BAB I PENGANTAR A. Latar...

45
BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dalam sejarah sosial politik, Surakarta merupakan sebuah kawasan atau wilayah yang sangat dinamis, bahkan sejak masa kolonial Belanda. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kondisi sosial dan politik di Surakarta adalah tampilnya Islam sebagai sebuah ideologi gerakan sosial dan politik sejak masa kolonial Belanda. Keberadaan Islam di Surakarta ini tidak lepas dari sejarah Kerajaan Mataram yang pernah menjadikan Surakarta sebagai pusat kerajaan. 1 Ketika intervensi Belanda yang saat itu direpresentasikan oleh VOC semakin menguat di Jawa, Kerajaan Mataram harus terpecah menjadi dua bagian, wilayah Surakarta dan Yogyakarta yang terjadi sejak tahun 1755. 2 1 H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan VI, terj. (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2001), hlm. 55-75. Kepadatan penduduk di Jawa menyebabkan Jawa menjadi sentral perkembangan Islam di Nusantara. Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam: Sejarah Dakwah Islam, terjemah oleh Nawawi Rambe (Jakarta: Widjaya, 1979), hlm. 330. 2 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, terj. oleh Darmono Hardjowidjono, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1994), hlm. 55-75; H.A. Basit Adnan, Sejarah Masjid Agung dan Gamelan Sekaten di Surakarta, (Surakarta: Yayasan

Transcript of BAB I PENGANTAR A. Latar...

Page 1: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Dalam sejarah sosial politik, Surakarta merupakan sebuah

kawasan atau wilayah yang sangat dinamis, bahkan sejak masa

kolonial Belanda. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap

kondisi sosial dan politik di Surakarta adalah tampilnya Islam

sebagai sebuah ideologi gerakan sosial dan politik sejak masa

kolonial Belanda. Keberadaan Islam di Surakarta ini tidak lepas

dari sejarah Kerajaan Mataram yang pernah menjadikan

Surakarta sebagai pusat kerajaan.1 Ketika intervensi Belanda yang

saat itu direpresentasikan oleh VOC semakin menguat di Jawa,

Kerajaan Mataram harus terpecah menjadi dua bagian, wilayah

Surakarta dan Yogyakarta yang terjadi sejak tahun 1755.2

1 H.J. De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan VI, terj. (Jakarta:

Pustaka Utama Grafiti, 2001), hlm. 55-75. Kepadatan penduduk di Jawa menyebabkan Jawa menjadi sentral perkembangan Islam di Nusantara. Thomas W. Arnold, The Preaching of Islam: Sejarah

Dakwah Islam, terjemah oleh Nawawi Rambe (Jakarta: Widjaya, 1979), hlm. 330.

2 M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, terj. oleh Darmono Hardjowidjono, (Yogyakarta: Gajah Mada University

Press, 1994), hlm. 55-75; H.A. Basit Adnan, Sejarah Masjid Agung dan Gamelan Sekaten di Surakarta, (Surakarta: Yayasan

Page 2: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

2

Sejak pertengahan abad ke-19 wilayah ini telah menjadi

tempat munculnya gerakan protes yang dilakukan oleh para

buruh dan petani.3 Kondisi itu berlanjut hingga pada awal abad

ke-20. Sebagai bagian dari bekas kerajaan Islam yang besar,

wilayah Surakarta bersama Yogyakarta telah menjadi pusat

kebangkitan umat Islam di Jawa.4 Kebangkitan itu selanjutnya

turut mewarnai perjuangan politik kaum pribumi dalam melawan

dominasi pemerintah kolonial Belanda. Kalau di Yogyakarta

gerakan kebangkitan Islam direpresentasikan dengan berdirinya

gerakan Muhammadiyah oleh K.H. Ahmad Dahlan yang bergerak

di bidang pendidikan dan amal sosial,5 maka di Surakarta gerakan

Mardikintoko,t.t), hlm. 21. Kedua wilayah itu selanjutnya sering disebut dengan istilah Vorstenlanden.

3 Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan Surakarta (1830-1920), (Yogyakarta: Universitas

Gadjahmada Yogyakarta, Desertasi, 1989).

4 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi,

(Bandung: Mizan, 1999), hlm 80; Ibid., hlm. 2.

5 Nico Kaptein, “Acceptance, Approval and Agression: Some Fatwas Concerning The Colonial Administration in the Dutch East

Indies”, dalam Al Jami’ah, vol. 38, (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 2000), hlm. 298. Dengan mendirikan Muhammadiyah,

Ahmad Dahlan disebut sebagai salah seorang tokoh Islam di Yogyakarta yang memperjuangkan perkembangan Islam yang

modernis. Dia juga disebut telah mengusung satu model Islam yang bercorak modern, sekaligus puritan untuk membersihkan

agama dari unsur-unsur budaya yang dianggap menyimpang. George D. Larson, op. cit., hlm. 26-30. Meminjam istilah Clifford Geertz tentang pembagian umat Islam ke dalam Santri dan

Abangan, di wilayah ini sebagian besar dari rakyat biasa dan priyayi adalah muslim abangan. Tentang penggolongan ini lihat

Page 3: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

3

kebangkitan ditandai dengan berdirinya gerakan Sarekat Islam (SI)

oleh H. Samanhudi.

Di Surakarta, Sarekat Islam lahir sebagai wadah gerakan

Islam modern yang berbasis perjuangan ekonomi. Gerakan ini

menjadi semakin militan ketika H. Muhammad Misbach

(selanjutnya ditulis dengan H. Misbach) masuk bergabung menjadi

tokoh SI lokal Surakarta.6 Di bawah H. Misbach akhirnya SI

menjadi jembatan bagi bertemunya dua buah ideologi besar yang

hidup di dunia, yaitu ideologi Islam dan Komunisme. Gerakan

Sarekat Islam telah tampil secara militan dalam menggerakkan

segenap umat Islam untuk berjuang melawan Kapitalisme.

Komunisme segera mendapat simpati yang besar dari masyarakat

yang mayoritas muslim saat itu. Masuknya Muhammadiyah pada

tahun 1920 turut mewarnai dinamika kehidupan beragama di

wilayah ini.7

Apa yang terjadi di Surakarta itu penting, karena

berdampak pada perpolitikan Indonesia secara umum. Tidak

hanya pada saat itu saja, akan tetapi pengaruh dari situasi saat

Clifford Geertz, Abangan, Santri dan Priyayi dalam Mayarakat

Jawa, Jakarta: Pustaka Jaya, 1985.

6 Dharmo Kondho, 29 Agustus; 2 September; dan 9 September 1925.

7 Hal ini telah terperinci dibahas oleh Takashi Shiraishi. Takashi Shiraishi, Zaman Bergerak: Radikalisme Rakyat Jawa,

1912-1942, terj. Hilmar Farid, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1997).

Page 4: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

4

itu terus berpengaruh juga terhadap dinamika politik selanjutnya,

khususnya di tingkat lokal.8 Setelah beberapa tahun mendapat

tekanan pemerintah Belanda (1927-1942) dan Jepang (1942-

1945), berbagai gerakan radikal kembali bangkit di wilayah

Surakarta setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.9

Keberadaan H. Misbach yang pernah mempertemukan antara

Komunisme dan Islam paling tidak menunjukkan bahwa secara

historis Islam dan Komunisme mempunyai keterkaitan yang

cukup unik di tingkat lokal Surakarta.

Setelah kemerdekaan Indonesia, muncullah kembali

kekuatan baru yang berideologi besar, yaitu Islam, Nasionalisme,

dan Komunisme. Saat itu wilayah Surakarta kembali menjadi

salah satu markas utama gerakan kaum Komunis. Komunisme

kembali bangkit di wilayah ini melalui gerakan perjuangan revolusi

bersama dengan berbagai elemen rakyat yang lain. Sebagai daerah

basis kaum Komunis, hampir di setiap daerah di wilayah

Surakarta terdapat gerakan kaum Komunis, kecuali beberapa

8 Beberapa ide mempertemukan pun muncul seperti

Islamisme-Komunisme (Misbach), Nasionalisme-Komunisme (Tan Malaka), dan Nasionalisme-Islamisme (Mokhtar Luthfi-Parmusi).

Subhan Sd., Langkah Merah: Gerakan PKI 1950-1955, (Yogyakarta: Bentang, 1996), hlm. 1-7.

9 Selama masa Revolusi Indonesia hingga akhir masa Orde

Lama, Surakarta sangat dekat dengan gerakan radikal. Lihat George D. Larson, Masa Menjelang Revolusi: Kraton dan Politik di

Surakarta, 1912-1942, (Yogyakarta: Gajah Mada University Press, 1990), hlm. 2-3.

Page 5: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

5

daerah saja yang memang telah menjadi basis kaum nasionalis

maupun Islam.

Kondisi itu tentu turut mempengaruhi keberadaan Islam di

wilayah tersebut, terutama dalam bidang gerakan politik.

Beberapa daerah di Surakarta yang menjadi basis kekuatan Islam

cukup banyak, seperti Ceper, Karanganom, Kota Klaten (wilayah

Klaten), Kauman dan Laweyan (wilayah Kota Surakarta), Cepogo,

Dawar, dan Banaran (daerah Boyolali) dan lain-lain. Berbagai

gerakan umat Islam tidak jarang muncul sebagai sebuah reaksi

terhadap gerakan kaum Komunis, terutama melalui wadah-wadah

gerakan perjuangan atau partai politik. Kondisi tersebut terus

berlangsung selama pemerintahan Orde Lama sebelum kekuatan

Komunis dikalahkan oleh kekuatan anti Komunis yang dipelopori

oleh tentara Angkatan Darat Republik Indonesia sebagai rangkaian

dari peristiwa G.30.S. di Jakarta pada tahun 1965.

B. Rumusan Masalah dan Ruang Lingkup Penelitian

Uraian di atas menunjukkan bahwa Surakarta merupakan

salah satu daerah di mana ideologi Islam dan Komunisme pernah

hidup dan berkembang secara bersama-sama. Namun demikian

setelah Kemerdekaan Indonesia, kelompok Komunis tampak lebih

dominan dalam melakukan aktivitas politik. Yang lebih menarik

adalah bahwa pada akhirnya kelompok Komunis tersebut terlibat

Page 6: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

6

dalam pesaingan yang serius dengan kelompok Islam di Surakarta.

Berdasarkan hal di atas, permasalahan pokok yang muncul

adalah mengapa sejak Kemerdekaan Indonesia kelompok Islam di

Surakarta terlibat dalam situasi konflik dengan kelompok

Komunis di tengah dominasi politik Komunisme saat itu.

Sehubungan dengan itu, penelitian ini ingin menjawab beberapa

pertanyaan sebagai berikut:

1. Mengapa dan bagaimana gerakan politik Islam dan

Komunisme di Surakarta bangkit kembali pasca Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia?

2. Dalam hal apa kebangkitan kembali Islam dan Komunisme

mempengaruhi dinamika gerakan politik di Surakarta?

3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan konflik

berkepanjangan antara kelompok Islam dan Komunisme

yang akhirnya bermuara pada keterlibatan kelompok Islam

dalam gerakan penumpasan terhadap unsur-unsur PKI

setelah peristiwa G.30.S.?

Penelitian ini membahas tentang Islam dan Komunisme

sebagai sebuah gerakan politik di wilayah Surakarta antara tahun

1945 sampai 1966. Batasan ini diambil karena tahun 1945 adalah

terjadi peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa itu

menjadi momen penting bagi bangkitnya kembali perpolitikan di

Page 7: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

7

Indonesia yang kemudian disusul dengan berdirinya partai-partai

politik dengan ideologi masing-masing. Saat itu kelompok Islam

terwadahi dalam partai Masyumi, sedangkan kelompok Komunis

terwadahi dalam PKI. Kedua partai itu selanjutnya aktif dalam

gelanggang politik Indonesia bersama dengan partai-partai yang

lain, termasuk PNI yang berideologi Nasionalis. Hubungan antara

Islam dan Komunis sangat dinamis dan terus berlangsung selama

hidupnya PKI di Indonesia setelah kemerdekaan sampai pada saat

PKI dibubarkan pada tahun 1966. Antara tahun 1945-1966 itu

Surakarta menjadi salah satu lahan subur bagi tumbuh dan

berkembangnya kembali Komunisme. Selama periode itu pula

Islam terus menjadi salah satu pesaing bagi Komunisme yang

akhirnya keduanya terlibat konflik pada akhir tahun 1965 hingga

awal tahun 1966.

Penelitian ini difokuskan pada tiga daerah di wilayah

Surakarta, yaitu Kota Surakarta, Boyolali, dan Klaten. Tiga daerah

tersebut merupakan basis gerakan kaum Komunis yang sangat

kuat di Surakarta. Sementara itu pada saat yang sama di tempat-

tempat tersebut gerakan Islam juga tetap ada dengan berbagai

dinamikanya sendiri, terutama pada titik-titik wilayah tertentu. Di

wilayah itu pula antara kedua belah pihak terlibat konflik

horizontal pada akhir tahun 1965. Hal ini sangat menarik untuk

dibahas.

Page 8: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

8

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Menjelaskan pengaruh situasi kemerdekaan Indonesia

terhadap kebangkitan kembali gerakan politik di tingkat

lokal.

2. Mengidentifikasi posisi dan peran dua kekuatan politik,

Islam dan Komunisme, di tingkat lokal dalam situasi politik

nasional setelah kemerdekaan.

3. Menjelaskan faktor-faktor yang menjadi akar konflik

berkepanjangan antara Islam dan Komunisme di tingkat

lokal Surakarta.

4. Menjelaskan faktor-faktor utama yang menyebabkan

keterlibatan kelompok Islam dalam gerakan penumpasan

unsur-unsur PKI setelah peristiwa G.30.S..

Secara garis besar pada dasarnya penelitian ini menjelaskan

gerakan Islam yang tetap mampu bertahan di tengah gerakan

politik Komunisme yang dominan di Surakarta setelah Indonesia

merdeka.

Secara akademis penelitian ini dapat memberikan

pandangan baru terkait dengan sejarah sosial-politik tingkat lokal,

Page 9: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

9

khususnya yang berkaitan dengan gerakan umat Islam dan

Komunisme. Dengan sedapat mungkin meminimalkan

subyektifitas, penelitian ini berusaha menjelaskan secara

proporsional tentang gerakan politik yang berbasis keagamaan di

tersebut. Dengan demikian penelitian akan menambah koleksi

tulisan sejarah lokal tentang Surakarta, terutama berkaitan

dengan keagamaan. Baik dari segi tema maupun wilayah,

penelitian ini dapat menjadi inspirasi baru bagi para peneliti

selanjutnya untuk semakin memperdalam kajian-kajian sejarah

lokal dengan berbagai perspektif.

Secara praktis penelitian ini dapat menjadi pertimbangan

bagi siapapun juga untuk memandang peristiwa sejarah tentang

politik di Indonesia, terutama terkait dengan Komunisme secara

komprehensif. Penelitian ini, juga memberi masukan kepada

semua pihak bahwa kebangkitan Komunisme di Surakarta

merupakan salah satu komponen penting bagi dinamika gerakan

Islam yang pernah muncul di wilayah tersebut. Melalui hasil

penelitian ini, khalayak dapat mengetahui konteks yang menjadi

dasar lahir dan berkembangnya sebuah gerakan sosial-politik,

sehingga dapat menempatkan pihak-pihak yang terlibat dalam

dinamika tersebut secara proposional.

Penelitian ini juga mengingatkan kembali bahwa berbagai

fenomena yang sering muncul, termasuk maraknya konflik dan

Page 10: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

10

kekerasan atas nama agama tidak muncul tiba-tiba. Semua itu

tidak dapat dipisahkan dari berbagai fenomena yang pernah

muncul pada masa-masa sebelumnya. Berbagai upaya yang sering

dilakukan oleh pihak-pihak yang berkepentingan, baik pemerintah

maupun lembaga-lembaga independen, tidak akan berhasil

maksimal tanpa mempertimbangkan faktor-faktor masa lalu yang

mendahuluinya. Dengan demikian, penelitian ini sangat

bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dan perspektif baru bagi

siapapun yang ingin menciptakan keharmonisan hubungan

sesama pada masa selanjutnya.

D. Kajian Pustaka

Seperti telah disinggung sebelumnya, Surakarta adalah

sebuah wilayah yang cukup kompleks dengan munculnya berbagai

gerakan sosial dan politik. Suhartono telah mencatat bahwa sejak

abad ke-19 di wilayah tersebut sudah sangat dinamis dengan

berbagai gerakan protes sosial, terutama yang dipelopori oleh para

petani.10 Memasuki abad ke-20, Sarekat Islam muncul di wilayah

tersebut dengan menampilkan sebuah gerakan massa yang

10 Suhartono, Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di

Pedesaan Surakarta (1830-1920), (Yogyakarta: Universitas Gadjahmada Yogyakarta, Desertasi, 1989).

Page 11: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

11

pertama di Indonesia.11 Semangat akan datangnya sang pembebas

(Ratu Adil) dan semangat Perang Suci turut membesarkan SI

sebagai sebuah organiasi massa yang kuat.12 Dengan semangat

memperjuangkan rakyat kecil, SI terus meluas hingga ke daerah-

daerah di Nusantara, hingga muncullah SI-SI di tingkat lokal.13

Setelah Kemerdekaan Indonesia, terdapat situasi yang

berbeda di tingkat lokal Surakarta. Konflik politik antar sesama

pejuang pribumi terjadi di Surakarta, hingga muncul peristiwa

Madiun tahun 1948.14 Peristiwa itu tidak lepas dari sejarah

Komunisme yang telah masuk ke Indonesia sejak sebelum

11 Sebagai gerakan rakyat, karya Sartono Kartodirjo memberi

inspirasi setiap pembaca betapa kuatnya semangat kaum santri di bawah kiainya untuk melakukan sebuah perlawanan terhadap

kolonial. Sartono Kartodirdjo, Pemberontakan Petani Banten 1988: Kondisi, Jalan Peristiwa, dan Kelanjutannya, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).

12 A.P.E. Korver, op. cit. Tentang gerakan Ratu Adil dapat dilihat dalam karya Sartono Kartodirdjo, Ratu Adil, (Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1992).

13 Sartono Kartodirdja, dkk., Sarekat Islam Lokal, (Jakarta:

ANRI-Penerbitan Sumber-sumber Sejarah no. 7, 1975).

14 David Charles Anderson, Peristiwa Madiun 1948: Kudeta

atau Konflik Internal Tentara?, (Yogyakarta: Media Presindo, 2003). Peran rakyat Surakarta di dalam perjuangan di sekitar

kemerdekaan memang tidak dapat diabaikan. Hal ini sangat berpengaruh pada kondisi pasca kemerdekaan, yaitu bahwa rakyat Surakarta, terutama para pemudanya terus ikut terlibat di

dalam berbagai perkembangan politik, hingga muncul laskar atau barisan sukarela. Lihat Ben Anderson, Revolusi Pemuda:

Pendudukan Jepang dan Perlawanan di Jawa 1944-1946, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1988).

Page 12: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

12

kemerdekaan. Ruth T. Mc Vey, A.C. Brackman, dan Peter G.G.

Edman adalah sebagian ilmuwan yang berjasa memberikan

sejarah Komunisme sebagai ideologi gerakan politik di Indonesia.

Sementara itu, dalam bukunya, A.C. Brackman secara panjang

juga menjabarkan tentang bagaimana sejarah Komunisme tumbuh

dan berkembang di Indonesia dengan berbagai konteks masa dan

tempatnya. Ruth T. Mc Vey juga mengemukakan bagaimana

bangkitnya Komunisme di Indonesia, terutama masa-masa setelah

kemerdekaan hingga tumbangnya tahun 1965. Tampak bahwa apa

yang terjadi di wilayah lokal, nasional, dan internasional, memberi

andil secara simultan bagi kebangkitan tersebut. Peter Edman

menjelaskan bagaimana Aidit berhasil membangun PKI sebagai

partai massa, kejayaan di masa demokrasi Terpimpin, hingga

akhirnya jatuh pada tahun 1965.15 Komunisme setelah

kemerdekaan menjadi satu bagian dari gerakan politik kaum

pribumi bersama Islam, Sosialisme Demokrat, Nasionalisme

Radikal, dan Tradisionalisme Jawa.16

15 Ruth T. Mc Vey, The Rise of Indonesian Communism, (Ithaca: Cornel University Press, 1968); A.C. Brackman, Indonesian

Communism: a History, (New York: Praeger, 1963); dan Peter G.G. Edman, Communism a la Aidit: The Indonesian Communist Party

under D.N. Aidit, (Townsville: James Cook Uniersity of Nort Queensland, 1987).

16 Herbert Faith, Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, (Jakarta: LP3ES, 1988)

Page 13: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

13

Pembahasan tentang Komunisme tidak jarang dihubungkan

juga dengan agama.17 Di beberapa dunia Komunis agama Islam

sering menjadi sasaran ketidakadilan. Di Uni Soviet, pengusiran

besar-besaran terhadap tiga puluhan juta umat Islam terjadi pada

tahun 1930-an. Sementara itu, di Cina, hal serupa juga terjadi

terutama pasca pemberontakan umat Islam tahun 1958, dan

masih banyak di berbagai negara Eropa lainnya, seperti Bulgaria,

Albania, dan Yugoslavia, yang total umat Islam berjumlah kurang

lebih 3 juta jiwa.18 Ralph Lord Roy juga menemukan bahwa di

Amerika, berbagai gerakan anti agama dilancarkan oleh kaum

Komunis dengan semangat yang akhirnya justru memperoleh

reaksi perlawanan dari kaum ektrim agama, dengan menentang

Komunisme yang mereka anggap sebagai gerakan anti Tuhan.19

17 Tentang pertentangan antara Islam dan Komunisme juga tanpak dalam beberapa buku, seperti karya M. Al Ghazali, Islam di

Antara Komunisme dan Kapitalisme, terj. oleh Chudri Thaib, (Surabaya; Bina Ilmu, 1985) dan Ibrahim Lubis, Islam

Membendung Arus Komunisme, (Jakarta: Telaga Bening, 1976).

18 Lihat Islam and Communism, (t.p., t.t., koleksi

Perpustakan Kolosani Yogyakarta), hlm. 1-22.

19 Ralph Lord Roy, “Conflict from the Communist Left and the Radical Right”, dalam Robert Lee dan Martin E. Marty (ed.),

Religion and Social Conflict, (New York: Oxford University Press, 1964), hlm. 55-68.

Page 14: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

14

Tidak hanya dengan Islam, bahkan Komunisme juga pernah

mendapat reaksi negatif dari umat Kristen.20

Terkait dengan hal itu, penelitian tentang Islam di wilayah

Surakarta menarik untuk dilakukan. Dalam sejarahnya,

Radikalisme bahkan telah senantiasa menandai keunikan

Surakarta, termasuk terkait dengan agama. Sejak masa

Kartasura, Islam tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan dunia

politik.21 M.C. Ricklefs menjelaskan bahwa sepeninggal Sultan

Agung, terutama sejak masa Amangkurat I, kondisi Islam

terpinggirkan dan Raja justru bekerjasama dengan Kompeni. Atas

nama Islam, pada tahun 1741 Pakubuwana II bersama mengajak

rakyat untuk memberontak pada Belanda, dengan mengangkat isu

Perang Sabil.22 Pasca perjanjian Giyanti tahun 1755 dan Salatiga

tahun 1757, para priyayi keraton semakin dekat Belanda. Sunan

20 J. Verkuyl, Indjil dan Komunisme di Asia dan Afrika, terj. oleh Trisno Sumardjo, (Jakarta: Badan Penerbit Kristen, 1966).

Tentang pertentangan antara Kristen dan Komunisme, lihat juga Charles Mc. Fadden, Christianity Confronts Communism, (Chicago:

FHP., 1982); Gregory Parable, Communism Fights Religion, (Sydney: Catolic Truth Society, 1943).

21 Sesuai dengan zamannya, melalui kesusasteraan, agama berperan penting secara politis. Pada masa awal Kartasura,

sebelum kemudian pindah ke Surakarta. Alex Sudewa, Dari Kartasura ke Surakarta: Studi Kasus Serat Iskandar, (Yogyakarta: Lembaga Studi Asia Press, 1995).

22 M. C. Ricklefs, op. cit.; M. C. Ricklefs, The Seen and Unseen Worlds in Java: History, Literature, and Islam in Court of

Pakubuwana II 1726-1749 M, (Australia: Cambera University Press, 1989).

Page 15: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

15

Pakubuwana IV (menjabat sejak 1788) berusaha mengembalikan

kewibawaan dirinya dengan merangkul para santri dan para

ulama, sehingga terjadi ketegangan terselubung antara Priyayi-

Belanda dan Kiai (Ulama) hingga terjadinya Peristiwa Pakepung.23

Di wilayah pedesaan, gerakan Islam telah lama dipelopori

oleh kalangan ulama pesantren berikut para santri. Dalam uraian

Zamakhsyari Dhofier,24 di antara berbagai pesantren di tanah

Jawa ternyata saling terjalin hubungan persaudaraan, bahkan

keluarga. Di wilayah Surakarta, beberapa pesantren tua antara

lain adalah Pesantren Jamsaren di Kota Surakarta dan

Tempursari di Klaten yang selanjutnya muncul pesantren-

pesantren lain yang selalu menjadi motor penggerak keagamaan

bagi masyarakat.

Pekembangan Islam terus mengalami dinamikanya sendiri,

baik sebagai agama itu sendiri maupun sebagai ideologi politik.25

Munculnya berbagai organisasi Islam modern pada awal abad ke-

23 Peristiwa Pakepung yaitu pengepungan Belanda terhadap keraton menuntut penyerahan para Ulama kerajaan kepada

mereka. Supariadi, Surakarta Masa Pemerintahan Sunan Paku Buwana IV 1788-1820: Priyayi dan Kiai Pada Masa Transisi

Kolonial, (Yogyakarta: Tesis S2 UGM, 1998).

24 Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Pandangan

Hidup Kyai dan Visinya Mengenai Masa Depan Indonesia, (Jakarta: LP3ES, 2011).

25 Hal ini terjadi sejak masa masuknya Islam di Nusantara.

Taufik Abdullah, Islam Dan Masyarakat: Pantulan Sejarah Indonesia (Jakarta: LP3ES, 1987).

Page 16: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

16

20 telah menandai era kebangkitan dan era modernisasi Islam di

Indonesia, termasuk di Surakarta. Deliar Noer telah menjelaskan

bahwa Sarekat Islam bersama beberapa organisasi Islam yang lain

seperti Persyarikatan Ulama, Muhammadiyah, dan lain-lain telah

mengalami kebangkitan dalam rangka Nasionalisme.26 Perlahan-

lahan Islam mulai muncul sebagai sebuah partai politik. Bersama

partai politik yang lain, partai berbasis Islam juga telah

menjalankan prinsip-prinsip sebagai sebuah organisasi politik

yang modern. Pembahasan politik umat Islam telah dibahas oleh

Aqib Suminto27, sedangkan untuk aktivitas lokal dicontohkan oleh

Mitsuo Nakamura yang membahas tentang Muhammadiyah di

Kotagede, Yogyakarta.28 Pada masa pendudukan Jepang Islam

terus ambil peran aktif dalam perjuangan Kemerdekaan

Indonesia.29

26 Delian Noor, The Modernist Moslem Movement in Indonesia

1900-1942, (Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978).

27 Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta:

LP3ES, 1985).

28 Nakamura menjelaskan bagaimana bekas Ibukota

Mataram itu berjasa dalam mengembangkan organisasi Islam modern ini. Mitsuo Nakamura, Bulan Sabit Muncul dari Balik Pohon Beringin, terj. oleh Yusron Asrofie, (Yogyakarta: Gama

University Press, 1983).

29 H. J. Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam

Indonesia pada Masa Pendudukan Jepang, (Jakarta: Pustaka Jaya, 1980).

Page 17: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

17

Relasi antara Islam dengan politik tidak hanya terjadi di

Indonesia, tetapi juga di Negara-negara Islam lainnya. Menurut

Azyumardi Azra, selama periode pasca kemerdekaan di negara-

negara Islam terdapat pola-pola sekuler dan religius di negara-

negara Islam.30 Sementara itu Al-Jabiri, melihat sejarah lebih

jauh, telah mengungkap bahwa ada dua peristiwa penting dalam

sejarah perpolitikan umat Islam, dalam kaitan pertautan antara

politik dengan Islam, yaitu mihnah dan nakbah.31 Peristiwa seperti

ini dengan berbagai dinamikanya terus mewarnai kehidupan

negara-negara di mana umat Islam mayoritas dan mengendalikan

roda politik negaranya, sebagaimana yang secara lebih detail dikaji

oleh John L. Esposito dan John Obert Voll.32 Di Indonesia hal

30 Azyumardi Azra, Pergolakan Politik Islam: Dari

Fundamentalisme, Modernisme, dan Postmodernisme, (Jakarta: Paramadina, 1996), hlm. 20.

31 Mihnah (pengujian iman) adalah interogasi agar berfatwa sesuai dengan kehendak pemerintah atau diam kepada ulama oleh

para penguasa Bani Abbas atas desakan kaum Mu'tazilah. Nakbah adalah bencana yang dialami oleh Ibn Rusyd ketika diadili sebagai

penganjur rasionalitas berfikir. Lihat Muhammad 'Abid al-Jabiri, Tragedi Intelektual: Perselingkuhan Politik dan Agama, terj dari Al-Mutsaqqafuuna fi al-Halaarah al-Arabiyah: Mihnah Ibn Hanbal wa

Naqbah Ibn Rusd, (Yogyakarta: Pustaka Alief, 2003), hlm. 134-156.

32 John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-

negara Muslim: Problem dan Prospek, (Bandung: Mizan, 1999), (terj. dari Islam and Demokrasi, London: Oxford University Press,

1996); John Obert Voll, Politik Islam: Kelangsungan dan Perubahan di Dunia Modern, terj dari Islam Continuity and Change in the

Modern World oleh Ajat Sudrajat, (Yogyakarta: Titian Ilahi Press, 1997), hlm. 311-312.

Page 18: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

18

seperti itu juga terjadi khususnya pada era kemerdekaan. Bachtiar

Effendy telah menuliskan bagaimana semasa pasca kemerdekaan,

semangat ideologis Islam politik dalam memperjuangkan Islam

sebagai dasar ideologi negara sangat kuat.33 Semangat politik

Islam baru agak mereda pada masa Orde Baru. Saat itu Islam di

Indonesia semakin diharapkan untuk tampil dengan tawaran-

tawaran kultural yang produktif dan konstruktif, dalam kerangka

Pancasila.34

Secara spesifik hubungan antara Islam dan Komunisme di

Indonesia telah diteliti oleh Jeanne S. Mintz. Ia menemukan bahwa

hubungan di antara keduanya tidak sekedar negatif belaka,

melainkan juga terdapat serangkaian hubungan yang positif.

Semuanya selalu terkait dengan persoalan kehidupan, terutama

kehidupan politik. Hubungan positif dapat dilihat dengan

munculnya para tokoh sosialis-religius semasa kejayaan PKI

33 Bahtiar Effendy, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran

dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 74, 76.

34 M. Syafi'i Anwar, Pemikiran dan Aksi Islam Indonesia:

Sebuah Kajian Politik Tentang Cendekiawan Muslim Orde Baru, (Jakarta: Paramadina, 1995), hlm. 157; lihat juga Nurcholish

Madjid, Islam, Kemodernan, dan Keidonesiaan, (Bandung: Mizan, 1987).

Page 19: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

19

tersebut. Akan tetapi pada akhirnya reaksi umat Islam justru

bersifat radikal terhadap kaum Komunis.35

Di Surakarta, Sarekat Islam telah terbukti mampu menjadi

sarana terbentuknya sebuah militansi di kalangan rakyat

rendahan untuk menuntut berbagai hal yang mereka rasakan

sebagai hak. Akan tetapi dalam perjalanannya SI juga menjadi

salah satu jalan bagi masuk dan berkembangnya Komunisme,

terutama di wilayah Surakarta.36 Di bawah H. Muhammad

Misbach, Komunisme bisa bersinergi dengan Islam untuk

bersama-sama menentang hegemoni Kolonialisme dan Kapitalisme

terhadap kaum pribumi.37 Setelah itu keduanya lebih memilih

untuk saling beroposisi satu dengan yang lain. Sesaat setelah

Indonesia merdeka, di Surakarta telah terjadi ketegangan antara

kelompok Islam dengan Komunisme sebagai rangkaian peristiwa

Madiun tahun 1948.38 Peristiwa Madiun tidak dapat hanya dilihat

35 Jeanne S. Mintz, Muhammad, Marx, dan Marhaen: Akar Sosialisme Indonesia, terj. oleh Zulhilmiyasri, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2003). Khawatir menghambat langkah geraknya, D.N. Aidit pada 27 September 1964 sempat mengatakan bahwa siapapun

yang memprogandakan anti agama harus keluar dari PKI.

36 Takashi Shiraisi, op. cit.

37 Syamsul Bakri, Gerakan Komunisme Islam di Surakarta 1914-1942, (Yogyakarta: LKiS, 2013).

38 Barisan Hizbullah dan Sabilillah terlibat aktif dalam

melawan pemberontakan kaum Komunis saat itu. Tashadi, dkk., Sejarah Perjuangan Hizbullah Sabilillah Devisi Sunan Bonang,

Page 20: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

20

sebagai sebuah peristiwa di tingkat lokal. Peristiwa itu merupakan

bagian dari rangkaian Revolusi Indonesia yang melibatkan banyak

laskar rakyat dari berbagai ideologi.39

Apa yang terjadi di Surakarta juga terjadi di tempat yang

lain. Pada masa sekitar Proklamasi Kemerdekaan Indonesia,

sebuah gerakan oposisi dilakukan oleh kesatuan yang berbasiskan

orang Jawa terhadap pemerintah dan berkaitan dengan

perdebatan ideologi negara. Anton Lucas menjelaskan tentang

peristiwa revolusi Indonesia di Tegal, Pemalang, dan Brebes

(Karisidenan Pakalongan) sekitar pada bulan Oktober sampai

Desember 1945. Konflik terjadi terutama karena pertentangan

antara golongan kiri dan golongan Islam. Terjadinya revolusi ini

merupakan wujud ketidakpuasan rakyat dengan kehidupan pada

waktu itu, di samping kepentingan-kepentingan politik.40

Berbagai gejolak politik yang bersifat radikal bisa dikatakan

berhenti pada era Orde Baru. Surakarta menjadi relatif lebih

aman, sebagai satu wilayah yang adiluhung, melalui bahasa dan

sopan santunnya. Secara antropologis, James T. Siegel

(Surakarta: Yayasan Bakti Utama dan Yogyakarta: Masyarakat Sejarawan Yogyakarta, 1997)

39Julianto Ibrahim, Dinamika Sosial dan Politik Masa

Revolusi Indonesia, (Yogyakarta, Gadjah Mada University Press, 2014)

40 Anton Lucas, One Soul One Struggle: Peristiwa Tiga Daerah Dalam Revolusi Indonesia, (Yogyakarta: Resist Book, 2004).

Page 21: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

21

menceritakan bagaimana bahasa dan budaya menjadi perekat

masyarakat.41 Akan tetapi Surakarta selalu unik. Radikalisme

terjadi lagi di awal tahun 1980-an, ketika sekelompok masyarakat

berbuat kerusuhan terhadap etnis China dan menjadi masalah

nasional.42 Berbagai peristiwa terus silih berganti sebagai bentuk

dinamika sosial-politik Surakarta. Hal ini menjadi pertimbangan

peneliti akan pentingnya tema penelitian tentang gerakan Islam

dalam konteks kebangkitan kembali Komunisme di Surakarta

setelah Indonesia merdeka.

E. Landasan Teori

1. Agama dan Komunisme sebagai Ideologi Politik

Kehidupan agama dalam masyarakat sangat dipengaruhi

oleh kondisi sosial, politik, dan ekonomi setempat.43 Sebaliknya

agama memberi kekuatan yang sangat besar bagi masyarakat

41 James T. Siegel, Surakarta in New Order: Language and Hierarchy in Indonesian City, (Princeton, New Jersey: Princeton

University Press, 1986).

42 Kerusuhan ini akhirnya meluas di berbagai wilayah

sekitarnya, terutama di Semarang. Lihat Siswoyo dan P. bambang, Huru-hara Surakarta Semarang, (t.k.: Bakti Pertiwi, 1981).

43 B.J.O. Schrieke, Pergolakan Agama di Sumatra Barat: Sebuah Sumbangan Bibliografi, terj. oleh Soegarda Poerbakawaca, (Jakarta: Bhratara, 1973), hlm. 45. Snouck Horgronje pernah

mengatakan, “Every new period in the history of civilisation obliges a religious community to undertake a general revision of the contents

of its treasury”. Lihat Snouck Horgronje, Muhammedanism, hlm. 138.

Page 22: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

22

yang memeluknya untuk mengadakan perubahan yang besar.

Dengan demikian, ideologi agama bisa menjadi salah satu faktor

yang mempengaruhi terjadinya sebuah perubahan sosial.44 Selain

itu, secara sosiologis masyarakat selalu memerlukan sesuatu yang

berfungsi efektif di dalam mengikat sesama anggota masyarakat,

termasuk agama.45

Penjelasan tentang relasi tentang agama dan politik dapat

dilihat dalam karya Donald Eugene Smith.46 Ia menjelaskan bahwa

interrelasi antara agama dan politik ini sangatlah erat, dengan

berbagai bentuknya. Sementara itu, Robert Cummings Neville

menyebutkan bahwa berbagai bentuk interaksi antar kelompok

agama, baik yang membentuk integrasi damai maupun konflik

agama, keduanya seringkali terkait dengan persoalan politik.47 Isu-

isu tentang polilik Islam sering muncul karena adanya kekuatan

kebangkitan Islam seiring dengan menguatnya tuntutan terhadap

44 Robert H. Lauer, Perspektif tentang Perubahan Sosial, terj.

oleh Alimandan, (Jakarta: Bina Aksara, 1989), hlm. 257; Michael S. Northcott, “Pendekatan Sosiologis”, dalam Peter Connolly (ed.),

Aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta: LKiS, 1999), hlm. 276-279.

45 Hiroko Horikoshi, Kiai dan Perubahan Sosial, terj. oleh Umar Basalim dan Andi Muarly Sunrawa, (Jakarta: P3M, 1987), hlm. 1.

46 Donald Eugene Smith, Religion and Political Development, (Boston: Little, Brown and Company, 1970).

47 Robert Cummings Neville, Religion in Late Modernity, (New York: State University of New York Press, 2002), hlm. 158-170.

Page 23: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

23

partisipasi rakyat dalam proses politik (demokrasi).48 Pemisahan

antara agama dan negara sebetulnya berakar dari dunia Kristen.

Kecuali itu, dalam bahasa Islam (bahasa Arab klasik) sulit untuk

ditemukan padanan kata dari yang spiritual dan yang sekular,

yang awam dan yang rohaniawan, serta yang religius dan yang

sekular.49 Hal inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai

perdebatan tentang bagaimana umat Islam harus berpolitik,

terutama dalam tingkatan praktis.

Meski berbeda dengan agama, Komunisme sering

dihadapkan dengan agama, karena ideologi ini sering dituduh

Atheis atau “anti” Agama. Ideologi ini bersumber dari Sosialisme-

Marxisme50, yang mempunyai ide dasar untuk melawan adanya

ketimpangan dari kaum kaya dan kaum miskin yang sangat

dalam. Hal lain yang juga penting dari Marx adalah pandangannya

tentang materialisme historis, bahwa materi merupakan pokok

48 John L. Esposito dan John O. Voll, Demokrasi di Negara-

negara Muslim: Problem dan Prospek, (Bandung: Mizan, 1999); (terj. dari Islam and Demokrasi, London: Oxford University Press, 1996).

49 Bernard Lewis, Bahasa Politik Islam, terj. oleh Ihsan Ali Fauzi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1994), hlm. 3.

50 M.A. Riff (ed.), Dictionary of Modern Political Ideologis, (New York, St. Martin’s Press, 1987), hlm. 60.

Page 24: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

24

dari sumber perubahan.51 Dalam konteks inilah Marx mengkritik

agama, yang bersumber dari para tokohnya yang berujung pada

perlawanan dari kaum agama. Celah itulah yang digunakan kaum

agama untuk mengklaim bahwa gerakan kaum Komunis adalah

gerakan anti agama, anti Tuhan,52 meskipun tidak sepenuhnya

benar. Dalam praktiknya banyak tokoh agama yang terpengaruh

oleh ide-ide kaum Komunis.

Kedua ideologi yang hidup dalam sebuah masyarakat tentu

tidak dapat berdiri sendiri melainkan terjadi sebuah dialog, atau

bahkan interaksi. Marvin E. Olsen, pernah mengatakan bahwa

setiap kelompok sosial saling mempengaruhi satu dengan yang

lain. Ide-ide baru dari luar akan diabaikan, ditolak, diperbaiki,

atau diterima. Ide-ide tersebut akan membawa perubahan bagi

masyarakat setempat. Terjadinya pemaksaan ide-ide baru dari

luar pada sebuah masyarakat bisa memunculkan konflik.53

51 Mary Fulbrook, Historical Theory, (London-New York:

Rouledge, 2002), hlm. 41.

52 Dunia sosialis modern, ketika diterima secara penuh,

ingin menghapuskan agama. Negara Komunis, dalam batas tertentu, mempunyai karakter anti-agama. Lihat Andrea Riccardi,

“Antara Kekerasan dan Dialog: Agama di Abad Dua Puluh”, dalam Wim Beuken, Karl-Josef Kuschel, et al, Agama sebagai Sumber Kekerasan?, terj. oleh Imam Baehaqie, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar Offset, 2003), hlm. 126.

53 Marvin E. Olsen, The Process of Social Organization, New

Delhi-Bombay-Calcutta: Oxford & IBH Publishing Co., 1968, hlm. 143.

Page 25: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

25

Akulturasi atau konflik menjadi akibat yang segera muncul

sehingga menumbulkan suasana baru dalam masyarakat. Aturan-

aturan sosial serta nilai-nilai tertentu akan ikut berperan dalam

dalam proses ini.54

Proses interaksi atau konflik tidak lepas juga dari proses

komunikasi yang berlangsung. Luis Ramero Beltran S.

menyatakan bahwa komunikasi bisa menggerakkan perubahan

tanpa memandang kondisi-kondisi sosial, politik, dan ekonomi.55

Meskipun demikian, struktur sosio-ekonomi tetap mempunyai

pengaruh yang sangat besar terhadap perilaku adobsi dari orang

yang terlibat dalam komunikasi dalam menerima pesan dari

budaya lain.56 Corak hubungan yang dibangun antara kedua

belah pihak yang bertukar ide juga sangat menentukan. Ketika

54 Juan Diaz Bordenave, "Komunikasi Inovasi Pertanian di Amerika Latin", dalam Everett M. Rogers (Ed.), Komunikasi dan

Pembangunan: Perspektif Kritis, terj. oleh Dasmar Nurdin, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 59.

55 Luis Ramero Beltran S., "Premis-Premis, Obyek-obyek, dan Metode-metode Asing dalam Penelitian Komunikasi di Amerika Latin", dalam Everett M. Rogers (Ed.), Komunikasi dan

Pembangunan: Perspektif Kritis, terj. oleh Dasmar Nurdin, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 16.

56 Juan Diaz Bordenave, op. cit., hlm. 52. Subyektivitas individu yang terlibat tetap berperan dalam proses komunikasi

lintas budaya. Alo Liliweri, Makna Budaya dalam Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: LKiS, 2003), hlm. 117.

Page 26: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

26

terjadi kecocokan ide, maka proses akulturasi.57 Akan tetapi

apabila terjadi sebuah perselisihan ide, potensi konflik segera

muncul. Apapun yang terjadi, persinggungan antara dua cara

berpikir pada akhirnya turut mempengaruhi terjadinya perubahan

sosial.58

Seperti halnya budaya, agama juga mengalami interaksi

dengan budaya sekaligus mempunyai fungsi integrasi bagi suatu

masyarakat. Agama merupakan sumber keteraturan sosial dan

moral yang mampu mengikat segenap anggota masyarakat untuk

memperjuangkan nilai dan tujuan sosial bersama.59 Fungsi

pengikat itu terjadi melalui sistem totemik, di mana terdapat

simbol sakral yang sama dalam satu agama.60 Ada dua bentuk

fungsi intergrasi, yaitu integrasi normatif dan integrasi fungsional.

57 Ibid., hlm. 16, 157.

58 Niels G. Roling, dkk, "Difusi Inovasi dan Masalah Kemerataan dalam Pembangunan di Pedesaan", dalam Everett M.

Rogers (Ed.), Komunikasi dan Pembangunan: Perspektif Kritis, terj. oleh Dasmar Nurdin, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 78; Everett

M.Rogers dan F. Floyd Shoemaker, Communication of Innovations: A. Cross-Cultural Approach, (New York: The free Press, A Division of

Macmillan Publishing CO., dan London: Collier Macmillan Publisher, 1962), hlm. 16.

59 Pendapat ini lahir dari penelitiannya terhadap masyarakat Aborigin, yang tradisional, di mana satu suku mempunyai satu agama. Lihat Emile Durkheim, The Elementary Forms of the

Religious Life, (New York: Free Prees, 1992).

60 Michael S. Northcott, "Pendekatan Sosiologis", dalam Peter

Connolly (Ed.), Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. oleh Imam Khoiri, (Yogyakarta: LKiS, 2002), hlm. 270-271.

Page 27: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

27

Integrasi normatif menganggap bahwa organisasi sosial

terintegrasi secara normatif berdasarkan nilai-nilai atau norma-

norma telah menjadi kebiasaan dan terinternalisasi dalam diri

para anggotanya. Sementara itu integrasi fungsional menganggap

bahwa organisasi sosial terintegrasi secara fungsional oleh

hubungan saling melengkapi di antara bagian-bagian yang ada,

melalui koordinasi yang menyatukan mereka.61

Secara internal, tingkah laku masyarakat juga bisa dilihat

dari: (1) pertimbangan berdasarkan keinginan, keyakinan, nilai,

dan prinsip-prinsip yang mereka punyai dalam dirinya; (2) nafsu

yang menggebu; (3) kekuatan emosi; dan kadang-kadang (4)

kebiasaan, sesuai dengan kaidah yang berlaku. Sementara itu,

faktor eksternal yang mempengaruhi tingkah laku adalah

diskursus atau opini mereka tentang lingkungan sosialnya.62 Niel

J. Smelser lebih melihat adanya empat komponen dasar

terbentuknya perilaku sosial: (1) Nilai, akibat yang tergeneralisasi,

yang membimbing ke arah tujuan tingkah laku sosial; (2) Norma,

termasuk aturan pemerintah yang mengatur pencapaian tujuan

tersebut dan juga aturan-aturan yang ditemukan dalam

masyarakat; (3) Mobilisasi energi individu untuk mencapai tujuan

61 Marvin E. Olsen, op. cit., hlm. 160.

62 C. Behan Mc. Cullagh, The Logic of History: Putting

Postmodersm in Perspective, (London and New York: Roudledge, 2004), hlm. 72, 99.

Page 28: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

28

akhir yang telah didefinisikan dengan kerangka kerja normatif.

Dalam tataran individu, hal itu terkait dengan motivasi; sementara

dalam tataran sistem sosial terkait dengan peran-peran seseorang

dalam organisasi. (4) Fasilitas situasional yang tersedia yang dapat

digunakan sebagai alat oleh para aktor, termasuk pengetahuan

tentang lingkungan, prediksi tentang akibat dari tingkah laku, dan

alat-alat serta keahlian.63

Dalam bertingkah laku, seseorang akan merespon dan

menginterpretasikan berbagai situasi yang ada, sehingga situasi

yang sama akan menimbulkan tingkah laku yang berbeda.64

Terdapat semacam siklus antara situasi dan tingkah laku. Situasi

yang diinterpretasi oleh manusia akan menimbulkan tingkah laku,

sementara tingkah laku yang muncul menjadi situasi yang baru,

diinterpretasikan lagi, menimbulkan perilaku yang baru lagi, dan

demikian selanjutnya. Hal semacam ini juga terjadi pada tingkah

laku kelompok. Situasi sekitar yang diinterpretasi secara kolektif

akan memunculkan tingkah laku kolektif, dan selanjutnya akan

63 Niel J. Smelser, Theory of Collective Behavior, (New York, The Free Press; London: Collier-Macmillan Limited, 1971), hlm. 24.

64 Robert F. Berkhofer, Jr., A Behavioral Approach to Historical Analisys, (New York: The Free Press, 1971), hlm. 28, 32.

Page 29: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

29

melahirkan situasi baru, diinterpretasi lagi, muncul tingkah laku

lagi, dan begitu seterusnya.65

Dalam pandangan Materialisme, dasar-dasar tingkah laku

manusia adalah materi dan ekonomi.66 Konteks ini memunculkan

serangkaian penilaian bahwa Komunisme, yang merupakan salah

satu bentuk perkembangan dari Sosialisme-Marxisme67,

merupakan gerakan yang anti Tuhan, sekaligus menjadi potensi

perseberangan antara Agama dan Komunisme.68 Dalam

kenyataannya antara umat beragama maupun orang-orang

Komunis sering bersaing dalam wilayah sosial dan berpolitik,

bahkan terlibat konflik. Rivalitas keduanya berjalan dalam rangka

saling berebut peran dan mengikuti dinamika politik

65 Ibid., hlm. 68, 75. Betapapun perubahan sosial dimulai

dari perubahan yang terjadi pada individu, karena gabungan dari individu yang masing-masing mempunyai keunikan itulah

terwujud satu sistem sosial yang membentuk perubahan kolektif dari sistem sosial tersebut. Lihat C. Behan Mc. Cullagh, The Truth

of History, (London-New York: Routledge, 1998), hlm. 259-260.

66 Daniel L. Pals, Seven Theories of Religion: Dari Animisme

E.B. Taylor, Materialisme Karl Marx, Hingga Antropologi Budaya C. Geertz, terj. oleh Ali Noor Zaman, (Yogyakarta: Qalam, 2001), hlm. 207.

67 Komunisme merupakan satu bentuk pengambangan dari Sosialisme. Lihat M.A. Riff (ed.), Dictionary of Modern Political

Ideologis, (New York, St. Martin’s Press, 1987), hlm. 60.

68 -----, Encyclopedia Britanica, hlm. 1020.

Page 30: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

30

pemerintahan yang ada.69 Saling menyalahkan atau bahkan

menghina sering dilakukan secara ideologis, meski tidak lepas dari

persoalan ekonomi maupun politik,70 sehingga keduanya mudah

terlibat konflik di tingkat masyarakat.

Di tingkat pedesaan, konflik sering diperkuat oleh adanya

persaingan sosial antar tokoh masyarakat. Dari para tokoh itulah

konflik antara keduanya mengakar hingga lapisan bawah,

kalangan petani maupun buruh. Hal ini memperkuat apa yang

dikatakan Margo Lion, bahwa mobilisasi golongan santri dengan

simbol-simbol Islam sering digerakkan oleh para tokohnya.

Beberapa tokoh di desa yang sering berperan antara lain adalah

modin, pejabat desa muslim, guru agama, dan tokoh agama (Kiai-

Ulama). Tidak jarang sekolah dan pesantren menjadi pusat

kegiatan politik. 71

69 -----, Islam and Communism, (t.p., t.t., koleksi Perpustakan

Kolosani Yogyakarta), hlm. 1-22.

70 Ada dua kekuatan ekstrim, Komunisme dan Agama, menimbulkan dua kelompok yang kemudian sering disebut

sebagai kaum ekstrim kanan (kaum agama) dan ekstrim kiri (kaum Komunis), sebagaimana yang pernah terjadi di Amerika.

Lihat Ralph Lord Roy, “Conflict from the Communist Left and the Radical Right”, dalam Robert Lee dan Martin E. Marty (ed.),

Religion and Social Conflict, (New York: Oxford University Press, 1964), hlm. 55-68.

71 Margo Lion, “Dasar-dasar Konflik di Daerah Pedesaan

Jawa”, dalam S.M.P. Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi (Peny.), Dua Abad Penguasaan Tanah: Pola Penguasaan Tanah Pertanian di

Page 31: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

31

2. Konflik Sosial - Politik

Setiap kelompok sosial mempunyai semangat dan ideologi

untuk menyatakan bahwa kelompoknya lebih superior daripada

kelompok lain. Sikap fanatisme kelompok bahkan bisa muncul

berawal dari bentuk ‘prasangka’ terhadap kelompok lain. Efek

prasangka ini selanjutnya bisa memunculkan stereotip,

diskriminasi, dan penciptaan jarak sosial.72 Kalau hal ini yang

terjadi, maka interaksi akan terwujud dalam bentuk konflik antar

kelompok budaya dan atau agama atau ideologi.73 Setiap

kelompok atau organisasi sosial juga akan bersaing dan berpacu

dengan kelompok lain dalam mencari dukungan anggota dan

sumber daya yang ada. Hal seperti itulah yang biasanya dapat

melahirkan berbagai bentuk berbagai ketegangan yang berujung

pada munculnya sebuah dinamika dan konflik.74

Dalam berbagai peristiwa konflik, agama bisa menjadi

legitimasi atas terjadinya konflik sosial. Beberapa konflik

bernuansa agama yang terjadi dalam sejarah Indonesia antara lain

Jawa dari Masa ke Masa, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia), hlm. 229

72 Sikap superior ini pada akhirnya tentu juga akan

mempengaruhi model interaksi antar budaya atau ideologi tersebut. Lihat Alo Liliweri, op. cit., hlm. 15, 91-93, dan 239.

73 Marvin E. Olsen, op. cit., hlm. 142.

74 Ibid., hlm.144.

Page 32: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

32

peperangan antara Demak yang mewakili kepentingan kaum

muslim dengan Majapahit yang mewakili kaum Hindu pada tahun

152775, konflik antara H. Ahmad Mutamakin dan Ahmad Rifa'i

dengan kerajaan yang juga mengatasnamakan agama76,

perpecahan Sarekat Islam (SI) setelah masuknya Komunisme77;

konflik antara kaum Nasionalis dengan Agama (Islam)78, dan lain-

lain. Dalam era kekinian, konflik demikian juga masih sering

terjadi seperti di Aceh, Maluku, Poso, dan lain-lain.79

Konflik yang mengatasnamakan agama biasanya juga tidak

terlepas dari persoalan identitas diri atau kelompok. Henry Taifel,

seperti yang dikutip oleh Janice Gross Stein menyebutkan bahwa

salah satu komponen penting dalam identitas sosial atau bagian

dari konsep diri adalah rasa keanggotaannya dalam kelompok

75 Ridin Sofwan, Islamisasi di Jawa, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2000), hlm. 128; H.J.De Graaf dan TH. Pigeaud, Kerajaan Islam Pertama di Jawa: Tinjauan Sejarah Politik Abad XV dan XVI,

terj., oleh teem Pustaka Utama Grafiti dan KITLV, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2001), hlm. 60.

76 Kuntowijoyo, op. cit., 123.

77 Takashi Shiraisi, op. cit. , hlm. 363-369.

78 Bahtiar Effendi, Islam dan Negara: Transformasi Pemikiran dan Praktik Politik Islam di Indonesia, (Jakarta: Paramadina, 1998), hlm. 62-92.

79 Pembahasan tentang konflik-konflik ini ditulis dalam Lambang Trijono (Ed.), The Making of Etnic and Religious Conflicts

in Southeast Asia: Cases and resolutions, (Yogyakarta: CSPS Books, 2004).

Page 33: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

33

sosial.80 Di sini orang akan senantiasa membuat stereotipe

terhadap dirinya dengan orang lain, begitu juga terhadap

kelompoknya dengan kelompok lain, untuk memperkuat identitas

diri atau kelompoknya. Dalam hal demikian, seting politik akan

sangat mempengaruhi berbagai keputusan di dalam satu

kelompok atas kelompok lain. Ketika terjadi konflik antar agama,

maka agama berfungsi sebagai ideologi, sekaligus identitas yang

membedakan seseorang atau kelompok dengan orang lain atau

kelompok lain. Homogenitas agama dalam setiap kelompok sosial

dapat memperkuat konflik jika terjadi antara mereka.81

Untuk melihat berbagai bentuk interaksi antar kelompok

agama, faktor politik cukup membantu. Agama dan politik

merupakan dua kekuatan yang saling berhubungan, sering

dilematis.82 Seringkali keduanya berfungsi secara integratif di

dalam masyarakat, sehingga muncul istilah religiopolitical

80 Janice Gross Stein, "Image, Identity, and Resolution of

Violent Conflict", dalam Chester A. Crocker (Ed.), Turbulent Peace: The Challenges of Managing International Conflict, (Washington,

D.C.: United States Institute of Peace Press, 2001), hlm. 190.

81 Michael E. Brown, "Ethnic and Internal Conflicts: Causes

and Implication", dalam Chester A. Crocker (Ed.), Ibid., hlm. 209.

82 Di satu sisi agama dan politik menjadi satu identitas yang

sulit dipisahkan, tetapi di sisi lain ia juga berpotensi saling berlawanan. Lihat Raimundo Panikkar, “Religion or Politics: The Western Dilemma”, dalam Peter Hlm. Merkl and Ninian Smart

(ed.), Religion and Politics in The Modern World, (New York and London: New York University Press, 1985), hlm. 44.

Page 34: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

34

system.83 Sistem ini mempunyai beberapa ciri, sebagai berikut: (1)

Komponen ideologi disediakan seluruhnya oleh agama. (2)

Komunitas politik identik dengan komunitas religius. (3) Sistem

tersebut terintegrasi dan terlegitimasi secara religius. (4) Adanya

ritual-ritual yang melegitimasi kekuasaan pemimpin dan

kepatuhan pada otoritas penguasa. (5) Adanya fungsi-fungsi

agama dalam diri penguasa otoritas melakukan reinterpretasi

ajaran agama.84

Sistem tersebut berbeda dengan sistem sekuler85 yang

ditandai oleh (1) pemisahan wilayah politik dari ideologi agama

dan struktur keulamaan, (2) ekspansi pemerintah yang mengatur

bidang sosioekonomis yang sebelumnya dilakukan oleh struktur-

struktur agama, dan (3) tujuan-tujuan temporal yang

nontransenden dan makna-makna pragmatis yang rasional. Dalam

83 Dalam sistem ini pemerintah, ulama, ideologi agama,

norma agama, dan kekuatan memaksa dari pemerintah dikombinasikan dalam rangka memaksimalkan stabilitas

masyarakat. Donald Eugene Smith, Religion and Political Development, (Boston: Little, Brown and Company, 1970), hlm. 57.

84 Ibid., hlm. 6-7, 67-68.

85 Karena pengaruh Barat, banyak negara-negara dengan basis rakyat kaum muslim mengambil jalan yang cenderung

sekuler setelah kemerdekaan mereka. Lihat John L. Esposito, Ancaman Islam: Mitos atau Realitas?, (Bandung: Mizan, 1996); terj

dari The Islamic Threat: Myth or Reality?, New York: Oxford University Press, 1992).

Page 35: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

35

konteks tertentu, sekularisari juga diwarnai oleh (4) dominasi

negara atas agama dan struktur-struktur keulamaan.86

Aktor-aktor politik yang terkait dengan agama dapat

dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu pimpinan politik individu,

kelompok simpatisan agama, dan partai politik agama. Para ulama

dan misionaris, atau bahkan orang awam, dapat menjadi

pimpinan politik.87 Kelompok simpatisan agama meliputi kelompok

elite ulama, organisasi ulama, simpatisan dari kaum awam, sekte-

sekte agama, dan komunitas agama. Sementara itu partai politik

agama meliputi partai komunal maupun partai sektarian, atau

partai tradisional maupun partai modern.

Agama dalam konteks politik dan kemasyarakatan dapat

dianalisis berdasar pada empat unsur, yaitu identitas kelompok,

aturan-aturan kemasyarakatan, organisasi keulamaan, dan sistem

kepercayaan. Agama sebagai identitas merujuk pada adanya

komunitas religius, dengan simbol-simbol agama yang sama.

Agama sebagai aturan kemasyarakatan mengacu kepada

86 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 85-86. Ketika politik mendominasi agama, maka lahirlah sistem politik atau negara

totalitarian, yang merupakan kebalikan dari sistem politik atau negara teokrasi. Lihat Raimundo Panikkar, op. cit., hlm. 48.

87 Ini dalam bahasa Richardson disebut sebagai otoritas intrinsik, yang merupakan salah satu penopang komunitas politik. lihat Herbert W. Richardson, “What Makes a Political Society? ”,

dalam Jurgen Moltmann, dkk., Religion and Political Society, (New York: Harper dan Row Publisher, 1974), hlm. 95-120.

Page 36: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

36

keberadaan struktur sosioreligius yang mengatur kehidupan sosial

secara internal. Agama sebagai organisasi keulamaan merujuk

pada keberadaan institusi keulamaan sebagai para tokoh dalam

berbagai aktivitas agama dalam kelompok. Sementara itu agama

sebagai sistem kepercayaan merujuk pada adanya ideologi agama.

Melalui kategori atau elemen-elemen tersebut, dapat dicermati

bermacam-macam situasi kapan agama berinteraksi dengan

politik.88 Adanya konflik89 justru mempermudah menjelaskan

berbagai sifat politik yang berkaitan dengan agama.90

Komunitas agama, struktur sosioreligius, institusi

keulamaan, dan ideologi agama merupakan empat komponen yang

sangat membantu memahami konflik agama. Konflik sosial yang

berhubungan dengan agama ini dapat diidentifikasi dalam empat

88 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 127-144.

89 Konflik sosial muncul ketika manusia membentuk organisasi sosial. Tiada masyarakat tanpa konflik, dan memang,

konflik merupakan realitas eksistensi kemanusiaan. Lihat Robert Lee, “Introduction: Religion and Social Conflict”, dalam Robert Lee

dan Martin E. Marty, Religion and Social Conflict, (New York: Oxford University Press, hlm. 3.

90 Dalam konteks politik, konflik disebabkan oleh pertentangan antara pihak yang secara konsekuen mau berdiri di

belakang demokrasi dan cita-cita kemanusiaan universal, dengan primordialisme yang mencari aman dalam kelompok sangat kecil dengan mencurigai atau bahkan memusuhi segala yang ada

diluar. Lihat Frans Magnis Suseno, Agama dan Demokrasi, (Jakarta: P3M-FNS, 1992), hlm. 12.

Page 37: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

37

macam.91 Pertama, konflik komunitas religius. Dalam konflik ini,

politisasi berlangsung ketika sejumlah besar individu menjadi

anggota kelompok secara kolektif atas dasar identitas religius.

Konflik komunitas religius menggunakan simbol-simbol agama

untuk memobilisasi massa agar mengambil sikap dan tindakan

oposisi terhadap rivalnya. Kedua, konflik struktur sosioreligius.

Akibat proses sekularisasi akan muncul kelompok-kelompok

religus di bawah para tokohnya untuk menandingi pemerintah dan

mereka memobilisasi massa untuk mendukung aksi mereka.

Ketiga, konflik institusi ulama. Konflik ini merupakan perjuangan

untuk mendukung pengaruh keulamaannya dalam masyarakat di

tengah pertentangan-pertentangan pada wilayah keulamaannya,

yang justru kurang menunjukkan relasi terhadap fenomena

politisasi. Keempat, konflik ideologi agama. Politik di dunia ketiga

secara signifikan diperkuat oleh konflik-konflik ideologi yang

berbeda, yang melibatkan sistem-sistem kepercayaan secara

politis. Konflik antara agama dan Komunisme juga dapat dipahami

dengan kerangka ini. Munculnya Materialisme-Marxisme

91 Donald Eugene Smith, op. cit., hlm. 145-158.

Page 38: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

38

menunjukkan bahwa dunia ekonomi dapat menjadi satu sumber

konflik dalam masyarakat yang melibatkan kaum beragama.92

F. Metode Penelitian

1. Pencarian Data

Tulisan sejarah yang baik, dan dapat dipertanggung-

jawabkan secara ilmiah, paling tidak harus mengandung tiga

elemen, yaitu (a) meneliti dan menyaring fakta, inilah yang disebut

dengan riset; (b) metodologi, atau yang juga sering dikenal sebagai

intepretasi, yaitu mencari relasi-relasi logis dari berbagai peristiwa

yang terjadi dalam obyek penelitian; dan (c) presentasi, yang

berupa narasi, deskripsi, dan dan eksposisi, dan inilah yang

disebut sebagai hasil riset dan interpretasi.93 Oleh karena itu,

bagaimanapun pencarian sumber, kritik sumber, perumusan

fakta, dan penyajian hasil dalam bentuk cerita sejarah.94

92 Paul Collier, "Economic Causes of Civil Conflict and Their

Implications for Policy" dalam Chester A. Crocker (Ed.), op. cit., hlm.143.

93 Allan Nevins, The Gateway to History, (New York: D.C. and

Company, 1962), hlm. 45.

94 Metode ini mengikut pada Homer Carey Hocket dan

Gottsdchalk. Lihat Homer Carey Hocket, The Critical Method in Historial Research And Writing, (New York: The Macmillan

Company, 1931), hlm. 106 -110; Gottschalk, Mengerti Sejarah, terj. oleh Nugroho Notosusanto, (Jakarta: UI Press, 1986), hlm. 18.

Page 39: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

39

Adapun pencarian data yang dilakukan dalam penelitian ini

adalah dengan pengkajian dokumen maupun wawancara tokoh.

Dokumen-dokumen sejarah meliputi data arsip yang diperoleh

dari berbagai tempat seperti Kantor Arsip Nasional, Arsip Daerah,

Perpustakaan Mangkunegaran dan lain-lain. Selain itu data

sekunder juga banyak membantu penelitian ini seperti Koran,

majalah, buku-buku dan juga website. Surat kabar dengan

berbagai bentuknya merupakan sumber data yang paling

membantu penulisan ini. Monumen pers Surakarta sangat

membantu peneliti menemukan data penelitian melalui beberapa

surat kabar seperti yang tertera dalam daftar pustaka.

Data yang tidak kalah penting adalah data dari hasil

wawancara tokoh. Beberapa tokoh atau pelaku sejarah yang masih

bisa ditemukan oleh peneliti sangat membantu proses penelitian

ini. Wawancara terutama dilakukan untuk menggali data tentang

sekitar peristiwa G.30.S. di tingkat lokal. Peneliti banyak dibantu

oleh para saksi yang pernah hidup dan faham, atau bahkan

terlibat dengan peristiwa-peristiwa politik pada tahun 1960-an.

Fokus terhadap kajian politik Islam, sumber sejarah lisan

terutama terbantu oleh para tokoh Islam, baik kalangan eks-

Masyumi maupun dari NU seperti tertera dalam daftar pustaka.

Semua itu saling mendukung dalam rangka menghasilkan

rangkaian data yang diperlukan dalam menyusun naskah ini.

Page 40: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

40

2. Interpretasi Data

Interpretasi menjadi langkah yang sangat penting setelah

terkumpul data yang akurat. Data tersebut selanjutnya

diinterpretasikan berdasarkan berbagai teori di atas, sehingga

menghasilkan sebuah rekonstruksi sejarah seperti yang tertulis

dalam laporan ini. Dari sekian persoalan yang ada, proses

interpretasi ini meliputi interpretasi terhadap kehidupan pelaku,

interpretasi terhadap masyarakatnya, dan interpretasi terhadap

peristiwanya itu sendiri. Meski mengurangi obyektivitas,

interpretasi berdasarkan argumen teori yang kuat dapat

dibenarkan.95

Penelitian ini akhirnya melahirkan rekonstruksi tentang

sejarah politik yang berkaitan dengan agama di masyarakat. Oleh

karena itu, kerangka teori yang telah disusun terdahulu menjadi

penting sebagai kerangka berpikir di dalam menganalisis dan

menuliskan hasil rekonstruksi sejarah ini. Berbagai dinamika

aktivitas masyarakat terkait terlihat sebagai fenomena politik

dalam konteks agama. Di sini agama tidak dipandang sebagai

tingkah laku ritual penganut terhadap Tuhan mereka, melainkan

merupakan fakta yang lebih universal ketika setiap manusia harus

95 C. Behan Mc. Cullagh, Op. Cit. 1998, hlm. 111-121;

mengenai kebenaran interpretasi yang terkait dengan generalisasi, lihat hlm. 65-80.

Page 41: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

41

berhubungan dengan manusia lain dalam masyarakat, yang

selanjutnya melahirkan politik. Dalam realitasnya memang agama

dijadikan sebagai ideologi dalam gerakan politik umat Islam di

Surakarta ini.

Dalam interpretasi, berbagai data yang tersedia dirangkai

ulang membentuk sebuah naskah cerita sejarah yang bisa dibaca

dan dimaknai. Dalam proses itu juga dilakukan telaah keabsahan

sumber penelitian dengan melakukan sinkronisasi dari berbagai

sumber yang ada. Di sinilah peneliti sangat terbantu dengan data

yang diperoleh dari para pelaku sejarah dengan melakukan

pendalaman-pendalaman berbagai informasi yang didapat dari

berbagai sumber lain. Untuk kepentingan itu pula peneliti

berusaha mengenali bahasa dan kebudayaan dari para pelaku

sejarah yang ditelitinya.96 Pendekatan situasional juga turut

membantu peneliti dalam melakukan interpretasi, karena tingkah

laku manusia selalu terjadi dalam satu situasi tertentu yang

meliputi lingkungan alam maupun sosial,97 yang dalam metode

interpretasi disebut sebagai konteks.

96 C. Behan Mc. Cullagh, op. cit., 2004, hlm. 19.

97 Robert F. Berkhofer Jr., op. cit., hlm. 28, 32.

Page 42: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

42

Dengan demikian penelitian ini telah menghasilkan

rekonstruksi sejarah lokal.98 Setiap lokal mempunyai situasinya

masing-masing yang khas dan menjadi latar atau konteks

mengapa suatu peristiwa dapat terjadi. Untuk itu deskripsi

tentang wilayah Surakarta dalam penelitian ini menjadi sesuatu

yang sangat penting, yang diuraikan dalam satu bab tersendiri.

Data yang terkumpul dan terseleksi, berikut hasil interpretasinya

kemudian disusun menjadi satu cerita sejarah yang merupakan

rekonstruksi peristiwa lokal di Surakarta tentang gerakan politik

Islam di tengah kebangkitan Komunisme era Indonesia merdeka

ini. Tentu saja dalam rekonstruksi ini perspektif yang telah

dijelaskan di atas menjadi alat yang penting, sehingga cerita

sejarah ini menjadi hidup dan lebih bermanfaat bagi pembaca.

H. Sistematika Pembahasan

Rangkaian tulisan disertasi ini disusun dalam tujuh bab

sehingga data dan analisa di dalamnya mudah dipahami. Tulisan

ini dimulai dengan bab pendahuluan. Di dalamnya memuat antara

lain latar belakang penelitian, lingkup penelitian, tujuan dan

manfaat penelitian, kajian pustaka, landasan teori, metode

penelitian, dan sistematika pembahasan itu sendiri.

98 Taufik Abdullah, Sejarah Lokal Di Indonesia: Kumpulan Tulisan, (Yogyakarta: Gama University Press, 1996), hlm. 1-36.

Page 43: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

43

Bab kedua menguraikan tentang gambaran umum gerakan

Islam di Surakarta sebelum Indonesia merdeka. Sebagai gambaran

umum, maka dalam bab ini juga digambarkan berbagai potensi

yang ada di Surakarta yang turut menyumbang tumbuh dan

suburnya gerakan politik. Dijelaskan pula dalam bab ini bahwa

kondisi yang ada juga turut berpengaruh pada munculnya

gerakan politik di Surakarta yagn berbasis Islam. Gerakan Islam

yang seolah tenggelam karena dalam tekanan pemerintah Hindia

Belanda juga dijelaskan dalam bab ini sebelum akhirnya ditutup

dengan pengaruh pendudukan Jepang bagi gerakan Islam.

Pada bab ketiga diurakan tentang kebangkitan kembali

Komunisme setelah kemerdekaan. Untuk itu perlu dijelaskan

tentang kondisi sebelumnya seputar kondisi Komunisme sebelum

kemerdekaan. Pengaruh Jepang yang sangat waspada dengan

Komunis juga dijelaskan di sini, karena justru menjadi awal

mereka melakukan persiapan-persiapan sebelum Indonesia

merdeka. Baru setelah itu dijelaskan bagaimana Komunisme

bangkit kembali di Surakarta setelah kemerdekaan hingga

keterlibatan mereka dalam tragedi Madiun September 1948

berikut dampaknya.

Mulai di bab keempat diuraikan tentang dinamika

perkembangan Islam dalam bersaing secara politis di Surakarta

dalam konteks Revolusi Indonesia. Dalam bab ini secara

Page 44: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

44

berurutan dijelaskan mulai dari situasi Surakarta bagi gerakan

politik masing-masing. Setelah itu dijelaskan hubungan reaktif

dari Islam terhadap Komunis. Dalam bab ini juga dijelaskan

munculnya sebuah gerakan radikal Islam yang dimotori oleh Ex

Tentara Batalyon 426 menjadikan Surakarta sebagai salah satu

basis gerakan mereka.

Bab kelima menjelaskan tentang suasana gerakan Islam

pada saat Komunisme sedang mendominasi secara politis di

wilayah Surakarta. Suasana mendekati pemilu pertama tahun

1955 merupakan uraian tersendiri pada bab ini sebagai sebuah

bentuk aktivitas politik yang nyata dalam Negara demokrasi.

Dalam bab ini dijelaskan juga bagaimana aksi sepihak yang

dilancarkan PKI turut dirasakan oleh kelompok Islam sebagai

salah satu kekuatan politik yang kalah dominan dari PKI. Sampai

akhirnya bab ini ditutup dengan mulai meningkatnya ketegangan-

ketegangan di masyarakat setelah peristiwa 30 September 1965 di

Jakarta.

Bab keenam secara khusus membahas dampak peristiwa 30

September 1965 di tingkat lokal Surakarta. Pertama dijelaskan

tentang terjadinya konflik berdarah hingga jatuhnya korban dari

pihak non Komunis, khususnya Islam. Dampak dari peristiwa itu

berupa partisipasi kelompok Islam dalam penumpasan terhadap

unsur-unsur Komunis oleh tentara menjadi bahasan kedua dari

Page 45: BAB I PENGANTAR A. Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/93162/potongan/S3-2016...Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap ... saat itu direpresentasikan oleh VOC

45

bab ini sekaligus penutup serangkaian penjelasan naskah tulisan

ini. Sebagai penutup tulisan, bab ketujuh berisi tentang

kesimpulan sebagai temuan dari penelitian ini.