BAB I-V Daftar Pustaka

76
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pemerintah mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi paradigma sehat dalam rangka menuju visi Indonesia sehat 2010. untuk itu perlu diupayakan secara sungguh-sungguh oleh semua pihak baik tingkat Propinsi maupun Kabupaten atau Desa (Dinkes, 2003) Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia (SKDI), 1994 bahwa angka kematian ibu hamil bersalin dan nifas masih merupakan masalah besar di negara berkembang dimana Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih menempati urutan tertinggi di negara ASEAN yaitu 390/100.000 kelahiran hidup. Salah satu 1

description

hhh

Transcript of BAB I-V Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pemerintah

mencanangkan gerakan pembangunan berwawasan kesehatan yang dilandasi

paradigma sehat dalam rangka menuju visi Indonesia sehat 2010. untuk itu

perlu diupayakan secara sungguh-sungguh oleh semua pihak baik tingkat

Propinsi maupun Kabupaten atau Desa (Dinkes, 2003)

Berdasarkan survei demografi kesehatan Indonesia (SKDI), 1994 bahwa

angka kematian ibu hamil bersalin dan nifas masih merupakan masalah besar di

negara berkembang dimana Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih

menempati urutan tertinggi di negara ASEAN yaitu 390/100.000 kelahiran

hidup. Salah satu penyebab kematian ibu di Indonesia adalah pre-eklamsia.

(Sudhberata 2001).

Di Indonesia, pre-eklamsia masih merupakan salah satu penyebab utama

kematian maternal dan kematian perinatal yang tinggi. Zuspan (1978) dan

Arulkumeran (1995) melaporkan angka kejadian pre-eklamsia di dunia sebesar

(0-13 %), di Singapura (0,13-6,6 %) dan di Indonesia (3,4-8,5 %). Hasil

penelitian yang dilakukan oleh Soejoenoes pada tahun 1980 di 12 Rumah Sakit

Rujukan didapat kasus pre-eklamsia sebesar (4,78 %) dengan angka kematian

perinatal (10,88 %), penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pendidikan

1

Indonesia kejadian pre-eklamsia sebesar (5,30 %). Hasil penelitian Wibowo H

(1993) di Rumah Sakit Tarakan Kaltim didapatkan kejadian pre-eklamsia (3,26

%) dengan angka kematian perinatal (5 %) (Ketut Sudhaberata, 2006).

Manuaba (1998) menyatakan bahwa kejadian pre-eklamsia berkisar antara 3 5

sampai 5 % dari kehamilan yang dirawat.

Wanita hamil dengan pre-eklamsia mempunyai resiko persalinan

prematur 2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak dan

mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan Berat

Badan Lahir Rendah (BBLR) bila dibandingkan dengan kehamilan normal

(Sudhaberata 2001). Pre-eklamsia adalah kelainan yang ditemukan pada wanita

hamil dan merupakan salah satu penyakit kesakitan dan kematian ibu dan janin

serta merupakan sindrom spesifik pada kehamilan yang ditandai dengan trias

gejala klinis, beberapa peningkatan tekanan darah, proteinuria, edema.

Sewaktu-waktu penyakit ini menjadi progresif dengan cepat tanpa didahului

oleh tanda-tanda yang pasti. Sekalipun penelitian dilakukan terus menerus

namun patofisiologi dan penatalaksanaan pre-eklamsia belum secara

menyeluruh dapat dipahami (Sudhberata 2001).

Kurangnya pengawasan antenatal dan penatalaksanaan yang baik pada

penderita dan penatalaksanaan pre-eklamsia dapat memperburuk keadaannya.

Kebanyakan kematian ibu dan anak akibat pre-eklamsia dan eklamsia dapat

dicegah dengan ANC (Antenatal Care) secara teratur dengan perawatan yang

sesuai (Sudhberata 2001).

2

Bagi ibu di atas usia 35 tahun dapat mengakhiri kesuburan dengan

menggunakan alat kontrasepsi metode efektif agar tidak terjadi kehamilan

sehingga mengurangi resiko kejadian superimposea pre-eklamsia, kalaupun

kehamilan sudah terjadi ibu baru mendapat pengawasan antenatal yang baik

dan memberi penyuluhan tentang tanda dan gejala pre-eklamsia agar segera

memeriksakan diri ke tenaga kesehatan supaya cepat ditangani dan mendapat

penatalaksanaan yang sesuai sehingga ibu dan janin sehat dan selamat.

Di Propinsi Bengkulu angka kejadian pre-eklamsia tahun 1998 adalah

7,16% (Dinkes Bengkulu, 1999) tahun berikutnya meningkat menjadi 7,43%

tahun 2000 angka kejadian preeklamsia menjadi 11.73% (Dinkes Bengkulu,

2001), ini menunjukkan angka kejadian pre-eklamsia di Bengkulu meningkat

dari tahun ketahun.

Menurut Sudhberata, Medika (2001) tingginya angka kejadian pre-

eklamsia antara lain karena penyebabnya masih belum diketahui secara pasti,

adapun faktor predisposisi terjadinya penyakit ini antara lain usia, paritas,

ras/golongan etnik, faktor keturunan, diet/gizi, sosial ekonomi, penyakit

hipertensi. Faktor-faktor predisposisi yang mempengaruhi pre-eklamsia salah

satunya adalah usia, menurut penelitian Spellay dan Hasen (1986) dalam

Cunningham (1995) peningkatan pre-eklamsia tiga kali lipat (9,6%) pada usia

40 dibandingkan wanita 20-30 tahun (2,7%), sedangkan beberapa penelitian

lain mendapatkan angka kejadian yang tinggi + 60% pada umur sama atau

kurang dari 24 tahun. Sedangkan menurut statistik bahwa pre-eklamsia berat

sering terjadi pada umur kurang dari 20 tahun dan di atas 30 tahun.

3

Selain itu paritas merupakan faktor resiko lain yang penting terhadap

hipertensi pada kehamilan pre-eklamsia. Ketut Sudhaberata, (2006) menyatakan

bahwa pre-eklamsia secara ekslusif merupakan penyakit pada nulliparitas

sabagai faktor predisposisi utama terjadinya pre-eklamsia dan dinyatakan juga

bahwa agka kejadian pre-eklamsia tinggi pada primigravida muda maupun

primigravida tua. Sejalan dengan pendapat Manuaba (1998) yang menyatakan

bahwa pre-eklamsia lebih banyak terjadi pada primigravida muda.

Menurut Cunningham (1995) wanita hamil dengan penambahan berat

badan yang berlebihan, terutama yang terjadi akut, memerlukan pemeriksaan

yang cermat untuk adanya edema dan terjadinya hipertensi yang disebabkan

oleh kehamilan. Peningkatan berat badan yang terjadi tiba-tiba dapat

mendahului serangan preeklamsia, dan bahkan berat badan yang berlebihan

merupakan tanda pertama preeklamsia pada sementara wanita.

Berdasarkan hasil pengumpulan data yang dilakukan peneliti di Rekam

Medik RSUD Dr. M. Yunus diketahui bahwa terdapat 62 kasus pre-eklamsia

dari 925 persalinan yang terjadi selama periode Juni 2005 sampai juni tahun

2006 (6,7 %).

Tingginya angka kejadian pre-eklamsia, maka penulis tertarik untuk

mengambil judul penelitian faktor-faktor yang berhubungan terjadinya pre-

eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

4

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka yang menjadi permasalahan dalam

penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan terjadinya pre-

eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan faktor (usia, paritas dan

berat badan) dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu.

1.3.2 Tujuan Khusus

1.3.2.1 Gambaran tentang usia dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu

hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3.2.2 Gambaran tentang paritas dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu

hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3.2.3 Gambaran tentang berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada

ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

1.3.2.4 Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara usia dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu.

5

1.3.2.5 Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara paritas dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu.

1.3.2.6 Untuk mengetahui hubungan yang signifikan antara berat badan

dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Sebagai masukan bagi Program Studi Ilmu Keperawatan STIKES Tri

Mandiri Sakti Bengkulu.

1.4.2 Bagi peneliti sendiri, sebagai pengalaman belajar dan menambah

keterampilan dalam menganalisa hubungan pre-eklamsia pada ibu

hamil.

1.4.3 Sebagai masukan informasi bagi pihak rumah sakit tentang faktor-faktor

yang berhubungan dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil

tersebut menjadi pedoman dan langkah-langkah dalam memberikan

keperawatan.

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pre-eklamsia

2.1.1 Pengertian

Pre-eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema dan

proteinuria yang timbul karena kehamilan, pre-eklamsia penyakit yang timbul

akibat kehamilan dan berakhir setelah terminasi kehamilan. Bila kita

menemukan tekanan darah lebih dari 140/90 pada kehamilan lebih dari 20

minggu, dan proteinuria lebih dari 0.3 g/L, maka kita dapat membuat diagnosis

pre-eklamsia. (Winkjosastro, 1999), sedangkan menurut Forth (2004) pre-

eklamsia adalah suatu sindrom hipertensi yang terjadi karena kehamilan

disertai dengan proteinuria, edema dan sering kali terdapat gangguan pada

sistem organ lainnya. Menurut Ketut Sudhaberata (2001) pre-eklamsia adalah

hipertensi disertai proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah kehamilan

20 minggu atau segera setelah persalinan.

2.1.2 Etiologi

Sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi dijumpai berbagai

faktor yang mempengaruhi diantaranya.

1. Jumlah primigravida, terutama primigravida muda.

2. Distensi rahim berlebihan, hidramnion, hamil ganda, mola

hidatidosa.

3. Penyakit yang menyertai hamil, diabetes melitus, kegemukan.

7

4. Jumlah umur ibu di atas 35 tahun.

2.1.3 Faktor Predisposisi

Menurut Wikjnosastro (1999), faktor predisposisi pre-eklamsia adalah

sebagai berikut :

1. Hipertensi esensial / kronik.

2. Diabetes

3. Penyakit ginjal

4. Gameli

2.1.4 Patofisiologi Pre-eklamsia

Menurut Cunningham (1995), wanita berusia kurang 20 tahun atau lebih

35 tahun mempunyai kemungkinan lebih besar mengalami pre-eklamsia. Pada

wanita usia kurang 20 tahun dan lebih 35 tahun merupakan awal dan akhir masa

reproduksi. Dimana usia kurang 20 tahun fungsi dari organ reproduksi belum

sempurna dalam menjalani fungsinya, sedangkan pada usia lebih 35 tahun dengan

bertambah usia maka akan terjadi proses penuaan, dimana pada dasarnya proses

menua terjadi sejak dilahirkan sampai pada saat kematian. Manifestasi utama dari

proses ini adalah menurunnya kemampuan fungsi organ dan sistem tubuh,

diantaranya yaitu otot, syaraf, kardiovaskuler, endokrin dan reproduksi. Tetapi

pada umumnya tanda-tanda penuaan mulai tampak sejak umur lebih 35 tahun telah

terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan oleh berkurangnya kontraksi

miokardium, sedangkan pada saat hamil curah jantung meningkat 40 % untuk

meningkatkan airan darah ke organ seperti ginjal dan uterus. Peningkatan curah

8

jantung dapat meningkatkan tahanan perifer yang berakibat daya pompa jantung

meningkat sehingga terjadi kontraksi yang menyebabkan tekanan darah

menjadi tinggi (Cakul, 2005).

Dengan meningkatnya usia arteri akan menjadi kaku sehingga akan

meningkatkan halangan aliran darah yang mengakibatkan meningkat. Selain itu

juga yang tampak timbul pada ginjal yaitu menurunkan fungsi filtrasi glomerus

yang mengakibatkan proteinuria serta retensi natrium dan air. Dimana dengan

terjadinya retensi natrium dan air, maka diuresis menurun sehingga terjadi

peningkatan berat badan (Cakul, 2005). Di sisi lain dengan bertambahnya usia

akan mempengaruhi insiden hipertensi arterial, menghadapi resiko yang lebih

besar untuk menderita superimposit pre-eklamsia. Superimposid pre-eklamsia

adalah pre-eklamsia terjadi karena memang sudah ada hipertensi yang

diperbesar oleh kehamilan disertai proteinusia dan edema (Cunningham, 1995).

Pada kehamilan normal bila dilakukan pemeriksaan darah terdapat

peningkatan angiostensin, renin dan aldosteron sehingga kompensasi peredaran

darah dan metabolisme dapat berlangsung. Menurut teori iskemia implantasi

placenta bawah pada pre-eklamsia terjadi penurunan angiostensin, renin dan

aldosteron tetapi dijumpai edema, hipertensi, dan proteinuria. Bahan tropoblas

akan diserap ke dalam sirkulasi yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap

angiostensin, renin, spasme pembuluh darah arteriol dan tertahannya garam dan

air. Pengaturan darah selama kehamilan sangat tergantung pada hubungan

antara curah jantung yang keduanya berubah selama kehamilan. Peningkatan

9

tekanan darah yang pertama kali timbul saat kehamilan disebabkan oleh adanya

kerusakan yang terjadi pada pembuluh darah placenta. Selain itu juga pada

ginjal yaitu menurunnya filtrasi glomerulus yang mengakibatkan proteinuria

serta retensi natrium dan air, maka deuresis menurun sehingga terjadi edema

dan kenaikan berat badan (Cuningham, 1995).

2.1.5 Klasifikasi Pre-eklamsia

Menurut Manuaba (1998) pre-eklamsia diklasifikasikan :

1. Pre-eklamsia Ringan

Tanda dan gejalanya sebagai berikut :

a. Tekanan darah sistolik meningkat sebesar 30 mmHg atau lebih

sedangkan tekanan darah diastolik meningkat 15 mmhg atau lebih

b. Proteinuria renik positif satu ( 1+ )

c. Edema generalisata (termasuk wajah dan tangan tidak ditemukan)

d. Jarang ditemukan keluhan-keluhan subjektif

e. Kenaikan berat badan satu kg atau lebih dalam seminggu

Sedangkan menurut Sarwono (1999) pre-eklamsia ringan adalah

penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, proteinuria dan tidak

ditemukan gejala-gejala subjektif sehingga sering tidak diketahui atau

tidak diperhatikan oleh wanita yang bersangkutan sehingga tanpa

disadari waktu singkat dapat timbul pre-eklamsia berat.

10

2. Pre-eklamsia Berat

Menurut Wiknjosastro (1999) bahwa pre-eklamsia disebut berat bila

terdapat :

a. Diastolik > 110 mmHg dan atau diastolic > 160 mmHg.

b. Proteinuria > 3 g/hari

c. Hiperrefleksia

d. Oliguria < 400 ml/hari

e. Trombosit < 100.000/mm3

f. Kadar enzim hati abnormal

g. Gangguan visual/buta kortikal dan nyeri kepala hebat

h. Nyeri eipgastrik dan subhepatik menetap

i. Edema paru

j. Sianosis

k. Pertumbuhan janin terhambat

2.1.6 Penanganan

1. Pre-eklamsia ringan

Menurut Sarwono (1999), penanganan dengan istirahat di tempat tidur

masih merupakan terapi utama karena biasanya tekanan darah akan turun

dan edema berkurang dengan istirahat, juga dengan pemberian fenobarbital

3 x 30 mg sehari akan menenangkan penderita dan dapat menurunkan

11

tekanan darah, sedangkan menurut Manuaba (1999) pada pre-eklamsia

ringan dilakukan penanganan simtematis dan berobat jalan dengan

memberikan :

a. Sedativa ringan (penobarbital 3 x 30 mgr, valium 3 x

10 mgr)

b. Obat penunjang vitamin B complek, vitamin c, vitamin

E, zat besi (Fe)

c. Nasehat: lebih banyak istirahat, segera memeriksakan

diri ke bidan/dokter bila terdapat gejala sakit kepala, mata kabur, edema

mendadak atau berat badan naik, nyeri pada epigastrium, kesadaran

makin berkurang, gerak janin melemah, pengeluaran urin berkurang.

2. Pree-klamsia berat

Menurut Sarwono (1999) bila penderita masuk RS diberi sedatifa yang kuat

untuk mencegah timbulnya kejang, juga dapat digunakan obat hipotensif

untuk menurunkan tekanan darah dan bila terdapat oligura penderita diberi

glukosa 20%. Namun bila gejala akan teratasi dilakukan upaya

menghentikan kehamilan.

2.1.7 Komplikasi

Menurut Sarwono (1999) komplikasi pre-eklamsia adalah terjadi

kemunduran fungsi sejumlah organ dan sistem dari sistem dan bila dilakukan

pengakhiran kehamilan kemungkinan bayi premature.

12

2.1.8 Penatalaksanaan

Menurut Yosemite (2005), mengungkapkan bahwa prinsip

penatalaksanaan pre-eklamsia adalah :

1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah

2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklamsia

3. Mengatasi atau menurunkan resiko janin

4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sehingga

mungkin setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau

ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.

Menurut Forth (2004), penatalaksanaan pre-eklamsia adalah :

1. Pre-eklamsia ringan

a. Penanganan permulaan terdiri dari istirahat dan observasi bilamana

pasien belum akan melahirkan, istirahat baring maksimalkan aliran

darah uteroplasenta.

b. Bila perlu rawat inap pertimbangan pengawasan ketat

c. Persalinan harus diusahakan menjelang 38 minggu atau lebih awal jika

serviks matang dan janin telah matur.

2. Pre-eklamsia berat

a.Kelahiran selalu merupakan terapi ibu yang ampuh

b. Resiko pada janin harus diseimbangkan dengan resiko pada ibu :

13

1) Pertimbangkan tindakan konservatif diantara kehamilan 25 sampai

30 minggu

2) Kelahiran menjadi indikasi pre-eklamsia berat, retardasi

pertumbuhan janin, atau gawat janin.

2.2 Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Pre-eklamsia

Menurut Doenges (2001) asuhan keperawatan pada klien dengan pre-

eklamsia adalah :

A. Pengkajian

Pengkajian dasar data pengkajian :

1. Sirkulasi, misalnya :

peningkatan tekanan darah (TD) menetap melebihan nilai dasar setelah 20

minggu kehamilan, riwayat hipertensi kronis, nadi mungkin menurun,

dapat mengalami memar spontan, pendarahan lama, atau epistaksis

(trombositopenia).

2. Eliminasi, misalnya : fungsi

ginjal mungkin menurun (kurang dari 400ml/24 jam) atau tidak ada.

3. Makanan/Cairan, misalnya :

mual / muntah, penambahan berat badan 2+ ib (0,9072 kg) atau lebih

dalam 1 minggu, 6 Ib (2,72 kg) ataulebig perbulan (tergantung pada

lamanya gestasi), malnutrisi (kelebihan atau kurang berat badan 20% atau

lebih besar): masukan protein / kalori kurang, edema mungkin ada, dari

14

ringan sampai berat / umum dan dapat meliputi wajah, ekstremitas, dan

system organ (missal : heper, otak), diabetes melitus.

4. Neurosensori, misalnya :

pusing, sakit kepala frontal, diplopia, penglihatan kabur, hiperrefleksia,

kacau mental-tonik, kemudian fase tonik-kronik, diikuti dengan periode

kehilangan kesadaran, pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan

edeman atau spasme vaskular.

5. Nyeri / ketidaknyamanan,

misalnya : nyeri epigastrik (region kuadrat atas kanan (KkaA)

6. Pernafasan, misalnya :

pernafasan mungkin kurang dari 14/menit, krekels mungkin ada.

7. Keamanan, misalnya :

ketidaksesuaian Rh mungkin ada

8. Seksualitas, misalnya :

primagravida, gestasi multipel, hidramnion, molahidatidosa, hidrops

fetalis (antigen-antibodi Rh, gerakan bayi mungkin kurang, tanda-tanda

abrupsi plasenta mungkin ada.

9. Penyuluhan / pembelajaran,

misalnya : remaja (di bawah usia 15) dan primigravida lansia ((usia 35

tahun atau) lebih beresiko tinggi, riwayat keluarga hipertensi karena

kehamilan (HKK)

10. Pemeriksaan diagnostik

15

a. Tes presor supine (tes rollover) : dapat digunkan untuk memeriksa

klien-klien beresiko terhadap HKK, antara gestasi minggu ke 28-32

meskipun keakuratan diragukan: peningkatan 20-30 mmHg pada

tekanan sistolik atau 15-20 mmHg pada tekanan disatolik menandakan

tes Positif.

b. Tekanan arteri rerata (MAP): 90 mmHg pada trimester kedua

menandakan HKK

c. Hematokrit (Ht): meningkatkan pada perpindahan cairan, atau

penurunan pada sindrom HELLP (hemolisis, peningkatan enzim

hepar, hitung trombosit rendah).

d. Hemoglobin (Hb): rendah bila terjadi hemolisis (sindrom HELLP)

e. Smear periper: distensi sel-sel darah atau skistosit pada sindrom

HELLP atau hemolisis intravaskuler.

f. Hitung trombosit serum: kurang dari 100.000/mm kubik pada

koagulasi intravaskuler diseminata (KID)atau pada sindrom HELLP,

seperti perekatan trombosit pada kolagen yang dilepaskan dari

pembulu darah yang rusak.

g. Kadar kreatinin serum : menigkat

h. AST (SGOT), laktat dehidrogenase (LDH), dan kadar bilirubin) serum

(terutama yang tidak langsung): menigkat pada sindrom HELLP

dengan masalah hepar

i. Kadar asam urat : setinggi 7 mg/100 ml, bila masalah ginjal berat

16

j. Masa protrombin (PT), masa tromplastin parsial (PTT), masa

pembekuan memanjang; penurunan fibrinogen; produk split fibrin

(FSP) dan produk degradasi fibrin (FDP) positif bila terjadi

kuagulopati.

k. Berat jenis urin: meningkat, menunjukan perpindahan cairan /

dehidrasi vasculer.

l. Proteinuria: dengan mengunakan dipstick pengukuran 1+ ke 2+

(sedang), 3+ ke 4+ (berat), atau lebih besar dari 5g/l dalam 24 jam.

m. Kadar estriol urin/plasma: menurunkan menandakan penurunan fungsi

plasenta abnormal (tidak sering dilakukan pada skrining HKK)

n. Kadar laktogen plasenta manusia : kurang dari 4 mEg/ml menunjukan

fungsi plasenta abnormal (tidak sering dilakukan pada skrining HKK)

o. Ultrasonografi: pada gestasi minggu ke-20 sampai ke-26 dan diulang

6-10 minggu kemudian,gestasi minggu ke-20 sampai ke-26 dan di

ulang 6-10 minggu kemudian, menentukan usia gestasi dan

mendeteksi retardasi pertumbuhan intrauterus. (IUGR).

p. Tes cairan amniotik (rasio lesitin terhadap sfingomielin (L/S),

fosfatidigliserol (pg), kadar fosfatidilkolin tersaturasi): mengambarkan

maturitas paru janin.

q. BPP (biopsichal profile), termasuk volume cairan amniotik, ”fetal

tone”, pergerakan pernafasan janin (FBM), pergerakan janin

dannjenut jantung janin reaktif tes nonstres: menetukan

kesejahteraan / resiko janin

17

r. Tes stres kontraksi (CST): mengkaji respon janin terhadap sters

kontrsksi uterus

Prioritas Keperawatan

a. Memantau kondisi ibu, janin dan plasenta

b. Mencegah atau menurunkan akumulasi atau komplikasi cairan lanjut

c. Meningkatkan kesejahteraan ibu / janin

d. Menberikan informasi untuk meningkatkan perawatan diri.

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan retensi

garam dan air dalam jaringan interseluler

2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan aliran balik

vena (hipovolemia) ibu

3. Gangguan pola nafas berhubungan dengan adanya retensi cairan dalam

paru

C. Intervensi Keperawatan (dilampirkan)

D. Implementasi (dilampiran)

2.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Terjadinya Pre-eklamsia

Faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya pre-eklamsia menurut

Sudhberata, Medika (2001).

1. Usia

18

Pre-eklamsia lebih sering didapatkan pada masa awal dan akhir

reproduktif yaitu usia remaja dan usia di atas 35 tahun, namun pre-eklamsia di

atas usia di atas 35 tahun biasanya menunjukkan hipertensi yang dipererat

oleh kehamilan (Cunningham, 1995).

Hipertensi kehamilan paling sering mengenai wanita nulipara, wanita

yang lebih tua dengan bertambah usia akan menuju peningkatan insiden

hipertensi kronis. Wanita yang berada pada awal atau akhir usia reproduktif

dianggap lebih rentan menderita pre-eklamsia (Cunningham, 1995). Distribusi

kejadian pre-eklamsia menurut beberapa referensi banyak ditemukan pada

kelompok yang ektsrim yaitu kurang dari 20 tahun lebih 35 tahun

(Sudhaberata, 2001). Namun dari hasil penelitian beberapa peneliti seperti

yang didapat Ketut Sudhaberata (2001) bahwa kejadian pre-eklamsia

terbanyak pada kelompok umur 20-35 tahun (76,27%) dan hasil penelitian

Adi (2003) juga mendapat kejadian pre-eklamsia terbanyak pada kelompok

usia 20-35 tahun (70,2%) menurut hasil penelitian Meiza dan Mose (1999)

bila ditinjau dari segi usia bahwa kejadian pre-eklamsia berat lebih sering

pada umur 20-35 tahun (12,80%). Spellancy (2005) melaporkan bahwa pada

wanita di atas usia 40 tahun inseiden hipertensi karena kehamilan, meningkat

3 kali lipat (9,6 lawan 2,7%) dibandingkan dengan wanita yang berusia 20-30

tahun. Hansen (2005) meninjau beberapa penelitian dan melaporkan

peningkatan insiden pre-eklamsia sebesar 2-3 kali lipat pada nullipara yang

berusia di atas 40 tahun bila dibandingkan dengan yang berusia 25-29 tahun.

19

Disebutkan juga pada wanita hamil berusia kurang dari 25 tahun insiden lebih

3 kali lipat pada wanita hamil berusia lebih dari 35 tahun dapat menjadi

hipertensi laten.

Usia yang aman bagi seorang wanita untuk hamil dan persalinan adalah

20-35 tahun. Wanita berusia kurang dari 20 tahun alat reproduksinya belum

sempurna dalam menjalani fungsinya, di samping itu juga hormon yang

mempengaruhi kehamilan seperti ekstrogen dan progesteron masih sedikit.

Pada usia 20-35 tahun pada seorang wanita alat reproduksi wanita sudah

sempurna dalam menghadapi kehamilan. Demikian juga dengan hormon

estrogen dan progesteron yang dihasilkan sudah mencukupi wanita hamil,

selama kehamilan normal kadar renin, angiotensin II dan aldosteron dalam

plasma akan meningkat, pada wanita dengan pre-eklamsia dalam kehamilan

umumnya menurun hingga mendekati nilai normal seperti pada wanita yang

tidak hamil. Menurut Cuningham (1995) perubahan parsial progesteron

plasma menjadi Deoksikortikosteron (DOC) wanita hamil umumnya trimester

tiga pada wanita hamil hampir menghasilkan aterm 250 mg progesteron

perhari. Jumlah deoksikortikosteron yang dihasilkan 0,5 mg hingga 11 mg/24

jam hal ini berbeda pada wanita yang tidak hamil yang hanya menghasilkan

rata-rata 0,15 mg deoksikortikosteron perhari. Pada wanita yang cenderung

untuk mengalami pre-eklamsia misalnya penderita diabetes, kehamilan ganda,

molahidatidosa, deoksikortikosteron yang dihasilkan dari prgesteron plasma

sangat besar. Produksi deoksikortikosteron bukan merupakan satu-satunya

20

faktor timbulnya hipertensi karena kehamilan, melainkan kadar hormon pada

wanita hamil yang sebelumnya menderita hipertensi tidak lebih besar

dibandingkan kelompok kontrol yang normotensi. Perubahan progesteron

menjadi deoksikortikosteren akan meningkat secara nyata pada wanita hamil

yang kemudian menderita hipertensi karena kehamilan. Pada usia lebih 35

tahun telah terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan oleh

berkurangnya kontraksi miokardium sedangkan pada saat hamil curah jantung

meningkat 40% untuk meningkatkan aliran darah ke organ ginjal dan uterus.

Dengan meningkatnya usia arteri menjadi kaku sehingga akan mengakibatkan

tekanan darah meningkat. Selain itu juga yang timbul pada ginjal yaitu

menurunnya fungsi glomerulus yang mengakibatkan proteinuria serta retensi

hatrium dan air. Di sisi lain dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi

insiden hipertensi kronis karena usia di atas 35 tahun adalah grup umur

dengan hipertensi arteria, menghadapi resiko lebih besar untuk menderita

superimprosed pre-eklamsia. Superlimposed pre-eklamsia adalah pre-

eklamsia terjadi karena memang sudah ada hipertensi yang diperberat oleh

kehamilan disertai proteinuria dan edema (Cuningham, 1995).

2. Paritas

Menurut Manuaba (1998) Paritas adalah jumlah kelahiran yang pernah

dialami seorang wanita (kelahiran hidup/kelahiran mati) selama masa

reproduksi. Sulaeman, (1993) mengklasifikasikan paritas sebagai berikut :

21

a. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seseorang anak baik matur

atau prematur.

b. Multipara adalah seseorang wanita yang pernah melahirkan lebih dari satu

anak.

c. Grandemulti adalah seseorang wanita yang telah melahirkan lebih dari

satu anak.

Paritas 2 – 3 merupakan paritas yang paling aman di tengah dari sudut

kematian maternal (Winkjosastro, 1999). Pada wanita yang baru pertama kali

hamil ditemukan 6 sampai 8 kali lelah rentan, menderita pre-eklamsia

dibandingkan dengan wanita yang sudah beberapa kali hamil sesuai laporan

tonsensus tahun 1990.

Mekanisme terjadinya pre-eklamsia pada primigravida yaitu hampir

seluruh primigravida menderita hipertensi kehamilan dimana pengaturan

darah selama kehamilan sangat tergantung pada hubungan antara curah

jantung dan tahanan atau retensi pembuluh darah yang keduanya berubah

selama kehamilan. Peningkatan tekanan darah yang pertama kali timbul saat

kehamilan disebabkan oleh adanya kerusakan yang terjadi pada pembuluh

darah dan placenta. Selain itu juga tampak timbul pada ginjal yaitu

menurunkan fungsi altrasi glomerus yang mengakibatkan proteinuria serta

retensi natrium dan air, dimana dengan terjadi retensi natrium dan air, maka

diuresis menurun sehingga terjadi edema dan peningkatan BB (Cakul, 2005).

3. Berat Badan

22

Menurut Friedman, dkk (1998) menyatakan bahwa wanita dengan berat

badan yang kurang (underweight) adalah yang dengan berat badan di bawah 10

persen atau kurang dari berat badan idealnya pada awal kehamilan. Pasien

underweight yang mempunyai pertambahan berat total selama kehamilannya

kurang dari 10 pon (atau lebih kritis, kurang dari 0.5 pon per minggu pada

setengah bagian kedua kehamilannya) mempunyai risiko kehamilan, seperti

abruption-placenta, aminitis, persalinan prematur, dan janin dengan berat rendah.

Wanita dengan berat badan sebelum mengandung di atas 200 pon

dianggap sebagai obesitas yang berat. Obesitas meningkatkan risiko maternal

dari kehamilan seperti hipertensi, diabetes gestasional, piolonefritis, makrosomia,

dan distosia bahu; wanita tersebut memerlukan seksio lebih sering dari pada

wanita hamil lainnya.

4. Ras/golongan etnik

Mungkin ada perbedaan perlakuan / akses terhadap berbagai etnik di

banyak negara.

5. Keturunan

Jika ada riwayat pre-eklamsia pada ibu atau nenek penderita, faktor

resiko meningkat sampai lebih dari 25 %

6. Tingkah laku / sosioekonomi

Kebiasaan merokok : insiden pada ibu perokok lebih rendah, namun

merokok selama hamil memiliki risiko kematian janin dan pertumbuhan janin

terhambat yang jauh lebih tinggi

23

7. Aktifitas fisik selama hamil : istirahat baring yang cukup selama

hamil mengurangi kemungkinan / insidens hipertensi dalam kehamilan

8. Hiperplasentosis

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan

kembar, dizigotik lebih tinggi dari pada monozigotik.

9. Hidrops fetalis : berhubungan, mencapai sekitar 50% kasus

10. Diabetes mellitus : angka kejadian yang ada kemungkinan

patofisiologinya bukan pre-eklamsia murni, melainkan disertai kelainan

ginjal/vascular primer akibat diabetesnya.

11. Mola hidatidosa : diduga degenerasi trofoblas berlebihan berperan

menyebabkan pre-eklamsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria

terjadi lebih dini/pada usia kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan

patologi ginjal juga sesuai dengan pada pre-eklamsia.

2.4 Hubungan usia dengan terjadinya pre-eklamsia

Usia kurang 20 tahun fungsi organ reproduksi belum sempurna dalam

menjalani fungsinya, sedangkan pada usia lebih 35 tahun dengan bertambahnya

usia akan terjadi proses penuaan, dimana pada dasarnya proses menua terjadi

sejak dilahirkan sampai pada saat kematian.Manifestasi utama dari proses ini

adalah menurunnya kemampuan berbagai fungsi organ dan sistem tubuh,

diantaranya yaitu otot, syaraf, kardiovaskuler, endokrin dan reproduksi, tetapi

24

pada umumnya tanda-tanda penuaan mulai tampak sejak umur lebih dari 35

tuhun. (Cuningham,1995).

Pada usia lebih 35 tahun telah terjadi penurunan curah jantung yang di

sebabkan oleh berkurangnya kontraksi miokardium, sedangkan pada saat hamil

curah jantung meningkat 40% untuk meningkatkan aliran darah ke organ ginjal

dan uterus. Dengan meningkatnya usia, arteri menjadi kaku sehingga akan

mengakibatkan tekanan darah meningkat, selain itu yang timbul pada ginjal yaitu

menurunnya fungsi glomerulus yang mengakibatkan proteinuria serta retensi

natrium dan air. Disisi lain dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi

insiden hipertensi kroni karena usia di atas 35 tahun adalah grup umur dengan

hipertensi arterial, menghadapi resiko lebih besar untuk menderita superimprosed

pre-eklamsia. Superimposed pre-eklamsia adalah pre-eklamsia terjadi karena

memang sudah ada hipertensi yang diperberat oleh kehamilan yang diperberat

oleh kehamilan disertai proteinuria dan edema (Cunningham, 1995).

Upaya pencegahan kematian perinatal dapat diturunkan dengan

mengidentfikasi faktor-faktor yang mempunyai nilai prediksi (Ketut Sudhaberata,

2006). Berdasarkan karakteristik ibu hamil diketahui bahwa pre-eklamsia

terbanyak terjadi pada kelompok umur 20-25 tahun sebesar (76,27%).

2.5 Hubungan paritas dengan terjadinya pre-eklamsia

Paritas merupakan faktor resiko yang penting terhadap hipertensi pada

kehamilan pre-eklamsia. Winkjosastro.dkk (2006) menyatakan bahwa pada

25

primigrvida insiden pre-eklamsia lebih tinggi bila dibandingkan multigravida,

terutama primigravida muda.

Ketut Sudhaberata (2006) menyatakan bahwa pre-eklamsia secara

ekslusif merupakan penyakit pada nullipara, dan hipertensi dalam kehamilan

dikatakan bahwa nulliparitas sebagai faktor predisposisi utama terjadinya pre-

eklamsia. Cunningham, dkk (1987) melakukan penelitian di Rumah Sakit

Parkand menyatakan bahwa hipertensi dalam kehamilan merupakan insiden pre-

eklamsia yang sangat di pengaruhi oleh paritas dimana hampir 70% insiden pre-

eklamsia terjadi pada nullipara. Sejalan dengan itu Chelsey (1987) melakukan

penelitian bahwa terjadinya pre-eklamsia pada nullipara sebesar (20%) dan pada

multipara sebasar (7%). Josoprawiro , dkk. (2006) menyatakan bahwa angka

kejadian pre-eklamsia tinggi pada primigravida muda maupun primigravida tua.

Sejalan pula gengan pendapat Manuaba (1998) yang menyatakan bahwa pre-

eklamsia lebih banyak terjadi pada primigravida muda.

2.6 Hubungan Berat Badan dengan Terjadinya Pre-eklamsia

Cunningham (1995) mengatakan bahwa peningkatan berat badan sekitar 1

pon (0,45 kg) per minggu adalah normal, tetapi bila melebihi 2 pon dalam

seminggu, atau 6 pon dalam sebulan trimester II dan III, maka kemungkinan

terjadinya preeklamsia harus dicurigai. Tanda khas preeklamsia adalah

peningkatan berat badan yang mendadak serta berlebihan, dan bukannya

peningkatan secara merata selama kehamilan. Peningkatan berat badan terutama

26

disebabkan oleh retensi cairan dan selalu dapat ditemukan sebelum timbul gejala

edema nondependent yang terlihat jelas, seperti kelopak mata yang membengkak

atau jari-jari tangan yang membesar. Pada kasus preeklamsia atau eklamsia

fulminan, retensi cairan dapat berlebihan, dan pada wanita yang demikian tidak

jarang ditemukan kenaikan berat badan hingga 10 pon dalam seminggu.

2.7 Kerangka Konsep

Pada penelitian ini kejadian pre-eklamsia merupakan variabel dependen

diukur dengan menggunakan pengumpulan data. Berdasarkan teori yang telah

dibahas maka faktor usia, paritas dan berat badan yang menjadi variabel

independen. Untuk lebih jelasnya uraian tentang kerangka konsep maka penulis

menyusun variabel-variabel seperti di bawah ini :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Variabel Penelitian

2.8 Definisi Operasional

Tabel 2.1. Defenisi Operasional Variabel Independen dan Dependen

27

Usia

TerjadinyaPre-eklamsia

Berat badan

Paritas

No Variabel Defenisi Operasional Alat Ukur Hasil UkurSkala Ukur

Skala

1

2

3

4

Variabel Dependen adalah tejadinya Preeklamsia

Variabel Independen adalah Usia ibu

Variabel Independen adalah Paritas

Variabel independen Berat badan

Penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan proteinuria yang timbul karena kehamilan.Pre-eklamsia berat ditandai dengan tekanan diastolik > 110 mmHg dan atau sistolik > 160 mmHg, proteinuria > 3 gram per hari disertai nyeri kepala berat

Usia Ibu bersalin pada masa awal dan akhir reproduktif yaitu usia < 20 tahun dan usia diatas 35 tahun, saat di diagnosa pre-eklamsia.

Jumlah kelahiran yang pernah dialami seorang wanita (kelahiran hidup/kelahiran mati) selama masa reproduksi

Wanita dengan berat badan yang meningkat tidak normal selama kehamilan trimester II dan III yang melebihi 0,5 kg per minggu

Pedoman dokumentasi

Pedoman dokumentasi

Pedoman dokumentasi

Pedoman dokumentasi

0 : Pre-eklamsia 1 : Tidak Pre-

eklamsia

Jumlah ibu yang berusia0 : < 20 Th dan > 35

tahun1 : 20 Th – 35 Th

1 : primigravida0 : Multigravida

1 : > 1 pon (0,45 kg) : tidak normal

0 : 1 pon (0,45kg) : normal

Ordinal

Nominal

Nominal

Nominal

2.9 Hipotesis

Ha : 1. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan terjadinya pre-

eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

2. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor paritas dengan terjadinya

pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M Yunus Bengkulu

3. Adanya hubungan yang signifikan antara faktor berat badan dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M Yunus Bengkulu

28

Ho : 1. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor usia dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

2. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor paritas dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

3. Tidak adanya hubungan yang signifikan antara faktor berat badan dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

29

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Objek Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rekam Medik RSUD dr. M.Yunus

Bengkulu. Objek penelitian adalah pasien yang mengalami pre-eklamsia

periode Juni 2005 sampai dengan Juni 2006

3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pasien yang mengalami

persalinan yang tercatat di Rekam Medik RSUD dr.M.Yunus Bengkulu

dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Juni 2006 sebanyak 925

orang.

3.2.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu sebagian

pasien yang mengalami persalinan yang tercatat di Rekam Medik

RSUD dr.M.Yunus Bengkulu dari bulan Juni 2005 sampai dengan

bulan Juni 2006 sebanyak 90 orang.

3.3 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Cross Sectional

dimana mengukur variabel secara langsung dalam waktu yang bersamaan dari

hasil dokumentasi di Rekam Medik RSUD dr.M.Yunus Bengkulu dari bulan

30

Juni 2005 sampai dengan bulan Juni 2006. Dan hasil yang diperoleh

menggambarkan kondisi yang terjadi saat bulan Juni 2005 sampai dengan bulan

Juni 2006.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan data sekunder dari hasil pencatatan dokumentasi di Rekam

Medik RSUD dr. M. Yunus Bengkulu selama perode Juni 2005 sampai Juni

2006 dengan menggunakan format pengumpulan data.

3.5 Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data yang telah dikumpulkan dilakukan dengan komputer,

melalui beberapa tahap antara lain :

1. Editing yaitu untuk melihat apakah isi jawaban/data yang akan diolah

tersebut sudah tersedia lengkap dan apakah sudah relevan dengan tujuan

penelitian

2. Coding yaitu kode pada setiap jawaban

3. Tabulating yaitu mentabulasi data berdasarkan kelompok data yang telah

ditentukan ke dalam master tabel.

4. Entry yaitu memasukkan data yang sudah dilakukan editing dan koding

tersebut kedalam komputer dan menggunakan perangkat lunak komputer

5. Clearing yaitu untuk memastikan apakah semua data sudah siap dianalisis.

31

3.6 Teknik Analisis Data

Dalam pengolahan data akan dianalisis secara univariat dan bivariat

antara lain :

1.Analisis Univariat

Data dianalisis untuk melihat distribusi frekuensi dari faktor-faktor yang

berhubungan dengan terjadinya Pre-eklamsia pada ibu hamil.

2.Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara tiga variabel bebas (Umur, paritas, berat

badan) dengan menggunakan variabel terikat (pre-eklamsia) secara

bersamaan. Dengan menggunalan analisa statistik Chi-Square (X2)

Rumus Chi- Square :

Tabel 3 x 2

X2 =

Tabel 2 x 2

X2 =

Ket : X2 : Chi-Square

O : frekuensi harapan

E : Jumlah responden

N : Nilai observasi

a,b,c : Nilai observasi

32

Hipotesa: Ha diterima bila X2 hitung > X2 tabel (P < 0,05)

Ha ditolak bila X2 hitung < X2 tabel (P > 0,05)

Hasil Chi-square dapat dianalisis sebagai berikut :

1. Umur

Bila X2 hitung > X2 tabel dengan P < 0,05 berarti ada hubungan faktor

umur dengan kejadian pre-eklamsia.

Bila X2 hitung < X2 tabel dengan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan

faktor umur dengan kejadian pre-eklamsia.

2. Paritas

Bila X2 hitung > X2 tabel dengan P < 0,05 berarti ada hubungan faktor

paritas dengan kejadian pre-eklamsia.

Bila X2 hitung < X2 tabel dengan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan

faktor paritas dengan kejadian pre-eklamsia

3. Berat badan

Bila X2 hitung > X2 tabel dengan P < 0,05 berarti ada hubungan faktor

berat badan dengan kejadian pre-eklamsia.

Bila X2 hitung < X2 tabel dengan P > 0,05 berarti tidak ada hubungan

faktor berat badan dengan kejadian pre-eklamsia

33

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor usia, paritas dan berat

badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil. Penelitian ini dilakukan di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dari periode Juni 2005-Juni 2006.

4.1.1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor usia, paritas, dan

berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia.

1. Distribusi frekuensi Usia Dengan Terjadinya Pre-eklamsia

Distribusi frekuensi tentang usia dengan terjadinya pre-

eklamsia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.1. Distribusi Frekuensi dengan terjadinya pre-eklamsia berdasarkan usia

Usia Frekuensi Persentase

< 20 atau > 35 tahun20-35 tahun

2466

26,7%73,3%

Jumlah 90 100%

Dari tabel 4.1. menunjukkan bahwa sebagian besar responden

yang mengalami pre-eklamsia adalah berusia 20-35 tahun, terdapat

24 orang (26,7%) ibu hamil berusia < 20 atau > 35 tahun dan 66

orang (73,3%) ibu hamil berusia 20-35 tahun.

34

2. Distribusi Frekuensi Tentang Paritas Dengan Terjadinya Pre-eklamsia

Distribusi frekuensi tentang paritas dengan terjadinya pre-

eklamsia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.2.Distribusi frekuensi terjadinya pre-eklamsia berdasarkan paritas

Paritas Frekuensi Persentase

MultiparaPrimipara

4941

54,4%45,6%

Jumlah 90 100%

Dari tabel 4.2. menunjukkan bahwa lebih dari sebagian 54,4%

yang mengalami pre-eklamsia adalah ibu hamil dengan multipara dan

41 orang (45,6%) ibu hamil yang primipara.

3. Distribusi Frekuensi Tentang Berat Badan Dengan Terjadinya Pre-eklamsia

Distribusi frekuensi tentang berat badan dengan terjadinya pre-

eklamsia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.3.Distribusi frekuensi terjadinya pre-eklamsia berdasarkan berat badan

pada trimester II dan III

Berat Badan Frekuensi Persentase

0,45 kg> 0,45 kg

4743

52,2%47,8%

Jumlah 90 100%

Dari tabel 4.3. menunjukkan bahwa lebih sebagian responden

52,2% yang mengalami pre-eklamsia adalah ibu hamil dengan berat

badan > 0,045 kg.

35

4. Distribusi Frekuensi tentang ibu hamil dengan terjadinya pre-eklamsia

Distribusi frekuensi tentang ibu hamil dengan terjadinya pre-

eklamsia dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.4.Distribusi frekuensi ibu hamil berdasarkan terjadinya Pre-eklamsia

Terjadinya pre-eklamsia Frekuensi Persentase

Pre-eklamsiaTidak pre-eklamsia

3555

38,9%61,1%

Jumlah 90 100%

Dari tabel di atas menunjukkan bahwa lebih dari sebagian

responden 61,1% yang hamil tidak mengalami pre-eklamsia.

4.1.2. Analisis Bivariat

Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan antara tiga variabel

bebas (umur, paritas, berat badan) dengan menggunakan variabel terikat

(pre-eklamsia) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil dapat dilihat pada tabel di

bawah ini.

1. Hubungan umur dengan terjadinya pre-eklamsia

Hubungan umur dengan terjadinya pre-eklamsia dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

36

Tabel 4.5Tabulasi silang antara usia dengan terjadinya pre-eklamsia

Pre Eklamsia TotalPre

EklamsiaTidak PreEklamsia

Usia < 20 atau > 35 tahun Count% Within Usia

1666.7%

833.3%

24100.0%

20-35 Tahun Count% Within Usia

1928.8%

4771.2%

66100.0%

Total Count% Within Usia

3538.9%

5561.1%

90100,0%

Tabel 4.5. adalah tabulasi silang antara usia dengan terjadinya

pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Ternyata dari 24 ibu hamil yang berusia < 20 atau > 35 tahun

terdapat 16 orang ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia dan 8

orang ibu hamil yang tidak pre-eklamsia, dan dari 66 orang ibu hamil

yang berusia 20-35 tahun terdapat 19 orang ibu hamil yang

mengalami pre-eklamsia dan 47 orang ibu hamil yang tidak

mengalami pre-eklamsia, karena semua sel frekuensi ekspetasi > 5,

maka digunakan uji chi-square (continuity correction).

Hasil uji chi-square (continuity correction) didapat nilai X2 =

9,092 dengan asymp. Sig = 0,003 < 0,05 berarti signifikan. Jadi Ho

ditolak dan Ha diterima, artinya ada hubungannya yang signifikan

antara usia dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD

Dr. M. Yunus Bengkulu.

Hasil uji contingency coefficient didapat nilai C = 0,325 dengan

approx. sig = 0,001 berarti signifikan. Untuk melihat keeratan

37

hubungan antara usia dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil

di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, maka nilai C dibandingkan

dengan nilai Cmax = , m adalah nilai terkecil dari jumlah baris

atau kolom, dalam penelitian ini maka m = 2 maka nilai Cmax =

= 0,707. Karena nilai C jauh dengan Cmax maka kategori

hubungan lemah (Sudjana, 1996), atau nilai C tersebut terletak dalam

interval 0,20-0,399 maka kategori hubungan lemah (Sugiyono, 2001).

Hasil uji Risk Estimate didapat nilai Odds Ratio (OR) = 4,947

yang berarti ibu hamil yang usianya < 20 atau > 35 tahun mempunyai

kemungkinan pre eklamsia 4,947 kali jika dibandingkan dengan ibu

hamil yang berusia 20-35 tahun.

2. Hubungan paritas dengan terjadinya pre-eklamsia

Hubungan paritas dengan terjadinya pre-eklamsia dapat dilihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.6.Tabulasi silang antara paritas dengan terjadinya pre-eklamsia

Pre Eklamsia TotalPre

EklamsiaTidak PreEklamsia

Paritas Multipara Count% Within Paritas

1938.8%

3061.2%

49100.0%

Primipara Count% Within Paritas

1639.0%

2561.0%

41100.0%

Total Count% Within Paritas

3538.9%

5561.1%

90100,0%

38

Tabel 4.6. adalah tabulasi silang antara paritas dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu. Ternyata dari 49 ibu hamil yang multipara dan terdapat 19

orang ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia dan 30 orang ibu

hamil yang tidak mengalami pre-eklamsia, dan dari 41 orang ibu

hamil yang primipara terdapat 16 orang ibu hamil yang mengalami

pre-eklamsia dan 25 orang ibu hamil yang tidak mengalami pre-

eklamsia karena semua frekuensi ekspektasi > 5, maka digunakan uji

chi-square (continuity correction).

Hasil uji chi-square (continuity correction) didapat nilai X2 =

0,000 dengan asymp. Sig = 1,1000 > 0,05 berarti tidak signifikan.

Jadi Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya tidak ada hubungan yang

signifikan antara paritas dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu

hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

3. Hubungan berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia

Hubungan berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia dapat

dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 4.7.Tabulasi silang antara berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia

Pre Eklamsia TotalPre

EklamsiaTidak PreEklamsia

Berat Badan

1 pon (0,45 kg) Count% Within Berat Badan

1327.7%

3472.3%

47100.0%

> 1 pon (0,45 kg)

Count% Within Berat Badan

2251.2%

2148.8%

43100.0%

Total Count% Within Berat Badan

3538.9%

5561.1%

90100,0%

39

Tabel 4.7. adalah tabulasi silang antara berat badan dengan

terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu. Ternyata dari 24 ibu hamil yang beratnya 0,45 kg terdapat

13 pre-eklamsia dan 34 ibu hamil tidak pre-eklamsia, dan dari 43 ibu

hamil yang berat > 0,45 kg terdapat 22 ibu hamil yang pre-eklamsia

dan 21 ibu hamil yang tidak pre-eklamsia. Karena semua sel

frekuensi ekspektasi > 5, maka digunakan uji Chi-square (continuity

correction).

Hasil uji chi-square (continuity correction) di dapat nilai X2 =

4,277 dengan asymp. Sig = 0,039 < 0,05 berarti signifikan. Jadi Ho

ditolak dan Ha diterima. Artinya ada hubungan yang signifikan

antara berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Hasil uji contingency coefficient didapat C = 0,234 dengan

approx. sig = 0,022 berarti signifikan. Untuk melihat keeratan

hubungan antara berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada

ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, maka nilai C

dibandingkan dengan nilai Cmax = , m adalah nilai terkecil dari

jumlah baris atau kolom, dalam penelitian ini maka m = 2 maka nilai

Cmax = = 0,707. Karena nilai C jauh dengan nilai Cmax maka

40

kategori hubungan lemah (Sudjana, 1996), atau nilai C tersebut

terletak dalam interval 0,20-0,399 maka kategori hubungan lemah

(Sugiyono, 2001).

4.2. Pembahasan

4.2.1. Hubungan Usia dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa 90 orang sampel terdapat 24

orang (26,7%) ibu hamil yang berusia < 20 atau > 35 tahun dan 66 orang

(73,3%) ibu hamil yang berusia 20-35 tahun. Hasil uji chi-square

(continuity correction) ada hubungan yang signifikan antara umur

dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu.

Hasil penelitian ini sesuai dengan teori Cunningham (1995)

dimana usia kurang 20 tahun fungsi dari organ reproduksi belum

sempurna dalam menjalani fungsinya, sedangkan pada usia lebih 35

tahun dengan bertambahnya usia akan terjadi proses penuaan.

Manifestasi utama dari proses ini adalah menurunnya kemampuan

berbagai fungsi organ dan sistem tubuh, diantaranya yaitu otot, syaraf,

kardiovaskuler, endokrin dan reproduksi terapi pada umumnya tanda-

tanda penuaan mulai tampak sejak umur lebih 35 tahun. Pada usia lebih

35 tahun telah terjadi penurunan curah jantung yang disebabkan oleh

41

berkurangnya kontraksi miokardium, sedangkan pada saat hamil curah

jantung meningkat 40% untuk meningkatkan aliran darah ke organ ginjal

dan uterus. Dengan meningkatnya usia, arteri menjadi kaku sehingga

akan mengakibatkan tekanan darah meningkat, selain itu yang timbul

pada ginjal yaitu menurunnya tekanan darah meningkat, selain itu yang

timbul pada ginjal yaitu menurunnya fungsi glomelurus yang

mengakibatkan proteinuria serta retensi natrium dan air. Disisi lain

dengan bertambahnya usia akan mempengaruhi insiden hipertensi kronis

karena usia di atas 35 tahun adalah grup umur dengan hipertensi arterial,

menghadapi resiko lebih besar untuk menderita superimposed pre-

eklamsia. Superimposed pre-eklamsia adalah pre-eklamsia terjadi karena

memang sudah ada hipertensi yang diperberat kehamilan disertai

proteinuria dan edema (Cuningham, 1995).

Usia kurang 20 tahun alat reproduksi wanita belum siap dibuahi

dan secara psikologis wanita belum siap menghadapi kehamilan,

sedangkan pada usia ibu kurang 20 tahun berusaha menunda kehamilan,

sedangkan pada usia lebih 35 tahun alat reproduksi wanita mengalami

degenerasi dan penurunan fungsi serta secara psikologi ibu merasa malu

untuk hamil sehingga pada usia lebih 35 tahun ibu tidak menghendaki

hamil lagi.

Hasil penelitian didapatkan 8 orang responden ibu hamil yang

tidak mengalami pre-eklamsia di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu di

42

samping faktor usia yang mempengaruhi pre-eklamsia, masih ada faktor

predisposisi lain, misalnya hipertensi kronis, kehamilan ganda,

hidramion, diabetes mellitus, mola hidatidosa (Ketut Sudhaberata, 2001).

4.2.2. Hubungan paritas dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu hamil di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Hasil penelitian menyatakan bahwa dari 90 orang sampel terdapat

49 orang (54,4%) ibu hamil yang multipara, dan 41 orang (45,6%) ibu

hamil yang primipara. Tabel 4.7 menyatakan tabulasi silang antara

paritas dengan terjadinya pre-eklamsia. Ternyata dari 49 ibu hamil yang

multipara dan terdapat 19 orang ibu hamil yang mengalami pre-eklamsia

dan dari 41 orang ibu hamil yang primipara terdapat 16 orang ibu hamil

yang mengalami pre-eklamsia dan 25 orang ibu hamil yang tidak

mengalami pre-eklamsia.

Hasil uji chi-square (continuity correction) tidak ada hubungan

yang signifikan antara paritas dengan terjadi pre-eklamsia pada ibu hamil

di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

Hal ini tidak sependapat dengan Ketut Sudhaberata (2006)

menyatakan bahwa pre-eklamsia secara eksklusif merupakan penyakit

nulipara, dan hipertensi dalam kehamilan dikatakan bahwa nulliparitas

sebagai faktor predisposisi utama terjadinya pre-eklamsia. Penelitian ini

tidak sejalan dengan pendapat Manuaba (1998) yang menyatakan bahwa

pre-eklamsia lebih banyak terjadi pada primigravida muda.

43

Dari hasil penelitian didapatkan 49 orang responden ibu hamil di

RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang multipara, ditemukan penyebab

yang lain yaitu terjadinya pre-eklamsia di RSUD Dr. M. Yunus

Bengkulu karena memang sudah ada hipertensi yang diperberat oleh

kehamilan disertai proteinuria dan edema (Cunningham, 1995)

4.2.3. Hubungan berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu

hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Hasil penelitian menyatakan bahwa dari 90 orang sampel terdapat

47 orang (52,2%) ibu hamil yang berat badannya 0,45 kg dan 43 orang

(47,8%) ibu hamil yang berat badannya > 0,45 kg.

Hasil uji chi-square (continuity correction) adanya hubungan yang

signifikan antara berat badan dengan terjadinya pre-eklamsia pada ibu

hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu

Hal ini sependapat dengan Cunningham (1995) bahwa peningkatan

berat badan melebihi 0,90 kg dalam seminggu atau 2,70 kg dalam

sebulan maka kemungkinan terjadinya pre-eklamsia, dan tanda khas pre-

eklamsia adalah peningkatan berat badan yang mendadak serta

berlebihan. Manuaba (1998) mengatakan peningkatan berat badan 1 kg

atau lebih dalam seminggu harus dicurigai terjadinya pre-eklamsia.

44

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan di RSUD Dr. M.

Yunus Bengkulu, dapat disimpulkan bahwa :

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 73,3% responden berusia 20-35 tahun

dan 26,7% berusia < 20 dan > 35 tahun.

2. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 54,4% responden mengalami pre-

eklamsia adalah ibu hamil dengan multipara.

3. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 52,2% responden yang berat badannya

0,45 kg dan (47,8%) responden yang berat badannya > 0,45 kg.

4. Ada hubungan yang signifikan antara usia dengan terjadinya pre-eklamsia

pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan tingkat hubungan

lemah.

5. Tidak ada hubungan yang signifikan antara paritas dengan terjadinya pre-

eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

6. Ada hubungan yang signifikan antara berat badan dengan terjadinya pre-

eklamsia pada ibu hamil di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.

45

5.2. Saran

1. Pihak Rumah Sakit

a. Memberikan informasi kepada ibu hamil, terutama yang beresiko terjadi

pre-eklamsia

b. Memeriksakan ANC secara teratur pada ibu hamil bahwa usia < 20 tahun

dan > 35 tahun, paritas, berat badan, dii rendah garam, tinggi kalori,

tinggi protein, anjurkan ibu untuk istirahat yang cukup sehingga pre-

eklamsia dapat dicegah.

2. Bagi Peneliti Lain

Kepada peneliti lebih lanjut mengenai faktor lain dapat melakukan penelitian

lebih lanjut dari penelitian ini mengenai faktor lain (paritas, hubungan

dengan pre-eklamsi), misalnya ras/golongan etnik, keturunan, tingkah laku,

hiperlasentosis, hidrops fetalis, diabetes mellitus dan mola hidatidosa.

3. Bagi Akademik

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan oleh mahasiswa STIKES Tri

Mandiri Sakti Bengkulu khususnya Jurusan Keperawatan, sebagai referensi

untuk menambah wawasan mengenai pre-eklamsia.

46