BAB II
-
Upload
ito-sukmojati -
Category
Documents
-
view
141 -
download
1
Transcript of BAB II
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Dasar Teori
Yang dimaksud dengan antena adalah perangkat yang berfungsi
memancarkan atau menerima gelombang elektromagnetik atau gelombang
radio. Dengan kata lain antena sebagai media peralihan antara ruang bebas (free
space) dengan saluran transmisi, yaitu dari gelombang elektromagnetik menjadi
energi listrik atau sebaliknya (Balanis, 2005:1).
Untuk antena microwave, terutama pada frekuensi di atas 1 GHz
penggunaan waveguide, antena planar, antena mikrostrip, dan antena cela
akan lebih efektif dibanding dengan antena kawat. Karena pada umumnya
antena yang demikian mempunyai sifat pengarahan yang baik, gain yang relatif
tinggi.
Jenis antena yang tersedia bisa bermacam-macam sesuai dengan
keperluannya. Antena-antena VHF-UHF adalah yang dirancang untuk bisa
bekerja sesuai dengan besar frekuensi bidang VHF-UHF. Yang termasuk jenis
antena ini adalah Omni Diskon, antena berbentuk heliks dan antena log periodik
juga termasuk jenis antena ini. Sedangkan antena terompet (horn antena) dan
antena dengan reflektor parabloid adalah termasuk antena-antena gelombang
mikro. Antena-antena jenis ini umumnya mempunyai ukuran pendek karena
dioperasikan pada frekuensi tinggi /sangat tinggi. Antena rombik (rhombik
antenna), antena V, dan antena-antena bukan resonansi. Hal ini karena
berdasarkan arus yang terdapat pada gelombang berjalan (traveling wave).
2.2 Parameter Dasar Antena
Parameter-parameter dasar antena sangat diperlukan pada perancangan
antena, yaitu sebagai dasar untuk menentukan bentuk fisik antena. Untuk
mengetahui performa atau karakteristik suatu antena, maka diperlukan
pengetahuan tentang parameter-parameter dasar antena. Beberapa parameter
penting yang akan dibahas antara lain adalah: pola radiasi, keterarahan
(directivity), gain, Return Loss, VSWR, impedansi input, bandwidth, dan
polarisasi.
2.2.1 Pola Radiasi
Pola radiasi antena didefinisikan “sebagai gambaran secara grafis dari
sifat-sifat radiasi suatu antena sebagai fungsi koordinat ruang”. Pola radiasi
ditentukan pada medan jauh dan digambarkan sebagai koordinat arah. Sifat-sifat
radiasi ini mencakup intensitas radiasi, kekuatan medan (field strenght), dan
polarisasi (Balanis 2005:27).
Pola radiasi ditentukan pada pola daerah medan jauh dan digambarkan
sebagai fungsi koordinat sepanjang radius konstan dan digambarkan dalam
koordinat ruang. Sifat-sifat radiasi meliputi intensitas radiasi, kuat medan, sudut
fasa dan polarisasi.
Pola radiasi juga menggambarkan daya yang diradiasikan per satuan sudut
ruang (solid angle). Pada antena isotropik daya dipancarkan kesegala arah dengan
intensitas yang sama. Jika daya yang diradiasikan oleh antena isotropik adalah P,
kemudian daya dipancarkan sejauh r maka besarnya kerapatan dayanya adalah
(Punit, 1990 : 15) :
Gambar 2.1 Pola radiasi antena directional
Sumber : Constantine A. Balanis, 2005:30
Bagian-bagian dari polaradiasi adalah sebagai berikut:
Half Power Beamwidth (HPBW) dapat didefinisikan sebagai sudut yang
terbentuk oleh titik setengah daya dari main lobe
Main Lobe : Bagian dari daerah radiasi dengan arah radiasi antena
maksimum
Minor lobe : Bagian ini menyatakan daerah radiasi yang tidak diinginkan.
Level dari minor lobe ini menyatakan besarnya rasio
kerapatan daya atau side lobe level
Back lobe : Bagian dari minor lobe yang berlawanan dengan main lobe
Side lobe : Bagian dari minor lobe yang bersebelahan dengan main lobe
Pada sistem komunikasi wireless, minor lobe sangat tidak diharapkan,
sehingga dalam perancangan antena yang baik, besarnya minor lobe harus
diperkecil. Pola radiasi antena dapat dihitung dengan perbandingan antara daya
pada sudut nol derajat (radiasi daya maksimum) dengan daya pada sudut tertentu.
Maka besarnya intensitas radiasi (P) dinyatakan (Balanis, 2005: 31)
P(dB )=10 logP0
PT
(dB)
P(dB )=10 log P0−10 log PT (2.1)
dengan :
P = Intensitas radiasi antena pada sudut tertentu (dB)
Po = Daya yang diterima pada sudut 0 derajat (watt)
PT = Daya yang diterima pada sudut tertentu (watt)
2.2.2 Keterarahan (Directivity)
Directivity sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara
intensitas radiasi antena pada arah tertentu dengan intensitas radiasi rata-rata
kesegala arah. Keterarahan (Directivity) adalah kemampuan sebuah antena untuk
mengkonsentrasikan energinya pada satu arah pilihan. Radiator isotropik
mempunyai nilai keterarahan sama dengan satu, sehingga radiator isotropik dapat
pula disebut sebagai antena sempurna yang dapat meradiasikan energi yang sama
pada semua arah. Radiator ini digunakan sebagai antena referensi pada penentuan
keterarahan suatu antena. (Balanis, 2005:44) :
D0=10 log4 πUmax
Prad
(2.2)
dengan :
D0 = directivity (dB)
Umax = Intensitas radiasi maksimum (watt)
Prad = daya radiasi total (watt)
Nilai keterarahan sebuah antena dapat diketahui dari pola radiasi antena
tersebut, semakin sempit main lobe maka keterarahannya semakin baik dibanding
main lobe yang lebih lebar. Nilai keterarahan jika dilihat dari pola radiasi sebuah
antena dinyatakan dengan Persamaan: (Balanis, 2005:51)
D0=10 log4 π (180
π )2
θHP .φHP (2.3)
D0=10 log
41252 .96125θHP . φHP (2.4)
dengan :
DdB = Keterarahan (directivity) (dB)
θHP = lebar berkas daya pada bidang horisontal ( 0 )
φHP = lebar berkas daya pada bidang vertikal ( 0 )
Gambar 2.2 : Bentuk pola radiasi dalam menghitung nilai directivity
Sumber : Balanis, 2005:52
2.2.3 Polarisasi
Polarisai antena pada suatu arah didefinisikan sebagai “polarisasi
gelombang yang diradiasikan bila antena sebagai pemancar atau polarisasi
gelombang datang yang menghasilkan daya terbesar pada terminal antena bila
antena sebagai penerima “ (Balanis 2005 : 70). Dengan kata lain, polarisasi
gelombang datang (incident wave) dari arah yang diberikan yang menghasilksn
daya maksimum pada terminal antena. Dalam praktek, polarisasi dari energi yang
diradiasikan berubah menurut arah antena, sehingga dengan pola yang berbeda
akan memungkinkan mempunyai polarisasi yang berbeda pula. Polarisasi antena
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu polarisasi linier, polarisasi lingkaran, dan
polarissasi ellips.
Polarisasi suatu antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai polarisasi
gelombang yang diradiasikan bila antena sebagai pemancar, atau polarisasi
gelombang datang yang menghasilkan daya maksimum pada terminal-terminal
antena bila antena sebagai penerima (Balanis, 2005 :70-71). Polarisasi dari antena
tergantung oleh polarisasi vektor medan listrik yang diradiasikan. Dengan kata
lain, posisi dan arah dari medan listrik dengan referensi permukaan bumi atau
tanah menggambarkan bentuk polarisasi gelombang tersebut. Polarisasi dari
gelombang yang teradiasi, merupakan sifat-sifat gelombang elektromagnetik yang
menggambarkan perubahan arah dan nilai relatif vektor medan listrik sebagai
fungsi waktu.
Gambar 2.3 Polarisasi linear (vertikal)
Sumber : Punit S. Nakar, 2004:20
Jika vektor yang dilukiskan pada suatu titik sebagai fungsi dari waktu
selalu terarah pada suatu garis, gelombang ini dikatakan terpolarisasi linier. Bila
jejaknya berbentuk elips, maka terpolarisasi elips. Suatu keadaan khusus dari
polarisasi elips adalah polarisasi circular dan linier.
2.2.4 Penguatan (Gain)
Penguatan antena sangat erat hubungannya dengan keterarahan
(Directivity). Telah diketahui bahwa keterarahan adalah kemampuan antena untuk
mengkonsentrasikan energi pada arah tertentu di bandingkan kearah lain. Jika
antena memiliki efisiensi (ecd ) 100%, maka keterarahan akan sama dengan gain
antena dan akan menjadi radiator isotropis. Sehingga persamaan gain menjadi
(Punit, 2004 : 20) :
G (θ ,φ )=ecd D (θ ,φ ) (dBi) (2.5)
Gain mempunyai pengertian perbandingan daya yang dipancarkan oleh
sebuah antena dibandingkan dengan raditor isotropis. Secara fisik radiator
isotropik tidak ada, tetapi seringkali digunakan sebagai referensi untuk
menyatakan sifat-sifat keterarahan antena.
Penguatan daya antena pada arah tertentu didefinisikan sebagai 4π kali
perbandingan intensitas radiasi dalam arah tersebut dengan daya yang diterima
oleh antena dari pemancar yang terhubung (Balanis, 1982 : 43). Apabila arahnya
tidak diketahui, penguatan daya biasanya ditentukan dalam arah radiasi
maksimum, gain dinyatakan (Stutzman, 1981 : 37) :
G=10 log4 πU m
Pin (dB) (2.6)
dengan :
G = penguatan antena (dB)
Um = intensitas radiasi antena (watt)
Pin = daya input yang diterima antena (watt)
λ0 = panjang gelombang yang merambat pada ruang bebas (m)
Pada pengukuran digunakan metode pembandingan (Gain-comparison
Method) atau gain transfer mode. Prinsip pengukuran ini adalah dengan
menggunakan antena referensi yang biasanya antena dipole standar yang sudah
diketahui nilai gainnya. Prosedur ini memerlukan 2 kali pengukuran yaitu
terhadap antena yang diukur dan terhadap antena referensi. Nilai gain absolut
isotropik dinyatakan sebagai:
GAUT (dBi )=Gref ( dBi )+10 log (W RX
W ref)
(2.7)
dengan :
GAUT = Gain antena yang diukur (dBi)
Gref = Gain antena referensi yang sudah diketahui (dBi)
WRX = Daya yang diterima antena yang diukur (dBm)
Wref = Daya yang diterima antena referensi (dBm)
2.2.5 Return Loss (RL)
Return loss adalah salah satu parameter digunakan untuk mengetahui
berapa banyak daya yang hilang pada beban dan tidak kembali sebagai pantulan.
RL adalah parameter seperti VSWR yang menentukan matching antara antena dan
transmitter. Koefisien pantul (reflection coefficient) adalah perbandingan antara
tegangan pantulan dengan tegangan maju (forward voltage). Antena yang baik
akan mempunyai nilai return loss dibawah -10 dB, yaitu 90% sinyal dapat
diserap, dan 10%-nya terpantulkan kembali. Koefisien pantul dan return loss
didefinisikan sebagai (Punit, 2004 : 19) :
Γ=V r
V i (2.8)
RL=−20 log Γ (dB) (2.9)
dengan :
Г = koefisien pantul
Vr = tegangan gelombang pantul (reflected wave)
Vi = tegangan gelombang datang (incident wave)
RL = Return Loss ( dB )
Untuk matching sempurna antara transmitter dan antena, maka nilai Г = 0
dan RL = ∞ yang berarti tidak ada daya yang dipantulkan, sebaliknya jika Г = 1
dan RL = 0 dB maka semua daya akan dipantulkan.
2.2.6 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)
Jika kondisi matching tidak tercapai, kemungkinan akan terjadi
pemantulan dan hal ini yang menyebabkab terjadinya gelombang berdiri (standing
waves). Dimana karakteristik ini disebut Voltage Standing Wave Ratio (VSWR).
Persamaan untuk menentukan besarnya VSWR adalah (Kraus, 1988: 833).
VSWR=1+|Γ|1−|Γ| (2.10)
Dari Persamaan (2.10) besarnya koefisien pantul (Г) menentukan besarnya
VSWR. Persamaan untuk koefisien pantul adalah (Punit, 2004: 18) :
Γ=V r
V i
=Z in−Zs
Z in+Zs (2.11)
dengan :
Γ = koefisien pantul
Zin = impedansi masukan antena
Zs = impedansi sumber
VSWR adalah pengukuran dasar dari matching impedansi antara
transmitter dan antena. Semakin tinggi nilai VSWR maka semakin besar pula
mismatch, dan semakin minimum VSWR maka antena semakin matching. 50 Ω
atau 75 Ω.
2.2.7 Impedansi Masukan (Input)
Impedansi masukan didefinisikan sebagi impedansi yang ditunjukkan oleh
antena pada terminal-terminalnya atau perbandingan antara tegangan terhadap
arus pada pasangan terminalnya (Balanis, 2005:80). Transfer daya maksimum
hanya dapat terjadi jika impedansi antena tersebut matching dengan bebannya,
dengan melibatkan conjugate complex dari impedansi beban.
Gambar 2.4 : Antena dalam mode transmisi
Sumber : Constantine A, Balanis, : 2005 : 54
Perbandingan tegangan dan arus pada terminal-terminal tanpa beban, memberikan
impedansi masukan antena sebesar (Balanis, 2005:54) :
ininin jXRZ (2.12)
dengan :
Zin = impedansi antena di terminal (Ω)
Rin = resistansi antena di terminal (Ω)
Xin = reaktansi antena di terminal (Ω)
Agar antena beroperasi dengan efisien, maka pengiriman daya secara
maksimum harus terjadi antara transmitter dan antena. Transfer daya maksimum
terjadi jika impedansi antena matching dengan transmitter.
2.2.8 Bandwidth
Bandwidth antena didefinisikan sebagai jangkauan frekuensi yang
menunjukkan unjuk kerja antena berkenaan dengan beberapa karakteristiknya
memenuhi standar yang telah ditentukan (Balanis, 2005:70). Salah satu cara untuk
menentukan efisiensi kerja sebuah antena berdasarkan range frekuensinya adalah
dengan mengukur VSWR, antena yang bagus memiliki nilai VSWR < 2 (RL > -
9.5 dB) .
Persamaan bandwidth dalam persen (Bp) atau sebagai rasio bandwidth (Br) (Punit,
2004 : 22) :
BP=f u−f l
f c
x100 % (2.13)
f c=f l+ f u
2 (2.14)
Br=f u
f l (2.15)
dengan :
Bp = bandwidth dalam persen (%)
Br = bandwidth rasio
fu = jangkauan frekuensi atas (Hz)
fl = jangkauan frekuensi bawah (Hz)
Gambar 2.5 Pengukuran bandwidth berdasarkan plot return loss
Sumber: Kin-Lu Wong, 2002 : 28
2.3 Antena Mikrostrip
Mikrostrip adalah suatu konduktor dari tembaga (metalic strip) yang
sangat tipis (t « λ0, dengan λ0 adalah panjang gelombang ruang bebas) yang
terdapat pada satu sisi permukaan substrat dielektrik dan pada sisi lain dari
substrat dielektrik tersebut juga terhadap lapisan konduktor. Lapisan konduktor
yang terletak di bawah substrat dielektrik ini berfungsi sebagai bidang pertanahan
(ground plane) (Constantine A, Balanis, 2005 : 812). Lapisan konduktor tembaga
yang terletak di atas substrat dielektrik adalah berfungsi sebagai elemen peradisi
(radiating element). Struktur dasar saluran mikrostrip terdiri atas panjang strip,
lebar strip konduktor W, tinggi substrat dielektrik h, tebal strip konduktor t, dan
konstanta permitivitas dielektrik substrat ε r .
2.4 Pola Perambatan Gelombang Elektromagnetik
Saluran mikrostrip mempunyai dua dielektrik, yaitu dielektrik substrat
yang digunakan dan dielektrik udara. Adanya dua dielektrik ini akan
menyebabkan terjadinya pola radiasi medan E dan medan H berubah. Karena
medan-medan listrik dan medan magnetik yang terdapat di antara strip konduktor
dan bidang pertanahan tidak sepenuhnya atau 100% terisi dalam substrat maka
mode propagasi gelombang sepanjang saluran strip adalah tidak sepenuhnya
transverse electromagnetic (TEM) atau dalam mode quasi-TEM.
Medan teradiasi dari antena mikrostrip dapat ditentukan dari distrbusi
medan antara patch dan ground plane atau distribusi arus permukaan di patch.
Pemodelan secara teori sangat kompleks, di sini akan ditunjukkan model yang
lebih intuitif untuk pemahaman tentang mekanisme radiasi.
Sebuah antena mikrostrip yang disuplai dari sumber. Pada energi frekuensi
yang dibawa dianggap sebagai gelombang elektromagnetik pada frekuensi
gelombang mikro, seperti pada arus atau tegangan seperti pada elektronik
konvensional. Sebuah distribusi muatan akan dibentuk di atas dan bawah
permukaan patch serta ground plane, seperti pada sebuah kapasitor. Patch
merupakan setengah panjang gelombang sehingga distribusi pada titik berubah
pada waktu, di satu sisi positif dan negatif di patch sisi lain. Gaya tolak antara
muatan tanda yang sama cenderung mendorong muatan disekitar patch tepi.
2.5 Impedansi Input Antena Patch Mikrostrip
Sebuah antena mikrostrip ’dicatu’ (fed) dengan beberapa jenis saluran
transmisi, misalnya koaksial, mikrostrip, atau coplanar. Dua jenis pencatuan yang
berbeda ditunjukkan pada elemen yang memancarkan pencatuan secara langsung,
dengan kontinuitas listrik antara konduktor dari saluran transmisi dan patch
konduktor. Di lain pihak, titik pencatuan antena patch mikrostrip dengan saluran
transmisi berperilaku sebagai impedansi kompleks Zin = (R + jX), terutama
tergantung pada geometri dari coupling antara saluran transmisi dan antena
(a) (b)
Gambar 2.6 Pencatuan antena patch mikrostrip (a) microstrip feed, (b) probe
(coax) feed
Sumber : Sainati, Robert A.. 1990:50.
2.5.1 Parameter-parameter Antena Mikrostrip
Penghitungan parameter antena sangat membantu dalam merancang
sebuah antena. Parameter antena meliputi impedansi karakteristik antena,
konstanta dielektrik efektif antena, induktansi dan kapasitansi dalam antenna,
impedansi masukan terminal antena, pola radiasi antena, polarisasi antena,
penguatan antena, terarahan antena, lebar pita frekuensi, dan batasan frekuensi
yang dapat digunakan pada bahan substrat.
2.5.2 Impedansi Karakteristik Saluran Antena Mikrostrip
Parameter penting yang perlu diperhatikan pertama adalah parameter
impedansi karakteristik untuk keperluan perhitungan matching. Hal ini
disebabkan karena jika besar impedansi karakteristik dan impedansi masukan
antena tidak sesuai (mismatch) akan bisa menyebabkan adanya matcing
impedance. Matching (penyesuaian) ini berfungsi untuk menghilangkan
gelombang-gelombang pantul serta untuk mendapat transfer daya maksimum.
Sehingga antena dapat digunakan untuk menangkap sinyal-sinyal informasi yang
diinginkan.
Karena dasar perencanaan antena mikrostrip yang digunakan adalah
menngunakan prinsip dasar microstrip maka impedansi karakteristiknya adalah
merupakan impedansi karakteristik mikrostrip sebagai saluran. Besar impedansi
ini ditentukan oleh besar konstanta dielektrik substrat ε r , tinggi substrat h, serta
langsung berhubungan dengan lebar strip konduktor yang digunakan W. Karena
itu dengan besar impedansi karakteristik yang diinginkan dapat ditentukan lebar
strip konduktor W yang diperlukan untuk perencanaan. Hubungan antara
impedansi karakteristik Z0 dan lebar strip konduktor W itu dinyatakan dengan
persamaan (Liao,1987 : 476) (Sri Hardianti. PPEP_LIPI, 2009):
Wh
≤ 1 maka Zo=60
√εeff
ln [ 8Wh
+ W4 h ] (2.16)
Atau dengan persamaan berikut:
Wh
≥ 1 maka Zo=120 π √εeff
Wh
+1.393+0.667 ln(Wh
+1.444) (2.17)
dengan :
Z0 = Impedansi karakteristik saluran (Ω)
εr = Konstanta dielektrik relatif substrat
h = Ketebalan substrat (mm)
W = Lebar saluaran mikrostrip (mm)
377 = Impedansi intrinsik pada ruang bebas
2.5.3 Permitivitas Dielektrik Relatif Efektif
Dikarenakan saluran mikrostrip mempunyai dua bahan dielektrik yang
tidak homogen, maka diperlukan parameter baru yang berguna untuk melihat
pengaruh kedua bahan dielektrik tersebut secara serentak. Parameter ini disebut
kostanta permitivitas dielektrik relatif effektif (εreff). Biasanya εreff secara umum
dinyatakan dengan persamaan:
ε reff =
εr+1
2+
εr−1
2 [1+12 hW ]
−1/2
(2.18)
εreff= Permitivitas dielektrik relatif effektif
εr = Permitivitas dielektrik relatif substrat
h = Ketebalan substrat (mm)
W = Lebar saluran mikrostrip (mm)
2.6 Persamaan Dimensi dan Parameter Antena
Dalam penghitungan persamaan dimensi dan parameter antena mikrostrip
square ring memiliki beberapa persamaan khusus, berikut ini persamaan-
persamaan yang dapat digunakan untuk pengukuran:
2.6.1 Impedansi Transformer
Dengan adanya perbedaan besarnya nilai antara impedansi input (Z in) dan
impedansi output (Zout) maka dibutuhkan saluran transformer sebagai saluran
penghubung agar kedua saluran matching. Berikut ini persamaan untuk mencari
besar nilai impedansi transformer ZT :
ZT=√Z L xZ o (2.19)
dengan :
ZT = Impedansi saluran transformer (Ω )
Z0 = Impedansi saluran microstrip (Ω )
ZL = Impedansi beban (Ω )
Pendekatan-pendekatan yang digunakan untuk mengetahui bentuk dan
dimensi berdasarkan parameter-parameter dasar antena adalah sebagai berikut
(Sumber: Zakaricius dan fook, 1990:86) (Sri Hardianti. PPEP_LIPI, 2009) :
2.6.2 Luas Konduktor
Luas konduktor antena mikrostrip yang berbentuk ring dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini (Sayed Padram, 1997:22):
W =W 1−W 2 (2.20)
dengan :
W 1= Luas konduktor luar
W 2= Luas konduktor dalam
dimana:
14
λo<W 1<12
λo (2.21)
Gambar 2.7 antena mikrostrip patch square ring
Sumber : Bafroei, Sayed. Winnipeg. 1997 :21-22
Sedangkan untuk menghitung panjang sisi dalam (W2) antena mikrostrip
patch square ring adalah sebagai berikut:
W 2=W 1 ∙ 0.7 (2.22)
2.6.3 Frekuensi Maksimum Substrat
f s=C ∙ tan−1 εr
π ( h ∙10−3 )√2 (ε r−1 )(2.23)
dimana :
c = kecepatan cahaya di udara bebas (m/s)
h = tebal substrat (mm)
fs = frekuensi maksimum pada substrat (Hz)
ε r = konstanta permitivitas dielektrik relatif substrat
2.6.4 Impedansi Input
Dalam pengujian dan simulasi antena mikrostrip tersebut impedansi input
dianggap mendekati 100 Ω .
Zin =Zo = 60 ×λd
W(2.24)
2.6.5 Lebar Saluran Impedansi (Wz):
Zo=377
√εr( hW o
) (2.25)
maka:
W ZL=377
√εr( h
ZL) (2.26)
W ZT=377
√εr( h
ZR) (2.27)
W Z 0=377
√εr( h
Z0) (2.28)
dimana:
ZL = Impedansi saluran 100 ohm (Ω)
ZT = Impedansi Transformasi (Ω)
Zo = Impedansi output (Ω)
2.6.6 Panjang Transformer Antena Mikrostrip:
LT=λd
4(2.29)
dimana:
LT = panjang transformer antena (mm)
λd = panjang efektif gelombang
2.6.7 Panjang Gelombang Efektif:
λo=cf k
(2.30)
dimana:
λo = panjang gelombang awal
c = cepat rambat cahaya di udara bebas (3 x 108 m/s)
fk = frekuensi kerja yang digunakan (hertz)
λd=λo
√εr(2.31)
dimana:
λd = panjang gelombang saluran
λo = panjang gelombang awal
ε r = konstanta permitivitas dielektrik relatif substrat
2.7 Desain dan Perancangan Antena Mikrostrip Square Ring
Gambar 2.8 layout square ring antenna
Sumber: http://www.antennamagus.com/database/antennas/67/Square-ring_pin-fed_patch-antenna_design.png
Gambar 2.10 antena mikrostrip patch square ring
Sumber : Bafroei, Sayed. Winnipeg. 1997 :21-22
Keterangan:
Gambar 2.9 printed ring antenna pada dasarnya sama dengan mikrostrip antenna, hanya saja isolator port W2 dihilangkan. Berdasarkan studi antenna mikrostrip bisa dilakukan pengukuran-pengukuran menggunakan software simulasi untuk mendapatkan data dimensi dan komponen antenna.
Sumber: http://mspace.lib.umanitoba.ca/bitstream/1993/1117/1/mq23434.pdf