BAB I proposal

11
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat yang berkeadilan dan berkemakmuran melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan bangsa, dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut tidak terlepas oleh adanya peran serta masyarakat dalam memajukan ekonomi negara. Hal terebut dapat terlihat dari banyaknya setiap lapisan masyarakat yang memiliki pekerjaan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dengan kekayaan alam Indonesia yang melimpah, Penduduk Indonesia memanfaatkan komoditas perkebunan dan pertanian untuk mengembangkan usahanya sendiri, sehingga terbentuklah Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). BPS (Badan Pusat Statistik) menjelaskan bahwa jumlah penduduk Indonesia yang berusaha sendiri, selanjutnya disebut wirausaha, mulai tahun 2010-2012 mengalami

description

Proposal apa saja yg penting bisa download

Transcript of BAB I proposal

Page 1: BAB I proposal

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat yang

berkeadilan dan berkemakmuran melalui peningkatan taraf hidup, kecerdasan bangsa,

dan kesejahteraan seluruh rakyat. Dalam pelaksanaan pembangunan nasional tersebut

tidak terlepas oleh adanya peran serta masyarakat dalam memajukan ekonomi negara.

Hal terebut dapat terlihat dari banyaknya setiap lapisan masyarakat yang memiliki

pekerjaan untuk meningkatkan taraf hidupnya. Dengan kekayaan alam Indonesia

yang melimpah, Penduduk Indonesia memanfaatkan komoditas perkebunan dan

pertanian untuk mengembangkan usahanya sendiri, sehingga terbentuklah Usaha

Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

BPS (Badan Pusat Statistik) menjelaskan bahwa jumlah penduduk Indonesia

yang berusaha sendiri, selanjutnya disebut wirausaha, mulai tahun 2010-2012

mengalami fluktuatif kenaikan dan penurunan. Dibandingkan dengan status pekerjaan

yang lain, Status pekerjaan wirausaha menduduki peringkat ketiga dibawah status

pekerjaan dan buruh tidak tetap. Hal tersebut mengindikasikan pekerjaan wirausaha

dengan UMKM sebagai sektor lapangan pekerjaan tetap menjadi pilihan utama

penduduk Indonesia dalam meningkatkan taraf hidupnya.

Berdasarkan data P2 Humas Ditjen Pajak, saat ini jumlah UKM di Indonesia

mencapai 50 juta. Namun, jumlah seluruh wajib pajak  yang terdiri dari wajib pajak

orang pribadi dan wajib pajak badan (UKM dan usaha besar) baru mencapai 20 juta.

Page 2: BAB I proposal

Artinya, mayoritas UKM yang ada, belum terdaftar sebagai wajib pajak dan belum

membayar pajak.

Padahal, tanggung jawab atas kewajiban pelaksanaan pemungutan pajak

penghasilan berada pada seluruh Wajib Pajak, sedangkan pemerintah sebagai aparatur

berkewajiban memberikan pembinaan, pelayanan, dan pengawasan terhadap seluruh

pemenuhan kewajiban perpajakan kepada Wajib Pajak. Hal tersebut sesuai dengan

fungsi pajak sebagai budgetair dan regulerend. Haula Rosdiana dan Rasin Tarigan

(2005 : 40), mengatakan bahwa fungsi budgetair atau fungsi penerimaan bagi pajak

adalah untuk mengisi kas negara. Oleh karena itu, suatu pemungutan pajak yang baik

sudah seharusnya memenuhi asas revenue productivity. Selain fungsi budgetair, pajak

juga digunakan oleh pemerintah sebagai instrumen untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah. Pajak, seperti custom duties/tariff (bea

masuk), digunakan untuk mendorong atau melindungi (memproteksi) produksi dalam

negeri, khususnya untuk melindungi infant industry dan atau industri-industri yang

dinilai strategis oleh pemerintah. Selain itu, pajak juga dapat digunakan justru untuk

menghambat atau mendistorsi suatu kegiatan perdagangan.

Adanya Undang-undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan,

membawa paradigma baru dalam pemungutan pajak penghasilan, dimana setiap

Wajib Pajak, baik orang pribadi maupun badan diwajibkan untuk menyetor beberapa

bagian laba usahanya sebagai pajak penghasilan. Dengan kata lain, Wajib Pajak

diberikan hak untuk menghitung dan menyetorkan sendiri pajak terutangnya kepada

fiscus. Dalam menghadapi keberagaman penghasilan bruto Wajib Pajak, Dirjen Pajak

mengeluarkan Keputusan DJP yang membawahi Undang-undang Nomor 36 Tahun

2008 tersebut.

Page 3: BAB I proposal

Dalam Keputusan Dirjen Pajak Nomor 536 Tahun 2000 tentang Norma

Penghitungan Penghasilan Netto, disebutkan bahwa Wajib Pajak yang boleh

menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Netto adalah Wajib Pajak Orang

Pribadi yang memiliki peredaran bruto kurang dari Rp4.800.000.000 per tahun.

Selanjutnya, peredaran bruto tersebut dikalikan dengan presentase norma. Presentase

norma tersebut dibagi menurut wilayahnya, terdiri dari 10 (sepuluh) ibukota propinsi,

yaitu Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Depansar, Manado,

Makasar, dan Pontianak. Selain itu, juga dibagi atas Ibukota propinsi lainnya dan

daerah lainnya.

Oleh karena terbagi atas tiga wilayah bagian tersebut, maka presentase norma

antara satu wilayah dengan wilayah lainnya juga mengalami perbedaan. Hal tersebut

mengakibatkan perbedaan jumlah pajak terutangnya.

Penerimaan pajak dari UMKM masih relatif kecil karena pemungutan pajak

tersebut masih baru, yakni mulai 1 Juli 2013. Seperti dikutip dari Bandung Bisnis

tanggal 3 November 2013, Kabag Umum Kantor Wilayah DJP Jatim III Endang

Retnowati menyatakan bahwa banyak cara dilakukan untuk mensosialisasikan PP46,

salah satunya dalam acara jalan sehat, yakni bayar pajak 1% dari omzet untuk pajak

usaha mikro, kecil, dan menengah. Sosialisasi diperlukan karena pengetahuan

masyarakat tentang manfaat dan kewajiban perpajakan masih rendah. Selain itu,

masih banyak masyarakat yang belum memahami Peraturan PP No. 46 Tahun 2013.

Menanggapi norma penghitungan penghasilan netto tersebut, maka

dikeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan

atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang

Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Peraturan Pemerintah tersebut diterbitkan pada

12 Juni 2013, kemudian berlaku efektif pada 1 Juli 2013. Besarnya tarif pajak

Page 4: BAB I proposal

penghasilan yang dikenakan adalah pajak final sebesar 1%. Tarif pajak tersebut

dikenakan terhadap penghasilan bruto dari usaha dalam 1 (satu) tahun dari Tahun

Pajak terakhir sebelum Tahun Pajak yang bersangkutan.

Sudut pandang pemerintah terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013 adalah bahwa alasan pemberlakuan peraturan ini adalah karena minimnya

kontribusi pajak dari sektor UMKM dalam rangka memenuhi penerimaan dalam

negeri. (Banjarmasin Post tanggal 9 Juli 2013).

Sedangkan, dari sudut pandang pelaku UMKM, para pelaku UKM yang akan

terkena PP 46 Tahun 2013 ini merasa bahwa aturan ini akan menambah beban mereka

di tengah kondisi perekonomian yang semakin sulit, apalagi ditambah dengan beban

produksi yang harus dinaikkan karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)

beberapa waktu yang lalu. Ditambahkan pula alasan penolakan mereka karena

pemberlakuan PP 46 Tahun 2013 tanpa sosialisasi terlebih dahulu. Hal tersebut seperti

dikutip dalam Banjarmasin Post tanggal 9 Juli 2013 :

“Para pelaku UKM yang keberatan dengan peraturan ini adalah pelaku UKM yang belum terdaftar sebagai wajib pajak dan belumpernah membayar pajak penghasilan. Sebab, untuk pelaku UKM yang sudah terdaftar dan rutin membayar pajak, hadirnya peraturan pemerintah ini justru memudahkan mereka dalam menghitung, membayar, dan melaporkan kewajiban perpajakannya.”

Perolehan pendapatan daerah Kota Surabaya dari sektor pajak penghasilan

UMKM ini memiliki potensi tinggi, karena tidak sedikit UMKM yang beroperasi di

Kota Surabaya saat ini. Selain itu dalam pemungutan pajak penghasilan UMKM

seharusnya tidak sulit karena sudah ditunjang oleh teknologi dan sistem informasi

yang baik. Seharusnya pencapaian perolehan pemungutan sektor ini dapat terpenuhi.

Sunarto (2010:180), dalam tesis yang berjudul Evaluasi Kinerja Kantor-kantor

Pelayanan Pajak Pratama di Pulau Jawa: Penerapan Data Envelopment Anaylisi

Page 5: BAB I proposal

(DEA), memaparkan 10 (sepuluh) KPP Pratama Kota Surabaya dengan jumlah Wajib

Pajak terbanyak.

KPP PratamaJumlahWP OP

JumlahWP Badan

Total

KPP Pratama Surabaya Sukomanunggal

22.889 5.202 28.091

KPP Pratama Surabaya Krembangan

4.657 2.536 7.013

KPP Pratama Surabaya Genteng

4.809 2.438 7.247

KPP Pratama Surabaya Gubeng

26.161 8.450 34.611

KPP Pratama Surabaya Tegalsari

4.320 2.252 6.572

KPP Pratama Surabaya Wonocolo

18.358 7.813 26.171

KPP Pratama Surabaya Rungkut

13.892 4.551 18.443

KPP Pratama Surabaya Pabean Cantikan

3.123 4.893 8.016

KPP Pratama Surabaya Gubeng

8.747 1.886 10.633

KPP Pratama Surabaya Sawahan

12.736 4.916 16.932

Sumber :Sunarto (2010: 180)

Tabel 1.1 Jumlah Wajib Pajak pada 10 Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

Pratama Surabaya dengan Jumlah Wajib Pajak Terbanyak

Tabel 1.1 menunjukkan bahwa KPP Pratama Surabaya Gubeng memiliki

Wajib Pajak terdaftar terbesar di Kota Surabaya. Hal tersebut tidak mengejutkan,

mengingat bahwa Kecamatan Gubeng merupakan salah satu kecamatan yang berada

di pusat Kota Surabaya. Banyak terdapat sentra bisnis besar, maupun sektor UMKM

yang bergerak di sana. Selain itu, Kecamatan Gubeng juga berbatasan langsung

dengan pusat pemerintahan Kota Surabaya, yaitu Kecamatan Genteng. Oleh karena

itu, penulis ingin mengetahui efektivitas penerapan Peraturan Pemerintah No. 46

Tahun 2013 pada Kecamatan Gubeng.

Page 6: BAB I proposal

Adanya perbedaan pendapat terhadap pemberlakuan PP 46 Tahin 2013

merupakan salah satu motifasi penelitian yang dikembangkan oleh peneliti. Namun,

motifasi utama dalam penelitian ini adalah adanya fenomena yang dihasilkan dari

penelitian terdahulu oleh I Gede Putu Dinatmika. Beliau memaparkan dalam

jurnalnya yang berjudul Penerapan Akuntansi Pajak Atas PP No. 46 Tahun 2013

tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran

Bruto Tertentu, bahwa pengusaha di Kabupaten Badung, Bali telah banyak yang

menerapkan PPh 1% sesuai dengan ketentuan PP 46 Tahun 2013. Hal tersebut

didasari alasan dari segi perhitungan menunjukkan bahwa sebenarnya kebijakan PP

46 Tahun 2013 menguntungkan wajib pajak yang tergolong usaha mikro dan

menengah. Hasil analisis I Gede Putu Dinatmika menunjukkan wajib pajak bisa

menghemat aliran kas sebesar 50% mereka dengan menerapkan PP 46 Tahun 2013

dan bisa digunakan untuk meningkatkan volume penjualan.

Atas dasar latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian dengan

mengambil topik “Evaluasi Penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013 Tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Usaha Mikro Kecil Dan

Menengah Di Kecamatan Gubeng Kota Surabaya”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan permasalahan

sebagai berikut :

“Bagaimanakah penerapan pajak penghasilan untuk UMKM di Kecamatan

Gubeng Kota Surabaya sesudah pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 46

Tahun 2013?”

Page 7: BAB I proposal

1.3.Tujuan Penelitian

Mengacu pada rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut :

“Mengetahui penerapan pajak penghasilan untuk UMKM di Kecamatan Gubeng

Kota Surabaya sesudah pemberlakukan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun

2013”.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Bagi Dinas Pendapatan Kota Surabaya

Diharapkan hasil penelitian nantinya adalah tersedianya data dan informasi

mengenai penerimaan pajak penghasilan UMKM setelah adanya pemberlakuan

Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013, serta mengetahui faktor-faktor yang

menjadi penghambat dalam pemungutannya.

2. Bagi Universitas

Diharapkan hasil penelitian nantinya dapat dijadikan sebagai bahan referensi dan

dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan bagi penelitian

selanjutnya.

3. Bagi Penulis

Penelitian ini dapat memberikan tambahan wawasan kepada penulis mengenai

pemungutan pajak penghasilan UMKM di Kota Surabaya.