BAB I-V
-
Upload
mioperdani -
Category
Documents
-
view
288 -
download
0
Transcript of BAB I-V
![Page 1: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Industri nasional sedang bergejolak khususnya industri dalam skala kecil
dan menengah (IKM). Berdatangannya barang-barang import yang juga
diproduksi oleh industri membaur jadi satu di pasar nasional. Hal ini tentu sangat
mengganggu stabilitas perekonomian yang ditopang oleh IKM. Daya saing IKM
sendiri saat ini masih tergolong rendah untuk mampu bersaing dengan produk
import. Sedangkan Indonesia sendiri tidak mempunyai pilihan lagi pada saat ini,
selain IKM harus memiliki daya saing yang tinggi, Indonesia sudah membuka
pasarnya seluas-luasnya karena terlibat dalam ASEAN-China Free Trade Area
(ACFTA).
Pada quartal 1 (Q1) 2010 saat mulai diberlakukannya ACFTA bisa
dikatakan situasi perekonomian Indonesia lebih cerah, meskipun uncertainly
(kejadian yang tidak dapat diprediksi) terus menenerus muncul. Ancaman terbesar
bagi perekonomian nasional tidak lain adalah datang dari pelaksanaan ASEAN-
China Free Trade Agreement (ACFTA) 2010 yang diberlakukan sejak 1 Januari
2010. Pelaksanaan ACFTA dinilai mematikan dunia usaha dalam negeri
khususnya di sektor IKM. Daya saing yang masih lemah menjadi salah satu faktor
yang yang tidak menguntungkan bagi perdagangan dalam negeri (Kartajaya,
2010; 44). Industri nasional kenyataannya sulit menahan serbuan produk-produk
China yang lebih murah dari produk lokal. Pelaku industry banyak tersontak dan
tertekan atas implementasi dari ACFTA ini dengan dalih belum siap.
Uncertainly dalam aspek perekonomian domestik, regional, dan dunia
akan terus bergejolak dan harus selalu diwaspadai. Pada quartal 2 (Q2) 2010,
perekonomian kembali bergejolak seiring dengan exit strategy yang dilakukan
karena ingin mengurangi hutangnya. Hal tersebut tentunya sangatlah mengganggu
stabilitas ekonomi nasional (Tahir, 2010). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah muatan ekonomi nasional mesti memegang peranan
1
![Page 2: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/2.jpg)
memperkuat daya saing dengan kompetitor perdagangan negara lain. Menguatnya
muatan ekonomi nasional diyakini mampu memperkokoh pondasi perekonomian
nasional. Pada saat berjalannya quartal 3 (Q3) 2010, perekonomian mulai tumbuh,
namun pertumbuhan ini tidak diikuti oleh pertumbuhan daya saing industri kecil
menengah (IKM). Daya saing masih menjadi permasalahan yang sangat pelik
karena tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah selain memberikan kredit-
kredit. Hal ini menyebabkan pelaku IKM tidak mampu memproduksi sebuah
produk yang memiliki daya saing dikarenakan tidak adanya fasilitas kerja sama
dengan industri luar negeri.
Melihat prospek perekonomian Indonesia dan dikalkulasi secara
matematis, pemerintah Indonesia telah menargetkan pertumbuhan angka ekonomi
sebesar 6,1-6,5 persen pada tahun 2011 mendatang. Angka tersebut meningkat
0,2% dibandingkan tahun 2010 (Businessnews, 2010). Kabar pertumbuhan ini
tentu harus mendapatkan respon positive juga dari berbagai elemen industri untuk
terus berinovasi untuk memacu kuantitas dan kualitas produksi untuk
meningkatkan daya saing. Sedikitnya ada dua hal yang perlu mendapat perhatian,
yang pertama adalah pelaku industri harus selalu siap melakukan antisipasi
dengan baik. Kedua, Kerja keras secara berkelanjutan memperbaiki kemampuan
terutama di bidang tekonologi dan inovasi. Oleh karena itu, pendekatan
technovation perlu dilakukan.
Technovation adalah upaya secara berkelanjutan dalam melakukan inovasi
teknologi untuk meningkatkan kemampuan teknologi dan metoda kerja ke tingkat
yang lebih tinggi, agar produk yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi
bagi konsumen, agar produk yang dihasilkan selalu berdayasaing. Technovation
mengandung tiga aspek yaitu kemampuan technology innovation,
entrepreneurship dan technology management. Kemampuan technology
innovation dan entrepreneurship saja misalnya, tidaklah cukup. Tanpa dukungan
technology management, seringkali produk yang dihasilkan gagal dalam tahap
komersialisasi di pasar (Gobel, 2010).
Temuan-temuan dari berbagai kajian empirik, terutama mengenai
pengalaman ‘Empat Macan’, khususnya Korea Selatan dan Taiwan, menunjukkan
2
![Page 3: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/3.jpg)
bahwa pengembangan kemampuan teknologi perusahaan manufaktur merupakan
suatu unsur pokok dalam daya saing internasional (Wie, 2006). Oleh karena itu
sudah merupakan hal mutlak apabila technovation menjadi salah satu senjata
utama dalam meningkatkan daya saing IKM. Hanya saja, hal itu tidak akan
terwujud apabila tidak adanya koordinasi yang jelas antara industri khususnya
industri yang belum settle dengan pemerintah maupun industri yang sudah settle.
Tanpa adanya koordinasi tersebut, justru akan menjadi titik tolak kemajuan daya
saing industri lokal. Masalah koordinasi memang menjadi salah satu faktor yang
menyebabkan banyak industri tidak berkembang.
Bentuk sinergi antar aktor industri dapat melalui pendekatan sound
governance (SG). SG merupakan konsep sinergitas antar aktor yang
mengintegrasikan antara masyarakat, bisnis, publik dan internasional. Formula
dasar SG adalah empat aktor dan lima komponen. Empat aktor sudah diketahui,
yaitu pemerintah, civil society, bisnis (IKM) dan kekuatan internasional. Kekuatan
internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian
internasional. Sedangkan lima komponen adalah mencakup reformasi struktur,
proses, nilai, kebijakan dan manajemen (Putra, 2009). SG merupakan kekuatan
baru untuk meningkatkan daya saing industri. Adanya kekuatan internasional akan
membantu industri nasional untuk mengembangkan kualitas produk agar sesuai
dengan standar internasional.
Disini penulis menawarkan konsep technovation dalam perspektif sound
governance yang bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional dan dapat
lebih maksimal dari sisi kualitas dan kuantitas karena melibatkan semua sektor
yang berhubungan dengan pengembangan industri itu sendiri. Sound governance
juga dapat menjadi strategi dalam menguatkan produk-produk industri nasional
agar mampu bersaing dalam pasar bebas Asean-China Free Trade Area 2010.
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis mengangkat judul “Penerapan
Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam
Menghadapai ACFTA (Kajian Perspektif Sound Governance)”.
3
![Page 4: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/4.jpg)
B. Rumusan Masalah
Berpijak dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan
masalah dalam penulisan ini adalah:
1. Bagaimana kondisi Industri Kecil Menengah (IKM) pasca
diberlakukannya ACFTA?
2. Bagaimana Penerapan Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing
Industri Nasional Dalam Menghadapi ACFTA Dalam Perspektif
Sound Governance?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penulisan ini adalah:
1. Memaparkan kondisi Industri Kecil Menengah (IKM) pasca
diberlakukannya ACFTA.
2. Memaparkan dan menganalisis Penerapan Technovation Untuk
Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam Menghadapi
ACFTA Dalam Perspektif Sound Governance.
D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
a. Menambah khasanah pengetahuan mengenai global competition dan
pemecahan solusinya.
b. Memberikan wacana bagi IKM dalam menemukan strategi pemetaan
dan pembinaan.
c. Sebagai bahan wacana untuk penulisan maupun penelitian
selanjutnya yang berkaitan dengan sound governance dan
technovation.
2. Manfaat Praktis
a. Dapat dijakadikan pedoman kerja sama antara pemerintah, pelaku
bisnis IKM dan internasional.
b. Pelaku IKM lokal mampu menemukan cara produksi dan pemasaran
agar dapat lebih survive dalam menghadapi ACFTA.
c. Pelaku ACFTA dapat membuat pedoman kebijakan kerjasama
internasional agar tidak merugikan negara anggota.
4
![Page 5: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/5.jpg)
BAB II
TELAAH PUSTAKA
Bagan 1. Peran Stakeholder yang Terlibat Dalam Penerapan Technovation
Sumber: Hasil olahan tim penulis
5
![Page 6: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/6.jpg)
A. Daya Saing
Negara yang memiliki daya saing yang kuat dalam bidang perindustrian
akan mendapatkan tingkat perekonomian yang bagus apalagi kondisi tersebut bisa
bertahan dalam jangka waktu yang lama. Definisi daya saing menurut Buckley
adalah, daya saing mencakup efisiensi (mencapai sasaran dengan biaya serendah
mungkin) dan efektivitas (memiliki sasaran yang tepat). Daya saing meliputi baik
tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut. Lebih lanjut Sumihardjo
(2008) menjelaskan, “Kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan,
dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain
dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat
bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang
dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu.
Tinggi rendahnya daya saing seseorang /organisasi/instansi tergantung
kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam kewilayahan (daerah),
Tumar Sumihardjo (2008: 37-38) mengidentifikasi tentang indikator utama dan
spesifik sebagai penentu daya saing. Ruang lingkup daya saing pada skala makro
meliputi:
1. Perekonomian daerah
2. Keterbukaan
3. Sistem keuangan
4. Infrastruktur dan sumber daya alam
5. Ilmu pengetahuan dan teknologi
6. Sumber daya alam
7. Kelembagaan
8. Governance dan kebijakan pemerintah
9. Manajemen dan ekonomi mikro.
Dalam upaya peningkatan daya saing ada dua hal yang perlu mendapat
perhatian. Pelaku industri selalu siap melakukan antisipasi dengan baik, kerja
keras secara berkelanjutan untuk memperbaiki kemampuan di bidang teknologi
dan inovasi, meningkatkan nilai tambah produksi, serta selalu komit menjunjung
tinggi “Customer First”. Dengan demikian, inovasi pada dunia bisnis merupakan
hal yang amat penting khususnya inovasi teknologi.
6
![Page 7: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/7.jpg)
B. Industri Kecil Menengah
Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah
atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai
tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan
juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,
tetapi juga dalam bentuk jasa. (Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia,
2006).
Menurut BPS (1998), IK adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling
sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, IRT
adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk
pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di
dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih
dari 20 orang. Keberhasilan usaha kecil dan menengah dapat ditinjau dari dua
sudut pandang, yaitu sudut pandang ekonomi dan sudut pandang sosial. Dari segi
ekonomi, keberhasilan perusahaan ditinjau dari adanya peningkatan kekayaan
perusahaan diluar pinjaman, misalnya : kenaikan laba, tambahan modal dan rasio-
rasio yang lain. Sedangkan segi sosial, keberhasilan perusahaan ditinjau
dariadanya kelangsungan hidup perusahaan (going concern) dengan kaitannya
keberadaan karyawan perusahaan (Fitriyah, 2006).
C. Technovation
Industri kecil menengah merupakan industri yang posisinya paling
terancam dengan adanya ACFTA oleh karena itu perlu konsep untuk menengahi
permasalahan tersebut yakni technovation. Technovation adalah upaya secara
berkelanjutan dalam melakukan inovasi teknologi untuk meningkatkan
kemampuan teknologi dan metode kerja ke tingkat yang lebih tinggi, agar produk
yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi bagi konsumen, agar produk
yang dihasilkan selalu berdaya saing” (Gobel, 2010).
Technology innovation adalah penerapan teknologi modern pada Industri
sehingga diperoleh produk yang berkualitas dan menarik. Produk-produk asli
Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan komoditas ekspor dengan syarat
7
![Page 8: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/8.jpg)
harus melalui sentuhan teknologi agar memenuhi standar pasar Internasional. Dari
sisi teknologi dan inovasi banyak pengusaha yang sudah berkemampuan membuat
produk yang menarik namun saat bersaing di pasar, Produk tersebut kalah karena
kurangnya kemampuan technology management. Pasar menuntut skala ekonomi
yang cukup dan kemampuan delivery yang tepat. Kemampuan technology
management dalam kegiatan proses produksi sangat penting, agar barang yang
dibuat bisa memenuhi standar yang diharapkan konsumen, baik dari sisi kualitas
maupun delivery-nya.
D. Sound Governance
Dalam rangka pelaksanaan konsep Technovation tentunya diperlukan
kerjasama antar aktor yang terlibat dalam upaya peningkatan daya saing industri
lokal. Dalam upaya ini diperlukan konsep Sound Governance (SG) yang
merupakan konsep relasi politik yang melibatkan empat aktor dan lima
komponen. Aktor yang terlibat adalah negara, civil society, bisnis dan kekuatan
internasional. Sedangkan lima komponen mencakup reformasi struktur, proses,
nilai, kebijakan dan manajemen.
Konsep Sound Governance (SG) adalah sebuah konsep yang sangat baru
di Indonesia yang muncul pada saat konsep Good governance (GG) masih eksis
diapaki dalam memecahkan hampir semua masalah. SG lahir karena fakta bahwa
kesenjangan ekonomi dunia yang semakin melebar akibat globalisasi perdagangan
dunia. Dengan demikian ditambahkan kekuatan internasional dalam rumusan
konsep sebagai perbaikan sekaligus kritik terhadap Good governance (Putra,
2009).
Selama ini paradigma pembangunan yang terjadi di Indonesia selalu
menggunakan konsep good governance yakni pembangunan ekonomi, politik dan
pelayanan publik dengan menginklusifkan relasi politik antara negara, Civil
society, dan sektor bisnis. Paradigma ini belum memperhatikan peran
internasional padahal kenyataan saat ini globalisasi sudah menjadi isu bagi senua
negara. Dengan demikian Sound Governance dipakai sebagai perspektif
pelaksanaan konsep Technovation.
8
![Page 9: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/9.jpg)
SG jauh lebih komprehensif dari pada GG terutama dalam melihat aktor-
aktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan perekonomian.
Bukan hanya penekanan pada interaksi antar aktor dalam suatu negara, yaitu
pemerintah, pasar dan masyarakat sipil, namun juga mempertimbangkan pengaruh
aktor ekonomi dan politik internasional. Aktor-aktor internasional meliputi
kebijakan luar negeri dari Negara lain, organisasi-organisasi multilateral,
korporasi global multinasional lembaga donor dan keuangan internasional, big
NGOs serta perjanjian internasional.
SG didukung oleh teori underdevelopment yang menyangkal kapitalisasi
dapat membangun dunia ketiga, terutama karena kapitalisasi tidak dapat
mereproduksi industrialisasi otonomi yang diduga terjadi di dunia Barat. Sebagai
gantinya, rantai ketergantungan harus diperpendek, hubungan eksploitatif
dihancurkan dan sosialisasi diperkenallkan, tidak hanya pada satu negara namun
terhadap sistem dunia keseluruhan. Dalam konteks ini baik teori modernisasi
maupun teori underdevelopment dengan caranya masing-masing telah berfokus
pada hubungan dari bagian utama sistem dunia. Meskipun konsentrasinya pada
status bangsa, teori modernisasi menyoroti aspek-aspek positif dari hubungan
tersebut, contohnya, difusi nilai-nilai, kebudayaan, teknologi, modal dan keahlian,
sedangkan teori underdevelopment menekankan elemen-elemen yang tidak
diinginkan dan ketidakseimbanagn perpindahan atau petukaran.
Saat ini peranan Internasional pada eksistensi sebuah negara memang
sangat besar. World System Theory menyatakan bahwa di dunia ini hanya ada satu
sistem besar yang mengatasi sistem-sistem lainnya. Sistem besar tersebut adalah
pasar internasional yang mngeksploitasi sistem-sistem yang berada di bawahnya
(Giddens, 1986 :63). SG juga mengedepankan prinsip keragaman (multikultural),
sehingga tidak ada standar yang kaku untuk mewujudkan kemajuan perekonomian
suatu negara. Setiap negara bisa melakukan perbaikan ekonomi, polotik, sosial
dan budaya dengan cara masing-masing sesuai kepribadiannya. Dalam menempuh
satu tujuan tidak harus di tempuh dengan jalan yang sama sehingga titik tekannya
terletak pada output oriented. “Dengan kenyataan sosial yang sarat dengan
interaksi yang dinamis ini maka harus memunculkan tiga hal pokok, yaitu
9
![Page 10: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/10.jpg)
keragaman, kompleksitas dan ketegangan” (Farazmand, 2004 dalam Putra, 2009 :
75).
Selain prinsip keragaman dan dimensi, inti dari SG adalah prinsip inovasi.
Dengan adanya globalisasi, setiap hal menjadi kompleks dan tidak terduga. Maka
inovasi adalah hal yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing
industri Indonesia. Dalam hal ini inovasi bukan berarti sesuatu yang revolusioner
saja. Perbaikan yang bersifat tambal sulam pun juga bisa dikatakan sebagai
inovasi. Dengan perkembangan dan perubahan, baik ekonomi maupun politik
dunia yang tejadi secara tidak terduka maka diperlukan koreksi yang dilakukan
sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.
10
![Page 11: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/11.jpg)
BAB III
METODE PENULISAN
A. Prosedur Pengumpulan Data
Adapun prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini
adalah menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengambil data dari
sumber di atas yang digunakan adalah (media internet, buku-buku yang relevan
dengan topic, peraturan pemerintah terkait kebijakan mekaniIKM pasar, dan
jurnal administrasi publik). Penulisan di mulai dari pengumpulan data dan
pengelompokan data dari sumber-sumber yang sesuai dengan topik pembahasan,
yakni mengenai konsep technovation, keadaan atau gambaran umum industri kecil
menengah (IKM), indikator makro dan mikro ekonomi, sound governance sampai
dengan model aplikasi technovation dalam perspektif sound governance dalam
meningkatkan daya saing IKM menghadapi ACFTA.
B. Analisis-Sistematis
Analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan
telaah teoritis dan empiris dengan melihat perkembangan konsep-konsep dan
penelitian yang terkait dengan penulisan ini. Selain itu, penulis menganalisis
peristiwa yang terjadi secara aktual pada perekonomian nasional, daya saing IKM
dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN-China, prospek ekonomi nasional,
dimana data tersebut kami peroleh dari sumber data sekunder.
C. Perumusan Kesimpulan dan Rekomendasi
Beberapa permasalahan yang telah dikaji kemudian dikembangkan dalam
poin-poin analisis pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang diperkuat
dengan rekomendasi terkait dengan kondisi akhir pemecahan masalah.
Rekomendasi yang diberikan merupakan jawaban atas permasalahan atau kendala
yang dihadapi dalam penerapan technovation dalam perspektif sound governance.
11
![Page 12: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/12.jpg)
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum IKM Pasca Diberlakukannya ACFTA
Semenjak adanya perjanjian antara ASEAN dengan China dalam ACFTA,
banyak IKM yang pontang-panting menghadapi serbuan produk China yang
tergolong jauh lebih murah daripada produk yang dihasilkan oleh IKM nasional.
Hal ini diperkuat dengan neraca perdagangan negara Indonesia dengan China
yang seiring berjalannya tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2004, volume
impor produk dari China hanya 4.101 juta dolar, pada akhir 2008 jumlah impor
produk meningkat menjadi 15.247 juta dollar atau meningkat lebih dari 300%.
Bahkan di tahun 2004 jumlah ekspor produk Indonesia ke China lebih besar. Hal
tersebut diikuti pula oleh beberapa negara kawasan ASEAN lainnya, kecuali
Malaysia dan Singapura.
Tabel 1. Perdagangan negara anggota ASEAN - China (dalam juta dollar)
Sumber: ASEAN Trade Statistic Database (per Juli 2009)
Dari analisis, daya saing produk-produk industri dan manufaktur,
ditemukan daya saing produk Indonesia ke sesama negara ASEAN hanya 15%
yang daya saingnya bersifat kuat, hampir 60% lemah; sedangkan daya saing
produk Indonesia terhadap China yang kuat hanya 7%, sedang 29% dan lemah
55%. Jadi banyak sebenarnya kondisi IKM Indonesia yang posisinya terancam
oleh serbuan produk China pada nantinya, terutama yang posisinya tergolong
paling rendah.
12
![Page 13: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/13.jpg)
Tabel 2. Daya Saing Beberapa Produk IKM Indonesia
Sumber: dari analisis Kementerian perindustrian
Secara normatif sesungguhnya ACFTA ini peluang bagi IKM di Indonesia
untuk memperbesar produksi, mengisi pasar bersama yang sangat besar
mempunyai penduduk sebanyak 1,8 miliar. Banyak juga pakar ekonomi yang
mengatakan bahwa ACFTA sebenarnya merupakan peluang yang sangat besar
bagi industri untuk meningkatkan volume perdagangan, sehingga stigma negatif
industri terhadap ACFTA dapat dihilangkan. Namun, melihat daya saing produk
industri dan manufaktur Indonesia sebagian besar lemah, sementara daya saing
produk dari negara lainnya (ASEAN-China) lebih kuat, maka kemungkinan
tingkat produksi KUKM akan tertekan yang berarti UKM yang bergerak dalam
kegiatan produksi akan mengalami kesulitan (data BPS sekitar 57% UKM
bergerak di bidang produksi).
Beberapa sektor industri yang bakal terkena imbas dari perdagangan bebas
ini di antaranya industri permesinan, sektor perkebunan dan pertanian, industri
makanan dan minuman, industri Petrokimia, industri tekstil dan produk tekstil,
industri plastik, industri alas kaki, industri elektronik dan peralatan listrik, jasa
permesinan, industri baja dana beberapa industri lainnya. Bahkan sudah ada tujuh
sektor industri kecil menengah yang sudah meminta kepada Departemen
Perindustrian untuk meninjau kembali pelaksanaan ACFTA, yakni baja, tekstil,
makanan minuman, alas kaki, mainan anak-anak, petrokemikal, dan elektronik.
Beberapa industri tersebut menyatakan pesimistis bisa bersaing jika diberlakukan
tariff nol persen, terutama melawan produk China. Jika diterapkan tariff nol
13
![Page 14: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/14.jpg)
persen hanya menyebabkan banyak IKM yang gulung tikar karena tak berdaya
saing. Selain permasalahan daya saing produk ketujuh sektor IKM, permasalahan
lain muncul, yakni munculnya ancaman PHK terhadap lima industri prioritas
karena kelima sektor industri prioritas berpotensi mengalami pertumbuhan negatif
pada tahun 2010 akibat daya saing yang rendah sehingga sulit berkompetisi di
pasar terutama dengan produk impor asal China (Solihin, 2010).
Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran
industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9%
pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman modal di sektor industri
pengolahan mengalami penurunan US$ 5 miliar yang sebagian besar dipicu oleh
penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (industri kecil menegah). Jumlah
IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai 16.806
dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari jumlah tersebut, 85% di
antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan
produk dari Cina (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).
B. Prospek Pasar Indonesia
Pangsa pasar sektor industri setiap tahun terus terkikis secara konsisten
akibat serbuan produk China. Penguatan daya saing IKM di sini merupakan hal
yang sangat vital dan penting untuk segera di tindak lanjuti, hal ini dikarenakan
kondisi IKM sudah dalam titik kritis dimana sewaktu-waktu bisa saja banyak
yang gulung tikar dikarenakan tidak lagi memiliki produk yang berdaya saing,
jangankan internasional, daya saing nasional saja sulit karena produk China sudah
terlanjur membanjiri pasar nasional. Hal tersebut yang kemudian membuat pasar
nasional keteteran.
Tabel 3. Market Size of Indonesia
Indicator Score Ranking
Domestic market size index 5.1 (1-7) 15
Foreign market size index 5.5 (1-7) 23
14
![Page 15: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/15.jpg)
GDP (PPP)962.5 (billions of
international dollars)15
Imports as a percentage of GDP 21.3% 124
Exports as a percentage of GDP 24.1% 102
Sumber: Global Competitive Index 2010-2011. World Economic Forum report 2010.
Melihat prospek pasar nasional, sebenarnya Indonesia termasuk negara
yang menggiurkan untuk melakukan berbagai upaya peningkatan daya saing.
Berdasarkan data yang diperoleh dari World Economic Foundation 2010, pangsa
pasar lokal Indonesia termasuk tinggi masuk 20 besar dunia dan pangsa pasar luar
negeri juga tergolong tinggi yakni masuk rangking 23. Gross domestic bruto
termasuk tinggi karena masuk 20 besar dengan angka 962,5 milliar dollar.
Sedangkan prosentasi eksport juga lebih tinggi daripada import, walaupun secara
rangking masih tergolong di bawah.
C. Urgensi Penerapan Technovation untuk Meningkatkan Daya Saing
Industri Kecil Menengah
Kecenderungan globalisasi sudah tidak dapat dibendung lagi. Proses
transformasi global yang dewasa ini sedang berlangsung pada dasarnya
digerakkan oleh dua kekuatan besar yang saling terkait satu sama lain, yakni
perdagangan dan kemajuan teknologi. Perdagangan yang meningkat bukan hanya
mendorong proses alih teknologi, tetapi juga penguatan teknologi. Sebaliknya
peningkatan teknologi akan memperlancar dan mendorong arus barang, uang, jasa
dan informasi. Interaksi antara keduanya itu telah mendorong terjadinya
penyesuaian struktural perekonomian di banyak negara di dunia, baik di negara
maju, maupun negara berkembang. Keseluruhan proses itu menghasilkan ekonomi
dunia yang makin terintegrasi.
Adanya transformasi teknologi dan perdagangan, maka bisa jadi
merupakan tantangan sekaligus ancaman dalam proses peningkatan kualitas dan
kuantitas produk untuk bersaing di pasar Internasional, sehingga dapat
15
![Page 16: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/16.jpg)
meningkatkan perekonomian Indonesia dari sektor industri. Persaingan dalam
perdagangan internasional (atau pasar pada umumnya) amat ditentukan pada
keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk yang dihasilkan dan bentuk
inovasi yang dihasilkan dari produk–produk unggulan. Dalam konteks
pengembangan keunggulan tersebut, pemerintah harus mengembangkan konsep
produk unggulan. Proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi produk unggulan
terutama yang berasal dari sektor industri kecil menengah sebagai proses
pengembangan sumber daya lokal dan optimalisasi atas potensi ekonomi daerah.
Pengembangan produk unggulan dan pengembangan IKM dapat merupakan
strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah. Dari sinilah urgensi
penerapan technovatin pada IKM nasional sebagai kekuatan penggerak
perekonomian nasional, yang mampu meningkatkan produktifitas lokal yang
dimilki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian maka produk-produk lokal
Indonesia yang tersebar di berbagai daerah yang tidak dimiliki oleh negara dan
bangsa lain yang selama ini kurang di optimalkan akan mampu bersaing dengan
produk asing, terutama dalam persaingan pasar bebas antara Negara-negara
ASEAN dengan China.
D. Penerapan Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri
Nasional Dalam Menghadapi ACFTA (Dalam Perspektif Sound
Governance)
Proses dalam sistem technovation meliputi perumusanan kebijakan yang
relevan dan pembinaan bakat masyarakat, menemukan, memilih, dan meng-
improv produk lalu mengkreasinya menjadi produk asli berdaya saing, serta
pemasaran dalam lingkup nasional menuju global. Dengan demikian upaya untuk
mendorong peningkatan kekuatan daya saing Industri Nasional dilakukan dengan
mendorong inovasi teknologi yang terakomodir dalam konsep technovation.
Technovation adalah upaya secara berkelanjutan dalammelakukan inovasi
teknologi untuk meningkatkan kemampuan teknologi dan metoda kerja ke tingkat
yang lebih tinggi, agar produk yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi
bagi konsumen dan berdayasaing (Gobel, 2010). Technovation mengandung tiga
aspek yaitu kemampuan technology innovation, entrepreneurship dan technology
16
![Page 17: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/17.jpg)
management. Kemampuan technology innovationdan entrepreneurship saja
misalnya, tidaklah cukup. Tanpa dukungan technology management, begitu pula
sebaliknya, ketiga komponen tersebut harus ada karena saling melengkapi.
Menurut Rothwell dalam Allen (2000), salah satu definisi inovasi adalah
pengenalan sesuatu yang baru, seperti gagasan, metode, ataupun alat. Suatu
perusahaan atau produk inovatif merupakan sesuatu yang dapat dibedakan dengan
sebelumnya melalui keunikannya dalam bentuk, fungsi, ataupun perilaku. Inovasi
produk menjadi suatu elemen vital dalam strategi perusahaan dan rencana dalam
menjawab berbagai alasan agar dapat memegang kendali. Alasan ini terdiri dari
perubahan perilaku konsumen dan kompetitor, perubahan teknologi, dan
kebijakan pemerintah.
Inovasi dimulai dengan tahap identifikasi yang dilakukan oleh pihak
merketing dan R&D yaitu mengidentifikasi permintaan dan kondisi teknis
perusahaan yang memungkinkan keberhasilan inovasi. Tahap selanjutnya yaitu
perumusan ide yang juga dilakukan oleh bagian Advance R&D atau ide dari
karyawan yang mengikuti 3i (Invention, Innovation, Improvement) Contest yang
menghasilkan konsep desain. Konsep desain ini kemudian dipelajari, diuji coba,
dan diperhitungkan oleh bagian Advance R&D.
Kunci untuk kelangsungan inovasi suatu perusahaan adalah dengan
mengkonversi inovasi menjadi suatu standar, atau mengadopsi standar seketika
setelah standar tersebut ditetapkan. Swann (2005) menemukan bahwa standar
berlaku sebagai sumber informasi bagi inovasi dan berguna merangsang inovasi
tetapi seringkali beberapa pihak yang sama menyebutkan bahwa standar dan
regulasi (yang keduanya digunakan bersamaan) dapat membatasi inovasi.
Kaitannya dengan pasar, standar dapat dikatakan sebagai representasi dari
permintaan pasar. Standar yang digunakan harus sesuai dengan yang disyaratkan
oleh pasar tertentu di mana produk tersebut akan dipasarkan. Hal itu menjadi salah
satu dasar pertimbangan dalam menggunakan standar tertentu, agar produk yang
bersangkutan dapat diperdagangkan di pasar Global. Bagi aktivitas inti
perusahaan, standar membantu meningkatkan nilai tambah pada seluruh proses
yang berlangsung. Standar yang dimaksud lebih pada standar proses yang
17
![Page 18: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/18.jpg)
berfungsi mengefektifkan dan mengefisienkan keseluruhan proses dalam
pencapaian tujuan perusahaan.
Adanya keterkaitan yang besar antara inovasi dan standardisasi diperlukan
Commitment and Creativity Center (3C) menyeimbangkan antara komitmen yang
dalam hal ini adalah komitmen terhadap standar yang berlaku dengan kreatifitas
yang harus terus maju dan berkembang. Inovasi produk yang dilakukan harus
seiring dengan standar. Kebebasan berekspresi untuk inovasi produk harus tetap
mengacu pada standar agar lebih terarah. Namun demikian, standar tidak
menghambat inovasi, karena pada dasarnya standar merupakan alat proteksi bagi
konsumen dan penjamin interkonektivitas dan interoperabilitas produk.
Contoh yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, yaitu teknologi
produksi tempe. Indonesia adalah produsen tempe terbesar di dunia dan
kebutuhan masyarakat akan produk ini sangat besar. Namun sampai saat ini boleh
dikatakan tidak ada perubahan teknologi atau inovasi yang signifikan dalam
proses pembuatannya. Bahkan kini proses pembuatannya terlihat semakin jauh
dari standar kesehatan. Sementara itu, tuntutan konsumen ke depan adalah produk
yang memiliki standar kesehatan yang tinggi, serta ramah lingkungan.
Pengembangan inovasi industri domestik di Indonesia perlu dilandasi oleh
strategi dorongan ilmu pengetahuan dan tarikan pasar. Persyaratan yang harus
dipenuhi dalam merangsang inovasi domestik antara lain tersedianya riset yang
memadai, proses penguatan kapasitas inovasi yang berkelanjutan (SDM,
peralatan), terciptanya sistem insentif yang produktif dan komitmen politik dari
pemerintah.
Pembangunan industri nasional hendaknya diarahkan untuk
mentransfomrasikan keunggulan kompetitif berbasis nilai tambah dan teknologi.
Inovasi dapat dipacu melalui 2 strategi yaitu science push (ilmu pengetahuan
menyediakan dasar bagi pengembangan teknologi) dan market pull (tarikan pasar
secara bersama-sama). Selain inovasi teknologi perlu dibangun masyarakat
entrepreneur atau entrepreneurial economy bukan sekadar menambah daftar
jumlah pelaku ekonomi. Tidak cukup melakukannya dengan membuka akses
permodalan saja, melainkan juga perlu memodernkan dan menciptakan kekuatan-
kekuatan baru yang berdaya saing tinggi. Daya saing dibangun dengan policy
18
![Page 19: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/19.jpg)
economy yang memungkinkan pelaku usaha mampu bersaing secara sehat.
Strategi keunggulan daya saing tidak bisa dibangun dengan infrastruktur dan
investasi saja. Peran lokasi, industri-industri penopang, badan-badan riset dan
dunia pendidikan akan sangat menentukan. Ini menunjukkan entrepreneur hanya
bisa eksis kalau pemerintahannya juga dibangun di atas konsep ekonomi
entrepreneur.
Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh negara maju dan upaya
peningkatan kesejahteraan yang sedang dilaksanakan oleh negara sedang
berkembang, dalam keadaan bagaimanapun konteksnya, banyak bergantung pada
mutu sumber daya manusia yang memiliki semangat kewirausahaan, yaitu
manusia-manusia yang mampu berpikir logis, sistematis, kritis, kreatif dan
inovatif, berwawasan jauh ke depan, dan berani menghadapi tantangan serta tidak
takut terhadap berbagai risiko yang akan terjadi. Hal inilah yang menegaskan
peran dan fungsi kehadiran para wirausahawan dalam pembangunan.
Entrepreneurial Economy adalah suatu konsep yang didasarkan oleh
sistem yang memungkinkan para entrepreneur bergerak cepat, dengan biaya-biaya
overhead yang rendah, berbasiskan struktur usaha kecil-menengah yang adaptif
dan didukung industri-industri penopang yang lengkap serta pasokan SDM dari
universitas-universitas atau SMK yang berkualitas. Itulah yang kita butuhkan
untuk membangun daya saing industri Indonesia dalam menghadapi masa depan
yang penuh dengan ketidakpastian.
Tabel 4. Perbandingan mekanisme pasar Indonesia dan China
No China Indonesia
1 Birokrasi yang cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi tenaga kerja dan ukuran pasar
Birokrasi yang masih berbelit-belit, kurang inovasi, dan hanya mementingkan kuantitas tenaga kerja bukan kualitas.
2 Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi (1 bulan)
Dindonesia dapat mengimitasi jika barang tersebut telah ada 1 abad
3 subsidi 13,5% dari pemerintahan Industri Indonesia sangat tergantung
19
![Page 20: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/20.jpg)
lokal dalam bentuk tax refund, pinjaman bank yang hanya 3% per tahun, serta banyaknya industri pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor barang.
pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain.
4. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk ke Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.
SG jauh lebih komprehensif dalam melihat aktor-aktor kunci yang harus
dipertimbangkan dalam sebuah proses tata pemerintahan. Tidak hanya melihat
proses interaksi antara aktor-aktor domestik, yaitu pemerintah, pasar dan
masyarakat sipil, akan tetapi SG juga melihat besarnya peran konkret dari aktor-
aktor ekonomi politik internasional. Aktor-aktor internasional di sini mencakup
kebijakan luar negeri dari negara-negara maju, organisasi-organisasi multi lateral,
korporasi global multinational corporation/transnational corporation (MNC/TNC)
dan lembaga donor dan keuangan internasional dan big NGOs. Peran pemerintah
secara rill seperti mengembangkan dan mengoptimalkan potensi produk unggulan
lokal daerah di wilayah Indonesia melalui pembuatan regulasi untuk
mempermudah pematenan produk daerah, hal ini disebabkan karena semakin
tinggi keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi pula nilai dan
perhatiaan secara internasional terhadap daerah tersebut.
Kedua, SG juga mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman
konsepsi birokrasi dan tata pemerintahan, utamanya nilai dasar budaya
pemerintahan tradisional yang telah lama terkubur. Perwujudan birokrasi cepat
dan tepat terbukti sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan industry di
Cina. Selain itu berdasarkan data yang diperoleh dari World Economic Forum
tahun 2010 masalah utama dalam menjalankan usah bisnis adalah birokrasi
pemerintah yang tidak efisien (16,2%), Korupsi (16 %), infrastruktur yang tidak
memadai (8,4%), akses finansial (7,8%), Inflasi (6,7%). Sudah seharusnya
20
![Page 21: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/21.jpg)
Indonesia merubah birokrasi yang sangat kaku menjadi lebih fleksibel, kemudian
pelayanan pada masyarakat yang lebih baik lagi dengan bersiakap ramah kepada
masyarakat yang dilayani seperti pelayanan yang ada di bank, ataupun pada
privat sector. Selain itu birokrasi yang lebih efisien menjadi sangat penting, hal
tersebut dapat diaplikasikan dengan adanya pelayanan satu atap dan pemakaian
teknologi seperti e-government.
Ketiga, adalah orientasi SG yang lebih kepada keseimbangan dan
fleksibilitas antara proses dan output dari sebuah proses tata pemerintahan. Seperti
telah disadari bahwa tujuan utama dari pemerintah adalah menegakkan keadilan,
menjamin keamanan publik, pertahanan nasional, kesejahteraan umum dan
menjamin hak-hak masyarakat (McDowell, 2008). Sebuah inovasi dalam tata
pemerintahan menjadi sangat penting karena persaingan global yang semakin
ketat. Inovasi-inovasi tersebut dapat dilakukan seperti pemerintah pusat membuat
kompetisi produk keunggulan local kepada setiap daerah. Hal tersebut dilakukan
untuk memicu semagat daerah tersebut untuk terus mengembangkan produk-
produk lokal.
Keempat, selaras dengan hukum, perjanjian dan norma internasional. Hal
ini merupakan konsekuensi dari perubahan besar yang dilakukan SG dalam dunia
administrasi publik yang ‘sadar globalisasi’. Proses tata pemerintahan seharusnya
sinkron dengan arah dan strategi global jangka panjang yang tertuang dalam
hukum, perjanjian atau norma internasional. Di samping ada nilai-nilai lokal yang
harus tetap dijaga dalam konteks SG, dunia harus juga makin terkoneksi secara
produktif untuk menciptakan kemakmuran bersama.
E. Peran Stakeholder yang Terlibat Dalam Penerapan Technovation
Stakeholder memiliki peran masing-masing dalam penerapan
technovation. Peran tersebut harus dimaksimalkan agar transfer tekhnologi dapat
tersalurkan dengan baik pada IKM sehingga daya saing industri Indonesia dapat
meningkat. Stakeholder dalam penerapan technovation di sini adalah pemerintah,
IKM, ACFTA, dan Civil Society. Peran masing-masing stakeholder adalah
sebagai berikut:
21
![Page 22: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/22.jpg)
1. Peran Pemerintah
Pemerintah memiliki tiga peran sentral dalam penerapan technovation.
Pertama, pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan dan
mengoptimalkan potensi yang dikelola oleh IKM untuk dikembangkan agar IKM
mampu untuk terus meningkatkan kinerja dan kualitas produksinya. Kedua
pemerintah juga berperan dalam melindungi kelangsungan hidup PKM melalui
stimulus-stimulus baik berupa peminjaman kredit sangat lunak maupun pemberian
jaringan kerja sama. Ketiga, memiliki peran sebagai policy maker yang pro
terhadap IKM agar tetap menjadi garda depan perekonomian nasional. Keempat
adalah terus melakukan upaya renegosiasi dan koordinasi dengan ACFTA agar
tidak merugikan negara anggota. Keempat upaya tersebut dapat meningkatkan
daya saing IKM di pasar internasional.
2. Peran Industri Kecil Menengah
IKM memiliki peran sentral sebagai salah satu pondasi perekonomian
nasional. Hal ini dikarenakan sangat banyak IKM yang ada. Peran yang dimiliki
IKM adalah pertama, terus berupaya secara aktif untuk terus meningkatkan
kinerja agar daya saing produksi terus meningkat. Kedua, memanfaatkan segala
fasilitas yang diberikan pemerintah baik itu stimulus kredit maupun jaringan
kerjasama dengan industri luar negeri. Nantinya akan ada penyerapan dan
pengembangan tekhnologi. Mengingat banyak IKM yang masih menggunakan
tekhnologi lama dan pengerjaan yang kurang efisien.
3. Peran ACFTA
Menciptakan fair trade antar anggotanya dengan melakukan pengawasan
agar tidak terjadi kecurangan anatar Negara anggota. Fair Trade sebagai model
bisnis, ini lebih banyak menyangkut persoalan bagaimana anggota
mewujudnyatakan prinsip prinsip fair trade. Dalam kegiatan bisnis mesti ada
unsur aktif memerangi kemiskinan, pembayaran layak dan lancar, tidak
mempekerjakan tenaga kerja anak, menghormati lingkungan, kesetaraan
perempuan atau gender, hubungan bisnis yang berkesinambungan dan ada unsure
partnership saling membesarkan. Jadi yang menjadi perahatian para pelaku fair
trade adalah, bahwa dalam kegiatan bisnis atau usaha, lebih mengacu pada norma
22
![Page 23: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/23.jpg)
norma kemanusiaan, Dalam memproduksi barang, sangat diupayakan
menghindari terjadinya eksploitasi baik terhadap sumberdaya manusia maupun
sumberdaya alam. Profit yang diperoleh bukan melulu untuk memenuhi hasrat
untuk memiliki melainkan diinvestasikan lagi kedalam program yang
mensejahterakan produsen dan masyarakat.
4. Peran Civil Society
Dalam sebuah pembangunan diperlukan adanya sinergi actor-aktor terkait
salah satunya masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen atau pasar dari produk-
produk dalam negeri mempunyai pengaruh yang besar terhadap persaingan
produk dalam negeri dan luar negeri. Namun kenyataannya masyarakat saat ini
cenderung mengkonsumsi produk-produk impor. Oleh karena itu demi
meningkatkan daya saing industry local Masyarakat diharapkan lebih mencintai
produk lokal atau dalam negeri dari pada luar negeri dengan membeli dan
membanggakan produk lokal tersebut. Selain itu masyarakat juga ikut serta dalam
pengembangan produk lokal, peran tersebut dapat diwujudkan dengan
memberikan masukan terhadap kualitas produk lokal sehingga mutu dan kualitas
produk lokal.
23
![Page 24: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/24.jpg)
Bagan 2. Peran Stakeholder dalam Pengembangan Technovation
Sumber: Hasil olahan tim penulis
24
![Page 25: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/25.jpg)
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pasca diberlakukannya ACFTA, banyak industri yang kemudian tertekan
bahkan nyaris gulung tikar. Hal ini dikarenakan daya saing produk IKM Indonesia
tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bersaing dengan serbuan produk dari
China. Daya saing produk-produk industri dan manufaktur, ditemukan daya saing
produk Indonesia ke sesama negara ASEAN hanya 15% yang daya saingnya
bersifat kuat, hampir 60% lemah. Penguatan-penguatan dilakukan dalam upaya
meningkatkan daya saing industri melalui technovation yang penerapannya
dilakukan melalui pendekatan sound governance.
Technovation merupakan salah satu strategi kekuatan baru dalam
meningkatkan daya saing IKM. Strategi technovation ini terdiri dari innovation
technology, enterpreneurship,dan technology management. Penerapan
technovation menggunakan perspektif sound governance yang melibatkan
beberapa stakeholder yang memiliki posisi penting dalam pengembangan daya
saing industri yakni pemerintah selaku pengambil kebijakan, IKM, ACFTA
selaku pemegang kebijakan regional, dan civil society. Keempat elemen ini
menerapkan kerja sama yang terintegrasi dimana nantinya IKM mampu
meningkatkan daya saing industri yang secara otomatis akan meningkatkan daya
ekonomi. Output yang diharapkan adalah IKM mampu settle di pasar
internasional. Jika salah satu saja elemen yang terlibat tidak berkontribusi secara
maksimal maka technovation tidak akan maksimal.
B. Rekomendasi
Technovation merupakan konsep yang memang harus diterapkan oleh
beberapa elemen industri di indonesia yang melibatkan sektor-sektor strategis
yakni pemerintah, IKM, lembaga internasional terkait masalah perdagangan dan
civil society. Rekomendasi yang dapat diberikan terkait penerapan technovation
adalah sebagai berikut:
25
![Page 26: BAB I-V](https://reader034.fdokumen.com/reader034/viewer/2022052620/5571f85049795991698d2362/html5/thumbnails/26.jpg)
1. Pemerintah
a. Pemerintah melakukan negosiasi ulang terhadap isi perjanjian CAFTA
tersebut sampai industri dalam negeri siap untuk bersaing.
b. Mempercepat pembangunan infrastruktur, menghilangkan hambatan-
hambatan yang mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi, dan
memberikan insentif fiskal dan non fiskal.
c. Selalu membangun kesadaran masyarakat untuk selalu cinta terhadap
produk dalam negeri.
d. Regulasi yang masih memberatkan/menghambat perkembangan IKM
harus segera diganti.
2. IKM
a. Pelaku usaha harus segera melakukan upaya-upaya yang dapat
meningkatkan efisiensi biaya produk.
b. Pelaku usaha harus terus melakukan inovasi-inovasi sehingga produk
yang dihasilkan semakin berkualitas sehingga mampu
mempertahankan pasar.
c. Manajemen modern haruslah dikembangkan.
d. Melakukan pemupukan modal secara terus-menerus.
e. Penggunaan teknologi modern harus segera diupayakan.
3. Lembaga yang menaungi ACFTA (ASEAN, APEC, Lembaga
antidumping)
a. Harus menjadi koordinator sekaligus pengawas dalam berlangsungnya
ACFTA agar tidak terjadi penyelewengan atau pelanggaran perjanjian
yang telah ditetapkan.
b. Membuat kebijakan yang tidak merugikan negara anggota ACFTA.
4. Civil Society
Meskipun masyarakat nantinya menjadi konsumen atas produk
yang ditawarkan dalam ACFTA, sudah sepantasnya kesadaran akan
mengonsumsi produk dalam negeri ini ditingkatkan.
26