Kisah Rp 300 Juta

31
20 Kisah Seorang Jawara Seorang ibu datang ke rumah Pak Gendu membawa sebuah kantong kertas berwarna coklat. “Ini titipan dari suami saya,” ujar sang ibu. Ketika kantong kertas itu dibuka, Hartono terperanjat dan menatap sang ibu dengan pandangan tidak mengerti. “Suami saya titip untuk diberikan kepada Pak Gendu,” ibu setengah baya itu menegaskan. Sekali lagi Hartono melongok ke dalam kantong kertas itu dan sekali lagi dia tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Di dalam kantong kertas itu terdapat gepokan uang kertas yang tersusun rapi. Setelah dikeluarkan dan dihitung, jumlah seluruhnya Rp 300 juta! “Jujur saja kami kaget. Tidak terbayang ada uang kontan sebanyak itu dimasukan ke dalam kantong kertas begitu saja,” ungkap Hartono. “Lebih terkejut lagi karena ibu tadi bilang semua uang itu untuk Pak Gendu.” Kisah di atas diungkapkan Hartono, cucu Pak Gendu, ketika tampil sebagai narasumber dalam diskusi buku yang

Transcript of Kisah Rp 300 Juta

Page 1: Kisah Rp 300 Juta

20

Kisah Seorang Jawara

Seorang ibu datang ke rumah Pak Gendu membawa sebuah kantong kertas berwarna coklat. “Ini titipan dari suami saya,” ujar sang ibu. Ketika kantong kertas itu dibuka, Hartono terperanjat dan menatap sang ibu dengan pandangan tidak mengerti. “Suami saya titip untuk diberikan kepada Pak Gendu,” ibu setengah baya itu menegaskan.

Sekali lagi Hartono melongok ke dalam kantong kertas itu dan sekali lagi dia tidak percaya pada apa yang dilihatnya. Di dalam kantong kertas itu terdapat gepokan uang kertas yang tersusun rapi. Setelah dikeluarkan dan dihitung, jumlah seluruhnya Rp 300 juta! “Jujur saja kami kaget. Tidak terbayang ada uang kontan sebanyak itu dimasukan ke dalam kantong kertas begitu saja,” ungkap Hartono. “Lebih terkejut lagi karena ibu tadi bilang semua uang itu untuk Pak Gendu.”

Kisah di atas diungkapkan Hartono, cucu Pak Gendu, ketika tampil sebagai narasumber dalam diskusi buku yang diselenggarakan Kick Andy Books Club di Toko Buku Kinokuniya Plasa Senayan, Sabtu pertengahan Januari lalu.

Menurut Hartono, ibu tersebut mengaku sang suami yang sedang sakit berat, sebelum ajal menjemput, ingin memberikan uang tabungannya kepada Pak Gendu. Ini semacam wasiat. Keinginan tersebut lahir pada saat dia menonton Kick Andy di Metro TV. Pada saat itu Kick Andy sedang mengangkat topik tentang orang-orang yang dalam keterbatasannya berbuat sesuatu untuk membantu orang lain. Salah satu “pahlawan” yang diceritakan dalam topik itu adalah Pak Gendu.

Page 2: Kisah Rp 300 Juta

20

Pak Gendu adalah seorang “jawara” yang terpanggil untuk merawat dan menyembuhkan orang-orang gila yang berkeliaran di jalanan. Mulanya hati Pak Genduh merasa iba dan tergerak ketika melihat ada orang gila yang dikejar dan dilempari batu oleh anak-anak di kampungnya. Orang gila tersebut lalu dibawa ke rumahnya kemudian dirawat sehingga sembuh. Sejak itu dia dan keluarganya rajin mencari orang-orang gila yang berkeliaran di jalan-jalan untuk dibawa pulang, dirawat, dan disembuhkan. Gendu mulai dikenal sebagai orang yang bisa mengobati penyakit mental dan satu persatu pasiennya mulai berdatangan hingga rumahnya tidak tertampung lagi. Itulah awal mula berdirinya Yayasan Galuh, yang artinya “gagasan leluhur” sebuah panti rehabilitasi cacat mental yang bertujuan untuk memerdekakan manusia dari penyakit psikosomatis. Lokasi panti ini berada di daerah Rawa Lumbu, tepatnya di Kampung Sepatan Gg. Bambu Kuning, Sepanjang, Bekasi. Dulunya beralamat di Kampung Poncol Margahayu Bekasi, namun sejak tahun 2007 kemudian dipindahkan ke lokasi yang ditempati sekarang karena tanahnya akan digunakan sebagai gardu listrik oleh PLN.

Page 3: Kisah Rp 300 Juta

20

Saat ini menampung 279 orang pasien yang terdiri dari 178 lelaki termasuk empat orang anak2 dan sisanya perempuan. Hartono dan para staf dengan sukarela menampung para pasien yang seringkali mereka temukan di jalanan selain titipan dari instansi kepolisian, RS Umum Bekasi, dan orang2 yang membawa anggota keluarga yang terkena gangguan kejiwaan. Tidak semua pasien adalah orang2 terlantar, banyak di antara mereka justru punya penghidupan yang berkecukupan dan beberapa adalah tokoh masyarakat. Pencetus masalah kejiwaan mereka biasanya bersumber dari tekanan hidup seperti PHK, putus cinta, cita2 yang tidak kesampaian dan genetis serta narkoba. Hartono menegaskan bahwa pihak Yayasan sama sekali tidak menentukan tarif berobat, semuanya sukarela, atau lebih tepatnya pasien tetap diterima walau keluarga tidak mampu membayar.

Page 4: Kisah Rp 300 Juta

20

Gendu berserta stafnya melakukan lima metode pengobatan para pasiennya yang terdiri dari do’a, pitua (petuah/nasihat), ramuan, urut atau pemijatan. Selain dari meteode tersebut kadang Hartono dan staf lainnya mengajak mereka untuk bernyanyi bersama atau melakukan tugas2 keseharian seperti kerja bakti di lingkungan tempat mereka berada.  Dengan  metode2 tersebut sudah tidak terhitung pasien yang berhasil disembuhkan dan dikembalikan ke masyarakat. “Adalah kebahagaian yang tak terperi manakala melihat kesembuhan pasien dan bertemu kebali dengan keluarganya. Sesekali ada diantara mereka yang berkunjung ke sini untuk mengucapkan terima kasih” ujar Hartono.

Lalu dari mana biaya untuk operasional sehari-hari ? Menurutnya, sebagian besar biaya ditanggung oleh para donatur yang datang seperti kelompok ibu2 pengajian hingga para biker. Pemerintah pun memberikan bantuan terutama dari Dinas Sosial Kota Bekasi. Gendu berwanti-wanti agar pengurus tidak meminta-minta bantuan kepada pihak siapapun karena menurutnya kita harus menjalankan prinsip kesabaran, kejujuran, kerendahan hati, dan murah hati dalam menjalankan organisasi ini.

Page 5: Kisah Rp 300 Juta

20

Sebagai catatan mereka menanak nasi sebanyak 150kg per hari beserta satu mobil terbuka sayur2an yang semuanya di masak di dapur umum. Yayasan dibantu oleh 60 orang staf, 15 di antaranya adalah mantan pasien, kesemuanya bekerja secara sukarela tanpa pamrih dengan sangu sekedarnya. “Di

Page 6: Kisah Rp 300 Juta

20

luar saya mungkin bisa mendapatkan gaji lebih besar dari di sini, tapi kebahagiaan yang saya rasakan tidak bisa diukur dengan uang” kata salah seorang juru masak dan staf lainnya kalau ditanya alasan mereka berada di tengah para pesakitan.

Para staf di sini seperti Hartono mungkin tidak mempunyai gelar akademis dibidang psikiatri, tapi berkat pengalamannya yang panjang ia pernah diminta menjadi pembicara dalam sebuah seminar nasional mengenai masalah kejiwaan yang dihadiri oleh para ahli masalah kejiwaan. Setahun sekali sejumlah pasien dibawa untuk memeriahkan kegiatan Agustusan di tingkat kota Bekasi dalam sebuah pawai. Lain kali para pasien diminta berlatih upacara bendera masih dalam rangka acara Agustusan. Saat berlatih keadaan malah menjadi semrawut, tapi anehnya saat upacara semua berjalan lancar. Beberapa pasien malah sembuh dan mulai mengingat kembali kejadian masa lalu yang sebelumnya tersembunyi dalam alam bawah sadar mereka. “Mereka semua dilibatkan dalam kegiatan sehari-hari karena kami menganggap mereka manusia normal. Petuah Pak gendu selalu kami ingat dan digunakan untuk proses kesembuhan pasien di sini : “Hati yang gembira adalah obat”.

Page 7: Kisah Rp 300 Juta

20

Pak Gendu kini sudah berumur 96 tahun. Fisiknya sudah lemah. Sakit-sakitan dan mengandalkan kursi roda. Tetapi semangat Pak Gendu tidak pernah surut. Begitu pula kegiatan “menyelamatkan” orang-orang sakit jiwa dilanjutkan oleh anak dan cucunya. Sampai saat ini sudah ribuan orang gila yang ditampung dan dirawat di rumahnya di Bekasi, Jawa Barat.

Karena kegiatannya itu, tahun lalu Kick Andy menganugerahi Pak Gendu penghargaan “Kick Andy Heroes”. Acara pemberian penghargaan tersebut ditayangkan di Metro TV. Nah, tayangan tersebutlah yang kemudian menggerakan hati suami sang ibu yang waktu itu sedang menonton acara Kick Andy. Saya sendiri baru mendengar kisah uang Rp 300 juta tersebut. Di depan para peserta bedah buku “7 Heroes” yang

Page 8: Kisah Rp 300 Juta

20

hadir Sabtu itu, secara terbuka dan tulus Hartono – atas nama Pak Gendu dan keluarganya – mengucapkan terima kasih kepada Kick Andy. “Gara-gara nonton Kick Andy, suami ibu itu tergerak untuk menyumbangkan uangnya ke yayasan yang diasuh Pak Gendu,” tuturnya. Saya tidak dapat mengucapkan kata-kata. Saya terharu. Saya tidak membayangkan sebuah topik yang saya angkat di Kick Andy dapat menggerakan hati seseorang. Saya juga tidak membayangkan jika seseorang yang pada saat itu merasa hendak pergi untuk selama-lamanya, tergerak memberikan tabungannya guna membantu orang lain yang hanya disaksikannya melalui layar televisi.

Page 9: Kisah Rp 300 Juta

20

Sumber : http://kickandy.com/corner/2010/01/31/1785/21/1/5/Kisah-Rp-300-Jutahttp://mypotret.wordpress.com/2009/02/23/yayasan-galuh-mereka-juga-manusia-biasa/http://www.fotografer.net/isi/forum/topik.php?id=3194189091

Page 10: Kisah Rp 300 Juta

20

Kisah di atas hanyalah sepenggal dari perjalanan hidup Pak Gendu, banyak hal yang belum diceritakan mengenai perjuangan beliau dalam menolong orang-orang yang mengalami sakit gangguan jiwa atau disebut juga schizophrenia/ psikosomatis. Berikut kesimpulan saya mengenai kisah dari Pak Gendu menurut pengamalan Pancasila.

Sila Kesatu dari Pancasila mengandung sikap toleransi, kerukunan, dan keselarasan. Melihat dari kisah Pak Gendu saya melihat Pak Gendu sebagai orang yang mengamalkan sila kesatu dari Pancasila. Dengan empatinya yang luar biasa beliau mau menolong orang – orang yang “sakit” tanpa memandang agama, suku, dan ras. Beliau melihat orang – orang tersebut sama rata, sama – sama orang yang memiliki derajat yang sama di hadapan Tuhan. Dengan rasa empati beliau mampu memandang orang – orang yang ditolongnya sama seperti Tuhan memandang. Lewat perbuatan mulia yang beliau lakukan, dapat timbul kerukunan dan keselarasan dalam lingkungan hidup beliau tinggal. Di mana orang – orang berusaha saling mendukung dan membantu sama lain, tanpa mempedulikan dari golongan tertentu, ataupun dari agama tertentu. Lewat gaya hidup yang beliau terapkan dapat memungkinkan terjadinya suatu lingkungan yang harmonis, damai, penuh toleransi, dan saling menghargai satu sama lain.

Page 11: Kisah Rp 300 Juta

20

Sila Kedua dari Pancasila mengandung sikap menghargai, egaliter,dan kasih sayang. Beliau memiliki rasa belas kasihan yang luar biasa, belas kasihannya kepada orang – orang yang “tersingkir” merupakan suatu sikap yang mulia yang jarang sekali dimiliki orang lain pada jaman sekarang ini. Lewat kegigihan, kepedulian dan ketekunannya Pak Gendu mampu menggugah hati banyak orang, membuka mata hati kita akan betapa egoisnya kita dalam menjalani hidup ini. Sering kali mata hati kita tertutup oleh ego kita sehingga kita tidak mampu melihat kesulitan hidup yang orang lain alami, sehingga membuat kasih kita menjadi tumpul dan ego kita yang menguasai. Pak Gendu dengan keadaan ekonomi yang terbatas, maupun keadaan fisik yang semakin melemah karena faktor usia tidak menyurutkan semangat beliau dalam menyalurkan kasihnya pada orang – orang yang membutuhkan. Pada jaman sekarang ini banyak sekali orang – orang yang memberi bantuan hanya karena ingin diliput, reputasi, ingin menampilkan citra yang baik, tetapi tidak dengan Pak Gendu. Apa yang Pak Gendu miliki, itulah yang beliau berikan.

Sila Ketiga dari Pancasila mengandung sikap cinta tanah air, patriotisme, dan kewaspadaan. Sebagai catatan Pak Gendu Mulatip adalah seorang veteran perang, pada masa mudanya beliau juga turut berpartisipasi dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan Indonesia. Dan saat ini beliau masih terus berjuang, memperjuangkan nasib kawan – kawan setanah air yang masih “terjajah”, yaitu orang – orang yang

Page 12: Kisah Rp 300 Juta

20

tersingkir dari lingkungan, orang – orang yang didiskriminasi oleh masyarakat karena keadaan mereka.

Sila Keempat dari Pancasila mengandung sikap kebijakan, musyawarah, ketertiban. Dalam mengelola yayasan Galuh, Pak Gendu menerapkan berbagai macam peraturan demi menjaga ketertiban dan kelangsungan yayasan tersebut. Antara lain peraturan bagaimana cara menangani pasien, cara memperlakukan mereka, peraturan mengenai penerimaan bantuan, dan lain sebagainya. Lewat peraturan – peraturan tersebut keamanan dan ketertiban dalam yayasan Galuh dapat terwujud, bayangkan betapa tidak mudahnya mengatur dan menjaga ketertiban dari ratusan orang yang mengalami gangguan mental tanpa peraturan yang tegas dan disiplin.

Sila Kelima dari Pancasila mengandung sikap pengabdian, gotong royong dan kepentingan umum. Hampir dari seluruh hidup dan waktu beliau, diabdikan untuk membantu pasien – pasiennya, sungguh suatu seorang yang mulia dan jarang ada orang seperti beliau di jaman sekarang ini. Di mana orang lain berusaha mengejar kekayaan, nama, kedudukan, hidup yang penuh kemudahan, prestige. Dengan kesederhanaan beliau, beliau bekerja dan berjuang untuk kepentingan orang – orang yang terbelakang tanpa meminta imbalan. Banyak kesulitan yang beliau hadapai, dari kekurangan dana, tak jarang terluka akibat amukan pasien yang sedang “kumat”, tapi beliau tetap sabar melakukannya. Prinsip hidup beliau adalah “bahagiakanlah orang lain, bila ingin diri kita bahagia”, merupakan suatu prinsip yang luar biasa, dan patut kita

Page 13: Kisah Rp 300 Juta

20

contoh. Prinsip itulah yang menjadi kekuatan beliau dalam menjalankan perjuangannya. Secara ekonomi dan gaya hidup mungkin kita memandang beliau sebagai orang “susah”, tapi tidak dipungkiri beliau adalah orang yang lebih bahagia dari kebanyakan orang. Karena beliau telah menemukan tujuan dan arti/peran hidupnya. “Anda belum benar – benar hidup hingga melakukan sesuatu bagi seseorang yang takkan pernah dapat membalas budi anda”, ketika kita hanya hidup untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan diri kita sendiri maka kita hanya hidup dalam kehampaan. Sebagai seorang Kristiani saya melihat teladan Yesus semasa Dia hidup, Dia hidup dengan sebuah tujuan, Dia hidup dengan sebuah arti, yaitu untuk ‘menebus dosa manusia’, sepanjang cerita alkitab Dia selalu memberi, memberi kesembuhan, memberi motivasi, memberi harapan, memberi teladan, dan memberi hidupNya di atas kayu salib. Jadi yang bisa saya simpulkan “memberi adalah tingkat kehidupan tertinggi”. Setiap kita memiliki arti dan tujuan hidup yang sudah Tuhan taruh dalam setiap kita, hal itu bisa berkaitan dengan bakat dan hobi kita, atau sesuatu yang membuat kita hidup ketika kita melakukannya untuk meringankan beban orang lain. Sudahkah kita menemukan arti dan tujuan hidup kita??

Page 14: Kisah Rp 300 Juta

20

Nor Pud

Diceritakan oleh Andy F Noya.

“Kawan-kawan, seorang ibu dan tiga anaknya masih terjebak banjir di Kampung Melayu. Sudah dua hari mereka tidak mendapat suplai makanan. Bantuan dapat disalurkan melalui posko relawan atau tim SAR di lokasi”. Begitu bunyi salah satu SMS yang dikirim Nor Pud.

Kali lain, Nor Pud mengirim SMS berbunyi, “Apakah kita akan membiarkan anak-anak korban penggusuran itu harus kehilangan kesempatan untuk belajar? Mereka tidak berdosa. Mereka harus diselamatkan.” SMS itu merupakan reaksinya atas peristiwa penggusuran di sebuah lokasi di Jakarta Barat.

Biasanya SMS-SMS semacam itu dilengkapi dengan nama orang yang bisa dihubungi dan nomor telepon yang bisa dikontak. Kadang sangat detail ditulis obat-obatan atau jenis barang yang dibutuhkan. Bahkan lokasi orang-orang yang membutuhkan bantuan biasanya dicantumkan sangat lengkap sehingga memudahkan siapa saja yang ingin memberikan bantuan.

Nyaris hampir setiap minggu saya menerima SMS semacam itu dari Nor Pud. Isinya berupa imbauan agar kami – yang menerima SMS tersebut -- tergerak untuk membantu. Bukan cuma peristiwa di wilayah Jakarta yang menjadi kepeduliannya. Mulai longsor di Papua, bentrokan berdarah di Ambon, gempa di Jogja, sampai TKI yang terlantar akibat diusir pemerintah Malaysia menjadi perhatiannya.

Saya mengenal Nor Pud Binarto, begitu nama lengkapnya, ketika menjadi penyiar di program Jakarta Round Up Radio

Page 15: Kisah Rp 300 Juta

20

Tri Jaya FM. Sebuah program pagi hari, berupa bincang-bincang politik, yang dinilai “terlalu berani” di jaman Orde Baru. Waktu itu Nor Pud menjadi produser acara tersebut. Saya dan teman-teman wartawan lain menjadi pemandu acaranya.

Dimata saya, lelaki enerjik ini seorang yang selalu gelisah. Terlalu banyak yang ingin dilakukannya. Tetapi waktu seakan terlalu singkat. Bicaranya juga ceplas-ceplos. Kritis bahkan cenderung nyinyir. Hampir semua keadaan dikritisinya. Terutama yang menyangkut kebijakan-kebijakan pemerintah yang dia nilai menyengsarakan rakyat kecil. Bagi yang belum terbiasa, bisa jengkel dibuatnya.

Setelah Nor Pud memutuskan keluar dari Radio Tri Jaya, kami masih sering bertemu di berbagai forum. Namun karena kesibukan masing-masing, semakin lama saya semakin jarang bertemu Nor Pud. Saya hanya bisa mengikuti sepak terjang Nor Pud melalui SMS-SMS yang rajin dikirimnya. Sebagian besar aktivitasnya berkaitan dengan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Tampaknya ada “panggilan” dalam dirinya untuk menolong orang-orang kecil yang terpinggirkan. Inilah yang menjadi kegelisahan utamanya.

Bagi sebagian teman, SMS-SMS yang rajin dikirim Nor Pud kadang dirasakan sebagai gangguan. Betapa tidak, oleh karena isi-isi SMS yang cenderung meminta bantuan, sebagian dari kami yang menerima SMS itu menjadi tidak nyaman jika tidak bereaksi. Ada perasaan bersalah jika tidak menanggapi. Setidaknya nanti bisa dianggap tidak perduli pada nasib rakyat kecil. Padahal, tidak setiap saat kami punya waktu atau bisa membantu.

Page 16: Kisah Rp 300 Juta

20

Tapi, Nor Pud tetap Nor Pud. Dia tetap rajin mengirim SMS. Kadang hanya sekadar melaporkan kegiatan dan posisinya saat itu, tetapi lebih banyak mengimbau agar kami membantu saudara-saudara kita yang saat itu memerlukan bantuan. Ada atau tidak tanggapan dari teman-teman yang menerima SMS-nya, tidak menjadi soal bagi Nor Pud. Dia tidak pernah lelah dan putus asa. SMS-nya mengalir terus tiada henti.

Jujur, saya termasuk salah satu di antara teman Nor Pud yang kadang merasa terganggu oleh arus SMS-nya yang begitu deras. Apalagi jika pada saat itu saya tidak berdaya untuk menolong. Ada perasaan bersalah dan tidak nyaman.

Saya teringat kembali pada Nor Pud ketika Kick Andy mengangkat kisah guru-guru yang luar biasa. Salah satu nara sumber yang tampil di Kick Andy adalah Rudi Saputra, seorang guru perintis Sekolah Dasar di perkebunan teh Cikoneng, Jawa Barat. Walau cuma tamatan SMEA dan menderita cacat kaki, pak guru Rudi mampu merintis pendirian sekolah dan membuat anak-anak buruh pemetik teh di desa Cikoneng bisa mengenyam pendidikan.

Rudi mulanya mengajar tanpa digaji. Dia mengajar sendiri. Mulai dari kelas satu sampai kelas enam SD. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, lelaki yang untuk berjalan saja harus disanggah tongkat ini menjadi tukang jaga WC di daerah wisata Puncak pada saat hari libur. Di lain hari dia menjadi tukang parkir seusai mengajar. Sebagian dari uang yang dia peroleh bahkan dipakainya untuk membeli kapur tulis.

Pertemuan dengan Pak Guru Rudi itu membuat saya teringat pada Nor Pud. Pada suatu saat, Nor Pud mengirim SMS yang isinya kurang lebih berbunyi: “Andy, ada anak-anak buruh pemetik teh di SD Cikoneng yang belum pernah melihat

Page 17: Kisah Rp 300 Juta

20

Monas. Hidup mereka terisolasi oleh kemiskinan. Walau jarak Cikoneng dan Jakarta hanya puluhan kilometer, mungkin seumur hidup mereka tidak akan pernah melihat Monas.”

Waktu itu Nor Pud memang sedang “terpanggil” untuk membantu anak-anak di SD Cikoneng itu. Dari SMS-SMS-nya, dia menceritakan tentang kondisi pendidikan yang menyedihkan di sana. Tentang anak-anak yang tetap bersemangat dalam keterbatasan. Tentang guru-guru yang mengabdi dalam diam.

Mengapa Monas? “Karena gratis. Pokoknya agar mereka bisa melihat Jakarta. Agar wawasan mereka terbuka. Agar anak-anak desa ini jangan seperti katak dalam tempurung. Aku yakin itu akan menjadi pengalaman yang tidak terlupakan seumur hidup mereka,” kata Nor Pud.

Saya lalu mengontak Dirut Ancol, Budi Karya, dan menceritakan keinginan untuk membahagiakan anak-anak buruh pemetik teh dengan mengajak mereka bermain-main di Dunia Fantasi Ancol. Tanpa banyak tanya Budi Karya langsung menyanggupi permintaan itu. Maka 130 anak dan 10 guru mendapat tiket gratis.

Untuk sewa bus, saya menghubungi seorang sahabat di Sampoerna Foundation. Bagaimana dengan konsumsi mereka? Seorang sahabat lainnya di Bank BNI dengan cepat menyediakan dana untuk membeli makanan cepat saji dalam boks untuk anak-anak itu. Misi selesai. Selebihnya adalah doa agar tidak ada hambatan.

Dua hari kemudian Nor Pud menelepon. Dia menceritakan betapa peristiwa piknik ke Dufan Ancol itu menjadi pembicaraan yang tiada henti. Anak-anak bahagia luar biasa. Guru-guru terharu. Para orangtua berterima kasih tiada habis.

Page 18: Kisah Rp 300 Juta

20

Sebagai penutup dalam “laporannya”, Nor Pud, dengan suara serak, menceritakan betapa kotak makanan cepat saji bekas anak-anak makan, tidak dibuang. “Mereka menyimpannya sebagai kenang-kenangan. Seumur hidup mereka tidak pernah makan-makanan itu.”

Nor Pud telah tiada. Dalam usianya yang belum sampai 47 tahun Tuhan telah memanggilnya. Saya tercenung sejenak ketika seorang teman mengirim SMS mengabarkan Nor Pud telah tiada. Begitu mendadak, begitu cepat. Tuhan rupanya punya rencana lain bagi Nor Pud. Selamat jalan kawan.

Sumber :

http://kickandy.com/corner/2009/02/02/1413/21/1/5/Nor-Pud

Page 19: Kisah Rp 300 Juta

20

Satu lagi sosok yang patut kita jadikan cerminan dalam kehidupan kita bersama, seiring dengan pengamalan Pancasila dalam kehidupan kita sehari-hari. Sosok Nor Pud merupakan sosok seorang yang memiliki jiwa nasionalis, patriotisme, dan rasa kemanusiaan yang tinggi. Dalam setiap aktivitasnya dia berusaha semampunya untuk meringankan beban orang lain. Nor Pud memiliki keterbatasan kemampuan, tetapi beliau memiliki kemauan untuk membantu orang lain yang tak terbatas. Mulai dari hal terkecil yaitu berupa kirim SMS tetapi beliau tetap tekun melakukannya.

Sesuai dengan sila kesatu dari Pancasila beliau mengamalkan toleransi dan keselarasan dalam hidup berdampingan dengan orang lain, beliau ingin agar orang lain yang tertimpa kemalangan dapat memperoleh bantuan yang diperlukan.

Sedangkan lewat pandangan sila kedua beliau telah mengamalkan rasa menghargai, egaliter, dan berbagi kasih sayang pada orang lain tanpa memandang suku, ras, agama, status orang lain.

Pada sila ketiga beliau mengamalkan sila tersebut lewat cintanya pada orang-orang sebangsa dan setanah air, beliau menjembatani orang-orang yang membutuhkan bantuan dengan orang-orang yang bersedia memberikan bantuan, sehingga secara tidak langsung beliau mempersatukan orang-orang tersebut.

Apa yang beliau lakukan tidak luput dari kebijakan-kebijakan dan ketertiban yang terdapat pada sila keempat pada Pancasila. Sering kali karena kondisi hidup kita yang sudah

Page 20: Kisah Rp 300 Juta

20

terlalu nyaman membuat kita enggan untuk mengulurkan bantun kepada orang lain, atau gaya hidup yang terlalu individualitas membuat kita tidak mampu melihat keadaan orang lain yang sedang menderita, tapi tidak dengan Nor Pud.

Dan terakhir adalah sila kelima dari Pancasila, beliau berfokus pada kepentingan umum, mengutamakan gotong royong dalam setiap usahanya. Satu sosok lagi yang mampu menggugah hati banyak orang, lewat kepeduliannya akan kemanusiaan. Semoga lewat kedua sosok ini akan memberi kita teladan atau gambaran, akan menjadi manusia seperti apakah kita nantinya??