BAB I Pengenalan n Setting Alat

59
BAB I PENGENALAN DAN SETTING ALAT 1.1 Maksud dan Tujuan Maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktikum pemetaan dan ilmu ukur tanah adalah agar para mahasiswa/mahasiswi mengenal bagian-bagian dari alat yang digunakan beserta fungsinya dan menyetting alat – alat yang digunakan dalam praktikum, sehingga dapat digunakan untuk pengukuran yang akan dilakukan. 1.2 Alat-alat yang digunakan Alat – Alat yang digunakan dalam praktikum ilmu ukur tanah dan pemetaan adalah : a. Theodolit Theodolit adalah sebuah alat optis buatan manusia yang mempunyai fungsi utama untuk mengukur sudut, baik sudut vertical maupun horizontal. Namun, alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur jarak dan beda tinggi. o Komposisi alat a. Unit utama DT 200 series b. Baterai AA c. Plastik penutup alat d. Unting – unting e. Kotak alat 1

Transcript of BAB I Pengenalan n Setting Alat

BAB I

PENGENALAN DAN SETTING ALAT

1.1 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dari pelaksanaan praktikum pemetaan dan ilmu ukur

tanah adalah agar para mahasiswa/mahasiswi mengenal bagian-bagian dari alat

yang digunakan beserta fungsinya dan menyetting alat – alat yang digunakan

dalam praktikum, sehingga dapat digunakan untuk pengukuran yang akan

dilakukan.

1.2 Alat-alat yang digunakan

Alat – Alat yang digunakan dalam praktikum ilmu ukur tanah dan pemetaan

adalah :

a. Theodolit

Theodolit adalah sebuah alat optis buatan manusia yang mempunyai

fungsi utama untuk mengukur sudut, baik sudut vertical maupun

horizontal. Namun, alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur jarak

dan beda tinggi.

o Komposisi alat

a. Unit utama DT 200 series

b. Baterai AA

c. Plastik penutup alat

d. Unting – unting

e. Kotak alat

o Bagian – bagian alat :

1. Sighting Collimator

Berfungsi sebagai alat Bantu bidikan, bisa juga menggunakan

sinar laser yang telah disediakan dengan menekan tombol On atau

Off.

1

2. Objective Lens

Berfungsi untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa

dibaca pada lensa okuler atau pengamat.

3. Instrumental Center Mark (Titik ketiggian theodolith)

Berfungsi sebagai titik pusat ketinggian dimana theodolith

didirikan yang di ukur dari permukaan tanah.

4. Horizontal Motion Clamp (Klem pengunci horizontal)

Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolith ke arah

horizontal.

5. Horizontal Tanget Screw (Skrup penggerak halus horizontal)

Berfungsi untuk menggerakkan theodolit ke arah horizontal

secara halus.

6. Optical Plummet Telescope (Centering Optic)

Berfungsi untuk mengecek kedudukan theodolith, apakah sudah

tepat berada di atas patok atau belum.

7. Display (layar)

Berfungsi sebagai tempat untuk menampilkan pembacaan sudut

vertical maupun sudut horizontal, baik pembacaan sudut biasa

maupun luar biasa.

8. Handgrip (Pegangan)

Tempat untuk memegangatau membawa theodolith.

9. Handgrip Fixing Screw (Sekrup pengencang pegangan)

Sekrup untuk mengencangkan pegangan theodolith atau

handgrip.

10. Telescope Focusing Knob (Pengatur focus teropong)

Berfungsi untuk mengatur focus teropong sehingga objek yang

dibidik dapat terlihat dengan jelas.

11. Battery (baterai)

Sumber tenaga yang dipakai di theodolith.

12. Telescope Eyepiece (Lensa okuler atau pengamat)

2

Berfungsi untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan

benang atas, benang tengah, dan benang bawah (pada rambu

ukur).

13. Vertical Motion Clamp (Klem pengunci vertical)

Berfungsi untuk mengunci perputaran theodolith ke arah vertikal.

14. Vertical Tangent Screw (Sekrup penggerak halus vertikal)

Befungsi untuk menggerakkan theodolith kea rah vertikal secara

halus.

15. Plate level (nivo tabung)

Berfungsi untuk mengetahui apakah theodolith sudah benar –

benar stabil. Dalam hal ini, sumbu I sudah benar – benar vertikal.

16. Operating Keys (Tombol pengoprasi)

Berfungsi untuk mengoperasikan theodolith, seperti menyalakan

theodolith, memunculkan pembacaan sudut vertikal, membaca

sudut biasa, dan luar biasa, dan lain – lain.

17. Circular Level (Nivo kotak)

Berfungsi untuk mengetahui posisi theodolith benar – benar sudah

datar (sumbu I vertikal).

18. Leveling Screw (Sekrup A, B, C)

Berfungsi untuk mengatur nivo kotak dan nivo tabung agar

sumbu I vertikal.

19. Centering Screw

Berfungsi untuk mengatur posisi theodolith agar berada tepat di

atas plat dasar sehingga posisinya stabil.

20. Connector (Penghubung)

21. Kompas

Berfungsi untuk mengatur arah utara bumi yang nantinya akan

dipakai sebagai titik refrensi (0º0'0") pada pengukuran polygon

tertutup.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. 1 dan Gambar 1.2

3

handgrip

handgrip fixing screw

sighting collimator

objective lens Instrument

center mark

horizontal motion

clamp

Optical

plummet

telescope

horizontal

tangent

screw

Display

sekrup

Base

Gambar 1.1 Bagian-Bagian Theodolit (tampak depan)

4

Telescope focusing

knob

Battrey

Telescope

Eyeplace

vertical

motion clamp

plate level

vertical

tangent

screw

Gambar 1.2 Bagian-Bagian Theodolit (Tampak Belakang)

5

b. Waterpass

Water pass adalah sebuah alat optis buatan manusia yang berfungsi untuk

mengukur beda tinggi suatu titik atau suatu daerah

o Bagian – bagian alat :

1. Lensa objektif

Untuk menangkap objek yang dibidik sehingga bisa dibaca

pada lensa okuler.

2. Optical Micrometer alignment index (Kelurusan micrometer

optis indexing)

3. Cermin

Berfungsi untuk memberikan pencahayaan pada nivo kotak.

4. Pembidik

Sebagai alat bantu untuk membidik objek yang akan di amati.

5. Nivo Kotak

Berfungsi untuk mengetahui posisi water pass benar – benar

sudah datar (sumbu I vertikal)

6. Lensa Okuler (pengamat)

Untuk mengamati objek bidik dan mengamati bacaan benang

atas, benang tengah, dan benang bawah (pada rambu ukur).

7. Pelindung Lensa Okuler

Sebagai cover atau pelindung lensa okuler.

8. Sekrup Pengatur Fokus Teropong

Berfungsi untuk mengatur focus teropong sehingga objek yang

dibidik dapat terlihat dengan jelas.

9. Sekrup Penggerak Halus.

Untuk menggerakkan water pass ke arah horizontal secara

halus.

10. Sekrup A, B, C

Untuk mengatur nivo kotak agar sumbu I vertikal.

11. Plat dasar

6

Sebagai tempat dudukan water pass sehingga posisi water pass

stabil.

Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.3

Pembidik

Sekrup pengatur focus teropong Lensa okuler

Lensa objektif

Pelindung

lensa okuler

sekrup penggerak Sekrup

halus horizontal A, B dan C

Gambar 1.3 Bagian-Bagian Waterpass

c. Rambu Ukur

Lihat Gambar 1.4 alat ini digunakan sebagai objek yang dibidik untuk

mendapakan data – data, seperti ketinggian, sudut vertikal, sudut

horizontal, benang atas, benang tengah, dan benang bawah.

7

Gambar 1.4 Rambu Ukur

d. Statif (Tripod)

Lihat Gambar 1.5 alat ini berfungsi tempat mendirikan alat (theodolith

dan waterpass).

Gambar 1.5 Statif (Tripod)

8

e. Meteran

Lihat Gambar 1.6 alat ini digunakan untuk memberi tanda dan mengukur

jarak langsung pada pengukuran penyipat datar dan untuk mengukur

ketinggian alat.

Gambar 1.6 Meteran

f. Unting – Unting

Lihat Gambar 1.7 digunakan untuk menempatkan sumbu I tepat di atas

patok.

Gambar 1.7 Unting-Unting

g. Kompas

Lihat Gambar 1.8 alat ini berfungsi untuk menunjukan arah utara bumi.

Gambar 1.8 Kompas

9

1.3 Jalannya praktikum

Setting Alat

A. Theodolite

1. Menentukan titik tempat theodolit.

2. Mendirikan statif dititik tersebut dan letakan theodolit diatas statif

kemudian kunci (bagian bawah)

3. Lakukan pengecekan apapkah theodolit tetap diatas tiik yang

telah ditentukan menggunakan Optical Plummet Telescope.

4. Mengatur sumbu I dengan cara:

a. Secara pendekatan pengaturan sumbu I dapat dilakukan dengan

perabraeaan nivo kotak, dengan memutar keriga sekrup A,B,C

b. Misalnya nivo mula-mula pada kedudukan I, maka pindahkan ke

kedudukan II dengan memutar sumbu A dan B bersama-sama

dengan perputaran seperti yang ditunjukan anak panah,

kemudian pindahkan nivo tersebut dari kedudukan II ke

kedudukan III dengan memutar sekrup penyetel C saja. Sebagai

cheking putarlah teropong terhadap sumbu I.

c. Lihatlah kedudukan nivo kotak bila masih pada kedudukan III

berarti upaya agar sumbu I mendekati vertical sudah selesai.

Tetapi bila nivo kotak masih berpindah kedudukan maka ulangi

tindakan-tindakan diatas sampai kedudukan seimbang (III) bila

diputar terhadap sumbu I seperti pada Gambar 1.9

10

C

A B

III

II

I

Gambar 1.9 Nivo kotak

d. Selanjutnya dipergunakan nivo tabung

Setimbangkan nivo tabung dengsn langkah awal, nivo tabung

diletakan diantara dua sekrup (misal sekrup A dan B) (kondisi I)

lihat gambar 1.10.kemudian putar salah satu saja dari dua sekrup

tersebut (memutar yang konsisten), bila kiri pakai kiri, bila pakai

kanan pakai kanan. Bila kondisi I nivo tabung sudah diposisi

tengah maka lanjut ke posisi II (memutar sekrup B dan C). jika

gelembung sudah berada ditengah maka lanjut ke kondisi III

dengan memutar sekrup C dan A seperti pada Gambar 1.10

11

III II

I

Gambar 1.10 nivo tabung

5. Pasang kompas di atas theodolith.

6. Nyalakan layer dengan menekan tombol “on”, lalu setting sudut

horizontal dengan menekan tombol “0 set” sebanyak 2 kali

sampai tertera 0º0'0".

7. Tampilkan pembacaan sudut vertikal (Vº/%)

8. Apabila di layar pada pembacaan sudut horizontal muncul huruf

R menunjukkan pembacaan sudut biasa, dan bila ingin diubah

menjadi pembacaan sudut luar biasa tekan tombol [R / L]

9. Ukur tinggi kedudukan alat dengan menggunakan meteran.

10. Pengukuran sudut horizontal dan vertikal menggunakan

theodolith model DT- 200 dilakukan dengan cara:

Sentring alat di titik C dan target di titik A dan B untuk lebih

jelasnya lihat Gambar 1.11.

12

C

BA

Gambar 1.11 Sudut Horizontal

Tekan power ON hingga tampil:

Bidik target A, tekan [0 SET ] :

Bidik target B maka sudut horizontal dan vertikal langsung

ditampilkan di layar:

13

α

V 83o55’53”

HR 133o06’37”

V 83o55’53”

HR 133o06’37”

V 83o55’53”

HR 133o06’37”

11. Setting sudut horizontal kanan/kiri (R/L) :

Tampilan HR di layar berarti bacaan horizontal membesar

jika teropong diputar searah jarum jam dan sebaliknya.

Tampilan HL di layar berarti bacaan horizontal mengecil jika

teropong diputar searah jarum jam dan sebaliknya.

12. Set pembacaan tertentu pada arah horizontal

Gerakkan teropong pada bacaan yang diinginkan

pembacaan tertentu

Tekan tombol ( HOLD )agar jika teropong diputar kearah

yang diinginkan pembacaan horizontal tidak berubah.

Untuk menormalkan kembali bacaan arah horizontal tekan (

HOLD ).

13. Pengukuran kemiringan (V%)

14. Pengukuran jarak (D)

Dengan bantuan pembacaan rambu ukur dan metode stadia

maka jarak alat DT-200 series dengan rambu ukur dapat

diketahui. Untuk lebih jelasnya lihat gambar 1.2

14

V 83o55’53”

HR 133o06’37”

V 83o55’53”

HR 133o06’37”Tekan tombol [V%]

V -30%

HR 133o06’37”

Gambar 1.12 garis bidik

Rumus yang digunakan:

D = 100 . (Ba-Bb) . cos2 H ……………………………………………….…(1.1)

D : jarak alat ke rambu ukur

100 : konstanta alat

Ba : pembacaan benang atas rambu ukur

Bb : pembacaan benang bawah rambu ukur

Z : pembacaan sudut vertikal

H : heling (900 – Z)

B. Waterpass

1. Menentukan titik tempat alat waterpass.

2. Mendirikan statif di titik tersebut dan letakkan waterpass diatasnya

kemudian dikunci (bagian bawah)

3. Pasang unting-unting di bawah kunci, kemudian atur posisi statif

dengan menggunakan unting-unting tepat di atas titik.

4. Membuat garis arah nivo tegak lurus sumbu I :

15

Untuk tipe semua alat tanpa sekrup heling, garis arah nivo sudah

tegak lurus sumbu I . Cara mengatur nivo seimbang adalah dengan

ketiga sekrup penyetel (lihat Gambar 1.9). Nivo kotak mula-mula

pada kedudukan II dengan memutar sekrup penyetel A dan B secara

bersama-sama dengan putaran seperti anak panah kemudian

pindahkan nivo tersebut dari kedudukan II kekedudukan III dengan

memutar sekrup penyetel C saja. Dengan mengikuti gerakan-

gerakan sebagai checking putarlah teropong terhadap sumbu I.lihat

kedudukan nivo kotak tadi, bila pada kedudukan III tidak berubah

berarti upaya agar sumbu I mendekati vertikan berhasil.

5. Mengatur benang silang mendatar tegak lurus sumbu I :

Selanjutnya yang harus dilakukan adalah membuat kedudukan

benang silang mendatarnya tegak lurus sumbu I seperti pada

gambar 1.13

Gambar 1.13 Benang Silang

Pada teropong akan selalu terlihat Keadaan seperti Gambar 1.21.

Dimana kedudukan benang silang Mendatarnya adalah untuk

mendapatkan Tinggi tempat (dengan pembacaan pada baaknya)

16

1.4 Hasil Praktikum

a. Theodolith

Data hasil pengamatan di lapangan:

1. Bb = 2.255 m

Ba = 2.410 m

Bt = 2.333 m

SV1 =88º53'55"

SH1 = 133º37'06"

ti = 1.678 m

D = A . Y cos2 h

= 100 . (ba - bb) cos2 (90o – SV)

= 100 . (2.410 – 2.255) cos2 (90o – 88o53’55”)

= 15.485 m

h = D tg h + (ti - bt)

= 100 tg (90o – 88o53’55”) + (1.678 – 2.333)

= 1.268 m

2. Bb = 2.113 m

Bt = 2.194 m

Ba = 2.275 m

SV1 = 88º53'54"

SH1 = 133º20'56"

ti = 1.678 m

D = A . Y cos2 h

= 100 . (ba - bb) cos2 (90o – 88º53'54")

= 100 . (2.275 – 2.113) cos2 (90o –88º53'54")

= 16.1935 m

h = D tg h + (ti - bt)

= 16.1935 tg (90o – 88º53'54") + (1.678 – 2.194)

= -0.2046 m

17

b. Waterp

ass

Data hasil pengamatan di lapangan:

1. ti = 1,531 m

Ba = 1,905 m

Bt = 1,827 m

Bb = 1,750 m

D = 100(Ba-Bb)

= 100 (1,905 – 1,750)

=15.5 m

2. Ba = 1,355 m

Bt = 1,290 m

Bb = 1,225 m

D = 100 (Ba - Bb)

= 100 (1,355 – 1,225)

=13 m

∆h = BtA - BtB

= 1,827 – 1,290

= 0.537 m

1.5 Kesimpulan

Dari praktikum ini dapat kita tarik kesimpulan setiap mahasiswa dapat

mempelajari menyeting dan memahami fungsi dari theodolit dan waterpass.

Sehingga dalam praktikum atau terjun kelapangan mahasiswa dapat mengatasi

kendala-kendala yang yang muncul dalam praktikum.

18

BAB II

POLIGON TERBUKA

1.1. Maksud dan Tujuan

Poligon Terbuka merupakan penghubungan antara beberapa titik yang

berguna dalam menentukan elevasi suatu bidang tanah sehingga dapat

dijadikan acuan pembangunan jalan.

Dalam hal ini, jarak titik satu dan lainnya harus di perhatikan

karena merupakan hal sensitif dalam perhitungan elevasi, serta perbedaan

tinggi bidang tanah juga merupakan hal penting yang harus diperhatikan

ketika melakukan perhitungan polygon terbuka.

1.2. Alat-Alat Yang Digunakan

a. Waterpass

b. Statif

c. payung

d. Rambu Ukur

e. Rambu Pancang

f. Unting – unting

g. Rol meter

h. Alat Tulis dan Kalkulator

1.3. Jalannya Praktikum

a. Pre test

Sebelum melaksanakan praktikum terlebih dahulu melaksankan pre

test yang bertujuan agar saat jalannya praktikum tidak menemui

kendala dalam permbacaan dan perhitungan jaraknya. berikut jalannya

pre test:

19

1. Ukur jarak sejauh 20 m kemudian letakan alat pada titik X dan

ukur menuju titik A dilanjutkan menuju titik B lalu tentukan h1

seperti pada kondisi I

2. Pindahkan alat ke titik Y dan ukur kembali menuju titik A dan

titik B kemudian tentukan h2 seperti pada kondisi II.

3. Dari hasil yang telah diperoleh dapat kita hitung h=0 jika

h=0 maka ulangi langkah-langkah diatas.

Lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar II

10 m A 10 m B

Kondisi I kondisi II

Gambar II Pre Test

b. praktikum

1. Menentukan titik-titik polygon secara horizontal (memanjang)

2. Ukur jarak titik polygon seluruhnya adalah 120 meter dapat kita

lihat pada gambar II.1, lalu bagi jarak tersebut menjadi 4 stasiun

saat berangkat masing-masing dengan jarak 30 meter. Lalu bagi

menjadi 3 statiun dari titik akhir dengan jarak antar stasiun adalah

40 meter seperti pada gambar II.1 dan II.2

3. Usahakan saat pulang tidak melalui patok yang telah digunakan

saat berangkat. Pergi dan berangkat dilakukan agar menegtahui

tingkat ketelitian saat melakukan waterpassing.

20

120 meter

Gambar II.1 Titik Jarak Polygon

A 30 m B 30 m C 30 m D 30m E

Gambar II.2 Titik Antar Polygon (Berangkat)

21

A 30 m B 30 m C 30 m D 30m E

Gambar II.3 Titik Antar Polygon (Berangkat)

4. Kemudian letakkan alat pada jarak tengah yaitu 15 meter dari titik

satu dengan lainnya. Seperti pada gambar II.3

5. Lakukan pensettingan alat disetiap jarak tengah titik di atas.

Usahakan agar unting-unting berada tepat diatas patok dan nivo

kotak pada waterpass gelembungnya tetap berada di tengah.

6. Untuk pembacaan rambu, saat berangkat letakkan rambu di titik A

(belakang) lalu bidik setelah itu pindahkan rambu di titik B

(muka) lalu bidik titik as terbih dahulu, kemudian pasang rambu

dalam keadaan melintang bagi menjadi 6 titik seperti gambar II.4

dan II.5

a b c d e f

0,5 m 0,5 m 1 m 0,5 m 0,5m

Gambar II.4 Posisi Rambu Horizontal

22

Gambar II.5 Pembacaan Ba Dan Bb

7. Lakukan hal yang sama hingga titik E.

8. Setelah melakukan waterpassing saat berangkat, kini lakukan

waterpassing saat pulang. Dari titik E, buatlah patok yang terdiri

dari 3 titik yang jarak antar masing-masing titik adalah 40 meter.

Letakkan alat pada jarak tengah titik-titik tersebut yaitu 20 meter.

A 20 m 20 m G 20 m 20 m F 20 m 20 m E

Gambar II.6 Pengukuran Saat Pulang

23

9. Lakukan bidikan awal di titik tengah E dan F dengan E belakang

dan F sebagai muka, lakukan terus bidikan tehadap rambu hingga

kembali ke titik A lebih jelasnya seperti gambar II.6.

1.4. Perhitungan Data

a. Data praktikum

Rumus yang digunakan:

Δhi = bt belakang – bt muka.............................................................. (2.1)

D = (ba – bb) belakang x 100 + (ba – bb) muka x 100.................... (2.2)

El1 = NIM + Δh................................................................................. (2.3)

K = D/ΣD (-Σ Δh)............................................................................ (2.4)

Elt = NIM+ Δh + koreksi................................................................ (2.5)

Δh2 = bti – btd .................................................................................. (2.6)

El2 = elevasi tetap (El1) + Δh2......................................................... (2.7)

∆ h1 : Beda tinggi sipat datar memanjang

bt belakang : Benang tengah belakang

bt muka : Benang tengah muka

D : Jarak antara titik

Ba : Pembacaan benang atas

bb : Pembacaan benang bawah

100 : Konstanta alat

El1 : Elevasi sementara sipat datar memanjang

NIM : Nomor induk mahasiswa (258)

K : Koreksi

ΣD : Jumlah jarak antara titik

Σ Δh : Jumlah beda tinggi

Elt : Elevasi tetap

∆ h2 : Beda tinggi sipat datar melintang

bti : Benang tengah ikat suatu titik

btd : Benang tengah titik detail

24

El : Elevasi sipat datar melintang

Perhitungan Titik Ikat

Pengukuran Δh (beda tinggi)

Rumus Δh = bt belakang – bt muka

1. Stasiun I titik A dan B

Δh = 1,835 – 0,62 = 1.22 m

2. Stasiun II titik B dan C

Δh = 1,685 – 0,695 = 0.99 m

3. Stasiun III titik C dan D

Δh = 1,700 – 0.765 = 0,93 m

4. Stasiun IV titik D dan E

Δh = 1,710 – 0.685 = 1.03 m

5. Stasiun V titik E dan F

Δh = 0.515 – 1, 86 = -1.34 m

6. Stasiun VI titik F dan G

Δh = 0, 52– 1.79 = -1,27 m

7. Stasiun VII titik G dan A

Δh = 0,55 – 2,028 = -1,57 m

Jarak Antar Titik

Rumus D = [(ba – bb) belakang + (ba – bb) muka] x 100

1. Jarak antara titik A dan B

D1 = [(1,91 – 1,76) + (0,695 – 0,545)] x 100 = 30 m

2. Jarak antara titik B dan C

D2 = [1.76 – 1,61) + (0,77 – 0,62)] x 100 = 30 m

3. Jarak antara titik C dan D

D3 = [(1,775 – 1,625) + (0.84 – 0.69)] x 100 = 30 m

4. Jarak antara titik D dan E

D4 = [(1,795 – 1,645) + (0.76 – 0.61)] x 100 = 30 m

5. Jarak antara titik E dan F

D5 = [(0.615 – 0.415) + (1.96 – 1.76)] x 100 = 40 m

25

6. Jarak antara titik F dan G

D6 = [(0.62 – 0,42) + (1.89 – 1.69)] x 100 = 40 m

7. Jarak antara titik G dan A

D7 = [(0,56 – 0,36) + (2,128 – 1.928)] x 100 = 40 m

Elevasi Sementara

Rumus Eln = Eln – 1 + Δh

1. Elevasi Sementara titik A dan B

ElB = ElA + Δh

= 268 + 1.22 = 269.22 m

2. Elevasi Sementara titik B dan C

ElC = ElB + Δh

= 269.22 + 0.99 = 270.21 m

3. Elevasi Sementara titik C dan D

ElD = ElC + Δh

= 270.21 + 0.93 = 271.14 m

4. Elevasi Sementara titik D dan E

ElE = ElD + Δh

= 271.14 + 1.03 = 272.17 m

5. Elevasi Sementara titik E dan F

ElF = ElE + Δh

= 272.17 – 1.34 = 270.83 m

6. Elevasi Sementara titik F dan G

ElG = ElF + Δh

= 270.83 – 1,27 = 269.56 m

7. Elevasi Sementara titik G dan A

ElA = ElG + Δh

=269.56 – 1.57 = 268 m

Koreksi

Rumus : K = D/ΣD (-Σ Δh)

26

1. Koreksi stasiun I

K1 = 30/240 (-0.01)

= -0,00125 m

2. Koreksi stasiun II

K2 = 30/240 (-0,01)

= -0,00125 m

3. Koreksi stasiun III

K3 = 30/240 (-0,01)

= -0,00125 m

4. Koreksi stasiun IV

K4 = 30/240 (-0,01)

= -0,00125 m

5. Koreksi stasiun V

K5 = 40/240 (-0,01)

= -0.0016 m

6. Koreksi stasiun VI

K6 = 40/240 (-0,01)

= -0.0016 m

7. Koreksi stasiun VII

K7 = 40/240 (-0,01)

= -0.0016 m

Perhitungan Elevasi Tetap

Rumus : Eltn = Elevasi tetap sementara + koreksi + beda tinggi

1. Elevasi tetap A

EltA = 268 m

2. Elevasi tetap B

EltB = 268 + 0,00125 + 1.22 = 269.2213 m

3. Elevasi tetap C

EltC = 269.2213 + 0,00125 + 0.99 = 270.2126 m

4. Elevasi tetap D

27

EltD = 270.2126 + 0,00125 +0.93 = 271.1439 m

5. Elevasi tetap E

EltE = 271.1439 + 0,00125 + 1.03 = 272.1752 m

6. Elevasi tetap F

EltF = 272.1752 + 0,0016 + (- 1.34) = 270.8368 m

7. Elevasi tetap G

EltG = 270.8368 + 0,0016 + (-1.27) = 269.5684 m

8. Elevasi tetap A

EltA = 269.5684 + 0,0016 + (1.57) = 268 m

Perhitungan Sifat Dasar Melintang

Perhitungan beda tinggi titik detail

Rumus : Δh = bti – btd bti = benang tengah ikat suatu titik

btd = benang tengah titik detail

1. Untuk titik ikat B bti = 0,62 m

Δha = 0,62 – 0,608 = 0,012 m

Δhb = 0,62 – 0,615 = 0,005 m

Δhc = 0,62 – 0,615 = 0,005 m

Δhd = 0,62 – 0,625 = -0,005 m

Δhe = 0,62 – 0,655 = -0,035 m

Δhf = 0,62 – 0,725 = -0,105 m

2. Untuk titk ikat C bti = 0,695 m

Δha = 0,695 – 0,694 = 0,001 m

Δhb = 0,695 – 0,6895 = 0,0055 m

Δhc = 0,695 – 0,685 = 0,001 m

Δhd = 0,695 – 0,7 = -0,015 m

Δhe = 0,695 – 0,715 = -0,02 m

Δhf = 0,695 – 0,725 = -0,01 m

3. Untuk titik ikat D bti = 0.685 m

Δha = 0.685 – 0.74 = 0,025 m

Δhb = 0.685 – 0.745 = 0,02 m

28

Δhc = 0.685 – 0.745 = 0,02 m

Δhd = 0.685 – 0.78 = -0,015 m

Δhe = 0.685 – 0.785 = -0,02 m

Δhf = 0.685 – 0.775 = -0,01 m

4. Untuk titik ikat E bti = 0.685 m

Δha = 0.685 – 0.7075 = -0,0225 m

Δhb = 0.685 – 0.6775 = 0,0075 m

Δhc = 0.685 – 0.685 = 0 m

Δhd = 0.685 – 0.695 = -0,01 m

Δhe = 0.685 – 0.71 = -0,025 m

Δhf = 0.685 – 0.7 = -0,015 m

5. Untuk titik ikat F bti = 1.86 m

Δha = 1.86 – 1.87 = -0,01 m

Δhb = 1.86 – 1.88 = -0,02 m

Δhc = 1.86 – 1.87 = -0,01 m

Δhd = 1.86 – 1.86 = 0 m

Δhe = 1.86 – 1.8575 = 0,0025 m

Δhf = 1.86 – 1.8575 = 0,0025 m

6. Untuk titik ikat G bti = 1.79 m

Δha = 1.79 – 1.835 = -0,045 m

Δhb = 1.79 – 1.81 = -0,02 m

Δhc = 1.79 – 1.7925 = -0,0025 m

Δhd = 1.79 – 1.78 = 0,01 m

Δhe = 1.79 – 1.78 = 0,01 m

Δhf = 1.79 – 1.77 = 0,02 m

7. Untuk titik ikat A bti = 2.028 m

Δha = 2.028– 2,1 = -0,072 m

Δhb = 2.028– 2,067 = -0,039 m

Δhc = 2.028– 2,047 = -0.019 m

Δhd = 2.028– 2,017 = 0,011 m

Δhe = 2.028– 2,002 = 0,026 m

29

Δhf = 2.028 – 2,006 = -0,022 m

Perhitungan elevasi titik detail

Rumus : Elevasi titik detail = elevasi titik ikat + ∆h titik detail

1. Untuk titik ikat B

Elevasi a = 269.2213 + 0,012 = +269.2333

Elevasi b = 269.2213 + 0,005 = +269.2263

Elevasi c = 269.2213 + 0,005 = +269.2263

Elevasi d = 269.2213 - 0,005 = +269.2163

Elevasi e = 269.2213 - 0,0035 = +269.1863

Elevasi f = 269.2213 - 0,105 = +269.1163

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.7

Gambar II.7 sketsa B

2. Untuk titik ikat C

Elevasi a = 270.2126 + 0,001 = +270.2136

Elevasi b = 270.2126 + 0,0055 = +270.2181

Elevasi c = 270.2126 + 0,01 = +270.2226

Elevasi d = 270.2126 - 0,005 = +270.2076

Elevasi e = 270.2126 - 0,02 = +270.1926

30

Elevasi f = 270.2126 - 0,03 = +270.1826

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.8

Gambar II.8 sketsa C

3. Untuk titik ikat D

Elevasi a = 271.1439 + 0,025 = +271.1689

Elevasi b = 271.1439 + 0,02 = +271.1639

Elevasi c = 271.1439 + 0,02 = +271.1639

Elevasi d = 271.1439 – 0,015 = +271.1289

Elevasi e = 271.1439 – 0,02 = +271.1239

Elevasi f = 271.1439 – 0,01 = +271.1339

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.9

31

Gambar II.9 sketsa D

4. Untuk titik ikat E

Elevasi a = 272.1752 - 0,0225 = +272.1527

Elevasi b = 272.1752 + 0,0075 = +272.1827

Elevasi c = 272.1752 + 0 = +272.1752

Elevasi d = 272.1752 - 0,01 = +272.1652

Elevasi e = 272.1752 - 0,025 = +272.1502

Elevasi f = 272.1752 - 0,015 = +272.1602

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.10

32

Gambar II.11 sketsa E

5. Untuk titik ikat F

Elevasi a = 270.8368 - 0,01 = +270.8268

Elevasi b = 270.8368 - 0,02 = +270.8168

Elevasi c = 270.8368 - 0,01 = +270.8268

Elevasi d = 270.8368 + 0 = +270.8368

Elevasi e = 270.8368 + 0,0025 = +270.8393

Elevasi f = 270.8368 + 0,0025 = +270.8393

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.11

33

Gambar II.12 sketsa F

6. Untuk titik ikat G

Elevasi a = 269.5684 – 0,045 = +269.5234

Elevasi b = 269.5684 – 0,02 = +269.5484

Elevasi c = 269.5684 – 0,0025 = +269.5696

Elevasi d = 269.5684 + 0,01 = +269.5784

Elevasi e = 269.5684 + 0,01 = +269.5784

Elevasi f = 269.5684 + 0,02 = +269.5884

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.13

34

Gambar II.13 sketsa G

7. Untuk titik ikat A

Elevasi a = 268 - 0,072 = +267.928

Elevasi b = 268 - 0,039 = +267.961

Elevasi c = 268 - 0 = +268

Elevasi d = 268 + 0,011 = +268.011

Elevasi e = 268 + 0,026 = +268.026

Elevasi f = 268 + 0,022 = +268.022

Untuk lebih lengkapnya lihat pada Gambar II.14

35

Gambar II.14 Sketsa A

b. Perhitungan Galian dan Timbunan

c. Rumus :

H0 = Elevasi tetap B + 1,5 ....................................................(2.9)

y1 = H0– elevasi.......................................................................(2.10)

H0’ = H0 – (5‰ . LEF)..............................................................(2.11)

y2 = elevasi - H0....................................................................(2.12)

DBC.......................................................................(2.13)

LCD......................................................................(2.14)

Keterangan:H0 : tinggi elevasi di titik pertama

y1 : koordinat y timbunan

H0’ : tinggi elevasi di titik kedua

y2 : koordinat y galian

V1 : Volume timbunan

V2 : Volume galian

36

37

Volume Timbunan

Titik D-E

H0 = E levasi tetap E + 1,0

= 272,1752 + 1,0

= 273.1752 m

B = 2,5 m

I = 4 ‰

Titik D

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5

-1.25 1.25

P q

a

b c

D

d e f

y = elevasi - H0

ya = 271.1689 – 273.1752 = -2.0063 xa = -1,5

yb = 271.1639 – 273.1752 = -2.0113 xb = -1

yc = 271.1639 – 273.1752 = -2.0113 xc = -0,5

yD = 271.1439 – 273.1752 = -2.0313 xD = 0

yd = 271.1289 – 273.1752 = -2.0463 xd = 0,5

ye = 271.1239 – 273.1752 = -2.0513 xe = 1

38

yf = 271.1339 – 273.1752 = -2.0413 xf = 1,5

yp = 0 xp = -1,25

yq = 0 xq = 1,25

LD xP . yq ) + ( xq . yf ) + ( xf . ye ) + ( xe . yd ) + ( xd . yD ) + ( xD . yc ) +

( xc . yb ) + ( xb . ya ) + ( xa . yp ) – ( xp . ya ) – ( xa . yb ) – ( xb . yc ) – ( xc . yD ) – (

xD . yd ) – ( xd . ye ) – ( xe . yf ) – ( xf . yq ) – ( xq . yp )

= -1,25 . 0 ) + (1,25 . -2.0413) + (1,5 . -2.0513) + (1,0 . -2.0463) +

( 0,5 . -2.0313) + ( 0 . -2.0113 ) + ( -0,5. -2.0113) +

( -1,0 . -2.0063 ) + ( -1,5 . 0 ) – ( -1,25. -2.0063) – ( -1,5 . -2.0113) – ( -1,0 .

-2.0113) – (- 0,5 . -2.0313) – ( 0 . -2.0463) – ( 0,5 . -2.0513) –

( 1,0 . -2.0413) – ( 1,5 . 0 ) – ( 1,45 . 0)}

= . [-13.1544]

= 6.5772 m2

Titik E

b

c E

d e f

a

P q

-1.25 1.25

y = elevasi - H0’

39

ya = 272.1527 – 273.294 = -1.1413 xa = -1,5

yb = 272.1827 – 273.294 = -1.1113 xb = -1

yc = 272.1752 – 273.294 = -1.1188 xc = -0,5

yE = 272.1752 – 273.294 = -1.1188 xE = 0

yd = 272.1652 – 273.294 = -1.1288 xd = 0,5

ye = 272.1502– 273.294 = -1.1438 xe = 1

yf = 272.1602– 273.294 = -1.1338 xf = 1,5

yp = 0 xp = -1,25

yq = 0 xq = 1,25

LE xP . ya ) + ( xa . yb) + ( xb . yc ) + ( xc . yE ) + ( xE . yd ) + ( xd . ye ) +

( xe . yf ) + ( xf . yq ) + ( xq . yp ) - (xP . yq ) - ( xq . yf ) - ( xf . ye ) - ( xe . yd ) –

( xd . yE ) - ( xE . yc ) - ( xc . yb ) - ( xb . ya ) - ( xa . yp )

= -1,25 . -1.1413) + (-1,5 . -1.1113) + (-1,0. -1.1188) + (-0,5 . -1.1188)

+ ( 0 . -1.1288) + ( 0.5 . -1.1438) + ( 1 . -1.1438) + ( 1,5 . 0) + ( 1,25 . 0) –

( -1,25. 0 ) – ( 1,25 . -1.1338) – ( 1,5 . -1.1438) – ( 1. -1.1288) –

( 0.5 . -1.1188) – ( 0 . -1.1188) – (- 0.5 . -1.1113) – ( -1,0 . -1.1413) – ( -1,5 .

0)}

= 6.190275

= 3.095

H0’ = 273.1752 + 0.12

= 273.294

Vtot = 6.5772 + 3.095 x 30

2

= 145.08 m3

Volume Galian

40

Titik D-E

H0 = E levasi tetap A - 1,5

= 268 + 1,5

=266.5 m

B = 2,4 m

I = 6 ‰

Titik G

-1.5 -1 -0.5 0 0.5 1 1.5

p q

-1.2 1.2

d e f

c G

b

a

y = elevasi - H0

ya = 269.5234 – 266.5 = 3.0234 xa = -1,5

yb = 269.5484 – 266.5 = 3.0484 xb = -1

yc = 269.5696 – 266.5 = 3.0696 xc = -0,5

yG = 269.5684 – 266.5 = 3.0684 xE = 0

yd = 269.5784 – 266.5 = 3.0784 xd = 0,5

ye = 269.5784 – 266.5 = 3.0784 xe = 1

yf = 269.5884 – 266.5 = 3.0884 xf = 1,5

41

yp = 0 xp = -1,2

yq = 0 xq = 1,2

LG xP . yq ) + ( xq . yf ) + ( xf . ye ) + ( xe . yd ) + ( xd . yG ) + ( xG . yc ) +

( xc . yb ) + ( xb . ya ) + ( xa . yp ) – ( xp . ya ) – ( xa . yb ) – ( xb . yc ) – ( xc . yG ) – (

xG . yd ) – ( xd . ye ) – ( xe . yf ) – ( xf . yq ) – ( xq . yp )

= -1,2 . 0 ) + (1,2 . 3.0884) + (1,5 . 3.0784) + (1,0 . 3.0784) +

( 0,5 . 3.0684) + ( 0 . 3.0696) + ( -0,5. 3.0484) + ( -1,0 . 3.0234 ) +

( -1,5 . 0 ) – ( -1,2. 3.0234) – ( -1,5 . 3.0484) – ( -1,0 . 3.0696) –

(- 0,5 . 3.0684) – ( 0 . 3.0784) – ( 0,5 . 3.0784) – ( 1,0 . 3.0884) –

( 1,5 . 0 ) – ( 1,45 . 0)}

= . 16.5656

= 8.2828

H0’ = 266.5 – 0.24

= 266.24

Titik A

d e f

c A

b

a

42

p q

-1.2 1.2

y = elevasi - H0’

ya = 267.928 – 266.24 = 1.668 xa = -1,5

yb = 267.961 – 266.24 = 1.701 xb = -1

yc = 267.981 – 266.24 = 1.721 xc = -0,5

yA = 268 – 266.24 = 1.74 xA = 0

yd = 268.011 – 266.24 = 1.751 xd = 0,5

ye = 268.026 – 266.24 = 1.766 xe = 1

yf = 268.022 – 266.24 = 1.762 xf = 1,5

yp = 0 xp = -1,2

yq = 0 xq = 1,2

LA xP . ya ) + ( xa . yb) + ( xb . yc ) + ( xc . yA ) + ( xA . yd ) + ( xd . ye ) +

( xe . yf ) + ( xf . yq ) + ( xq . yp ) - (xP . yq ) - ( xq . yf ) - ( xf . ye ) - ( xe . yd ) –

( xd . yA ) - ( xA . yc ) - ( xc . yb ) - ( xb . ya ) - ( xa . yp )

= -1,2 . 1.668) + (-1,5 . 1.701) + (-1,0. 1.721) + (-0,5 . 1.74) +

( 0 . 1.751) + ( 0.5 . 1.766) + ( 1 . 1.762) + ( 1,5 . 0) + ( 1,2 . 0) –

( -1,2. 0 ) – ( 1,2 . 1.762) – ( 1,5 . 1.766) – ( 1. 1.751) –

( 0.5 . 1.74) – ( 0 . 1.721) – (- 0.5 . 1.701) – ( -1,0 . 1.668) – ( -1,5 . 0)}

= [-9.365]

= 4.682

Vtot = 8.2828 + (4.682) x 40

2

= 259.296 m3

43

1.5. Pembahasan

Praktikum poligon terbuka dilakukan untuk mengetahui perbedaan

elevasi tanah sehingga dapat digunakan untuk pedoman pembangunan jalan

(untuk mengetahui besar kecilnya volume galian dan timbunan). Peralatan

yang digunakan dalam praktikum ini antara lain waterpass, statif, rambu ukur,

unting-unting, paying dan rol meter. Dalam penggunaan semua alat ini

diperlukan ketelitian dalam penyetingan, pembacaan alat, dan pelaksanaan

dalam praktikum.

Dalam praktikum ini hal yang harus benar-benar diperhatikan adalah beda

tinggi (∆h) yaitu selisih ketinggian antara titik yang diukur terhadap titik

referensi dan jarak optis yaitu jarak antara titik pertama dan titik lainnya

dalam rangkaian poligon tersebut seharusnya praktikum ini menghasilkan data

yang sesuai dengan perhitungan, yakni beda tinggi (∆h) harus sama dengan

nol (0) serta titik awal (berangkat) harus sama dengan titik akhir pada saat

pulang. Namun dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan data yang

dikarenakan adanya faktor-faktor penggangu seperti angin, cuaca, alat, dsb

serta kesalahan pembacaan data oleh pengguna.

1.6. Kesimpulan

Poligon terbuka adalah rangkaian titik yang dihubungkan untuk

membentuk suatu garis lurus. Tujuaannya adalah untuk mengetahui perbedaan

elevasi tanah sehingga dapat dijadikan pedoman perencanaan pembangunan

jalan. Bagian yang penting dalam poligon

terbuka adalah jarak optis dan beda tinggi. Alat yang digunakan adalah

waterpass beserta statif, rambu ukur, unting-unting, paying, dan rol meter.

Dalam praktikum poligon terbuka ini dibutuhkan ketelitian dalam

pengukuran jarak dan pembacaan alat. Watrepass dilakukan pulang pergi,

pulangnya diusahakan agar tidak melalui patok yang sudah diukur perginya

sehingga tidak terjadi kesalahan.

44

45