BAB If djslk oeifoi lksdj slkj
-
Upload
sarahringo1093 -
Category
Documents
-
view
226 -
download
0
description
Transcript of BAB If djslk oeifoi lksdj slkj
BAB I
LAPORAN KASUS
STATUS ILMU BEDAH
RUMAH SAKIT UMUM TNI AL DR. MINTOHARDJO
Nama : Sarah Margareth Felicia
NIM : 030.10.070
Pembimbing : dr. Dwi Adang , Sp. B
A. Identitas
No. Rekam Medik : 122944
Nama : Ny. Ma’lah
Jenis kelamin : Perempuan
Tempat lahir : Jakarta
Tanggal lahir : 1957-08-06
Alamat : Kemanggisan RT 001/015 Palmerah
Agama : Islam
Status marital : Menikah
Tanggal pemeriksaan : 25 Maret 2015
B. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis di bangsal Poli Bedah pada hari Rabu, 25 Maret
2015, pukul 12.00 WIB.
1. Keluhan Utama
Nyeri pada kedua sendi lutut sejak sekitar 6 bulan yang lalu.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Os datang ke IGD RSAL Mintoharjo dengan keluhan nyeri di kedua sendi lututnya dan di
pergelangan kaki sebelah kiri. Pasien mengatakan bahwa nyeri di pergelangan kaki kirinya sudah
dirasakan sejak 3 tahun yang lalu, semenjak terkilir. Nyeri tersebut tidak pernah hilang sehingga
mengganggu pasien saat berjalan. Kemudian sejak sekitar 1 tahun yang lalu, pasien merasakan
nyeri pada kedua sendi lututnya terutama bila berjalan dan bersujud ketika berdoa, nyeri
1
menghilang apabila sedang istirahat. Awalnya nyeri dirasakan kadang-kadang saja, namun lama-
kelamaan nyeri dirasakan terus menerus sehingga pasien menjadi sulit berjalan dan harus
dipapah. Pasien mengaku sudah tidak bisa bersujud ketika berdoa sejak sekitar 6 bulan yang lalu,
dan sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengaku sering demam terutama pada malam hari, disertai
dengan sesak napas. Kemudian pasien memutuskan untuk berobat ke RUMKITAL dr.
Mintohardjo.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
OS mengaku tidak pernah mengalami gejala seperti ini sebelumnya. Pasien mengaku tidak
memiliki riwayat diabetes mellitus dan hipertensi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
OS menyangkal dalam anggota keluarga yang menderita gejala yang sama, yaitu nyeri di
kedua sendi lutut.
5. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum pernah berobat ke dokter manapun sebelumnya.
6. Riwayat Kebiasaan
OS tidak merokok dan konsumsi alkohol.
C. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan Umum
a. Keadaan umum : Tampak sakit sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Tanda vital :
Tekanan darah: 130/80 mmHg
Suhu : 36,5 oC
Nadi : 88 x/menit, reguler
RR : 20x/menit
2. Status Generalis
a. Kepala : Normosefali, deformitas (-), rambut hitam, distribusi rambut merata.
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
2
c. Telinga : Normotia, deformitas (-), NT aurikular (-/-), sekret (-/-)
d. Hidung : Septum lurus ditengah, sekret -/-,mukosa tidak hiperemis, napas cuping
hidung (-)
e. Mulut : Mulut kering (-), papil eutrofi, lidah kotor (-), halitosis (-), trismus (-)
f. Tengorokan: T1/T1 tenang, uvula ditengah, faring tidak hiperemis
g. Leher : KGB dan Tiroid tidak membesar
h. Thorax
Paru
Inspeksi : Gerak dinding dada simetris saat bernafas, retraksi sela iga (-/-), tipe
pernapasan torakoabdominal
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama kuat pada kedua hemithoraks
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis teraba di ICS V di garis midclavicula kiri.
Perkusi : Batas jantung kanan ICS III dan ICS V parasternalis kanan
Batas jantung atas pada ICS III sternalis kiri
Batas jantung kiri pada ICS V di garis midclavicula kiri
Auskultasi : S1-S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
i. Abdomen
Inspeksi : Tampak datar, tidak tampak efloresensi yang bermakna, smiling
umbilicus (-)
Palpasi : Teraba supel, hepar dan lien tidak teraba
Nyeri tekan (-) pada 9 regio
Perkusi : Terdengar suara timpani pada 4 regio
Auskultasi : Bising usus 3x/menit
j. Ekstremitas
3
Ekstremitas atas : Edema (-/-), jejas (-/-), teraba hangat (+/+), pucat (-/-), kekuatan
motorik (5/5), nyeri tekan (-/-).
Ekstremitas bawah: Lihat status lokalis.
3. Status Lokalis
Ekstremitas bawah:
Genu Dextra Genu Sinistra
Inspeksi edema (+) lingkar lutut: ±34 cm,
jejas (-), kebiruan/pucat (-)
Edema (+), lingkar lutut: ±34 cm,
jejas (-), kebiruan/pucat (-)
Palpasi Hangat (+), undulasi (-) Hangat (+), undulasi (-)
Pergerakan Keterbatasan gerak karena nyeri,
kekuatan otot 4, krepitasi (+).
Keterbatasan gerak karena nyeri,
kekuatan otot 4, krepitasi (+).
D. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 12 Maret 2015.
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Keterangan
HEMATOLOGI
Leukosit 10.300 uL 5000-10000 uL Meningkat
Eritrosit 4, 20 juta/uL 4,2 – 5,4 juta/uL Normal
Hemoglobin 10, 6 g/dL 12 – 14 g/dL Menurun
Hematokrit 34% 37 – 47 % Menurun
Trombosit 516 ribu/uL 150 – 450 ribu/dL Meningkat
LED 108 mm/jam <20 mm/jam Meningkat
HITUNG JENIS
Basophil 1% 0 – 1% Normal
Eosinophil 3% 1 – 3% Normal
Netrofil Batang 0% 2 – 6% Menurun
Netrofil Segmen 60% 50 – 70% Normal
Limfosit 30% 20 – 40% Normal
4
Monosit 6% 2 – 8% Normal
KIMIA KLINIK
Gula Darah Puasa 88 mg/dL 70 – 110 mg/dL Normal
2. Radiologi
5
Gambar 1. (Kiri) Foto Rontgen Artikulatio Genu dextra dan sinistra, 17 Desember 2014.
Alignment baik?, trabekulasi tulang baik?, tidak tampak fraktur dan lesi abnormal. Kesan:
tampak………………………… (Kanan) Foto Rontgen Thorax, 25 Maret 2015. CTR<50%,
tampak corakan bronkovaskuler meningkat dan bercak kesuraman di kedua lapang paru bagian
bawah, terdapat kavitas di paru kanan dan kiri. Kesan: TB paru kronik???????????? Suspek TB
paru?
A. Diagnosis Kerja
Gonitis Tuberculosis dextra dan sinistra
B. Diagnosis Banding
Osteoarthritis
C. Penatalaksanaan
Rifampicin 1 x 600 mg/hari
Isoniazid 1 x 400 mg/hari
Ethambutol 1 x 500 mg/hari
D. Perjalanan penyakit pasiens
TANGGAL KONSULTASI DIAGNOSIS
6
17 Desember 2014 OA
31 Desember 2014 OA
7 Januari 2015 OA
14 Januari 2015 OA
21 Januari 2015 Aspirasi OA
28 Januari 2015 OA
11 Februari 2015 OA
18 Februari 2015 OA
25 Februari 2015 OA
4 Maret 2015 OA
11 Maret 2015 OA
18 Maret 2015 Chronic Synovitis*
25 Maret 2015 Gonitis TB
1 April 2015 Gonitis TB
E. Prognosis
Ad vitam : Bonam
Ad sanationam : Dubia ad bonam
Ad fungsionam : Dubia ad bonam
BAB II
7
PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poli Bedah Orthopedi pada hari Rabu, 17 Desember 2014, dengan
keluhan nyeri di kedua sendi lutut. Berdasarkan anamnesis, diketahui bahwa pasien sudah
merasakan nyeri di kedua sendi lututnya sejak 1 tahun sebelumnya.
Os datang ke IGD RSAL Mintoharjo dengan keluhan nyeri lengan bawah dan kaki kiri.
Berdasarkan anamnesis diketahui nyeri bersifat lokal terbatas pada regio lengan bawah dan
tungkai kiri. Keluhan ini didahului oleh kecelakaan sebelumnya. Kecelakaan terjadi saat
mengendarai motor dengan kecepatan yang tinggi, OS menabrak taksi dari posisi kiri dengan
kecepatan tinggi. Mechanisme of injury pasien ini hanya didapatkan os menabrak dari posisi kiri
sehingga kemungkinan tabrakan tersebut dapat mencederai lengan bawah dan tungkai kiri os.
OS menyangkal mendengar bunyi ‘krek’ sehingga menyingkirkan kemungkinan terdapat
fraktur yang luas. OS juga tidak pingsan, mual dan muntah menandakan tidak terjadi cedera
mengenai daerah kepala sesuai dengan yang dikatakan pasien. OS juga menyangkal terdapat
gangguan BAB dan BAK menandakan tidak terdapat cedera pada medulla spinalis. OS juga
mengeluhkan nyeri. Nyeri terjadi akibat kerusakan struktur dari jaringan sekitar yang mendesak
saraf. Hal ini jg menyebabkan bengkak karena akumulasi perdarahan di lokasi cedera.
BAB III
8
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI ABDOMEN
B.
Sendi lutut merupakan persendian yang dibentuk oleh dua tulang, femur dan tibia, dan ligament-
ligamen yang menstabilkan hubungan antara dua tulang tersebut. Sendi lutut merupakan
persendian yang kompleks. Selain ligament-ligamen yang bekerja sebagai pengatur
keseimbangan secara statis, otot-otot di sekitar persendian ini juga bekerja sebagai pengatur
keseimbangan secara dinamik.
Meniscus medialis dan lateralis adalah jarin
Anatomi Radius
Ujung proximal radius membentuk caput radii (=capitulum radii), berbentuk roda, letak
melintang. Ujung cranial caput radii membentuk fovea articularis (=fossa articularis) yang serasi
dengan capitulum radii. Caput radii dikelilingi oleh facies articularis, yang disebut circumferentia
articularis dan berhubungan dengan incisura radialis ulnae. caput radii terpisah dari corpus radii
oleh collum radii. Di sebelah caudal collum pada sisi medial terdapt tuberositas radii. Corpus
radii di bagian tengah agak cepat membentuk margo interossea (=crista interossea), margo
anterior (=margo volaris), dan margo posterior. Ujung distal radius melebar ke arah lateral
membentuk processus styloideus radii, di bagian medial membentuk incisura ulnaris, dan pada
facies dorsalis terdapat sulcus-sulcus yang ditempati oleh tendo. Permukaan ujung distal radius
membentuk facies articularis carpi. 1
9
Gambar 2. Tulang Radius
(dikutip dari atlas anatomi Sobotta )
Anatomi Ulna
Ujung proximal ulna lebih besar daripada ujung distalnya. Hal yang sebaliknya terdapat
pada radius. Pada ujung proximal ulna terdapat incisura trochlearis (= incisura semiulnaris),
menghadap ke arah ventral, membentuk persendian dengan trochlea humeri. Tonjolan di bagian
dorsal disebut olecranon. Di sebelah caudal incisura trochlearis terdapat processus coronoideus,
dan di sebelah caudalnya terdapat tuberositas ulnae, tempat perlekatan m.brachialis. di bagian
lateral dan incisura trochlearis terdapat incisura radialis, yang berhadapan dengan caput radii. Di
sebelah caudal incisura radialis terdapat crista musculi supinatoris. Corpus ulnae membentuk
facies anterior, facies posterior, facies medialis, margo interosseus, margo anterior dan margo
posterior. Ujung distal ulna disebut caput ulnae (= capitulum ulnae). Caput ulnae berbentuk
circumferentia articularis, dan di bagian dorsal terdapt processus styloideus serta silcus
m.extensoris carpi ulnaris. Ujung distal ulna berhadapan dengan cartilago triangularis dan dengan
radius. 1
10
Gambar 3. Tulang Ulna
(dikutip dari atlas anatomi Sobotta )
Kedua tulang lengan bawah dihubungkan oleh sendi radioulnar yang diperkuat oleh
ligamentum anulare yang melingkari kapitulum radius, dan di distal oleh sendi radioulnar yang
diperkuat oleh ligamen radioulnar, yang mengandung fibrokartilago triangularis. Membranes
interosea memperkuat hubungan ini sehingga radius dan ulna merupakan satu kesatuan yang
kuat. Oleh karena itu, patah yang hanya mengenai satu tulang agak jarang terjadi atau bila
patahnya hanya mengenai satu tulang, hampir selalu disertai dislokasi sendi radioulnar yang
dekat dengan patah tersebut.
Selain itu, radius dan ulna dihubungkan oleh otot antartulang, yaitu otot supinator,
m.pronator teres, m.pronator kuadratus yang membuat gerakan pronasi-supinasi. Ketiga otot itu
bersama dengan otot lain yang berinsersi pada radius dan ulna menyebabkan patah tulang lengan
bawah disertai dislokasi angulasi dan rotasi, terutama pada radius.(1)
11
Gambar 4. Anatomi radius dan ulna1
(dikutip dari atlas anatomi Sobotta )
Anatomi Patella
Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari tendon
m. quadriceps femoris pada permukaan ateroinferior. Pinggir atas, lateral dan medial merupakan
tempat perlekatan berbagai bagian m.quadriceps femoris. Patella dicegah bergeser ke lateral
selama kontraksi m. quadriceps femoris oleh serabut-serabut horizontal bawah m. vastul medialis
dan oleh besarnya ukuran condylus lateralis femoris. Ukuran kira-kira 5 cm, berbentuk segitiga,
berada didalam tendo (bertumbuh di dalam tendo) m.quadriceps femoris. Dalam keadaan otot
relaksasi, maka patella dapat digerakkan ke samping, sedikit ke cranial dan ke caudal.
Mempunyai facies anterior dari facies articularis; facies articularis lateralis bentuknyalebih besar
daripada facies articularis medialis. Margo superior atau basis patellae berada di bagian proximal
dan apex patellae beradadi bagian distal. Margo medialis dan margo lateralis bertemu
membentuk apex patellae.2
12
Gambar 5. Anatomi genue sinistra 3
Gambar 6. Anatomi Patella 2,3
DEFINISI FRAKTUR
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang, tulang rawan
sendi, tulang rawan epifisis baik bersifat total ataupun parsial yang umumnya disebabkan oleh
tekanan yang berlebihan, sering diikuti oleh kerusakan jaringan lunak dengan berbagai macam
derajat, mengenai pembuluh darah, otot dan persarafan. Trauma yang menyebabkan tulang patah
13
dapat berupa trauma langsung dan trauma tidak langsung. Trauma langsung menyebabkan
tekanan langsung pada tulang dan terjadi fraktur pada daerah tekanan. Trauma tidak langsung,
apabila trauma dihantarkan ke daerah yang lebih jauh dari daerah fraktur, misalnya jatuh dengan
tangan ekstensi dapat menyebabkan fraktur pada klavikula, pada keadaan ini biasanya jaringan
lunak tetap utuh.
Fraktur adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau cartilago dengan
atau tanpa disertai dislokasio fragmen. Fraktur os radius dan fraktus os ulna adalah trauma yang
terjadi pada bagian tungkai depan. Kadang kala sering terjadi fraktur yang terbuka, hal ini sering
terjadi karena trauma terjadi pada lapisan jaringan yang tipis dan lembut. Lokasi fraktur sering
terjadi pada bagian tengah dari tulang radius atau pada bagian distal tulang radius dan ulna atau
pada bagian distal atau keduanya. 4
3.1 PENYEBAB FRAKTUR
Tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Fraktur dapat terjadi akibat:
1. Peristiwa trauma
Sebagian besar fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba dan berlebihan, yang dapat
berupa pemukulan, penghancuran, penekukan, pemuntiran, atau penarikan. Bila terkena
kekuatan langsung, tulang dapat patah pada tempat yang terkena, jaringan lunaknya juga pasti
rusak. Bila terkena kekuatan tak langsung, tulang dapat mengalami fraktur pada tempat yang
jauh dari tempat yang terkena kekuatan itu, kerusakan jaringan lunak di tempat fraktur
mungkin tidak ada.
2. Fraktur kelelahan atau tekanan
Keadaan ini paling sering ditemukan pada tibia atau fibula atau metatarsal, terutama pada
atlet, penari, dan calon tentara yang jalan berbaris dalam jarak jauh.
3. Fraktur patologik
Fraktur dapat terjadi oleh tekanan yang normal kalau tulang itu lemah (misalnya oleh tumor)
atau kalau tulang itu sangat rapuh (misalnya pada penyakit Paget).
Daya pemuntir menyebabkan fraktur spiral pada kedua tulang kaki dalam tingkat yang
berbeda; daya angulasi menimbulkan fraktur melintang atau oblik pendek, biasanya pada
tingkatyang sama. Pada cedera tak langsung, salah satu dari fragmen tulang dapat menembus
14
kulit; cedera langsung akan menembus atau merobek kulit diatas fraktur. Kecelakaan sepeda
motor adalah penyebab yang paling lazim.
Banyak diantara fraktur itu disebabkan oleh trauma tumpul, dan resiko komplikasinya
berkaitan langsung dengan luas dan tipe kerusakan jaringan lunak. Tscherne (1984) menekankan
pentingnya menilai dan menetapkan tingkat cedera jaringan lunak:
G0 = kerusakan jaringan lunak sedikit dengan fraktur biasa
G1 = abrasi dangkal atau kontusio dari dalam
G2 = abrasi dalam, kontusio jaringan lunak dan pembengkakan, dengan fraktur berat
G3 = kerusakan jaringan lunak yang luas dengan ancaman sindroma kompartemen.5
Klasifikasi open fracture menurut Gustilo and Anderson :
Gambar 7. Gustilo and Anderson Clasification
G1 : ada nya kulit yang terbuka kurang dari 1 cm biasanya dari luar kedalam, kontusio otot
minimal, fraktur simple transverse atau short oblique.
G2 : laserasi > 1 cm dengan kerusakan jaringan yang luas, kerusakan komponen minimal hingga
sedang, fraktur simple transverse atau short oblique dengan kontinuatif yan minimal.
15
G3 : kerusakan jaringan lunak yang luas termasuk otot, kulit, struktur neurovascular seringkali
merupakan cidera energy yang besar dengan kerusakan komponen yang berat.
IIIA : laserasi jaringan yang luas , tulang tertutup secara adekuat , fraktur segmental, periosteal
stripping yang minimal.
IIIB : cidera jaringan lunak yang meluas dengan periosteal stripping dan tulang terekspos ,
membutuhkan penutupan flap jaringan lunak,sering berhubungan dengan kontaminasi yang
massif.
IIIC : cidera vascular yang membutuhkan perbaikan. 6
3.2 PATOFISIOLOGI FRAKTUR
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah ke dalam
jaringan lunak sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan.
Reaksi perdarahan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel- sel darah putih dan sel anast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut aktivitas osteoblast
terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan fibrin
direabsorbsidan sel- sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut syaraf yang berkaitan dengan
pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah ke ekstrimitas dan
mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol pembengkakan akan
mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah total dan berakibat anoreksia
mengakibatkan rusaknya serabut syaraf maupun jaringan otot. Komplikasi ini di namakan
sindrom kompartemen.7
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak seimbangan,
fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tertutup tidak disertai
kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan pembuluh darah.8 Pasien yang
harus imobilisasi setelah patah tulang akan menderita komplikasi antara lain: nyeri, iritasi
kulit karena penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan diri.7
Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen-fragmen tulang di pertahankan dengan
pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi.
16
Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya
tidak mengalami cedera mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan
operasi.9
3.3 KLASIFIKASI
Fraktur dapat dibedakan jenisnya berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan
disekitar, bentuk patahan tulang, dan lokasi pada tulang fisis.
1. Berdasarkan hubungan tulang dengan jaringan disekitar
- Fraktur tertutup ( closed)
Dikatakan tertutup bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar, disebut dengan fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan
keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
1) Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3: Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartement.
- Fraktur terbuka ( open/compound )
Bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena
adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat (menurut R.
Gustillo), yaitu:
1) Derajat I
- Luka <1 cm
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk
- Fraktur sederhana, transversal, oblik, atau kominutif ringan
- Kontaminasi minimal
17
2) Derajat II
- Laserasi >1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/ avulsi
- Fraktur kominutif sedang
- Kontaminasi sedang
3) Derajat III
Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit, otot,
dan neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur terbuka derajat
III terbagi atas:
- Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun
terdapat laserasi luas/flap/avulsi atau fraktur segmental/sangat
kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat
besarnya ukuran luka.
- Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau
kontaminasi masif.
- Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa
melihat kerusakan jaringan lunak.
2. Berdasarkan bentuk patahan tulang
a) Transversal
Adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang atau
bentuknya melintang dari tulang. Fraktur semacam ini biasanya mudah dikontrol
dengan pembidaian gips.
b) Spiral
Adalah fraktur meluas yang mengelilingi tulang yang timbul akibat torsi ekstremitas
atau pada alat gerak. Fraktur jenis ini hanya menimbulkan sedikit kerusakan jaringan
lunak.
18
Gambar 8. Bentuk patahan tulang 10
c) Oblik
Adalah fraktur yang memiliki patahan arahnya miring dimana garis patahnya
membentuk sudut terhadap tulang.
d) Segmental
Adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang, ada segmen tulang yang retak dan ada
yang terlepas menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darah.
e) Kominuta
Adalah fraktur yang mencakup beberapa fragmen, atau terputusnya keutuhan jaringan
dengan lebih dari dua fragmen tulang.
f) Greenstick
Adalah fraktur tidak sempurna atau garis patahnya tidak lengkap dimana korteks
tulang sebagian masih utuh demikian juga periosterum. Fraktur jenis ini sering terjadi
pada anak – anak.
g) Fraktur Impaksi
Adalah fraktur yang terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti pada satu vertebra dengan dua vertebra lainnya.
19
h) Fraktur Fissura
Adalah fraktur yang tidak disertai perubahan letak tulang yang berarti, fragmen
biasanya tetap di tempatnya setelah tindakan reduksi.
3. Berdasarkan lokasi pada tulang fisis
Tulang fisis adalah bagian tulang yang merupakan lempeng pertumbuhan, bagian ini
relatif lemah sehingga strain pada sendi dapat berakibat pemisahan fisis pada anak – anak.
Fraktur fisis dapat terjadi akibat jatuh atau cedera traksi. Fraktur fisis juga kebanyakan terjadi
karena kecelakaan lalu lintas atau pada saat aktivitas olahraga. Klasifikasi yang paling banyak
digunakan untuk cedera atau fraktur fisis adalah klasifikasi fraktur menurut Salter – Harris:
1) Tipe I: fraktur transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan, prognosis
sangat baik setelah dilakukan reduksi tertutup.
2) Tipe II: fraktur melalui sebagian lempeng pertumbuhan, timbul melalui tulang
metafisis , prognosis juga sangat baik denga reduksi tertutup.
3) Tipe III: fraktur longitudinal melalui permukaan artikularis dan epifisis dan kemudian
secara transversal melalui sisi metafisis dari lempeng pertumbuhan. Prognosis cukup
baik meskipun hanya dengan reduksi anatomi.
4) Tipe IV: fraktur longitudinal melalui epifisis, lempeng pertumbuhan dan terjadi
melalui tulang metafisis. Reduksi terbuka biasanya penting dan mempunyai resiko
gangguan pertumbuhan lanjut yang lebih besar.
5) Tipe V: cedera remuk dari lempeng pertumbuhan, insidens dari gangguan
pertumbuhan lanjut adalah tinggi.
Gejala klinis
1. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang
untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
20
dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena kontraksi otot
yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melengkapi satu
sama lain sampai 2,5 sampai 5 cm (1 sampai 2 inci).
4. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus
yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainnya. Uji krepitus dapat
mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini biasa terjadi setelah beberapa jam atau hari
setelah cedera.6
A. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksan fisik pasien, beberapa hal yang penting untuk dievaluasi adalah (1) kulit
yang melindungi pasien dari kehilangan cairan dan infeksi, (2) fungsi neuromuskular (3) status
sirkulasi, (4) integritas ligamentum dan tulang.
Cara pemeriksanya dapat dilakukan dengan Look, Feel, Move. Pada Look, kita menilai warna
dan perfusi, luka, deformitas, pembengkakan, dan memar. Penilaian inspeksi dalam tubuh perlu
dilakukan untuk menemukan pendarahan eksternal aktif, begitu pula dengan bagian pungung.
Bagian distal tubuh yang pucat dan tanpa pulsasi menandakan adanya ganguan vaskularisasi.
Ekstremitas yang bengkak pada daerah yang berotot menunjukan adanya crush injury
dengan ancaman sindroma kompartemen. Pada pemerikasan Feel, kita mengunakan palpasi
untuk memeriksa daerah nyeri tekan, fungsi neurologi, dan krepitasi. Pada periksan Move kita
memeriksa Range of Motion dan gerakan abnormal. Menilai gerak aktif dan gerak pasif.
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen
Dalam pemeriksaan radiologi untuk cedera dan fraktur diberlakukan rule of two yaitu:
a. Dua sudut pandang
b. Dua sendi
c. Dua ekstrimitas
d. Dua waktu
21
2. CT Scan
3. MRI
4. Arteriogram (bila terjadi kerusakan vasculer)
C. Diagnosis
Untuk mendiagnosis fraktur, pertama diperlukan anamnesis baik dari pasien dan
pengantar pasien. Anamnesis meniputi terutama mechanism of the injury, nyeri, kekakuan,
bengkak, deformitas, kelemahan, ketidakstabilan sendi dan kehilangan fungsi. Dibantu dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang seperti Rontgen untuk melihat bagian yang
fraktur. Film polos tetap merupakan pemeriksaan penunjang radiologis yang utama pada sistem
skeletal. Gambar harus selalu diambil dalam dua proyeksi.
Film polos merupakan metode penilaian awal utama pada pasien dengan kecurigaan
trauma skeletal. Setiap tulang dapat mengalami fraktur walaupun beberapa diantaranya sangat
rentan.
Tanda dan gambaran yang khas pada fraktur adalah :
Garis fraktur : garis fraktur dapat melintang di seluruh diameter tulang atau menimbulkan
keretakan pada tepi kortikal luar yang normal pada fraktur minor.
Pembengkakan jaringan lunak : biasanya terjadi setelah terjadi fraktur.
Iregularis kortikal : sedikit penonjolan atau berupa anak tangga pada korteks.
Posisi yang dianjurkan untuk melakukan plain x-ray adalah AP dan lateral view. Posisi
ini dibutuhkan agar letak tulang radius dan tulang ulna tidak bersilangan, serta posisi lengan
bawah menghadap ke arah datangnya sinar (posisi anatomi). Sinar datang dari arah depan
sehingga disebut AP (Antero-Posterior) .
Terdapat tiga posisi yang diperlukan pada foto pergelangan tangan untuk menilai sebuah
fraktur distal radius yaitu AP, lateral, dan oblik. Posisi AP bertujuan untuk menilai kemiringan
dan panjang os radius, posisi lateral bertujuan untuk menilai permukaan artikulasi distal radius
pada posisi normal volar (posisi anatomis)
JENIS FRAKTUR
Fraktur Distal Radius
Fraktur Distal Radius dibagi dalam :
22
1) Fraktur Galeazzi
Fraktur Galeazzi yaitu Fraktur pada 1/3 distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulna
distal. Fragmen distal mengalami pergeseran dan angulasi ke arah dorsal. Dislokasi mengenai
ulna ke arah dorsal dan medial. Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang dan
lengan bawah dalam keadaan pronasi, atau terjadi karena pukulan langsung pada pergelangan
tangan bagian dorsolateral. Fraktur Galeazzi jauh lebih sering terjadi daripada fraktur
Monteggia. Ujung bagian bawah ulna yang menonjol merupakan tanda yang mencolok. Perlu
dilakukan pemeriksaan untuk lesi saraf ulnaris, yang sering terjadi.11
Gambar 9. Fraktur Galeazzi
2) Fraktur Colles
Fraktur ini akibat terjatuh dengan tangan terentang. Fraktur radius terjadi di korpus distal,
biasanya sekitar 2 cm dari permukaan artikular. Fragmen distal bergeser ke arah dorsal dan
proksimal, memperlihatkan gambaran deformitas “garpu-makan malam” (dinner-fork).
Kemungkinan dapat disertai dengan fraktur pada prosesus styloideus ulna. 11
Fraktur radius bagian distal (sampai 1 inci dari ujung distal) dengan angulasi ke posterior,
dislokasi ke posterior dan deviasi pragmen distal ke radial. Dapat bersifat kominutiva. Dapat
disertai fraktur prosesus stiloid ulna. Fraktur collees dapat terjadi setelah terjatuh, sehingga
dapat menyebabkan fraktur pada ujung bawah radius dengan pergeseran posterior dari
fragmen distal. 1,12
3) Fraktur Smith
23
Fraktur ini akibat jatuh pada punggung tangan atau pukulan keras secara langsung pada
punggung tangan. Pasien mengalami cedera pergelangan tangan, tetapi tidak terdapat
deformitas. Fraktur radius bagian distal dengan angulasi atau dislokasi fragmen distal ke
arah ventral dengan diviasi radius tangan yang memberikan gambaran deformitas “sekop
kebun” (garden spade). 11
Gambar 10. Fraktur Colles dan fraktur Smith
Gambar 11. Gambaran radiologi fraktur Smith
24
Gambar 12. Gambaran radiologi fraktur Colles
4) Fraktur Monteggia
Fraktur jenis ini disebabkan oleh pronasi lengan bawah yang dipaksakan saat jatuh atau
pukulan secara langsung pada bagian dorsal sepertiga proksimal dengan angulasi anterior
yang disertai dengan dislokasi anterior kaput radius.11
Gambar 13. Fraktur Monteggia
5. Barton fraktur adalah fraktur yang meliputi adanya displace , artikuler sublukasi dari distal radius
dengan displacement carpus bersama dengan ligament fraktur artikuler. Fraktur Barton sering
dikira fraktur Smith tapi yang membedakan adalah garis frakturnya obliq kearah volar dari
radius ke wrist joint. 13
25
Gambar 14. Fraktur Barton
CT scan di gunakan untuk mendeteksi letak struktur fraktur yang kompleks dan menentukan
apakah fraktur tersebut merupakan fraktur kompresi, burst fraktur atau fraktur dislokasi.
Biasanya dengan scan MRI fraktur ini akan lebih jelas mengevaluasi trauma jaringan lunak,
kerusakan ligament dan adanya pendarahan.
Gambar 15. Gambaran CT Scan Fraktur Radius Ulna
26
Fraktur Patella
Fraktur patella adalah gangguan integritas tulang yang ditandai dengan rusak atau
terputusnya kontinuitas jaringan tulang dikarenakan tekanan yang berlebihan pada lutut.
Gambar 16. Fraktur patella 14
Etiologi
Fraktur patella terjadi karena otot kuadriseps berkonteraksi dengan hebat, misalnya pada
saat menekuk dengan keras. Penyebab lainnya adalah klien jatuh dan mengenai langsung
tulang patella.15
Patofisiologi
Trauma langsung
Disebabkan karena penderita jatuh dengan posisi lutut pleksi dimana patella
terbentur dengan lantai. Karena diatas patella terdapat subkutis dan kutis,
sehingga dengan benturan tersebut tulang patela mudah patah. Biasanya jenis
patahnya stelata, dan biasanya jenis patah ini medial dan lateral quardlisep
expansion tidak ikut robek, hal ini meyebabkan masih dapat melakukan
ekstensi lutut melawan gravitasi.
Trauma tak langsung
27
Karena tarikan yang sangat kuat dan otot kuat risep yang membentuk
musculotendineous melekat pada patella, sering terjadi pada penderita yang
jatuh dengan tungkai bawah menyentuh tanah terlebih dahulu dan otot kuat
risep konteraksi secara keras untuk mempertahankan kesetabilan lutut.
Biasanya garis patahnya transversal avulse ujung atas atau ujung bawah dan
patella.
Tanda dan gejala
1) Pembengkakan pada patella
2) Nyeri
3) Hilangnya fungsi
4) Deformitas
5) Krepitasi
6) Perubahan warna lokal pada kulit
7) Jika diraba ada ruang pada fragmen patella
8) Didapatkan adanya cekungan dan klien tidak dapat melakukan ekstensi anggota
gerak bawah
Pemeriksaan Penunjang
1) Foto rontgen
- Untuk mengetahui lokasi dan garis fraktur
- Mengetahui tempat dan type fraktur
2) Skor tulang tomograbhy, skor C1, MR1 untuk mengidentifikasi jaringan lunak
3) Artelogram dicurigai bila ada kerusakan vaskuler
Penatalaksanaan
Pengobatan fraktur patela biasanya dengan reduksi terbuka dan fiksasi interna
pada patella. Fiksasi interna yang paling efektif ialah dengan benang kawat melingkari patela
28
dikombinasi dengan kawat berbentuk angka delapan. Pengobatan fraktur patela comminutiva
yang terdapat haemorthrosis, dilakukan aspirasi haemorthrosis, diikuti pemakaian
Non operatif
- Untuk fraktur patela yang undisplaced
- Bila terjadi haemorthrosis dilakukan punksi terlebih dahulu
- Kemudian dilakukan imobilisasi dengan pemasangan gips dan pangkal paha
sampai pergelangan kaki. Posisi lutut dalam fleksi sedikit (5-10) dipertahankan 6
minggu.
Operatif
- Pada fraktur transversal dilakukan reposisi, difiksasi dengan teknik
tension band wiring
- Bila jenis fraktur comminutiva dilakukan rekronstruksi fragmennya
dengan K wire, baru dilakukan tension band wiring
- Bila fragmen terlalu kecil sehingga tidak mungkin untuk dilakukan
rekronstruksi, dilakukan patellectomi (hal ini menimbulkan kelemahan
quadrisep expansion)
Gambar 17. Teknik operasi fraktur patella kominutif
29
D. Penatalaksanaan
Tujuan utama dalam penanganan awal fraktur adalah untuk mempertahankan kehidupan
pasien dan yang kedua adalah mempertahankan baik anatomi maupun fungsi ekstrimitas seperti
semula. Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan dalam penanganan fraktur yang tepat
adalah (1) survey primer yang meliputi Airway, Breathing, Circulation, (2) meminimalisir rasa
nyeri (3) mencegah cedera iskemia-reperfusi, (4) menghilangkan dan mencegah sumber- sumber
potensial kontaminasi. Ketika semua hal diatas telah tercapai maka fraktur dapat direduksi dan
reposisi sehingga dapat mengoptimalisasi kondisi tulang untuk proses persambungan tulang dan
meminimalisasi komplikasi lebih lanjut.
Survey Primer
Setelah pasien sampai di UGD yang pertama kali harus dilakukan adalah mengamankan dan
mengaplikasikan prinsip ABCDE (Airway, Breathing, Circulation, Disabilty Limitation,
Exposure):
1. A : Airway, dengan kontrol servikal. Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan
nafas. Ini meliputi pemeriksan adanya obstruksi jalan nafas oleh adanya benda asing atau
fraktus di bagian wajah. Usaha untuk membebaskan jalan nafas. harus memproteksi tulang
cervikal, karena itu teknik Jaw Thrust dapat digunakan. Pasien dengan gangguan kesadaran
atau GCS kurang dari 8 biasanya memerlukan pemasangan airway definif.
2. B : Breathing. Setelah mengamankan airway maka selanjutnya kita harus menjamin ventilasi
yang baik. Ventilasi yang baik meliputi fungsi dari paru-paru yang baik, dinding dada dan
diafragma.
3. C : Circulation. Ketika mengevaluasi sirkulasi maka yang harus diperhatikan di sini adalah
volume darah, pendarahan, dan cardiac output. Pendarahan sering menjadi permasalahan
utama pada kasus patah tulang, terutama patah tulang terbuka. Patah tulang femur dapat
menyebabkan kehilangan darah dalam paha 3 – 4 unit darah dan membuat syok kelas II.
Menghentikan pendarahan yang terbaik adalah mengunakan penekanan langsung dan
meningikan lokasi atau ekstrimitas yang mengalami pendarahan di atas level tubuh.
Pemasangan bidai yang baik dapat menurunkan pendarahan secara nyata dengan mengurangi
gerakan dan meningkatkan pengaruh tamponade otot sekitar patahan. Pada patah tulang
30
terbuka, penggunan balut tekan steril umumnya dapat menghentikan pendarahan. Pengantian
cairan yang agresif merupakan hal penting disamping usaha menghentikan pendarahan.
4. D : Disability. Menjelang akhir survey primer maka dilakukan evaluasi singkat terhadap
keadan neurologis. yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil,
tanda-tanda lateralisasi dan tingkat cedera spinal.
5. E : Exposure. pasien harus dibuka keseluruhan pakaianya, seiring dengan cara mengunting,
guna memeriksa dan evaluasi pasien. setelah pakaian dibuka, penting bahwa pasien
diselimuti agar pasien tidak hipotermia.16
Prinsip penanganan fraktur yaitu 4 R yang terdiri dari:
1. Recognition
Merupakan tahap mengenali terutama mechanism of injury, jenis fraktur dan penanganan
yang sesuai.
2. Reposition
Merupakan tahap menggembalikan fraktur ke posisi semula (posisi anatomis)
3. Retensi atau fiksasi atau imobilisasi adalah tindakan mempertahankan atau menahan
fragmen fraktur tersebut selama penyembuhan.
4. Rehabilitasi adalah tindakan dengan maksud agar bagian yang menderita fraktur tersebut
dapat kembali normal.4
31
Gambar 18. Proses penyembuhan fraktur
Secara rinci proses penyembuhan fraktur dapat dibagi dalam beberapa tahap sebagai
berikut :
1. Fase hematoma
Pada mulanya terjadi hematoma dan disertai pembengkakan jaringan lunak, kemudian
terjadi organisasi (proliferasi jaringan penyambung muda dalam daerah radang) dan hematoma
akan mengempis. Tiap fraktur biasanya disertai putusnya pembuluh darah sehingga terdapat
penimbunan darah di sekitar fraktur. Pada ujung tulang yang patah terjadi ischemia sampai
beberapa milimeter dari garis patahan yang mengakibatkan matinya osteocyt pada daerah fraktur
tersebut.
2. Fase proliferatif
Proliferasi sel-sel periosteal dan endoosteal, yang menonjol adalah proliferasi sel-sel
lapisan dalam periosteal dekat daerah fraktur. Hematoma terdesak oleh proliferasi ini dan
diabsorbsi oleh tubuh. Bersamaan dengan aktivitas sel-sel sub periosteal maka terjadi aktifitas
sel-sel dari kanalis medularis dari lapisan endosteum dan dari bone marrow masing-masing
fragmen. Proses dari periosteum dan kanalis medularis dari masing-masing fragmen bertemu
dalam satu preses yang sama, proses terus berlangsung kedalam dan keluar dari tulang tersebut
sehingga menjembatani permukaan fraktur satu sama lain. Pada saat ini mungkin tampak di
beberapa tempat pulau-pulau kartilago, yang mungkin banyak sekali,walaupun adanya kartilago
ini tidak mutlak dalam penyembuhan tulang. Pada fase ini sudah terjadi pengendapan kalsium.
3. Fase pembentukan callus
Pada fase ini terbentuk fibrous callus dan disini tulang menjadi osteoporotik akibat
resorbsi kalsium untuk penyembuhan. Sel-sel osteoblas mengeluarkan matriks intra selluler yang
terdiri dari kolagen dan polisakarida, yang segera bersatu dengan garam-garam kalsium,
membentuk tulang immature atau young callus, karena proses pembauran tersebut, maka pada
akhir stadium ter dapat dua macam callus yaitu didalam disebut internal callus dan diluar disebut
external callus.
4. Fase konsolidasi
Pada fase ini callus yang terbentuk mengalami maturisasi lebih lanjut oleh aktivitas
osteoblas, callus menjadi tulang yang lebih dewasa (mature) dengan pembentukan lamela-
lamela). Pada stadium ini sebenarnya proses penyembuhan sedah lengkap. Pada fase ini terjadi
32
pergantian fibrous callus menjadi primary callus. Pada saat ini sudah mulai diletakkan sehingga
sudah tampak jaringan yang radioopaque. Fase ini terjadi sesudah 4 (empat) minggu, namun
pada umur-umur lebih mudah lebih cepat. Secara berangsur-angsur primary bone callus
diresorbsi dan diganti dengan second bone callus yang sudah mirip dengan jaringan tulang yang
normal.
5. Fase remodeling
Pada fase ini secondary bone callus sudah ditimbuni dengan kalsium yang banyak dan
tulang sedah terbentuk dengan baik, serta terjadi pembentukan kembali dari medula tulang.
Apabila union sudah lengkap, tulang baru yang terbentuk pada umumnya berlebihan,
mengelilingi daerah fraktur di luar maupun didalam kanal, sehingga dapat membentuk kanal
medularis. Dengan mengikuti stress/tekanan dan tarik mekanis, misalnya gerakan, kontraksi otot
dan sebagainya, maka callus yang sudah mature secara pelan-pelan terhisap kembali dengan
kecepatan yang konstan sehingga terbentuk tulang yang sesuai dengan aslinya. 17
E. Komplikasi
Komplikasi Fraktur
a. Sindrom Emboli Lemak
Merupakan keadaan pulmonari akut dan dapat menyebabkan kondisi fatal. Hal
ini terjadi ketika gelembung – gelembung lemak terlepas dari sumsum tulang dan
mengelilingi jaringan yang rusak. Gelombang lemak ini akan melewati sirkulasi dan
dapat menyebabkan oklusi pada pembuluh – pembuluh darah pulmonary yang
menyebabkan sukar bernafas. Gejala dari sindrom emboli lemak mencakup dyspnea,
perubahan dalam status mental (gaduh, gelisah, marah, bingung, stupor), tachycardia,
demam, ruam kulit ptechie. 18
b. Sindrom Kompartemen
Komplikasi ini terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruang tertutup di
otot, yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan
hambatan aliran darah yang berat dan berikutnya menyebabkan kerusakan pada otot.
Gejala – gejalanya mencakup rasa sakit karena ketidakseimbangan pada luka, rasa sakit
yang berhubungan dengan tekanan yang berlebihan pada kompartemen, rasa sakit
33
dengan perenggangan pasif pada otot yang terlibat, dan paresthesia. Komplikasi ini
terjadi lebih sering pada fraktur tulang kering (tibia) dan tulang hasta (radius atau ulna).
c. Nekrosis Avaskular (Nekrosis Aseptik)
Nekrosis avaskular dapat terjadi saat suplai darah ke tulang kurang baik. Hal ini
paling sering mengenai fraktur intrascapular femur (yaitu kepala dan leher), saat kepala
femur berputar atau keluar dari sendi dan menghalangi suplai darah. Karena nekrosis
avaskular mencakup proses yang terjadi dalam periode waktu yang lama, pasien
mungkin tidak akan merasakan gejalanya sampai dia keluar dari rumah sakit. Oleh
karena itu, edukasi pada pasien merupakan hal yang penting. Perawat harus menyuruh
pasien supaya melaporkan nyeri yang bersifat intermiten atau nyeri yang menetap pada
saat menahan beban.
d. Osteomyelitis
Adalah infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum dan korteks tulang
dapat berupa exogenous (infeksi masuk dari luar tubuh) atau hematogenous (infeksi
yang berasal dari dalam tubuh). Patogen dapat masuk melalui luka fraktur terbuka, luka
tembus, atau selama operasi. Luka tembak, fraktur tulang panjang, fraktur terbuka yang
terlihat tulangnya, luka amputasi karena trauma dan fraktur – fraktur dengan sindrom
kompartemen atau luka vaskular memiliki risiko osteomyelitis yang lebih besar.
e. Gangren Gas
Gas gangren berasal dari infeksi yang disebabkan oleh bakterium saprophystik
gram-positif anaerob yaitu antara lain Clostridium welchii atau clostridium perfringens.
Clostridium biasanya akan tumbuh pada luka dalam yang mengalami penurunan suplai
oksigen karena trauma otot. Jika kondisi ini terus terjadi, maka akan terdapat edema,
gelembung – gelembung gas pada tempat luka. Tanpa perawatan, infeksi toksin tersebut
dapat berakibat fatal.
F. Pencegahan Fraktur 19
Pencegahan fraktur dapat dilakukan berdasarkan penyebabnya. Pada umumnya fraktur
disebabkan oleh peristiwa trauma benturan atau terjatuh baik ringan maupun berat. Pada
34
dasarnya upaya pengendalian kecelakaan dan trauma adalah suatu tindakan pencegahan
terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang menyebabkan fraktur.
- Pencegahan Primer
Pencegahan primer dapat dilakukan dengan upaya menghindari terjadinya trauma
benturan, terjatuh atau kecelakaan lainnya. Dalam melakukan aktifitas yang berat atau
mobilisasi yang cepat dilakukan dengan cara hati – hati, memperhatikan pedoman
keselamatan dengan memakai alat pelindung diri.
- Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dilakukan untuk mengurangi akibat – akibat yang lebih
serius dari terjadinya fraktur dengan memberikan pertolongan pertama yang tepat dan
terampil pada penderita. Mengangkat penderita dengan posisi yang benar agar tidak
memperparah bagian tubuh yang terkena fraktur untuk selanjutnya dilakukan pengobatan.
Pemeriksaan klinis dilakukan untuk melihat bentuk dan keparahan tulang yang patah.
Pemeriksaan dengan foto radiologis sangat membantu untuk mengetahui bagian tulang
yang patah yang tidak terlihat dari luar. Pengobatan yang dilakukan dapat berupa traksi,
pembidaian dengan gips atau dengan fiksasi internal maupun eksternal.
- Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier pada penderita fraktur yang bertujuan untuk mengurangi
terjadinya komplikasi yang lebih berat dan memberikan tindakan pemulihan yang tepat
untuk menghindari atau mengurangi kecacatan. Pengobatan yang dilakukan disesuaikan
dengan jenis dan beratnya fraktur dengan tindakan operatif dan rehabilitasi. Rehabilitasi
medis diupayakan untuk mengembalikan fungsi tubuh untuk dapat kembali melakukan
mobilisasi seperti biasanya. Penderita fraktur yang telah mendapat pengobatan atau
tindakan operatif, memerlukan latihan fungsional perlahan untuk mengembalikan fungsi
gerakan dari tulang yang patah. Upaya rehabilitasi dengan mempertahankan dan
memperbaiki fungsi dengan mempertahankan reduksi dan imobilisasi antara lain
meminimalkan bengkak, memantau status neurovaskuler, mengontrol ansietas dan nyeri,
latihan dan pengaturan otot, partisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari, dan melakukan
aktivitas ringan secara bertahap.
35
G. Prognosis
Proses penyembuhan patah tulang adalah proses biologis alami yang akan terjadi pada
setiap patah tulang, tidak peduli apa yang telah dikerjakan dokter pada patahan tulang tersebut.
Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh
terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost yang disebut dengan fase hematoma,
kemudian berubah menjadi fase jaringan fibrosis, lalu penyatuan klinis, dan pada akhirnya fase
konsolidasi.20
Waktu yang diperlukan untuk penyembuhan fraktur tulang sangat bergantung pada lokasi
fraktur dan umur pasien. Rata-rata masa penyembuhan fraktur menurut Perkins:
Sebuah fraktur spiral pada ekstremitas atas menyatu dalam 3 minggu, untuk konsolidasi
di kali 2, untuk ekstremitas bawah di kali 2 lagi, untuk fraktur transverse kalikan 2 lagi. Sebuah
cara baru menjelaskan.
BAB IV
KESIMPULAN
Berdasarkan anamnesa didapatkan, pria umur 39 tahun datang dengan keluhan nyeri serta
bengkak pada lengan bawah dan tungkai sebelah kiri setelah kecelakaan tabrakan motor 2 jam
smrs. Pada saat kecelakaan , pingsan (-), mual(-), muntah(-), kepala pusing (-).
Dari pemeriksaan fisik, kesaradaran compos mentis, tampak sakit ringan. Tanda vital
normal, status generalis dalam batas normal, status lokalis tidak dinilai karena os sudah di balut
lengannya. Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien ini dapat didiagnosa
Close Fracture 1/3 radius ulna distal sinistra + closed fracture patella sinistra.
36
DAFTAR PUSTAKA
1. Williams N, Bulstrode CJK, O’Connel PR. Bailey and Love’s Short Practice of Surgery. Ed 25th. Great Britain: Hachette UK company: 2008.pg 542
2. Miller , John. 2014. Patella. http://physioworks.com.au/injuries-conditions-1/patella diunduh tanggal 18 januari 2015
3. Remeika, Leah. 2014. Kneecap pain. http://www.chiropractic-help.com/Patello-Femoral-Pain-Syndrome.html diunduh tanggal 18 januari 2015
4. Swartz MH. Physical Diagnosis history and examnation: The muskuloskeletal system. Phyladelphia:WB Saunders; 2001.
5. Koval KJ. Zuckerman JD. Handbook of Fractures. Second ed. LWW. 2002.pg 76. Gustilo Anderson Clasification . Kim PH. Available at :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3462875/7. Mansjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Media. Jakarta: Aesculapius
FKUI
37
8. Ariana, Sinta. 2011. Anatomi sistem muskuloskeletal http://sintadotners.wordpress.com/2011/10/17/anatomi-sistem-moskuleskeletal/ diunduh pada tanggal 17 Januari 2015
9. Price., et al. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed 6. Jakarta: EGC
10. Doengoes, Marlyn E, Moorhouse, Mary F dan Geissler, Alice C. 2000. Rencana Keperawatan Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, Alih Bahasa I Made Kriasa, EGC, Jakarta
11. Broken bone: Types of fractures, symptoms and prevention . Available at : http://www.webmd.boots.com/a-to-z-guides/bone-fractures-types-symptoms-prevention
12. Distal Radial Fracture Imaging .Porrino JA. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/398406-overview
13. Salomon L. Apley’s system of orthopaedics and fractures: Injuries of the forearm and wrist. Ed 8th. London: Arnold; 2001.
14. Ferry, Johson., GA, Marieta. 2014. Anatomi and biomechanics.UK
15. Eric EJ. 1999. Fracture of the Patella: clinical study of 707 pattelar fracture.16. Barton Fracture. Knipe H. available at : http://radiopaedia.org/articles/barton-fracture17. Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara,
A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). Ed.8. Vol 1. Jakarta : EGC18. Brunner, L dan Suddarth, D. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah (H. Kuncara,
A. Hartono, M. Ester, Y. Asih, Terjemahan). Ed.8. Vol 1. Jakarta : EGC19. Koval KJ. Zuckerman JD. Handbook of Fractures. Second ed. LWW. 2002.pg 3-520. Ekayuda Iwan, Trauma Skelet (Rudapaksa Skelet) dalam: Rasad Sjahriar, Radiologi
Diagnostik. Edisi kedua, cetakan ke-6. Penerbit Buku Balai Penerbitan FKUI. Jakarta. 2009. Hal 31-43.
38