Bab I puskesmas.docx

download Bab I puskesmas.docx

of 5

Transcript of Bab I puskesmas.docx

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang MasalahPeningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global. Hal ini didorong karena semakin besarnya tuntutan terhadap organisasi pelayanan kesehatan untuk mampu memberikan pelayanan kesehatan secara prima terhadap konsumen. Mutu pelayanan kesehatan itu sendiri menurut WHO 1988 adalah penampilan yang sesuai yang berhubungan dengan standar-standar dari suatu intervensi yang diketahui dapat memberikan hasil kepada masyarakat tersebut dan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan dampak pada kematian, kesakitan, ketidakmampuan dan kekurangan gizi.Kesehatan merupakan masalah yang penting dalam sebuah keluarga, terutama yang berhubungan dengan bayi dan anak. Mereka merupakan harta yang paling berharga sebagai titipan Tuhan Yang Maha Esa, juga dikarenakan kondisinya yang mudah sekali terkena penyakit. Oleh karena itu bayi dan anak merupakan prioritas utama, yang harus dijaga kesehatannya (Wijaya, 2005).Salah satu strategi pembagunan kesehatan Nasional untuk mewujudkan Indonesia sehat 2010 adalah menerapkan Pembangunan Nasional berwawasan kesehatan yang berarti setiap upaya program pembangunan harus mempunyai kontribusi positif terhadap terbentuknya lingkungan sehat dan prilaku yang sehat. Sebagai acuan pembangunan kesehatan mengacu kepada konsep paradigma sehat yaitu pembangunan kesehatan yang memberikan prioritas yang utama pada pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif secara menyeluruh terpadu dan berkesinambungan (Depkes, 2005).Upaya yang dilakukan untuk menurunkan angka kesakitan, kematian, kecacatan, dari penyakit menular dan penyakit tidak menular termasuk penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi adalah dengan meningkatkan kesadaran bahwa betapa pentingnya kesehatan. Pemerintah telah merencanakan kegiatan imunisasi dari tahun 1956, yang dimulai di Pulau Jawa dengan vaksin cacar. Padatahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar, selanjutnya mulai di kembangkan vaksinasi antara cacar dan BCG. Pelaksanaan vaksin ini ditetapkan secara nasional pada tahun 1973. Bulan April 1974 Indonesia resmi dinyatakan bebas cacar oleh WHO. Tahun 1977 ditentukan sebagai fase persiapan Pengembangan Program Imunisasi ( PPI ) dalam rangka pencegahan / penularan terhadap Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) yaitu Tuberkulusis, Difteri, Pertusis, Campak, Polio serta Hepatitis B ( Dep. Kes. 2005).Imunisasi atau kekebalan tubuh terhadap ancaman penyakit adalah tujuan utama dari pemberian vaksinasi. Pada hakekatnya kekebalan tubuh dapat dimiliki secara pasif maupun aktif. Keduanya dapat diperoleh secara alami maupun buatan (Ranuh, 2008). Oleh karena itu perlu dilakukannya imunisasi sebagai upaya pencegahan terhadap serangan penyakit yang berpengaruh terhadap status gizi anak Imunisasi telah terbukti sebagai salah satu upaya kesehatan masyarakat yang sangat penting. Program imunisasi telah menunjukkan keberhasilan yang luar biasa dan merupakan usaha yang sangat hemat biaya dalam mencegah penyakit menular (Depkes RI, 2003) Imunisasi juga telah berhasil menyelamatkan begitu banyak kehidupan dibandingkan dengan upaya kesehatan masyarakat lainnya.Program ini merupakan intervensi kesehatan yang paling efektif, yang berhasil meningkatkan angka harapan hidup (Ranuh, 2001). Sejak penetapan the Expanded Program on Immunisation (EPI) oleh WHO, cakupan imunisasi dasar anak meningkat dari 5% hingga mendekati 80% di seluruh dunia. Sekurang-kurangnya ada 2,7 juta kematian akibat campak, tetanus neonatorum dan pertusis serta 200.000 kelumpuhan akibat polio yang dapat dicegah setiap tahunnya. Vaksinasi terhadap 7 penyakit telah direkomendasikan EPI sebagai imunisasi rutin di negara berkembang: BCG, DPT, Polio, Campak dan Hepatitis B. Banyak anggapan salah tentang imunisasi yang berkembang dalam masyarakat. Banyak pula orang tua dan kalangan praktisi tertentu khawatir terhadap risiko dari beberapa vaksin. Adapula media yang masih mempertanyakan manfaat imunisasi serta membesar-besarkan risiko beberapa vaksin. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2007, menunjukkan prevalensi beberapa penyakit pada balita angkanya masih cukup tinggi. Diantaranya infeksi saluran napas akut (ISPA), angka kejadiannya lebih dari 35 %, sedangkan pneumonia lebih dari 3 %. Prevalensi Hib adalah 33 per 100.000 anak sebelum mencapai usia 5 tahun. Dilaporkan ada sekitar 220.000 Hib meningitis per tahun. Sebanyak 20 %, 44.000 meninggal dan 30 % permanent sequelae (keabnormalan akibat suatu penyakit) (Riskesdas, 2007).Kondisi seperti ini sudah dicanangkan melalui WHO potition paper dan rekomendasi Indonesian TAGI (Technical Advisory Group for Immunization). Namun, agar tidak menambah jumlah suntikan yang diberikan, antigen Hib digabung dengan vaksin DTP/HB yang sudah digunakan dalam program imunisasi nasional sejak tahun 2004. Vaksin ini terdiri atas lima macam antigen, yaitu difteri, tetanus, pertusis, hepatitis B (HB) dan Hib (Haemophylus Influenzae Type B). Vaksin pentavalent berupa cairan dan diberikan dalam bentuk suntikan intramuskuler. Vaksin pentavalent diperuntukkan bagi bayi berusia dua bulan dan diberikan tiga dosis sehingga bayi hanya disuntik tiga kali dengan interval waktu minimal satu bulan. Sebelum disatukan, vaksin DPT, Hib, dan hepatitis B, masing-masing diberikan empat kali sehingga bayi menerima suntikan 12 kali.Data mutakhir dari Direktorat Surveilans Epidemiologi, Imunisasi, dan Kesehatan Matra, Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Indonesia, menunjukkan angka cakupan imunisasi di tahun 2010 adalah campak 89,5%, DTP-3 90,4%, polio-4 87,4%, dan hepatitis B-3 mencapai 91%. Dari data yang ada, terlihat angka cakupan imunisasi dasar di Indonesia sudah cukup tinggi, namun pada beberapa daerah masih ditemukan angka cakupan di bawah standar nasional (Depkes RI, 2011).

B. Rumusan MasalahBerdasarkan uraian di atas maka dalam laporan ini kami kelompok kepaniteraan klinik Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Semarang menyimpulkan rumusan masalah sebagai berikut: Bagaimana tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan imunisai di Puskesmas Kedungmundu, Semarang dengan kepatuhan petugas terhadap SOP imunisasi.

C. Tujuan Penelitian1. Tujuan UmumMahasiswa mampu memahami mutu dan kepuasan pelanggan terhadap pelayanan imunisasi di Puskesmas Kedungmundu Semarang.2. Tujuan Khususa. Mahasiswa mampu mengidentifikasi tingkat kepatuhan petugas terhadap SOP pelayanan imunisasi di Puskesmas Kedungmundu Semarang.b. Mahasiswa mampu memprioritaskan masalah mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap imunisasi di Puskesmas Kedungmundu.c. Mahasiswa mampu menganalisis penyebab masalah dari prioritas masalah yang ditemukan dalam manajemen mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.d. Mahasiswa mampu menentukan alternatif pemecahan masalah yang terpilih dalam manajemen mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.e. Mahasiswa mampu menyususn rencana kegiatan dari pemecahan masalah yang terpilih dalam manajemen mutu pelayanan dan kepuasan pelanggan terhadap imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.

D. Manfaat Penelitian1. Mahasiswaa. Mahasiswa mampu mengetahui mutu pelayanan imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.b. Mahasiswa mampu mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap pelayanan imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.2. Institusi TerkaitSebagai informasi dan acuan untuk mempertahankan serta meningkatkan mutu pelayanan imunisasi di Puskesmas Kedungmundu, Semarang.3. Masyarakat Menambah pengetahuan mengenai manfaat imunisasi.