BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner...

55
1 BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan Untuk memahami cara kerja komputer, kita membutuhkan konsep mengenai sistem bilangan dan sistem pengkodean (coding systems) karena adanya perbedaan antara sistem bilangan desimal yang umum digunakan manusia dengan sistem bilangan yang dikenali komputer, yaitu sistem bilangan biner. Bilangan biner yang direpresentasikan dalam logika 0 dan 1 itulah yang dikenal rangkaian digital. Rangkaian digital mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan sebuah komputer dan tentunya hampir semua rangkaian dalam komputer ialah rangkaian digital. I.1.1. Sistem Bilangan Desimal Manusia dalam kehidupan sehari harinya menggunakan bilangan basis 10 (desimal), sedangkan komputer menggunakan bilangan basis 2 (biner), contohnya logika 1 untuk tinggi dan 0 untuk rendah. Operasi sistem digital pada rangkaian digital mewakili bilangan, huruf atau simbol. Sistem bilangan yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah sistem desimal yang menggunakan 10 lambang bilangan , yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9. Berapapun bilangan yang ingin dinyatakan, hanya digunakan kombinasi kesepuluh angka tersebut untuk merepresentasikannya. Sebagai contoh, pada bilangan desimal 4 digit, digit paling kanan mempunyai faktor 10 0 dan digit paling kiri memiliki faktor 10 3 . berikut ini contoh bilangan 3622 ke bilangan desimal : 3622 = (2x10 0 )+(2x10 1 )+(6x10 2 )+(3x10 3 ) = 2 + 20 + 600 + 3000 = 3622 Pada contoh sistem bilangan desimal diatas, kita menggunakan prosedur umum untuk menkonversikan nilai ke nilai desimalnya (basis 10). I.1.2. Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika 1 dan logika 0 yang umumnya diwakili besar tegangan 5 volt (logika 1) dan 0 volt (logika 0). Sebagai contoh, nilai bilangan biner 1001 2 dapat diartikan dalam sistem bilangan desimal sebagai berikut : 1001 2 = (1x2 0 )+(0x2 1 )+(0x2 2 )+(1x2 3 )

Transcript of BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner...

Page 1: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

1

BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN

I.1. Sistem Bilangan Untuk memahami cara kerja komputer, kita membutuhkan konsep mengenai

sistem bilangan dan sistem pengkodean (coding systems) karena adanya perbedaan

antara sistem bilangan desimal yang umum digunakan manusia dengan sistem

bilangan yang dikenali komputer, yaitu sistem bilangan biner. Bilangan biner yang

direpresentasikan dalam logika 0 dan 1 itulah yang dikenal rangkaian digital. Rangkaian

digital mempunyai peranan yang sangat penting untuk menciptakan sebuah komputer

dan tentunya hampir semua rangkaian dalam komputer ialah rangkaian digital.

I.1.1. Sistem Bilangan Desimal Manusia dalam kehidupan sehari harinya menggunakan bilangan basis 10

(desimal), sedangkan komputer menggunakan bilangan basis 2 (biner), contohnya

logika 1 untuk tinggi dan 0 untuk rendah.

Operasi sistem digital pada rangkaian digital mewakili bilangan, huruf atau

simbol. Sistem bilangan yang paling banyak digunakan pada saat ini adalah sistem

desimal yang menggunakan 10 lambang bilangan , yaitu 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9.

Berapapun bilangan yang ingin dinyatakan, hanya digunakan kombinasi kesepuluh

angka tersebut untuk merepresentasikannya. Sebagai contoh, pada bilangan desimal 4

digit, digit paling kanan mempunyai faktor 100 dan digit paling kiri memiliki faktor 103.

berikut ini contoh bilangan 3622 ke bilangan desimal :

3622 = (2x100)+(2x101)+(6x102)+(3x103)

= 2 + 20 + 600 + 3000

= 3622

Pada contoh sistem bilangan desimal diatas, kita menggunakan prosedur umum untuk

menkonversikan nilai ke nilai desimalnya (basis 10).

I.1.2. Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika 1

dan logika 0 yang umumnya diwakili besar tegangan 5 volt (logika 1) dan 0 volt (logika

0). Sebagai contoh, nilai bilangan biner 10012 dapat diartikan dalam sistem bilangan

desimal sebagai berikut :

10012 = (1x20)+(0x21)+(0x22)+(1x23)

Page 2: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

2

= 1 + 0 + 0 + 8

= 910

dari hasil perhitungan di atas, bilangan biner 10012 sama dengan bilangan desimal 9

(dilambangkan dengan 910, sesuai dengan basisnya). Contoh lain, yaitu mengubah

bilangan biner 010101112 ke bilangan desimal digambarkan sebagai berikut :

0 1 0 1 0 1 1 1

0x27 1x26 0x25 1x24 0x23 1x22 1x21 1x20

0 64 0 16 0 4 2 1 = 8710

I.1.3. Konversi Bilangan Desimal ke Biner Konversi dari bilangan biner ke desimal digunakan oleh komputer digital untuk

mempermudah penerjemah dan pembacaan oleh perangkat keras. Ketika seorang

pengguna memasukkan bilangan desimal ke komputer digital, bilang tersebut harus

dikonversikan ke bilangan biner sebelum dioperasikan pada komputer digital tersebut.

Untuk mengkonversikan bilangan desimal ke bilangan biner, digunakan rumus 2n atau

yang dikenal dengan weighting faktor pangkat 2.

Tabel 1.1 konversi bilangan desimal ke bilangan biner

Pangkat Nilai

20 1

21 2

22 4

23 8

24 16

25 32

26 64

27 128

Contoh :

1. Konversikan 1332 ke biner

Berdasarkan tabel diatas, nilai yang paling dekat ke 133 adalah 128 (27), namun nilai

tersebut masih di bawah 133 (kurang 5). Oleh karena itu dibutuhkan 5 nilai lagi yang

dapat diperoleh dari 22 dan 20. Jadi nilai dari 13310 dalam biner ialah 100001012.

Metode lain untuk mengkonversi bilangan desimal ke bilangan biner adalah

dengan successive division (pembagian berturut-turut). Successive division dilakukan

Page 3: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

3

melalui pembagian berulang-lang terhadap bilangan yang akan dikonversikan. Sebagai

contoh konversi 12210 ke nilai binernya dilakukan melalui prosedur berikut ini :

pembagi Hasil bagi

sisa

122 2 61 0 (LSB)

61 2 30 1

30 2 15 0

15 2 7 1

7 2 3 1

3 2 1 1

1 2 0 1 (MSB)

Sisa pembagian pertama adalah 0 dan merupakan bit terendah atau least significant bit

(LSB). Sisa pembagian terakhir adalah 1 dan merupakan bit tertinggi atau most

significant bit (MSB). Oleh karena itu jawaban dari contoh di atas adalah 11110102.

2. Konversikan 15210 ke bilangan biner menggunakan successive division ?

Jawab :

pembagi Hasil bagi

sisa

152 2 76 0 (LSB)

76 2 38 0

38 2 19 0

19 2 9 1

9 2 4 1

4 2 2 0

2 2 1 0

1 2 0 1 (MSB)

Sehingga 15210 = 100110002

Page 4: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

4

I.1.4. Sistem Bilangan Oktal Sistem bilangan oktal menggunakan delapan macam simbol bilangan, yaitu

0,1,2,3,4,5,6 dan 7 serta menggunakan basis 8.

Sistem bilangan oktal digunakan perusahaan komputer yang menggunakan kode 3 bit

untuk menunjukkan instruksi atau operasi. Menggunakan bilangan oktal sebagai

perwakilan pengganti bilangan biner, pengguna dapat dengan mudah memasukkan

pekerjaan atau membaca instruksi komputer. Pada tabel di bawah ini kita dapat melihat

beberapa konversi antar sistem bilangan.

Tabel1.2. Konversi antar sistem bilangan

Desimal Biner Oktal

0 000 0

1 001 1

2 010 2

3 011 3

4 100 4

5 101 5

6 110 6

7 111 7

8 1000 10

9 1001 11

10 1010 12

I.1.5. Konversi Bilangan Oktal Contoh :

1. Konversikan bilangan biner 1111 10012 ke bilangan oktal

Jawab :

011 111 001

3 7 1

jadi 1111 10012 = 3718

2. Konversikan bilangan oktal 6248 ke nilai binernya

Jawab :

6 2 4

110 010 100

jadi 6248 = 1100101002

Page 5: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

5

3. Konversikan bilangan oktal 3268 ke nilai desimalnya

Jawab :

746 = (6x80)+(4x81)+(7x82)

= 6 + 32 + 192

= 21410

I.1.6. Sistem Bilangan Heksadesimal Sistem bilangan heksadesimal mirip dengan sistem bilangan oktal, tetapi

menggunakan 16 macam symbol, yaitu : 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, A, B, C, D, E dan F.

Beberapa computer seperti IBM/360, data General Nova, PDP-11DEC, Honeywell,

serta beberapa minicomputer dan mikrokomputer mengorganisasikan memori utama ke

dalam satuan yang terdiri dari 8-bit. Masing-masing byte digunakan untuk menyimpan

suatu karakter alfanumerik yang dibagi dalam dua kelompok yang masing-masing

terdiri dari 4-bit. High order nibble adalah istilah untuk empat bit pertama, sedangkan

low order nibble adalah istilah untuk empat bit kedua.

Terdapat kombinasi yang menggunakan 4-bit sehingga diperlukan sistem

bilangan yang berbasis-16 dan disebut sistem bilangan heksadesimal.

I.1.7. Konversi Bilangan Heksadesimal Untuk mengkonversi bilangan biner ke bilangan heksadesimal, kelompokkan angka-

angka biner dalam kelompok empat bilangan (dimulai dari bit terkecil).

Contoh :

1. Konversikan bilangan biner 011111012 ke nilai heksadesimalnya ?

Jawab :

0111 1101

7 D = 7D16

2. Konversikan bilangan heksadesimal A916 ke nilai binernya ?

Jawab :

A 9

1010 1001 = 101010012

3. Konversikan bilangan heksadesimal 2A616 ke nilai desimalnya ?

Jawab :

2A616 = (6x160)+(Ax161)+(2x162)

= 6 + 160 + 512 = 67810

Page 6: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

6

I.2. Sistem Binary Code Desimal (BCD) Sistem BCD digunakan untuk menampilkan digit desimal sebagai kode biner 4

bit. Kode ini berguna untuk menampilkan angka numerik dari 0 sampai dengan 9

seperti pada jam digital atau voltmeter. Untuk mengubah nilai BCD ke biner, ubah tiap

digit desimal ke 4 bit biner.

Contoh :

1. Konversi bilangan desimal 59610 ke nilai BCDnya ?

Jawab :

5 9 6

0101 1001 0110BCD

2. Konversi bilangan BCD 011101011000BCD ke nilai desimalnya ?

Jawab :

0111 0101 1000

7 5 8 = 75810

I.3. Kode ASCII Kode khusus untuk mewakili semua data alfanumeris (huruf, symbol dan

bilangan), diterbitkan oleh institusi standarisasi nasional emerika. Kode ASCII

dinyatakan dalam bit biner. Selain angka dan huruf, kode ini juga menampung karakter

control seperti EOF (End of File) sebagai tanda akhir file dan EOL (End of Line) sebagai

tanda akhir baris. Kode ini merupakan kode yang paling banyak digunakan untuk

pertukaran informasi. Tujuh bit kode ASCII akan menghasilkan 128 kode kombinasi

yang berbeda.

Contoh :

Menggunakan tabel ASCII kita dapat memperoleh kode ASCII hurup “P” yaitu :

01110000.

Page 7: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

BAB II ALJABAR BOOLEAN

Aljabar Boolean menggunakan beberapa hukum yang sama seperti aljabar

biasa. Fungsi OR (X=A+B) adalah Boolean penambahan dan fungsi AND (X=AB)

adalah Boolean perkalian.

1. Hukum Pertukaran (Komutatif)

Penambahan: A+B = B+A

2. Hukum Asosiatif

Penambahan: A+(B+C) = (A+B)+C

Perkalian: A(BC) =(AB)C

3. Hukum Distributif

A(B+C) = AB + AC

(A+B)(C+D) = AC+AD+BC+BD

Tiga hukum ini mempunyai kebenaran untuk beberapa bilangan variabel. Hukum

penambahan dapat dipakai pada X=A+BC+D untuk bentuk persamaan X=BC+A+D

Tabel 2.1 Hukum dan peraturan Aljabar Boolean

7

Hukum Aljabar Boolean Peraturan Aljabar Boolean

1. A.0=0

2. A.1=A

3. A+0=A

4. A+1=1

5. A+A=A

6. A.A=A

7. A. A =0

8. A+ A =1

9. A =A

10. A+ A B=A+B

1. A+B=B+A

AB=BA

2. A+(B+C) = (A+B)+C

A(BC) =(AB)C

A(B+C) = AB + AC

3. (A+B)(C+D) =

AC+AD+BC+BD

11. A +AB= A +B

Page 8: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Teorema lain yang digunakan dalam gerbang digital ialah teorema De Morgan.

Teorema De Morgan dapat dinyatakan dalam persamaan berikut:

BABA +=.

BABA .=+

rumus diatas berlaku untuk tiga variabel atau lebih.

II.1. Bentuk Standar (Kanonik) Fungsi Boolean Contoh:

1. Tentukan bentuk sum of product (SOP) dari fungsi Boolean berikut:

F(A,B,C,D) = (AC+B)(CD+D )

Jawab:

F(A,B,C,D) = (AC+B)(CD+D )

= ACCD+ACD +BCD+BD

= ACD+ACD +BCD+BD

= ACD(B+B )+ACD (B+B )+BCD(A+ A )+BD (A+ A )(C+C )

= ABCD+AB CD+ABCD +AB CD +ABCD+ A BCD

+ BD (AC+AC + A C+ A C )

= ABCD+AB CD+ABCD +AB CD +ABCD+ A BCD+ABCD + ABC D

+ A BCD + A BC D

= ABCD+AB CD+ABCD + AB CD + A BCD+ ABC D

+ A BCD + A BC D

2. Tentukan bentuk product of sum (POS) dari fungsi Boolean berikut:

F(A,B,C,D) = A+(C+B D )

Jawab:

F(A,B,C,D) = A+(C+B D )

= A+(C+B )(C+D )

= A+XY

= (A+X)(A+Y)

= (A+C+B )(A+ C+D )

= (A+C+B +DD )(A+ C+D +BB )

8

Page 9: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

= (U+ DD )(V+ BB )

= (U+ D)(U+D )(V+B)(V+B )

= (A+B +C+D)(A+B +C+D )(A+B+C+D )(A+B +C+D )

II.1.2. Bentuk Minterm dan Maxterm Fungsi Boolean Tinjau tabel kebenaran berikut :

Tabel 2.2 Tabel Kebenaran

Nomor desimal

A B C F(A,B,C)

0 0 0 0 1

1 0 0 1 0

2 0 1 0 0

3 0 1 1 0

4 1 0 0 1

5 1 0 1 1

6 1 1 0 0

7 1 1 1 1

Bentuk minterm dari fungsi F(A,B,C) adalah:

F(A,B,C) = ∑ m(0,4,5,7)

= A B C +AB C +AB C+ABC

Bentuk maxterm dari fungsi F(A,B,C) adalah:

F(A,B,C) = ∏ M(1,2,3,6)

= (A+B+C )(A+B +C)(A+B +C )( A +B +C)

9

Page 10: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

BAB III PETA KARNAUGH

Metode ini merupakan suatu cara untuk menyederhanakan rangkaian logika dan

diberi nama sesuai nama penemunya. Karnaugh map (K-Map) mirip dengan tabel

kebenaran yang menampilkan output persamaan Boolean untuk tiap kemungkinan

kombinasi variabel input. Menentukan jumlah sel pada K-Map identik dengan mencari

jumlah kombinasi sebuah tabel kebenaran. K-map dengan 2 variabel menbutuhkan 22

atau 4 sel, K-map dengan 3 variabel membutuhkan 23 atau 8 sel, dst. Tiap sel dalam K-

map berhubungan dengan kombinasi tertentu dari variabel input.

K-map 2 Variabel : 4 Sel

A A

B B

K-map 3 Variabel : 8 Sel

A B A B AB AB C C

K-map 4 Variabel : 16 Sel

A B A B AB AB C D

C D CD CD

K-map 5 Variabel : 32 Sel

A B C A B C A BC A BC AB C AB C ABC ABC D E

D E DE DE

10

Page 11: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

BAB IV GERBANG LOGIKA

Gerbang Logika adalah suatu komponen yang paling dasar pada suatu

rangkaian Digital. Seluruh aplikasi rangkaian Digital adalah terdiri dari ribuan atau

bahkan jutaan dari rangkaian gerbang Logika yang sudah terpaket dalam IC (Integrated

Circuit), Chip atau bahkan processor untuk menghasilkan fungsi-fungsi tertentu.

Gerbang Logika adalah suatu fungsi yang akan menghasilkan satu keluaran

logika dari beberapa masukan logika dimana persamaan dari fungsi gerbang logika

tersebut dituangkan pada suatu persamaan yang disebut dengan persamaan Boolean.

Pada dasarnya gerbang Logika hanya terdiri dari 3 gerbang logika dasar, yaitu gerbang

AND, Gerbang OR dan gerbang NOT. Sedangkan gerbang-gerbang tambahan lain

seperti gerbang NAND dan NOR adalah gabungan dari 3 gerbang logika dasar

tersebut. Gerbang NAND adalah gabungan dari gerbang logika AND dan NOT dan

gerbang NOR adalah gabungan dari gerbang logika OR dan NOT. Sifat dan

karakteristik suatu gerbang logika dapat dijelaskan pada suatu tabel kebenaran berikut

IV.1. Gerbang Logika OR (OR Gate) Gerbang logika OR adalah suatu rangkaian logika yang mempunyai beberapa

jalan masukkan dan hanya mempunyai satu jalan keluaran. Keluarannya akan tinggi,

bila salah satu inputnya tinggi dan akan menjadi rendah bila semua inputnya rendah.

Simbol gerbang logika OR, tabel kebenaran dan analogi rangkaiannya dapat dilihat

pada Gambar 4.1 Tabel 4.1 pada halaman berikutnya.

C

AX = F = A + B + CB X

(a) Simbol Gerbang OR

VC

A

B

F

(b) analogi rangkaian.

Gambar 4.1 Simbol dan rangkaian gerbang OR

11

Page 12: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel 4.1 Tabel kebenaran Gerbang OR 3 input

Input Output A B C F 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 1

Pada Gambar 4.1.b. lampu akan menyala bila salah satu atau semua switch

dalam keadaan tertutup. Pernyataannya adalah F = A + B + C dan dibaca F = A or B or

C bukan dibaca F = A ditambah B ditambah C.

IV.2. Gerbang Logika AND (AND Gate)

Gerbang and adalah suatu rangkaian logika yang mempunyai beberapa jalan

masukkan dan hanya mempunyai satu jalan keluaran. Jika semua input tinggi maka

outputnya akan tinggi, selain dari itu maka outputnya akan rendah. Simbol gerbang

logika AND analogi rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 4.2

berikut dan Tabel 4.2 halaman selanjutnya.

X

C

AB X = F = A B C

(a) Simbol Gerbang AND

V F

BA C

(b) analogi rangkaian

Gambar 4.2 Simbol dan rangkaian gerbang AND

12

Page 13: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel 4.2 Tabel kebenaran gerbang AND 3 input

Input Output A B C F 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 0 1 0 1 1 0 0 1 1 1 1

Persamaan logikanya F = A B C dibaca F = A and B and C, bukan dibaca

dengan F = A dikali B dikali C. Pada gambar 4.2 (b) lampu akan menyala ( F=1 ) bila

ketiga saklar A, B, C menutup ( A=1, B=1, C=1 ). Bila salah satu atau semuanya

terbuka maka lampu akan padam ( F = 0 ).

IV.3. Inverter ( Gerbang NOT )

Gerbang NOT adalah gerbang dengan satu sinyal masukkan dan satu sinyal

keluaran. Gerbang NOT ini juga disebut dengan inverter, karena sinyal masukkan

selalu berlawanan dengan sinyal keluaran. Simbol gerbang logika NOT analogi

rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 4.3 dan Tabel 4.3

halaman berikutnya.

.

A A

(a) Simbol gerbang NOT

V FA

(b) Analogi rangkaian.

Gambar 4.3 Simbol dan rangkaian gerbang NOT

13

Page 14: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel 4.3 Tabel kebenaran Gerbang NOT

Input output

0 1

1 0

Pada Gambar 4.3 (b) jika saklar dibuka semua arus akan mengalir kearah

lampu maka lampu akan menyala. Jika saklar ditutup semua arus akan melalui saklar

(rangkaian dalam keadaan di short circuit) maka lampu akan padam. Ekspresi

booleannya F = Ā.

IV.4. Gerbang Logika NAND ( NAND Gate )

Gerbang logika NAND adalah rangkaian logika yang dibangun oleh gerbang

NOT dan gerbang AND. Gerbang ini mempunyai beberapa jalan masukkan dan hanya

satu jalan keluaran. Keluaran gerbang NAND akan berharga rendah jika semua input

adalah 1, dan berharga 1 jika salah satu input saja ada yang berharga 0. Simbol

gerbang logika NAND, analogi rangkaian dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada

Gambar 4.4 dan Tabel 4.4 halaman selanjutnya.

C

AB X

C

AB X

X = F = A B C

(a) Gerbang NAND

V F

A

B

C

(b) Analogi rangkaian

Gambar 4.4 Simbol dan rangkaian gerbang NAND

14

Page 15: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel 4.4 Tabel kebenaran gerbang NAND 3 input

Input Output A B C F 0 0 0 1 0 0 1 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0

Pada Gambar 4.4 (b) lampu akan menyala bila salah satu atau semua saklar

dalam keadaan terbuka. Arus akan mengalir kearah lampu. Bila semua saklar tertutup

maka lampu akan padam karena arus akan mengalir ke cabang saklar dan rangkaian

dalam keadaan short circuit.

IV.5. Gerbang EXOR

Gerbang EXOR menghasilkan output tinggi ketika salah satu atau semua

input adalah tinggi. Gerbang ini mempunyai beberapa jalan masuk dan hanya satu

jalan keluaran. Lambang gerbang EXOR, analogi rangkian dan tabel kebenarannnya

pada dilihat pada Gambar 4.5 dan Tabel 4.5 halaman selanjutnya.

A

BX

(a) Gerbang EXOR

XA

B

(b) Analogi rangkaian

Gambar 4.5 Simbol dan rangkaian gerbang EXOR

15

Page 16: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel 4.5 Tabel kebenaran gerbang EXOR

Input Output

B A F 0 0 0 0 1 1 1 0 1 1 1 0

Pada Gambar 4.5 (b), dimana lampu akan menyala jika semua switch diset

pada posisi yang berlawanan 1 dan 0.

Operasi Exor kadang-kadang disebut penambahan mod 2. Penambahan mod

2 sama dengan penambahan biner, asalkan kita mengabaikan bawaan (carry)

0 + 0 = 0

0 + 1 = 1

1 + 0 = 1

1 + 1 = 0

IV.6. Schmitt Trigger

Gerbang Schmitt Trigger adalah gerbang logika yang mempunyai output yang

sama dengan gerbang logika biasa tetapi gerbang schmitt trigger inputnya tidak

mempunyai harga mutlak 0 atau 5 volt. Gerbang schmitt trigger untuk logika 0 ke 1 dan

logika 1 ke 0 mengenal istilah LTP (logika 0 ke 1) dan UTP (logika 1 ke 0 ). Gambar

simbol dari gerbang schmitt trigger ditunjukkan oleh Gambar 4.6 berikut.

Gambar 4.6 Simbol dari schmitt trigger untuk gerbang logika AND, OR dan NOT

Lower Transfer Point atau disingkat dengan LTP adalah suatu titik kritis dimana suatu

sinyal analog diubah dari kondisi rendah menjadi kondisi tinggi. Upper Transfer Point

atau disingkat dengan UTP adalah suatu titik kritis dimana suatu sinyal analog diubah

dari kondisi tinggi menjadi rendah. Gambar 4.7 memperlihatkan suatu contoh sinyal

16

Page 17: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

masukkan analog disertai dengan titik UTP dan LTP dan bentuk keluaran gelombang

persegi schmitt trigger.

UTP

LTP

0 V

+ 5 V

- V

+ V

0GelombangMasukkan

Gelombang keluaranschmitt triger

Gambar 4.7 Gelombang masukkan dan gelombang keluaran schmitt trigger

17

Page 18: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

BAB V RANGKAIAN KOMBINASIONAL

Rangkaian Logika digital terdiri dari 2 kategori :

1. Rangkaian Logika Kombinasional

2. Rangkaian Logika Sekuensial

Pada rangkaian logika kombinasional nilai keluaran ditentukan secara terus oleh nilai

masukan sekarang.

18

Gambar 5.1 Combinational Logic Function

V.1 RANGKAIAN PENJUMLAH [ADDER]

V.1.1 HALF ADDER

Rangkaian dasar penjumlah yang dipakai untuk menambah 1-bit bilangan biner

dengan masukkan dua input (A dan B)

Rangkaian mempunyai dua keluaran : Sum (hasil jumlah) dan Carry (simpan)

Tabel 5.1 Tabel kebenaran HA Input Output No

A B Sum Carry 0 0 0 0 0 1 0 1 1 0 2 1 0 1 0 3 1 1 0 1

Persamaan output :

Sum = ∑ m [1,2]

= AB + A B

= A ⊕B

A A

B 1 B 1

AB

A B

Gambar 5.2 K-Map persamaan output HA

Page 19: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Carry = ∑ m [3] = AB

Rangkaian logikanya :

AB

Carry = AB

Sum = A B⊕

Gambar 5.3 Rangkaian HA

Blok diagram :

HAA

B

Carry

Sum

Gambar 5.4 Blok diagram HA

V.1.2 FULL ADDER [FA] Rangkaian penjumlah yang dipakai untuk menambahkan 1-bit bilangan biner

dengan masukkan tiga input (A, B dan Ci)

Blok diagram :

FAAB

Carry Out = Co

Sum = SCi Gambar 5.4 Blok diagram FA

Tabel kebenarannya :

Tabel 5.2 Tabel kebenaran FA

Input output No Ci B A S CO

0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 0 2 0 1 0 1 0 3 0 1 1 0 1 4 1 0 0 1 0 5 1 0 1 0 1 6 1 1 0 0 1 7 1 1 1 1 1

Ci = incoming carry

Co = outgoing carry

S = Sum

19

Page 20: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Persamaan output :

Sum = ∑ m [1,2,4,7]

= IC B A + IC B A + Ci B A + CiBA

= Ci⊕B A ⊕

Co = ∑ m [3,5,6,7] = CiB + CiA + BA

Rangkaian Logikanya :

ABCi

S

Co

Gambar 5.5 Rangkaian Logika FA

Rangkaian menggunakan 2 HA + 1 OR :

HA1

HA2

A

B

Ci

S

Co

Gambar 5.6 Blok FA menggunakan 2 HA + 1 OR

AB

Ci

S

Co

HA1

HA2 Gambar 5.7 Rangkaian Logika FA 2 menggunakan HA + 1 OR

20

Page 21: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

V.1.3 PARALEL BINARY ADDER Digunakan untuk penambahan bilangan biner yang terdiri dari beberapa bit Diperlukan rangkaian FA sebanyak jumlah bit dari setiap bilangan biner Contoh : penambahan bilangan biner 4-bit

C3 C2 C1 C0

A : A3 A2 A1 A0

B : B3 B2 B1 B0

C3 S3 S2 S1 S0

21

1 1 1 1

A : 1 1 0 1

B : 1 0 1 1

1 1 0 0 0

Untuk melakukan proses itu diperlukan rangkaian paralel binary adder 4-bit

FA FA FA HA

B0 A0B1 A1B2 A2B3 A3

S0S1S2S3

C0C1C2

C3 Gambar 5.8 Blok paralel binary Adder 4-bit

V.2 RANGKAIAN PENGURANG [SUBTRACTOR] V.2.1 HALF SUBTRACTOR [HS]

Digunakan untuk mengurangi dua bilangan pada tingkat pertama (masing-

masing 1-bit) Rangkaian mempunyai dua keluaran :

1. Difference (D) : selisih

2. Borrow (B) : pinjam

Bilangan pengurang (Subtrahend) : Z

Bilangan yang dikurangi (Minuend) : Y

Page 22: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Tabel kebenarannya :

Tabel 5.3 Tabel kebenaran HS Input Output No

Y Z D B 0 0 0 0 0 1 0 1 1 1 2 1 0 1 0 3 1 1 0 0

Persamaan output :

D = ∑ m [1,2] = Y Z + YZ

= Y ⊕ Z

B = ∑ m [1] = Y Z

Rangkaian Logikanya :

YZ D

B Gambar 5.9 Rangkaian Logika HS

V.2.2 FULL SUBTRACTOR [FS] Pada tingkat kedua dstnya, akan diperkurangkan tiga buah bilangan karena ada

kemungkinan timbulnya borrow dari tingkat yang lebih rendah.

Tabel kebenaran :

Tabel 5.4 Tabel kebenaran FS

Input output No Y Z Bi D BO

0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 1 1 2 0 1 0 1 1 3 0 1 1 0 1 4 1 0 0 1 0 5 1 0 1 0 0 6 1 1 0 0 0 7 1 1 1 1 1

Bi = Borrow input

D = Deference

Bo = Borrow ouput

22

Page 23: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Persamaan ouput :

D = ∑ m [1,2,4,7] = Y ⊕ Z ⊕Bi

Bo = ∑ m [1,2,3,7] = Y Z + Z Bi +Y Bi

Rangkaian Logikanya :

Y

Z

Bi

D

Bo

Gambar 5.10 Rangkaian Logika FS

Rangkaian menggunakan 2 HS + 1 OR :

HS1

HS2Bi

Z

Y

D0

Bo

Gambar 5.11 Blok Diagram FS mengunakan 2 HS + 1 OR

23

Page 24: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

ZY

Bi

HS1

HS2

D0

Bo

Gambar 5.12 Rangkaian Logika FS mengunakan 2 HS + 1 OR

V.2.3 PARALEL SUBTRACTOR Digunakan untuk pengurangan bilangan biner beberapa bit Diperlukan rangkaian FS sebanyak jumlah bit dari setiap bilangan biner Contoh : pengurangan bilangan biner 4-bit

B3 B2 B1

Y : Y3 Y2 Y1 Y0

Z : Z3 Z2 Z1 Z0

D3 D2 D1 D0

24

Y : 1 1 0 1

Z : 1 0 1 1

0 0 1 0

Untuk melakukan proses itu diperlukan rangkaian paralel binary subtractor 4-bit

HS FS FS FS

Y0 Z0Y1 Z1Y2 Z2Y3 Z3

D0D1D2D3

B1B2B3

Gambar 5.13 Blok Diagram parallel binary Subtractor 4-bit

Page 25: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

V.3 MULTIPLEKSER

V.3.1 PENDAHULUAN Sebuah rangkaian multiplekser akan menerima N masukan dan meneruskan

satu dari N masukan tersebut. Pemilihan masukan mana yang diteruskan melalui M

masukan control. Sebuah multiplekser dengan M masukan control dapat menangani

hingga 2M masukan. Perhatikan gambar berikut :

.

.

.

2M input

M controlinputs

output

Gambar 5.14 Blok diagram Multiplekser

Rangkaian multiplekser yang paling sederhana adalah multiplekser dengan 1

masukan control, sehingga hanya ada 2 macam masukan yang bisa diteruskan salah

satunya. Multiplekser ini dinamakan multiplekser 2-ke-1, perhatikan tabel kebenaran

dan gambar berikut :

Tabel 5.5 Tabel kebenaran multiplekser 2-ke-1

control Input0 Input1 ouput 0 0 X 0 0 1 X 1 1 X 0 0 1 X 1 1

Input0

ControlInput1

output

Gambar 5.15 Multiplekser 2-ke-1

25

Page 26: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

V.3.2 UNIVERSAL LOGIC MODULE (ULM) DENGAN MULTIPLEKSER Sebuah modul logic universal (ULM), dengan beberapa variabel yang ditentukan

adalah sebuah modul yang mampu mengimplementasikan sembarang fungsi logic

berdasar sejumlah variabel yang ditentukan. Jika jumlah variabel fungsi logic tersebut

lebih besar dari kapasitas modulnya maka dapat digunakan beberapa modul yang

sama yang disusun dalam suatu larik.

Perhatikan sebuah fungsi logic umum dengan n-variabel F(X1, X2, X3,…,Xn). Jika

fungsi ini harus direalisasi dengan modul tiga variabel dan n ≥ 3, maka menggunakan

teorema Ekspansi Shannon, fungsi tersebut diekspansi terhadap variabelnya, misalnya

dalam hal ini X1 dan X2 digunakan sebagai masukan control, maka fungsi logic tersebut

bisa dituliskan :

+= ),...,,0,0(),...,,( 32121 nn xxfxxxxxf

+),...,,1,0( 321 nxxfxx

+),...,,0,1( 321 nxxfxx

),...,,1,1( 321 nxxfxx

Jika ekspansi ini dilanjutkan, sisi-sisi fungsi f(0, 0, x3, .., xn) sampai dengan f(1,

1, x3, .., xn) juga diekspansi berdasar masukan control dari modul kedua dan

seterusnya, hingga hanya tinggal fungsi logic dengan satu variabel saja. Perhatikan

contoh berikut :

432143214321432143214321 xxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxxf +++++=

jika Muks 4 (8-ke-1) variabel digunakan, fungsi logic tersebut dapat diimplementasikan

melalui persamaan :

)()()0()0(

)()0()()(

43214321321321

4432132143214321

xxxxxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxxxxxxf

+++

+++++=

26

Page 27: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

rangkaianya:

0 0 0

0 1 0

0 0 1

0 1 1

1 0 0

1 0 1

1 1 0

1 1 1

x4

4x

x4

4x

0

1

0

0

x1 x2 x3

fx4 + 4x

Gambar 5.16 Muks 8-ke-1

Jika yang digunakan adalah Muks dua dan tiga variabel, maka fungsi logikanya menjadi

)]()()0()0([

)]1()0()()([

43243232321

32324324321

xxxxxxxxxxx

xxxxxxxxxxxf

+++

++++=

rangkaianya :

0 0

0 1

1 0

1 1

x4

4x0

1

x2 x3

0 0

0 1

1 0

1 1

0

4x

0

x2 x3

x4

0

1

x1

f

Gambar 5.17 Muks 4-ke-1

Jika dimungkinkan untuk menggunakan semua variabel (4 variabel) sebagai masukkan

control semua maka persamaannya menjadi:

27

Page 28: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

++++= )]0()1()1()0([ 4343434321 xxxxxxxxxxf

++++ )]1()1()0()0([ 4343434321 xxxxxxxxxx

++++ )]0()1()0()0([ 4343434321 xxxxxxxxxx

++++ )]0()1()1()0([ 4343434321 xxxxxxxxxx

Rangkaianya :

0 0

0 1

1 0

1 1

0

1

0

x3 x4

0 0

0 1

1 0

1 1

0

0

x3 x4

1

0 1f

0 0

0 1

1 0

1 1

0

0

x3 x4

0

0 0

0 1

1 0

1 1

0

1

x3 x4

1

x1 x2

1

1

0

0

1 0

0 0

1 1

Gambar 5.18 Muks Sistem Hirarki Modul

28

Page 29: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

X1

X2

X3

X4

S0

S1 1ns

1ns

3ns

3ns

3ns

3ns

5ns F

Gambar 5.19 Multiplekser 4-ke-1

V.4 DEMULTIPLEKSER

Fungsi rangkaian ini berlawanan dengan multiplekser, rangkaian ini mempunyai

satu masukan dan memilih salah satu dari masukan untuk dikendalikan ke salah satu

keluaran. Keluaran yang dipilih bergantung kepada sinyal pemilih (bit control).

Gambar 5.20 Blok Demultiplekser

29

Page 30: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

30

Demultiplekser 1-ke-2

Gambar 5.21 Blok Demultiplekser 1 e2

Tabel kebenaran:

benaran Demultiplekser 1ke2

k

abel 5.6 Tabel keT

Bit kontrol Output S Q1 Q0 0 0 In 1 In 0

ungsi keluaran: F

nISQ =0

nSIQ =1

Rangkaianya:

Gambar 5.22 Demultiplekser 1ke2

Page 31: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

31

Demultiplekser 1-ke-4

Gambar 5.23 Demultiplekser 1ke4

Tabel kebenaran:

aran Demultiplekser 1ke4

el 5.7 Tabel keben Tab

Bit kontrol Output S1 S0 Q3 Q2 Q1 Q00 0 0 0 0 In 0 1 0 0 In 0 1 0 0 In 0 0 1 1 In 0 0 0

Fungsi keluaran:

nISSQ 010 =

nISSQ 011 =

nISSQ 012 =

nISSQ 013 =

Page 32: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

32

angkaianya: R

In

S1 S0

Q0

Q1

Q2

Q3

Gambar 5.24 Demultiplekser 1ke4

Demultiplekser 1-ke-8

Gambar 5.25 Blok Demultiplekser 1ke8

Page 33: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

33

Tabel kebenaran:

Tabel 5.8 Tabel kebenaran Demultiplekser 1ke8

B ontrit k ol Output

S2 S1 S0 Q7 Q6 Q5 Q4 Q3 Q2 Q1 Q0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 In

0 0 1 0 0 0 0 0 0 In 0

0 1 0 0 0 0 0 0 In 0 0

0 1 1 0 0 0 0 In 0 0 0

1 0 0 0 0 0 In 0 0 0 0

1 0 1 0 0 In 0 0 0 0 0

1 1 0 0 In 0 0 0 0 0 0

1 1 1 In 0 0 0 0 0 0 0

angkaiannya: R

Gambar 5.26 Demultiplekser 1ke8

Page 34: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

34

V.5 ENCODER DAN DECODER

V.5.1 Pendahuluan Pada umumnya digunakan kode desimal untuk menyatakan angka. Pada

rangkaian elektronika Digital baik pada kalkulator atau pada komputer, kode biner

adalah kode yang digunakan untuk menyatakan angka, huruf, gambar ataupun data-

data yang lain. Sedangkan tampilan-tampilan pada layar elektronik seperti tampilan

seven segment, LCD, dot matrik atau jenis tampilan lain adalah berasal dari kode biner

yang kemudian diterjemahkan menjadi kode-kode tertentu untuk dapat ditampilkan

pada layar elektronik tersebut.

Rangkaian yang berfungsi untuk mengubah kode-kode tertentu menjadi kode

biner disebut dengan Encoder atau pengkode dan sebaliknya rangkaian yang berfungsi

untuk mengubah kode biner menjadi kode-kode tertentu disebut dengan Decoder atau

Pendekode. Rangkaian Encoder atau Decoder seperti rangkaian-rangkaian Digital

lainnya adalah terdiri dari rangkaian gerbang logika sehingga akan menghasilkan suatu

fungsi-fungsi tertentu yang dalam hal ini adalah berfungsi sebagai rangkaian Pengkode

atau pendekode. Tetapi rangkaian Encoder dan Decoder saat ini telah dibuat dalam 1

paket IC (Integrated Circuit) sehingga akan memudahkan dalam penggunaannya.

Rangkaian Encoder atau Decoder memiliki banyak type rangkaian tergantung dari jenis

kode yang akan diterjemahkan. Tetapi pada bab ini akan membahas rangkaian

Encoder yang berfungsi untuk mengubah kode urutan desimal menjadi kode biner,

rangkaian Decoder yang berfungsi untuk mengubah kode biner menjadi kode urutan

desimal dan rangkaian Decoder yang berfungsi untuk mengubah kode biner menjadi

kode untuk tampilan seven segment.

V.5.2 Rangkaian Encoder Rangkaian Encoder yang akan menghasilkan data kode biner dari masukan

data kode urutan desimal dengan data input (kode urutan desimal) dan data output

(kode biner) seperti pada blok rangkaian pada gambar 5.1 dan tabel 5.1 berikut :

Page 35: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

+5V

R

R

R

R

R

R

R

R

R = 4,7K

PB 1

PB 2

PB 5

PB 4

PB 3

PB 7

PB 6

PB 9

PB 8

D1

D2

D3

D4

D5

D6

D8

D7

D9

QA

QD

QC

QB

ENCODER

Biner Output

Gambar 5.27 Blok rangkaian Encoder

Tabel 5.9 Tabel Kebenaran Encoder

Data Input Data Output D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 QD QC QB QA

1 0 0 0 0 0 0 0 0

0 1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1

0 0 0 1

0 0 1 0

0 0 1 1

0 1 0 0

0 1 0 1

0 1 1 0

0 1 1 1

1 0 0 0

1 0 0 1

35

Page 36: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Latihan:

1. Tentukan persamaan aljabar Boolean untuk mendapatkan perencanaan rangkaian

Encoder berdasarkan kesimpulan yang diambil dari tabel data input/output sebagai

berikut :

a. Output A akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila ditekan tombol angka 1 atau 3

atau 5 atau 7 atau 9.

b. Output B akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila ditekan tombol angka 2 atau 3

atau 6 atau 7

c. Output C akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila ditekan tombol angka 4 atau 5

atau 6 atau 7

d. Output D akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila ditekan tombol angka 8 atau 9

2. Buatlah rangkaian digital berdasarkan persamaan boolean yang telah ditentukan ?

V.5.3 Rangkaian Decoder Sebuah rangkaian Decoder yang akan menghasilkan data kode urutan desimal

dari masukan data kode biner dengan data input (kode biner) dan data output (kode

urutan desimal) seperti pada blok rangkaian pada gambar 5.2 dan tabel 5.2 berikut

+5V

R

R

R

R

R = 4,7K

PB 1

PB 2

PB 3

PB 4

Q1

Q2

Q3

Q4

Q5

Q6

Q8

Q7

Q9

DA

DD

DC

DB

DECODER

Desimal Output

Gambar 5.28 Blok rangkaian Decoder

36

Page 37: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

37

Tabel 5.10 Tabel Kebenaran Decoder

Data Input Data Output QD QC QB QA D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9

0 0 0 1

0 0 1 0

0 0 1 1

0 1 0 0

0 1 0 1

0 1 1 0

0 1 1 1

1 0 0 0

1 0 0 1

1 0 0 0 0 0 0 0 0

0 1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1

Latihan:

1. Tentukan persamaan aljabar Boolean untuk mendapatkan perencanaan rangkaian

Decoder berdasarkan kesimpulan yang diambil dari tabel data input/output sebagai

berikut :

a. Output 1 akan berlogika 1 hanya apabila diberikan data masukan : A = 1, B = 0,

C = 0 dan D = 0.

b. Output 2 akan berlogika 1 hanya apabila diberikan data masukan : A = 0, B = 1,

C = 0 dan D = 0.

c. Output 1 akan berlogika 1 hanya apabila diberikan data masukan : A = 1, B = 1,

C = 0 dan D = 0.

d. Output 1 akan berlogika 1 hanya apabila diberikan data masukan : A = 0, B = 0,

C = 1 dan D = 0.

e. Dan seterusnya

2. Buatlah rangkaian berdasarkan aljabar boolean yang telah ditentukan ?

V.5.4 Rangkaian Decoder Seven Segment

Sebuah rangkaian Decoder seven segment yang akan menghasilkan data

tampilan seven segment dari masukan data kode urutan desimal dengan data input

(kode urutan desimal) dan data output (data tampilan seven segment) seperti pada blok

rangkaian pada gambar 5.3 dan tabel berikut.

Page 38: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

a

bc

de

f

g

kathode

a

bc

de

f

g

anode

+ Vcc

(a) Jenis common katoda (b) Jenis common anoda

a

bc

de

f

g

DecoderBCD ke

7-segmen

D

C

B

A 0

1

2

3

(c) Hubungannya dengan dekoder

DecoderBCD ke

7-segmen

D

C

B

A 0

1

2

3

a

bc

de

f

g

anode

+ Vcc

(d) Hubungannya dengan dekoder

Gambar 5.29 Peraga 7-segmen

Terlihat bahwa peraga 7-segmen jenis common katoda memerlukan dekoder

dengan output jenis aktif-tinggi untuk menyalakan segmen-segmennya. Sedangkan

jenis common anoda memerlukan dekoder dengan output jenis aktif-rendah seperti

ditunjukkan pada Gambar 5.3.(d) Untuk mempelajari dekoder jenis ini perlu disusun

terlebih dahulu tabel kebenarannya.

38

Page 39: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

+5V

R

R

R

R

R

R

R

R

R = 4,7K

PB 1

PB 2

PB 5

PB 4

PB 3

PB 7

PB 6

PB 9

PB 8

D1

D2

D3

D4

D5

D6

D8

D7

D9

a

d

c

b

DECODER7 SEGMENT

g

f

e

220 ohm

Konfigurasirangkaian7 Segment

DECODER

Gambar 5.30 Rangkaian Decoder seven segment

Tabel 5.11 Tabel Kebenaran decoder seven segment

Data Input Data Output (segment) Tampilan 7 Segment

D0 D1 D2 D3 D4 D5 D6 D7 D8 D9 a b c d e f g Digit angka

1 0 0 0 0 0 0 0 0 0

0 1 0 0 0 0 0 0 0 0

0 0 1 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 1 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 1 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0

0 0 0 0 0 0 0 0 1 0

0 0 0 0 0 0 0 0 0 1

1 1 1 1 1 1 0

0 1 1 0 0 0 0

1 1 0 1 1 0 1

1 1 1 1 0 0 1

0 1 1 0 0 1 1

1 0 1 1 0 1 1

0 0 1 1 1 1 1

1 1 1 0 0 0 0

1 1 1 1 1 1 1

1 1 1 0 0 1 1

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

39

Page 40: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

40

Latihan:

1. Tentukan persamaan aljabar Boolean untuk mendapatkan perencanaan rangkaian

Decoder berdasarkan kesimpulan yang diambil dari tabel data input/output sebagai

berikut

a. Output segment a akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 2 atau 3

atau 5 atau 7 atau 8 atau 9 diberi masukan tinggi.

b. Output segment b akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 1 atau 2

atau 3 atau 4 atau 7 atau 8 atau 9 diberi masukan tinggi.

c. Output segment c akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 1 atau 3

atau 4 atau 5 atau 6 atau 7 atau 8 atau 9 diberi masukan tinggi.

d. Output segment d akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 2 atau 3

atau 5 atau 6 atau 8 diberi masukan tinggi.

e. Output segment e akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 2 atau 6

atau 8 diberi masukan tinggi.

f. Output segment f akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 0 atau 4 atau 5

atau 6 atau 8 atau 9 diberi masukan tinggi.

g. Output segment g akan berlogika 1 (tinggi) hanya apabila input 2 atau 3 atau 4

atau 5 atau 6 atau 8 atau 9 diberi masukan tinggi.

2. Atau kesimpulan yang diambil dari tabel data input/output bisa juga sebagai berikut

a. Output segment a akan berlogika 0 hanya apabila input 1 atau 4 atau 6 diberi

masukan tinggi

b. Output segment b akan berlogika 0 hanya apabila input 5 atau 6 diberi masukan

tinggi

c. Output segment c akan berlogika 0 hanya apabila input 2 diberi masukan tinggi

d. Output segment d akan berlogika 0 hanya apabila input 1 atau 4 atau 7 atau 9

diberi masukan tinggi

e. Output segment e akan berlogika 0 hanya apabila input 1 atau 3 atau 4 atau 5

atau 7 atau 9 diberi masukan tinggi

f. Output segment f akan berlogika 0 hanya apabila input 1 atau 2 atau 3 atau 7

diberi masukan tinggi

g. Output segment g akan berlogika 0 hanya apabila input 0 atau 1 atau 7 diberi

masukan tinggi

3. Buatlah rangkaian berdasarkan aljabar boolean yang telah ditentukan ?

Page 41: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

V.6 KOMPARATOR [RANGKAIAN PEMBANDING]

Merupakan rangkaian digital yang boleh membandingkan nilai antara dua nilai biner .

pembandingan dilakukan untuk kedua-dua nomor tersebut adalah:

Sama dengan ’=’

Lebih kecil ’<’

Lebih besar ’>’

Lebih kecil atau sama dengan ’≤’

Lebih besar atau sama dengan ’≥’

Pembanding 1 bit merupakan pedoman kepada pembanding bit yang lebih besar.

Pembandingan dua nomor 1 bit A > B

Persamaan Booleannya:

BABAF •=),(

A < B

Persamaan Booleannya:

BABAF •=),(

A = B

Persamaan Booleannya:

BABAF ⊕=),(

A ≥ B

Persamaan Booleannya:

BABAF •=),(

A ≤ B

Persamaan Booleannya:

BABAF •=),(

41

Page 42: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Pembandingan dua nomor 2 bit, A1A0 dan B1B0 A1A0 > B1B0

Analisa dilakukan terhadap 2 bit;

1. A1 > B1 maka → 11),( BABAF •=

2. A1 = B1 dan A0 > B0 → ))((),( 0011 BABABAF •⊕=

Maka persamaan ouputnya:

))((),,,( 0011110101 BABABABBAAF •⊕+•=

))](()[( 00111111 BABABABA ••+•+•=

0101010111 BBAABBAABA ++=

Dengan K-MAP dapat disederhanakan menjadi:

A 1 0A A 1A0

A1A0 A1 0A1B 0B 1 1 1

1B B0 1 1

B1B0 B1 0B 1

00101011 BAABBABA ++=

Latihan : Desain suatu rangkaian digital yang membandingan dua nomor 3 bit, A2A1A0 dan

B2B1B0, keluaran pembanding tersebut adalah:

a. Z = 1, apabila 3 bit bilangan biner yang dibandingkan sama A2A1A0 = B2B1B0

b. Z = 1, apabila A2A1A0 > B2B1B0

c. Z = 1, apabila A2A1A0 < B2B1B0

42

Page 43: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

BAB VI RANGKAIAN SEKUENSIAL

VI.I FLIP-FLOP

Pada rangkaian logika kombinasional (AND gate-OR Gate-NAND Gate-NOR

Gate-Not Gate) keadaan outputnya hanya tergantung pada kondisi inputnya, dimana

begitu inputnya berubah maka keadaan outputnya akan ikut berubah pula.

Keadaan seperti ini sangat tidak diharapkan untuk tujuan membuat rangkaian

memory (pengingat) yang dipergunakan sebagai dasar untuk membuat rangkaian

logika pada komputer.

Untuk mengatasi hal tersebut diatas, maka diperlukan suatu rangkaian logika

yang outputnya tidak selalu tergantung pada inputnya tetapi juga tergantung pada

output sebelumnya, sehingga rangkaian ini mempunyai kemampuan mengingat yang

baik. Rangkaian seperti ini disebut rangkaian logika sekuensial.

Sebagai rangkaian dasar yang dapat dipakai untuk membuat rangkaian logika

sekuensial adalah rangkaian Flip-Flop atau disebut juga Bistabil Multivibrator.

Rangkaian Flip-Flop pada dasarnya mempunyai dua keadaan stabil sebelum ada pulsa

pada inputnya.

VI.I.1. D Flip-Flop

Flip-flop D terdiri dari tiga input yaitu D, input clock, input clear. Flip-flop D juga

terdapat dua output, yaitu output Q dan output Q . Lambang Flip-flop D dan tabel

kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 6.1(b) dan Tabel 6.1 pada halaman

selanjutnya.

(a) Flip-flop D dibangun dengan Gerbang NAND

43

Page 44: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

CLRCLK

D Q

Q

(b) D Flip-flop

Gambar 6.1 Simbol dan rangkaian Digital D flip flop

Tabel 6.1 Tabel kebenaran D Flip-flop

Clr Clk D Q Q Keterangan

X X X 0 1 Q=0

0

1 1 0 Q = D

1

0 0 1 Q = D

Pada tabel kebenaran terlihat bahwa apabila masukkan clock tidak diberi sinyal

clock maka akan terjadi perubahan pada keluaran Q. Bila Flip-flop D tersebut diberi

sinyal clock maka masukkan Q akan sama dengan masukkan D atau dengan kata lain

masukkan D dapat disimpan dan ditampilkan pada keluaran Q nya. Rangkaian D flip-

flop adalah sebagai dasar dari rangkaian register.

VI.I.2. JK Flip-flop JK Flip-flop terdiri dari tiga input yaitu input J input K, input clock, input clear dan

dua output, yaitu output Q dan output Q. Lambang JK Flip-flop dapat dilihat pada

gambar berikut

JK Flip-flop terdiri dari empat input yaitu input J, input K, input clock, dan input

clear. JK Flip-flop juga terdapat dua output yaitu output Q dan output Q . Lambang JK

Flip-flop dan tabel kebenarannya dapat dilihat pada Gambar 6.2 dibawah ini dan Tabel

6.2 halaman selanjutnya.

44

Page 45: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

(a) JK Flip-flop dibangun dengan Gerbang logika

(b) JK Flip-flop

Gambar 6.2 Simbol dan rangkaian Digital JK flip flop

Sifat dan Karakteristik JK Flip-Flop dapat dijelaskan pada tabel kebenaran berikut

Tabel 6.2 Tabel kebenaran JK Flip-flop

Clr Clk J K Q Q Keterangan

X X X X 0 1 Q = 0

1

1 0 1 0 J ≠ K maka Q = j

1

0 1 0 1 J ≠ K maka Q = j

1

1 1 1 0 Toggle

1

1 1 0 1 Toggle

1

0 0 0 1 Memory

1

0 0 0 1 Memory

45

Page 46: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

46

Pada tabel kebenaran diatas terlihat bahwa keluaran Q JK Flip-flop tergantung dari

pemeberian sinyal clock. Bila masukkan clock diberi masukkan perubahan kondisi

sinyal dari tinggi ke rendah (sinyal clock), maka output Q akan berubah. Perubahan Q

tergantung dari perubahan pada masukkan J dan K. Pada saat masukkan J

berlawanan dengan masukkan K maka keluaran Q akan sama dengan masukkan J jika

diberi masukkan sinyal clock. Pada saat masukkan J dan K adalah tinggi maka

keluaran Q sesudah datang sinyal clock akan berkebalikkan dari keluaran Q sebelum

(toggle). Pada saat masukkan J dan K adalah rendah maka keluaran Q sesudah

datang sinyal clock akan sama dari keluaran Q sebelum (memory). Masukkan J,

masukkan K dan masukkan clock akan berfungsi selama masukkan clear adalah tinggi.

Apabila masukkan clear rendah maka apapun masukkan J, masukkan K dan masukkan

clock mengakibatkan keluaran Q adalah rendah.

Page 47: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

VI.2 PENCACAH (COUNTER)

Pencacah merupakan suatu rangkaian logika yang berfungsi untuk mencacah

jumlah pulsa pada bagian input dan keluaran berupa digit biner, dengan saluran

tersendiri untuk pangkat dua 20, 21, 22 dan seterusnya. Pencacah terdiri dari flip-flop

yang diserikan dimana keadaan arus keluarannya ditahan sampai ada clock. Adapun

rangkaian dasar dari sebuah pencacah adalah seperti terlihat pada Gambar 7.1 berikut.

J

K

Q

QCLR

CLK

J

K

Q

QCLR

CLK

J

K

Q

QCLR

CLK

J

K

Q

QCLR

CLK

5 V

Q A Q B Q C Q DKeluaran biner

masukkan pulsa

masukkan clear

Gambar 6.3 Rangkaian pencacah

Pada rangkaian pencacah menggunakan beberapa buah JK Flip-flop . Dimana

rangkaian pencacah tersebut merupakan sebuah counter 4 bit yang dapat menghitung

dari 0000 sampai dengan 1111 atau dari 0 sampai 15 dalam desimal. Hasil perhiutngan

counter ditampilkan pada output QA, QB, QC, dan QD dimana QA adalah keluaran biner

dengan bobot terkecil atau disebut dengan LSB (Least Significant Bit) dan QD adalah

keluaran biner dengan bobot terbesar atau disebut MSB (Most Significant Bit). Pada

rangkaian masing-masing JK Flip-flop mengubah output Q menjadi kebalikkan dari

keluaran awal pada saat pulsa masukkan berubah dari kondisi tinggi ke rendah ( sinyal

clock ). Bentuk masukkan pulsa dan keluarannya dapat dilihat pada Gambar 7.2

berikut.

QA

QB

QC

QD

masukkanpulsa

0

5 V

0

5 V

0

5 V

0

5 V

0

5 V

Gambar 6.4 Masukkan pulsa dan keluaran biner counter. 47

Page 48: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Oleh karena penggunaan counter sangat luas maka rangkaian counter dibuat

dalam bentuk IC (Integrated Circuit) yang salah satu diantaranya adalah jenis IC CMOS

4029 yang memiliki beberapa kemampuan yang lebih kompleks, yang diantaranya

adalah dapat menghitung maju atau mundur, dapat memberikan nilai awal pada

perhitungan pulsa, dapat memberikan pulsa keluaran untuk tiap satu siklus perhitungan

pulsa dan kemapuan-kemampuan lain yang menjadikan IC counter tersebut lebih

fleksibel dalam penggunaanya. Bentuk IC disertai dengan fungsi-fungsi pinout dapat

dilihat pada Gambar 7.3 berikut.

16 15 14 13 12 11 10 9+V CLK QC DC DB QB U/D B/D

1 2 3 4 5 6 7 8

PR QD DD DA Ci QA Co GND

IC 4029

Gambar 6.5 IC 4029 dan pinout

Fungsi dan karakteristik tiap pinout sebagai berikut :

1. Input Clock (CLK) berfungsi sebagai masukan pulsa (pin 15)

2. Output Biner QA, QB, QC, dan QD berfungsi sebagai tampilan hasil perhitungan

pulsa berupa kode-kode biner (pin 6, 11,14 dan 2).

3. Up/Down (U/D) berfungsi sebagai masukan untuk pengontrolan perhitungan

maju dengan diberi masukan tinggi atau perhitungan mundur dengan diberi

masukan rendah (pin 10).

4. Binery / Decade (B/D) befungsi sebagai masukan untuk pengontrolan counter

pada perhitungan binery yaitu dari 0000(0) sampai 1111(15) dengan diberi

masukan tinggi atau perhitungan decade yaitu dari 0000(0) sampai 1001(9)

dengan diberi masukan rendah (pin9).

5. Carry in (Ci) berfungsi sebagai masukan untuk pengontrolan penghentian

perhitungan pulsa dengan diberi masukan tinggi (pin 5).

6. Carry out (Co) berfungsi untuk memberikan keluaran rendah untuk tiap akhir

siklus perhitungan pulsa (pin 7).

7. Preset (PR) berfungsi sebagai masukan untuk menjadikan keluaran counter

sama dengan data masukannya yaitu DA, DB, DC, dan DD (pin 4, 12, 13 dan 3)

dengan diberi masukan tinggi (pin 1).

8. Ground (GND) dan catuan positif (+V) berfungsi sebagai masukan catuan bagi

counter (pin 8 dan 16). 48

Page 49: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

VI.3 REGISTER

Register merupakan blok logika yang sangat penting dalam kebanyakan sistem

digital. Register sering digunakan untuk menyimpan sementara informasi biner yang

muncul pada keluaran sebuah matrik pengkodean. Disamping itu, register sering

digunakan untuk menyimpan sementara data biner yang sedang dikodekan. Maka

register membentuk suatu kaitan yang sangat penting antara sistem digital utama dan

kanal-kanal keluaran.

Register yang paling sederhana terdiri dari satu flip-flop saja, yang berarti hanya

dapat menyimpan data terdiri dari suatu bit bilangan biner saja yaitu 0 atau 1 oleh

sebab itu untuk menyimpan data yang terdiri dari empat bit bilangan biner maka

diperlukan empat buah flip-flop.

VI.3.1 Register PIPO (Paralel Input Paralel Output )

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

Q 1 Q 0Q 2Q 3

D 2 D 1 D 0D 3

INPUT

OUTPUT

clockclear

Gambar 6.6 Rangkaian register PIPO

Pada Gambar 8.3 diatas menunjukkan regsiter PIPO karena memiliki input paralel

dan output berupa saluran data paralel dengan panjang n-bit atau dalam contoh ini 4-

bit yang dibangun dari kumpulan flip-flop D. Pada register ini data dimasukkan

kedalamnya secara serempak melalui saluran D3, D2, D1, D0. Demikian pula ketika

register tersebut akan dibaca outputnya, data dikeluarkan secara serempak melalui Q3,

Q2, Q1, Q0. Prinsip penyimpanan data pada register adalah memindahkan data yang

ada pada inputnya ke outputnya. Penyimpanan data pada regsiter paralel dilakukan

dengan cara menempatkan data yang akan disimpan pada input paralel, dan untuk

memindahkan data tersebut ke outputnya dilakukan dengan memberikan sebuah pulsa

49

Page 50: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

clock. Gambar 8.2 halaman selanjutnya menunjukkan ilustrasi cara penyimpanan data

pada register paralel. Pada gambar tersebut dianggap register melakukan

penyimpanan data 1011.

0

0

0

0

0

0

0

0

D3

D2

D1

D0

Q2

Q1

Q0

Q3

CLOCK0

0

1

1

1

1

0

1

1

Saat transfer dataparalel terjadi

Gambar 6.7 Cara penyimpanan data 1011

Mula-mula ditempatkan data pada saluran input register yakni D3, D2, D1, D0 =

1011, dan saat terjadinya tepi turun dari clock data dipindah ke output register sehingga

Q3, Q2, Q1, Q0 = 1011.

VI.3.2 Register SIPO ( Serial Input Paralel Output )

Selain register PIPO (Paralel Input Paralel Output) yang dapat menyimpan data

secara serempak terdapat pula register SIPO (Serial Input Paralel Output) yang

melakukan penyimpanan data secara seri dengan memasukkan data bit demi bit.

Gambar 8.3 menunjukkan rangkaian register 4-bit yang memiliki 1 bit input dan 1 bit

output seri, serta 4 bit output paralel.

50

Page 51: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

CLR

D Q

Q

CLK

Q 1 Q 0Q 2Q 3

outputparalel

inputseri out put

seri

Gambar 6.8 Rangkaian register SIPO 4-bit

51

Page 52: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

52

VI.4 MULTIVIBRATOR

Multivibrator adalah suatu rangkaian yang berfungsi untuk menghasilkan pulsa-

pulsa. Yang dimaksud dengan pulsa disini adalah suatu gelombang yang terdiri dari 1

kondisi rendah dan 1 kondisi tinggi. Pada suatu rangkaian Digital, pulsa-pulsa ini

memiliki peranan yang amat penting untuk mengeksekusi suatu proses atau mengubah

satu kondisi menjadi kondisi berikut dimana pada suatu gelombang pulsa mengandung

suatu proses yang disebut dengan sinyal Clock. Yang dimaksud dengan sinyal Clock

adalah suatu perubahan atau transisi dari kondisi rendah menjadi kodisi tinggi atau juga

sebaliknya dari suatu gelombang pulsa. Sinyal Clock inilah yang memiliki peranan

penting pada suatu rangkaian Digital. Multivibrator inilah yang dijadikan sebagai

rangkaian yang berfungsi untuk menghasilkan sinyal-sinyal clock dari gelombang pulsa

yang dihasilkan.

Secara umum ada dua type rangkaian Multivibrator, yaitu Astabel Multivibrator

atau yang disingkat dengan AMV dan Monostabel Multivibrator atau yang disingkat

dengan MMV. AMV adalah suatu rangkaian Multivbrator yang berfungsi untuk

menghasilkan pulsa-pulsa secara terus menerus dengan frekuesi dan lebar pulsa yang

tetap, sedangkan MMV adalah suatu rangkaian Multivbrator yang berfungsi untuk

menghasilkan hanya 1 pulsa keluaran apabila diberikan satu sinyal trigger kepadanya.

Salah satu IC (Integrated Circuit) yang umum digunakan sebagai rangkaian

Multivibrator adalah type IC 555. Dengan konfigurasi rangkaian RC yang terhubung ke

IC 555 akan dihasilkan suatu rangkaian Multivibrator baik AMV atau MMV. Prinsip kerja

dari rangkaian Multivibrator IC 555 dengan rangkaian RC ekstern adalah dengan

mengubah waktu pengisian atau pengosongan muatan kapasitor menjadi suatu

keluaran logika tinggi atau rendah. Pada waktu pengisian muatan kapasitor akan

dihasilkan keluaran tinggi dan pada waktu pengosongan muatan kapasitor akan

dihasilkan keluaran rendah oleh output IC 555.

VI.4.1 Operasi Astabil Multivibrator

Astabil Multivibrator adalah sebuah rangkaian penghasil frekuensi keluaran

dengan bentuk gelombang pulsa dimana besar frekuensi keluaran ditentukan oleh nilai

dari komponen yaitu nilai dari komponen R (resistor) dan C (kapasitor). Gelombang

pulsa yang dihasilkan akan terus berjalan selama AMV diaktifkan.

Page 53: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

Nilai frekuensi yang akan dihasilkan oleh astabil multivibrator adalah sebesar:

RCFout

76.4=

Gambar 6.9 Rangkaian AMV

VI.4.2 Operasi Monostabil Mulitvibrator (MMV)

Operasi Monostabil Multivibrator Sebuah rangkaian penghasil frekuensi dengan

bentuk gelombang pulsa dimana akan menghasilkam frekuensi apabila diberi input

trigger.

Nilai lebar frekuensi yang dihasilkan oleh Monosatbil Multivibrator adalah sebagai

berikut.

W = 1,1 RC

Rangkaian terintegrasi (IC) AMV dengan IC 555 ditunjukkan seperti Gambar dibawah.

53

Page 54: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

IC555

C

R

1

2

6

7

8

f out

V+

V trigger

Gambar 6.10 Rangkaian MMV dengan IC 555

Adapun rangkaian AMV dan MMV dengan IC 555 diperlihatkan pada gambar

berikut.

3

1

2

6

7

8R A

R B

C

F ou t

+V

IC555

3

1

2

6

7

8R

C

T out

+V

IC555

Trigger negatif

AM V M M V

Gambar 6.11 Rangkaian AMV dan MMV dengan IC 555

54

Page 55: BAB I SISTEM BILANGAN DAN PENGKODEAN I.1. Sistem Bilangan · 2010. 11. 9. · Sistem Bilangan Biner Elektronika digital menggunakan sistem bilangan biner karena hanya mengenal logika

55

DAFTAR PUSTAKA

1. Digital System Design second Edition, Wilkinson, Prentice hall. 2. Digital System Principles and Application fifth edition, Tocci, Prentice Hall.

3. Introduction to Switching Theory and Logical Design, Frederick J. Hill, Jhon

Wiley & Son.