Bab II 1992sti_Decrypted

24
11, TINJAUAN PUSTAKA A* PENGOLAHAN TEMBAKAU Pengolahan tembakau adalah proses kiuring (curing) yang pada prinsipnya melalui dua tahap kegiatan masing masing (Wilson, 1987; Voges, 1984) : 1. Memberikan perlakuan suhu dan kelembaban udara tertentu sehingga terjadi perubahan kimia dan biologi didalam daun tembakau. 2. Mempertahankan potensi mutu didalam daun tembakau dengan cara mengeringkan tepat pada waktunya. Berubahan kimia dan fisik daun tembakau tersebut diatas dipercepat akibat kenaikan suhu selama pemeraman sehingga terbentuk komponen mutu sesuai permintaan konsumen . Letak daun tembakau pada batang mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap mutu tembakau hasil olahan (Hawks dan Collins, 1983; Akehurst, 1982). Daun yang terletak pada batang bagian bawah mempunyai ukuran lebih kecil, lebih tipis dan mempunyai ujung tumpul. Letak daun makin keatas ukuran daun makin besar, makin tebal dan makin lancip. Ukuran daun terbesar terletak pada daun tengah, karena dari tengah keatas kembali makin mengecil, tetapi

Transcript of Bab II 1992sti_Decrypted

11, TINJAUAN PUSTAKA

A * PENGOLAHAN TEMBAKAU

Pengolahan tembakau adalah proses kiuring (curing)

yang pada prinsipnya melalui dua tahap kegiatan masing

masing (Wilson, 1987; Voges, 1984) :

1. Memberikan perlakuan suhu dan kelembaban udara tertentu

sehingga terjadi perubahan kimia dan biologi didalam

daun tembakau.

2. Mempertahankan potensi mutu didalam daun tembakau

dengan cara mengeringkan tepat pada waktunya.

Berubahan kimia dan fisik daun tembakau tersebut

diatas dipercepat akibat kenaikan suhu selama pemeraman

sehingga terbentuk komponen mutu sesuai permintaan

konsumen . Letak daun tembakau pada batang mempunyai pengaruh

yang cukup besar terhadap mutu tembakau hasil olahan

(Hawks dan Collins, 1983; Akehurst, 1982). Daun yang

terletak pada batang bagian bawah mempunyai ukuran lebih

kecil, lebih tipis dan mempunyai ujung tumpul. Letak daun

makin keatas ukuran daun makin besar, makin tebal dan makin

lancip. Ukuran daun terbesar terletak pada daun tengah,

karena dari tengah keatas kembali makin mengecil, tetapi

tetap makin lancip dan tetap makin tebal (Gambar 2-1). Daun

tembakau yang diolah menjadi tembakau rajangan paling baik

yang berasal dari daun atas karena mempunyai ketebalan

cukup. Pemangkasan bunga dan pembuangan tunas ketiak secara

terus menerus sangat diperlukan agar daun tembakau menjadi

tebal.

1

daun bawah drun trngah daun a tas -

Gambar 2-1. Bentuk daun tembakau Temanggung

Klasifikasi pengolahan daun tembakau menjadi tembakau

hasil pengolahan (cured-leaf) berdasar sumber energi yang

digunakan (Akehurst, 1982; Abdulah dan Sudarmanto, 1979)

adalah sebagai berikut :

1. Flue-curing atau kiuring dengan udara panas buatan

Kiuring dengan udara panas buatan adalah pengolahan

menggunakan udara panas buatan sebagai sumber energi

untuk pemeraman dan pengeringan. Tipe tembakau yang diolah

dengan cara ini adalah tembakau Virginia dan dilakukan

didalam rumah omprongan (curing-barn). Tembakau yang

dihasilkan berupa lembaran daun kering atau krosok yang

berwarna kuning terang, mempunyai kadar gula yang tinggi

dan disebut krosok Virginia FC (flue-cured). Sebagian besar .

tembakau Virginia saat ini digunakan sebagai bahan baku

rokok kretek dan hanya sebagian kecil untuk bahan rokok

putih. Luas tanaman tembakau Virginia di Indonesia mencapai

40 000 hektar setiap tahun dan ditanam di daerah Jawa

Timur, Jawa Tengah, Bali dan Nusa Tenggara Barat.

Pengolahan dengan ,cara flue-curing sudah banyak

dilakukan penelitiannya karena jenis tembakau ini banyak

diproduksi oleh negara negara maju seperti Amerika Serikat,

Jepang, Canada dan lain lain. Pada prinsipnya pengalahan

dibagi tiga tahap masing masing : tahap penguningan, tahap

pengikatan warna dan pengeringan gagang. Masing masing

tahap pengolahan menggunakan suhu dan lelembaban ruang

pengering yang berbeda. Rumah omprongan (curing-barn)

tembakau Virginia di Indonesia mempunyai ukuran 6 x 6 x 7 m

dengan kapasitas 3.0-3.5 ton daun hijau. Rumah omprongan

dilengkapi pembakar (burner) dengan bahan bakar kayu,

minyak tanah (kerosene) atau arang.

2. Sun curing atau kiuring dengan penjemuran

Kiuring dengan penjemuran dibawah sinar' surya adalah

pengolahan yang diawali dengan pemeraman daun tembakau

sampai diperoleh warna agak kuning kemudian dijemur sampai

kering. Krosok yang diperoleh berwarna kuning kecoklatan

sampai coklat tua. Kiuring tembakau rajangan termasuk

didalam klasifikasi sun-curing tetapi lembaran daun

tembakau yang telah diperam dirajang lebih dahulu sebelum

di j emur . Tipe t ipe tembakau di Indonesia yang dikeringkan dengan penjemuran tanpa perajangan antara lain Kasturi,

Lumajang dan tembakau tembakau yang mutu daunnya rendah,

sedang yang dirajang lebih dahulu kemudian dijemur adalah ,

tembakau Virginia rajangan, Temanggung, Madura, Paiton,

Weleri dan lain lain.

3. Air curing atau kiuring dengan udara suhu kamar

Kiuring dengan udara suhu kamar adalah pengolahan yang

hanya rnenggunakan udara suhu kamar sebagai sumber energi

untuk pemeraman dan pengeringan. Daun tembakau digantungkan

didalam rumah rumah omprongan tanpa diberikan perlakuan

suhu tertentu. Perubahan fisik dan kimia daun dibiarkan

terjadi secara alami sampai diperoleh krosok berwarna

coklat tua. Tipe tembakau yang dikeringkan dengan udara

suhu kamar adalah tembakau Besuki NO, Vorstenland dan Deli.

Pada awal pengolahan, pada saat kadar air daun tembakau

masih tinggi, terjadi pengembunan uap air di permukaan daun

yang dapat merusak mutu krosok. Untuk menghilangkan uap air

tersebut pada tahap tahap awal pengolahan dilakukan

pemanasan ruang pengering dengan udara -panas hasil

pembakaran kayu di lantai rumah omprongan. Pemanasan

dilakukan malam hari antara dua sampai dengan tiga jam.

4. Smoke curing atau kiuring dengan udara panas buatan

yang bercampur asap.

Kiuring dengan udara panas bercampur asap adalah

pengolahan daun tembakau yang dilakukan didalam rumah

pengering atau rumah omprongan dengan menggunakan udara

panas buatan yang bercampur asap sebagai sumber energi

untuk pemeraman dan pengeringan. Jenis tembakau yang diolah

dengan cara demikian adalah tembakau Boyolali dan krosok

yang dihasilkan disebut krosok asepan (dark fire cured)

yang berwarna coklat gelap. Udara panas bercampur asap

diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau jerami yang

dibakar dilantai rumah omprongan.

Pada awal pengolahan diberikan suhu agak rendah agar

daun tembakau sempat berubah menjadi kuning. Kemudian suhu

ditinggikan sehingga diperoleh daun tembakau kering atau

krosok. Asap berguna sebagai bahan pengawet dan pemberi

aroma khas pada krosok tembakau asepan (Tirtosastro et al.,

1977).

5. Fire curing atau kiuring dengan dari bara api

Daun tembakau yang akan dikeringakan diperam lebih

dahulu kemudian dirajang, selanjutnya diatur diatas rigen

dan dikeringkan dengan bara api. Tembakau- ini biasanya

hanya untuk konsumsi petani sendiri, misalnya tembakau

garangan Temanggung. Gagasan mengeringkan dengan bara api

nampaknya karena daerah asal tembakau ini dari daerah

pegunungan (Sindoro, Sumbing) yang mempunyai intensitas

sinar surya rendah, sehingga sulit melakukan penjemuran.

Pengolahan tembakau rajangan biasanya dilakukan.oleh

petani sendiri dan dikerjakan secara sederhana. Secara

garis besar diagram alir pengolahan tembakau rajangan

Temanggung seperti Gambar 2-2.

Pemeraman dilakukan didalam ruang tertutup yang bebas

sinar surya, dengan mengatur daun berdiri di lantai, gagang

daun dibagian bawah dan diatur rapat. Pemeraman akan

mengakibatkan kenaikan suhu daun tembakau yang dapat

mempercepat perubahan warna daun dari hijau menjadi kuning

atau untuk tembakau tertentu sampai warna coklat. Agar daun

tembakau tidak cepat kehilangan air, tumpukan daun tersebut

ditutup dengan daun daunan atau bahan penutup yang lain.

Lama pemeraman ditentukan oleh jenis tembakau, varietas,

daun hi j au

pemeraman !

pen j emuran E l I I l pelemasan I

JI

tembakau rajangan

~ambak 2-2. Diagram alir pengolahan tembakau rajangan (Tirtosastro dan Abdul Rachman, 1984).

posisi daun pada batang, mutu daun, kondisi lingkungan

tempat pemeraman dan mutu . tembakau rajangan yang

dikehendaki. Sebelum daun tembakau dirajang digulung lebih

dahulu agar mudah perajangannya. Diameter gulungan antara

10-12 cm sesuai ukuran lubang alat perajang dan pdnjang

gulungan daun tergantung ukuran lembaran daun yang akan

diolah. Biasanya satu gulungan terdiri atas 10-15 lembar

daun, digulung kearah sejajar gagang daun.

Perajangan dilakukan dengan alat sederhana dan

dikerjakan .malam hari agar pagi hari dapat segera dijemur.

Selain itu perajangan malam hari dapat mengurangi kerusakan

daun akibat kegiatan enzim karena suhu lingkungan relatip

masih rendah. ~enjemuran dilakukan dengan mengeler daun

tembakau rajangan diatas rigen atau widik. Mengeler adalah

membuat hamparan daun tembakau rajangan diatas rigen dengan

cara tertentu sehingga potongan daun tembakau rajangan

tersusun sejajar, dengan ketebalan 1.0-1.5 cm atau sekitar

2 kg /m2 . Penjemuran harus dimulai pagi hari agar daun

tembakau yang telah dirajang tersebut dapat kering dalam

satu hari penjemuran. Jika penjemuran berlangsung lebih

dari satu hari mutu tembakau rajangan akan menurun.

Tirtosdstro dan Sri Hartiniadi Isdijoso (1977), menyatakan

bahwa tembakau rajangan Lombok dapat dikeringkan selama

dua hari penjemuran asal setelah penjemuran hari pertama

kadar air tinggal 50 persen atau lebih rendah.

Penjemuran pada intensitas sinar surya rendah

mengakibatkan warna kuning tidak dapat dipertahankan lagi

dan berubah menjadi coklat atau coklat tua, tembakau

menjadi kurang elastis dan terasa kasar jika dipegang,

kenampakan tidak cerah (cerah = shiny), nampak bercak

bercak bekas ditumbuhi jamur dan aroma menjadi tidakharum

(Tirtosastro dan Abdul Rachman, 1983). Sebagai tanda

tembakau telah kering sempurna, setelah kadar air mendekati

batas kering tulang (bone-dry) atau kering patah. Kondisi '

demikian dapat diketahui dengan memegang dan meremas

tembakau tersebut. Tembakau rajangan yang telah kering jika

dipegang akan mudah patah dan hancur. Agar tembakau

rajangan yang telah kering dapat digulung dan dibungkus

perlu diangin anginkan lebih dahulu. Mengangin anginkan

dapat dilakukan malam hari diudara terbuka atau dengan

menumpuk beberapa hari di gudang. Bahan pembungkus lyang

digunakan tergantung jenis tembakaunya. Tembakau rajangan

Temanggung menggunakan keranjang beralaskan batang pisang

kering, tembakau rajangan Madura menggunakan tikar dan

tembakau rajangan Virginia menggunakan besek.

B. PENGERINGAN

B. 1. Pengertian Pengeringan

Pengeringan adalah penurunan kandungan air bahan

sampai batas .tertentu sehingga bahan tersebut bebas dari

serangan mikrobia, enzim dan insekta yang merusak

(Henderson dan Perry, 1982). Secara lebih luas pengeringan

merupakan proses yang terjadi secara serempak antara

perpindahan panas dari udara pengering ke massa uap air

dari bahan yang dikeringkan (Hall, 1971; Brooker et al.,

1981). Secara sederhana, pengeringan juga berarti penurunan

kadar air dengan aplikasi panas (Samfield, 1974). Pada

pengolahan daun tembakau pengeringan merupakan tahap akhir

dari rangkaian tahap tahap pengolahan sebelum tembakau

masuk kedalam proses pabrikasi.

Udara merupakan medium pengering dan selama operasi

pengeringan akan membawa panas masuk kedalam ruang

pengering untuk menguapkan kandungan air bahan dan kemudian

membawa uap air tersebut keluar dari pengering (Brooker et

al., 1981). Nishiyama (1983), menggambarkan tahap tahap

pengeringan biji bijian secara sederhana seperti pada

Gambar 2-3. Udara panas masuk kedalam ruang pengering

bersinggungan dengan permukaan biji kemudian membawa uap

air keluar dari ruang pengering.

b

C

-- - -- - -

1. Polopasan ikatan a i r 2 . Difusi a i r ko pormukaan bahan 3. Ponguapan a i r 4 . Transfer uap a i r dari permukaan

ko sokitarnya 5. Porpindahan uap a i r ko udara

k b a s

i

Gambar 2-3. Mekanisme pembebasan air pada pengeringan

biji bijian (Nishiyama, 1983) .

Berdasar laju pengeringannya dapat dibedakan dua

periode pengeringan, masing masing laju pengeringan konstan

dan laju pengeringan menurun (Hall, 1971; Henderson dan

Perry, 1982). Periode laju pengeringan konstan dapat

terjadi jika bahan mempunyai perilaku sebagai berikut

(Geankoplis, 1978) :

a. Bahan dalam keadaan basah. Sehingga bahan berperilaku

seperti air yang diuapkan.

b. Secara terus menerus terbentuk film air di permukaan

bahan yang berasal dari dalam bahan. Kecepatan

penguapan air sama dengan kecepatan difusi air dari

dalam bahan ke permukaan.

Laju difusi air dari dalam bahan ke permukaan. makin

lama makin menurun dan diikuti penurunan laju penguapan

atau laju pengeringan. Secara lebih rinci tahap tahap laju

pengeringan dapat diterangkan berdasar Gambar 2-4

(Geankoplis, 1978) . Titik C adalah titik kritis pertama sebagai awal

periode pengeringan menurun pertama. Pada titik ini' luas

permukaan yang dibasahi oleh air dlfusi mulai menurun.

Periode ini akan berakhir setelah luas permukaan yang

dibasahi air difusi sama dengan no1 yaitu pada titik D.

Pada periode berikutnya penguapan air berasal dari bawah

lapisan permukaan bahan dan berakhir apabila telah tercapai

kadar air keseimbangan.

Gambar 2-4. Hubungan laju pengeringan terhadap kadar

air bahan (Geankoplis, 1978)

La ju pengeringan konstan pada bi j i bi j ian ter jadi

dalam waktu yang singkat (Henderson dan Perry, 1976 dalam .

Thahir, 1986) sehingga dapat diabaikan. Pengeringan bunga

cengkeh juga tidak melewati laju pengeringan konstan

tetapi langsung pada periode laju pengeringan yang menurun

(Wahyudi, 1984). Periode laju pengeringan konstan terjadi

pada pengeringan buah nangka (Bangun, 1991) dan pengeringan

kapulaga (Fahimah, 1991) . La ju pengeringan konstan buah nangka terjadi selama 75-140 menit pengeringan pertama,

pada suhu udara pengering 80-100°C dan pada kapulaga

pada suhu udara pengering 40-500C dan berlangsung selama 60

menit pengeringan pertama.

Tembakau rajangan termasuk tembakau sesudah hufan atau

tembakau VO (voor-oogst) artinya tembakau yang ditanam pada

akhir musim hujan (April-Mei) dan dipanen akhir musim

kemarau (Agustus-September). Sehingga saat panen berlagsung

pada musim kemarau dan diharapkan intensitas surya cukup

untuk pengeringan. Namun demikian karena sering terjadinya

gangquan cuaca mengakibatkan intensitas surya rendah

sehingga hamparan daun tembakau rajangan tidak kering dalam

satu hari penjemuran.

Daun tembakau yang dirajang mengalami penurunan kadar

air 2-5 persen. Pada pengeringannya langsung mengikuti

periode laju pengeringan menurun tanpa melewati periode

pengeringan konstan. Hal ini ditunjukkan oleh bentuk kurva

penurunan kadar air selama pengeringan yang mempunyai

bentuk langsung menurun (Gambar 2-5). .

Gambar 2-5. Penurunan kadar air selama pengeringan

b

daun tembakau rajangan Temanggung

(Tirtosastro, 1988)

Sehingga penelitian pengeringan daun tembakau dengan udara

panas buatan dapat diselesaikan dengan persamaan persamaan

pengeringan pada periode pengeringan menurun.

Untuk merancang model alat pengering diperlukan

beberapa langkah langkah tertentu agar alat tersebut dapat

dikembangkan lebih lanjut. Langkah pertama adalah menyusun

model perubahan suhu dan kelembaban ruang pengering dan

karakteristik penurunan kadar air bahan, berdasar hukum

keseimbangan energi dan keseimbangan massa. Selanjutnya

model yang telah tersusun harus diuji untuk mengetahui

kebenaran model tersebut. Pada pengujian suatu model

f

. LC a

O r - L

0 4 e 12 16 20 24

Waktu pengeringan (jam)

* L

diperlukan parameter parameter yang berkaitan dengan model

tersebut dan pada model pengeringan ini adalah parameter

udara pengering, bahan yang dikeringkan, bahan untuk

membuat alat pengering dan lain lain.

Karakteristik pengeringan suatu bahan dapat ditentukan'

dengan metode penelitian pengeringan lapisan tipis.

Pengeringan lapisan tipis adalah pengeringan satu lapis

biji bijian dengan suhu dan kelembaban konstan (Hall,

1984). Pada kondisi pengeringan yang sama penampilan

pengeringan lapisan tipis dapat digunakan untuk menduga

penampilan pengeringan lapisan tebal atau pengeringan

dengan pengering tipe rak. Pengeringan satu lapis biji atau

satu lapis daun tembakau rajangan merupakan gambaran jika

bahan tersebut dikeringkan sebagai tumpukan atau diatur

diatas rak pengering.

Bentuk produk pertanian sangat beragam dan tidak

teratur. Penyusunan model matematik pengeringan. suatu

produk pertanian dimulai dengan asumsi asumsi agar bentuk

matematik dapat disusun lebih sederhana. Misalnya gabah

dianggap sebagai bentuk bola (Nishiyama dalam Thahir, 1986)

atau silindris terbatas (Thahir, 1986), bunga cengkeh

sebagai bentuk lempeng tak berhingga (Wahyudi, 1984).

Dengan menganggap produk pertanian mempunyai bentuk

tertentu dan mengasumsikan kondisi pengeringannya

berlangsung pada kondisi tertentu maka dapat dihasilkan

persamaan persamaan pengeringan yang dapat dimanfaatkan

untuk menyusun model alat pengering secara lengkap.

B. 2. Permodelan pengeringan

Perpindahan panas dalam proses pengeringan terjadi

karena perbedaan tekanan uap air dari tempat yang berbeda.

Proses tersebut mirip dengan pindah panas akibat perbedaan

suhu (Hall, 1971). Pengeringan bahan berbentuk lempeng juga - dapat diterangkan dengan persamaan kontinyuitas (2-1) dari

benda berbentuk lempeng dengan kerapatan dan koefisien

divusifitas yang konstan (Gambar 2-6).

Jika bentuk lempeng tidak berhingga, difusi air hanya

a M a M dianggap kearah sumbu y, berarti - = - = a x a z 0 ,

sehingga persamaan 2-1 dapat diubah menjadi persamaan 2-2.

Penelitian pengeringan lapisan tipis untuk daun

tembakau yang masih dalam bentuk lembaran sudah banyak

dilakukan (Henson, et al., 1965; Parups dan Hoffman, 1964;

Walton et al., 1982). Parups dan Hoffman (1964),

menggunakan persamaan eksponensial 2-3 untuk mengetahui

perubahan kadar air terhadap waktu pada pengomprongan daun

tembakau Virginia. Henson, et al., (1965) menambahkan

konstanta n positip pada persamaan 2-3, yang menggambarkan

pengaruh suhu, kelembaban dan kecepatan udara pengering

seperti persamaan 2-4.

/ /

e /

r0 - X

'T Arah perpindahan massa

L

Gambar 2-6. Bentuk koordinat lempeng tak berhingga

Walton et al., 1982, menggunakan model yang lebih

r i n d dengan mempertimbangkan bentuk geometri dari lembaran

daun tembakau dan difusivitas air dari dalam daun ke

permukaan. Daun dibagi dalam dua bagian masing masing

bagian gagang dan bagian lamina. Untuk bagian lamina

digunakan model lempeng tak berhingga 2-5 dan untuk bagian

gagang digunakan model silinder tak berhingga 2-6. Kemudian

untuk seluruh daun digunakan penjumlahan model gagang dan

lamina seperti persamaan 2-7 dan 2-8.

B. 3. Kadar air keseimbangan dan konstanta pengeringan

Kadar air keseimbangan adalah kadar air suatu bahan

pada saat bahan tersebut mengalami tekanan uap air yang

seimbang dengan lingkungannya (Heldman dan Singh, 1981).

Pada saat terjadi keseimbangan kadar air jumlah air yang

menguap sama dengan jumlah air yang diserap oleh bahan.

Kadar a'ir keseimbangan suatu bahan sangat diperlukan,

karena sangat erat kaitannya dengan kadar air akhir suatu

bahan yang dapat dicapai jika bahan tersebut dikeringkan

atau disimpan pada kondisi udara pengering tertentu. Kadar

air keseimbangan suatu bahan merupakan sifat spesifik, yang

besarnya dipengaruhi oleh jenis bahan, cara pengolahan dan

suhu serta kelembaban ruang pengering.

Pengukuran kadar air keseimbangan menggupakan dua cara

yaitu secara statis dan dinamis (Brooker et al., 1981).

Kadar air keseimbangan dinamis adalah kadar air

keseimbangan yang ditentukan dengan udara yang mengalir.

Sedang kadar air keseimbangan statis ditentukan dengan

meletakkan bahan pada ruang pengering yang sudah diatur

suhu dan kelembaban (Hall, 1971) . Kadar air keseimbangan dapat terjadi karena' bahan

kehilangan air dan disebut kadar air keseimbangan desorpsi.

Sebaliknya jika terjadi karena bahan menyerap air disebut.

kadar air keseimbangan adsorpsi. Besarnya kadar air

keseimbangan desorpsi dan adsorpsi mempunyai sedikit

perbedaan dan disebut efek histerisis (Brooker et al.,

1981) . Konstanta pengeringan adalah karakteristik bahan dalam mempertahankan air yang terkandung didalamnya

terhadap pengaruh udara panas. Konstanta pengeringan

dinyatakan sebagai sepersatuan waktu (l/menit atau l/jam).

Makin tinggi nilai konstanta pengeringan makin cepat suatu

bahan membebaskan airnya.

Beberapa peneliti telah menyusun model persamaan kadar

air keseimbangan secara teoritik maupun empirik. Henderson

(Henderson dan Perry, 1982), menyusun model kadar air

keseimbangan dengan teori thermodinamik tanpa mengetahui

mekanisme adsorpsinya seperti persamaan 2-9. Chung dan

Pfost (1967), mengembangkan persamaan kadar air

keseimbangan berdasar teori potensial seperti persamaan 2-

10. Masih banyak persamaan kadar air keseimbangan yang lain

misalnya dari Harkins-Jura, Langmuir, Kelvin'dan lain'lain

(Brooker et al., 1981).

pv 1 - = exp (-h T ~ e i )

pvs

In Pv = exp (-n Me) Pvs Ro T

C . MUTU TEMBAKAU

Mutu tembakau rajangan sampai saat ini masih sulit

dibakukan karena besarnya keragaman mutu akibat perbedaan

baku teknik budidaya dan cara penanganan lepas panen untuk

setiap hamparan tanaman tembakau. Penyebab perbedaan

penanganan lepas panen terutama karena gangguan cuaca pada

saat penjemuran.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap mutu'

tembakau antara lain jenis, lokasi tempat tumbuhnya,

varietas, letak daun pada batang, teknik budidaya,

kesehatan tanaman, pengolahan, iklim dan cuaca saat panen'

(Akehurst, 1982; Hawks dan Collins, 1983). Tembakau

rajangan mutu tinggi umumnya berasal dari daun atas. Letak

daun pada batang makin kebawah mutu makin menurun.

Persyaratan yang lain tanaman berasal dari lokasi spesifik

dan dipangkas saat bunga keluar sehingga diperoleh daun

yang tebal, tanaman tumbuh sehat dan tidak banyak kehujanan

saat menjelang panen dan saat panen.

Menurut Padilla (Abdallah, 1972) mutu tembakau

merupakan gabungan sifat fisik, organoleptik, ekonomi dan

kimiawi, yang menyebabkan tembakau tersebut sesuai atau

tidak sesuai untuk suatu tujuan tertentu. Manuel Llanos

Company (1985), menyatakan bahwa mutu tembakau adalah total

sifat kimia dan organoleptik yang dapat ditransformasikan

oleh perusahaan, pedagang atau perokok untuk mencapai

tujuan tertentu sampai batas ekonomi dan rasa yang masih

dapat diterima. Mutu tembakau mempunyai pengertian yang

relatip, yang dapat berubah karena pengaruh orang, waktu

dan tempat (Tso, 1972). Beberapa sifat fisik yang diuji

terdiri atas warna, elastisitas, kadar air, daya mekar

(filling power), kecerahan dan lain lain. Sifat kimia

antara lain gula, pati, nikotin, khlor, nitrogen total dan

lain lain. Terdapat ratusan komponen kimia yang telah

diidentifikasi tetapi pendapat peneliti masih berbeda beda

dalam memberi penilaian terhadap peranan masing masing

komponen tersebut terhadap mutu (Mendell, et al., 1984).

Rasa, aroma dan elastisitas merupakan sifat organoleptik

utama yang banyak digunakan sebagai ukuran dalam menentukan

harga pembelian tembakau rajangan. Penentuan mutu

organoleptik tersebut sampai saat ini masih dilakukan

secara subyektip dan ditetapkan oleh konsumen.

D. PERUBAHAN KIMIA PENGOLAHAN DAUN TEMBAKAU . Perubahan kimia yang terjadi selama pengolahan .

tembakau perlu diketahui lebih dahulu agar kondisi

lingkungan yang dapat memacu pembentukan komponen komponen

kimia yang bertanggung jawab terhadap mutu dapat

dioptimalkan. Penelitian perubahan kimia pada pengolahan

tembakau rajangan sampai saat ini masih sangat terbatas.

Namun demikian diperkirakan tidak banyak berbeda dengan

perubahan-kimia yang terjadi pada pengolahan tembakau lain,

misalnya pengolahan daun tembakau Virginia menjadi krosok

Virginia FC yang penelitiannya sudah banyak dilakukan.

Pada tahap pemeraman terjadi perubahan warna hijau

menjadi kuning. Menurut Shimizu et al. (Tso, 1972) dan

Eskin et al., (1971) terjadi degradasi khlorofil menjadi

senyawa lebih sederhana yaitu feofitin dan khlorofilid.

Akibatnya akan muncul warna kuning dari karotin dan

santofil. Jika pemeraman dilanjutkan warna akan berubah

menjadi coklat akibat reaksi oksidatip dari polifenol

menjadi quinon yang selanjutnya membentuk polimer dengan

aLam asam amino dan menghasilkan warna coklat (Chortyk,

1967). Warna coklat pada tembakau rajangan umumnya tidak

31

disukai kecuali tembakau Temanggung rajangan mutu srintil

yang mempunyai aroma khas.

Selain itu selama pemeraman akan terjadi pemecahan

pati menjadi gula. Pada pemeraman daun tembakau rajangan

Madura terjadi kenaikan kadar gula total 7.84 persen dan

penurunan kadar pati 8.22 persen (Tirtosastro dan Joko

Hartono, 1984) . - Pada tahap perajangan terjadi pemecahan sel sel daun

yang dapat mempermudah terjadinya percampuran antara enzim

dan substrat sehingga reaksi enzimatis dapat berkembang

lebih leluasa. Disisi lain perajangan mengakibatkan daun

yang telah dirajang pada pengeringan dengan penjemuran

cepat menjadi kering. Daun tembakau yang cepat kering

berarti cepat membebaskan air yang dikandungnya sehingga

reaksi kimia yang tidak dikehendaki segera dapat

dihentikan. Pen jemuran nampaknya hanya bertu juan segera

membebaskan sebagian besar kadar air. Dengan segera

dibebaskannya sebagian besar kandungan air, senyawa kimia

yang terbentuk selama pemeraman akan segera terikat, jenis

jenis jamur dan reaksi kimia yang tidak dikehendaki tidak

sempat Perkembang sehingga diperoleh mutu tembakau yang

baik sesuai permintaan konsumen.

E. KEBUTUHAN ENERGI

Usaha memanfaatkan energi alternatip yang berasal dari

alam dan biomassa untuk pertanian perlu tetap dipertahankan

mengingat makin mahalnya energi minyak bumi (Abdullah dan

Kitani , 1988) . Penelitian pengeringan daun tembakau

rajangan dengan pengering energi ganda bermaksud tetap

mempertahankan prinsip pemanfaatan energi alternatip yang

berasal dari alam dan biomassa tersebut.

Energi surya merupakan salah satu energi alam yang

tersedia melimpah pada saat panen tembakau VO-di Indonesia.

Potensi energi surya di Indonesia cukup besar. Radiasi

surya harian di Indonesia diperkirakan sebesar 1.68 x 103

k ~ / m 2 hari atau 0.48 x lo6 k~/m2/tahun (Harahap, 1973).

Dengan luas daratan 1.9 juta km2, potensi energi surya di

Indonesia sebesar 0.9 x 1018 kJ/tahun atau sebesar 28-35 x

10 MW/tahun jauh lebih besar dibanding produksi Perusahaan

Listrik Negara sebesar 743 MW pada tahun 1983-1984.

Kolektor surya merupakan cara untuk meningkatkan

efektifitas energi surya. Pada prinsipnya kolektor merubah

energi gelombang pendek dari surya menjadi energi gelombang

panjang pada bidang penyerap atau absorber dengan

memancarkan panas (Lunde, 1980; Duffie dan Backman, 1980).