BAB I-V

16
BAB I PENDAHULUAN Sindroma Hepatorenal (SHR) merupakan sindroma klinis yang ter pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hiperten yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata da sirkulasi arteri dan aktivitas faktor vasoaktif endogen. 1,2 ada SHR kelainan yang dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan fungsi tanpa ditandai dengan kelainan anatomi. Hal ini dapat dib ginjal tersebut ditansplantasikan pada penderita lain yang tidak didapati hati, maka fungsi ginjal tersebut akan kembali normal atau pende mengalami SHR dilakukan transpalantasi hatimaka fungsi ginjalnya akan kembali normal. 1,2 SHR dilaporkan pertama sekali oleh !ustin "lint dan "reri#hs (1$%&), yang masing'masing melaporkan timbulnya oligura pada pasien'pasien dengan asites, mereka tidak menemukan adanya perubahan histologi ginjal y nyata pada pemeriksaan post mortem. ierre esin salah satu penel aspek klinis fungsi ginjal pada sirosis, mengusulkan definisi SHR dengan terminal fungtional renal failure*. +eliau menekankan gagal ginjal pada tidakberhubungandengan kerusakan struktur ginjal dan berkembangnya sindroma ini merupakan keadaan terminal dan irreversible pada sirosis den asites. ada tahun 1 -%, He#ker dan Sherlo#k melaporkan sembilan pas penyakit hati bersamaan dengan gagal ginjal yang ditandai dengan proteinu ekskresi !/ yang rendah. % 1

description

referat

Transcript of BAB I-V

BAB IPENDAHULUAN

Sindroma Hepatorenal (SHR) merupakan sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas faktor vasoaktif endogen.1,2Pada SHR kelainan yang dijumpai pada ginjal hanya berupa kegagalan fungsi tanpa ditandai dengan kelainan anatomi. Hal ini dapat dibuktikan bila ginjal tersebut ditansplantasikan pada penderita lain yang tidak didapati kelainan hati, maka fungsi ginjal tersebut akan kembali normal atau penderita yang mengalami SHR dilakukan transpalantasi hati maka fungsi ginjalnya akan kembali normal.1,2SHR dilaporkan pertama sekali oleh Austin Flint dan Frerichs (1863), yang masing-masing melaporkan timbulnya oligura pada pasien-pasien sirosis dengan asites, mereka tidak menemukan adanya perubahan histologi ginjal yang nyata pada pemeriksaan post mortem. Pierre Vesin salah satu peneliti tentang aspek klinis fungsi ginjal pada sirosis, mengusulkan definisi SHR dengan nama terminal fungtional renal failure. Beliau menekankan gagal ginjal pada SHR tidak berhubungan dengan kerusakan struktur ginjal dan berkembangnya sindroma ini merupakan keadaan terminal dan irreversible pada sirosis dengan asites. Pada tahun 1956, Hecker dan Sherlock melaporkan sembilan pasien penyakit hati bersamaan dengan gagal ginjal yang ditandai dengan proteinuria dan ekskresi NA+ yang rendah.6

BAB IISINDROMA HEPATORENAL

2.1 DEFINISIDefinisi Sindroma Hepatorenal yang diusulkan oleh International Ascites Club (1994) adalah sindroma klinis yang terjadi pada pasien penyakit hati kronik dan kegagalan hati lanjut serta hipertensi portal yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal dan abnormalitas yang nyata dari sirkulasi arteri dan aktivitas faktor vasoaktif endogen. Pada ginjal terdapat vasokonstriksi yang menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah, dimana sirkulasi diluar ginjal terdapat vasodilatasi arteriol yang luas menyebabkan penurunan resistensi vaskuler sistemik total dan hipotensi. 1,2,52.2EPIDEMIOLOGISekitar 20% pasien sirosis hepatis dengan asites disertai fungsi ginjal yang normal akan mengalami sindrom hepatorenal (SHR) setelah 1 tahun dan 39% setelah 5 tahun perjalanan penyakit.3 Gines dkk melaporkan kemungkinan insiden SHR pada pasien sirosis hepatis mencapai 18% pada tahun pertama dan akan meningkat hingga 39% pada tahun ke lima.1,5 Pasien dengan peritonitis bakterial spontan memiliki kesempatan sepertiga untuk mengalami perkembangan menjadi SHR.22.3PATOFISIOLOGI1,2,3Ada dua jenis teori yang dianut untuk menerangkan hipoperfusi ginjal yang timbul pada penderita SHR. Teori pertama, menjelaskan hipoperfusi ginjal berhubungan dengan penyakit hati itu sendiri tanpa ada patogenetik yang berhubungan dengan gangguan sistem hemodinamik.Teori ini berdasarkan hubungan langsung hati ginjal, yang didukung oleh dua mekanisme yang berbeda yang mana penyakit hati dapat menyebabkan vasokonstriksi ginjal dengan penurunan pembentukan atau pelepasan vasodilator yang dihasilkan hati yang dapat menyebabkan pengurangan perfusi ginjal dan pada percobaan binatang diperlihatkan bahwa hati mengatur fungsi ginjal melalui refleks hepatorenal. Teori kedua menerangkan bahwa hipoperfusi ginjal berhubungan dengan perubahan patogenetik dalam sistem hemodinamik dan SHR adalah bentuk terakhir dari pengurangan pengisian arteri pada sirosis. Hipotesis ini menerangkan bahwa kekurangan pengisian sirkulasi arteri menyebabkan hipoperfusi yang bukan sebagai akibat penurunan volume vaskuler, tetapi vasodilatasi arteriolar yang luar biasa terjadi terutama pada sirkulasi splanik. Hal ini dapat menyebabkan aktifasi yang progresif dari mediator baroreseptor sistem vasokonstriktor (Gambar1), yang mana dapat menimbulkan vasokonstruksi tidak hanya pada sirkulasi ginjal tetapi juga pada pembuluh darah yang lain. Splanik dapat bebas dari efek vasokonstriktor dan vasodilasi dapat bertahan, kemungkinan karena adanya rangsangan vasodilator lokal yang sangat kuat. Timbulnya hipoperfusi ginjal menyebabkan SHR dapat terjadi sebagai akibat aktifitas yang maksimal vasokonstriktor sistemik yang tidak dapat dihalangi oleh vasodilator, penurunan aktifitas vasodilator atau peningkatan produksi vasokonstriktor ginjal atau keduanya.1,2,5

Gambar 1 : Patofisiologi sindroma hepatorenal.Faktor-faktor vasoaktif yang berperan dalam pengaturan perfusi ke ginjal pada penderita sindrom hepatorenal, yaitu :VasokonstriktorAngiotension IINorepineprineNeuropeptide YEndothelinAdenosineCysteinyl leukotrinesF2-isoprostanesVasodilators :ProstaglandinsNitric oxideNatriuretic peptidesKallikrein kinin systemPada sirosis hati, awalnya terjadi bendungan di sistem vena porta akibat penyempitan pembuluh darah di dalam hati. Tekanan hidrostatik di kapiler meningkat dan jumlah cairan yang berlebihan akan difiltrasi ke dalam rongga abdomen yang disebut dengan asites. Karena sinusoid hati memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap protein, protein plasma juga berpindah ke dalam ruang ekstrasel. Selain itu, protein plasma yang dihasilkan di parenkim hati juga lebih sedikit. Akibatnya, terjadi hipoproteinemia yang menyebabkan filtrasi cairan plasma meningkat dan mendorong terjadinya edema perifer. Pembentukan asites dan edema perifer terjadi dengan menggunakan volume plasma yang bersirkulasi, akibatnya terjadi hipovolemia.7Dalam perjalanan penyakit yang lebih lanjut terjadi vasodilatasi perifer.Mediator vasodilatasi (misal, substansi P) dihasilkan di usus dan endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri umumnya didetoksifikasi di hati. Pada sirosis hati, kerusakan parenkim hati dan peningkatan jumlah darah sirkulasi portal secara langsung akan menuju ke sirkulasi sistemik, sehingga mediator tersebut dapat masuk ke dalam sirkulasi sistemik. Mediator memiliki efek vasodilatasi secara langsung, sedangkan endotoksin memiliki efek vasodilatasi dengan merangsang sintase nitrat oksida (iNOS). Hal ini dapat menurunkan tekanan darah sehingga menyebabkan rangsangan persarafan simpatis yang hebat.Keadaan ini menyebabkan penurunan dari perfusi ginjal sehingga menurunkan GFR. Aliran darah ginjal yang menurun akan mendorong pelepasan renin dan pembentukan angiotensisn II, ADH serta aldosterone. ADH dan aldosterone akan meningkatkan reabsorbsi air dan NaCl di tubulus, dan ginjal akan mengeluarkan urine yang sedikit dengan konsentrasi yang sangat pekat (oliguria).Inaktivasi mediator hepatik yang tidak total, yang memiliki efek vasokonstriktor langsung terhadap ginjal (misal,leukotriene) juga berperan pada vasokonstriksi ginjal. Iskemia ginjal biasanya merangsang pelepasan Prostaglandin yang memiliki efek vasodilatasi sehingga mencegah penurunan fungsi ginjal lebih lanjut.Jika terdapat kekurangan pembentukan Prostaglandin (misal, akibat penghambatan Postaglandin), mekanisme kompensasi tersebut terhambat dan terjadinya gagal ginjal menjadi lebih cepat.Penurunan kemampuan tubuh untuk mensintesa Prostaglandin juga ditemukan pada Sindroma Hepatorenal.Vasokonstriksi ginjal dapat juga dicetuskan oleh Ensefalopati hepatikum.Penurunan aktivitas metabolik di hati menyebabkan perubahan konsentrasi asam amino dan meningkatkan konsentrasi NH4+ di dalam darah dan otak. Keadaan ini menyebabkan pembengkakan sel glia dan menimbulkan gangguan yang hebat pada metabolisme transmitter di otak, melalui perangsangan sistem saraf simpatis, menyebabkan kontriksi pembuluh darah ginjal.Oleh karena aktivitas sintesis di hati terganggu, kininogen yang dihasilkan menjadi lebih sedikit sehingga jumlah kinin yang bersifat vasodilatasi menjadi lebih sedikit dan produksi kinin yang bersifat vasodilatasi menjadi berkurang, mendorong terjadinya vasokonstriksi di ginjal.

Gambar Patofisiologi Sindroma Hepatorenal.7

BAB IIIDIAGNOSIS SINDROMA HEPATORENAL

3.1GAMBARAN KLINISMekanisme klinis penderita SHR ditandai dengan kombinasi antara gagal ginjal, gangguan sirkulasi dan gagal hati. Gagal ginjal dapat timbul secara perlahan atau progresif dan biasanya diikuti dengan retensi natrium dan air yang menimbulkan asites, edema dan hiponatremia, yang ditandai oleh ekskresi natrium urin yang rendah dan pengurangan kemampuan buang air (oligurianuria). Gangguan sirkulasi sistemik yang berat ditandai dengan tekanan arteri yang rendah, peningkatan cardiac output, dan penurunan total tahanan pembuluh darah sistemik.1,2,3Secara klinis Sindroma Hepatorenal dapat dibedakan atas 2 tipe yaitu :1. Sindroma Hepatorenal tipe ITipe I ditandai oleh peningkatan yang cepat dan progresif dari BUN (Bloodurea nitrogen) dan kreatinin serum yaitu nilai kreatinin >2,5 mg/dl atau penurunan kreatinin klirens dalam 24 jam sampai 50%, keadaan ini timbul dalam beberapa hari hingga 2 minggu. Gagal ginjal sering dihubungkan dengan penurunan yang progresif jumlah urin,retensi natrium dan hiponatremi. Penderita dengan tipe ini biasanya dalam kondisi klinik yang sangat berat dengan tanda gagal hati lanjut seperti ikterus, ensefalopati atau koagulopati. Tipe ini umum pada sirosis alkoholik berhubungan dengan hepatitis alkoholik, tetapi dapat juga timbul pada sirosis non alkoholik. Kira-kira setengah kasus SHR tipe ini timbul spontan tanpa ada faktor presipitasi yang diketahui, kadang-kadang pada sebagian penderita terjadi hubungan sebab akibat yang erat dengan beberapa komplikasi atau intervensi terapi (seperti infeksi bakteri, perdarahan gastrointestinal, parasintesis). Spontaneus bacterial peritonitis (SBP) adalah penyebab umum dari penurunan fungsi ginjal pada sirosis. Kira-kira 35% penderita sirosis dengan SBP timbul SHR tipe I. SHR Tipe I adalah komplikasi dengan prognosis yang sangat buruk pada penderita sirosis, dengan mortalitas mencapai 95%.

2. Sindroma Hepatorenal Tipe IITipe II SHR ini ditandai dengan penurunan yang sedang dan stabil dari laju filtrasi glomerulus (BUN dibawah 50 mg/dl dan kreatinin serum < 2 mg / dl). Tidak seperti tipe I SHR, tipe II SHR biasanya terjadi pada penderita dengan fungsi hati relatif baik. Biasanya terjadi pada penderita dengan ascites resisten diuretic.

3.2DIAGNOSISKriteria diagnostik berdasarkan International Ascites Clubs Diagnostic Criteriaof Hepatorenal Syndrome.1,2,8,9Kriteria Mayor diagnostik SHR berdasarkan International Axcites Club 4 :1. Penyakit hati akut atau kronik dengan gagal hati lanjut dan hipertensi portal.2. GFR rendah, keratin serum >1,5 mg/dl atau kreatinin klirens 24 jam < 40 ml/mnt.3. Tidak ada syok, infeksi bakteri yang sedang berlangsung, kehilangan cairan dan mendapat obat nefrotoksik.4. Tidak ada perbaikan fungsi ginjal dengan pemberian plasma ekspander 1,5 ltr dan diuretik (penurunan kreatinin serum menjadi < 1,5 mg/dl atau peningkatan kreatinin klirens menjadi > 40 ml/mnt)5. Proteinuria < 0,5 g/hari dan tidak dijumpai obstruktif uropati atau penyakit parenkim ginjal secara ultrasonografi.

Kriteria tambahan :1. Volume urin < 500 ml / hari2. Natrium urin < 10 meg/liter3. Osmolalitas urin > osmolalitas plasma4. Eritrosit urin < 50 /lpb5. Natrium serum