BAB II

download BAB II

If you can't read please download the document

Transcript of BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Pada bagian ini akan menjelaskan penelitian sebelumnya yang ada relevansinya dengan masalah pengendalian internal, kemampuan kerja dan akuntabilitas kinerja pegawai untuk dijadikan sebagai bahan pertimbangan.

( 1). Penelitian Khadafy Indarsyah P (2009), dalam tesisnya yang berjudul Pengaruh Penerapan Pengendalian Internal dan Komitmen Organisasi Terhadap Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah pada Universitas Padjajaran., Mengemukakan bahwa : a. Pengendalian internal berkorelasi positif dengan akuntabilitas kinerja Universitas. b. Komitemen organisasi berkorelasi positif dengan akuntabilitas kinerja Universitas. c. Semakin tinggi komitmen organisasi dan semakin baik

pengendalian internal, maka semakin tinggi juga akuntabilitas kinerja Universitas. (2) Zaenal (Ipwija,2006) di Kantor Departemen Agama Kabupatrn Sukabumi

menunjukan besarnya keeratan hubungan kepemimpinan (X1), dan kemampuan pegawai (X2) dengan kinerja pegawai (Y), yang dapat dapat dilihat dari nilai multiple korelasi, yang menunjukan nilai r = 0.465, dan besarnya pengaruh dari X1 dan X2 secara bersama-sama terhadap Y sebesar 21.6% (r square = 0.216), pernyataan ini mempunyai arti hubungan dan pengaruh kepemimpinan (X1),

dan kemampuan kerja pegawai (X2) terhadap kinerja pegawai (Y) memiliki hubungan positif yang cukup erat dan pengaruh cukup kuat. Dan sifat kepemimpinan (X1) dan

hubungannya positif yang artinya meningkatnya

kemampuan kerja (x2) secara bersama-sama akan meningkatkan kinerja pegawai (Y), Jika X1 dan X2 naik 1 maka signifikan pada F < 0.05. (3). Yudi (PASIM,2007) Penelitian tentang pengaruh Total Quality Management terhadap Akuntabilitas kinerja pada Bank Mandiri Cabang Ciamis. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa, terdapat peranan Total Quality Management (X) terhadap Akuntabilitas kinerja (Y) sebesar 62% sedangkan sisanya 38% dipengaruhi faktor lain yang tidak dilibatkan dalam penelitian ini. Hipotesis penelitian yang berbunyi Terdapat peranan Total Quality Management terhadap Akuntabilitas kinerja dapat diterima. Jadi relevansinya dengan penelitian ini adalah adanya kesamaan menganalisis Pengendalian internal dan kemampuan kerja dalam rangka Y akan naik 1.08 (0.947+0.133) dan

11

meningkatkan akuntabilitas kinerja pegawai. Hal ini dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan untuk menganalisis pengaruh Pengendalian internal dan Kemampuan kerja terhadap Akuntabilitas kinerja pegawai pada RSUD Dr. R.M Djoelham Kabupaten Binjai.

2.2. Landasan Teoritis 2.21 Manajemen

2.2.1.1 Pengertian Manajemen Pengertian tentang Manajemen menurut para ahli adalah sebagai berikut, yang paling populer seperti definisi dari Mary Parker Follet (1988: 659) berupa pernyataan : ...Management...the art of getting things done through other people. Definisi itu mengandung unsur kebenaran, mengingat bahwa manajemen tidak mungkin dilakukan oleh seorang yang melakukan tugasnya pekerjaannya sendiri. Tetapi manajemen tentu saja mencakup hal-hal lain daripada yang disajikan dalam definisi yang singkat tersebut. Menurut J. Winardi (2004: 3) bahwa manajemen merupakan sebuah proses, oleh karena sebagai proses maka manajemen memerlukan waktu untuk

melaksanakannya. Jadi manajemen adalah suatu perencanaan yang mengalami proses aktivitas-aktivitas sehingga tercapainya tujuan dengan sukses. Dalam suatu perusahaan, manajemen merupakan salah satu unsur yang penting dalam mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

George R. Terry (2002:5) mengemukakan bahwa : Management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and controlling. Performanced two determine a complished objectives with the use of human beings and other recources. Yang artinya manajemen adalah fungsi pencapaian tujuan tertentu melalui kegiatan orang lain. Manajer mengadakan koordinasi atas sejumlah aktivitas orang lain yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penempatan, penggerakan, pengendalian yang dilakukan untuk menentukan dan pencapaian sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Selanjutnya menurut William (2001: 9) Manajemen adalah merencanakan, mengorganisasikan, memimpin, dan mengendalikan. Sedangkan pengertian yang lebih luas menurut William (2001: 6) Manajemen adalah menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain, oleh karena itu manajemen yang baik adalah bekerja melalui orang lain untuk menyelesaikan tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi seefektivitas dan seefisien mungkin. (William, 2001: 8) Efisiensi yang berarti menyelesaikan pekerjaan dengan usaha, biaya atau pemborosan yang minimum. Efektivitas artinya penyelesaian tugas-tugas yang membantu pencapaian sasaran organisasi. Sedangkan T. Hani Handoko (2000:33), merinci lima fungsi manajemen yaitu : (1) perencanaan, (2) pengorganisasian, (3) penyusunan personalia, (4) pengarahan,

13

dan (5) pengawasan. Dari pendapat para ahli tersebut di atas, manajemen dapat diartikan sebagai suatu proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, dan pengawasan dalam mencapai tujuan perusahaan. 2.2.1.2 Manajemen sebagai Seni dan Ilmi Manajemen adalah Seni dan Ilmu perencanaan, pengorganisasian,

penyusunan, pengarahan dan pengawasan sumber daya untuk mencapai suatu tujuan yang sudah ditetapkan. Letak Seni dari manajemen adalah kecakapan (how know) untuk mencapai suatu hasil kongkrit yang diinginkan. Seni itu sendiri adalah usaha manusiawi yang paling kreatif untuk mencapai hasil kerja / tujuan secara efektif dan efesien. Ilmu merupakan fenomena yang didasarkan pada keyakinan akan rasionalitas alam yaitu pada ide bahwa berbagai hubungan bisa ditemukan antara dua rangkaian kejadian atau lebih. Begitu juga dalam manajemen yang telah sesuai dengan cirri-ciri pokokpokok dari ilmu, yang mana manajemen telah merupakan pengetahuan yang ditemukan dan disistematiskan melalui penerapa metode ilmiah. 2.2.1.3. Prinsip, Teori, dan Konsep Manajemen. Prinsip dan Teori melengkapi kerangka struktural suatu Ilmu. Prinsip adalah kebenaran fundamental, atau yang diyakini sebagai kebenaran pada waktu tertentu,

yang menerangkan hubungan antara dua atau lebih kumpulan variabel. Teori adalah pengelompokan yang sistematis terhadap prinsip-prinsip yang saling berhubungan. Tugasnya adalah menghimpun pengetahuan yang bermakna dan memberi suatu kerangka. Teori dalam klasifikasi terendah adalah sekumpulan lubang pada kandang merpati, yakni lemari arsip dimana terdapat kumpulan fakta. Tidak ada yang lebih celaka daripada tercerai-berainya fakta. (G.C. Homans, The Human Group 1950.) Setiap system dari prinsip dan teori manajemen memerlukan Konsep yaitu citra mental dari sesuatu yang dibentuk dengan penggeneralisasian bagian-bagiannya. Jelaslah bahwa pengetahuan tentang prinsip dan teknik dasar manajemen dapat mempunyai dampak yang sangat kuat terhadap bagaimana mempraktekan, menjelaskan, dan mengembangkannya. Perlunya suatu konsep manajemen yang jelas dan suatu kerangka teori dan prinsip yang berpautan telah disadari bertahun-tahun yang lalu oleh para ahli manjemen dilapangan. Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa manajemen adalah langkah-langkah sistematis dalam upaya merealisasikan tujuan / sasaran sebagaimna yang telah direncanakan. 2.2.1.4. Manajemen Sumber Daya Manusia Hasibuan (2003:10) menyatakan bahwa Manajamen sumber daya manausia (MSDM) adalah ilmu dan seni mengatur hubungan dan peranan tenga kerja agar

15

efektif dan efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan masyarakat. Fungsi-fungsi MSDM terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian, pengadaan, pengembagnan kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan, kedisiplinan, dan pemberhentian. Tujuannya ialah untuk meningkatkan kontribusi terhadap produktivitas perusahaan dalam mendapatkan rentabilitas laba yang lebih besar dari presentase tingkat bunga Bank. Karyawan bertujuan mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya. Masyarakat bertujuan memperoleh barang atau jasa yang baik dengan harga yang wajar dan selalu tersedia di pasar, sedang pemerintah selalu berharap mendapatkan pajak. Manajemen sumber daya manusia dapat didefinisikan pula sebagai suatu pengelolaan dan pendayagunaan sumber daya yang ada pada individu (pegawai). Pengelolaan dan pendayagunaan tersebut dikembangkan secara maksimal di dalam dunia kerja untuk mencapai tujuan organisasi dan pengembangan individu pegawai. Terdapat enam fungsi operatif manajemen sumber daya menusia, yaitu : 1). Pengadaan tenaga kerja, 2). Pengembangan tenaga kerja, 3).Pemberian Balas jasa, 4). Integrasi, 5). Pemeliharaan tenaga kerja, 6). Pemisahan tenaga kerja (Anwar Prabu (2004:2). Manajemen personalia dapat didefinisikan sebagai suatu proses

pengembangan, menerapkan, dn menilai kebijakan kebijakan, prosdur-prosedur, metode-metode, dan program-program yang berhubungan dengan individu karyawan

dalam organisasi (Hasibuan, 2003: 11). Selanjutnya pendapat lain mengemukakan bahwa : Personal management in the field of management which has to do with planning, organizing, and controlling various operative functions of procuring, developing, maintaining, and utilizing a labor force, such that the: 1. Objectives for the which company is established are attained economically and effectively. 2. Objectives of all levels of personnel are served to the highest possible degree. 3. Objectives of the community are dully considered and served (Michel J. Jucius - Hasibuan, (2003: 12) Manajemen Personalia adalah lapangan manajemen yang bertalian dengan perencanaan, pengorganisasian, dan pengendalian bermacam-macam fungsi

pengadaan, pengembangan, pemeliharaan, dan pemanfatan tenaga kerja sedemikian rupa. Sehingga : 1. Tujuan untuk apa perkumpulan didirikan dan dicapai secara efisien dan efektif. 2. 3. Tujuan semua pegawai dilayani sampai dengan tingkat yang optimal Tujuan masyarkat diperhatikan dan dilayani dengan baik Manajemen pengorganisasian, Sumber Daya Manusia merupakan dan suatu perencanaan, terhadap

pengkoordinasian,

pelaksana,

pengawasan

pengadaan, pengembangan, pemberian balas jasa, pengintegrasian, pemeliharaan, dan pemisahan tenaga kerja dalam rangka mencapai tujuan organisasi (Menurut Anwar

17

Prabu 2004:2).

2.2.1.5. Manajemen Kesehatan Mengikuti pendapat yang dikemukakan Azrul Azwar (1996) yang mengatakan bahwa administrasi sama dengan manajemen, maka manajemen kesehatan adalah administrasi yang diterapkan pada upaya kesehatan demi terciptanya suatu keadaan sehat. Penjabaran pengertian administrasi kesehatan yang seperti ini, yang menggabungkan pengertian administrasi di satu pihak dengan pengertian kesehatan di pihak lain, telah banyak dilakukan. Salah satu di antaranya yang dipandang cukup mewakili adalah yang disusun oleh Komisi Pendidikan Administrasi Kesehatan Amerika Serikat pada tahun 1974. Administrasi kesehatan ialah suatu proses yang menyangkut perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan, pengkoordinasian dan penilaian terhadap sumber, tata cara dan kesanggupan yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan dan tuntutan terhadap kesehatan, perawatan kedokteran serta lingkungan yang sehat dengan jalan menyediakan dan menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan yang ditujukan kepada perseorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Jika diperhatikan batasan administrasi kesehatan sebagaimana dikemukakan di atas, segera terlihat bahwa dalam batasan tersebut ditemukan setidak-tidaknya lima unsur pokok yang peranannya amat penting dalam menentukan berhasil atau tidaknya

pelaksanaan administrasi kesehatan. Kelima unsur pokok yang dimaksud ialah masukan (input), proses (process), keluaran (output), sasaran (target) serta dampak (impact). Sehingga dapat disimpulkan bahwa manajemen kesehatan adalah suatu proses manajemen yang meliputi proses-proses manajemen dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan.

2.2.2. Pengendalian Internal 2.2.2.1. Pengertian Dalam arti luas sistem pengendalian internal dapat dipandang sebagai sistem sosial yang memiliki makna khusus yang berada dalam organisasi perusahaan. Sistem tersebut terdiri dari kebijakan, teknik, prosedur, alat-alat fisik, dokumentasi dari orang-orang yang berinteraksi satu sama lain. Sistem pengendalian internal meliputi struktur organisasi, semua metode dna ketentuan-ketentuan yang terkordinasi yang dianut untuk melindungi harta kekayaan, memeriksa ketelitian dna seberapa jauh data akuntansi dapat dipercaya, meningkatkan efisiensi dan mendorong ditaatinya kebijakan yang telah ditetapkan. Pengendalian adalah pengukuran dan perbaikan terhadap pelaksanaan kerja bawahan, agar rencana-rencana yang telah dibuat untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan dapat terselenggara (H. Malayu S.P Hasibuan, 2008 : 242). 2.2.2.2. Unsur-unsur Pengendalian Internal

19

Dimensi pengendalian internal dalam penulisan ini mencakup 5 komponen yang dirancang dan digunakan manajemen untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa tujuan pengendalian internal dapat dipenuhi. Menurut (Coso ,1995) terdapat lima unsur pengendalian internal, yaitu : 1. Lingkungan Pengendalian Lingkungan pengendalian mencerminkan sikap dan tindakan manajemen mengenai pengendalian perusahaan. Lingkungan pengendalian perusahaan terdiri dari 7 faktor yang diungkapkan oleh AICPA, yaitu : a. Nilai integritas dan kejujuran b. Keinginan untuk maju c. Partisipasi dewan direksi atau komite audit d. Falsafah manajemen dan gaya operasional e. Struktur organisasi f. Pelimpahan wewenang g. Kebijakan dan praktik pembagian wewenang dan tanggung jawab. 2. Perkiraan Resiko

Kesalahan perkiraan resiko yang akan timbul bertujuan untuk mengidentifikasi, menganalisa, mengelola resiko yang berhubungan dengan persiapan laporan keuangan yang akan disajikan berdasarkan standar akuntansi keuangan, resiko yang ada dalam laporan keuangan disebabkan oleh faktor-faktor intern dan ekstern yang timbul oleh keadaan sebagai berikut : a. Perubahan dalam lingkungan operasi perusahaan b. Karyawan baru c. Sistem informasi baru d. Pertumbuhan ekonomi yang pesat e. Teknologi yang pesat. 3. Aktivitas Pengendalian Kegiatan pengendalian terdiri dari kegiatan dan prosedur yang dirasakan bahwa diperlukan tindakan meredam resiko dalam upaya pencapaian keseluruhan tujuan umum yang dapat dikategorikan sebagai berikut : a. Tinjauan ulang atas penampilan kerja b. Pengolahan informasi c. Pengendalian fisik

21

d. Pemisahan tugas 4. Informasi dan Komunikasi Komunikasi merupakan proses pemahaman peran individu dan

pertanggungjawaban yang berhubungan dengan pengendalian internal terhadap laporan keuangan. Komunikasi biasanya dibuat berdasarkan panduan kebijakan, akurasi dan pelaporan keuangan, komunikasi juga dapat dibuat secara lisan dan melalui tindakan yang dilakukan oleh manajemen. 5. Pemantauan Monitoring adalah suatu proses yang mengevaluasi dan menetapkan kualitas dan penampilan pengendalian internal, termasuk menetapkan rancangan dan operasi pengendalian internal dalam dasar periode waktu pengambilan tindakan perbaikan yang diperlukan. Proses ini dicapai dengan pengawasan yang berkesinambungan terhadap kegiatan operasi, evaluasi terpisah atau tindakan keduanya, seperti dengan cara mempelajari pengendalian internal yang ada. Dari proses monitoring ini dapat diketahui kelemahan dan kekuatan perusahaan, sehingga dapat dilakukan pengendalian.

2.2.2.3. Tujuan Pengendalian Internal Tujuan pengendalian internal dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Operasi yang efektif dan efisien (Effectiveness and efficiency operation).

Tujuan pengendalian internal berhubungan dengan efektivitas dan efisiensi operasi yang ditujukan untuk mencegah duplikasi usaha yang tidak perlu atau pemborosan dalam segala hal kegiatan bisnis dan untuk mencegah penggunaan sumber daya yang tidak efisien. 2. Keandalan dalam laporan keuangan (Reliability of financial reporting) Pengendalian internal dirancang untuk menjamin bahwa proses pengolahan data akuntansi akan menghasilkan informasi keuangan yang teliti dan handal. Oleh karena itu, pengendalian internal merupakan alat bantu manajemen untuk menyediakan laporan keuangan yang dapat diandalkan. 3. Kepatuhan pada hukuman dan peraturan (Complience with applicable law and regulation) Untuk mencapai tujuan perusahaan, manajemen menetapkan kebijakan dan prosedur, pengendalian internal yang memadai ditujukan untuk memberikan jaminan yang memadai agar kebijakan manajemen dipatuhi oleh karyawan. Pengendalian internal merupakan alat bantu untuk mendorong ditaatinya ketentuan-ketentuan yang ditetapkan, dengan kata lain akan memudahkan dalam usaha pencapaian tujuan perusahaan. 2.2.3. Kemampuan Kerja 2.2.3.1. Pengertian Kamus Besar Bahasa Indonesia (1996:623) pengertian mampu adalah

23

kesanggupan atau kecakapan, sedangkan kemampuan berarti seseorang atau pegawai yang memiliki kecakapan atau kesanggupan untuk mengerjakan sesuatu yang diwujudkan melalui tindakannya untuk meningkatkan produktivitas kerja. Terlaksanaanya pekerjaan dengan baik menurut Lovelock - Brady (2001:38) sangat bergantung kepada manusia yang melaksanakan pekerjaanya seperti halnya telah dikemukakan The interpersonal interaction that take place during service delivery often have the greatest effect on services quality perceptions. Kemudian pendapat lain (Brady, 2001:38). menyatakan Perceptions about employee expertise directly influence the quality of service interactions Kahlian pegawai (personil) sangat berpengaruh terhadap kualitas pelayanan. Selanjutnya Supriadi dari Stein yang dikutip oleh Sujana (2000:98) menyatakan bahwa, "The creative work is a novel work that is accepted as tenable, useful or satisfying by a group in some point in time". Pernyataan ini dapat diartikan bahwa pekerjaan kreatif adalah pekerjaan yang sifatnya baru yang berlaku, berguna, dan bisa memuaskan sesuatu kelompok dalam waktu yang sama. Sesuatu pekerjaan kreatif mempunyai sifat baru, meskipun tidak berarti sama sekali baru dan hasil pekerjaan itu mencerminkan hasil kombinasi baru atau reintegrasi dari hal-hal yang sudah ada. Selain itu, hasil pekerjaan yang kreatif mempunyai kegunaan dan kepuasan bagi yang melaksanakan dalam waktu tertentu, yang berarti hasil pekerjaan kreatif dipengaruhi oleh waktu.

Berdasarkan pengertian-pengertian pakar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kemampuan adalah tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu dengan dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal.

2.2.3.2. Dimensi Kemampuan Kerja Dari uraian sebelumnya kita tahu bahwa kemampuan kerja berhubungan dengan kondisi psikologis seseorang terhadap pekerjaan yang akan dilaksanakan. Kondisi ini walaupun sifatnya sangat subjektif karena menyangkut motif individu atau perasaan seseorang, artinya seseorang bisa merasakan sesuatu hal yang menguntungkan atau tidak memberikan kepuasan sesuai dengan keadaan emosi seseorang yang mempersepsi kondisi kerja yang ada. Sutermeister (1976:1) mengatakan bahwa: kemampuan adalah faktor penting dalam meningkatkan produktivitas kerja, kemampuan berhubungan dengan pengetahuan (Knowledge) dan keterampilan (Skill) yang dimiliki seseorang. Selanjutnya Bob Davis et.al. (1994:235) mengatakan bahwa "Skill is learned. But an abilities (for example: to react of quikly) is general characteristic of the performer and can be used in a variety of skill". Pendapat Bob Davis ini menunjukan bahwa keterampilan dan kemampuan adalah dua hal yang saling berhubungan dimana kemampuan seseorang dapat dilihat dari keterampilan yang diwujudkan melalui

25

tindakannya. Kemampuan yang didasari oleh kreativitas dan keterampilan adalah proses mental yang diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Kenyataan ini diungkapkan dan didukung oleh Benjamin S. Bloom et.al (1981:331-332) bahwa : "Abilities and skill refer to organized modes of operation and generalized techniques for dealing with materials and problems... The abilities and skill objectives emphansize the mental processes of organizing and reorganizing material to achieve a particular purpose". Dimensi mengacu kepada pendapat Littlefield dan Peterson - dalam Hasibuan (1993:51) yang mengemukakan bahwa kemampuan dapat dibagi dalam 3 dimensi : (1) Techncal Skill (2). Human Skill dan (3). Conseptual Skill.

2.2.4. Akuntabilitas Kinerja 2.2.4.1. Pengertian Kinerja instansi pemerintah banyak menjadi sorotan akhir-akhir ini, terutama sejak timbulnya iklim yang lebih demokratis dalam pemerintahan. Masyarakat kini semakin kritis dan mempertanyakan kualitas pelayanan yang dilakukan oleh instansi pemerintah. Selama tiga decade terakhir, belum pernah dikembangkan suatu standar pengukuran kinerja instansi pemerintah yang dapat memberikan informasi kepada

pimpinan instansi, apakah instansi tersebut telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Karena itu, akuntabilitas kinerja instansi pemerintah menjadi hal penting untuk diaktualisasikan dalam penyelenggaraan negara. Dalam konteks itu, Pasal 2 TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme menyatakan : 1. Penyelenggara Negara pada lembaga-lembaga eksekutif, legisaltif dan yudikatif harus melaksanakan fungsi dan tugasnya dengan baik dan bertanggung jawab kepada masyarakat, bangsa dan Negara. 2. Untuk menjalankan fungsi dan tugasnya tersebut, penyelenggara Negara harus jujur, adil, terbuka, dan terpercaya serta mampu membebaskan diri dari praktek korupsi, kolusi dna nepotisme. Dengan demikian setiap aparatur Negara dan setiap unit kerja pemerintahan dituntut untuk dapat memberikan akuntabilitas kinerjanya. Akuntabilitas kinerja inilah yang dimaksud sebagai pertanggungjawaban publik atas pelaksanaan kewenangan serta fungsi dan tugas pokok setiap unit kerja penyelenggara Negara, baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. John M. Echols dan Hassan Shadily (1996:7) menjelaskan bahwa akuntabilitas berasal dari bahasa Inggris, yaitu accountability yang artinya keadaan

27

untuk

dipertanggungjawabkan,

keadaan

dapat dimintai

pertanggungjawaban.

Akuntabilitas pada dasarnya atau secara umum dapat dikatakan sebagai kesiapan menjawab tuntutan atau penilaian dengan sejumlah kinerja yang dibuktikan secara terbuka, jujur dan metodik. Konsepsi akuntabilitas (Koppel, 2005) mengandung lima dimensi utama, yaitu mencakup ; 1. Transparansi (sudahkan organisasi terbuka dengan fakta-fakta

kinerjanya); akuntabilitas tidak akan terwujud dalam penyelengaraan pemerintahan. Perencanaan yang baik adalah yang dapat diterapkan dan diiringi secara kuat partisipasi masyarakat, pemangku kepentingan. Untuk mendapatkan partisipasi dan menumbuhkan kepercayaan publik, bahwa program berorientasi bagi masyarakat, faktor transparansi menjadi kunci utama dalam hal perencanaan. Transparansi adalah instrument paling penting untuk mengukur kinerja organisasi dan menjadi faktor kunci untuk mengetahui dimensi akuntabilitas. Adanya keterbukaan membuat semua langkah dan kebijakan dapat ditelaah dan dipertanyakan sehingga kesalahan dapat diadaka penyelidikan dan harus dapat diterangkan kepada publik. 2. Liability (sudahkan organisasi memperhatikan konsekuensi dari

kinerjanya); instansi pemerintah seharusnya cerdas dan tajam mengkaji

segala yang menjadi konsekuensi dan dampak kebijakan. 3. Pengontrolan (sudahkan organisasi melaksanakan prinsip-prinsip yang dianjurkan) apakah prinsip perencanaan bottom-up dipatuhi. 4. Konsisten dan tanggungjawab (sudahkan, organisasi mengikuti aturanaturan yang telah ditetapkan); jika terjadi masalah, apa tanggung jawab pemerintah daerah ; kuat berkenaan dengan moralitas tanggungjawab melayani publik. 5. Responsive (sudahkan organisasi memenuhi tuntutan dan kebutuhan dari masyarakat). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) pada pokoknya adalah instrumen yang digunakan instansi pemerintah dalam memenuhi kewajiban untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi organisasi. Mengacu pada keputusan (LAN RI, 2001 : 43) bahwa SAKIP terdiri dari berbagai komponen yang merupakan satu kesatuan, yaitu perencanaan strategis, pengukuran dan pelaksanaan kinerja, pelaporan kinerja, dan pemanfaatan informasi kinerja bagi perkembangan kinerja secara berkesinambungan yang membentuk suatu siklus. Secara garis besar, pelaksanaan SAKIP dilakukan dengan : a. Merumuskan rencana strategis yang terdiri dari perumusan visi, misis, faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan strategi pencapaian sasaran ;

29

b. Merumuskan

seperangkat

indikator

kinerja

sebagai

tolak

ukur

keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan tersebut dengan berpedoman pada kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vitas bagi pencapaian visi dan misis instansi pemerintah tersebut; c. Menyusun rencana kinerja yang merupakan penjabaran lebih lanjut dari rencana strategis rencana kinerja ini akan menyajikan berbagai target kinerja yang akan dicapai pada kurun waktu satu tahun. Kemudian atas dasar rencana kinerja yang ada, para instansi pemerintahan menyusun Anggaran Berbasis Kinerja (Performance Based Budget).Anggaran berbasis kinerja ini tidak lain merupakan anggaran pendapatan dan belanja pemerintahan yang disusun berdasarkan rencana kinerja yang telah disetujui, jadi anggaran berbasis kinerja ini merepresentasikan gambaran aspek keuangan dari seluruh program / kegiatan

penyelenggaraan pemerintah sebagaimana diuraikan dalam rencana kinerja dalam rangka pencapaian misi dan visi organisasi. d. Instansi pemerintah selanjutnya melaksanakan kegiatan berdasarkan rencana kinerja dan anggaran berbasis kinerja yang telah disepakati oleh para pemberi amanat serta memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan seksama.

e. Mengukur pencapaian kinerja dengan : 1. Membandingkan kinerja aktual dengan rencana atau target kinerja yang telah ditetapkan. 2. Membandingkan kinerja aktual dengan tahun sebelumnya. 3. Membandingkan kinerja aktual dengan standar yang diterima umum f. Menyusun dan menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja (LAKIP). g. Melakukan evaluasi kinerja dengan : 1. Menganalisis hasil pengukuran kinerja 2. Menginterpretasikan data yang diperoleh h. Memanfaatkan informasi untuk memperbaiki kinerja secara

berkesinambungan. Dari deskripsi konsep pemahaman tentang akuntabilitas kinerja instansi pemerintah diatas, maka sekurang-kurangnya terdapat empat dimensi penilaian mengenai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah yakni dimensi Perencanaan Strategis, Perencanaan Kinerja, Pengukuran dan Pelaksanaan Kinerja, Pelaporan Kinerja dan Evaluasi Kinerja. 2.2.5. Pengaruh Pengendalian Internal dan Kemampuan Kerja terhadap Akuntabilitas Kinerja Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah tergantung dari pengendalian internal di dalam instansi tersebut. Hal ini terkait dengan cakupan yang luas terhadap pekerjaan, program maupun rencana strategis serta struktur yang kompleks. Di

31

samping itu perlunya para pengelola atau pengemban tugas terutama tuntutan untuk melaksanakan, mengawasi berjalannya sistem. Sistem sebaik apapun dapat menjadi tidak berfungsi dan rusak bila dalam implemantasinya tidak dikendalikan secara periodik. Sistem pengendalian internal harus terus menerus dilakukan guna menentukan apakah realisasi capaian kinerja sesuai dengan target yang telah ditetapkan, apakah tindakan-tindakan perbaikan yang efektif segera dilakukan bila terjadi kendala-kendala dalam sistem yang ada tersebut. Kebutuhan pengendalian internal begitu penting dalam suatu organisasi, diakibatkan oleh ukuran organisasi yang semakin kompleks dan meluas sehingga dibutuhkan analisa dan laporan-laporan yang efektif, pengujian yang melekat dalam pengendalian internal yang baik akan membantu melindungi kelemahan faktor manusia dan mengurangi kemungkinan kesalahan yang terjadi. Hal ini akan menghasilkan pekerjaan dengan nilai tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan. Disamping pengendalian internal, agar program dan rencana dapat tercapai sesuai dengan apa yang telah direncanakan, maka kemampuan kerja sangat dibutuhkan. Kemampuan kerja merupakan tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu dengan dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal. Kemampuan kerja seseorang merupakan salah satu jaminan untuk menjaga agar perencanaan yang dibuat sesuai dengan visi dan misi organisasi. Dari uraian di atas dapat disimpulkan untuk merealisasikan akuntabilitas

kinerja yang sesuai dengan visi dan misi perusahaan, maka sangat diperlukan pengendalian internal dan kemampuan kerja.

2.3. Kerangka Pemikiran Kerangka berpikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting (Uma Sekaran, 1992). Berikut disajikan kerangka berfikir untuk penelitian pengendalian internal, kemampuan kerja dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif korelasional. Untuk itu penelitian ini akan mendeskripsikan sekaligus menganalisis hubungan setiap variabel yang telibat dalam penelitian ini. Variabel dalam penelitian ini terdiri dari dua variabel bebas (independen) yakni Pengendalian Internal (X1) Kemampuan Kerja (X2) serta satu variabel terikat (dependen) yakni Akuntabilitas Kinerja (Y). Pengendalian internal merupakan suatu proses pengoperasian aktivitasaktivitas organisasi dan merupakan bagian integral dari aktivitas manajemen dalam perencanaan, pelaksanaan maupun penindaklanjutan. Mengacu pada pendapat Coso (1992) ada 5 unsur pengendalian internal, yaitu 1. 2. 3. 4. Lingkungan pengendalian Perkiraan resiko Aktivitas pengendalian Informasi dan komunikasi

33

5. Pemantauan Variabel bebas kedua dalam penelitian ini adalah Kemampuan kerja pegawai dapat didefinisikan sebagai tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optimal. Adapun dimensi dari kemampuan kerja pegawai menurut Littlefield dan Peterson dalam Hasibuan, (1993:15) terdiri dari Technical Skil, Human Skill, dan Conceptual Skill. Sedangkan untuk variabel terikat dalam penelitian ini adalah akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Akuntabilitas kinerja pemerintah adalah kesiapan menjawab tuntutan atau penilaian dengan sejumlah kinerja yang dibuktikan secara terbuka, jujur dan metodik. (John M. Echols dan Hassan Shadily (1996:7). Mengacu pada LAN RI 2001:43 bahwa dimensi akuntabilitas kinerja adalah sebagai berikut : 1. Perencanaan strategis 2. Pengukuran kinerja 3. Pelaporan kinerja 4. Pemanfaatan informasi kinerja Untuk lebih memperjelas tentang hubungan variabel-variabel diatas, maka digambarkan kerangka pemikiran dibawah ini :

AKUNTABILITAS KINERJA

b tuntutan atau penilaian dengan sejumlah kinerja yang dibuktikan secara terbuka, jujur dan metodik PENGENDALIAN INTERNAL

egis KEMAMPUAN KERJA pakan bagian integral dari aktivitas manajemen dalam perencanaan, pelaksanaan maupun penindaklanjutan a Definisi : Tindakan atau perwujudan untuk melakukan sesuatu pekerjaan yang dilandasi oleh kreativitas kerja pegawai yang optim masi kinerja (LAN RI 2001:43) Dimensi : Technical Skil, Human Skill, dan Conceptual Skill. Littlefield dan Peterson dalam Hasibuan, (1993:15)

RSUD BINJAI

? x1.x2.y

35

Gambar 2.1 : Kerangka Pemikiran Penelitian Selanjutnya keterkaitan antar variabel-variabel yang terlibat dalam penelitian sebagaimana terlihat dalam paradigma penelitian sebagai berikut :

x1.y

x2.y Gambar 2.2. : Paradigma Penelitian Sumber : Data diolah. Keterangan: Pengendalian Internal (X1) adalah variabel bebas1 Kemampuan kerja (X2) adalah variabel bebas 2 Akuntabilitas Kinerja (Y) adalah variabel terikat Y X1 Pengaruh variabel X1 terhadap variabel Y Y X2 Pengaruh variabel X2 terhadap variabel Y Y X2 Pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap variabel Y

9

= nilai error / pengaruh variabel-variabel lainnya diluar model regresi

2.4. Pengajuan Hipotesis Dengan mengacu kepada kerangka konseptual tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : Terdapat pengaruh pengendalian internal dan kemampuan kerja secara bersama-sama terhadap akuntabilitas kinerja pegawai RSUD Binjai.