BAB II
Transcript of BAB II
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Youth
Menurut UN (1995-2012), Youth adalah penduduk yang berusia 15-24
tahun. Sementara menurut UNESCO (1995-2012), youth adalah seseorang dalam
suatu perkumpulan yang heterogen dan berkembang secara konstan serta
mempunyai sifat “berjiwa muda” antar wilayah dan negara. Sehingga dari kedua
pengertian tersebut, terlihat bahwa pengertian youth masih kurang jelas karena
tidak hanya terbatasi menurut usia tetapi juga adanya sifat “berjiwa muda”.
Konsep dan definisi tersebut sedikit berbeda apabila dikelompokan berdasarkan
kategori yang lain.
Menurut Umar (2011), komposisi penduduk dapat digolongkan menurut
usia produktif dan angkatan kerja sebagaimana penggolongan yang dilakukan
oleh BPS bahwa struktur penduduk dibagi dalam (4) empat kategori yaitu; (1).
Usia kurang produktif 65 tahun ke atas, (2). Usia Produktif 50 – 64 Tahun, (3).
Usia Sangat Produktif 15 – 49 Tahun dan Usia tidak Produktif 0 – 14 Tahun.
Kemudian menurut Ihsan (2012), usia produktif merupakan tingkatan umur
dimana seseorang akan mampu menghasilkan produk maupun jasa, atau dengan
kata lain umur produktif merupakan umur dimana seseorang akan mampu bekerja
dengan baik. Dan menurut Sunday Infomation and Technology Education (SITE),
usia produktif yaitu seseorang yang berumur 18-23 tahun.
2.3 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) (2003-2005), PDRB merupakan
penjumlahan nilai seluruh pengeluaran akhir dikurangi dengan nilai todal impor.
PDRB secara jelas menggambarkan nilai tambah dari setiap hasil balas jasa
faktor-faktor produksi suatu barang dan jasa, menurut publikasi BPS kabupaten
Karo (2007-2011), PDRB merupakan jumlah nilai tambah atau jumlah nilai
barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha di suatu daerah
dalam suatu periode tertentu.
PDRB atas harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada tahun tertentu sebagai dasar (tahun 2000).
PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur
ekonomi, sedang PDRB atas dasar harga konstan digunakan untuk mengetahui
pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun.
2.4 Pengeluaran Konsumsi
Definisi konsumsi menurut Mankiw (2000) dalam Perkasa (2012)
“Konsumsi adalah barang atau jasa yang dibeli oleh rumah tangga konsumsi
terdiri dari barang tidak tahan lama (Non Durable Goods) adalah barang yang
habis dipakai dalam waktu pendek, seperti makanan dan pakaian. Kedua adalah
barang tahan lama (Durable Goods) adalah barang yang dimiliki usia panjang
seperti mobil, televisi, alat –alat elektronik, Ketiga, jasa (Services) meliputi
pekrjaan yang dilakukan untuk konsumen oleh individu dan perusahaan seperti
potong rambut dan berobat ke dokter”.
Sedikit berbeda dengan pengertian menurut BPS (2007), Pengeluaran
konsumsi rumah tangga terdiri dari semua pengeluaran atas pembelian barang dan
jasa dikurangi dengan hasil penjualan netto dari barang bekas. Selain itu,
pengeluaran konsumsi rumah tangga juga meliputi nilai barang dan jasa yang
dihasilkan untuk konsumsi sendiri seperti hasil kebun, peternakan, kayu bakar dan
biaya hidup lainnya serta barang-barang dan jasa. Lebih lanjut menurut Amelia
(2008), peningkatan pendapatan, pendidikan dan kemajuan teknologi serta
pengaruh globalisasi menyebabkan perlunya mewaspadai perilaku konsumsi
pangan penduduk terutama di kota besar. Selain itu juga terjadi perubahan yang
pesat di dalam kehidupan sosial budaya yang secara kualitatif dicirikan oleh
kehidupan yang lebih keras, sarat dengan kompetisi serta penuh dengan ancaman
dan stress. Konsumsi pangan yang tidak tetap dapat mengakibatkan masalah gizi
yaitu gizi lebih dan gizi kurang.
2.6 Hukum Engel
Menurut hasil penelitian Engel dalam Perkasa (2012) menyimpulkan
empat butir kesimpulan, yang kemudian dikenal dengan hukum Engel. Keempat
butir kesimpulanya yang dirumuskan adalah (1) Jika Pendapatan meningkat, maka
persentasi pengeluaran untuk konsumsi pangan semakin kecil. (2) Persentase
pengeluaran untuk konsumsi pakaian relatif tetap dan tidak tergantung pada
tingkat pendapatan. (3) Persentase pengeluaran konsumsi untuk pengeluaran
rumah relatif tetap dan tidak tergantung pada tingkat pendapatan. (4) Jika
pendapatan meningkat, maka persentase pengeluaran untuk pendidikan,
kesehatan, rekreasi, barang mewah, dan tabungan semakin meningkat.
2.7 Teknologi (IT)
Teknologi informasi adalah sperangkat alat yang membantu anda bekerja
dengan informasi dan melaksanakan tugas-tugas yang berhubungan dengan
pemrosesan informasi (Haag dan Keen, 1996). Teknologi informasi tidak hanya
terbatas pada teknologi computer (software dan hardware) yang digunakan untuk
memproses atau menyimpang informasi melainkan juga mencakup teknologi
komunikasi untuk mengirimkan informasi (Martin, 1999).
Selain itu, teknologi informasi adalah segala bentuk teknologi yang
diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam bentuk elektronis
(Lucas, 2000). Dan menurut William dan Sawyer (2003) adalah teknologi yang
menggabungkan komputasi (komputer) dengan jalur komunikasi berkecepatan
tinggi yang membawa data suara dan video.
2.8 Hubungan teknologi dan konsumsi
Menurut Prayitno dalam Ilyas (2001), teknologi adalah seluruh perangkat
ide dan metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan
tempat tertentu maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal tersebut
memperlihatkan adanya keterkaitan antara kebutuhan manusia yang serba
ekonomis dan praktis sehingga perlu adanya teknoogi yang mendukung uapaya
pemenuhan tersebut. Sedangkan menurut Madikanto (1993), teknologi adalah
suatu perilaku produk informasi dan praktik-praktik baru yang belum diketahui,
diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian warga masyarakat dalam
suatu lokasi tertentu dalam rangka mendorong terjadinya perubahan individu dan
atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Hal ini menyebabkan adanya
pengaruh langsung teknologi terhadap perubahan perilaku konsumsi manusia.
2.9 Pendapatan
Menurut BPS (2006), pendapatan merupakan balas jasa yang diterima oleh
faktor-faktor produksi dalam waktu tertentu. Selain itu, Balas jasa tersebut dapat
berupa sewa, upah atau gaji, bunga uang ataupun laba.
3.0 Penelitian Terdahulu
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan kajian
pola dan tingkat konsumsi youth :
1. Amelia (2008) dalam penelitiannya yang berjudul “Konsumsi Pangan,
Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Pada Remaja di Kota
Sungai Penuh Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi” dan menyimpulkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara konsumsi energi, protein, besi, kalsium,
dan fosfor contoh laki-laki dengan tingkat konsumsi energi, protein, besi,
kalsium, dan fosfor contoh perempuan. Selain itu, pengetahuan gizi tidak
berhubungan nyata dengan konsumsi pangan dan status gizi dengan
menggunakan analisis cross section dengan menggunakan alokasi sampel
secara purposive.
2. Muwakijah dan Dian (2008) dalam peneliannya yang berjudul “Faktor Risiko
yang Berhubungan dengan Obesitas pada Remaja” dengan menggunakan
metode Formulir Frekuensi Konsumsi Fast Food (FFK-FF) di SMA I Batik
Surakarta. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa risiko obesitas
remaja sebagai akibat dari pola konsumsi remaja dipengaruhi oleh tingkat
pendapatan orang tua dan besarnya uang saku ke sekolah.
3. Yasminia (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Perilaku Konsumen
Remaja Terhadap Makanan Tradisional Sunda di Bogor” dengan
menggunakan analisis korelasi dan asosiasi menyimpulkan bahwa faktor rasa,
kebersihan, harga, variasi makanan, penampakan menarik, mudah, praktis dan
cepat saji berpengaruh positif terhadap perilaku konsumen remaja terhadap
makanan tradisional Sunda. Selain itu perilaku konsumsi remaja tersebut juga
dipengaruhi oleh karakteristik sekolah, lama tinggal, suku daerah asal dan
pekerjaan orang tua.
3.1 Kerangka Pikir
Perkembangan teknologi dan peningkatan level pendapatan yang semakin
tinggi secara langsung akan meningkatkan pola dan tingkat konsumsi youth.
Perkembangan teknologi mendorong terciptanya efisiensi dalam penciptaan
produk dan menambah nilai guna suatu produk baik dalam bentuk barang (dalam
hal ini makanan) maupun jasa (jasa warnet, pariwisata, jasa sewa game dan lain-
lain). Pengaruh teknologi dalam menambah nilai suatu barang sangat
berhubungan dengan strategi pemasaran produk itu sendiri (sistem packing
produk) atau menambah kinerja suatu jasa (sistem game yang lebih canggih dan
variatif) sehingga pada akhirnya akan menarik minat beli youth (permintaan
meningkat).
Dari sisi youth, dengan level atau tingkat pendapatan yang meningkat
seiring dengan strategi pemasaran produk barang atau jasa yang semakin menarik
dan bervariasi secara langsung akan memengaruhi opportunity cost youth dalam
mengambil keputusan untuk mengkonsumsi barang (makanan atau non-makanan)
atau jasa sehingga hal tersebut dapat merubah perilaku atau pola yang
menggambarkan tingkat konsumsi mereka.
Gambar 1 Alur Kerangka Pikir
Teknologi
Pendapatan
Pola Konsumsi youth
Tingkat Konsumsi youth