatan. Kabupaten Tanggamus terdiri dari 20 Kecamatan. Dari 20 Kecamatan tersebut terdapat 275 pekon, dan 3 kelurahan. Luas Laporan Akhir | Kabupaten Tanggamus Tahun 2014 2- 1

description

Gambaran wilayah tanggamus

Transcript of bab II

Penyusunan Rencana Aksi Daerah Millenium development Goals

Penyusunan Rencana Aksi MDGs

BAB II.

KETERKAITAN MDGs DENGAN KEBIJAKAN PEMBANGUNAN2.1 KONDISI DAERAH KAB. TANGGAMUS SECARA UMUM Kabupaten Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Lampung yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Lampung Selatan, yang ditetapkan berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 1997 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Tulang Bawang dan Kabupaten Daerah Tingkat II Tanggamus. Pada tahun 2008 Kabupaten Tanggamus di mekarkan menjadi Kabupaten Pringsewu yang ditetapkan melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kabupaten Pringsewu, yang terdiri atas Kecamatan Pringsewu, Gading Rejo, Pardasuka, Pagelaran, Banyumas, Sukoharjo, Adiluwih, dan Ambarawa.

Kabupaten Tanggamus secara geografis terletak pada posisi 104 18 - 105 12 Bujur Timur dan 05 05 - 05 56 Lintang Selatan. Kabupaten Tanggamus terdiri dari 20 Kecamatan. Dari 20 Kecamatan tersebut terdapat 275 pekon, dan 3 kelurahan. Luas wilayah Kabupaten Tanggamus mencapai 285.546 Ha luas daratan dan 179.950 Ha luas lautan.

Secara Administrasi Kabupaten Tanggamus berbatasan dengan :

Sebelah Utara dengan Kabupaten Lampung Barat, Lampung Tengah

Sebelah Timur dengan Kabupaten Pringsewu dan Kabupaten Pesawaran

Sebelah Selatan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Barat dengan Kabupaten Lampung Barat

Untuk mengetahui kecamatan-kecamatan yang ada di Kabupaten Tanggamus dapat di lihat pada tabel 1.1 dan gambar 1.1. dan gambar 1.2.

TABEL 2 -1Luas Wilayah Administrasi Kecamatan di Kabupaten Tanggamus

Sumber : kab. Tanggamus dalam angka 2013

GAMBAR Error! No text of specified style in document.1 Peta oRIIENTASI

2.1.1 Kondisi Sosial Kependudukan

2.1.1.1 Kondisi Jumlah dan Kepadatan Penduduk

Jumlah penduduk di Kabupaten Tanggamus pada tahun 2010 adalah sebanyak 529.742 jiwa dengan konsentrasi penduduk paling banyak tedapat di Kecamatan Pugung, yaitu sebanyak 53.081 jiwa. Konsetrasi penduduk paling sedikit adalah di Kecamatan Kelumbayan Barat, yaitu 10.283 jiwa. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk Kabupaten Tanggamus dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

TABEL Error! No text of specified style in document.2Jumlah Penduduk Kabupaten Tanggamus 2012Sumber : Tanggamus Dalam Angka 2013

TABEL Error! No text of specified style in document.3

Sumber : Tanggamus Dalam Angka 2013Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Tanggamus secara umum masih dalam batas yang baik. Adapun kepadatan penduduk Kabupaten Tanggamus adalah dengan tingkat kepadatan rata-rata 3 Jiwa/Ha. Tingkat kepadatan paling tinggi pada tahun 2010 adalah di Kecamatan Gisting yaitu 10 jiwa/Ha. 2.1.1.2 Sejarah Singkat dan Adat Istiadat di Kabupaten TanggamusSejarah perkembangan wilayah Tanggamus, menurut catatan yang ada diawali pada tahun 1889 pada saat Belanda mulai masuk di Wilayah Kota Agung, yang pada saat itu pemerintahannya dipimpin oleh seorang Kontroller. Pada saat itu Pemerintahan telah dilaksanakan oleh Pemerintah Adat yang yang disebut marga masingmasing dipimpin oleh pasirah yang membawahi beberapa kampung. Pada saat ini terdapat 5 (lima) marga di Kabupaten Tanggamus, yaitu :

1. Marga Gunung Alip (Talang Padang)

2. Marga Benawang

3. Marga Belunguh

4. Marga Pematang Sawa

5. Marga Ngarip

GAMBAR Error! No text of specified style in document.2 Peta kepadatan Penduduk

Masing-masing marga tersebut dipimpin oleh seorang Pasirah yang membawahi beberapa Kampung. Selanjutnya pada tahun 1944 berdiri Pemerintahan Kecamatan dan Kewedanan, serta pada tahun 1953 berdiri pula Pemerintahan Negeri sekaligus menghapus Pemerintahan Adat/Marga. Pada masa Pemerintahan Kewedanan Kota Agung mengkoordinir 4 (empat) wilayah Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Agung, Wonosobo, Cukuh Balak, dan Talang Padang. Berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 114/1979 tanggal 30 juni 1979 dalam rangka mengatasi rentang kendali dan sekaligus merupakan persiapan pembentukkan Pembantu Bupati Lampung Selatan untuk Wilayah Kota Agung yang terdiri dari 10 (sepuluh) kecamatan dan 7 (tujuh) Perwakilan Kecamatan dengan 300 (tiga ratus) desa dan 3 (tiga) kelurahan serta 4 (empat) desa persiapan. Saat ini, Kabupaten Tanggamus terdapat 6 (enam) marga dengan masuknya Marga Negara Batin menjadi marga tersendiri.

2.1.1.3 Kondisi Ekonomi

A. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu ukuran keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan khususnya dalam bidang ekonomi. Pertumbuhan ekonomi wilayah tercermin dari besarnya persentase pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kenaikan yang terjadi hanya menggambarkan kenaikan kuantitas produksi barang dan jasa, tidak terpengaruh oleh perubahan nilai barang dan jasa. Oleh karena itu pertumbuhan ekonomi digunakan untuk mengukur tingkat perkembangan riil dari perekonomian suatu wilayah. Secara keseluruhan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanggamus pada tahun 2008 mengalami sedikit perlambatan pertumbuhan. Pada tahun 2008 tumbuh sebesar 6,36%, sedangkan pada tahun 2007 pertumbuhannya yaitu 6,60%. Apabila dilihat pada masing-masing kecamatan, pertumbuhan ekonomi ini tidak merata diseluruh kecamatan, ada yang mengalami pertumbuhan sangat tinggi dan ada pula yang mengalami pertumbuhan yang sangat rendah, bahkan ada yang mengalami sedikit penurunan.. Terjadinya ketidak-merataan pertumbuhan disebabkan karena masing-masing kecamatan mempunyai potensi sektor atau subsektor dominan yang berbeda satu sama lain. Perkembangan perekonomian masing-masing sektor atau unit-unit kegiatan yang membentuk sektor tersebut setiap tahunnya tidak sama karena dipengaruhi oleh keadaan alam. Kecamatan-kecamatan yang perekonomiannya didominasi oleh sektor pertanian pertumbuhannya sedikit dipengaruhi oleh keadaaan alam, apabila keadaan alam sedang tidak mendukung maka faktor sumber daya manusianya harus lebih ditingkatkan agar pertumbuhannya tidak mengalami kemunduran. Hal inilah yang membuat pertumbuhan antara satu kecamatan dengan kecamatan lainnya tidaklah merata.

TABEL 2-5

Sumber : Statistik Tanggamus tahun 2013B. Struktur Ekonomi

PDRB sebagai ukuran produktivitas seluruh nilai barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu wilayah dalam satu tahun. Kabupaten Tanggamus sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung, nilai PDRB pada tahun 2012 menduduki peringkat ke delapan dari 14 kabupaten/kota se Provinsi Lampung. PDRB perkapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas tiap penduduk. Di mana PDRB per kapita penduduk

Kabupaten Tanggamus setiap tahunnya mengalami peningkatan, dari 10.276.000 rupiah pada tahun 2011 naik menjadi 11.827.947 rupiah pada tahun 2012. Pertumbuhan ekonomi tahun 2012 cenderung meningkat dikarenakan peningkatan pertumbuhan di seluruh sektor kecuali sektor pertambangan dan penggalian melemah. Demikian juga jika dibandingkan dengan pertumbuhan rata-rata Provinsi Lampung, pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tanggamus masih tetap berada diatas ratarata.

Dalam gambar distribusi PDRB, terlihat bahwa 54% berasal dari sektor pertanian, disusul sektor perdagangan sebesar 16 persen dan sektor jasa sebesar 11 persen. Sedangkan peranan sektor-sektor lainnya kurang atau sama dengan 5 persen. Kondisi wilayah Kabupaten Tanggamus memang sangat agraris, mulai dari lahan sawah, perkebunan, sampai dengan laut dan kolam. Oleh karena itu Pemerintah dapat mengambil kebijakan dengan meningkatkan pertumbuhan sektor ini sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kabupaten tanggamus.

C. Laju Perekonomian Tanggamus

PDRB Kabupaten Tanggamus berdasarkan harga berlaku dengan migas pada tahun 2013 mencapai (7,8) Trilyun rupiah meningkat dari tahun sebelumnya yang hannya mencapai 6,5 Trilyun rupian.

Dilihat dari harga konstan dengan migas nilai PDRB kabupaten tanggamus pada tahun 2013 mencapai 2,8 Trilyun meningkat 2,8 Trilyun rupiah meningkat dari tahun sebelumnya yang hannya mencapai 2,6 trilyun rupiah.

PDRB Tanggamus tahun 2013 dengan harga berlaku di dominasi oleh sektor pertanian dengan kontribusi diatas 51,2 %, dengan nilai PDRB mencapai 4,05 trilyun rupiah, kontribusi sektor pertanian tahun 2013 mengalami perlambatan dari tahun sebelumnya, ditahun 2012 sektor pertanian memberikan nilai kontribusi sebesar 53,8% kontribusi terbesar kedua adalah sektor perdagangan dengan nilai PDRB mencapai 1,3 trilyun rupiah (16,6%), sedangkan kontribusi terkecil adalah pada sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,59%.Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tanggamus pada tahun 2013 dengan migas mencapai (8,08). Sektor Pertambangan dan penggalian mengalami pertumbuhan paling besar sehingga mencapai tingkat pertumbuhan sebesar 72,16 dengan nilai PDRB atas dasar harga konstan mencapai 129,06 milyar, disusul kemudian sektor konstruksi sebesar 15,41 milyar. Pada Tahun 2013 pendapatan perkapita di wilayah kabupaten tanggamus mencapai 12,5 juta pertahun meningkat dari tahun sebelumnya yang mencapai 10,4 juta pertahun, hal ini dapat dijadikan sebagai salah satu indicator bahwa ada peningkatan kesejahteraan apabila dilihat dari sisi pendapatan.

PDRB dengan harga berlaku dan konstan dengan MigasPDRB dengan harga berlaku dan konstan tanpa Migas

PDRB Atas Dasar Harga Konstan Menurut Sektor Lapangan Usaha

Laju Pertumbuhan Ekonomi Tanggamus

2.2 KETERKAITAN MDGs DENGAN RPJMD2.2.1 Pengertian MDGs

Sebuah keluarga pastilah menginginkan masa depan yang sehat dan bahagia, juga pendidikan bermutu bagi anak-anaknya. Selain itu, sebuah keluarga tentu saja berharap mampu menyediakan sandang dan pangan berkecukupan serta memiliki rumah idaman. Seseorang dipastikan mendambakan kebebasan, yaitu hidup dalam sebuah negeri bernama Indonesia yang demokratis, di mana kebebasan untuk mengungkapkan pendapat dan mengatur kehidupan, dijamin oleh undang-undang.

Menggembirakan bahwa saat ini semakin banyak orang Indonesia menjadi lebih makmur, dibandingkan dengan sekitar 60 tahun lalu ketika republik ini didirikan. Bangsa Indonesia telah mengalami kemajuan pesat, menjadi lebih kaya dengan rata-rata penghasilan lima kali lipat penghasilan saat itu.

Sebagian dari kita memang lebih beruntung jika dibandingkan dengan yang lain. Namun, saat ini, sudah lebih banyak orang yang menjadi semakin sejahtera. Bukan sekadar dari ukuran penghasilan. Coba perhatikan berbagai kemajuan di kabupaten/kota, kini tersedia lebih banyak jalan, sekolah, pusat kesehatan dan tempat-tempat hiburan yang membuat sesuatu menjadi mudah.

Memang tidak semuanya menjadi lebih baik. Terkadang, situasinya malah memburuk. Mungkin saja seseorang kehilangan pekerjaan, anak jatuh sakit atau rumah yang dilanda banjir. Situasi pun bisa berubah menjadi buruk bagi negara secara keseluruhan. Sepuluh tahun lalu, misalnya, terjadi krisis moneter. Tiba-tiba banyak yang jatuh miskin. Meskipun demikian, dalam menapaki periode panjang sejak kemerdekaan, nampaknya Indonesia telah menuju arah yang tepat, terlihat dengan capaian pembangunan manusia berupa peningkatan penghasilan dan perbaikan pendidikan. Orang Indonesia saat inipun hidup lebih lama dan lebih sehat.

Sebenarnya, Indonesia sudah dikategorikan sebagai negara berpenghasilan menengah. Hal ini dikarenakan penghasilan masyarakat Indonesia berdasarkan Gross National Index (GNI), yang dihitung dari nilai pasar total dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara dalam periode tertentu, penghasilan per kapita Indonesia tahun 2007 adalah $ 1.650. Nilai ini setara dengan Rp. 1.250.000 per bulan. Jika dibandingkan dengan negara lain, Indonesia masuk urutan ke 142 dari 209 negara di dunia (World Bank GNI, 2008).

Akan lebih baik kalau Indonesia di urutan yang lebih tinggi. Namun, urutan tidak terlalu penting. Terkadang ada negara yang berkembang cepat, sementara yang lain lebih lambat, yang perlu dicermati adalah apa yang terjadi di Indonesia. Apakah semakin banyak yang mampu membaca dan menulis? Atau, apakah semakin banyak anak yang diimunisasi sehingga kebal campak, cacar air atau polio? Selanjutnya, apakah rata-rata kita berumur lebih panjang? Dibandingkan dengan 60 tahun yang lalu, mereka yang lahir tahun 1960-an rata-rata hanya punya harapan hidup 41 tahun. Namun, anak-anak yang lahir pada 2007, bisa berharap untuk hidup sepanjang 68 tahun. Dulu, pada tahun 1960-an, hanya sekitar 30% penduduk yang tidak memiliki keterampilan dasar baca tulis. Namun, tentu saja masih banyak yang harus dilakukan. Jutaan penduduk masih hidup dalam kemiskinan. Sekitar seperempat dari anak-anak Indonesia masih kekurangan gizi. Juga, terlalu banyak sekolah di negara ini yang kekurangan buku, peralatan atau guru yang kompeten. Indonesia pun masih tetap sebuah negara berkembang dan masih butuh waktu untuk mencapai standar yang telah dicapai banyak negara kaya.Bagi pemerintah, biasanya lebih mudah memperbaiki bidang pendidikan ketimbang kesehatan. Kemajuan dalam bidang pendidikan umumnya dicapai berkat peran sekolah. Sementara, untuk perbaikan di bidang kesehatan, diperlukan lebih dari sekadar pelayanan yang efektif. Faktor lain, seperti apakah seseorang merokok, atau apakah ia memiliki pola makan baik, berperan cukup signifikan. Meskipun demikian, apapun bidangnya, sangat mungkin untuk menetapkan target dan mengupayakan pencapaiannya. Misalnya, seseorang dapat menetapkan target bahwa setiap orang bisa mendapatkan air minum yang bersih pada tahun tertentu. Begitu pula dalam pemberantasan malaria, demam berdarah atau mengatasi banjir dan kemacetan. Tentu saja, ada hal yang pencapaiannya memerlukan waktu lebih lama dibandingkan yang lain. Seseorang dapat menetapkan target untuk komunitas, sekolah, atau Puskesmas di sekitarnya. Begitu pula, pemerintah daerah dapat menetapkan target pembangunan pusat kesehatan baru, atau ruang kelas sekolah. Pemerintah pusat juga dapat melakukan hal yang sama. Sebenarnya, selama ini keduanya melakukan hal tersebut. Sebagai contoh, ada target untuk mewujudkan pendidikan dasar 9 tahun pada 2009. Dan hal yang sama juga terjadi di tingkat global, khususnya melalui kesepakatan internasional. Sejak sekitar 20 tahun terakhir, telah banyak pertemuan internasional di mana Indonesia bergabung dengan negara-negara di dunia untuk menetapkan target global terkait produksi pangan, pendidikan untuk semua serta pemberantasan penyakit seperti malaria dan HIV/AIDS. Boleh jadi, seseorang belum pernah mendengarnya, tetapi masih banyak target yang sepantasnya menjadi sasaran bersama masyarakat dunia. Mungkin seseorang merasa semua itu bukan urusannya. Sementara negara-negara anggota PBB, termasuk Indonesia, berupaya mengusung sekian banyak tujuan dan sasaran pembangunan yang belum tersosialisasikan. Pada September 2000, para pemimpin dunia bertemu di New York mengumumkan Deklarasi Milenium sebagai tekad untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi pembangunan dan pengentasan kemiskinan. Dalam rangka mewujudkan hal ini, kemudian dirumuskan 8 (delapan) Tujuan Pembangunan Milenium (Millennium Development Goals). Hanya ada delapan tujuan umum, seperti kemiskinan, kesehatan, atau perbaikan posisi perempuan. Namun, dalam setiap tujuan terkandung target-target yang spesifik dan terukur. Terkait perbaikan posisi perempuan, misalnya, ditargetkan kesetaraan jumlah anak perempuan dan laki-laki yang bersekolah. Begitu pula berapa banyak perempuan yang bekerja atau yang duduk dalam parlemen. Delapan tujuan umum tersebut, mencakup kemiskinan, pendidikan, kesetaraan gender, angka kematian bayi, kesehatan ibu, beberapa penyakit (menular) utama, lingkungan serta permasalahan global terkait perdagangan, bantuan dan utang. Jadi, pemerintah sedang berupaya memberantas kemiskinan dan penyakit. Memang, rasanya tidak mungkin tercapai. Namun, perlu pemerintah ketahui, bahwa semua target yang ditetapkan cukup realistis. Memang ada tujuan jangka panjang untuk memberantas kemiskinan sampai tuntas. Namun, tujuan MDGs hanya mematok target pengurangan kemiskinan menjadi separuh. Sementara, untuk HIV/AIDS, tujuannya adalah meredam persebaran epidemik. Sedangkan untuk pendidikan, targetnya lebih ambisius yaitu memastikan bahwa 100% anak memperoleh pendidikan dasar 9 tahun.

Sebagian besar ditargetkan pada 2015, dengan patokan tahun 1990. Sebagai contoh, di Indonesia, proposi penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada 1990 berjumlah sekitar 15,1%. Pada 2015, pemerintah harus mengurangi angka tersebut menjadi separuh, yaitu 7,5%. Terkait kemiskinan, belum banyak kemajuan yang dicapai. Pada tahun 2008, angka kemiskinan Indonesia (15,4%) masih lebih tinggi dibandingkan tahun 1990. Jadi, dalam delapan tahun ke depan, banyak yang harus pemerintah lakukan. Sementara, untuk beberapa tujuan MDGs yang lain, pemerintah lebih berhasil. Sebagai contoh, angka partisipasi anak di sekolah dasar, telah mencapai 94,7%. Namun, bila dicermati lebih rinci seperti terbaca dalam uraian pada bagian berikut, kondisi kemiskinan sebenarnya tidak seburuk angka yang ditampilkan. Sebaliknya, kondisi pendidikan tidak sebaik yang terungkap dalam angka tadi. Menurut pemerintah, isu-isu yang diusung MDGs sangat penting, meskipun terkesan sederhana karena terkonsentrasi pada hal-hal yang sifatnya kuantitatif. Sebagai contoh, di sektor pendidikan, adalah baik bahwa 94,7% anak-anak terdaftar di sekolah dasar. Namun, ketika sekolah mereka bocor, atau hanya memiliki buku dalam jumlah yang terbatas serta guru-guru yang kurang kompeten, maka bersekolah tidak akan membuat anak-anak mendapatkan pendidikan bermutu. Sayangnya, tujuan pendidikan dalam MDGs tidak mengkaji aspek kualitas. Mengukur kualitas memang lebih sulit, meskipun tidak mustahil. Pemerintah mungkin bisa menilai kualifikasi para guru, atau hasil-hasil ujian, tetapi sulit untuk mengukur dan mendapatkan informasi tentang kualitas. Hal ini membawa pemerintah ke masalah besar berikutnya. Di negara yang sangat besar dan beragam seperti Indonesia, angka nasional saja tidak terlalu bermanfaat. Ambil contoh, usia harapan hidup secara nasional adalah 68 tahun. Namun, bervariasi antara 73 tahun di Yogyakarta hingga 61 tahun di Nusa Tenggara Barat. Selain itu, meskipun ada angka provinsi, belum juga mengungkapkan kondisi kabupaten. Karena itu, secara keseluruhan, data-data MDGs memiliki keterbatasan. Baiknya, jangan terlalu cepat mengambil kesimpulan. MDGs bukan sekadar soal ukuran dan angka-angka, tetapi lebih untuk mendorong tindakan nyata. Mencegah terjadinya kematian ibu lebih penting daripada sekadar menghitung berapa banyak perempuan meninggal sewaktu melahirkan. Yang penting tidak hanya menghitung berapa banyak anak Indonesia yang kekurangan gizi, tetapi juga memastikan bahwa semua anak memperoleh asupan gizi yang cukup. Salah satu manfaat dari MDGs adalah berbagai persoalan yang diusung menjadi perhatian berbagai pihak termasuk masyarakat secara luas. Namun, laporan tentang kemajuan MDGs di tingkat kabupaten juga sangat diperlukan. Anggaplah ini sebagai titik awal, yaitu cara untuk memperkenalkan berbagai masalah tersebut secara umum, sehingga masyarakat di seluruh negeri yang luas ini dapat mulai berpikir tentang penyelesaiannya. Sebuah laporan nasional juga bisa dimasukkan ke dalam sistem internasional yang mencatat pencapaian-pencapaian MDGs di seluruh dunia.

2.2.2 Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs)Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Millenium Perserikatan BangsaBangsa (PBB), sebanyak 189 negara anggota PBB bersepakat untuk mengadopsi Deklarasi Millenium untuk menangani isu perdamaian, keamanam, pembangunan, hak asasi manusia dan kebebasan fundamental dalam satu paket. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB kemudian mengadopsi tujuan pembanguan Millenium (Millenium Development 110 Goals/MDGs)3. Setiap tujuan memiliki satu atau beberapa target beserta indikatornya dan menempatkan pembangunan manusia sebagai fokus utama pembangunan dan memiliki tenggat waktu serta kemajuan yang terukur.Delapan Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) telah diadopsi oleh komunitasinternasional sebagai kerangka kegiatan pembangunan di lebih dari 190 negara disepuluh wilayah dan telah dikembangkan menjadi lebih dari 20 target dan lebih dari60 indikator.Sebagai komitmen dari komunitas internasional terhadap pengembangan visi

mengenai pembangunan; MDGs yang secara kuat mempromosikan pembangunan manusia sebagai kunci untuk mencapai pengembangan sosial dan ekonomi yang berkelanjutan dengan menciptakan dan mengembangkan kerjasama dan kemitraan global. MDGs juga mendorong pemerintah, lembaga donor dan organisasi masyarakat sipil di manapun untuk mengorientasikan kembali kerja-kerja mereka untuk mencapai target-target pembangunan yang spesifik, ada tenggat waktu dan terukur ke dalam 8 tujuan pembangunan milenium yaitu:

1. Menghapuskan tingkat kemiskinan dan kelaparan Target untuk 2015: Mengurangi setengah dari penduduk dunia yang berpenghasilan kurang dari 1 US$ sehari dan mengalami kelaparan.

2. Mencapai Pendidikan Dasar secara Universal

Target 2015: Memastikan bahwa setiap anak laki dan perempuan mendapatkan dan menyelesaikan tahap pendidikan dasar.

3. Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan

Target 2005 dan 2015: Mengurangi perbedaan dan diskriminasi gender dalam pendidikan dasar dan menengah terutama untuk tahun 2005 dan untuk semua tingkatan pada tahun 2015.

4. Mengurangi tingkat kematian anak

Target 2015: Mengurangi tingkat kematian anak-anak usia di bawah 5 tahun hingga dua/pertiga

5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target 2015: Mengurangi rasio kematian ibu hingga 75% dalam proses melahirkan

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya

Target 2015: Menghentikan dan memulai pencegahan penyebaran HIV/AIDS dan gejala malaria dan penyakit berat lainnya.

7. Menjamin keberkelanjutan lingkungan.

Target: Mengintegrasikan prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan dalam kebijakan setiap negara dan program serta merehabilitasi sumber daya lingkungan yang hilang. Pada tahun 2015 mendatang diharapkan jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang layak dikonsumsi berkurang setengahnya. Pada tahun 2020 mendatang diharapkan dapat mencapai perbaikan kehidupan yang signifikan bagi sedikitnya 100 juta orang yang tinggal di daerah kumuh.

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Target: Mengembangkan lebih jauh lagi perdagangan terbuka dan sistem keuangan yang melibatkan komitmen terhadap pengaturan manajemen yang jujur dan bersih, pembangunan dan pengurangan tingkat kemiskinan secara nasional dan internasional. Membantu kebutuhan-kebutuhan khusus negara-negara tertinggal, dan kebutuhan khusus dari negara-negara terpencil dan kepulauan-kepulauan kecil. Secara komprehensif mengusahakan persetujuan mengenai masalah utang negara-negara berkembang. Mengembangkan usaha produktif yang baik dijalankan untuk kaum muda. Dalam kerjasama dengan pihak swasta, membangun adanya penyerapan keuntungan dari teknologi-teknologi baru, terutama teknologi

informasi dan komunikasi.2.2.3 MDGs sebagai Kerangka Baru pembangunan

Pada saat mengadopsi Deklarasi Milenium di tahun 2000, komunitas internasional

berikrar untuk melakukan segala usaha yang dibutuhkan untuk membebaskan sesama manusia, baik laki-laki, perempuan dan anak-anak dari kondisi kemiskinan ekstrim yang tidak berperi kemanusiaan. MDGs sekarang berada lebih dari separuh jalan menuju tenggat waktu 2015 saat Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) diharapkan akan tercapai. MDGs merangkum aspirasi pembangunan dunia secara menyeluruh. Tapi aspirasi ini bukanlah sebagai tujuan pembangunan semata, namun juga mencakup nilai dan hak universal manusia seperti bebas dari kelaparan, hak untuk mendapatkan pendidikan dasar, hak akan kesehatan dan sebuah tanggung jawab kepada generasi mendatang. MDGs telah menjadi factor penting dalam mencapai kemajuan dengan delapan tujuan tersebut.5 Satu keberhasilan utama sejauh ini adalah kedalaman dan jangkauan yang menakjubkan terhadap komitmen MDGs suatu upaya bersama global yang tidak dapat diungguli selama 50 tahun pengalaman pembangunan. Bukan hanya pemerintah dari negara berkembang dan komunitas internasional yang telah mengadopsi MDGs sebagai kerangka untuk kerjasama pembangunan internasional, tapi juga sector swasta, dan terutama, masyarakat sipil baik di negara maju dan berkembang. Selain menjadi pendukung MDGs, yayasan swasta di Negara-negara maju telah menjadi sumber pendanaan yang sangat penting untuk berbagai kegiatan yang ditujukan untuk mencapai MDGs. Organisasi Non-Pemerintah di negara berkembang semakin terlibat dalam melaksanakan kegiatan ini, selain juga dalam memonitor hasil-hasilnya.

Tujuan Pembangunan Millenium atau MDGs telah menjadi model dan kerangka baru pembangunan dunia. Hal ini karena, MDGs telah menjadi titik pusat dari suatu agenda bersama yang dianut oleh semua mitra pembangunan, termasuk masyarakat pemberi bantuan pembangunan, MDGs merupakan sarana yang efektif untuk melakukan perubahan. Tetapi yang lebih penting daripada konvergensi agenda pembangunan ini adalah timbulnya konsensus bahwa upaya-upaya untuk mencapai MDGs harus terus menerus diilhami oleh visi yang ditentukan dalam Deklarasi Milenium. Meskipun ditentukan pencapaian tujuan dengan target dan indikator tertentu untuk megurangi kemiskinan, MDG hanya dapat memberikan rentang dan garis besar pekerjaan yang harus dilakukan. Deklarasi Milenium menjadi panduan Negara-negara berkembang dengan membawa MDG ke dalam tataran praksis pembangunan. Berbagai upaya untuk mengimplementasikan komitmen yang dideklarasikan melalui hasil-hasil konferensi dunia yang menjadi hukum internasional dengan standar hak asasi manusia, harus dinaikkan ke tahap yang lebih tinggi daripada sebelumnya.2.2.4 MDGs sebagai Kerangka Etis

Agenda dari Etika Pembangunan sederhananya memfokuskan pada harga kemanusiaan, pilihan atas kebijaka pembangunan yang diambil, tarik menarik kepentingan, dan penekanan pada proses pembangunan sosial ekonomi . Membicarakan MDGs dalam konteks etika pembangunan relevan dengan beberapa konsepsi yang ditawarkan oleh beberapa teoritikus dan kritikus pembangunan. Goulets (1971) melihat etika pembangunan harus menempatkan porsi human interest, hak dan kewajiban dari berbagai dilemma kebijakan dan praktek pembangunan. Sementara itu Berger (1975), menambahkan perlunya menetapkan kesetaraan, kebutuha dasar, partisipasi, otonomi dan penguatan masayarakat sipil dalam proses pembangunan. Perkembangan berikutnya dari pemikiran etis dalam pembangunan dikembangkan oleh kelompok pemikir Neo Kantiant seperti yang dikembangkan oleh Rawls dan Sen, yang mencoba meredefinis ulang konsepsi Hak dalam persfektif pembangunan. Menurut mereka pembangunan merupakan perluasan atas kemampuan individu dalam mengatur dan mencapai tujuan hidup mereka sendiri. Jadi mereka punya hak untuk merumuskan apa dan bagaimana pembangunan menurut versi mereka. Terakhir mengacu pada perdebatan konsep kebutuhan dan pembangunan. Bahwa pembangunan dimaknai sebagai bentuk variasi dan relativitas sosial, dan menyangkut tuntutan praksis serta bagiamana hubungan nya dengan nilai-nilai etis lainnya seperti modernitas, pre modernitas, religi dan unreligi, hak dan kebutuhan dan lain sebagainya.

Sementara itu, MDGs dalam tataran praksis etika pembangunan cenderung dipandang dalam konteks pemisahan geografis antara belahan dunia utara dan belahan dunia selatan seperti yang digadang-gadangkan dalam MDGS. Tujuan Pembangunan Millenium sebagai kerangka baru dari model pembangunan mencoba menjawab disparitas atau ketimpangan antara belahan dunia utara dan selatan. Utara yang diasumsikan makmur, stabil, maju, modern harus berbagi dengan kawasan dunia belahan Selatan yang identik dengan kemiskinan, pengangguran, kelaparan, kekerasan, tidak demokratis dan seterusnya. Ujung-ujungnya pembangunan lagi-lagi muncul sebagai respon atas apa yang disebut dengan Global South, istilah ini mengacu pada kondisi kemiskinan dan krisis, Seperti satire yang diberikan Pierre Bordieau, Jobless, Homeless, Paperless (Hetnee 1994).

Dalam konteks ini kerangka etis dalam pembangunan millennium bisa menjadi perdebatan. Karena asumsinya MDGs tidak hadir atas refleksi moral atau etis itu sendiri, akan tetapi muncul sebagai respon atas kekhawatiran dari kondisi yang disebut Global South, kondisi ini dikhawatirkan akan mempengaruhi kehidupan Utara yang kaya, stabil, aman dan sebagainya. Dengan meningkatnya ketergantungan dan keterhubungan global sekaligus mencerminkan perputaran arus barang dan jasa. seperti pertumbuhan pasar global (food, investasi, minyak etc.), perubahan iklim dan sumber daya alam dan teknologi informasi. Keterhubungan ini dikhawatirkan akan berimplikasi pada meningkatnya kasuskasus seperti migrasi, penularan virus dan penyakit, implikasi perubahan iklim dan seterusnya. Pertimbangan ini cenderung menjadi alasan utama yang muncul dalam perumusan MDGs. Bukan pada tanggungjawab moral dari Negara-negara utara yang selama beberapa abad sebelumnya mengeruk keuntungan dari eksploitasi Negara-negara selatan. Sederhananya, masalah pembangunan tidak hanya cukup dimaknai atas kondisi selatan yang harus dijawab oleh utara, dengan kata lain relasi utara selatan atau Timur-Barat, Maju-Terbelakang bukanlah reason detre yang relevan dalam menjelaskan arti penting etika dalam persfektif dan praktek pembangunan seperti yang didengungkan MDGs.

Walaupun MDGs yang menawarkan kerangka etis seperti Distribusi Keadilan (Distribution of Justice). Bahwa Negara-negara kaya di belahan utara harus memiliki tanggung jawab moral dengan memberikan bantuan bagi Negara-negara selatan untuk memperbaiki kualitas hidup, sehingga standarisasi kualitas hidup yang layak bisa terpenuhi seperti yang distandarkan (pendidikan, kesehatan dan perekonomian). Namun dalam praksis cenderung mencerminkan kepentingan politik Negara-negara utara atas selatan, seperti kritikan atas program MDGs terkait dengan persoalan ketergantungan negaranegara anggota pada negara donor. Pendanaan dari Negara-negara biasanya disertai berbagai persyaratan yang pada akhirnya justru memberatkan negara penerima bantuan.

Negara donor sering memasukkan agenda tersembunyi terhadap negara yang dibantu dimana agenda-agenda tersebut seringkali tidak terkait dengan upaya pengentasan kemiskinan dan perbaikan kualitas kehidupan manusia tetapi lebih mengenai factor-faktor yang mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dalam batas tertentu kadang-kadang tidak berarti apa-apa bagi orang miskin sehingga perlu konsep pembangunan yang benar-benar berpihak kepada mereka.

Kritikan senada juga muncul atas MDGs dalam Forum masyarakat sipil se-Asia Pasifik di Bangkok, pada 6-8 Oktober 2003 secara spesifik menghasilkan kritik terhadap TPM antara lain: 1. MDGs merumuskan kemiskinan dalam konteks visi, ruang lingkup dan arah secara sempit, mengenyampingkan HAM; 2. MDGs tidak memberikan sebuah peninjauan ulang analisa yang dalam terhadap perubahan kebijakan dan institusi. Dengan demikian menghubungkan TPM dengan perangkat resep-resep utama seperti yang disodorkan oleh Bank Dunia dan IMF akan menjadi pendekatan yang salah.; 3. Perhatian dan sumber daya keuangan dari Negara-negara maju justru dialihkan jauh dari prioritas untuk kemiskinan dan malah dialokasikan untuk pelayanan hutang dan pembelanjaan kebutuhan militer.

2.2.5 Perencanaan Pembangunan Daerah Partisipatif

Pemberlakuan sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam otonomi sudah sangat lama, yaitu sejak tahun 2001 (menggunakan UU No.22/ 1999 tentang Pemerintah Daerah) dan pada tahun 2004 (menggunakan UU No.32/ 2004 sebagai revisi Undang-undang sebelumnya) sampai sekarang. Dalam dua Undang-undang tentang Pemerintah Daerah tersebut telah diberlakukan sistem desentralisasi sebagai antitesa terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lalu yaitu sistem kebijakan sentralistik. Dengan adanya perubahan sistem kebijakan ini, pemerintah daerah mempunyai kewenangan besar untuk merencanakan/ merumuskan, dan melaksanakan kebijakan dan program pembangunan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat. Di dalam sistem desentralistik dan otonomi, melekat pula kewenangan sekaligus tanggung jawab untuk secara pro aktif mengupayakan kebijakan penanggulangan kemiskinan demi kesejahteraan rakyat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tanggung jawab ini merupakan konsekwensi logis dari salah satu tujuan diberlakukannya otonomi daerah, yakni menciptakan sistem pelayanan publik yang lebih baik, efektif dan efisien yang pada akhirnya diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan serta kemandirian masyarakat. Oleh karena itu kebijakan penanggulangan kemiskinan itu tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat semata.

Adanya kandungan aspek lokalitas yang tinggi dalam perumusan kebijakan publik juga menyebabkan pemerintah daerah dituntut untuk bersikap transparan dan akuntabel sebagai upaya untuk menciptakan good governance, sebab sekarang ini pemerintah daerah tidak hanya menjadi pelaksana kebijakan pemerintah pusat semata, namun memiliki kewenangan untuk merancang program pembangunan daerahnya sendiri dengan disesuaikan atas aspirasi dan kebutuhan rakyat di daerah. Hal ini ditunjang dengan adanya beberapa faktor yang mempermudah pelaksanaan otonomi daerah agar dapat berjalan secara kondusif terhadap kebijakan pembangunan.

1. DAU (Dana Alokasi Umum). Diberikan kepada pemerintah daerah dalam bentuk block grant (pemberian hibah), sehingga pemerintah daerah mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi dalam menggunakan alokasi dana tersebut sesuai dengan kepentingan dan prioritas daerah. Dengan kata lain, pemerintah dapat bertindak lebih tanggap dan pro aktif dalam penanggulangan kemiskinan tanpa menunggu instruksi pemerintah di atasnya (propinsi ataupun pusat).2. Ijin penanaman modal dan kegiatan dunia usaha umumnya kini dapat diselesaikan di tingkat daerah. Sehingga pengurusannya lebih mudah dan biaya lebih murah.3. Daerah yang kaya sumber daya alam memperoleh penerimaan alokasi dana yang besar. Dengan dana tersebut daerah yang bersangkutan relatif lebih mudah untuk menentukan prioritas langkah-langkah pembangunan dengan berdasar pada partisipasi masyarakat.

2.2.6 Proses Penyusunan Kebijakan Program Pembangunan.

Bahwa untuk menjalankan aktifitas pembangunan, pemerintah daerah harus merumuskan rencana-rencana kebijakan, baik yang terkait dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ataupun Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJMD) dan satuan-satuan kerja (SATKER) dinas harus disesuaikan dengan aspirasi masyarakat yang polanya sudah berubah menjadi bottom up dan bukan lagi top down. Memang harus diakui bahwa dalam pelaksanaan rencana program pembangunan biasanya dilakukan dengan menggunakan metode teknokratik dan demokrasi partisipatif. Pertama, perencanaan pembangunan secara teknokratik dilakukan secara sepihak oleh para teknokrat yang duduk di struktur pemerintahan daerah. Mereka akan melaksanakan penyusunan rencana pembangunan menurut buah pikiran dan ilmu pembangunan. Kelemahannya adalah perencanaan secara teknokratif ini tidak melibatkan warga masyarakat, sehingga perencanaan pembangunan yang dihasilkan biasanya justru tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan, karena seringkali jauh dari harapan dan kebutuhan masyarakat. Pada sisi ini masyarakat hanya dibiarkan sebagai penonton/ objek saja, tanpa mempunyai hak apapun.

Kedua, perencanaan pembangunan secara demokratis partisipatif adalah metode perencaan pembangunan dengan cara melibatkan warga masyarakat yang diposisikan sebagai subyek pembangunan. Artinya masyarakat diberikan peluang menggunakan hak-hak politiknya untuk memberikan masukan dan aspirasi dalam penyusunan perencanaan pembangunan. Metode yang kedua ini diharapkan dapat memberikan hasil-hasil perencanaan pembangunan yang sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan ataupun sesuai dengan tingkat kebutuhan masyarakat, karena memang warga masyarakat langsung menyampaikan aspirasi kebutuhannya. Metode ini berkarakteristik bottom up, bagaimana penjelasannya ?

Proses penyusunan kebijakan program pembangunan yang mempunyai karakter bottom up adalah sebagai berikut :

1. MUSBANGDES (Musyawarah Pembangunan Desa) atau istilah lainnya MUSRENBANGDES (Musyawarah Rencana Pembangunan Desa).

Perencanaan pembangunan dimulai dari tingkat desa, yang biasanya dihadiri oleh mereka yang ditunjuk oleh peraturan perundang-undangan, ataupun sesuai dengan kebijakan dari kabupaten, namun seringkali dalam prakteknya hanya menjadi semacam lips servis belaka, karena kegunaan dari musbangdes ini masih perlu dipertanyakan.

Mestinya sebelum dilakukan musyawarah di tingkat desa, ketua-ketua RT dan RW mengajak berembuk dengan warga mengenai kebutuhan apa saja yang harus diajukan sebagai usulan kepada pemerintah desa, lalu dilakukanlah musyawarah pembangunan di tingkat desa tersebut.

Biasanya masyarakat mempunyai pandangan yang salah bahwa pembangunan yang dilakukan di tempatnya seringkali dikatakan sebagai bantuan, padahal memang pembangunan tersebut telah menjadi hak warga masyarakat untuk mendapatkannya, dan sekali lagi bukan bantuan pembangunan sebagaimana yang seringkali digulirkan oleh para elit politik, baik dari lingkungan partai ataupun pemerintah. Mana ada partai politik yang memberikan bantuan pembangunan, sedangkan mereka dalam menjalankan roda organisasi saja belum bisa mandiri, masih disupport oleh pemerintah baik melalui APBD maupun APBN.

2. MUSBANGCAM (Musyawarah Pembangunan Kecamatan) atau istilah lainnya MUSRENBANGCAM (Musyawarah Rencana Pembangunan Kecamatan).

Merupakan tindak lanjut dari pelaksanaan musyawarah pembangunan di tingkat desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mengumpulkan berbagai masukan dari seluruh kawasan desa dalam satu kecamatan, kemudian yang menghadiri biasanya adalah mereka perwakilan dari desa.

Karena sudah banyak masukan dari seluruh desa, maka mestinya pada tingkatan ini sudah harus dipikirkan mengenai pembuatan skala prioritas pembangunan yang akan diajukan. Penentuan skala prioritas ini harus ditentukan secara bersama-sama antara pemerintah kecamatan dengan perwakilan-perwakilan desa, dan tidak hanya dari pemerintah kecamatan saja. Kalau hal ini yang terjadi maka akan terjadi sebuah situasi yang tidak fair, atau tidak adil.

3. MUSBANGKAB (Musyawarah Pembangunan Kabupaten) atau istilah lainnya MUSRENBANGKAB (Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten).

Musyawarah ini dilakukan di tingkat Kabupaten yang dihadiri oleh para perwakilan dari kecamatan-kecamatan untuk kemudian melakukan sinkronisasi rencana-rencana pembangunan yang telah disusun dengan rencana-rencana yang telah dibikin oleh Dinas-dinas. Nah pada level ini biasanya akan terjadi tarik ulur kepentingan antara masukan aspirasi dari masyarakat dan dinas-dinas. Oleh karena memang, harus dicari format skala prioritas pembangunan masyarakat melalui pola perankingan, sehingga dapat dicapai kesepakatan bersama, dan tidak hanya pada coret-mencoret yang dilakukan oleh para kepala dinas semata. Penentuan skala prioritas ini tidak boleh dilakukan secara sepihak karena hasil dari pelaksanaan kegiatan ini nantinya akan menjadi Rencana Anggaran dan Pendapatan Daerah (RAPBD). Draft APBD ini kemudian diajukan oleh pemerintah kabupaten untuk dimusyawarahkan dengan DPRD (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah).

2.2.7 Peran Strategis Masyarakat Dalam Perencanaan Pembangunan

Dengan semangat reformasi dalam kerangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (baca; good governance) dan berorientasi pada perwujudan kesejahteraan rakyat, maka masyarakat diharuskan untuk melakukan tindakan-tindakan aktif (peran partisipatif) guna mengawal seluruh rangkaian proses penyusunan perencanaan pembangunan yang dilakukan, baik di tingkat desa, kecamatan ataupun kabupaten. Apa sebab? masyarakat sekarang ini sudah bukan lagi berposisi sebagai obyek pembangunan semata, tetapi juga menjadi subyek pembangunan.

2.2.8 Keterkaitan MDGs dengan RPJMN

MDGs bukan hanya merupakan pemenuhan komitmen internasional tetapi merupakan penajaman upaya pencapaian sasaran-sasaran pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Untuk itu, MDGs menjadi salah satu acuan dalam pembangunan nasional, mulai dari tahap perencanaan sampai dengan tahap pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan pembangunan.

RPJMN merupakan dokumen perencanaan untuk jangka menengah (5 tahun) yang menjadi acuan bagi setiap kementerian/lembaga dalam penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L). Selanjutnya, penerapan RPJMN dijabarkan dalam perencanaan tahunan yaitu Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Disamping itu, RPJMN juga menjadi acuan bagi penyusunan perencanaan pembangunan di daerah.

RPJMN tahun 2010-2014 merupakan paruh waktu kedua sejak tahun 2000 bagi upaya pencapaian tujuan MDGs pada tahun 2015 dan merupakan kesempatan terakhir (last shot) bagi percepatan pencapaian tujuan MDGs secara sistematis. Pengarusutamaan pencapaian tujuan MDGs ke dalam RPJMN tahun 2010-2014 dan RKP, telah dilakukan dalam bentuk rumusan kebijakan, penetapan program/kegiatan, sasaran, indikator dan target terukur serta jaminan penyediaan sumber pembiayaannya. Gambaran umum internalisasi MDGs dalam pembangunan nasional dapat dilihat lebih lanjut dalam Gambar 1.

Integrasi MDGs dalam Perencanaan pembangunan2.3 KETERKAITAN MDGs DENGAN PEMBANGUNAN DI KAB. TANGGAMUSSejalan dengan rencana pembangunan nasional, pengarusutamaan MDGs juga harus dilakukan dalam proses perencanaan di tingkat daerah.

Pengarusutamaan MDGs dalam pembangunan daerah diarahkan untuk dapat menjawab permasalahan kesejahteraan masyarakat serta mengakomodasi nilai-nilai lokal dan karakteristik masing-masing daerah. Dengan mengacu pada RPJMN, target dan indikator MDGs diadaptasi dalam rencana pembangunan daerah, yaitu RPJMD dan Renstra SKPD. Berbagai langkah yang perlu dilakukan oleh Pemerintah Provinsi antara lain adalah:

1. Bagi Pemerintah Provinsi yang telah menyusun RPJMD, pencapaian target MDGs tingkat nasional dilakukan dengan mengarahkan dan menetapkan berbagai program dan kegiatan yang dilengkapi dengan sasaran, indikator kinerja dan pembiayaan ke dalam RKPD. Selain itu, Pemerintah Provinsi juga mengarahkan dan memastikan bahwa penyusunan Renja SKPD dan RKA-SKPD memuat program, kegiatan, sasaran dan indikator kinerja yang mendukung pencapaian MDGs.

2. Bagi Pemerintah Provinsi yang sedang menyusun RPJMD, pencapaian target MDGs tingkat daerah dilakukan dengan menetapkan tujuan, sasaran, strategi, arah kebijakan dan program yang terukur disertai dengan capaian, indikator kinerja dan pendanaan untuk setiap program ke dalam dokumen RPJMD. Selain itu, Pemerintah Provinsi juga mengarahkan penyusunan Renstra SKPD agar memuat kebijakan, program dan kegiatan yang terukur dalam mendukung pencapaian MDGs dan dilengkapi dengan capaian, indikator kinerja dan pendanaan untuk setiap program dan kegiatan. Pemerintah Provinsi juga mengarahkan dan memastikan bahwa penyusunan Renja SKPD dan RKA-SKPD memuat program, kegiatan, sasaran dan indikator kinerja yang mendukung pencapaian MDGs. Melalui cara ini pencapaian target MDGs tingkat nasional dapat diwujudkan.

3. Pemerintah Provinsi hendaknya juga memfasilitasi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menyusun RPJMD Kabupaten/Kota dan RKPD Kabupaten/Kota agar setiap kebijakan, program dan kegiatan SKPD Kabupaten/Kota benar-benar mendukung pencapaian MDGs tingkat provinsi.

2.4 KEBIJAKAN RPJM TERKAIT PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET MDGs

1.1 Kebijakan dan Strategi Penurunan Kemiskinan (Tujuan 1A)

diarahkan untuk:

a. Meningkatkan pertumbuhan pada sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja dan efektif menurunkan kemiskinan;

b. Melengkapi dan menyempurnakan kebijakan penanggulangan kemiskinan, terutama yang berkaitan dengan pemenuhan hak masyarakat miskin, perlindungan sosial, dan pemberdayaan masyarakat;

c. Meningkatkan efektivitas pelaksanaan penurunan kemiskinan di daerah.

1.2. Kebijakan dan Strategi dalam Menciptakan Kesempatan Kerja Penuh dan Produktif dan Pekerjaan yang Layak untuk Semua, termasuk Perempuan dan Kaum Muda (Tujuan 1B) Diarahkan untuk: a. menciptakan lapangan kerja seluas-luasnya melalui investasi dan perluasan usaha; b. memperbaiki kondisi dan mekanisme hubungan industrial untuk mendorong kesempatan berusaha dan kesempatan kerja; c. menciptakan kesempatan kerja melalui program-program pemerintah; d. meningkatkan kualitas pekerja; e. meningkatkan produktivitas pekerja pertanian; f. mengembangkan jaminan sosial dan memberdayakan pekerja; g. menerapkan peraturan ketenagakerjaan utama. Upaya penciptaan kesempatan kerja formal seluas-luasnya ini dilaksanakan oleh berbagai kementerian/lembaga, serta didukung oleh pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, sektor perbankan, dunia usaha, dan masyarakat.

1.3. Kebijakan dan Strategi Penurunan Prevalensi Kekurangan Gizi pada Balita (Tujuan 1C), melalui: perbaikan status gizi masyarakat dengan meningkatkan: a. asupan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) dan zat gizi mikro (kapsul Vitamin A, zat besi (Fe), garam beryodium, dan zat gizi mikro lainnya) untuk memenuhi angka kecukupan gizi; b. survailans pangan dan gizi; c. pengetahuan masyarakat tentang pola hidup sehat dan penerapan gizi seimbang; d. pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan; e. pemberian Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) mulai dari bayi usia 624 bulan dan makanan bagi ibu hamil KEK; f. pemantauan pertumbuhan bayi dengan prioritas usia dua tahun pertama;g. kegiatan gizi berbasis masyarakat melalui posyandu dan keluarga sadar gizi;h. fortifi kasi; i. pemberian makanan pemulihan balita gizi-kurang;j. penanggulangan gizi darurat; k. tatalaksana penanganan gizi buruk anak balita (059 bulan); dan

l. peningkatan jumlah, kualitas, dan penyebaran tenaga gizi.

melalui: a. penyelenggaraan pendidikan dasar bermutu dan terjangkau; b. pemantapan/rasionalisasi implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS);c. penurunan angka putus sekolah dan angka mengulang kelas, peningkatan angka melanjutkan, serta penurunan rata-rata lama penyelesaian pendidikan di berbagai jenjang;

d. penuntasan rehabilitasi ruang kelas SD/MI/sederajat untuk memenuhi standar pelayanan minimal;e. peningkatan kesempatan lulusan SD/MI/sederajat yang berasal dari keluarga miskin untuk dapat melanjutkan ke SMP/MTs/sederajat;f. peningkatan kualifi kasi akademik, sertifi kasi, evaluasi, pelatihan, pendidikan, dan penyediaan berbagai tunjangan guru;g. penguatan kemampuan guru, termasuk kepala sekolah dan pengawas sekolah, dalam menjalankan paradigma pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif, entrepreneurial, dan menyenangkan;h. peningkatan kompetensi guru melalui pengembangan profesional berkelanjutan (continuous professional development);i. peningkatan efi siensi, efektivitas, pengelolaan, dan pemerataan distribusi guru; j. penyediaan tenaga pendidik di daerah terpencil, perbatasan, dan kepulauan sesuai dengan standar pelayanan minimal;k. peningkatan keberaksaraan penduduk yang diikuti dengan upaya pelestarian kemampuan keberaksaraan dan peningkatan minat baca;l. peningkatan peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan dan pengelolaan pendidikan, antara lain, dalam bentuk komite sekolah;m. peningkatan kapasitas pemerintah pusat dan daerah untuk memperkuat pelaksanaan desentralisasi pendidikan termasuk di antaranya dalam bentuk dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota; serta n. peningkatan kapasitas satuan pendidikan untuk mengoptimalkan pelaksanaan otonomi pendidikan, termasuk manajemen berbasis sekolah (MBS).

diarahkan pada: a. peningkatan kualitas hidup dan peran perempuan dalam pembangunan, melalui harmonisasi peraturan perundangan dan pelaksanaannya di semua tingkat pemerintahan, dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan;b. perlindungan perempuan terhadap berbagai tindak kekerasan, melalui upaya-upaya pencegahan, pelayanan, dan pemberdayaan; dan c. peningkatan kapasitas kelembagaan PUG dan pemberdayaan perempuan melalui penerapan strategi PUG, termasuk mengintegrasikan perspektif gender ke dalam siklus perencanaan dan penganggaran di seluruh kementerian dan lembaga.

d. Dalam rangka mencapai arah kebijakan tersebut, maka strategi untuk meningkatkan kesetaraan gender meliputi empat bidang, yaitu:

1. Bidang pendidikan, melalui:

Peningkatan akses dan kualitas pelayanan pendidikan dalam rangka mengurangi kesenjangan taraf pendidikan antarwilayah,

gender, dan antartingkat sosial ekonomi;

Peningkatan akses dan kualitas pendidikan nonformal yang responsif gender.

2. Bidang ketenagakerjaan, melalui:

Pengutamaan penegakan hukum yang ada untuk memastikan bahwa laki-laki dan perempuan mampu berpartisipasi tanpa diskriminasi dalam angkatan kerja;

Penguatan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah terutama dalam penegakan undang-undang dan peraturan ketenagakerjaan;

Penguatan pengawasan ketenagakerjaan untuk memastikan terlaksananya pengawasan dan penegakan aturan ketenagakerjaan (core labor standards) dengan lebih baik;

Pengupayaan perlindungan sosial bagi kelompok perempuan yang bekerja di kegiatan ekonomi informal;

Peningkatan kualitas pekerja dan calon tenaga kerja perempuan.

3. Bidang politik, melalui peningkatan pendidikan dan partisipasi politik untuk perempuan.

4. Pelaksanaan pengarusutamaan gender pada penyelenggaraan pemerintah daerah, melalui pengembangan pedoman umum untuk SKPD dalam mengintegrasikan perspektif gender ke dalam proses perencanaan, implementasi, penganggaran, pemantauan, dan evaluasi dari kebijakan, program, dan kegiatan pembangunan di tingkat lokal, baik provinsi maupun kabupaten/kota.

Melalui :a. peningkatan cakupan neonatal dengan komplikasi yang ditangani;

b. peningkatan cakupan kunjungan bayi; c. peningkatan cakupan imunisasi tepat waktu pada bayi dan balita;d. perbaikan kesehatan dan gizi ibu hamil;e. pemberian ASI eksklusif sampai enam bulan;f. peningkatan peran posyandu dalam rangka peningkatan kesehatan

g. anak; h. penyediaan tenaga pelayanan kesehatan bayi dan balita (dokter, bidan dan kader); dan i. perbaikan kualitas lingkungan dalam rangka penurunan faktor risiko kesehatan bagi bayi dan balita.

melalui:

a. peningkatan pelayanan continuum care kesehatan ibu dan anak;b. penyediaan sarana kesehatan yang mampu melaksanakan PONED dan

c. PONEK;d. peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga terlatih;e. peningkatan cakupan kunjungan ibu hamil (K1 dan K4);f. peningkatan cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani;g. peningkatan cakupan penanganan komplikasi kebidanan pelayanan nifas;h. peningkatan cakupan peserta KB aktif yang dilayani sektor pemerintah;i. pemberian makanan pemulihan pada ibu hamil KEK;j. pembinaan dan peningkatan kemandirian keluarga berencana; dank. promosi dan penggerakan masyarakat.

melalui:a. peningkatan kemampuan pencegahan dan penanggulangan faktor risiko, termasuk imunisasi;b. penguatan survailans epidemiologi dalam rangka mengembangkan sistem kewaspadaan dini dengan didukung oleh peningkatan jumlah dan kualitas tenaga survailans;

c. penguatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE);d. penguatan penemuan penderita dan tata laksana kasus;e. peningkatan upaya menuju eliminasi penyakit-penyakit terabaikan;f. penguatan sistem pengendalian zoonosis secara terpadu; dang. promosi dan pemberdayaan masyarakat.

melalui: a. memantapkan status hukum dan peningkatan kapasitas pengelolaan kawasan hutan; b. memantapkan kelembagaan dalam pengelolaan sumber daya hutan;c. memelihara dan meningkatkan daya dukung dan fungsi lingkungan;d. memantapkan fungsi konservasi alam dengan peningkatan kualitas pengelolaan Taman Nasional dan Kawasan Konservasi lainnya, pemanfaatan keanekaragaman hayati dan tumbuhan dan satwa liar (TSL); e. meningkatkan perlindungan hutan melalui kegiatan pencegahan dan pengendalian kebakaran hutan dan lahan serta meningkatkan perlindungan dan pengamanan hutan dari berbagai ancaman (illegal logging, perambahan, perdagangan TSL illegal);f. meningkatkan kapasitas pengelolaan kawasan konservasi melalui peningkatan kelembagaan pengelola kawasan konservasi, kemandirian dan produktivitas, g. mendorong pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit tenaga listrik skala memengah dan besar;h. mendorong pemanfaatan bahan bakar nabati, dengan penanamanya

pada wilayah-wilayah yang memiliki lahan tidak terpakai namun luas dan memiliki potensi produksi pertanian yang tinggi;i. pengendalian dan pemantauan pencemaran pada air, lahan, udara, dan keanekaragaman hayati (kehati);j. perbaikan kualitas lingkungan melalui upaya rehabilitasi dan konservasi serta pemanfaatan teknologi yang ramah lingkungan;k. peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan penguatan institusi

pengelola lingkungan hidup;l. pengembangan penelitian pengelolaan lingkungan;

m. pengembangan sumber-sumber pendanaan lingkungan alternatif;n. mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan untuk pembangunan;

o. meningkatkan fungsi laut sebagai sistem penyangga kehidupan dan penyedia pangan dunia;p. meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS);q. meningkatkan prioritas pembangunan, sistem perencanaan, pengembangan alternatif sumber pendanaan dan kinerja manajemen

r. pembangunan air minum dan snitasi;s. melengkapi perangkat peraturan di tingkat pusat dan/atau daerah untuk mendukung pelayanan air minum dan sanitasi;

t. memastikan ketersediaan air baku air minum;u. meningkatkan penyediaan hunian layak dan terjangkau yang didukung oleh ketersediaan prasarana sarana dasar permukiman.Distribusi PDRD Kab. Tanggamus tahun 2012

Sumber : BPS Kab. Tanggamus 2012

Perkembangan PDRD Kab. Tanggamus 2012

Sumber : BPS Kab. Tanggamus 2012

Kebijakan dan Strategi Penurunan Kemiskinan dan Kelaparan

Kebijakan dan Strategi Pencapaian Pendidikan Dasar untuk Semua

Kebijakan Peningkatan Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Kebijakan dan Strategi Penurunan Kematian Anak

Kebijakan dan Strategi Peningkatan Kesehatan Ibu

Kebijakan dan Strategi Pengendalian Penyakit Menular

Kebijakan dan Strategi dalam Menjamin Kelestarian Lingkungan Hidup

Laporan Akhir | Kabupaten Tanggamus Tahun 20142-2