BAB II

50
BAB II PEMBAHASAN 2.1 ASKEP CA SERVIKS TINJAUAN TEORI A. Pengertian Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997). B. Etiologi Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain 1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda 2. Jumlah kehamilan dan partus Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks. 3. Jumlah perkawinan 4

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ASKEP CA SERVIKS

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim

sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak

jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).

B. Etiologi

Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan

predisposisi yang menonjol, antara lain

1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual

Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual

semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih

terlalu muda

2. Jumlah kehamilan dan partus

Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering

partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.

3. Jumlah perkawinan

Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan

mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.

4. Infeksi virus

Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma

akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks

5. Sosial Ekonomi

Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin

faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan

perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan

kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.

4

Page 2: BAB II

6. Hygiene dan sirkumsisi

Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang

pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene

penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.

7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)

Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR

akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang

kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat

sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.

C. Patofisiologi

Pembengkakan

Neoplasma non-neoplasma (tumor)

Maligna Benigna Kista Radang Hipertrofi(kanker)

Karsinoma Sarkoma(Ca cerviks)

Menyebar

Kontinuitatum Limfogen Hematogen Implantas transluminalIatrogenik

Sel ca keluar organ Sal limfe kapiler darah Dinding sal suatu systemTindakan medik

(sal cerna, kemih, nafas)

Infiltrasi ke organ metastasis kel. V. porta, v. kava, Masase, palpasi kasar,sekitar Limf. Regional v. pulmonalis tindakan operasi

Masuk ke lumen

Perlekatan kel.Limfe. Metastasis Hati, paru, pleura, Organ lain, rongga tubuh peritoneum, omentum,

5

Page 3: BAB II

ovarium, tulang, kulit, otak, sumsum tulang, kel. Limfe.Gambaran Penyebaran Ca cerviks:

Pertumbuhan neoplasma

Sel – sel maligna

Stadium in situ dan stadium Ia:- Dijumpai kebetulan

karena tidak ada gejala

yang khas

- Leukorea yang

menahun

- Kontak berdarah.

Stadium medium Ib – II:- Leukorea menahun.

- Kontak berdarah

bertambah.

- Spotting atau disertai

patrun menstruasi

bertambah.

Stadium lanjut III – IV:- Leukorea berbau

khas.

- Perdarahan terus –

menerus.

- Disertai gejala akibat

metastase.

- Badan menjadi

kurus.

KelemahanKetakutan/ansietas Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan Defisit knowledge Resikop erubahan pola seksual

Perdarahan profuseMetastase jauh dengan komplikasi kliniknya

UremiaKakeksia

D. Faktor Resiko

Beberapa faktor yang mempengaruhi insiden kanker serviks yaitu:

6

Predisposisi:- Kawin usia

muda

- Multiparitas

- Multipartner

- Infeksi

Page 4: BAB II

1. Usia.

2. Jumlah perkawinan

3. Hygiene dan sirkumsisi

4. Status sosial ekonomi

5. Pola seksual

6. Terpajan virus terutama virus HIV

7. Merokok

E. Klasifikasi

Klasifikasi Kanker Serviks menurut FIGO 1978

Tingkat Kriteria

0 Karsinoma In Situ ( KIS), membran basalis utuh

I Proses terbatas pada servks walaupun ada perluasan ke korpus uteri

I a Karsinoma mikro invasif, bila membran basalis sudah rusak dan sel tumor

sudah stroma tidak > 3 mm, dan sel tumor tidak tedapat didalam pembuluh

limfe atau pembuluh darah.

I b Secara klinis tumor belum tampak sebagai karsinoma, tetapi pada pemeriksaan

histologi ternyata sel tumor telah mengadakan invasi stroma melebihi Ia

II Proses keganasan telah keluar dari serviks dan menjalar 2/3 bagian atas vagina

dan parametrium, tetapi tidak sampai dinding panggul

II a Penyebaran hanya ke vagina, parametrium masih bebas dari infitrat tumor

II b Penyebaran ke parametrum, uni atau bilateral, tetapi belum sampai dinding

panggul

III a Penyebaran sampai ½ bagian distal vagina, sedang parametrium tidak

dipersoalkan asal tidak sampai dinding panggul.

III b Penyebaran sudah sampai dinding panggul, tidak ditemukan daerah infiltrat

antara tumor dengan dinding panggul.

IV Proses keganasan telah keluar dari panggul kecil dan melibatkan mokusa

rektum dan atau vesika urinaria atau telah bermetastasi keluar panggul

ketempat yang jauh

IV a Proses sudah sampai mukosa rektum dan atau vesika urinaria atau sudah keluar

7

Page 5: BAB II

dari pangul kecil, metastasi jauh belum terjadi

IV b Telah terjadi metastasi jauh.

F. Tanda dan Gejala

1. Perdarahan : Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang

perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal

perdarahan terjadi lambat.

2. Keputihan yang berbau dan tidak gatal : Biasanya menyerupai air, kadang-kadang

timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan

keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

3. Cepat lelah

4. Kehilangan berat badan

5. Anemia

G. Manifestasi Klinis

Dari anamnesis didapatkan keluhan metroragi, keputihan warna putih atau puralen

yang berbau dan tidak gatal, perdarahan pascakoitus, perdarahan spontan, dan bau

busuk yang khas. Dapat juga ditemukan keluhan cepat lelah, kehilangan berat badan,

dan anemia. Pada pemeriksaan fisik serviks dapat teraba membesar, ireguler, terraba

lunak. Bila tumor tumbuh eksofitik maka terlihat lesi pada porsio atau sudah sampai

vagina. Diagnosis harus dipastikan dengan pemeriksaan histologi dan jaringan yang

diperoleh dari biopsi.

H. Prognosis

Karsinoma serviks yang tidak dapat diobati atau tidak memberikan respons

terhadap pengobatan 95% akan mengalami kematian dalam 2 tahun setelah timbul

gejala. Pasien yang menjalani histerektomi dan memiliki rasio tinggi terjadinya

rekurensi harus terus diawasi karena lewat deteksi dini dapat diobati dengan

radioterapi. Setelah histerektomi radikal, terjadinya 80% rekurensi dalam 2 tahun.

8

Page 6: BAB II

I. Pemeriksaan Penunjang

Ø Sitologi, dengan cara tes pap

Tes Pap : Tes ini merupakan penapisan untuk mendeteksi infeksi HPV dan prakanker

serviks. Ketepatan diagnostik sitologinya 90% pada displasia keras (karsinoma in situ)

dan 76% pada dysplasia ringan / sedang. Didapatkan hasil negatif palsu 5-50%

sebagian besar disebabkan pengambilan sediaan yang tidak adekuat. Sedangkan hasil

positif palsu sebesar 3-15%.

Kolposkopi

Servikografi

Pemeriksaan visual langsung

Gineskopi

Pap net (Pemeriksaan terkomputerisasi dengan hasil lebih sensitive)

J. Penatalaksaan Medis

Tingkat Penatalaksaan

0

I a

I b dan II a

II b , III dan IV

IV a dan IV b

Biopsi kerucut

Histerektomi trasnsvaginal

Biopsi kerucut

Histerektomi trasnsvaginal

Histerektomi radikal dengan limfadenektomi panggul dan

evaluasi kelenjar limfe paraorta (bila terdapat metastasis

dilakukan radiologi pasca pembedahan)

Histerektomi transvaginal

Radioterapi

Radiasi paliatif

Kemoterapi

KONSEP ASUHAN KEPERAWTAN

A. Pengkaijan

1. Identitas klien.

2. Keluhan utama.

Perdarahan dan keputihan

3. Riwayat penyakit sekarang9

Page 7: BAB II

Klien datang dengan perdarahan pasca coitus dan terdapat keputihan yang berbau

tetapi tidak gatal. Perlu ditanyakan pada pasien atau keluarga tentang tindakan yang

dilakukan untuk mengurangi gejala dan hal yang dapat memperberat, misalnya

keterlambatan keluarga untuk memberi perawatan atau membawa ke Rumah Sakit

dengan segera, serta kurangnya pengetahuan keluarga.

4. Riwayat penyakit terdahulu.

Perlu ditanyakan pada pasien dan keluarga, apakah pasien pernah mengalami hal

yang demikian dan perlu ditanyakan juga apakah pasien pernah menderita penyakit

infeksi.

5. Riwayat penyakit keluarga

Perlu ditanyakan apakah dalam keluarga ada yang menderita penyakit seperti ini

atau penyakit menular lain.

6. Riwayat psikososial

Dalam pemeliharaan kesehatan dikaji tentang pemeliharaan gizi di rumah dan

agaimana pengetahuan keluarga tentang penyakit kanker serviks.

B. Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi

• Perdarahan

• keputihan

2. palpasi

• nyeri abdomen

• nyeri punggung bawah

C. Pemeriksaan Dignostik

1. Sitologi/Pap Smear

Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.

Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.

2. Schillentest

Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat

yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan

berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.

3. Koloskopi

10

Page 8: BAB II

Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan

dibesarkan 10-40 kali.

Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk

melakukan biopsy.

Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang

kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.

4. Kolpomikroskopi

Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali

5. Biopsi

Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.

6. Konisasi

Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel

gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada

serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

D. Terapi

1. Irradiasi

• Dapat dipakai untuk semua stadium

• Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk

• Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.

2. Dosis

Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks

3. Komplikasi irradiasi

• Kerentanan kandungan kencing

• Diarrhea

• Perdarahan rectal

• Fistula vesico atau rectovaginalis

4. Operasi

• Operasi Wentheim dan limfatektomi untuk stadium I dan II

• Operasi Schauta, histerektomi vagina yang radikal

5. Kombinasi

• Irradiasi dan pembedahan

11

Page 9: BAB II

Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya

vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami

kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah

penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.

6. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 %

dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-

10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

E. Diagnosa Keperawatan

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan

muntah.

3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi

4. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.

5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan

pemberian kemoterapi.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi

genokologis dan prognosis yang tak menentu.

7. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker

terhadap peran pasien dalam keluarga.

8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubbungan dengan

terbatasnya informasi.

F. Intervensi

1. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan anemia trombositopenia .

Tujuan: Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya

komplikasi perdarahan.

Intervensi :

Kolaborasi dalam pemeriksaan hematokrit dan Hb serta jumlah trombosit.

Berikan cairan secara cepat.

Pantau dan atur kecepatan infus.

Kolaborasi dalam pemberian infus

12

Page 10: BAB II

2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual dan

muntah.

Tujuan: Masukan yang adekuat serta kalori yang mencukupi kebutuhan tubuh.

Intervensi:

Kaji adanya pantangan atau adanya alergi terhadap makanan tertentu.

Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian menu yang sesuai dengan diet

yang ditentukan.

Pantau masukan makanan oleh klien.

Anjurkan agar membawa makanan dari rumah jika dipelukan dan sesuai dengan

diet.

Lakukan perawatan mulut sebelum makan sesuai ketentuan.

3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan imunosupresi

Tujuan: Potensial infeksi menurun dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi.

Intervensi :

Pantau tanda vital setiap 4 jam atau lebih sering bila diperlukan.

Tempatkan pasien pada lokasi yang tersedia.

Bantu pasien dalam menjaga hygiene perorangan

Anjurkan pasien beristirahat sesuai kebutuhan.

Kolaborasi dalam pemeriksaan kultur dan pemberian antibiotika.

4. Resiko tinggi terhaap cedera berhubungan dengan trombositopenia.

Tujuan: Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan

Intervensi :

Kolaborasi dengan petugas laboratorium untuk pemeriksaan darah lengkap (Hb

dan Trombosit)

Lakukan tindakan yang tidak menyebabkan perdarahan.

Observasi tanda-tanda perdarahan.

Observasi tanda-tanda vital.

Kolaborasi dalam tindakan transfusi TC ( Trombosit Concentrated)

13

Page 11: BAB II

5. Inteloransi aktifitas berhubungan dengan keletihan sekunder akibat anemia dan

pemberian kemoterapi.

Tujuan: Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.

Intervensi:

Kaji pola istirahat serta adanya keletihan pasien.

Anjurkan kepada pasien untuk mempertahan pola istirahat atau tidur sebanyak

mungkin dengan diimbangi aktifitas.

Bantu pasien merencanakanaktifitas berdasarkan pola istirahat atau keletihan

yang dialami.

Anjurkan kepada klien untuk melakukan latihan ringan.

Observasi kemampuan pasien dalam malakukan aktifitas.

6. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan diagnosa malignansi

genokologis dan prognosis yang tak menentu.

Tujuan: Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat

dapat diatasi.

Intervensi:

Gunakan pendekatan yang tenang dan cipakan suasana lingkungan yang

kondusif.

Evaluasi kempuan pasien dalam mengambil keputusan

Dorong harapan yang realistis.

Dukung penggunaan mekanisme pertahanan diri yang sesuai.

Berikan dorongan spiritual.

7. Perubahan konsep diri (peran) berhubungan dengan dampakdiagnosis kanker

terhadap peran pasien dalam keluarga.

Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap

perannya dan mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.

Intervensi :

Bantu pasien untuk mengedintifikasi peran yang bisa dilakukan didalam

keluarga dan komunitasnya.

Bantu pasien untuk mengidentifikasi perubahan fisik yang spesifik yang

dibutuhkan sehubungan dengan penyakitnya.

14

Page 12: BAB II

Diskusikan dengan keluarga untuk berkompensasi terhadap perubahan peran

anggota yang sakit.

8. Kurang pengetahuan tentang penatalaksanaan pengobatan berhubungan dengan

terbatasnya informasi.

Tujuan : Pasien dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari

pemberian terapi.

Intervensi:

Baringkan pasien diatas tempat tidur.

Kaji kepatenan kateter abdomen.

Observasi tentang reaksi yang dialami pasien selama pengobatan

Jelaskan pada pasien efek yang mungkin dapat terjadi.

G. Evaluasi

Hasil yang diharapkan dari tindakan keperawatan adalah :

1. Mampu mengenali dan menangani anemia pencegahan terhadap terjadinya

komplikasi perdarahan.

2. Kebutuhan Nutrisi dan Kalori pasein tercukupi kebutuhan tubuh

3. Tidak ada tanda-tanda infeksi

4. Pasien bebas dari perdarahan dan hipoksis jaringan

5. Pasien mampu mempertahankan tingkat aktifitas yang optimal.

6. Ansietas, kekuatiran dan kelemahan menurun sampai dengan pada tingkat dapat

diatasi.

7. Pasien dapat mengungkapkan dampak dari diagnosa kanker terhadap perannya dan

mendemontrasikan kemampuan untuk menghadapi perubahan peran.

8. Pasein dapat mengungkapkan perencanaan pengobatan tujuan dari pemberian terapi

15

Page 13: BAB II

2.2 ASKEP CA OVARIUM

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian

Kanker Indung telur atau Kanker ovarium adalah tumor ganas pada ovarium (indung

telur) yang paling sering ditemukan pada wanita berusia 50 – 70 tahun. Kanker

ovarium bisa menyebar ke bagian lain, panggul, dan perut melalui sistem getah bening

dan melalui sistem pembuluh darah menyebar ke hati dan paru-paru.

Kanker ovarium sangat sulit didiagnosa dan kemungkinan kanker ovarium ini

merupakan awal dari banyak kanker primer. (Wingo, 1995)

B. Etiologi

Penyebab kanker ovarium belum diketahui secara pasti. Akan tetapi banyak teori yang

menjelaskan tentang etiologi kanker ovarium, diantaranya:

1. Hipotesis incessant ovulation

Teori menyatakan bahwa terjadi kerusakan pada sel-sel epitel ovarium untuk

penyembuhan luka pada saat terjadi ovulasi. Proses penyembuhan sel-sel epitel

yang terganggu dapat menimbulkan proses transformasi menjadi sel-sel tumor.

2. Hipotesis androgen

Androgen mempunyai peran penting dalam terbentuknya kanker ovarium. Hal ini

didasarkan pada hasil percobaan bahwa epitel ovarium mengandung reseptor

androgen. Dalam percobaan in-vitro, androgen dapat menstimulasi pertumbuhan

epitel ovarium normal dan sel-sel kanker ovarium.

C. Faktor Risiko

1. Diet tinggi lemak

2. Merokok

3. Alkohol

16

Page 14: BAB II

4. Penggunaan bedak talk perineal

5. Riwayat kanker payudara, kolon, atau endometrium

6. Riwayat keluarga dengan kanker payudara atau ovarium

7. Nulipara

8. Infertilitas

9. Menstruasi dini

10. Tidak pernah melahirkan

 

D. Tanda & Gejala

Gejala umum bervariasi dan tidak spesifik. Pada stadium awal berupa :

1. Haid tidak teratur

2. Ketegangan menstrual yang terus meningkat

3. Menoragia

4. Nyeri tekan pada payudara

5. Menopause dini

6. Rasa tidak nyaman pada abdomen

7. Dispepsia

8. Tekanan pada pelvis

9. Sering berkemih

10. Flatulenes

11. Rasa begah setelah makan makanan kecil

12. Lingkar abdomen yang terus meningkat

E. Stadium

Stadium kanker ovarium primer menurut FIGO (Federation

InternationalofGinecologies and Obstetricians ) 1987, adalah :

STADIUM I –> pertumbuhan terbatas pada ovarium

1. Stadium 1a : pertumbuhan terbatas pada suatu ovarium, tidak ada asietas yang berisi

sel ganas, tidak ada pertumbuhan di permukaan luar, kapsul utuh.

2. Stadium 1b : pertumbuhan terbatas pada kedua ovarium, tidak asietas, berisi sel

ganas, tidak ada tumor di permukaan luar, kapsul intak.

17

Page 15: BAB II

3. Stadium 1c : tumor dengan stadium 1a dan 1b tetapi ada tumor dipermukaan luar atau

kedua ovarium atau kapsul pecah atau dengan asietas berisi sel ganas atau dengan

bilasan peritoneum positif.

STADIUM II –> Pertumbuhan pada satu atau dua ovarium dengan perluasan ke panggul

1. Stadium 2a : perluasan atau metastasis ke uterus dan atau tuba

2. Stadium 2b : perluasan jaringan pelvis lainnya

3. Stadium 2c : tumor stadium 2a dan 2b tetapi pada tumor dengan permukaan satu atau

kedua ovarium, kapsul pecah atau dengan asitas yang mengandung sel ganas dengan

bilasan peritoneum positif.

 

STADIUM III –> tomor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant di

peritoneum di luar pelvis dan atau retroperitoneal positif. Tumor terbatas dalam pelvis

kecil tetapi sel histologi terbukti meluas ke usus besar atau omentum.

1. Stadium 3a : tumor terbatas di pelvis kecil dengan kelenjar getah bening negatif

tetapi secara histologi dan dikonfirmasi secara mikroskopis terdapat adanya

pertumbuhan (seeding) dipermukaan peritoneum abdominal.

2. Stadium 3b : tumor mengenai satu atau kedua ovarium dengan implant

dipermukaan peritoneum dan terbukti secara mikroskopis, diameter melebihi 2 cm,

dan kelenjar getah bening negativ.

3. . Stadium 3c : implant di abdoment dengan diameter > 2 cm dan atau kelenjar getah

bening retroperitoneal atau inguinal positif.

STADIUM IV –> pertumbuhan mengenai satu atau kedua ovarium dengan metastasis

jauh. Bila efusi pleura dan hasil sitologinya positif dalam stadium 4, begitu juga

metastasis ke permukaan liver.

 

F. Penegakan Diagnosa Medis

Sebagian besar kanker ovarium bermula dari suatu kista. Oleh karena itu, apabila pada

seorang wanita ditemukan suatu kista ovarium harus dilakukan pemeriksaan lebih lanjut

untuk menentukan apakah kista tersebut bersifat jinak atau ganas (kanker ovarium).

Ciri2 kista yang bersifat ganas yaitu pada keadaan :

 

Kista cepat membesar

Kista pada usia remaja atau pascamenopaus.

18

Page 16: BAB II

Kista dengan dinding yang tebal dan tidak berurutan

Kista dengan bagian padat

Tumor pada ovarium

Pemeriksaan lanjutan untuk memperkuat dugaan ke arah kanker ovarium seperti :

USG dengan Doppler untuk menentukan arus darah

Jika diperlukan, pemeriksaan CT-Scan/ MRI

Pemeriksaan tumor marker seperti Ca-125 dan Ca-724, beta – HCG dan

alfafetoprotein

Semua pemeriksaan diatas belum bisa memastikan diagnosis kanker ovarium,

akan tetapi hanya sebagai pegangan untuk melakukan tindakan operasi.

G. Penatalaksanaan

Sebagian besar kanker ovarium memerlukan pengobatan dengan kemoterapi. Hanya

kanker ovarium stadium awal saja (stadium 1a dan 1b dengan derajat diferensiasi sel

yang baik/sedang) yang tidak memerlukan kombinasi pengobatan. Kemoterapi

diberikan sebanyak 6 seri dengan interval 3 – 4 minggu sekali dengan melakukan

pemantauan terhadap efeh samping kemoterapi secara berkala terhadap sumsum tulang,

fungsi hati, fungsi ginjal, sistem saluran cerna, sistem saluran cerna, sistem saraf dan

sistem kardiovaskuler.

Penatalaksanaan yang sesuai dengan stadium yaitu :

Operasi (stadium awal)

Kemoterapi (tambahan terapi pada stadium awal)

Radiasi (tambahan terapi untuk stadium lanjut

H. Asuhan Keperwatan

1. Pengkajian

1. Data diri klien

Data biologis/fisiologis –> keluhan utama, riwayat keluhan utama

1. Riwayat kesehatan masa lalu

2. Riwayat kesehatan keluarga

3. Riwayat reproduksi –> siklus haid, durasi haid

4. Riwayat obstetric –> kehamilan, persalinan, nifas, hamil

5. Pemeriksaan fisik

19

Page 17: BAB II

6. Data psikologis/sosiologis–> reaksi emosional setelah penyakit diketahui

2. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut b.d agen cidera biologi

2. Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam penampilan fungsi dan

peran

3. Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau fungsi

tubuh, perubahan kadar hormone

4. Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru karena desakan

diafragma, bendungan cairan pleura

3.Tujuan dan Intervensi

Diagnosa 1 : Nyeri akut b.d agen cidera biologi

Defenisi : Pengalaman emosional dan sensori yang tidak menyenangkan yang

muncul dari kerusakan jaringan secara secara aktual dan potensial atau menunjukkan

adanya kerusakan. Serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai

berat yang diantisipasi atau diprediksi durasi nyeri kurang dari 6 bulan.

Batasan Karakteristik :

Melaporkan nyeri secara  verbal dan non verbal

Tingkah laku berhati hati

Muka topeng

Gangguan tidur

Fokus pada diri sendiri

Fokus menyempit (penurunan persepsi waktu,kerusakan proses berfikir,penurunan

interaksi dengan orang dan lingkungan)

Tingkah laku distraksi(jalan jalan, menemui orang,aktifitas berulang )

Respon otonom(diaphoresis, perubahan tekanan darah ,perubahan napas

nadi,dilatasi pupil)

Perubahan otonom dalm dalam tonus otot (dalam rentang lemah ke kaku)

Tingkah laku ekspresif(gelisah merintih,menangis,waspada iritabel,napas panjang

mengeluh

Perubahan dalam nafsu makan

Fakta dari observasi

20

Page 18: BAB II

Faktor yang Berhubungan :

Agen injuri (biologis, kimia, fisik, psikologis)

NOC:

Pain level

Pain control

Comfort level

Intervensi :

Manajemen nyeri

Pemberian Analgesik

Pemberian obat penenang

NIC

MANAJEMEN NYERI

Defenisi: pengurangan rasa nyeri serta peningkatan kenyamanan yang bisa diterima

oleh pasien

Aktivitas:

Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi, karakteristik,

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.

Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak bisa

mengkomunikasikannya secara efektif

Pastikan pasien mendapatkan perawatan  dengan analgesic

Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan

pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri

Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri

Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,

aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan melakukan

tanggung jawab sehari-hari)

Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang

mengakibatkan cacat

Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai efektifitas

pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan

Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.

21

Page 19: BAB II

Gunakan metoda penilaian yang berkembang untuk memonitor perubahan nyeri

serta mengidentifikasi faktor aktual dan potensial dalam mempercepat

penyembuhan

Tentukan tingkat kebutuhan pasien yang dapat memberikan kenyamanan pada

pasien dan rencana keperawatan

Menyediakan informasi tentang nyeri, contohnya penyebab nyeri, bagaimana

kejadiannya, mengantisipasi ketidaknyamanan terhadap prosedur

Kontrol faktor lingkungan  yang dapat menimbulkan ketidaknyamanan pada pasien

(suhu ruangan, pencahayaan, keributan)

Mengurangi atau menghapuskan faktor-faktor  yang mempercepat atau

meningkatkan nyeri (spt:ketakutan, fatique, sifat membosankan, ketiadaan

pengetahuan)

Mempertimbangkan kesediaan pasien dalam berpartisipasi, kemampuannya dalam

berpartisipasi, pilihan yang digunakan, dukungan lain dalam metoda, dan

kontraindikasi dalam pemilihan strategi mengurangi nyeri

Pilihlah variasi dari ukuran pengobatan (farmakologis, nonfarmakologis, dan

hubungan atar pribadi) untuk mengurangi nyeri

Pertimbangkan tipe dan sumber nyeri ketika memilih metoda mengurangi nyeri

Mendorong pasien dalam memonitor nyerinya sendiri

Ajari untuk menggunakan tehnik non-farmakologi (spt: biofeddback, TENS,

hypnosis, relaksasi, terapi musik, distraksi, terapi bermain, acupressure, apikasi

hangat/dingin, dan pijatan ) sebelum, sesudah dan jika memungkinkan, selama

puncak nyeri , sebelum nyeri terjadi atau meningkat, dan sepanjang nyeri itu masih

terukur.

Kolaborasikan dengan pasien dan tenaga kesehatan lainnya untuk memilih dan

mengimplementasikan metoda dalam mengatasi nyeri secara non-farmakologi.

Menyediakan analgesic yang dibutuhkan dalam mengatasi nyeri

Menggunakan Patient-Controlled Analgesia (PCA)

Gunakan cara mengontrol nyeri sebelum menjadi menyakitkan (puncak nyeri)

Pengobatan sebelum beraktivitas untuk meningkatkan partisipasi , tapi evaluasi

resiko pemberian obat penenang

Pastikan pretreatmen strategi analgesi dan/ non-farmakologi sebelum prosedur

nyeri hebat

22

Page 20: BAB II

Kaji tingkat ketidaknyamanan bersama pasien, catat perubahan dalam catatan

medis dan informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain

Evaluasi efektifitas metoda yang digunakan dalam mengontrol nyeri secara

berkelanjutan

Modifikasi metode kontrol nyeri sesuai dengan respon pasien

Anjurkan untuk istirahat/tidur yang adekuat untuk mengurangi nyeri

Dorong pasien untuk mendiskusikan pengalamannya terhadap nyeri

Beritahu dokter jika metoda yang digunakan tidak berhasil atau jika ada komplain

dari pasien mengenai metoda yang diberikan

Informasikan kepada tenaga kesehatan yang lain/anggota keluarga tentang

penggunaan terapi non-farmakologi yang akan digunakan oleh pasien

Gunakan pendekatan dari berbagai disiplin ilmu dalam manajemen nyeri

Mempertimbangkan pasien, keluarga, dan hal lain yang mendukung dalam proses

manajemen nyeri

Menyediakan informasi yang akurat untuk meningkatkan pengetahuan keluarga

terhadap respon nyeri

Menyertakan keluarga dalam mengembangkan metoda mengatasi nyeri

Monitor kepuasan pasien terhadap manajemen nyeri ynag diberikan dalam interval yang

ditetapkan.

PEMBERIAN ANALGESIC

Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi nyeri

Akatifitas:

Menentukan lokasi , karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati

pasien

Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan

analgesic

Cek riwayat alergi obat

Mengevaluasi kemampuan pasien dalam  pemilihan obat penghilang sakit, rute, dan

dosis, serta melibatkan pasien dalam pemilihan tersebut

Tentukan jenis analgesic yang digunakan (narkotik, non narkotik atau NSAID)

berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.

Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.

23

Page 21: BAB II

Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan, jika

mungkin

Hindari pemberian narkotik dan obat terlarang lainnya, menurut agen protokol

Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama

atau jika ada catatan luar biasa.

Memberikan perawatan yang dibutuhkan dan aktifitas lain yang memberikan efek

relaksasi sebagai respon dari analgesi

Cek pemberian analgesic selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri

tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan

Set harapan positif mengenai efektivitas obat analgesic untuk mengoptimalkan

respons pasien

Mengurus adjuvant analgesic dan/atau pengobatan ketika memerlukan tindakan

tanpa rasa sakit

Mempertimbangkan penggunaan infus secara terus menerus, baik sendiri atau

bersama dengan pil opioids, untuk memelihara tingkatan serum

Lakukan tindakan pengamanan pada pasien dengan obat analgesic narkotik

Instruksikan untuk menggunakan pengobatan PRN sebelum nyeri bertambah

Menginformasikan individu yang mendapatkan analgesic narkotika,bahwa pasien

akan merasa mengantuk hingga 2 sampai 3 hari kemudian kembali normal

Mengkaji pengetahuan pasien atau anggota keluarga mengenai analgesic, terutama

sekali opioids(karena resiko kecanduan tinggi)

Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis

awal, pengamatan juga diakukan melihat adanya tanda dan gejala buruk atau tidak

menguntungkan ( berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut

kering dan konstipasi)

Dokumentasikan respon pasien tentang analgesic, catat efek yang merugikan

Mengevaluasi dan mendokumentasikan tingkat pemberian obat penenang pada

pasien yang menerima opioids

Tindakan pesawat untuk mengurangi efek merugikan dari analgesic (contoh :

konstipasi dan iritasi lambung)

Kolaborasikan dengan dokter jika terjadi perubahan obat, dosis, rute pemberian,

atau interval, serta membuat rekomendasi spesifik berdasar pada prinsip

equianalgesic

24

Page 22: BAB II

Mengajari tentang penggunaan analgesic, strategi ke menurunkan efek samping,

dan harapan untuk keterlibatan dalam membuat keputusan dalam manajemen nyeri

Diagnosa 2 : Perubahan citra tubuh dan harga diri b.d perubahan dalam

penampilan fungsi dan peran

Tujuan : Klien dapat memperbaiki persepsi citra tubuh dan harga dirinya.

Intervensi :

Kaji perasaan klien tentang citra tubuh dan tingkat harga diri

Berikan dorongan untuk keikutsertaan kontinyu dalam aktifitas dan pembuatan

keputusan

Berikan dorongan pada klien dan pasangannya untuk saling berbagi kekhawatiran

tentang perubahan fungsi seksual dan menggali alternatif untuk ekspresi seksual yang

lazim

Diagnosa 3 : Resiko tinggi terhadap disfungsi seksual b.d perubahan struktur atau

fungsi tubuh, perubahan kadar hormon

Tujuan : -KLien menyatakan paham tentang perubahan struktur dan fungsi seksual.

– Mengidentifikasi kepuasan/ praktik seksual yang diterima dan beberapa alternatif cara

mengekspresikan keinginan seksual

Intervensi:

Mendengarkan pernyataan klien dan pasangan

Diskusikan sensasi atau ketidaknyamanan fisik, perubahan pada respons individu

Kaji informasi klien dan pasangan tentang anatomi/ fungsi seksual dan pengaruh

prosedur pembedahan

Identifikasi faktor budaya/nilai budaya

Bantu klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka

Dorong klien untuk menyadari atau menerima tahap berduka

Dorong klien untuk berbagi pikiran/masalah dengan orang terdekatnya

Berikan solusi masalah terhadap masalah potensial. ex : menunda koitus seksual

saat kelelahan

 

25

Page 23: BAB II

Diagnosa  4:Ketidakefektifan pola nafas b/d penurunan ekspansi paru karena

desakan diafragma, bendungan cairan pleura

Defenisi: inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak menyediakan ventilasi yang adekuat

NOC

1. Status Respirasi : Ventilasi

Defenisi : Pergerakan udara masuk dan keluar dari paru

Indikator

Rata-rata Pernafasan  dalam rentang yang diharapkan

Irama pernafasan dalam rentang yang diharapkan

Kedalaman pernafasan

Ekspansi dada yang simetris

Mudah bernafas

Pengeluaran sputum keluar dari jalan nafas

Keadekuatan vocal

Ekpulsi udara

Tidak ada penggunaan otot-otot bantu pernafasan

Tidak ada bunyi nafas

Tidak ada retraksi dada

Tidak ada nafas pendek

Auskultasi bunyi pernafasan dalam rentang yang diharapkan

Tidak ada dipnea

2. Status Pernapasan: Kepatenan Jalan Napas

Definisi: Saluran trakheobronkial tetap terbuka

Indikasi

Demam tidak ada

Ansietas tidak ada

Sesak tidak ada

Frekuensi napas IER*

Irama napas IER

Keluaran sputum dari jalan napas

26

Page 24: BAB II

Tidak ada suara napas tambahan

3. Status tanda tanda vital

Defenisi : temperatur, nadi, dan tekanan darah berada dalam rentang normal

Indikator

Suhu

Frekuensi

Frekuensi

Frekuensi napas

TD sistolik

TD diastolik

NIC

1. Manajemen jalan nafas

Defenisi: memfasilitasi kepatenan jalan nafas

Aktivitas:

Buka jalan nafas, gunakan teknik chin lift atau jaw thrust (dagu diangkat atau

rahang ditinggikan) sesuai dengan kebutuhan

Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

Identifikasi kebutuhan pasien akan insersi jalan nafas actual

Masukkan jalan nafas melalui mulut atau nasofaring ,sesuai dengan kebutuhan

Lakukan fisioterapi dada sesuai dengan kebutuhan

Bersihkan secret dengan menganjurkan batuk atau dengan menggunakan

penghisapan

Dukung untuk bernafas pelan, dalam, berbalik, dan batuk

Instruksikan bagaimana batuk efektif

Berikan bronkodilator sesuai dengan kebutuhan

Berikan pengobatan aerosol sesuai dengan kebutuhan

Atur posisi untuk mengurangi dipsnea

Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan

2. pemantauan tanda-tanda vital

Defenisi: pengumpulan dan analisis data dari system kardiovaskuler, system

pernapasan, suhu tubuh untuk menentukan dan mencegah terjadinya komplikasi.

27

Page 25: BAB II

Aktifitas:

Monitor tekanan darah, denyut nadi, suhu tubuh dan status pernapasan

Catat arah dan luas ketidaktetapan tekanan darah.

Monitor tekanan darah ketika pasien berbaring,duduk, dan berdiri

Auskultasi tekanan darah dikedua lengan dan bandingkan.

Monitor tekanan darah, nadi, dan pernafasan sebelum, selama, dan sesudah

melakukan kegiatan.

Monitor adanya laporan tanda dan gejala dari hipotermi dan hipertermi.

Monitor jumlah dan kualitas denyut nadi.

Ambil denyut nadi apical dan radial secara bersamaan dan catat perbedaannya.

Monitor luas dan sempit tekanan darah.

Monitor irama dan kecepatan jantung.

Monitor pola pernafasan yang abnormal.

Monitor adanya sianosis.

28

Page 26: BAB II

2.3 MYOMA UTERI

A. Definisi

Myoma Uteri adalah : neoplasma jinak yang berasal dari otot uterus yang

disebut juga dengan Leiomyoma Uteri atau Uterine Fibroid.

Myoma Uteri umumnya terjadi pada usia lebih dari 35 tahun. Dikenal ada dua tempat

asal myoma uteri yaitu pada serviks uteri ( 2 % )dan pada korpus uteri ( 97 % ), belum

pernah ditemukan myoma uteri terjadi sebelum menarche.

B. Etiologi

Walaupun mioma uteri terjadi banyak tanpa penyebab, namun dari hasil

penelitian Miller dan Lipschultz yang mengutarakan bahwa terjadi mioma uteri

tergantung pada sel-sel otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya

dapat dirangsang, terus menerus oleh estrogen (Prawirohardjo, Sarwono 1994 ; 282 )

Lokalisasi Mioma Uteri

Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam

dinding uterus.

Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh kearah kavum uteri dan menonjol

dalam kavum itu.

Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh kearah luar dan menonjol pada

permukaan uterus.

C. Komplikasi

Pertumbuhan leimiosarkoma.

29

Page 27: BAB II

Mioma dicurigai sebagai sarcoma bila selama beberapa tahun tidak membesar,

sekonyong – konyong menjadi besar apabila hal itu terjadi sesudah menopause

Torsi (putaran tangkai )

Ada kalanya tangkai pada mioma uteri subserosum mengalami putaran. Kalau proses

ini terjadi mendadak, tumor akan mengalami gangguan sirkulasi akut dengan nekrosis

jaringan dan akan tampak gambaran klinik dari abdomenakut.

Nekrosis dan Infeksi

Pada myoma subserosum yang menjadi polip, ujung tumor, kadang-kadang dapat

melalui kanalis servikalis dan dilahirkan bari vagina, dalam hal ini kemungkinan

gangguan situasi dengan akibat nekrosis dan infeksi sekunder.

D. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Darah Lengkap

Haemoglobin : turun Albumin : turun

Lekosit : turun/meningkat

Eritrosit : turun

USG

Terlihat massa pada daerah uterus.

Vaginal Toucher

Didapatkan perdarahan pervaginam, teraba massa, konsistensi dan ukurannya.

Sitologi

Menentukan tingkat keganasan dari sel-sel neoplasma tersebut.,

Rontgen

Untuk mengetahui kelainan yang mungkin ada yang dapat menghambat tindakan

operasi.

ECG

Mendeteksi kelainan yang mungkin terjadi, yang dapat mempengaruhi tindakan

operasi.

Indikasi mioma uteri yang diangkat adalah mioma uteri subserosum bertangkai..

Pada mioma uteri yang masih kecil khususnya pada penderita yang mendekati masa

30

Page 28: BAB II

menopause tidak diperlukan pengobatan, cukup dilakukan pemeriksaan pelvic secara

rutin tiap tiga bulan atau enam bulan.

Adapun cara penanganan pada mioma uteri yang perlu diangkat adalah dengan

pengobatan operatif diantaranya yaitu dengan histerektomi dan umumnya dilakukan

histerektomi total abdominal.

Tindakan histerektomi total tersebut dikenal dengan nama Total Abdominal

Histerektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy ( TAH-BSO )

TAH – BSO adalah suatu tindakan pembedahan untuk mengangkat uterus,serviks,

kedua tuba falofii dan ovarium dengan melakukan insisi pada dinding, perut pada

malignant neoplasmatic desease, leymyoma dan chronic endrometriosis .

Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa TAH-BSO adalah suatu

tindakan pembedahan dengan melakukan insisi pada dinding perut untuk mengangkat

uterus, serviks,kedua tuba falopii dan ovarium pada malignant neoplastic diseas,

leymiomas dan chronic endometriosis.

E. Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah langkah awal dalam melakukan asuhan keperawatan secara

keseluruhan. Pengkajian terdiri dari tiga tahapan yaitu ; pengumpulan data,

pengelompakan data atau analisa data dan perumusan diagnose keperawatan

(Depkes RI, 1991 ).

2. Pengumpulan Data.

Pengumpulan data merupakan kegiatan dalam menghimpun imformasi (data-

data) dari klien. Data yang dapat dikumpulkan pada klien sesudah pembedahan

Total Abdominal Hysterektomy and Bilateral Salphingo Oophorectomy (TAH-

BSO ) adalah sebagai berikut :

Usia :

Mioma biasanya terjadi pada usia reproduktif, paling sering ditemukan pada usia 35

tahun keatas.

Makin tua usia maka toleransi terhadap nyeri akan berkurang

Orang dewasa mempunyai dan mengetahui cara efektif dalam menyesuaikan diri

terutama terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya akibat tindakan TAH-BSO.

31

Page 29: BAB II

3. Keluhan Utama

Keluhan yang timbul pada hampir tiap jenis operasi adalah rasa nyeri karena

terjadi torehant tarikan, manipulasi jaringan organ.Rasa nyeri setelah bedah

biasanya berlangsung 24-48 jam. Adapun yang perlu dikaji pada rasa nyeri tersebut

adalah :

Lokasi nyeri :

Intensitas nyeri , Waktu dan durasi, Kwalitas nyeri.

4. Riwayat Reproduksi

Haid

Dikaji tentang riwayat menarche dan haid terakhir, sebab mioma uteri tidak pernah

ditemukan sebelum menarche dan mengalami atrofi pada masa menopause

Hamil dan Persalinan

Kehamilan mempengaruhi pertubuhan mioma, dimana mioma uteri tumbuh cepat

pada masa hamil ini dihubungkan dengan hormon estrogen, pada masa ini

dihasilkan dalam jumlah yang besar.

Jumlah kehamilan dan anak yang hidup mempengaruhi psikologi klien dan

keluarga terhadap hilangnya oirgan kewanitaan.

5. Data Psikologi.

Pengangkatan organ reproduksi dapat sangat berpengaruh terhadap emosional klien

dan diperlukan waktu untuk memulai perubahan yang terjadi. Organ reproduksi

merupakan komponen kewanitaan, wanita melihat fungsi menstruasi sebagai

lambang feminitas, sehingga berhentinya menstruasi bias dirasakan sebgai

hilangnya perasaan kewanitaan.

Perasaan seksualitas dalam arti hubungan seksual perlu ditangani . Beberapa wanita

merasa cemas bahwa hubungan seksualitas terhalangi atau hilangnya kepuasan.

Pengetahuan klien tentang dampak yang akan terjadi sangat perlu persiapan

psikologi klien.

6. Status Respiratori

32

Page 30: BAB II

Respirasi bias meningkat atau menurun . Pernafasan yang ribut dapat terdengar

tanpa stetoskop. Bunyi pernafasan akibat lidah jatuh kebelakang atau akibat

terdapat secret. Suara paru yang kasar merupakan gejala terdapat secret pada

saluran nafas . Usaha batuk dan bernafas dalam dilaksalanakan segera pada klien

yang memakai anaestesi general.

7. Tingkat Kesadaran

Tingkat kesadaran dibuktikan melalui pertanyaan sederhana yang harus dijawab

oleh klien atau di suruh untuk melakukan perintah. Variasi tingkat kesadaran

dimulai dari siuman sampai ngantuk , harus di observasi dan penurunan tingkat

kesadaran merupakan gejala syok.

8. Status Urinari

Retensi urine paling umum terjadi setelah pembedahan ginekologi, klien yang

hidrasinya baik biasanya baik biasanya kencing setelah 6 sampai 8 jam setelah

pembedahan. Jumlah autput urine yang sedikit akibat kehilangan cairan tubuh saat

operasi, muntah akibat anestesi.

9. Status Gastrointestinal

Fungsi gastrointestinal biasanya pulih pada 24-74 jam setelah pembedahan,

tergantung pada kekuatan efek narkose pada penekanan intestinal. Ambulatori dan

kompres hangat perlu diberikan untuk menghilangkan gas dalam usus.

10. Diagnose Keperawatan

Gangguan Rasa nyaman (nyeri ) berhubungan dengankerusakan jaringan otot

dan system saraf yang di tandai dengan keluhan nyeri, ekpresi wajah

neyeringai.

Gangguan eleminasi miksi (retensi urine ) berhubungan dengantrauma

mekanik , manipulasi pembedahan adanya edema pada jaringan sekitar dan

hematom, kelemahan pada saraf sensorik dan motorik.

33

Page 31: BAB II

Gangguan konsep diri berhubungan dengankekawatiran tentang

ketidakmampuan memiliki anak, perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat

pada hubungan seksual .

Kurang pengetahuan tentang efek pembedahan dan perawatan selanjutnya

berhubungan dengansalah dalam menafsirkan imformasi dan sumber imformasi

yang kurang benar.

11. Rencana Tindakan

Intervensi keperawatan pada diagnose Gangguan rasa nyaman (nyeri)

berhubungan dengankerusakan jaringan otot an system saraf. :

Kaji tingkat rasa tidak nyaman sesuai dengan tingkatan nyeri.

Beri posisi fowler atau posisi datar atau miring kesalah satu sisi.

Ajarkan teknik releksasi seperti menarik nafas dalam, bimbing untuk

membayangkan sesuatu.Kaji tanda vital : tachicardi,hipertensi, pernafasan cepat.

Motivasi klien untuk mobilisasi didni setelah pembedahan bila sudah

diperbolehkan.

Laksanakan pengobatan sesuai indikasi seperti analgesik intravena.

Observasi efek analgetik (narkotik )

Obervasi tanda vital : nadi ,tensi,pernafasan.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan gangguan eleminasi miksi

(retensi urine ) berhubungan dengantrauma mekanis, manipulasipembedahan,

oedema jaringan setempat, hemaloma, kelemahan sensori dan kelumpuhan saraf.

Catat poal miksi dan minitor pengeluaran urine

Lakukan palpasi pada kandung kemih , observasi adanya ketidaknyamanan dan

rasa nyeri.

Lakukan tindakan agar klien dapat miksi dengan pemberian air hangat, mengatur

posisi, mengalirkan air keran.

Jika memakai kateter, perhatikan apakah posisi selang kateter dalam keadaan

baik, monitor intake autput, bersihkan daerah pemasangan kateter satu kali

dalamsehari, periksa keadaan selang kateter (kekakuan,tertekuk )

Perhatikan kateter urine : warna, kejernihan dan bau.

34

Page 32: BAB II

Kolaborasi dalam pemberian dalam pemberian cairan perperental dan obat obat

untuk melancarkan urine.

Ukur dan catat urine yang keluar dan volume residual urine 750 cc perlu

pemasangan kateter tetap sampai tonus otot kandung kemih kuat kembali.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Ganguan konsep diri

berhubungan dengankekawatiran tentang ketidakmampuan memiliki anak,

perubahan dalam masalah kewanitaan, akibat pada hubungan seksual.

Beritahu klien tentang sispa saja yang bisa dilakukan histerektomi dan anjurkan

klien untuk mengekpresikan perasaannya tentang histerektomi

Kaji apakah klien mempunyai konsep diri yang negatif.

Libatkan klien dalam perawatannya

Kontak dengan klien sesering mungkin dan ciptakan suasana yang hangat dan

menyenangkan.

Memotivasi klien untuk mengungkapkan perasaannya mengenai tindakan

pembedahan dan pengaruhnya terhadap diri klien

Berikan dukungan emosional dalam teknik perawatan, misalnya perawatan luka

dan mandi.

Ciptakan lingkungan atau suasana yang terbuka bagi klien untuk membicarakan

keluhan-keluhannya.

Intervensi keperawatan pada diagnose keperawatan Kurangnya pengetahuan

tentang perawatan luka operasi, tanda-tanda komplikasi, batasan aktivitas,

menopause, therapy hormon dan perawatan selanjutnya berhubungan

denganterbatasnya imformasi.

Jelaskan bahwa tindakan histerektomi abdominal mempunyi kontraindikasi yang

sedikit tapi membutuhkan waktu yang lama untuk puli, mengguanakan anatesi

yang banyak dan memberikan rasa nyeri yang sangat setelah operasi.

Jelaskan dan ajarkan cara perawatan luka bekas operasi yang tepat

Motivasi klien melakukan aktivitas sesuai kemampuan.

Jelaskan efek dari pembedahan terhadap menstruasi dan ovulasi

Jelaskan aktivitas yang tidak boleh dilakukan.

35

Page 33: BAB II

Jelaskan bahwa pengangkatan uterus secara total menyebabkan tidak bisa hamil

dan menstruasi

Jika klien memakai therapy estrogen maka ajari klien :

Bahwa estrogen itu biasanya diberikan dengan dosis renda, dengan sirklus

penggunaannya adalah selama 5 hari kemudian berhenti selama dua hari begitu

seterusnya sampai umur menopause.

Diskusi tentang rasional penggunaan therapy yaitu memberikan rasa sehatdan

mengurangi resiko osteoporosis

Jelaskan resiko penggunaan therapy

Ajarkan untuk melapor jika terjadi perubahan sikap ( depresi ), tan da

troboplebitis, retensi cairan berlebihan, kulit kuning,rasa mual/muntah, pusing

dan sakit kepala,rambut rontok, gangguan penglihatan,benjolan pada payudara.

F. Patofisiologi

36

HerediterPola HidupHormonal

Myoma SubserosumMyoma SubmukosumMyoma Intramural

Myoma Uteri

Informasi mengenai penyakit suhu tubuh

MassaPerdarahan pervagina

Tanda /Gejala

Anemia

HB Gangguan keseimbangan

cairan

Tindakan operasi

Cemas

Proses Infeksi/nekrosis

Page 34: BAB II

37

Pola Eliminasi Alvi

Syok Hipovolemik

Pola Eliminasi Urin

Konstipasi

Vesika Urinaria Rectum

Penekanan organ sekitar

Retensio Urin

Page 35: BAB II

38