BAB II

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Yang dimaksud dengan antena adalah perangkat yang berfungsi memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik atau gelombang radio. Dengan kata lain antena sebagai media peralihan antara ruang bebas (free space) dengan saluran transmisi, yaitu dari gelombang elektromagnetik menjadi energi listrik atau sebaliknya (Balanis, 2005:1). Untuk antena microwave, terutama pada frekuensi di atas 1 GHz penggunaan waveguide, antena planar, antena mikrostrip, dan antena cela akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat. Karena pada umumnya antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik, gain yang relatif tinggi. Jenis antena yang tersedia bisa bermacam-macam sesuai dengan keperluannya. Antena-antena VHF-UHF adalah yang dirancang untuk bisa bekerja sesuai dengan besar frekuensi bidang VHF-UHF. Yang termasuk jenis antena ini adalah Omni Diskon, antena berbentuk heliks

Transcript of BAB II

Page 1: BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Dasar Teori

Yang dimaksud dengan antena adalah perangkat yang berfungsi

memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik atau gelombang

radio. Dengan kata lain antena sebagai media peralihan antara ruang bebas (free

space) dengan saluran transmisi, yaitu dari gelombang elektromagnetik menjadi

energi listrik atau sebaliknya (Balanis, 2005:1).

Untuk antena microwave, terutama pada frekuensi di atas 1 GHz

penggunaan waveguide, antena planar, antena mikrostrip, dan antena cela

akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat. Karena pada umumnya

antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik, gain yang relatif

tinggi.

Jenis antena yang tersedia bisa bermacam-macam sesuai dengan

keperluannya. Antena-antena VHF-UHF adalah yang dirancang untuk bisa

bekerja sesuai dengan besar frekuensi bidang VHF-UHF. Yang termasuk jenis

antena ini adalah Omni Diskon, antena berbentuk heliks dan antena log periodik

juga termasuk jenis antena ini. Sedangkan antena terompet (horn antena) dan

antena dengan reflektor parabloid adalah termasuk antena-antena gelombang

mikro. Antena-antena jenis ini umumnya mempunyai ukuran pendek karena

dioperasikan pada frekuensi tinggi /sangat tinggi. Antena rombik (rhombik

antenna), antena V, dan antena-antena bukan resonansi. Hal ini karena

berdasarkan arus yang terdapat pada gelombang berjalan (traveling wave).

Page 2: BAB II

2.2 Parameter Dasar Antena

Parameter-parameter dasar antena sangat diperlukan pada perancangan

antena, yaitu sebagai dasar untuk menentukan bentuk fisik antena. Untuk

mengetahui performa atau karakteristik suatu antena, maka diperlukan

pengetahuan tentang parameter-parameter dasar antena. Beberapa parameter

penting yang akan dibahas antara lain adalah: pola radiasi, keterarahan

(directivity), gain, Return Loss, VSWR, impedansi input, bandwidth, dan

polarisasi.

2.2.1 Pola Radiasi

Pola radiasi antena didefinisikan “sebagai gambaran secara grafis dari

sifat-sifat radiasi suatu antena sebagai fungsi koordinat ruang”. Pola radiasi

ditentukan pada medan jauh dan digambarkan sebagai koordinat arah. Sifat-sifat

radiasi ini mencakup intensitas radiasi, kekuatan medan (field strenght), dan

polarisasi (Balanis 2005:27).

Pola radiasi ditentukan pada pola daerah medan jauh dan digambarkan

sebagai fungsi koordinat sepanjang radius konstan dan digambarkan dalam

koordinat ruang. Sifat-sifat radiasi meliputi intensitas radiasi, kuat medan, sudut

fasa dan polarisasi.

Pola radiasi juga menggambarkan daya yang diradiasikan per satuan sudut

ruang (solid angle). Pada antena isotropik daya dipancarkan kesegala arah dengan

intensitas yang sama. Jika daya yang diradiasikan oleh antena isotropik adalah P,

kemudian daya dipancarkan sejauh r maka besarnya kerapatan dayanya adalah

(Punit, 1990 : 15) :

Page 3: BAB II

Gambar 2.1 Pola radiasi antena directional

Sumber : Constantine A. Balanis, 2005:30

Bagian-bagian dari polaradiasi adalah sebagai berikut:

Half Power Beamwidth (HPBW) dapat didefinisikan sebagai sudut yang

terbentuk oleh titik setengah daya dari main lobe

Main Lobe : Bagian dari daerah radiasi dengan arah radiasi antena

maksimum

Minor lobe : Bagian ini menyatakan daerah radiasi yang tidak diinginkan.

Level dari minor lobe ini menyatakan besarnya rasio

kerapatan daya atau side lobe level

Back lobe : Bagian dari minor lobe yang berlawanan dengan main lobe

Side lobe : Bagian dari minor lobe yang bersebelahan dengan main lobe

Pada sistem komunikasi wireless, minor lobe sangat tidak diharapkan,

sehingga dalam perancangan antena yang baik, besarnya minor lobe harus

Page 4: BAB II

diperkecil. Pola radiasi antena dapat dihitung dengan perbandingan antara daya

pada sudut nol derajat (radiasi daya maksimum) dengan daya pada sudut tertentu.

Maka besarnya intensitas radiasi (P) dinyatakan (Balanis, 2005: 31)

P(dB )=10 logP0

PT

(dB)

P(dB )=10 log P0−10 log PT (2.1)

dengan :

P = Intensitas radiasi antena pada sudut tertentu (dB)

Po = Daya yang diterima pada sudut 0 derajat (watt)

PT = Daya yang diterima pada sudut tertentu (watt)

2.2.2 Keterarahan (Directivity)

Directivity sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara

intensitas radiasi antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata

kesegala arah. Keterarahan (Directivity) adalah kemampuan sebuah antena untuk

mengkonsentrasikan energinya pada satu arah pilihan. Radiator isotropik

mempunyai nilai keterarahan sama dengan satu, sehingga radiator isotropik dapat

pula disebut sebagai antena sempurna yang dapat meradiasikan energi yang sama

pada semua arah. Radiator ini digunakan sebagai antena referensi pada penentuan

keterarahan suatu antena. (Balanis, 2005:44) :

D0=10 log4 πUmax

Prad

(2.2)

dengan :

D0 = directivity (dB)

Page 5: BAB II

Umax = Intensitas radiasi maksimum (watt)

Prad = daya radiasi total (watt)

Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola radiasi antena

tersebut, semakin sempit main lobe maka keterarahannya semakin baik dibanding

main lobe yang lebih lebar. Nilai keterarahan jika dilihat dari pola radiasi sebuah

antena dinyatakan dengan Persamaan: (Balanis, 2005:51)

D0=10 log4 π (180

π )2

θHP .φHP (2.3)

D0=10 log

41252 .96125θHP . φHP (2.4)

dengan :

DdB = Keterarahan (directivity) (dB)

θHP = lebar berkas daya pada bidang horisontal ( 0 )

φHP = lebar berkas daya pada bidang vertikal ( 0 )

Page 6: BAB II

Gambar 2.2 : Bentuk pola radiasi dalam menghitung nilai directivity

Sumber : Balanis, 2005:52

2.2.3 Polarisasi

Polarisai antena pada suatu arah didefinisikan sebagai “polarisasi

gelombang yang diradiasikan bila antena sebagai pemancar atau polarisasi

gelombang datang yang menghasilkan daya terbesar pada terminal antena bila

antena sebagai penerima “ (Balanis 2005 : 70). Dengan kata lain, polarisasi

gelombang datang (incident wave) dari arah yang diberikan yang menghasilksn

daya maksimum pada terminal antena. Dalam praktek, polarisasi dari energi yang

diradiasikan berubah menurut arah antena, sehingga dengan pola yang berbeda

akan memungkinkan mempunyai polarisasi yang berbeda pula. Polarisasi antena

dibedakan menjadi tiga macam, yaitu polarisasi linier, polarisasi lingkaran, dan

polarissasi ellips.

Polarisasi suatu antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai polarisasi

gelombang yang diradiasikan bila antena sebagai pemancar, atau polarisasi

gelombang datang yang menghasilkan daya maksimum pada terminal-terminal

antena bila antena sebagai penerima (Balanis, 2005 :70-71). Polarisasi dari antena

Page 7: BAB II

tergantung oleh polarisasi vektor medan listrik yang diradiasikan. Dengan kata

lain, posisi dan arah dari medan listrik dengan referensi permukaan bumi atau

tanah menggambarkan bentuk polarisasi gelombang tersebut. Polarisasi dari

gelombang yang teradiasi, merupakan sifat-sifat gelombang elektromagnetik yang

menggambarkan perubahan arah dan nilai relatif vektor medan listrik sebagai

fungsi waktu.

Gambar 2.3 Polarisasi linear (vertikal)

Sumber : Punit S. Nakar, 2004:20

Jika vektor yang dilukiskan pada suatu titik sebagai fungsi dari waktu

selalu terarah pada suatu garis, gelombang ini dikatakan terpolarisasi linier. Bila

jejaknya berbentuk elips, maka terpolarisasi elips. Suatu keadaan khusus dari

polarisasi elips adalah polarisasi circular dan linier.

2.2.4 Penguatan (Gain)

Penguatan antena sangat erat hubungannya dengan keterarahan

(Directivity). Telah diketahui bahwa keterarahan adalah kemampuan antena untuk

mengkonsentrasikan energi pada arah tertentu di bandingkan kearah lain. Jika

antena memiliki efisiensi (ecd ) 100%, maka keterarahan akan sama dengan gain

antena dan akan menjadi radiator isotropis. Sehingga persamaan gain menjadi

(Punit, 2004 : 20) :

G (θ ,φ )=ecd D (θ ,φ ) (dBi) (2.5)

Page 8: BAB II

Gain mempunyai pengertian perbandingan daya yang dipancarkan oleh

sebuah antena dibandingkan dengan raditor isotropis. Secara fisik radiator

isotropik tidak ada, tetapi seringkali digunakan sebagai referensi untuk

menyatakan sifat-sifat keterarahan antena.

Penguatan daya antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai 4π kali

perbandingan intensitas radiasi dalam arah tersebut dengan daya yang diterima

oleh antena dari pemancar yang terhubung (Balanis, 1982 : 43). Apabila arahnya

tidak diketahui, penguatan daya biasanya ditentukan dalam arah radiasi

maksimum, gain dinyatakan (Stutzman, 1981 : 37) :

G=10 log4 πU m

Pin (dB) (2.6)

dengan :

G = penguatan antena (dB)

Um = intensitas radiasi antena (watt)

Pin = daya input yang diterima antena (watt)

λ0 = panjang gelombang yang merambat pada ruang bebas (m)

Pada pengukuran digunakan metode pembandingan (Gain-comparison

Method) atau gain transfer mode. Prinsip pengukuran ini adalah dengan

menggunakan antena referensi yang biasanya antena dipole standar yang sudah

diketahui nilai gainnya. Prosedur ini memerlukan 2 kali pengukuran yaitu

terhadap antena yang diukur dan terhadap antena referensi. Nilai gain absolut

isotropik dinyatakan sebagai:

GAUT (dBi )=Gref ( dBi )+10 log (W RX

W ref)

(2.7)

Page 9: BAB II

dengan :

GAUT = Gain antena yang diukur (dBi)

Gref = Gain antena referensi yang sudah diketahui (dBi)

WRX = Daya yang diterima antena yang diukur (dBm)

Wref = Daya yang diterima antena referensi (dBm)

2.2.5 Return Loss (RL)

Return loss adalah salah satu parameter digunakan untuk mengetahui

berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan.

RL adalah parameter seperti VSWR yang menentukan matching antara antena dan

transmitter. Koefisien pantul (reflection coefficient) adalah perbandingan antara

tegangan pantulan dengan tegangan maju (forward voltage). Antena yang baik

akan mempunyai nilai return loss dibawah -10 dB, yaitu 90% sinyal dapat

diserap, dan 10%-nya terpantulkan kembali. Koefisien pantul dan return loss

didefinisikan sebagai (Punit, 2004 : 19) :

Γ=V r

V i (2.8)

RL=−20 log Γ (dB) (2.9)

dengan :

Г = koefisien pantul

Vr = tegangan gelombang pantul (reflected wave)

Vi = tegangan gelombang datang (incident wave)

Page 10: BAB II

RL = Return Loss ( dB )

Untuk matching sempurna antara transmitter dan antena, maka nilai Г = 0

dan RL = ∞ yang berarti tidak ada daya yang dipantulkan, sebaliknya jika Г = 1

dan RL = 0 dB maka semua daya akan dipantulkan.

2.2.6 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)

Jika kondisi matching tidak tercapai, kemungkinan akan terjadi

pemantulan dan hal ini yang menyebabkab terjadinya gelombang berdiri (standing

waves). Dimana karakteristik ini disebut Voltage Standing Wave Ratio (VSWR).

Persamaan untuk menentukan besarnya VSWR adalah (Kraus, 1988: 833).

VSWR=1+|Γ|1−|Γ| (2.10)

Dari Persamaan (2.10) besarnya koefisien pantul (Г) menentukan besarnya

VSWR. Persamaan untuk koefisien pantul adalah (Punit, 2004: 18) :

Γ=V r

V i

=Z in−Zs

Z in+Zs (2.11)

dengan :

Γ = koefisien pantul

Zin = impedansi masukan antena

Zs = impedansi sumber

VSWR adalah pengukuran dasar dari matching impedansi antara

transmitter dan antena. Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula

mismatch, dan semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. 50 Ω

atau 75 Ω.

Page 11: BAB II

2.2.7 Impedansi Masukan (Input)

Impedansi masukan didefinisikan sebagi impedansi yang ditunjukkan oleh

antena pada terminal-terminalnya atau perbandingan antara tegangan terhadap

arus pada pasangan terminalnya (Balanis, 2005:80). Transfer daya maksimum

hanya dapat terjadi jika impedansi antena tersebut matching dengan bebannya,

dengan melibatkan conjugate complex dari impedansi beban.

Gambar 2.4 : Antena dalam mode transmisi

Sumber : Constantine A, Balanis, : 2005 : 54

Perbandingan tegangan dan arus pada terminal-terminal tanpa beban, memberikan

impedansi masukan antena sebesar (Balanis, 2005:54) :

ininin jXRZ (2.12)

dengan :

Zin = impedansi antena di terminal (Ω)

Rin = resistansi antena di terminal (Ω)

Xin = reaktansi antena di terminal (Ω)

Page 12: BAB II

Agar antena beroperasi dengan efisien, maka pengiriman daya secara

maksimum harus terjadi antara transmitter dan antena. Transfer daya maksimum

terjadi jika impedansi antena matching dengan transmitter.

2.2.8 Bandwidth

Bandwidth antena didefinisikan sebagai jangkauan frekuensi yang

menunjukkan unjuk kerja antena berkenaan dengan beberapa karakteristiknya

memenuhi standar yang telah ditentukan (Balanis, 2005:70). Salah satu cara untuk

menentukan efisiensi kerja sebuah antena berdasarkan range frekuensinya adalah

dengan mengukur VSWR, antena yang bagus memiliki nilai VSWR < 2 (RL > -

9.5 dB) .

Persamaan bandwidth dalam persen (Bp) atau sebagai rasio bandwidth (Br) (Punit,

2004 : 22) :

BP=f u−f l

f c

x100 % (2.13)

f c=f l+ f u

2 (2.14)

Br=f u

f l (2.15)

dengan :

Bp = bandwidth dalam persen (%)

Br = bandwidth rasio

fu = jangkauan frekuensi atas (Hz)

fl = jangkauan frekuensi bawah (Hz)

Page 13: BAB II

Gambar 2.5 Pengukuran bandwidth berdasarkan plot return loss

Sumber: Kin-Lu Wong, 2002 : 28

2.3 Antena Mikrostrip

Mikrostrip adalah suatu konduktor dari tembaga (metalic strip) yang

sangat tipis (t « λ0, dengan λ0 adalah panjang gelombang ruang bebas) yang

terdapat pada satu sisi permukaan substrat dielektrik dan pada sisi lain dari

substrat dielektrik tersebut juga terhadap lapisan konduktor. Lapisan konduktor

yang terletak di bawah substrat dielektrik ini berfungsi sebagai bidang pertanahan

(ground plane) (Constantine A, Balanis, 2005 : 812). Lapisan konduktor tembaga

yang terletak di atas substrat dielektrik adalah berfungsi sebagai elemen peradisi

(radiating element). Struktur dasar saluran mikrostrip terdiri atas panjang strip,

lebar strip konduktor W, tinggi substrat dielektrik h, tebal strip konduktor t, dan

konstanta permitivitas dielektrik substrat ε r .

2.4 Pola Perambatan Gelombang Elektromagnetik

Saluran mikrostrip mempunyai dua dielektrik, yaitu dielektrik substrat

yang digunakan dan dielektrik udara. Adanya dua dielektrik ini akan

menyebabkan terjadinya pola radiasi medan E dan medan H berubah. Karena

Page 14: BAB II

medan-medan listrik dan medan magnetik yang terdapat di antara strip konduktor

dan bidang pertanahan tidak sepenuhnya atau 100% terisi dalam substrat maka

mode propagasi gelombang sepanjang saluran strip adalah tidak sepenuhnya

transverse electromagnetic (TEM) atau dalam mode quasi-TEM.

Medan teradiasi dari antena mikrostrip dapat ditentukan dari distrbusi

medan antara patch dan ground plane atau distribusi arus permukaan di patch.

Pemodelan secara teori sangat kompleks, di sini akan ditunjukkan model yang

lebih intuitif untuk pemahaman tentang mekanisme radiasi.

Sebuah antena mikrostrip yang disuplai dari sumber. Pada energi frekuensi

yang dibawa dianggap sebagai gelombang elektromagnetik pada frekuensi

gelombang mikro, seperti pada arus atau tegangan seperti pada elektronik

konvensional. Sebuah distribusi muatan akan dibentuk di atas dan bawah

permukaan patch serta ground plane, seperti pada sebuah kapasitor. Patch

merupakan setengah panjang gelombang sehingga distribusi pada titik berubah

pada waktu, di satu sisi positif dan negatif di patch sisi lain. Gaya tolak antara

muatan tanda yang sama cenderung mendorong muatan disekitar patch tepi.

2.5 Impedansi Input Antena Patch Mikrostrip

Sebuah antena mikrostrip ’dicatu’ (fed) dengan beberapa jenis saluran

transmisi, misalnya koaksial, mikrostrip, atau coplanar. Dua jenis pencatuan yang

berbeda ditunjukkan pada elemen yang memancarkan pencatuan secara langsung,

dengan kontinuitas listrik antara konduktor dari saluran transmisi dan patch

konduktor. Di lain pihak, titik pencatuan antena patch mikrostrip dengan saluran

transmisi berperilaku sebagai impedansi kompleks Zin = (R + jX), terutama

tergantung pada geometri dari coupling antara saluran transmisi dan antena

Page 15: BAB II

(a) (b)

Gambar 2.6 Pencatuan antena patch mikrostrip (a) microstrip feed, (b) probe

(coax) feed

Sumber : Sainati, Robert A.. 1990:50.

2.5.1 Parameter-parameter Antena Mikrostrip

Penghitungan parameter antena sangat membantu dalam merancang

sebuah antena. Parameter antena meliputi impedansi karakteristik antena,

konstanta dielektrik efektif antena, induktansi dan kapasitansi dalam antenna,

impedansi masukan terminal antena, pola radiasi antena, polarisasi antena,

penguatan antena, terarahan antena, lebar pita frekuensi, dan batasan frekuensi

yang dapat digunakan pada bahan substrat.

2.5.2 Impedansi Karakteristik Saluran Antena Mikrostrip

Parameter penting yang perlu diperhatikan pertama adalah parameter

impedansi karakteristik untuk keperluan perhitungan matching. Hal ini

disebabkan karena jika besar impedansi karakteristik dan impedansi masukan

antena tidak sesuai (mismatch) akan bisa menyebabkan adanya matcing

impedance. Matching (penyesuaian) ini berfungsi untuk menghilangkan

gelombang-gelombang pantul serta untuk mendapat transfer daya maksimum.

Page 16: BAB II

Sehingga antena dapat digunakan untuk menangkap sinyal-sinyal informasi yang

diinginkan.

Karena dasar perencanaan antena mikrostrip yang digunakan adalah

menngunakan prinsip dasar microstrip maka impedansi karakteristiknya adalah

merupakan impedansi karakteristik mikrostrip sebagai saluran. Besar impedansi

ini ditentukan oleh besar konstanta dielektrik substrat ε r , tinggi substrat h, serta

langsung berhubungan dengan lebar strip konduktor yang digunakan W. Karena

itu dengan besar impedansi karakteristik yang diinginkan dapat ditentukan lebar

strip konduktor W yang diperlukan untuk perencanaan. Hubungan antara

impedansi karakteristik Z0 dan lebar strip konduktor W itu dinyatakan dengan

persamaan (Liao,1987 : 476) (Sri Hardianti. PPEP_LIPI, 2009):

Wh

≤ 1 maka Zo=60

√εeff

ln [ 8Wh

+ W4 h ] (2.16)

Atau dengan persamaan berikut:

Wh

≥ 1 maka Zo=120 π √εeff

Wh

+1.393+0.667 ln(Wh

+1.444) (2.17)

dengan :

Z0 = Impedansi karakteristik saluran (Ω)

εr = Konstanta dielektrik relatif substrat

h = Ketebalan substrat (mm)

W = Lebar saluaran mikrostrip (mm)

377 = Impedansi intrinsik pada ruang bebas

Page 17: BAB II

2.5.3 Permitivitas Dielektrik Relatif Efektif

Dikarenakan saluran mikrostrip mempunyai dua bahan dielektrik yang

tidak homogen, maka diperlukan parameter baru yang berguna untuk melihat

pengaruh kedua bahan dielektrik tersebut secara serentak. Parameter ini disebut

kostanta permitivitas dielektrik relatif effektif (εreff). Biasanya εreff secara umum

dinyatakan dengan persamaan:

ε reff =

εr+1

2+

εr−1

2 [1+12 hW ]

−1/2

(2.18)

εreff= Permitivitas dielektrik relatif effektif

εr = Permitivitas dielektrik relatif substrat

h = Ketebalan substrat (mm)

W = Lebar saluran mikrostrip (mm)

2.6 Persamaan Dimensi dan Parameter Antena

Dalam penghitungan persamaan dimensi dan parameter antena mikrostrip

square ring memiliki beberapa persamaan khusus, berikut ini persamaan-

persamaan yang dapat digunakan untuk pengukuran:

2.6.1 Impedansi Transformer

Dengan adanya perbedaan besarnya nilai antara impedansi input (Z in) dan

impedansi output (Zout) maka dibutuhkan saluran transformer sebagai saluran

penghubung agar kedua saluran matching. Berikut ini persamaan untuk mencari

besar nilai impedansi transformer ZT :

ZT=√Z L xZ o (2.19)

dengan :

Page 18: BAB II

ZT = Impedansi saluran transformer (Ω )

Z0 = Impedansi saluran microstrip (Ω )

ZL = Impedansi beban (Ω )

Pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk mengetahui bentuk dan

dimensi berdasarkan parameter-parameter dasar antena adalah sebagai berikut

(Sumber: Zakaricius dan fook, 1990:86) (Sri Hardianti. PPEP_LIPI, 2009) :

2.6.2 Luas Konduktor

Luas konduktor antena mikrostrip yang berbentuk ring dapat dihitung

dengan persamaan berikut ini (Sayed Padram, 1997:22):

W =W 1−W 2 (2.20)

dengan :

W 1= Luas konduktor luar

W 2= Luas konduktor dalam

dimana:

14

λo<W 1<12

λo (2.21)

Gambar 2.7 antena mikrostrip patch square ring

Sumber : Bafroei, Sayed. Winnipeg. 1997 :21-22

Page 19: BAB II

Sedangkan untuk menghitung panjang sisi dalam (W2) antena mikrostrip

patch square ring adalah sebagai berikut:

W 2=W 1 ∙ 0.7 (2.22)

2.6.3 Frekuensi Maksimum Substrat

f s=C ∙ tan−1 εr

π ( h ∙10−3 )√2 (ε r−1 )(2.23)

dimana :

c = kecepatan cahaya di udara bebas (m/s)

h = tebal substrat (mm)

fs = frekuensi maksimum pada substrat (Hz)

ε r = konstanta permitivitas dielektrik relatif substrat

2.6.4 Impedansi Input

Dalam pengujian dan simulasi antena mikrostrip tersebut impedansi input

dianggap mendekati 100 Ω .

Zin =Zo = 60 ×λd

W(2.24)

2.6.5 Lebar Saluran Impedansi (Wz):

Zo=377

√εr( hW o

) (2.25)

maka:

Page 20: BAB II

W ZL=377

√εr( h

ZL) (2.26)

W ZT=377

√εr( h

ZR) (2.27)

W Z 0=377

√εr( h

Z0) (2.28)

dimana:

ZL = Impedansi saluran 100 ohm (Ω)

ZT = Impedansi Transformasi (Ω)

Zo = Impedansi output (Ω)

2.6.6 Panjang Transformer Antena Mikrostrip:

LT=λd

4(2.29)

dimana:

LT = panjang transformer antena (mm)

λd = panjang efektif gelombang

2.6.7 Panjang Gelombang Efektif:

λo=cf k

(2.30)

dimana:

λo = panjang gelombang awal

c = cepat rambat cahaya di udara bebas (3 x 108 m/s)

Page 21: BAB II

fk = frekuensi kerja yang digunakan (hertz)

λd=λo

√εr(2.31)

dimana:

λd = panjang gelombang saluran

λo = panjang gelombang awal

ε r = konstanta permitivitas dielektrik relatif substrat

2.7 Desain dan Perancangan Antena Mikrostrip Square Ring

Gambar 2.8 layout square ring antenna

Sumber: http://www.antennamagus.com/database/antennas/67/Square-ring_pin-fed_patch-antenna_design.png

Page 22: BAB II

Gambar 2.10 antena mikrostrip patch square ring

Sumber : Bafroei, Sayed. Winnipeg. 1997 :21-22

Keterangan:

Gambar 2.9 printed ring antenna pada dasarnya sama dengan mikrostrip antenna, hanya saja isolator port W2 dihilangkan. Berdasarkan studi antenna mikrostrip bisa dilakukan pengukuran-pengukuran menggunakan software simulasi untuk mendapatkan data dimensi dan komponen antenna.

Sumber: http://mspace.lib.umanitoba.ca/bitstream/1993/1117/1/mq23434.pdf