BAB I-V

41
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri nasional sedang bergejolak khususnya industri dalam skala kecil dan menengah (IKM). Berdatangannya barang-barang import yang juga diproduksi oleh industri membaur jadi satu di pasar nasional. Hal ini tentu sangat mengganggu stabilitas perekonomian yang ditopang oleh IKM. Daya saing IKM sendiri saat ini masih tergolong rendah untuk mampu bersaing dengan produk import. Sedangkan Indonesia sendiri tidak mempunyai pilihan lagi pada saat ini, selain IKM harus memiliki daya saing yang tinggi, Indonesia sudah membuka pasarnya seluas-luasnya karena terlibat dalam ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). Pada quartal 1 (Q1) 2010 saat mulai diberlakukannya ACFTA bisa dikatakan situasi perekonomian Indonesia lebih cerah, meskipun uncertainly (kejadian yang tidak dapat diprediksi) terus menenerus muncul. Ancaman terbesar bagi perekonomian nasional tidak lain adalah datang dari pelaksanaan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA) 2010 yang diberlakukan sejak 1 Januari 2010. Pelaksanaan ACFTA dinilai mematikan dunia usaha dalam negeri khususnya di sektor IKM. Daya saing yang masih lemah menjadi salah satu 1

Transcript of BAB I-V

Page 1: BAB I-V

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Industri nasional sedang bergejolak khususnya industri dalam skala kecil

dan menengah (IKM). Berdatangannya barang-barang import yang juga

diproduksi oleh industri membaur jadi satu di pasar nasional. Hal ini tentu sangat

mengganggu stabilitas perekonomian yang ditopang oleh IKM. Daya saing IKM

sendiri saat ini masih tergolong rendah untuk mampu bersaing dengan produk

import. Sedangkan Indonesia sendiri tidak mempunyai pilihan lagi pada saat ini,

selain IKM harus memiliki daya saing yang tinggi, Indonesia sudah membuka

pasarnya seluas-luasnya karena terlibat dalam ASEAN-China Free Trade Area

(ACFTA).

Pada quartal 1 (Q1) 2010 saat mulai diberlakukannya ACFTA bisa

dikatakan situasi perekonomian Indonesia lebih cerah, meskipun uncertainly

(kejadian yang tidak dapat diprediksi) terus menenerus muncul. Ancaman terbesar

bagi perekonomian nasional tidak lain adalah datang dari pelaksanaan ASEAN-

China Free Trade Agreement (ACFTA) 2010 yang diberlakukan sejak 1 Januari

2010. Pelaksanaan ACFTA dinilai mematikan dunia usaha dalam negeri

khususnya di sektor IKM. Daya saing yang masih lemah menjadi salah satu faktor

yang yang tidak menguntungkan bagi perdagangan dalam negeri (Kartajaya,

2010; 44). Industri nasional kenyataannya sulit menahan serbuan produk-produk

China yang lebih murah dari produk lokal. Pelaku industry banyak tersontak dan

tertekan atas implementasi dari ACFTA ini dengan dalih belum siap.

Uncertainly dalam aspek perekonomian domestik, regional, dan dunia

akan terus bergejolak dan harus selalu diwaspadai. Pada quartal 2 (Q2) 2010,

perekonomian kembali bergejolak seiring dengan exit strategy yang dilakukan

karena ingin mengurangi hutangnya. Hal tersebut tentunya sangatlah mengganggu

stabilitas ekonomi nasional (Tahir, 2010). Upaya yang dilakukan untuk mengatasi

permasalahan tersebut adalah muatan ekonomi nasional mesti memegang peranan

1

Page 2: BAB I-V

memperkuat daya saing dengan kompetitor perdagangan negara lain. Menguatnya

muatan ekonomi nasional diyakini mampu memperkokoh pondasi perekonomian

nasional. Pada saat berjalannya quartal 3 (Q3) 2010, perekonomian mulai tumbuh,

namun pertumbuhan ini tidak diikuti oleh pertumbuhan daya saing industri kecil

menengah (IKM). Daya saing masih menjadi permasalahan yang sangat pelik

karena tidak adanya perhatian khusus dari pemerintah selain memberikan kredit-

kredit. Hal ini menyebabkan pelaku IKM tidak mampu memproduksi sebuah

produk yang memiliki daya saing dikarenakan tidak adanya fasilitas kerja sama

dengan industri luar negeri.

Melihat prospek perekonomian Indonesia dan dikalkulasi secara

matematis, pemerintah Indonesia telah menargetkan pertumbuhan angka ekonomi

sebesar 6,1-6,5 persen pada tahun 2011 mendatang. Angka tersebut meningkat

0,2% dibandingkan tahun 2010 (Businessnews, 2010). Kabar pertumbuhan ini

tentu harus mendapatkan respon positive juga dari berbagai elemen industri untuk

terus berinovasi untuk memacu kuantitas dan kualitas produksi untuk

meningkatkan daya saing. Sedikitnya ada dua hal yang perlu mendapat perhatian,

yang pertama adalah pelaku industri harus selalu siap melakukan antisipasi

dengan baik. Kedua, Kerja keras secara berkelanjutan memperbaiki kemampuan

terutama di bidang tekonologi dan inovasi. Oleh karena itu, pendekatan

technovation perlu dilakukan.

Technovation adalah upaya secara berkelanjutan dalam melakukan inovasi

teknologi untuk meningkatkan kemampuan teknologi dan metoda kerja ke tingkat

yang lebih tinggi, agar produk yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi

bagi konsumen, agar produk yang dihasilkan selalu berdayasaing. Technovation

mengandung tiga aspek yaitu kemampuan technology  innovation,

entrepreneurship dan technology management. Kemampuan technology

innovation dan entrepreneurship saja misalnya, tidaklah cukup. Tanpa dukungan

technology management, seringkali produk yang dihasilkan gagal dalam tahap

komersialisasi di pasar (Gobel, 2010).

Temuan-temuan dari berbagai kajian empirik, terutama mengenai

pengalaman ‘Empat Macan’, khususnya Korea Selatan dan Taiwan, menunjukkan

2

Page 3: BAB I-V

bahwa pengembangan kemampuan teknologi perusahaan manufaktur merupakan

suatu unsur pokok dalam daya saing internasional (Wie, 2006). Oleh karena itu

sudah merupakan hal mutlak apabila technovation menjadi salah satu senjata

utama dalam meningkatkan daya saing IKM. Hanya saja, hal itu tidak akan

terwujud apabila tidak adanya koordinasi yang jelas antara industri khususnya

industri yang belum settle dengan pemerintah maupun industri yang sudah settle.

Tanpa adanya koordinasi tersebut, justru akan menjadi titik tolak kemajuan daya

saing industri lokal. Masalah koordinasi memang menjadi salah satu faktor yang

menyebabkan banyak industri tidak berkembang.

Bentuk sinergi antar aktor industri dapat melalui pendekatan sound

governance (SG). SG merupakan konsep sinergitas antar aktor yang

mengintegrasikan antara masyarakat, bisnis, publik dan internasional. Formula

dasar SG adalah empat aktor dan lima komponen. Empat aktor sudah diketahui,

yaitu pemerintah, civil society, bisnis (IKM) dan kekuatan internasional. Kekuatan

internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian

internasional. Sedangkan lima komponen adalah mencakup reformasi struktur,

proses, nilai, kebijakan dan manajemen (Putra, 2009). SG merupakan kekuatan

baru untuk meningkatkan daya saing industri. Adanya kekuatan internasional akan

membantu industri nasional untuk mengembangkan kualitas produk agar sesuai

dengan standar internasional.

Disini penulis menawarkan konsep technovation dalam perspektif sound

governance yang bertujuan meningkatkan daya saing industri nasional dan dapat

lebih maksimal dari sisi kualitas dan kuantitas karena melibatkan semua sektor

yang berhubungan dengan pengembangan industri itu sendiri. Sound governance

juga dapat menjadi strategi dalam menguatkan produk-produk industri nasional

agar mampu bersaing dalam pasar bebas Asean-China Free Trade Area 2010.

Berdasarkan pemaparan tersebut, maka penulis mengangkat judul “Penerapan

Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam

Menghadapai ACFTA (Kajian Perspektif Sound Governance)”.

3

Page 4: BAB I-V

B. Rumusan Masalah

Berpijak dari latar belakang yang telah dipaparkan, maka rumusan

masalah dalam penulisan ini adalah:

1. Bagaimana kondisi Industri Kecil Menengah (IKM) pasca

diberlakukannya ACFTA?

2. Bagaimana Penerapan Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing

Industri Nasional Dalam Menghadapi ACFTA Dalam Perspektif

Sound Governance?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan dari penulisan ini adalah:

1. Memaparkan kondisi Industri Kecil Menengah (IKM) pasca

diberlakukannya ACFTA.

2. Memaparkan dan menganalisis Penerapan Technovation Untuk

Meningkatkan Daya Saing Industri Nasional Dalam Menghadapi

ACFTA Dalam Perspektif Sound Governance.

D. Manfaat

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah khasanah pengetahuan mengenai global competition dan

pemecahan solusinya.

b. Memberikan wacana bagi IKM dalam menemukan strategi pemetaan

dan pembinaan.

c. Sebagai bahan wacana untuk penulisan maupun penelitian

selanjutnya yang berkaitan dengan sound governance dan

technovation.

2. Manfaat Praktis

a. Dapat dijakadikan pedoman kerja sama antara pemerintah, pelaku

bisnis IKM dan internasional.

b. Pelaku IKM lokal mampu menemukan cara produksi dan pemasaran

agar dapat lebih survive dalam menghadapi ACFTA.

c. Pelaku ACFTA dapat membuat pedoman kebijakan kerjasama

internasional agar tidak merugikan negara anggota.

4

Page 5: BAB I-V

BAB II

TELAAH PUSTAKA

Bagan 1. Peran Stakeholder yang Terlibat Dalam Penerapan Technovation

Sumber: Hasil olahan tim penulis

5

Page 6: BAB I-V

A. Daya Saing

Negara yang memiliki daya saing yang kuat dalam bidang perindustrian

akan mendapatkan tingkat perekonomian yang bagus apalagi kondisi tersebut bisa

bertahan dalam jangka waktu yang lama. Definisi daya saing menurut Buckley

adalah, daya saing mencakup efisiensi (mencapai sasaran dengan biaya serendah

mungkin) dan efektivitas (memiliki sasaran yang tepat). Daya saing meliputi baik

tujuan akhir dan cara mencapai tujuan akhir tersebut. Lebih lanjut Sumihardjo

(2008) menjelaskan, “Kata daya dalam kalimat daya saing bermakna kekuatan,

dan kata saing berarti mencapai lebih dari yang lain, atau beda dengan yang lain

dari segi mutu, atau memiliki keunggulan tertentu. Artinya daya saing dapat

bermakna kekuatan untuk berusaha menjadi unggul dalam hal tertentu yang

dilakukan seseorang, kelompok atau institusi tertentu.

Tinggi rendahnya daya saing seseorang /organisasi/instansi tergantung

kepada faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dalam kewilayahan (daerah),

Tumar Sumihardjo (2008: 37-38) mengidentifikasi tentang indikator utama dan

spesifik sebagai penentu daya saing. Ruang lingkup daya saing pada skala makro

meliputi:

1. Perekonomian daerah

2. Keterbukaan

3. Sistem keuangan

4. Infrastruktur dan sumber daya alam

5. Ilmu pengetahuan dan teknologi

6. Sumber daya alam

7. Kelembagaan

8. Governance dan kebijakan pemerintah

9. Manajemen dan ekonomi mikro.

Dalam upaya peningkatan daya saing ada dua hal yang perlu mendapat 

perhatian. Pelaku industri selalu siap melakukan antisipasi dengan baik, kerja

keras secara berkelanjutan untuk memperbaiki kemampuan di bidang teknologi

dan inovasi, meningkatkan nilai tambah produksi, serta selalu komit menjunjung

tinggi “Customer First”. Dengan demikian, inovasi pada dunia bisnis merupakan

hal yang amat penting khususnya inovasi teknologi.

6

Page 7: BAB I-V

B. Industri Kecil Menengah

Industri merupakan suatu usaha atau kegiatan pengolahan bahan mentah

atau barang setengah jadi menjadi barang jadi barang jadi yang memiliki nilai

tambah untuk mendapatkan keuntungan. Usaha perakitan atau assembling dan

juga reparasi adalah bagian dari industri. Hasil industri tidak hanya berupa barang,

tetapi juga dalam bentuk jasa. (Komunitas dan Perpustakaan Online Indonesia,

2006).

Menurut BPS (1998), IK adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling

sedikit 5 orang dan paling banyak 19 orang termasuk pengusaha. Sedangkan, IRT

adalah unit usaha dengan jumlah pekerja paling banyak 4 orang termasuk

pengusaha. Unit-unit usaha tanpa pekerja (self-employment unit) termasuk di

dalam kategori ini. Sedangkan, IMB adalah unit usaha yang mengerjakan lebih

dari 20 orang. Keberhasilan usaha kecil dan menengah dapat ditinjau dari dua

sudut pandang, yaitu sudut pandang ekonomi dan sudut pandang sosial. Dari segi

ekonomi, keberhasilan perusahaan ditinjau dari adanya peningkatan kekayaan

perusahaan diluar pinjaman, misalnya : kenaikan laba, tambahan modal dan rasio-

rasio yang lain. Sedangkan segi sosial, keberhasilan perusahaan ditinjau

dariadanya kelangsungan hidup perusahaan (going concern) dengan kaitannya

keberadaan karyawan perusahaan (Fitriyah, 2006).

C. Technovation

Industri kecil menengah merupakan industri yang posisinya paling

terancam dengan adanya ACFTA oleh karena itu perlu konsep untuk menengahi

permasalahan tersebut yakni technovation. Technovation adalah upaya secara

berkelanjutan dalam melakukan inovasi teknologi untuk meningkatkan

kemampuan teknologi dan metode kerja ke tingkat yang lebih tinggi, agar produk

yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi bagi konsumen, agar produk

yang dihasilkan selalu berdaya saing” (Gobel, 2010).

Technology  innovation adalah penerapan teknologi modern pada Industri

sehingga diperoleh produk yang berkualitas dan menarik. Produk-produk asli

Indonesia sangat berpotensi untuk dijadikan komoditas ekspor dengan syarat

7

Page 8: BAB I-V

harus melalui sentuhan teknologi agar memenuhi standar pasar Internasional. Dari

sisi teknologi dan inovasi banyak pengusaha yang sudah berkemampuan membuat

produk yang menarik namun saat bersaing di pasar, Produk tersebut kalah karena

kurangnya kemampuan technology management. Pasar menuntut skala ekonomi

yang cukup dan kemampuan delivery yang tepat. Kemampuan technology

management dalam kegiatan proses produksi sangat penting, agar barang yang

dibuat bisa memenuhi standar yang diharapkan konsumen, baik dari sisi kualitas

maupun delivery-nya.

D. Sound Governance

Dalam rangka pelaksanaan konsep Technovation tentunya diperlukan

kerjasama antar aktor yang terlibat dalam upaya peningkatan daya saing industri

lokal. Dalam upaya ini diperlukan konsep Sound Governance (SG) yang

merupakan konsep relasi politik yang melibatkan empat aktor dan lima

komponen. Aktor yang terlibat adalah negara, civil society, bisnis dan kekuatan

internasional. Sedangkan lima komponen mencakup reformasi struktur, proses,

nilai, kebijakan dan manajemen.

Konsep Sound Governance (SG) adalah sebuah konsep yang sangat baru

di Indonesia yang muncul pada saat konsep Good governance (GG) masih eksis

diapaki dalam memecahkan hampir semua masalah. SG lahir karena fakta bahwa

kesenjangan ekonomi dunia yang semakin melebar akibat globalisasi perdagangan

dunia. Dengan demikian ditambahkan kekuatan internasional dalam rumusan

konsep sebagai perbaikan sekaligus kritik terhadap Good governance (Putra,

2009).

Selama ini paradigma pembangunan yang terjadi di Indonesia selalu

menggunakan konsep good governance yakni pembangunan ekonomi, politik dan

pelayanan publik dengan menginklusifkan relasi politik antara negara, Civil

society, dan sektor bisnis. Paradigma ini belum memperhatikan peran

internasional padahal kenyataan saat ini globalisasi sudah menjadi isu bagi senua

negara. Dengan demikian Sound Governance dipakai sebagai perspektif

pelaksanaan konsep Technovation.

8

Page 9: BAB I-V

SG jauh lebih komprehensif dari pada GG terutama dalam melihat aktor-

aktor kunci yang harus dipertimbangkan dalam pembangunan perekonomian.

Bukan hanya penekanan pada interaksi antar aktor dalam suatu negara, yaitu

pemerintah, pasar dan masyarakat sipil, namun juga mempertimbangkan pengaruh

aktor ekonomi dan politik internasional. Aktor-aktor internasional meliputi

kebijakan luar negeri dari Negara lain, organisasi-organisasi multilateral,

korporasi global multinasional lembaga donor dan keuangan internasional, big

NGOs serta perjanjian internasional.

SG didukung oleh teori underdevelopment yang menyangkal kapitalisasi

dapat membangun dunia ketiga, terutama karena kapitalisasi tidak dapat

mereproduksi industrialisasi otonomi yang diduga terjadi di dunia Barat. Sebagai

gantinya, rantai ketergantungan harus diperpendek, hubungan eksploitatif

dihancurkan dan sosialisasi diperkenallkan, tidak hanya pada satu negara namun

terhadap sistem dunia keseluruhan. Dalam konteks ini baik teori modernisasi

maupun teori underdevelopment dengan caranya masing-masing telah berfokus

pada hubungan dari bagian utama sistem dunia. Meskipun konsentrasinya pada

status bangsa, teori modernisasi menyoroti aspek-aspek positif dari hubungan

tersebut, contohnya, difusi nilai-nilai, kebudayaan, teknologi, modal dan keahlian,

sedangkan teori underdevelopment menekankan elemen-elemen yang tidak

diinginkan dan ketidakseimbanagn perpindahan atau petukaran.

Saat ini peranan Internasional pada eksistensi sebuah negara memang

sangat besar. World System Theory menyatakan bahwa di dunia ini hanya ada satu

sistem besar yang mengatasi sistem-sistem lainnya. Sistem besar tersebut adalah

pasar internasional yang mngeksploitasi sistem-sistem yang berada di bawahnya

(Giddens, 1986 :63). SG juga mengedepankan prinsip keragaman (multikultural),

sehingga tidak ada standar yang kaku untuk mewujudkan kemajuan perekonomian

suatu negara. Setiap negara bisa melakukan perbaikan ekonomi, polotik, sosial

dan budaya dengan cara masing-masing sesuai kepribadiannya. Dalam menempuh

satu tujuan tidak harus di tempuh dengan jalan yang sama sehingga titik tekannya

terletak pada output oriented. “Dengan kenyataan sosial yang sarat dengan

interaksi yang dinamis ini maka harus memunculkan tiga hal pokok, yaitu

9

Page 10: BAB I-V

keragaman, kompleksitas dan ketegangan” (Farazmand, 2004 dalam Putra, 2009 :

75).

Selain prinsip keragaman dan dimensi, inti dari SG adalah prinsip inovasi.

Dengan adanya globalisasi, setiap hal menjadi kompleks dan tidak terduga. Maka

inovasi adalah hal yang sangat diperlukan dalam meningkatkan daya saing

industri Indonesia. Dalam hal ini inovasi bukan berarti sesuatu yang revolusioner

saja. Perbaikan yang bersifat tambal sulam pun juga bisa dikatakan sebagai

inovasi. Dengan perkembangan dan perubahan, baik ekonomi maupun politik

dunia yang tejadi secara tidak terduka maka diperlukan koreksi yang dilakukan

sewaktu-waktu sesuai kebutuhan.

10

Page 11: BAB I-V

BAB III

METODE PENULISAN

A. Prosedur Pengumpulan Data

Adapun prosedur pengumpulan data yang digunakan dalam penulisan ini

adalah menggunakan teknik pengumpulan data dengan mengambil data dari

sumber di atas yang digunakan adalah (media internet, buku-buku yang relevan

dengan topic, peraturan pemerintah terkait kebijakan mekaniIKM pasar, dan

jurnal administrasi publik). Penulisan di mulai dari pengumpulan data dan

pengelompokan data dari sumber-sumber yang sesuai dengan topik pembahasan,

yakni mengenai konsep technovation, keadaan atau gambaran umum industri kecil

menengah (IKM), indikator makro dan mikro ekonomi, sound governance sampai

dengan model aplikasi technovation dalam perspektif sound governance dalam

meningkatkan daya saing IKM menghadapi ACFTA.

B. Analisis-Sistematis

Analisis yang digunakan dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan

telaah teoritis dan empiris dengan melihat perkembangan konsep-konsep dan

penelitian yang terkait dengan penulisan ini. Selain itu, penulis menganalisis

peristiwa yang terjadi secara aktual pada perekonomian nasional, daya saing IKM

dalam menghadapi perdagangan bebas ASEAN-China, prospek ekonomi nasional,

dimana data tersebut kami peroleh dari sumber data sekunder.

C. Perumusan Kesimpulan dan Rekomendasi

Beberapa permasalahan yang telah dikaji kemudian dikembangkan dalam

poin-poin analisis pada akhirnya akan menghasilkan kesimpulan yang diperkuat

dengan rekomendasi terkait dengan kondisi akhir pemecahan masalah.

Rekomendasi yang diberikan merupakan jawaban atas permasalahan atau kendala

yang dihadapi dalam penerapan technovation dalam perspektif sound governance.

11

Page 12: BAB I-V

BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum IKM Pasca Diberlakukannya ACFTA

Semenjak adanya perjanjian antara ASEAN dengan China dalam ACFTA,

banyak IKM yang pontang-panting menghadapi serbuan produk China yang

tergolong jauh lebih murah daripada produk yang dihasilkan oleh IKM nasional.

Hal ini diperkuat dengan neraca perdagangan negara Indonesia dengan China

yang seiring berjalannya tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2004, volume

impor produk dari China hanya 4.101 juta dolar, pada akhir 2008 jumlah impor

produk meningkat menjadi 15.247 juta dollar atau meningkat lebih dari 300%.

Bahkan di tahun 2004 jumlah ekspor produk Indonesia ke China lebih besar. Hal

tersebut diikuti pula oleh beberapa negara kawasan ASEAN lainnya, kecuali

Malaysia dan Singapura.

Tabel 1. Perdagangan negara anggota ASEAN - China (dalam juta dollar)

Sumber: ASEAN Trade Statistic Database (per Juli 2009)

Dari analisis, daya saing produk-produk industri dan manufaktur,

ditemukan daya saing produk Indonesia ke sesama negara ASEAN hanya 15%

yang daya saingnya bersifat kuat, hampir 60% lemah; sedangkan daya saing

produk Indonesia terhadap China yang kuat hanya 7%, sedang 29% dan lemah

55%. Jadi banyak sebenarnya kondisi IKM Indonesia yang posisinya terancam

oleh serbuan produk China pada nantinya, terutama yang posisinya tergolong

paling rendah.

12

Page 13: BAB I-V

Tabel 2. Daya Saing Beberapa Produk IKM Indonesia

Sumber: dari analisis Kementerian perindustrian

Secara normatif sesungguhnya ACFTA ini peluang bagi IKM di Indonesia

untuk memperbesar produksi, mengisi pasar bersama yang sangat besar

mempunyai penduduk sebanyak 1,8 miliar. Banyak juga pakar ekonomi yang

mengatakan bahwa ACFTA sebenarnya merupakan peluang yang sangat besar

bagi industri untuk meningkatkan volume perdagangan, sehingga stigma negatif

industri terhadap ACFTA dapat dihilangkan. Namun, melihat daya saing produk

industri dan manufaktur Indonesia sebagian besar lemah, sementara daya saing

produk dari negara lainnya (ASEAN-China) lebih kuat, maka kemungkinan

tingkat produksi KUKM akan tertekan yang berarti UKM yang bergerak dalam

kegiatan produksi akan mengalami kesulitan (data BPS sekitar 57% UKM

bergerak di bidang produksi).

Beberapa sektor industri yang bakal terkena imbas dari perdagangan bebas

ini di antaranya industri permesinan, sektor perkebunan dan pertanian, industri

makanan dan minuman, industri Petrokimia, industri tekstil dan produk tekstil,

industri plastik, industri alas kaki, industri elektronik dan peralatan listrik, jasa

permesinan, industri baja dana beberapa industri lainnya. Bahkan sudah ada tujuh

sektor industri kecil menengah yang sudah meminta kepada Departemen

Perindustrian untuk meninjau kembali pelaksanaan ACFTA, yakni baja, tekstil,

makanan minuman, alas kaki, mainan anak-anak, petrokemikal, dan elektronik.

Beberapa industri tersebut menyatakan pesimistis bisa bersaing jika diberlakukan

tariff nol persen, terutama melawan produk China. Jika diterapkan tariff nol

13

Page 14: BAB I-V

persen hanya menyebabkan banyak IKM yang gulung tikar karena tak berdaya

saing. Selain permasalahan daya saing produk ketujuh sektor IKM, permasalahan

lain muncul, yakni munculnya ancaman PHK terhadap lima industri prioritas

karena kelima sektor industri prioritas berpotensi mengalami pertumbuhan negatif

pada tahun 2010 akibat daya saing yang rendah sehingga sulit berkompetisi di

pasar terutama dengan produk impor asal China (Solihin, 2010).

Berdasarkan data Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia, peran

industri pengolahan mengalami penurunan dari 28,1% pada 2004 menjadi 27,9%

pada 2008. Diproyeksikan 5 tahun ke depan penanaman modal di sektor industri

pengolahan mengalami penurunan US$ 5 miliar yang sebagian besar dipicu oleh

penutupan sentra-sentra usaha strategis IKM (industri kecil menegah). Jumlah

IKM yang terdaftar pada Kementrian Perindustrian tahun 2008 mencapai 16.806

dengan skala modal Rp 1 miliar hingga Rp 5 miliar. Dari jumlah tersebut, 85% di

antaranya akan mengalami kesulitan dalam menghadapi persaingan dengan

produk dari Cina (Bisnis Indonesia, 9/1/2010).

B. Prospek Pasar Indonesia

Pangsa pasar sektor industri setiap tahun terus terkikis secara konsisten

akibat serbuan produk China. Penguatan daya saing IKM di sini merupakan hal

yang sangat vital dan penting untuk segera di tindak lanjuti, hal ini dikarenakan

kondisi IKM sudah dalam titik kritis dimana sewaktu-waktu bisa saja banyak

yang gulung tikar dikarenakan tidak lagi memiliki produk yang berdaya saing,

jangankan internasional, daya saing nasional saja sulit karena produk China sudah

terlanjur membanjiri pasar nasional. Hal tersebut yang kemudian membuat pasar

nasional keteteran.

Tabel 3. Market Size of Indonesia

Indicator Score Ranking

Domestic market size index 5.1 (1-7) 15

Foreign market size index 5.5 (1-7) 23

14

Page 15: BAB I-V

GDP (PPP)962.5 (billions of

international dollars)15

Imports as a percentage of GDP 21.3% 124

Exports as a percentage of GDP 24.1% 102

Sumber: Global Competitive Index 2010-2011. World Economic Forum report 2010.

Melihat prospek pasar nasional, sebenarnya Indonesia termasuk negara

yang menggiurkan untuk melakukan berbagai upaya peningkatan daya saing.

Berdasarkan data yang diperoleh dari World Economic Foundation 2010, pangsa

pasar lokal Indonesia termasuk tinggi masuk 20 besar dunia dan pangsa pasar luar

negeri juga tergolong tinggi yakni masuk rangking 23. Gross domestic bruto

termasuk tinggi karena masuk 20 besar dengan angka 962,5 milliar dollar.

Sedangkan prosentasi eksport juga lebih tinggi daripada import, walaupun secara

rangking masih tergolong di bawah.

C. Urgensi Penerapan Technovation untuk Meningkatkan Daya Saing

Industri Kecil Menengah

Kecenderungan globalisasi sudah tidak dapat dibendung lagi. Proses

transformasi global yang dewasa ini sedang berlangsung pada dasarnya

digerakkan oleh dua kekuatan besar yang saling terkait satu sama lain, yakni

perdagangan dan kemajuan teknologi. Perdagangan yang meningkat bukan hanya

mendorong proses alih teknologi, tetapi juga penguatan teknologi. Sebaliknya

peningkatan teknologi akan memperlancar dan mendorong arus barang, uang, jasa

dan informasi. Interaksi antara keduanya itu telah mendorong terjadinya

penyesuaian struktural perekonomian di banyak negara di dunia, baik di negara

maju, maupun negara berkembang. Keseluruhan proses itu menghasilkan ekonomi

dunia yang makin terintegrasi.

Adanya transformasi teknologi dan perdagangan, maka bisa jadi

merupakan tantangan sekaligus ancaman dalam proses peningkatan kualitas dan

kuantitas produk untuk bersaing di pasar Internasional, sehingga dapat

15

Page 16: BAB I-V

meningkatkan perekonomian Indonesia dari sektor industri. Persaingan dalam

perdagangan internasional (atau pasar pada umumnya) amat ditentukan pada

keunggulan yang dimiliki atau keunggulan produk yang dihasilkan dan bentuk

inovasi yang dihasilkan dari produk–produk unggulan. Dalam konteks

pengembangan keunggulan tersebut, pemerintah harus mengembangkan konsep

produk unggulan. Proses ini dilakukan dengan mengidentifikasi produk unggulan

terutama yang berasal dari sektor industri kecil menengah sebagai proses

pengembangan sumber daya lokal dan optimalisasi atas potensi ekonomi daerah.

Pengembangan produk unggulan dan pengembangan IKM dapat merupakan

strategi yang efektif dalam pengembangan ekonomi daerah. Dari sinilah urgensi

penerapan technovatin pada IKM nasional sebagai kekuatan penggerak

perekonomian nasional, yang mampu meningkatkan produktifitas lokal yang

dimilki oleh bangsa Indonesia. Dengan demikian maka produk-produk lokal

Indonesia yang tersebar di berbagai daerah yang tidak dimiliki oleh negara dan

bangsa lain yang selama ini kurang di optimalkan akan mampu bersaing dengan

produk asing, terutama dalam persaingan pasar bebas antara Negara-negara

ASEAN dengan China.

D. Penerapan Technovation Untuk Meningkatkan Daya Saing Industri

Nasional Dalam Menghadapi ACFTA (Dalam Perspektif Sound

Governance)

Proses dalam sistem technovation meliputi perumusanan kebijakan yang

relevan dan pembinaan bakat masyarakat, menemukan, memilih, dan meng-

improv produk lalu mengkreasinya menjadi produk asli berdaya saing, serta

pemasaran dalam lingkup nasional menuju global. Dengan demikian upaya untuk

mendorong peningkatan kekuatan daya saing Industri Nasional dilakukan dengan

mendorong inovasi teknologi yang terakomodir dalam konsep technovation.

Technovation adalah upaya secara berkelanjutan dalammelakukan inovasi

teknologi untuk meningkatkan kemampuan teknologi dan metoda kerja ke tingkat

yang lebih tinggi, agar produk yang dihasilkan memberi nilai tambah yang tinggi

bagi konsumen dan berdayasaing (Gobel, 2010). Technovation mengandung tiga

aspek yaitu kemampuan technology  innovation, entrepreneurship dan technology

16

Page 17: BAB I-V

management. Kemampuan technology innovationdan entrepreneurship saja

misalnya, tidaklah cukup. Tanpa dukungan technology management, begitu pula

sebaliknya, ketiga komponen tersebut harus ada karena saling melengkapi.

Menurut Rothwell dalam Allen (2000), salah satu definisi inovasi adalah

pengenalan sesuatu yang baru, seperti gagasan, metode, ataupun alat. Suatu

perusahaan atau produk inovatif merupakan sesuatu yang dapat dibedakan dengan

sebelumnya melalui keunikannya dalam bentuk, fungsi, ataupun perilaku. Inovasi

produk menjadi suatu elemen vital dalam strategi perusahaan dan rencana dalam

menjawab berbagai alasan agar dapat memegang kendali. Alasan ini terdiri dari

perubahan perilaku konsumen dan kompetitor, perubahan teknologi, dan

kebijakan pemerintah.

Inovasi dimulai dengan tahap identifikasi yang dilakukan oleh pihak

merketing dan R&D yaitu mengidentifikasi permintaan dan kondisi teknis

perusahaan yang memungkinkan keberhasilan inovasi. Tahap selanjutnya yaitu

perumusan ide yang juga dilakukan oleh bagian Advance R&D atau ide dari

karyawan yang mengikuti 3i (Invention, Innovation, Improvement) Contest yang

menghasilkan konsep desain. Konsep desain ini kemudian dipelajari, diuji coba,

dan diperhitungkan oleh bagian Advance R&D.

Kunci untuk kelangsungan inovasi suatu perusahaan adalah dengan

mengkonversi inovasi menjadi suatu standar, atau mengadopsi standar seketika

setelah standar tersebut ditetapkan. Swann (2005) menemukan bahwa standar

berlaku sebagai sumber informasi bagi inovasi dan berguna merangsang inovasi

tetapi seringkali beberapa pihak yang sama menyebutkan bahwa standar dan

regulasi (yang keduanya digunakan bersamaan) dapat membatasi inovasi.

Kaitannya dengan pasar, standar dapat dikatakan sebagai representasi dari

permintaan pasar. Standar yang digunakan harus sesuai dengan yang disyaratkan

oleh pasar tertentu di mana produk tersebut akan dipasarkan. Hal itu menjadi salah

satu dasar pertimbangan dalam menggunakan standar tertentu, agar produk yang

bersangkutan dapat diperdagangkan di pasar Global. Bagi aktivitas inti

perusahaan, standar membantu meningkatkan nilai tambah pada seluruh proses

yang berlangsung. Standar yang dimaksud lebih pada standar proses yang

17

Page 18: BAB I-V

berfungsi mengefektifkan dan mengefisienkan keseluruhan proses dalam

pencapaian tujuan perusahaan.

Adanya keterkaitan yang besar antara inovasi dan standardisasi diperlukan

Commitment and Creativity Center (3C) menyeimbangkan antara komitmen yang

dalam hal ini adalah komitmen terhadap standar yang berlaku dengan kreatifitas

yang harus terus maju dan berkembang. Inovasi produk yang dilakukan harus

seiring dengan standar. Kebebasan berekspresi untuk inovasi produk harus tetap

mengacu pada standar agar lebih terarah. Namun demikian, standar tidak

menghambat inovasi, karena pada dasarnya standar merupakan alat proteksi bagi

konsumen dan penjamin interkonektivitas dan interoperabilitas produk.

Contoh yang sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, yaitu teknologi

produksi tempe. Indonesia adalah produsen tempe terbesar di dunia dan

kebutuhan masyarakat akan produk ini sangat besar. Namun sampai saat ini boleh

dikatakan tidak ada perubahan teknologi atau inovasi yang signifikan dalam

proses pembuatannya. Bahkan kini proses pembuatannya terlihat semakin jauh

dari standar kesehatan. Sementara itu, tuntutan konsumen ke depan adalah produk

yang memiliki standar kesehatan yang tinggi, serta ramah lingkungan.

Pengembangan inovasi industri domestik di Indonesia perlu dilandasi oleh

strategi dorongan ilmu pengetahuan dan tarikan pasar. Persyaratan yang harus

dipenuhi dalam merangsang inovasi domestik antara lain tersedianya riset yang

memadai, proses penguatan kapasitas inovasi yang berkelanjutan (SDM,

peralatan), terciptanya sistem insentif yang produktif dan komitmen politik dari

pemerintah. 

Pembangunan industri nasional hendaknya diarahkan untuk

mentransfomrasikan keunggulan kompetitif berbasis nilai tambah dan teknologi.

Inovasi dapat dipacu melalui 2 strategi yaitu science push (ilmu pengetahuan

menyediakan dasar bagi pengembangan teknologi) dan market pull (tarikan pasar

secara bersama-sama). Selain inovasi teknologi perlu dibangun masyarakat

entrepreneur atau entrepreneurial economy bukan sekadar menambah daftar

jumlah pelaku ekonomi. Tidak cukup melakukannya dengan membuka akses

permodalan saja, melainkan juga perlu memodernkan dan menciptakan kekuatan-

kekuatan baru yang berdaya saing tinggi. Daya saing dibangun dengan policy

18

Page 19: BAB I-V

economy yang memungkinkan pelaku usaha mampu bersaing secara sehat.

Strategi keunggulan daya saing tidak bisa dibangun dengan infrastruktur dan

investasi saja. Peran lokasi, industri-industri penopang, badan-badan riset dan

dunia pendidikan akan sangat menentukan. Ini menunjukkan entrepreneur hanya

bisa eksis kalau pemerintahannya juga dibangun di atas konsep ekonomi

entrepreneur.

Pertumbuhan ekonomi yang telah dicapai oleh negara maju dan upaya

peningkatan kesejahteraan yang sedang dilaksanakan oleh negara sedang

berkembang, dalam keadaan bagaimanapun konteksnya, banyak bergantung pada

mutu sumber daya manusia yang memiliki semangat kewirausahaan, yaitu

manusia-manusia yang mampu berpikir logis, sistematis, kritis, kreatif dan

inovatif, berwawasan jauh ke depan, dan berani menghadapi tantangan serta tidak

takut terhadap berbagai risiko yang akan terjadi. Hal inilah yang menegaskan

peran dan fungsi kehadiran para wirausahawan dalam pembangunan.

Entrepreneurial Economy adalah suatu konsep yang didasarkan oleh

sistem yang memungkinkan para entrepreneur bergerak cepat, dengan biaya-biaya

overhead yang rendah, berbasiskan struktur usaha kecil-menengah yang adaptif

dan didukung industri-industri penopang yang lengkap serta pasokan SDM dari

universitas-universitas atau SMK yang berkualitas. Itulah yang kita butuhkan

untuk membangun daya saing industri Indonesia dalam menghadapi masa depan

yang penuh dengan ketidakpastian.

Tabel 4. Perbandingan mekanisme pasar Indonesia dan China

No China Indonesia

1 Birokrasi yang cepat-tepat, infrastruktur, stabilitas ekonomi, inovasi bisnis, efisiensi tenaga kerja dan ukuran pasar

Birokrasi yang masih berbelit-belit, kurang inovasi, dan hanya mementingkan kuantitas tenaga kerja bukan kualitas.

2 Cina menerapkan strategi Reverse Engineering atau imitasi (1 bulan)

Dindonesia dapat mengimitasi jika barang tersebut telah ada 1 abad

3 subsidi 13,5% dari pemerintahan Industri Indonesia sangat tergantung

19

Page 20: BAB I-V

lokal dalam bentuk tax refund, pinjaman bank yang hanya 3% per tahun, serta banyaknya industri pendukung sehingga industri Cina tidak perlu mengimpor barang.

pada impor sumber-sumber teknologi dari negara lain.

4. Gerak ekonomi Indonesia sangat tergantung pada arus modal asing yang masuk ke Indonesia serta besarnya cadangan devisa yang terhimpun melalui perdagangan dan hutang luar negeri.

SG jauh lebih komprehensif dalam melihat aktor-aktor kunci yang harus

dipertimbangkan dalam sebuah proses tata pemerintahan. Tidak hanya melihat

proses interaksi antara aktor-aktor domestik, yaitu pemerintah, pasar dan

masyarakat sipil, akan tetapi SG juga melihat besarnya peran konkret dari aktor-

aktor ekonomi politik internasional. Aktor-aktor internasional di sini mencakup

kebijakan luar negeri dari negara-negara maju, organisasi-organisasi multi lateral,

korporasi global multinational corporation/transnational corporation (MNC/TNC)

dan lembaga donor dan keuangan internasional dan big NGOs. Peran pemerintah

secara rill seperti mengembangkan dan mengoptimalkan potensi produk unggulan

lokal daerah di wilayah Indonesia melalui pembuatan regulasi untuk

mempermudah pematenan produk daerah, hal ini disebabkan karena semakin

tinggi keaslian dan kekhasan lokal suatu daerah, semakin tinggi pula nilai dan

perhatiaan secara internasional terhadap daerah tersebut.

Kedua, SG juga mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman

konsepsi birokrasi dan tata pemerintahan, utamanya nilai dasar budaya

pemerintahan tradisional yang telah lama terkubur. Perwujudan birokrasi cepat

dan tepat terbukti sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan industry di

Cina. Selain itu berdasarkan data yang diperoleh dari World Economic Forum

tahun 2010 masalah utama dalam menjalankan usah bisnis adalah birokrasi

pemerintah yang tidak efisien (16,2%), Korupsi (16 %), infrastruktur yang tidak

memadai (8,4%), akses finansial (7,8%), Inflasi (6,7%). Sudah seharusnya

20

Page 21: BAB I-V

Indonesia merubah birokrasi yang sangat kaku menjadi lebih fleksibel, kemudian

pelayanan pada masyarakat yang lebih baik lagi dengan bersiakap ramah kepada

masyarakat yang dilayani seperti pelayanan yang ada di bank, ataupun pada

privat sector. Selain itu birokrasi yang lebih efisien menjadi sangat penting, hal

tersebut dapat diaplikasikan dengan adanya pelayanan satu atap dan pemakaian

teknologi seperti e-government.

Ketiga, adalah orientasi SG yang lebih kepada keseimbangan dan

fleksibilitas antara proses dan output dari sebuah proses tata pemerintahan. Seperti

telah disadari bahwa tujuan utama dari pemerintah adalah menegakkan keadilan,

menjamin keamanan publik, pertahanan nasional, kesejahteraan umum dan

menjamin hak-hak masyarakat (McDowell, 2008). Sebuah inovasi dalam tata

pemerintahan menjadi sangat penting karena persaingan global yang semakin

ketat. Inovasi-inovasi tersebut dapat dilakukan seperti pemerintah pusat membuat

kompetisi produk keunggulan local kepada setiap daerah. Hal tersebut dilakukan

untuk memicu semagat daerah tersebut untuk terus mengembangkan produk-

produk lokal.

Keempat, selaras dengan hukum, perjanjian dan norma internasional. Hal

ini merupakan konsekuensi dari perubahan besar yang dilakukan SG dalam dunia

administrasi publik yang ‘sadar globalisasi’. Proses tata pemerintahan seharusnya

sinkron dengan arah dan strategi global jangka panjang yang tertuang dalam

hukum, perjanjian atau norma internasional. Di samping ada nilai-nilai lokal yang

harus tetap dijaga dalam konteks SG, dunia harus juga makin terkoneksi secara

produktif untuk menciptakan kemakmuran bersama.

E. Peran Stakeholder yang Terlibat Dalam Penerapan Technovation

Stakeholder memiliki peran masing-masing dalam penerapan

technovation. Peran tersebut harus dimaksimalkan agar transfer tekhnologi dapat

tersalurkan dengan baik pada IKM sehingga daya saing industri Indonesia dapat

meningkat. Stakeholder dalam penerapan technovation di sini adalah pemerintah,

IKM, ACFTA, dan Civil Society. Peran masing-masing stakeholder adalah

sebagai berikut:

21

Page 22: BAB I-V

1. Peran Pemerintah

Pemerintah memiliki tiga peran sentral dalam penerapan technovation.

Pertama, pemerintah mempunyai peranan penting dalam mengembangkan dan

mengoptimalkan potensi yang dikelola oleh IKM untuk dikembangkan agar IKM

mampu untuk terus meningkatkan kinerja dan kualitas produksinya. Kedua

pemerintah juga berperan dalam melindungi kelangsungan hidup PKM melalui

stimulus-stimulus baik berupa peminjaman kredit sangat lunak maupun pemberian

jaringan kerja sama. Ketiga, memiliki peran sebagai policy maker yang pro

terhadap IKM agar tetap menjadi garda depan perekonomian nasional. Keempat

adalah terus melakukan upaya renegosiasi dan koordinasi dengan ACFTA agar

tidak merugikan negara anggota. Keempat upaya tersebut dapat meningkatkan

daya saing IKM di pasar internasional.

2. Peran Industri Kecil Menengah

IKM memiliki peran sentral sebagai salah satu pondasi perekonomian

nasional. Hal ini dikarenakan sangat banyak IKM yang ada. Peran yang dimiliki

IKM adalah pertama, terus berupaya secara aktif untuk terus meningkatkan

kinerja agar daya saing produksi terus meningkat. Kedua, memanfaatkan segala

fasilitas yang diberikan pemerintah baik itu stimulus kredit maupun jaringan

kerjasama dengan industri luar negeri. Nantinya akan ada penyerapan dan

pengembangan tekhnologi. Mengingat banyak IKM yang masih menggunakan

tekhnologi lama dan pengerjaan yang kurang efisien.

3. Peran ACFTA

Menciptakan fair trade antar anggotanya dengan melakukan pengawasan

agar tidak terjadi kecurangan anatar Negara anggota. Fair Trade sebagai model

bisnis, ini lebih banyak menyangkut persoalan bagaimana anggota

mewujudnyatakan prinsip prinsip fair trade. Dalam kegiatan bisnis mesti ada

unsur aktif memerangi kemiskinan, pembayaran layak dan lancar, tidak

mempekerjakan tenaga kerja anak, menghormati lingkungan, kesetaraan

perempuan atau gender, hubungan bisnis yang berkesinambungan dan ada unsure

partnership saling membesarkan. Jadi yang menjadi perahatian para pelaku fair

trade adalah, bahwa dalam kegiatan bisnis atau usaha, lebih mengacu pada norma

22

Page 23: BAB I-V

norma kemanusiaan, Dalam memproduksi barang, sangat diupayakan

menghindari terjadinya eksploitasi baik terhadap sumberdaya manusia maupun

sumberdaya alam. Profit yang diperoleh bukan melulu untuk memenuhi hasrat

untuk memiliki melainkan diinvestasikan lagi kedalam program yang

mensejahterakan produsen dan masyarakat.

4. Peran Civil Society

Dalam sebuah pembangunan diperlukan adanya sinergi actor-aktor terkait

salah satunya masyarakat. Masyarakat sebagai konsumen atau pasar dari produk-

produk dalam negeri mempunyai pengaruh yang besar terhadap persaingan

produk dalam negeri dan luar negeri. Namun kenyataannya masyarakat saat ini

cenderung mengkonsumsi produk-produk impor. Oleh karena itu demi

meningkatkan daya saing industry local Masyarakat diharapkan lebih mencintai

produk lokal atau dalam negeri dari pada luar negeri dengan membeli dan

membanggakan produk lokal tersebut. Selain itu masyarakat juga ikut serta dalam

pengembangan produk lokal, peran tersebut dapat diwujudkan dengan

memberikan masukan terhadap kualitas produk lokal sehingga mutu dan kualitas

produk lokal.

23

Page 24: BAB I-V

Bagan 2. Peran Stakeholder dalam Pengembangan Technovation

Sumber: Hasil olahan tim penulis

24

Page 25: BAB I-V

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pasca diberlakukannya ACFTA, banyak industri yang kemudian tertekan

bahkan nyaris gulung tikar. Hal ini dikarenakan daya saing produk IKM Indonesia

tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bersaing dengan serbuan produk dari

China. Daya saing produk-produk industri dan manufaktur, ditemukan daya saing

produk Indonesia ke sesama negara ASEAN hanya 15% yang daya saingnya

bersifat kuat, hampir 60% lemah. Penguatan-penguatan dilakukan dalam upaya

meningkatkan daya saing industri melalui technovation yang penerapannya

dilakukan melalui pendekatan sound governance.

Technovation merupakan salah satu strategi kekuatan baru dalam

meningkatkan daya saing IKM. Strategi technovation ini terdiri dari innovation

technology, enterpreneurship,dan technology management. Penerapan

technovation menggunakan perspektif sound governance yang melibatkan

beberapa stakeholder yang memiliki posisi penting dalam pengembangan daya

saing industri yakni pemerintah selaku pengambil kebijakan, IKM, ACFTA

selaku pemegang kebijakan regional, dan civil society. Keempat elemen ini

menerapkan kerja sama yang terintegrasi dimana nantinya IKM mampu

meningkatkan daya saing industri yang secara otomatis akan meningkatkan daya

ekonomi. Output yang diharapkan adalah IKM mampu settle di pasar

internasional. Jika salah satu saja elemen yang terlibat tidak berkontribusi secara

maksimal maka technovation tidak akan maksimal.

B. Rekomendasi

Technovation merupakan konsep yang memang harus diterapkan oleh

beberapa elemen industri di indonesia yang melibatkan sektor-sektor strategis

yakni pemerintah, IKM, lembaga internasional terkait masalah perdagangan dan

civil society. Rekomendasi yang dapat diberikan terkait penerapan technovation

adalah sebagai berikut:

25

Page 26: BAB I-V

1. Pemerintah

a. Pemerintah melakukan negosiasi ulang terhadap isi perjanjian CAFTA

tersebut sampai industri dalam negeri siap untuk bersaing.

b. Mempercepat pembangunan infrastruktur, menghilangkan hambatan-

hambatan yang mendorong terjadinya ekonomi biaya tinggi, dan

memberikan insentif fiskal dan non fiskal.

c. Selalu membangun kesadaran masyarakat untuk selalu cinta terhadap

produk dalam negeri.

d. Regulasi yang masih memberatkan/menghambat perkembangan IKM

harus segera diganti.

2. IKM

a. Pelaku usaha harus segera melakukan upaya-upaya yang dapat

meningkatkan efisiensi biaya produk.

b. Pelaku usaha harus terus melakukan inovasi-inovasi sehingga produk

yang dihasilkan semakin berkualitas sehingga mampu

mempertahankan pasar.

c. Manajemen modern haruslah dikembangkan.

d. Melakukan pemupukan modal secara terus-menerus.

e. Penggunaan teknologi modern harus segera diupayakan.

3. Lembaga yang menaungi ACFTA (ASEAN, APEC, Lembaga

antidumping)

a. Harus menjadi koordinator sekaligus pengawas dalam berlangsungnya

ACFTA agar tidak terjadi penyelewengan atau pelanggaran perjanjian

yang telah ditetapkan.

b. Membuat kebijakan yang tidak merugikan negara anggota ACFTA.

4. Civil Society

Meskipun masyarakat nantinya menjadi konsumen atas produk

yang ditawarkan dalam ACFTA, sudah sepantasnya kesadaran akan

mengonsumsi produk dalam negeri ini ditingkatkan.

26