BAB I PENGANTARetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68313/potongan/S2... · Kalimantan Timur...

12
1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Saat ini upaya untuk menanggulangi kemiskinan telah menjadi agenda utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals (MDGs) adalah mengurangi proporsi penduduk miskin, yaitu yang hidup di bawah garis kemiskinan US $ 1 Purchasing Power Parity (PPP)/hari, pada tahun 2005 menjadi separuh dari proporsi tahun 1990 (Bappenas, 2010). Kemiskinan dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di mana kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi, sedangkan kemiskinan relatif adalah suatu ukuran mengenai kesenjangan/ketimpangan di dalam distribusi pendapatan yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari distribusi yang dimaksud (Widodo, 2006: 99). Pada mulanya upaya pembangunan diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan per kapita atau disebut strategi pertumbuhan ekonomi. Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita, diharapkan mampu memecahkan permasalahan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan melalui trickle down effect (Kuncoro, 2010: 4). Pada awal tahun 1960-an, sebagian besar Negara Sedang Berkembang (NSB) yang mengalami tingkat pertumbuhan tinggi menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi semacam itu hanya memberikan sedikit manfaat dalam memecahkan masalah kemiskinan serta

Transcript of BAB I PENGANTARetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/68313/potongan/S2... · Kalimantan Timur...

1

BAB I

PENGANTAR

1.1 Latar Belakang

Saat ini upaya untuk menanggulangi kemiskinan telah menjadi agenda

utama pembangunan. Salah satu target dari Millenium Development Goals

(MDGs) adalah mengurangi proporsi penduduk miskin, yaitu yang hidup di

bawah garis kemiskinan US $ 1 Purchasing Power Parity (PPP)/hari, pada tahun

2005 menjadi separuh dari proporsi tahun 1990 (Bappenas, 2010). Kemiskinan

dapat dibagi menjadi dua yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Kemiskinan absolut adalah derajat kemiskinan di mana kebutuhan minimum

untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi, sedangkan kemiskinan relatif adalah

suatu ukuran mengenai kesenjangan/ketimpangan di dalam distribusi pendapatan

yang biasanya dapat didefinisikan di dalam kaitannya dengan tingkat rata-rata dari

distribusi yang dimaksud (Widodo, 2006: 99).

Pada mulanya upaya pembangunan diidentikkan dengan upaya

meningkatkan pendapatan per kapita atau disebut strategi pertumbuhan ekonomi.

Dengan ditingkatkannya pendapatan per kapita, diharapkan mampu memecahkan

permasalahan pengangguran, kemiskinan dan ketimpangan distribusi pendapatan

melalui trickle down effect (Kuncoro, 2010: 4). Pada awal tahun 1960-an,

sebagian besar Negara Sedang Berkembang (NSB) yang mengalami tingkat

pertumbuhan tinggi menyadari bahwa pertumbuhan ekonomi semacam itu hanya

memberikan sedikit manfaat dalam memecahkan masalah kemiskinan serta

2

distribusi pendapatan (Arsyad, 2010: 280). Permasalahan utama pembangunan

saat ini terutama di NSB bukan hanya berorientasi pada pertumbuhan, tetapi juga

pada pemerataan distribusi pendapatan (growth with equity).

Todaro dan Smith (2006: 20) menyebutkan bahwa tujuan utama dari

pembangunan ekonomi adalah menciptakan pertumbuhan ekonomi yang setinggi-

tingginya dan mengurangi kemiskinan, ketimpangan pendapatan dan tingkat

pengangguran. Kesempatan kerja bagi masyarakat akan menghasilkan pendapatan

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Peningkatan kesejahteraan masayarakat

kemudian dapat mengurangi kemiskinan.

Pendapatan per kapita merupakan indikator yang paling sering digunakan

sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan ekonomi masyarakat suatu wilayah.

Pendapatan per kapita juga digunakan untuk mengukur kinerja perekonomian

suatu wilayah dari masa ke masa dan perbandingan kinerja perekonomian suatu

wilayah dengan wilayah lain (Arsyad, 2010: 32). Pendapatan per kapita adalah

pendapatan rata-rata penduduk yang diperoleh dengan jalan membagi pendapatan

regional pada suatu periode tertentu dengan jumlah penduduk pada periode yang

sama. Pendapatan regioanl dapat dilakukan dengan tiga metoda yaitu metoda

produksi (nilai tambah), metoda pendapatan dan metoda pengeluaran.

Arsyad (2010: 285) membagi permasalahan distribusi pendapatan menjadi

3 (tiga) yaitu distribusi pendapatan perorangan, distribusi pendapatan fungsional

dan distribusi pendapatan regional. Distribusi pendapatan perorangan merupakan

indikator yang paling umum digunakan oleh para ekonom. Indikator ini

menunjukkan hubungan antara individu-individu dengan pendapatan total yang

3

mereka terima. Individu tersebut disusun menurut tingkat pendapatannya yang

semakin meninggi dan kemudian dibagi individu tersebut ke dalam kelompok-

kelompok yang berbeda. Distribusi pendapatan fungsional atau distribusi pangsa

pendapatan atas faktor produksi berusaha menjelaskan share pendapatan nasional

yang diterima oleh masing-masing faktor produksi (tanah, tenaga kerja dan modal,

kewirausahaan), sedangkan distribusi regional meninjau keadilan dan pemerataan

dari aspek regional atau antardaerah yang dipengaruhi oleh kepemilikan sumber

daya alam, ketersediaan infrastruktur dan kualitas sumber daya manusia.

Masalah distribusi pendapatan mengandung dua aspek. Aspek pertama

adalah bagaimana menaikkan tingkat kesejahteraan mereka yang masih berada di

bawah garis kemiskinan, sedang aspek kedua adalah pemerataan pendapatan

secara menyeluruh dalam arti mempersempit perbedaan tingkat pendapatan

antarpenduduk atau rumah tangga. Keberhasilan mengatasi aspek yang pertama

dapat dilihat dari penurunan persentase penduduk yang masih berada di bawah

garis kemiskinan. Sementara keberhasilan memperbaiki distribusi pendapatan

secara menyeluruh, adalah jika laju pertambahan pendapatan golongan miskin

lebih besar dari laju pertambahan pendapatan golongan kaya.

Provinsi Kalimantan Timur merupakan bagian integral dari Negara

Kesatuan Republik Indonesia yang dibentuk dengan Undang-undang No. 27

Tahun 1959 tentang Pembentukan Daerah Tingkat II di Kalimantan. Provinsi

Kalimantan Timur memliki luas daratan 198.441,17 km2 dan luas pengelolaan laut

10.216,57 km2. Secara administratif terdiri dari 10 kabupaten dan 4 kota, dengan

Kabupaten Tana Tidung merupakan kabupaten terakhir hasil pemekaran dari

4

Kabupaten Bulungan pada tahun 2007. Jumlah penduduk Provinsi Kalimantan

Timur berdasarkan hasil sensus penduduk tahun 2010 adalah 3.553.143 jiwa.

Provinsi Kalimantan Timur merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang

memiliki kawasan perbatasan negara. Daerah di Provinsi Kalimantan Timur yang

terletak di perbatasan negara yaitu Kabupaten Nunukan, Kabupaten Malinau dan

Kabupaten Kutai Barat.

Gambar 1.1Peta Administrasi Provinsi Kalimantan Timur

Provinsi Kalimantan Timur merupakan provinsi terkaya di Indonesia,

sebagaimana terlihat dari rata-rata PDRB per kapita. Rata-rata PDRB per kapita

Provinsi Kalimantan Timur tahun 2003-2011 adalah Rp80,869 juta, sedangkan PDRB

5

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh

dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada

periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada

sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian

Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan

serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada

periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003

menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi

Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada

tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

Riau, 50,389

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

SUM

UT

SUM

BA

RR

IAU

PD

RB

per

Kap

ita

(Rib

u R

upia

h)

5

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh

dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada

periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada

sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian

Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan

serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada

periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003

menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi

Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada

tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

Riau, 50,389

DKI, 73,548Kaltim, 80,869

RIA

UJA

MB

ISU

MSE

LB

EN

GK

UL

UL

AM

PUN

GB

AB

EL

KE

PRI

DK

IJA

BA

RJA

TE

NG

JOG

JAJA

TIM

BA

NT

EN

BA

LI

NT

BN

TT

KA

LB

AR

KA

LT

EN

GK

AL

SEL

KA

LT

IMSU

LU

TSU

LT

EN

GSU

LSE

LSU

LT

RA

5

per kapita Provinsi DKI Jakarta dan Provinsi Riau yang tertinggi setelah Provinsi

Kalimantan Timur adalah sebesar Rp73,548 juta dan Rp30,389 juta (Gambar 1.1).

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.2Rata-rata PDRB per Kapita menurut Provinsi, 2003-2011

Pada tahun 2003-2011 ekonomi Provinsi Kalimantan Timur tumbuh

dengan rata-rata 3,04 persen per tahun, di mana rata-rata pertumbuhan pada

periode setelah tahun 2007 lebih tinggi jika dibandingkan periode sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi Provinsi Kalimantan Timur sangat bergantung pada

sumber daya alam yang dimiliki. Kontribusi terbesar dalam perekonomian

Kalimantan Timur adalah sektor-sektor primer, terutama sektor pertambangan

serta pengolahan migas dan non-migas. Berdasarkan data Bappenas (2012), pada

periode yang sama tingkat kemiskinan turun dari 12,15 persen pada tahun 2003

menjadi 6,77 persen pada tahun 2011 (Gambar 1.3). Kemiskinan Provinsi

Kalimantan Timur ini berada di bawah rata-rata nasional yaitu 16,66 persen pada

tahun 2003 dan 11,66 persen pada tahun 2011.

18,148

SUL

TR

AG

OR

ON

TA

LO

SUL

BA

RM

AL

UK

UM

AL

UT

PAPU

A B

AR

AT

PAPU

AIN

DO

NE

SIA

6

Sumber: Bappenas, 2013 (diolah)

Gambar 1.3Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Timur,

2003-2011

Menurut PDRB per kapita kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Timur

pada periode yang sama, Kota Bontang memiliki rata-rata PDRB per kapita

tertinggi yatu sebesar Rp191,40 juta, sedangkan Kabupaten Malinau, Kabupaten

Nunukan dan Kabupaten Bulungan merupakan daerah dengan PDRB per kapita

paling rendah yaitu kurang lebih Rp10 juta. Menurut angka kemiskinan, Kota

Balikpapan memiliki rata-rata kemiskinan terendah yaitu 3,83 persen, sedangkan

kemiskinan tertinggi terletak di Kabupaten Malinau (19,60 persen), Kabupaten

Nunukan (18,70 persen) dan selanjutnya Kabupaten Bulungan (16,73 persen).

Kemiskinan ketiga daerah ini bahkan berada di atas rata-rata kemiskinan nasional

pada periode yang sama yaitu sebesar 15,6 persen. Selain itu juga terdapat daerah

lain yang kemiskinannya cukup tinggi yaitu Kabupaten Paser, Kabupaten Kutai

Timur, Kabupaten Kutai Kertanegera dan Kabupaten Kutai Barat. Padahal jika

ditinjau PDRB per kapita yang ada, daerah tersebut memiliki PDRB per kapita

yang tinggi jika dibandingkan dengan daerah lainnya. Bahkan Kabupaten Kutai

1.86 1.753.17 2.82 1.88

4.9

2.09

4.953.93

12.15 11.5710.57

11.41 11.049.51

7.73 7.666.77

0

2

4

6

8

10

12

14

2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

(%)

PertumbuhanEkonomiKemiskinan

7

Kertanegara merupakan daerah kabupaten/kota yang dikenal terkaya se-Indonesia

karena memiliki APBD terbesar pada tahun 2012 sebesar Rp5,03 triliun dan pada

tahun 2013 sebesar Rp9,2 triliun.

Sumber: Lampiran 1 dan 2 (diolah)

Gambar 1.4PDRB per Kapita dan Kemiskinan menurut Kabupaten/Kota

di Provinsi Kalimantan Timur, 2003-2011

Todaro dan Smith (2006: 66) menyatakan bahwa tinggi rendahnya tingkat

kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama yaitu tingkat

pendapatan nasional rata-rata dan lebar sempitnya kesenjangan distribusi

pendapatan. Tingginya pendapatan per kapita yang ada, namun selama

kesenjangan distribusi pendapatan masih tinggi, maka tingkat kemiskinan di

wilayah tersebut pasti akan parah. Sebaliknya, meratanya distribusi pendapatan di

suatu wilayah, jika tingkat pendapatan regional rata-ratanya rendah, maka tingkat

kemiskinan juga pasti akan semakin meluas. Beberapa penelitian yang telah

dilakukan di beberapa negara dan daerah di Indonesia menunjukkan bahwa

20.11 17.25 50.85 63.93 20.68 10.02 10.45 10.34 13.44 7.87 28.02 15.79 12.71

191.4014.8111.35 11.36

14.09

7.32

19.60 18.7016.73

8.18

4.19 3.836.24

9.93

6.93

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

0

50

100

150

200

250

Pas

er

Kut

ai B

arat

Kut

ai k

arta

nega

ra

Kut

ai T

imur

Ber

au

Mal

inau

Bul

unga

n

Nun

ukan

Pen

ajam

Pas

er U

tara

Tan

a T

idun

g

Bal

ikpa

pan

Sam

arin

da

Tar

akan

Bon

tang

Kem

iskinan (%)

PD

RB

per

Kap

ita

(Jut

a R

upia

h)

PDRB per Kapita Kemiskinan

8

hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan absolut adalah negatif,

namun tidak ada hubungan yang pasti antara pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan distribusi pendapatan.

Berdasarkan hal tersebut, maka rumusan permasalahan yang hendak

diteliti adalah apakah tingginya pertumbuhan ekonomi telah terdistribusi secara

merata untuk seluruh masyarakat Kalimantan Timur. Pertumbuhan dan

pemerataan diharapkan mampu mengurangi tingkat kemiskinan sebagaimana

tujuan awal pembangunan.

1.2 Keaslian Penelitian

Berbagai penelitian telah banyak dilakukan yang berkaitan dengan

ketimpangan distribusi pendapatan yang dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik

yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri. Sebagai acuan dan

pembanding, maka perlu diuraikan secara singkat mengenai penelitian-penelitian

yang relevan dengan penelitian ini dalam bentuk tabel sebagai berikut:

Tabel 1.1Hasil Penelitian Terkait dengan Ketimpangan,

Pertumbuhan Ekonomi dan Kemiskinan

NO NAMA ALATANALISIS

KESIMPULAN

1. Gafar(2004)

Analisis korelasiheadcount indexdan coefficientGini

Pada periode 1993-1999 terjadipeningkatan GDP 32 persen dan GDP perkapita 29 persen. Hal ini diikuti denganpenurunan kemiskinan dan koefisien Ginibaik di perkotaan maupun di pedesaan.Tidak ada hubungan korelasi yangsignifikan antara pertumbuhan danketimpangan.

2. Goh,Luo,dan Zhu.

Growth IncidenceCurves(GIC), Gini

Pendapatan tumbuh untuk semua segmenpopulasi, dan sebagai hasilnya tingkat

9

NO NAMAALAT

ANALISIS KESIMPULAN

(2008) coefficient kemiskinan menurun. Pertumbuhanpendapatan tidak merata, paling cepat diwilayah pesisir, dan di antara yangberpendidikan. Pertumbuhan pendapatansebagian besar dapat dikaitkan denganpeningkatan kembali ke pendidikan danpergeseran kerja ke sektor sekunder dantersier.

3. Fosu(2009)

Random Effect(RE) dan FixedEffect(EF)Hausman-spesification test

Dampak pertumbuhan PDB menyebabkanpengaruh negatif terhadap tingkatkemiskinan baik di sampel sub-SaharanAfrika (SSA) maupun non-SSA, tetapidampak pertumbuhan berbeda antara diSSA mapun non-SSA hal ini tergantungpada ketimpangan.

4. Haemusri(2009)

Tipologi Klassen,Index Williamson,Index EntropiTheil, FungsiKuadrat, AnalisisRegresi

Terjadi kecenderungan penurunanketimpangan PDRB per kapita yangdianalisis dengan Indeks Williamson danIndeks Theil. Hubungan antarapertumbuhan Indeks Williamson danEntropi Theil menunjukkan berlakunyahipotesis Kuznets. Berdasarkan hasilregresi data panel, variabel modal manusiaberpengaruh positif, sedangkan variabelpertumbuhan populasi berpengaruh negatifterhadap pertumbuhan PDRB per kapita.

5. Pafrida(2011)

Analisis DeskriptifTren Kemiskinandan AnalisisRegresi denganfixed effect modelcross section SURatau pooled EGLS

Kondisi kemiskinan Provinsi DIY 2002-2009 membaik, pertumbuhan ekonomi diProvinsi DIY mampu memperbaikidistribusi pendapatan. Menurunnyaketimpangan pendapatan karena pengaruhpertumbuhan ekonomi semakinmeningkatkan keberhasilan dalampengurangan kemiskinan.

6. Paul,Thapa, danPrennushi(2012)

Koefisien Gini,Atkinson, danGeneralizedEntropy

Ketimpangan pendapatan per kapita diNepal cukup tinggi. Analisis dekomposisiberdasarkan pengelompokan ekologis dangeografis mengungkapkan bahwakontribusi komponen ketimpanganantardaerah pada ketidaksetaraanpendapatan agregatkurang dari 10 persen.Kebijakan pembangunan, seharusnya

10

NO NAMAALAT

ANALISIS KESIMPULAN

diarahkan untuk mengurangi ketimpangandi dalam wilayah (within region)dibandingkan untuk mengurangiketimpangan antarwilayah (betweenregion). Pertumbuhan di wilayahpedesaan, akan mengurangi ketimpanganpendapatan agregat di Nepal.

7. Amrullah(2012)

ADEPT Kemiskinan keluarga di Provinsi Bantenlebih banyak terjadi di perkotaan. Profilkemiskinan tersebut terkait dengan posisistrategis Provinsi Banten sebagai daerahsatelit ibukota Jakarta dan keterbatasaninfrastruktur di daerah Banten Selatan.

8. Nasirudin(2013)

Analisis data panelmenggunakananalisis deskriptifkemiskinan dananalisisregresidengan fixed effectmodel(cross-section weights),dan analisis pro-poor growthindex/PPGI

Tren kemiskinan di Provinsi Jawa Tengahmenurun, meskipun Kota Pekalonganmengalami tren meningkat. Pertumbuhanekonomi menimbulkan peningkatanketidakmerataan pendapatan dengan nilaielastisitas 1,48. Pertumbuhan ekonomijuga mempengaruhi tingkat kemiskinansebesar 1,303 persen, dan pengaruhketidakmerataan pendapatan masyarakatterhadap kemiskinan pengaruhnya akanmeningkatkan kemiskinan sebesar 0,056persen jika terjadi peningkatanketidakmerataan pendapatan sebesar 1persen. PPGI menunjukkan pertumbuhanekonomi merupakan pertumbuhan propoor.

Setelah mengkaji hasil penelitian tersebut di atas, maka penelitian ini

memiliki persamaan dan perbedaan dari penelitian sebelumnya. Persamaannya

terletak pada penelitian mengenai hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan serta indikator yang digunakan untuk mengukur

ketimpangan pendapatan yaitu Gini coefficient, the generalized entropy (GE),

sedangkan perbedaannya dalam hal lokasi, waktu, data dan alat analisis yang

11

menggunakan piranti lunak ADePT. Pada penelitian sebelumnya sudah pernah

dilakukan penelitian mengenai kemiskinan menggunakan piranti lunak ADePT,

namun belum pernah dilakukan analisis mengenai ketimpangan pendapatan yang

menggunakan piranti lunak ADePT.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah yang dikemukakan, maka tujuan penelitian ini

adalah.

1. Menganalisis dan mengidentifikasi ketimpangan distribusi pendapatan di

Provinsi Kalimantan Timur.

2. Menganalisis hubungan pertumbuhan, kemiskinan dan ketimpangan distribusi

pendapatan di Kalimantan Timur.

3. Memetakan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi KalimantanTimur.

4. Merumuskan strategi pembangunan yang disesuaikan dengan tipologi daerah

berdasarkan pertumbuhan dan ketimpangan.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penulis berharap, hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan

sumbangan pemikiran, antara lain.

1. Bagi Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, sebagai informasi dalam

memahami kondisi pembangunan daerah dan pertimbangan bagi perumusan

kebijakan serta pengambilan keputusan yang terarah untuk mengurangi

permasalahan ketimpangan distribusi pendapatan.

12

2. Bagi peneliti lain dan penulis sendiri, sebagai sarana untuk memperkaya

pengetahuan dan menambah referensi tentang ketimpangan distribusi

pendapatan dan pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga sebagai bahan

informasi untuk penelitian selanjutnya, terutama pada topik yang diteliti saat

ini.

1.4 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam empat bab dengan sistematika sebagai

berikut. Bab I merupakan pengantar yang menguraikan tentang latar belakang,

keaslian penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang tinjauan pustaka dan alat analisis berisi landasan teori,

tinjauan pustaka dan alat analisis. Bab III merupakan analisis data dan

pembahasan berisi metodologi dan hasil analisis yang meliputi kondisi distribusi

pendapatan di Provinsi Kalimantan Timur, analisis hubungan kemiskinan,

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi

Kalimantan Timur, pemetaan ketimpangan distribusi pendapatan di Provinsi

Kalimantan Timur, dan strategi pembangunan daerah. Bab IV merupakan

kesimpulan dan saran yang memuat kesimpulan akhir dari penelitian dan saran.