BAB I Pengolahan

26
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara : pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi, sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk. Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi). Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik. Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan paling tahan terhadap pemanasan. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi masyarakat? 2. Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati? 3. Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati?

description

coba

Transcript of BAB I Pengolahan

Page 1: BAB I Pengolahan

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pengawetan makanan/minuman dapat dilakukan dengan berbagai macam cara :

pendinginan/pembekuan, pengeringan, pengasapan, penggaraman, pemanasan (pasteurisasi,

sterilisasi) dan penambahan bahan pengawet kimia. Semua cara tersebut mempunyai tujuan

yang sama, yaitu untuk menhancurkan atau mengahmbat pertumbuhan mikroba pembusuk.

Dalam hal makanan kaleng atau minuman dalam karton, maka cara pengawetan yang

dilakukan adalah dengan proses pemanasan (sterilisasi).

Pengalengan merupakan cara pengawetan bahan pangan dalam wadah yang tertutup rapat

dan disterilkan dengan panas. Cara pengawetan ini merupakan yang paling umum dilakukan

karena bebas dari kebusukan, serta dapat mempertahankan nilai gizi, cita rasa dan daya tarik.

Proses pemanasan kaleng yang dianggap aman adalah yang dapat menjamin bahan makanan

tersebut telah bebas dari karena bakteri tersebut menghasilkan toksin yang mematikan dan

paling tahan terhadap pemanasan.

Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah teknik pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan hewani yang ideal bagi

masyarakat?

2.      Bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati?

3.      Bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan nabati?

Tujuan

1.   Untuk mengetahui bagaiman teknik dan cara pengolahan dan pengawetan bahan nabati dan

hewani yang ideal pada masyarakat

2.   Untuk mengetahui bagaimana cara penyajian produk bahan hewani dan nabati

3.  Untuk mengetahui bagaimana cara pengemasan produk pengawetan bahan hewani dan

nabati

Page 2: BAB I Pengolahan

BAB II

PEMBAHASAN

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang

terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.

Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik

sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan apakah makanan tersebut masih pantas di

konsumsi, secara tepat sulit di laksanakan karena melibatkan factor-faktor nonteknik, sosial

ekonomi, dan budaya suatu bangsa. Idealnya, makanan tersebut harus: bebas polusi pada

setiap tahap produksi dan penanganan makanan, bebas dari perubahan-perubahan kimia dan

fisik, bebas mikroba dan parasit yang dapat menyebabkan penyakit atau pembusukan

(Winarno,1993).

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 menyatakan bahwa kualitas pangan yang

dikonsumsi harus memenuhi beberapa kriteria, di antaranya adalah aman, bergizi, bermutu,

dan dapat terjangkau oleh daya beli masyarakat.

A.Jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan

1.Pendinginan

Pendiginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas suhu pembekuan bahan yaitu -2

sampai +10 0 C. Cara pengawetan dengan suhu rendah lainya yaitu pembekuan. Pembekuan

adalah penyimpanan bahan pangan dalam keadaan beku yaitu pada suhu 12 sampai -24 0 C.

Pembekuan cepat (quick freezing) di lakukan pada suhu -24 sampai -400 C. Pendinginan

biasanya dapat mengawetkan bahan pangan selama beberapa hari atau minggu tergantung

pada macam bahan panganya, sedangkan pembekuan dapat mengawetkan bahan pangan

untuk beberapa bulan atau kadang beberapa tahun. Perbedaan lain antara pendinginan dan

pembekuan adalah dalam hal pengaruhnya terhadap keaktifan mikroorganisme di dalam

bahan pangan. Penggunaan suhu rendah dalam pengawetan pangan tidak dapat membunuh

bakteri, sehingga jika bahan pangan beku misalnya di keluarkan dari penyimpanan dan di

biarkan mencair kembali (thawing), pertumbuhan bakteri pembusuk kemudian berjalan cepat

kembali. Pendinginan dan pembekuan masing-masing juga berbeda pengaruhnya terhadap

rasa, tekstur, nilai gizi, dan sifat-sifat lainya. Beberapa bahan pangan menjadi rusak pada

suhu penyimpangan yang terlalu rendah.

2.Pengeringan

Page 3: BAB I Pengolahan

pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air

dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui

penggunaan energi panas. Biasanya, kandungan air bahan tersebut di kurangi sampai batas

sehingga mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi di dalamya. Keuntungan pengeringan

adalah bahan menjadi lebih awet dan volume bahan menjadi lebih kecil sehingga

mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan juga

menjadi berkurang sehingga memudahkan transpor, dengan demikian di harapkan biaya

produksi menjadi lebih murah. Kecuali itu, banyak bahan-bahan yang hanya dapat di pakai

apabila telah di keringkan, misalnya tembakau, kopi, the, dan biji-bijian. Penyedotan uap air

ini daoat juga di lakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika

pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut, dan uap air yang di ambil berasal

dari semua permukaan bahan tersebut. Factor-faktor yang mempengaruhi pengeringan

terutama adalah luas permukaan benda, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap di udara,

dan waktu pengeringan.

3.Pengemasan

Pengemasan merupakan bagian dari suatu pengolahan makanan yang berfungsi untuk

pengawetan makanan, mencegah kerusakan mekanis, perubahan kadar air. Teknologi

pengemasan perkembangan sangat pesat khususnya pengemas plstik yang dengan drastic

mendesak peranan kayu, karton, gelas dan metal sebagai bahan pembungkus primer.

Berbagai jenis bahan pengepak seperti tetaprak, tetabrik, tetraking merupakan jenis teknologi

baru bagi berbagai jus serta produk cair yang dapat dikemas dalam keadaan qaseptiis steril.

Sterilisasi bahan kemasan biasanya dilakukan dengan pemberian cairan atau uap hydrogen

peroksida dan sinar UV atau radiasi gama.

Jenis generasi baru bahan makanan pengemas ialah lembaran plstik berpori yang

disebut Sspore 2226, sejenis platik yang memilki lubang – lubang . Plastik ini sangat penting

penngunaanya bila dibandingkan dengan plastic yang lama yang harus dibuat lubang dahulu.

Jenis plastic tersebut dapat menggeser pengguanaan daun pisang dan kulit ketupat dalam

proses pembuatan ketupat dan sejenisnya.

4.Pengalengan

Namun, karena dalam pengalengan makanan digunakan sterilisasi komersial (bukan

sterilisasi mutlak), mungkin saja masih terdapat spora atau mikroba lain (terutama yang

bersifat tahan terhadap panas) yang dapat merusak isi apabila kondisinya memungkinkan.

Itulah sebabnya makanan dalam kaleng harus disimpan pada kondisi yang sesuai, segera

setelah proses pengalengan selesai.

Page 4: BAB I Pengolahan

Pengalengan didefinisikan sebagai suatu cara pengawetan bahan pangan yang dipak

secara hermetis (kedap terhadap udara, air, mikroba, dan benda asing lainnya) dalam suatu

wadah, yang kemudian disterilkan secara komersial untuk membunuh semua mikroba

patogen (penyebab penyakit) dan pembusuk. Pengalengan secara hermetis memungkinkan

makanan dapat terhindar dan kebusukan, perubahan kadar air, kerusakan akibat oksidasi, atau

perubahan cita rasa.

5.Penggunaan bahan kimia

Bahan pengawet dari bahan kimia berfungsi membantu mempertahankan bahan

makanan dari serangan makroba pembusuk dan memberikan tambahan rasa sedap, manis,

dan pewarna. Contoh beberapa jenis zat kimia : cuka, asam asetat, fungisida, antioksidan, in-

package desiccant, ethylene absorbent, wax emulsion dan growth regulatory untuk

melindungi buah dan sayuran dari ancaman kerusakan pasca panen untuk

memperpanjangkesegaran masam pemasaran. Nitogen cair sering digunakan untuk

pembekuan secara tepat buah dan sayur sehinnga dipertahankan kesegaran dan rasanya yang

nyaman.

Suatu jenis regenerasi baru growth substance sintesis yang disebut morfaktin telah

ditemuakan dan diaplikasikan untuk mencengah kehilangan berat secara fisiologis pada pasca

panen, kerusakan karena kapang, pemecahan klorofil serta hilangnya kerennyahan buah.

Scott dkk (1982) melaporkan bahwa terjadinya browning, kehilangan berat dan pembusukan

buah leci dapat dikurangi bila buah – buahan tersebut direndam dalam larutan binomial

hangat (0,05%, 520C ) selama 2 menit dan segera di ikuti dengan pemanasan PVC (polivinil

klorida ) dengan ketebalan 0,001 mm.

6.Pemanasan

penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat

berpengaruh pada bahan pangan. Beberapa jenis bahan pangan seperti halnya susu dan kapri

serta daging, sangat peka terhadap susu tinggi karena dapat merusak warna maupun rasanya.

Sebaliknya, komoditi lain misalnya jagung dan kedelai dapat menerima panas yang hebat

karena tanpa banyak mengalami perubahan. Pada umumnya semakin tinggi jumlah panas

yang di berikan semakin banyak mikroba yang mati.

Pada proses pengalengan, pemanasan di tujukan untuk membunuh seluruh mikroba

yang mungkin dapat menyebabkan pembusukan makanan dalam kaleng tersebut, selama

penanganan dan penyimpanan. Pada proses pasteurisasi, pemanasan di tujukan untuk

Page 5: BAB I Pengolahan

memusnahkan sebagian besar mikroba pembusuk, sedangkan sebagian besar mikroba yang

tertinggal dan masih hidup terus di hambat pertumbuhanya dengan penyimpanan pada suhu

rendah atau dengan cara lain misalnya dengan bahan pengawet. Proses pengawetan dapat di

kelompokan menjadi 3 yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada 1000 C dan pemanasan di atas

1000 C.

7.Teknik fermentasi

. fermentasi bukan hanya berfungsi sebagai pengawet sumber makanan, tetapi juga

berkhasiat bagi kesehatan. Salah satumya fermentasi dengan menggunakan bakteri laktat

pada bahan pangan akan menyebabkan nilai pH pangan turun di bawah 5.0 sehingga dapat

menghambat pertumbuhan bakteri fekal yaitu sejenis bakteri yang jika dikonsumsi akan

menyebabkanakan muntah-muntah, diare, atau muntaber.

Bakteri laktat (lactobacillus) merupakan kelompok mikroba dengan habitat dan lingkungan

hidup sangat luas, baik di perairan (air tawar ataupun laut), tanah, lumpur, maupun batuan.

tercatat delapan jenis bakteri laktat, antara lain Lacobacillus acidophilus, L fermentum, L

brevis,dll

Asam laktat yang dihasilkan bakteri dengan nilai pH (keasaman) 3,4-4 cukup untuk

menghambat sejumlah bakteri perusak dan pembusuk bahan makanan dan minuman. Namun,

selama proses fermentasi sejumlah vitamin juga di hasilnhkan khususnya B-12. Bakteri laktat

juga menghasilkan lactobacillin (laktobasilin), yaitu sejenis antibiotika serta senyawa lain

yang berkemampuan menontaktifkan reaksi kimia yang dihasilkan oleh bakteri fekal di dalam

tubuh manusia dan bahkan mematikannya , Senyawa lain dari bakteri laktat adalah NI (not

yet identified atau belum diketahui). NI bekerja menghambat enzim 3-hidroksi 3-metil

glutaril reduktase yang akan mengubah NADH menjadi asam nevalonat dan NAD. Dengan

demikian, rangkaian senyawa lain yang akan membentuk kolesterol dan kanker akan

terhambat.

8.Teknik Iradiasi

Iradiasi adalah  proses aplikasi radiasi energi pada suatu sasaran, seperti pangan. 

Menurut Maha (1985), iradiasi adalah suatu teknik yang digunakan untuk pemakaian energi

radiasi secara sengaja dan terarah.  Sedangkan menurut Winarno et al. (1980), iradiasi adalah

teknik penggunaan energi untuk penyinaran bahan dengan menggunakan sumber iradiasi

buatan.

Jenis iradiasi pangan yang dapat digunakan untuk pengawetan bahan pangan adalah

radiasi elektromagnetik yaitu radiasi yang menghasilkan foton berenergi tinggi sehingga

sanggup menyebabkan terjadinya ionisasi dan eksitasi pada materi yang dilaluinya.  Jenis

Page 6: BAB I Pengolahan

iradiasi ini dinamakan radiasi pengion adalah,radiasi pengion, contoh dan gelombang

elektromagnetik radiasi partikel    Contoh radiasi pengion yang disebut terakhir ini paling

digunakan (Sofyan, 1984; Winarnobanyak et al., 1980).

Dua jenis radiasi pengion yang umum digunakan untuk pengawetan makanan adalah :

sinar gamma yang dipancarkan oleh radio nuklida 60Co (kobalt-60) dan 137Cs (caesium-37)

dan berkas elektron yang terdiri dari partikel-pertikel bermuatan listrik.  Kedua jenis radiasi

pengion ini memiliki pengaruh yang sama terhadap makanan.

Menurut Hermana (1991), dosis radiasi adalah jumlah energi radiasi yang diserap ke dalam

bahan pangan dan merupakan faktor kritis pada iradiasi pangan.  Seringkali untuk tiap jenis

pangan diperlukan dosis khusus untuk memperoleh hasil yang diinginkan.  Kalau jumlah

radiasi yang digunakan kurang dari dosis yang diperlukan, efek yang diinginkan tidak akan

tercapai.  Sebaliknya jika dosis berlebihan, pangan mungkin akan rusak sehingga tidak dapat

diterima konsumen

Keamanan pangan iradiasi merupakan faktor terpenting yang harus diselidiki sebelum

menganjurkan penggunaan proses iradiasi secara luas.  Hal yang membahayakan bagi

konsumen bila molekul tertentu terdapat dalam jumlah banyak pada bahan pangan, berubah

menjadi senyawa yang toksik, mutagenik, ataupun karsinogenik sebagai akibat dari proses

iradiasi.

B.PROSES PENGALENGAN BAHAN PANGAN NABATI

Pada dasarnya, proses pengalengan bahan pangan nabati meliputi tahapan-tahapan

sebagai berikut; sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan, blanching, pengisian,

exhausting, penutupan, processing (sterilisasi), pendinginan dan penyimpanan.

a  Proses sortasi dan pencucian

Dalam tahap proses sortasi dilakukan pemilihan buah yang akan dikaleng-kan yang

bermutu baik, tidak busuk, cukup tua akan tetapi tidak terlalu matang. Buah yang kelewat

matang tidak cocok untuk dikalengkan karena tekstur buah-nya akan semakin lunak, sehingga

menyebabkan tekstur yang hancur setelah pemanasan dalam autoklaf. Setelah bahan disortasi,

bahan kemudian dicuci atau dibersihkan dengan menggunakan air bersih. Hal ini dilakukan

untuk menghilangkan kotoran yang melekat pada bahan sehingga diharapkan akan

menurunkan populasi mikroba, menghilangkan sisa-sisa insektisida, mengurangi atau

menghilangkan bahan-bahan sejenis malam yang melapisi kulit buah-buahan.

·         Proses pengupasan kulit, pembuangan biji dan pemotongan

Page 7: BAB I Pengolahan

Bagian yang akan dikalengkan adalah bagian buah yang lazim dimakan/ dikonsumsi,

yang biasanya berupa daging buah. Oleh karena itu, bagian-bagian yang tidak berguna,

seperti kulit, biji, bongkol, dsb dilakukan pembuangan. Bagian daging buah yang akan

dimakan kemudian dilakukan proses pemotongan, sesuai dengan ukuran yang dikehendaki

dan ukuran kaleng. Pemotongan atau pengecilan ukuran dilakukan dengan untuk

mempermudah pengisian bahan ke dalam kaleng dan menyeragamkan ukuran bahan yang

akan dimasukan. Selain itu, pengecilan ukuran juga bertujuan untuk mempermudah penetrasi

panas. Jika pemotongan dilakukan dengan sembarangan, maka akan mengakibatkan

diskolorisasi, yaitu timbulnya warna yang gelap atau hilangnya warna asli maupun

pemucatan warna.

·        b. Proses blansir

Pemblansiran merupakan cara lain yang dapat digunakan untuk membunuh mikroba

patogen. Blansir adalah suatu cara perlakuan panas pada bahan dengan cara pencelupan ke

dalam air panas atau pemberian uap panas pada suhu sekitar 82-93 derajat Celsius. Waktu

blansir bervariasi antara 1-11 menit tergantung dari macam bahan, ukuran, dan derajat

kematangan. Blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan yang biasanya

dilakukan untuk makanan sebelum dikalengkan, dibekukan, atau dikeringkan. Proses blansir

ini berguna untuk ;

a.       membersihkan jaringan dan mengurangi jumlah mikroba awal

b.      meningkatkan suhu produksi produk atau jaringan

c.       membuang udara yang masih ada di dalam jaringan

d.      menginaktivasi enzim

e.       menghilangkan rasa mentah

f.       mempermudah proses pemotongan (cutting, slicing, dan lain-lain)

g.      mempermudah pengupasan

h.      memberikan warna yang dikehendaki

i.        mempermudah pengaturan produk dalam kaleng.

Enzim dan mikroorganisme sering menimbulkan perubahan-perubahan yang tidak

dikehendaki pada bahan pangan, seperti pencokelatan enzimatis, perubahan flavor, dan

terjadinya pembusukan. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik oksidasi maupun hidrolisis,

serta menurunkan jumlah mikroba pada bahan. Di dalam proses blanching buah dan sayuran,

terdapat dua jenis enzim yang tahan panas yaitu enzim katalase dan peroksidase, kedua enzim

ini memerlukan pemanasan yang lebih tinggi untuk menginaktifkannya dibandingkan enzim-

enzim lain. Apabila tidak ada lagi aktivitas enzim katalase atau peroksidase pada buah dan

Page 8: BAB I Pengolahan

sayuran yang telah diblansir, maka enzim-enzim lain yang tidak diinginkan pun telah

terinaktivasi dengan baik. Lamanya proses blansir dipengaruhi beberapa faktor, seperti

ukuran bahan, suhu, serta medium blansir.

Pencegahan kontaminasi mikroba juga dapat dilakukan dengan penyimpanan bahan

pangan dengan baik. Bahan baku segar seperti sayuran, daging, susu sebaiknya disimpan

dalam lemari pendingin. Proses pemasakan juga dapat membunuh mikroba yang bersifat

patogen.

Proses blansir dapat dilakukan dengan cara mencelup potongan-potongan buah dalam

air mendidih selama 5–10 menit. Lama pencelupan tergantung jenis dan banyak sedikitnya

buah yang akan diolah. Secara umum, proses blansir perlu memperhatikan hal-hal berikut :

a.       Proses blansir harus dilakukan sesuai dengan suhu dan waktu blansir yang telah ditetapkan

b.      Air yang digunakan untuk proses blansir harus diganti secara rutin

c.       Suhu akhir produk setelah blansir harus sudah mencapai suhu yang telah ditetapkan; dan

d.      Produk yang telah diblansir tidak boleh dibiarkan melebihi waktu maksimum yang

diijinkan.

·         Proses pengisian

a.       Pembuatan medium

Medium yang dipergunakan untuk pengalengan ini ada 2 macam, yaitu medium

larutan gula yang dipergunakan untuk pengalengan buah dan cincau. Medium yang

dipergunakan untuk untuk sop sayur adalah kuah sop yang telah dimasak dengan rempah-

rempah.

Medium digunakan dapat berupa sirop, larutan garam, kaldu atau saus tergantung produk

yang akan dikalengkan. Penambahan medium ini dilakukan untuk mempercepat penetrasi

panas dan mengurangi terjadinya korosi kaleng dengan berkurangnya akumulasi udara.

b.      Proses memasukkan potongan buah ke dalam kaleng

Potongan buah yang telah diblansir kemudian dimasukkan ke dalam kaleng.

Penyusunan buah dalam wadah diatur serapi mungkin dan tidak terlalu penuh. Pada saat

pengisian perlu disisakan suatu ruangan yang disebut dengan head space.

c.       Proses pengisian medium

Kemudian dituangkan larutan sirup, larutan garam, kaldu atau saus. Sama halnya

dengan pada saat pengisian buah, pengisian sirop juga tidak dilakukan sampai penuh,

melainkan hanya diisikan hingga setinggi sekitar 1-2 cm dari permukaan kaleng. Perlu

diusahakan bahwa pada saat pengisian larutan tersebut, semua buah dalam kondisi terendam.

·         Proses exhausting

Page 9: BAB I Pengolahan

Kaleng yang telah diisi dengan buah (dan sirop) kemudian dilakukan proses

exhausting. Tujuan exhausting adalah untuk menghilangkan sebagian besar udara dan gas-gas

lain dari dalam kaleng sesaat sebelum dilakukan penutupan kaleng. Exhausting penting

dilakukan untuk memberikan kondisi vakum pada kaleng setelah penutupan, sehingga

(i) mengurangi kemungkinan terjadinya kebocoran kaleng karena tekanan dalam

kaleng yang terlalu tinggi (terutama pada saat pemanasan dalam retort), sebagai akibat

pengembangan produk, dan

(ii) mengurangi kemungkinan terjadinya proses pengkaratan kaleng dan reaksi-reaksi

oksidasi lainnya yang akan menurunkan mutu.

Tingkat kevakuman kaleng setelah ditutup juga dipengaruhi oleh perlakuan blansir, karena

blansir membantu mengeluarkan udara/gas dari dalam jaringan. Exhausting dapat dilakukan

dengan berbagai cara, antara lain dengan cara:

(i) melakukan pengisian produk ke dalam kaleng pada saat produk masih dalam

kondisi panas,

(ii) memanaskan kaleng beserta isinya dengan tutup kaleng masih terbuka, atau

(iii) secara mekanik dilakukan penyedotan udara dengan sistem vakum.

Suhu dalam ruang exhausting adalah 80 – 90oC dan proses berlangsung selama 8-10 menit.

Suhu produk ketika keluar dari exhauster adalah sekitar 60 - 70°C. Pada setiap selang waktu

tertentu dilakukan pengecekan suhu produk yang keluar dari exhauster, apakah suhu produk

yang diinginkan tercapai atau tidak.

·       c.  Proses penutupan kaleng

Setelah proses exhausting kaleng segera ditutup dengan rapat dan her-metis pada suhu

yang relatif masih tinggi. Semakin tinggi suhu penutupan kaleng, maka semakin tinggi pula

tingkat kevakumannya (semakin rendah tekanannya). Proses penutupan kaleng juga

merupakan hal yang sangat penting karena daya awet produk dalam kaleng sangat tergantung

pada kemampuan kaleng (terutama bagian-bagian sambungan dan penutupan) untuk

mengisolasikan produk di dalamnya dengan udara luar. Penutupan yang baik akan mencegah

terjadinya kebocoran yang dapat mengakibatkan kebusukan. Penutupan kaleng yang

dilakukan sedemikian rupa, diharapkan baik udara, air maupun mikroba dari luar tidak dapat

masuk (menembus) ke dalam, sehingga keawetannya dapat dipertahankan.

·       d.  Proses sterilisasi

Setelah proses penutupan kaleng selesai, maka kaleng dimasukkan ke dalam

keranjang yang dipersiapkan untuk proses sterilisasi. Proses sterilisasi dilakukan dalam

autoclave, untuk koktail buah dan cincau digunakan suhu 100°C dengan tekanan 0,8 bar

Page 10: BAB I Pengolahan

selama 30 menit sedangkan untuk sayuran digunakan suhu 115-121°C dengan tekanan 1,05

bar selama 45-60 menit.

Sterilisasi merupakan proses untuk mematikan mikroba. Pada perinsipnya ada dua

jenis sterilisasi yaitu sterilisasi total dan sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial yang

ditetapkan di industri pangan merupakan proses thermal. Karena digunakan uap air panas

atau air digunakan sebagai media pengantar panas, sterilisasi ini termasuk kedalam sterilisasi

basah.sterilisasi komersial harus disertai dengan kondisi tertentu yang mungkin mikroba

masih hidup dan dapat berkembang didalamnya.

Sterilisasi total adalah sterilisasi yang bertujuan untuk membunuh mikroorganisme

sehingga mikroba tidak lagi dapat berkembangbiak didalam suatu wadah/bahan pangan. Pada

sterilisasi total ini jika dilaksanakan maka tidak akan terdapat lagi mikroba-mikroba yang

berbahaya terutama pada Clostidium botilinum (Winarno, 1994). Selain bertujuan untuk

mematikan semua mikroba penyebab kerusakan, proses sterilisasi ini juga bertujuan untuk

memasakkan bahan sehingga bahan mempunyai tekstur, rasa dan kenampakan yang

diinginkan. Bahan dengan keasaman tinggi (acid food) tidak memerlukan suhu sterilisasi

yang terlalu tinggi, untuk itulah pada pengalengan koktail buah dan cincau suhu sterilisasi

yang dipergunakan adalah 100oC dengan tekanan 0,8 bar, pada kondisi asam tersebut,

mikroorganisme pembusuk dapat dimatikan. Berbeda halnya dengan sayuran yang

mempunyai pH > 4,5 atau bahan makanan dengan keasaman rendah (low acid food) yang

dimana sterilisasi pada suhu 100°C tidak akan efektif mematikan semua mikroba. Oleh

karena itu digunakan suhu 121°C dengan tekanan 1,05 bar. Pada suhu dan tekanan tersebut

maka semua mikroorganisme patogen dan pembusuk akan mati. Kondisi proses sterilisasi

sangat tergantung pada berbagai faktor, antara lain :

a.       kondisi produk pangan yang disterilisasikan (nilai pH, jumlah mikroorganisme awal, dan

lain-lain)

b.      jenis dan ketahanan panas mikroorganisme yang ada dalam bahan pangan.

c.       karakteristik pindah panas pada bahan pangan dan wadah (kaleng).

d.      Medium pemanas.

e.       Kondisi penyimpanan setelah sterilisasi

·         e.Proses pendinginan

Setelah proses sterilisasi, kaleng kemudian didinginkan dengan air dingin.

Pendinginan pasca sterilisasi menjadi penting karena timbul perbedaan tekanan yang cukup

besar yang dapat menyebabkan rekontaminasi dari air pendingin ke dalam produk. Untuk itu

perlu dipastikan bahwa air pendingin yang digunakan memenuhi persyaratan mikrobiologis.

Page 11: BAB I Pengolahan

Untuk industri besar, proses pendinginan biasanya dilakukan secara otomatis di dalam retort,

yaitu sesaat setelah katup uap dimatikan maka segera dibuka katup air dingin. Untuk ukuran

kaleng yang besar, maka tekanan udara dalam retort perlu dikendalikan sehingga tidak

menyebabkan terjadinya kaleng-kaleng yang menggelembung dan rusak. Pendinginan

dilakukan secepatnya setelah proses sterilisasi selesai untuk mencegah pertumbuhan kembali

bakteri, terutama bakteri termofilik. Pendinginan dimulai dengan membuka saluran air

pendingin dan menutup keran - keran lainnya.

Air pendingin dapat dialirkan melalui dua saluran, yaitu bagian bawah dan bagian atas

retort. Pemasukan air mula-mula dilakukan secara perlahanlahan agar tidak terjadi

peningkatan tekanan secara drastis. Peningkatan tekanan secara drastis tersebut harus dicegah

karena dapat menyebabkan kaleng menjadi penyok atau rusak pada bagian pinggirnya

disebabkan kaleng tidak mampu menahan kenaikan tekanan tersebut. Air dialirkan dari

bagian bawah dahulu agar secara bertahap dapat meng-kondensasikan sisa uap yang ada dan

baru bagian atas dibuka. Pada saat retort telah penuh dengan air, aliran dapat lebih deras

dialirkan. Selama proses pendinginan berlangsung, perlu dilakukan pengontrolan tekanan

secara terus menerus untuk mencegah terjadinya koleps pada kaleng, yaitu terjadinya penyok

pada kaleng disebabkan tekanan yang terlalu tinggi. Proses pendinginan dinyatakan selesai

bila suhu air dalam retort telah men-capai 38-42°C. Aliran air pendingin kemudian dihentikan

dan air dikeluarkan. Tutup retort dibuka dan keranjang diangkat dari retort.

·       f.  Pengeringan

Setelah kaleng dikeluarkan dari retort, maka kaleng dikeringkan dan dibersihkan,

untuk mencegah korosi atau pengkaratan pada sambungan kaleng. Pengeringan dan

pembersihan kaleng ini perlu dilakukan untuk mencegah rekontaminasi (debu atau mikroba)

yang lebih mudah menempel pada kaleng yang basah.

·       g.  Penyimpanan

Setelah itu disimpan dalam suhu ruang untuk mengetahui daya simpan dan efektifitas

sterilisasi. Pengamatan dilakukan selama 1 minggu dan kaleng disimpan pada suhu 40-50oC.

Jika dalam 1 minggu tersebut ada kaleng yang menggembung, maka proses sterilisasi tidak

berjalan dengan baik dan hal ini ditandai dengan masih adanya aktivitas mikroorganisme.

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui bahwa sebagian besar produk masih dalam

keadaan baik setelah disimpan selama 1 minggu. Meskipun keseluruhan proses pengalengan

bisa dikatakan aseptis, namun tidak menutup kemungkinan untuk terjadinya kerusakan, baik

Page 12: BAB I Pengolahan

karena berlalunya masa simpan (kadaluwarsa) ataupun karena kurang sempurnanya proses

pengalengan. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan kerusakan tersebut, yaitu antara

lain:

·         Pengkaratan tinplate, terutama pada bahan pangan bersifat asam, karena pelepasan

hidrogen.

·         Reaksi kiamia, misalnya reaksi kecoklatan nonezimatis atau pembebasan timah oleh nitrat

dan sebagainya.

·         Penggelembungan karena adanya CO2.

·         Operasi autoklaf yang salah terutama setelah pendinginan.

·         Exhausting yang kurang dan pengisian berlebih akan membawa akibat berlebihnya

tekanan selama pemanasan.

·         Pertumbuhan mikroba sebagai akibat tidak adanya pemanasan atau pemanasan yang

kurang sempurna, pembusukan bahan sebelum diolah, pencemaran sesudah diolah sebagai

hasil lipatan kaleng yang cacat atau pendinginan yang kurang.

·         Fluktuasi tekanan atmosfer.

·         Suhu dan waktu pemanasan yang tidak memadai selama sterilisasi dapat mengakibatkan

tumbuhnya Clostridium botulinum. Clostridium botulinum merupakan bakteri termofilik

(tahan panas) yang dapat hidup dalam kondisi anaerobik (tidak ada oksigen).

C.Proses Pengawetan Bahan Pangan Hewani (ikan Sardens)

Olahan ikan yang satu ini memang kerap kali dijadikan solusi bagi sebagian orang

yang malas memasak ikan segar. Selain, rasanya yang enak dan gurih kemudahan pengolahan

yang ditawarkan membuat sarden semakin akrab saja di kalangan masyarakat. Pengalengan

ikan adalah salah satu teknik pengolahan dengan cara memanaskan ikan dalam wadah kaleng

yang ditutup rapat untuk menonaktifkan enzim, membunuh mikroorganisme, dan mengubah

ikan dalam bentuk mentah menjadi produk yang siap disajikan tetapi memiliki kandungan

nilai gizi yang sedikit menurun karena proses denaturasi protein akibat proses pemanasan bila

dibandingkan dengan ikan segar, namun lebih tinggi bila dibandingkan sumber protein nabati

seperti tahu dan tempe.

Metode pengawetan dengan cara pengalengan ditemukan oleh Nicholas Appert,

seorang ilmuwan Prancis. Pengalengan makanan merupakan suatu cara pengawetan bahan

bahan makanan yang dikemas secara hermetis dan kemudian disterilkan. Pengemasan secara

hermetis dapat diartikan bahwa penutupannya sangat rapat, sehingga tidak dapat ditembus

Page 13: BAB I Pengolahan

oleh udara, air, kerusakan akibat oksidasi, ataupun perubahan cita rasa. Di dalam

pengalengan makanan, bahan pangan dikemas secara hermetis (hermetic) dalam suatu wadah,

baik kaleng, gelas, atau alumunium. 

Pada pengawetan pangan, secara teknis ada beberapa cara yang menggunakan prinsip

mikrobiologis yaitu mengurangi jumlah seminimal mungkin mikroorganisme pembusuk,

mengurangi kontaminasi mikroorganisme, menciptakan suasana lingkungan yang tidak

disukai oleh mikroorganisme dengan cara pemanasan dan radiasi. Pemusnahan

mikroorganisme dengan pemanasan pada pengalengan ikan pada prinsipnya menyebabkan

denaturasi protein, serta menonaktifkan enzim yang membantu proses metabolisme. Penerpan

panas dapat bermacam-macam tergantung dari jenis mikroorganismenya, fase

mikroorganisme, dan kondisi lingkungan spora bakteri. Semakin rendah suhu yang diberikan

semakin banyak waktu yang diperlukan untuk pemanasan. Pada pengalengan, yang perlu

diwaspadai adalah bakteri anaerob seperti Closteridium botullinum yang tahan terhadap suhu

tinggi.

D.TAHAPAN PENGALENGAN IKAN

Pengadaaan Bahan Baku Ikan Segar. Ikan yang akan dijadikan sarden bisanya

didapat dari nelayan ikan, ikan-ikan dijual langsung oleh pemilik perahu atau dikumpulkan

terlebih dahulu oleh pengepul. Ikan yang digunakan sebagai bahan baku umumnya tergolong

ikan pelagis ukuran kecil yang hidup bergerombol seperti ikan Lemuru, ikan Sardin, ikan

Tamban, ikan Balo, dan ikan Layang.

 

Pengguntingan (cutting). Bahan baku ikan segar yang sudah dibeli pabrik akan

langsung diproses. Tahapan pertama disebut dengan pengguntingan (cutting) alat yang

digunakan adalah gunting besi. Ikan digunting pada bagian pre dorsal (dekat dengan kepala)

kebawah kemudian sedikit ditarik untuk mengeluarkan isi perut. Ikan balo diberikan sedikit

perlakuan khusus yaitu sebelum digunting sisik-sisik yang terdapat diseluruh badannya

Page 14: BAB I Pengolahan

dihilangkan terlebih dahulu dengan menggunakan pisau. Dalam tahapan pengguntingan juga

dilakukan sortasi. Bahan baku ikan disortasi dari campuran ikan yang lain dan dari sampah

serta serpihan karang yang ikut terbawa saat proses penangkapan ikan. Ikan yang sudah

digunting ditempatkan dalam keranjang plastik kecil. Setelah keranjang penuh, ikan

dimasukkan dalam mesin rotary untuk dilakukan proses pencucian.

Pengisian (Filling). Ikan yang keluar dari mesin rotary ditampung dalam keranjang

plastik, lalu dibawa ke meja pengisian untuk diisikan kedalam kaleng. Diatas meja pengisian

terdapat pipa air yang digunakan untuk melakukan pencucian ulang sebelum ikan diisikan

kedalam kaleng. Posisi ikan didalam kaleng diatur, misalnya untuk membuat produk kaleng

kecil setelah penghitungan rendemen ditentukan bahwa jumlah ikan yang diisikan kedalam

kaleng adalah 4 ekor ikan. Ikan-ikan tersebut diisikan dalam kaleng dengan posisi 2 buah

pangkal ekor menghadap kebawah dan 2 ekor lagi menghadap keatas. Kaleng yang sudah

diisi ikan diletakkan diatas conveyor yang terus berjalan disamping meja pengisian untuk

masuk tahapan berikutnya.

Pemasakan Awal (Pree Cooking). Dengan bantuan conveyor kaleng yang sudah

terisi ikan masuk kedalam exhaust box yang panjangnya +12 m, di dalam exhaust box ikan

dimasak dengan menggunakan uap panas yang dihasilkan oleh boiler. Suhu yang digunakan

+ 800C, proses pree cooking ini berlangsung selama + 10 menit. Setelah proses pemasakan

selesai produk keluar dari exhaust box dilanjutkan dengan tahapan selanjutnya yaitu penirisan

(decanting). 

Penghampaan (Exhausting). Penghampaan dilakukan dengan menambahkan

medium pengalengan berupa saos cabai atau saos tomat dan minyak sayur (vegetable oil).

Suhu saos dan minyak sayur yang digunakan adalah +80 0C. Pengisian saos dilakukan secara

mekanis dengan menggunakan filler. Pada prinsipnya proses penghampaan ini dapat

dilakukan melalui 2 macam cara, biasanya pabrik berskala kecil exhausting dilakukan dengan

cara melakukan pemanasan pendahuluan terhadap produk, kemudian produk tersebut diisikan

kedalam kaleng dalam keadaan panas dan wadah ditutup, juga dalam keadaan masih panas.

Cara kerjanya adalah menarik oksigen dan gas-gas lain dari dalam kaleng dan kemudian

segera dilakukan penutupan wadah.

Page 15: BAB I Pengolahan

Penutupan Wadah Kaleng (Seaming). Penutupan wadah kaleng dilakukan dengan

menggunakan double seamer machine. Seorang karyawan bertugas mengoprasikan double

seamer machine dan mengisi tutup kaleng kedalam mesin. Kecepatan yang digunakan

bervariasi. Double seamer untuk kemasan kaleng kotak dioprasikan dengan kecepatan

penutupan 84 kaleng permenit (kecepatan maximum 200 kaleng permenit), double seamer

untuk kaleng kecil dioperasikan dengan kecepatan penutupan 375 kaleng permenit (kecepatan

maximum 500 kaleng permenit) sedangkan untuk double seamer kaleng besar dioperasikan

dengan kecepatan 200 kaleng permenit (kecepatan maximum 500 kaleng permenit). Tutup

kaleng yang dipakai adalah tutup kaleng yang sudah terlebih dahulu diberi kode tanggal

kedaluwarsa diruang jet print.

Sterilisasi (Processing). Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan retort. Dalam

satu kali proses sterilisasi dapat mensterilkan 4 keranjang besi produk ikan kalengan atau

setara dengan +6.800 kaleng kecil atau 3.400 kaleng besar. Suhu yang digunakan antara 115

– 117 0C dengan tekanan 0,8 atm, selama 85 menit jika yang disterilisasi adalah kaleng kecil

dan 105 menit untuk kaleng besar. Sterilisasi dilakukan dengan memasukkan keranjang besi

kedalam menggunakan bantuan rel. Sterilisasi dilakukan tidak hanya bertujuan untuk

menghancurkan mikroba pembusuk dan pathogen, tetapi berguna untuk membuat produk

menjadi cukup masak, yaitu dilihat dari penampilan, tekstur dan cita rasanya sesuai dengan

yang diinginkan.

Pendinginan dan Pengepakan. Ikan kalengan yang sudah disterilisasi dikeluarkan

dari dalam retort, kemudian diangkat dengan katrol untuk didinginkan dalam bak

pendinginan bervolume 16.5 m3 yang diisi dengan air yang mengalir. Pendinginan dilakukan

selama 15 menit. Produk setelah didinginkan diistirahatkan terlebih dahulu ditempat

pengistirahatan(Rested area) untuk menunggu giliran pengepakan (packing). Packing diawali

dengan aktivitas pengelapan untuk membersihkan sisa air proses pendinginan, setelah itu

produk dimasukkan kedalam karton. Produk yang kemasannya sudah diberi label (label cat)

bisa langsung di packing, sementara produk yang kemasannya kosong terlebih dahulu diberi

label kertas sesuai dengan keinginan produsen.

Page 16: BAB I Pengolahan

BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Pangan secara umum bersifat mudah rusak (perishable), karena kadar air yang

terkandung di dalamnya sebagai faktor utama penyebab kerusakan pangan itu sendiri.

Semakin tinggi kadar air suatu pangan, akan semakin besar kemungkinan kerusakannya baik

sebagai akibat aktivitas biologis internal (metabolisme) maupun masuknya mikroba perusak.

untuk mengawetkan makanan dapat dilakukan dengan beberapa teknik baik yang

menggunakan teknologi tinggi maupun teknologi sederhana. Caranya pun beragam dengan

berbagai tingkat kesulitan. Namun inti dari pengawetan makanan adalah suatu upaya untuk

menahahn laju pertumbuham mikroorganisme pada makananm

jenis-jenis teknik pengolahan dan pengawetan makanan itu ada 5 :

1.      pendinginan

2.      pengeringan

3.      pengalengan

4.      pengemasan

5.      penggunaan bahan kimia

6.      pemanasan