BAB I Penelitian

download BAB I Penelitian

of 102

description

penelitian

Transcript of BAB I Penelitian

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada saat ini, jumlah usia lanjut (lansia, berumur >65 tahun) di dunia diperkirakan mencapai 450 juta orang (7% dari seluruh penduduk dunia), dan nilai ini diperkirakan akan terus meningkat. Sekitar 50% lansia mengalami intoleransi glukosa dengan kadar gula darah puasa normal. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa prevalensi Dia- betes Melitus maupun Gangguan Toleransi Glukosa (GTG) meningkat seiring dengan pertambahan usia, menetap sebelum akhirnya menurun. Dari data WHO didapatkan bahwa setelah mencapai usia 30 tahun, kadar glukosa darah akan naik 1-2 mg%/tahun pada saat puasa dan akan naik sebesar 5,6-13 mg%/tahun pada 2 jam setelah makan.Seiring dengan pertambahan usia, lansia mengalami kemunduran fisik dan mental yang menimbulkan banyak konsekuensi. Selain itu, kaum lansia juga mengalami masalah khusus yang memerlukan perhatian antara lain lebih rentan terhadap komplikasi makrovaskular maupun mikrovaskular dari DM dan adanya sindrom geriatri. Tulisan ini membahas perkembangan tata laksana DM tipe 2 pada lansia dengan penekanan pada aspek khusus yang berkaitan dengan bidang geriatri.

Diabetes Mellitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik progresif, dengan manifestasi gangguan metabolisme glukosa dan lipid, disertai oleh komplikasi kronik penyempitan pembuluh darah, dengan akibat terjadinya kemunduran fungsi sampai dengan kerusakan organ-organ tubuh.

Bahaya diabetes sangat besar dan dapat memungkinkan penderita menjadi lemah ginjal, buta, menderita penyakit bagian kaki dan banyak komplikasi serius dan menyebabkan tingkat kematian yang tinggi. Penderita DM menghadapi bahaya setiap harinya karena kadar gula darah yang tidak terkontrol. Glukosa darah mengandung kadar yang berubah-ubah sepanjang hari terutama pada saat makan, dan beraktifitas.

Diabetes mellitus (DM) sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad 21. WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2025, jumlah penderita DM akan membengkak menjadi 300 juta orang. Sedangkan di Amerika serikat setiap 60 detik seorang didiagnosa menderita DM dan mencapai lebih dari 14 juta orang Amerika mengidap penyakit DM.

Menurut WHO kasus DM di Indonesia pada tahun 2000 adalah 8,4 juta orang berada pada rangking 4 dunia setelah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta), dan Amerika Serikat (17,7 juta), dan WHO memperkirakan akan meningkat pada tahun 2030, India (79,4 juta), Cina (42,3 juta), Amerika Serikat (30,3 juta), dan Indonesia (21,3 juta).

DM tipe II banyak ditemukan (>90%) dibandingkan dengan DM tipe I. DM tipe II timbul setelah umur 30 tahun sedangkan DM tipe I biasanya terjadi sebelum usia 30 tahun. Penyakit yang bersifat menahun (kronis) dapat menyerang pria maupun wanita,namun kasus tersebut meningkat pada wanita.

Bila seseorang menderita DM tidak patuh dalam melaksanakan program pengobatan yang telah dianjurkan oleh dokter atau petugas kesehatan lain maka akan dapat memperburuk kondisi penyakitnya. Pengobatan yang perlu dilaksanakan oleh pasien seperti melaksanakan diet sebagai tonggak pengobatan, olah raga untuk menjaga kebugaran tubuh selain penggunaan obat anti diabetes oral maupun insulin.

Penyakit DM tipe II merupakan penyakit pelan tapi pasti, mereka perlu melakukan langkah preventif yang telah disarankan dokter. Penderita DM tipe II yang memiliki komplikasi mikro vaskuler biasanya selalu merasakan kesemutan dan seperti menggunakan sarung tangan, dan jika terkena makro vaskuler organ pertama yang rusak adalah ginjal,karena ginjal tidak akan berfungsi secara normal. Gagal ginjal yang disebabkan oleh DM merupakan penyakit tiga besar yang terjadi di dunia.

Selain itu diabetes akan terkena neuropati, yakni tidak akan merasakan kesakitan jika terkena benda tajam seperti kaca atau paku, dan apabila dibiarkan sampai membusuk maka jalan terakhir adalah amputasi. Mata diabetes juga akan merasakan penglihatan tidak wajar, dan lama-kelamaan akan mengalami kebutaan. Jika sudah parah akan menyerang jantung dan akan mengakibatkan kematian. Oleh karena itu penderita harus selalu melakukan check up darah secara rutin. Mengendalikan gula darah, dan diet secara rutin tidak perlu datang ke rumah sakit, karena saat ini puskesmas sudah ada yang membuka layanan tersebut dengan harga yang terjangkau.

1.2 Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah penelitian adalah untuk mengetahui karakteristik, pengetahuan dan sikap penderita DM dalam mengahadapi penyakitnya di Puskesmas Kecamatan Cipayung.

1.3 Tujuan Penilitian

1.3.1 Umum: Mengetahui karakteristik, pengetahuan dan sikap penderita DM di puskesmas Cipayung tahun 20131.3.2 Khusus : - Mengetahui karakteristik penderita DM

- Mengetahui pengetahuan penderita DM terhadap penyakitnya

- Mengetahui sikap penderita DM terhadap penyakitnya

1.4 Keterbatasan Penilitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti mendapatkan hambatan karena jenis penelitian yang digunakan yaitu deskriptif tipe cross sectional dimana eksposure dan out come di nilai pada waktu bersamaan. Selain itu singkatnya waktu penelitian, keterbatasan dana dan SDM yang terbatas juga merupakan keterbatasn dari penelitian ini.1.5 Manfaat Penilitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

Untuk menambah wawasan masyarakat tentang diabetes melitus khususnya di kecamatan Cipayung

Digunakan untuk mencegah penyakit diabetes melitus pada masyarakat di kecamatan Cipayung

Menambah pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam metodelogi penelitian

Menggambarkan tentang status kesehatan masyarakat kecamatan Cipayung

BAB IITINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1Konsep Karakteristik

2.1.1 Definisi Karakteristik

Karakteristik adalah ciri khas seseorang dalam meyakini, bertindak ataupun merasakan. Berbagai teori pemikiran dari karakteristik tumbuh untuk menjelaskan berbagai kunci karakteristik manusia (Boeree, 2008,426).Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia karakteristik adalah ciri-ciri khusus atau mempunyai sifat khas sesuai dengan perwatakan tertentu.

Menurut Efendi, demografi berkaitan dengan struktur penduduk, umur, jenis kelamin dan status ekonomi sedangkan data cultural mengangkat tingkat pendidikan, pekerjaan, agama, adat istiadat, penghasilan dan sebagainya.pendidikan, pekerjaan, ras, status ekonomi dan sebagainya.Karakteristik adalah ciri-ciri dari individu yang terdiri dari demografi seperti jenis kelamin, umur serta status social seperti, tingkat.Karakteristik adalah kemampuan untuk memadukan nilai-nilai yang menjadi filosofi adalah pandangan dunia yang utuh, memperhatikan komitmen yang teguh dan responden yang konsisten terhadap nilai-nilai itu dnegan mengenerasikan tertentu menjadi satu system nilai (Notoatmodjo, 2007).

Karakteristik adalah merupakan salah satu aspek kepribadian yang menggambarkan suatu susunan batin manusia yang nampak pada kelakuandan perbuatan( PurwatoHeri 2000). Manusia diciptakandengan unik,berbeda satusama laindan tidak satu pun yang memiliki ciri-ciri persis sama meskpun mereka persiskembaridetik. Olehkarenaitu,individupastimemiliki karakter yangberbeda dengan individu yang lainnya. Perbedaan individu ini dinamakan kodrat manusia yang bersifatalami.

2.1.2 Faktor-Faktor dalam Karakteristik

Akhirnya diberikanlah suatu pendapat baru mengenai adanya teori factor lima dalam karakteristik manusia (Boeree, 2008, 429), yaitu:

1). Karakteristik pertama adalah introversi dari ekstraversi. Pengertian yang sama dengan pendapat yang dikemukakan oleh Carl Jung dan Hans Eysenck.

2).Karakteristik kedua adalah stabilitas emosional. Seperti yang dikemukakan oleh Hans Eysenck, nilai yang tinggi adalah orang yang memiliki kestabilan emosi yang baik.

3). Karakteristik ketiga adalah mudah setuju. Nilai yang tinggi adalah individu yang cenderung untuk bersahabat dan baik hati.

4).Karakteristik keempat adalah memiliki nurani. Nilai yang tinggi adalah individu yang tertib selalu menyelesaikan pekerjaan serta peduli terhadap segala hal.

5). Karakteristik kelima adalah keterbukaan akan pengalaman dan budaya. Bilai yang tinggi adalah individu yang dapat memiliki keterbukaan dalam menikmati hasil budaya, music, kesenian serta pendapat orang lain.

2.2 Konsep Pengetahuan 2.2.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia, yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagaian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang (Notoatmodjo 2003). Menurut Taufik (2007), pengetahuan merupakan penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan lain sebagainya).

2.2.2 Tingkatan Pengetahuan Ada 6 (enam) tingkatan pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif, yaitu:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari keseluruhan bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

b. Memahami (comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan, dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2003).

2.2.3 Sumber-Sumber Pengetahuan Sumber pertama yaitu kepercayaan berdasarkan tradisi, adat dan agama, adalah berupa nilai-nilai warisan nenek moyang. Sumber ini biasanya berbentuk norma-norma dan kaidah-kaidah baku yang berlaku di dalam kehidupan sehari-hari. Di dalam norma dan kaidah itu terkandung pengetahuan yang kebenarannya boleh jadi tidak dapat dibuktikan secara rasional dan empiris, tetapi sulit dikritik untuk diubah begitu saja. Jadi, harus diikuti dengan tanpa keraguan, dengan percaya secara bulat. Pengetahuan yang bersumber dari kepercayaan cenderung bersifat tetap (mapan) tetapi subjektif.

Sumber kedua yaitu pengetahuan yang berdasarkan pada otoritas kesaksian orang lain, juga masih diwarnai oleh kepercayaan. Pihak-pihak pemegang otoritas kebenaran pengetahuan yang dapat dipercayai adalah orangtua, guru, ulama, orang yang dituakan, dan sebagainya. Apa pun yang mereka katakan benar atau salah, baik atau buruk, dan indah atau jelek, pada umumnya diikuti dan dijalankan dengan patuh tanpa kritik. Karena, kebanyakan orang telah mempercayai mereka sebagai orang-orang yang cukup berpengalaman dan berpengetahuan lebih luas dan benar. Boleh jadi sumber pengetahuan ini mengandung kebenaran, tetapi persoalannya terletak pada sejauh mana orang-orang itu bisa dipercaya. Lebih dari itu, sejauh mana kesaksian pengetahuannya itu merupakan hasil pemikiran dan pengalaman yang telah teruji kebenarannya. Jika kesaksiannya adalah kebohongan, hal ini akan membahayakan kehidupan manusia dan masyarakat itu sendiri.

Sumber ketiga yaitu pengalaman indriawi. Bagi manusia, pengalaman indriawi adalah alat vital penyelenggaraan kebutuhan hidup sehari-hari. Dengan mata, telinga, hidung, lidah, dan kulit, orang bisa menyaksikan secara langsung dan bisa pula melakukan kegiatan hidup.

Sumber keempat yaitu akal pikiran. Berbeda dengan panca indera, akal pikiran memiliki sifat lebih rohani. Karena itu, lingkup kemampuannya melebihi panca indera, yang menembus batas-batas fisis sampai pada hal-hal yang bersifat metafisis. Kalau panca indera hanya mampu menangkap hal-hal yang fisis menurut sisi tertentu, yang satu persatu, dan yang berubah-ubah, maka akal pikiran mampu menangkap hal-hal yang metafisis, spiritual, abstrak, universal, yang seragam dan yang bersifat tetap, tetapi tidak berubah-ubah. Oleh sebab itu, akal pikiran senantiasa bersikap meragukan kebenaran pengetahuan indriawi sebagai pengetahuan semu dan menyesatkan. Singkatnya, akal pikiran cenderung memberikan pengetahuan yang lebih umum, objektif dan pasti, serta yang bersifat tetap, tidak berubah-ubah.

Sumber kelima yaitu intuisi. Sumber ini berupa gerak hati yang paling dalam. Jadi, sangat bersifat spiritual, melampaui ambang batas ketinggian akal pikiran dan kedalaman pengalaman. Pengetahuan yang bersumber dari intuisi merupakan pengalaman batin yang bersifat langsung. Artinya, tanpa melalui sentuhan indera maupun olahan akal pikiran. Ketika dengan serta-merta seseorang memutuskan untuk berbuat atau tidak berbuat dengan tanpa alasan yang jelas, maka ia berada di dalam pengetahuan yang intuitif. Dengan demikian, pengetahuan intuitif ini kebenarannya tidak dapat diuji baik menurut ukuran pengalaman indriawi maupun akal pikiran. Karena itu tidak bisa berlaku umum, hanya berlaku secara personal belaka (Suhartono, 2008).

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang, antara lain :

1. Pendidikan

Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang makin semakin baik pula pengetahuanya (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).

2. Pengalaman

Pengalaman merupakan guru yang terbaik. Pepatah tersebut dapat diartikan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan, atau pengalaman itu suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya untuk memperoleh pengetahuan. Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu (Notoadmojo, 2003).

3. Usia

Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun (Singgih, 1998 dalam Hendra AW, 2008). Selain itu Abu Ahmadi, 2001 dalam Hendra AW, 2008 juga mengemukakan bahwa memang daya ingat seseorang itu salah satunya dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang.

4. Informasi

Informasi akan memberikan pengaruh pada pengetahuan seseorang. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang (Wied Hary A, 1996 dalam Hendra AW, 2008).

2.3 Konsep Sikap 2.3.1 Definisi Sikap Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. (Petty, cocopio, 1986 dalam Azwar S., 2000 : 6).

Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Soekidjo Notoatmojo, 2003).

Sikap adalah pandangan-pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai sikap objek tadi (Heri Purwanto, 2000).

2.3.2 Komponen Sikap

Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu (Azwar S., 2000 : 23):1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.

2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

2.3.3 Tingkatan Sikap

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Soekidjo Notoatmojo,2003):

1) Menerima (receiving)

Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

2) Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

3) Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

4) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.3.4 Sifat Sikap

Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri Purwanto, 1998 : 63):

1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.

2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu.2.3.5 Ciri Ciri Sikap

Ciri-ciri sikap adalah (Heri Purwanto, 1998 : 63):

1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannnya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.

2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.

3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu yang dapat dirumuskan dengan jelas.

4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.

2.3.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap keluarga terhadap obyek sikap antara lain :

1. Pengalaman Pribadi

Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh Kebudayaan

Tanpa disadari kebudayaan telah menanamkan garis pengarah sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakatnya, karena kebudayaanlah yang memberi corak pengalaman individu-individu masyarakat asuhannya.

4. Media Massa

Dalam pemberitaan surat kabar mauoun radio atau media komunikasi lainnya, berita yang seharusnya faktual disampaikan secara obyekstif cenderung dipengaruhi oleh sikap penulisnya, akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumennya.

5. Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Konsep moral dan ajaran dari lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat menentukan sistem kepercayaan tidaklah mengherankan jika kalau pada gilirannya konsep tersebut mempengaruhi sikap.

6. Faktor Emosional

Kadang kala, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. (Azwar, 2005).

2.4 Pengertian Umum Diabetes mellitus (DM) didefenisikan sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi insulin dapat disebabkan oleh gangguan atau defenisi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar pankreas atau disebabkan kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap insulin.

Diabetes adalah suatu penyakit dimana metabolisme glukosa tidak normal, suatu resiko komplikasi spesifik perkembangan mikrovaskular dan ditandai dengan adanya peningkatan komplikasi perkembangan makrovaskuler. Secara umum, ketiga elemen diatas telah digunakan untuk mencoba menemukan diagnosis atau penyembuhan diabetes.

Pada beberapa populasi tetapi bukan semuanya, defenisi diabetes oleh distribusi glukosa adalah pendistribusian glukosa ke seluruh jaringan dimana berbeda distribusi glukosa pada setiap individual dengan atau tanpa diabetes. Selain itu distribusi glukosa juga dapat menjadi parameter untuk penyakit diabetes atau dengan kata lain, nilai defenisi diagnosis untuk diabetes didasarkan pada nilai distribusi glukosa pada tingkat populasi bukan sering atau tidaknya berolahraga. Besarnya komplikasi mikrovaskuler pada retina dan ginjal spesifik menuju ke diabetes. Selain itu terjadinya komplikasi makrovaskuler dapat menyebabkan kematian pada penderita diabetes. Hal ini ditunjukkan bahwa nilai glukosa yang tidak normal seharusnya ditemukan sebagai peningkatan cepat dari nilai glukosa, yang mana diapresiasikan dengan peningkatan resiko penyakit CVD (kardiovaskuler).

2.4.1 Prevalensi

World Health Organization (WHO) memperkirakan, prevalensi global diabetes melitus tipe 2 akan meningkat dari 171 juta orang pada 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. WHO memperkirakan Indonesia menduduki ranking ke-4 di dunia dalam hal jumlah penderita diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2000, jumlah penderita diabetes mencapai 8,4 juta dan diperkirakan pada tahun 2030 jumlah penderita diabetes di Indonesia akan berjumlah 21,3 juta. Tetapi, hanya 50% dari penderita diabetes di Indonesia menyadari bahwa mereka menderita diabetes, dan hanya 30% dari penderita melakukan pemeriksaan secara teratur.2

2.4.2 Manifestasi KlinisGejala diabetes adalah adanya rasa haus yang berlebihan, sering kencing terutama malam hari dan berat badan turun dengan cepat. Di samping itu kadang-kadang ada keluhan lemah, kesemutan pada jari tangan dan kaki, cepat lapar, gatal-gatal, penglihatan kabur, gairah seks menurun, dan luka sukar sembuh.

Kadang - kadang ada pasien yang sama sekali tidak merasakan adanya keluhan hingga ada yang bertanya mengapa jadi ribut dengan diabetes? Mereka mengetahui adanya diabetes hanya karena pada saat check-up ditemukan kadar glukosa darahnya tinggi. Oleh karena itu dalam rangka penyuluhan kepada pasien seperti ini, kita sering mendapat hambatan karena sulit memotivasi. Memang saat ini tidak ada keluhan tetapi mereka harus menyadari bahwa kadar glukosa darah yang selalu tinggi dalam jangka panjang akan menimbulkan apa yang disebut komplikasi jangka panjang akibat keracunan glukosa. Pasien dapat terkena komplikasi pada mata hingga buta atau komplikasi lain seperti kaki busuk (gangren), komplikasi pada ginjal, jantung, dll.

Berapa faktor yang dapat menunjang timbulnya Diabetes mellitus yaitu obesitas dan keturunan, sedangkan gejala yang dapat diamati adalah polidipsia, poliuria, dan polipfagia. Gejala-gejala ini perlu mendapat tanggapan di dalam penyusunan diet penderita Diabetes mellitus.

DM pada lansia umumnya bersifat asimptomatik, kalaupun ada gejala, seringkali berupa gejala tidak khas seperti kelemahan, letargi, perubahan tingkah laku, menu- runnya status kognitif atau kemampuan fungsional (antara lain delirium, demensia, depresi, agitasi, mudah jatuh, dan inkontinensia urin). Inilah yang menyebabkan diagnosis DM pada lansia seringkali agak terlambat.5,6 Bahkan, DM pada lansia seringkali baru terdiagnosis setelah timbul penyakit lain. Berikut ini adalah data M.V. Shestakova (1999) mengenai manifestasi klinis pasien lansia sebelum diagnosis DM ditegakkanTabel 1. Menifestasi Klinis Pasien Lansia Sebelum DiagnosisDM*Sistem kardiovaskular Hipertensi arterial (50%)Infark miokard (10%) Penyakit serebrovaskular (5%)

Kaki

Neuropati (30%)

Ulkus pada kaki (8%)

Amputasi kaki (5%)

Mata

Katarak (50%)

Retinopati proliferatif (5%)

Kebutaan

(3%)

Ginjal Infeksi ginjal dan saluran kemih (45%)

Proteinuria (10%)

Gagal ginjal

(3%)

*Diambil dari Burduly (2009)2 dengan modifikasi.

Di sisi lain, adanya penyakit akut (seperti infark miokard akut, stroke, pneumonia, infeksi saluran kemih, trauma fisik/ psikis) dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Hal ini menyebabkan lansia yang sebelumnya sudah mengalami toleransi glukosa darah terganggu (TGT) meningkat lebih tinggi kadar gula darah sehingga mencapai kriteria diagno- sis DM. Tata laksana kondisi medis akut itu dapat membantu mengatasi eksaserbasi intoleransi glukosa tersebut.2.4.3 Patofisiologi Seperti suara mesin, badan memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan mengganti sel yang rusak. Di samping itu badan juga memerlukan energi supaya sel badan dapat berfungsi dengan baik. Energi pada mesin berasal dari bahan bakar yaitu bensin. Pada manusia bahan bakar itu berasal dari bahan makanan yang kita makan sehari-hari, yang terdiri dari karbohidrat (gula dan tepung-tepungan), protein (asam amino) dan lemak (asam lemak).

Pengolahan bahan makanan dimulai di mulut kemudian ke lambung dan selanjutnya ke usus. Di dalam saluran pencernaan itu makanan dipecah menjadi bahan dasar makanan. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu akan diserap oleh usus kemudian masuk ke dalam pembuluh darah dan diedarkan ke seluruh tubuh untuk dipergunakan oleh organ-organ di dalam tubuh sebagai bahan bakar. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, makanan itu harus masuk dulu ke dalam sel supaya dapat diolah. Di dalam sel, zat makanan terutama glukosa dibakar melalui proses kimia yang rumit, yang hasil akhirnya adalah timbulnya energi. Proses ini disebut metabolisme. Dalam proses metabolisme itu insulin meme peran yang sangat penting yaitu bertugas memasukkan glukosa ke dalam sel untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai bahan bakar. Insulin ini adalah suatu zat atau hormon yang dikeluarkan oleh sel beta di pankreas.

2.5 Penggolongan Diabetes Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengakui tiga bentuk Diabetes mellitus yaitu:

2.5.1 Diabetes mellitus tipe 1

Etiologi

Diabetes mellitus tipe 1 merupakan Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas disebabkan oleh :

a. Faktor genetik

Penderi,ta DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.

b. Faktor Imunologi

Respon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.

c. Faktor lingkungan

Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.

Diabetes mellitus tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat rusaknya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Lagerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang dewasa.

Sampai saat ini diabetes tipe 1 tidak dapat dicegah. Diet dan olah raga tidak bisa menyembuhkan ataupun mencegah diabetes tipe 1. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal. Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.

Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pompa, yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".

2.5.2 Diabetes mellitus tipe 2

Etiologi

Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :

a. Usia

Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm. 73).

b. Obesitas

Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008, hlm.73).

c. Riwayat Keluarga

Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007, hlm. 67).

d. Gaya hidup (stres)

Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin. ( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Diabetes mellitus tipe 2 (Non-Insulin-Dependent Diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes mellitus yang terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen, termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel , gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin serta yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.

Resistansi insulin berarti bahwa sel-sel tubuh tidak merespon tepat ketika insulin hadir. Tidak seperti tipe 1 diabetes melitus, resistensi insulin umumnya "post-reseptor", yang berarti itu adalah masalah dengan sel-sel yang merespon insulin dari pada masalah dengan produksi insulin.

Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin. Obesitas ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing manis. Faktor lain meliputi sejarah keluarga, walaupun di dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja dan anak-anak.

Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga), diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Langkah yang berikutnya, jika perlu, perawatan dengan lisan anti diabetic drugs. Berdasarkan uji toleransi glukosa oral, penderita DM tipe 2 dapat dibagi menjadi 4 kelompok:

a. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya normal

b. Kelompok yang hasil uji toleransi glukosanya abnormal, disebut juga Diabetes Kimia (Chemical Diabetes)

c. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa minimal (kadar glukosa plasma puasa < 140mg/dl)

d. Kelompok yang menunjukkan hiperglikemia puasa tinggi (kadar glukosa plasma puasa > 140mg/dl)

ADA (American Diabetes Association) menetapkan kriteria diagnostik diabetes tipe 2 sebagai berikut:

Seseorang dengan gejala hiperglikemia dan random plasma glucose(RPG) atau glukosa plasma sewaktu 200 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau

Seseorang dengan fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam keadaan puasa 126 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan menderita diabetes tipe 2, atau

Seseorang dengan fasting plasma glucose (FPG) atau glukosa plasma dalam keadaan puasa 110 mg/dl dari hasil 2 kali pengukuran terpisah dapat dikatakan beresiko menderita diabetes tipe 2.2.6 DiagnosisPada usia 75 tahun, diperkirakan sekitar 20% lansia mengalami DM, dan kurang lebih setengahnya tidak menyadari adanya penyakit ini. Oleh sebab itu, American Diabetes Association (ADA) menganjurkan penapisan (skrining) DM sebaiknya dilakukan terhadap orang yang berusia 45 tahun ke atas dengan interval 3 tahun sekali. In- terval ini dapat lebih pendek pada pasien berisiko tinggi (terutama dengan hipertensi dan dislipidemia).Berikut ini adalah kriteria diagnosis DM menurut standar pelayanan medis ADA 2010.

Tabel 2. Kriteria Diagnosis DM Menurut ADA 2010* Kriteria Diagnosis DM1. HbA1C >6,5 %; atau2. Kadar gula darah puasa >126 mg/dL; atau

3. Kadar gula darah 2 jam pp >200 mg/dL pada tes toleransi glukosa oral yang dilakukan dengan 75 g glukosa standar WHO)4. Pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia dengan kadar gula sewaktu >200 mg/dL.

*Diambil dari panduan American Diabetes Association (2010)

Sebagaimana tes diagnostik lainnya, hasil tes terhadap DM perlu diulang untuk menyingkirkan kesalahan laboratorium, kecuali diagnosis DM dibuat berdasarkan keadaan klinis seperti pada pasien dengan gejala klasik hiperglikemia atau krisis hiperglikemia. Tes yang sama dapat juga diulang untuk kepentingan konformasi. Kadangkala ditemukan hasil tes pada seorang pasien yang tidak bersesuaian (misalnya antara kadar gula darah puasa dan HbA1C). Jika nilai dari kedua hasil tes tersebut melampaui ambang diagnostik DM, maka pasien tersebut dapat di- pastikan menderita DM. Namun, jika terdapat ketidaksesuaian (diskordansi) pada hasil dari kedua tes tersebut, maka tes yang melampaui ambang diagnostik untuk DM perlu diulang kembali dan diagnosis dibuat berdasarkan hasil tes ulangan. Jika seorang pasien memenuhi kriteria DM berdasarkan pemeriksaan HbA1C (kedua hasil >6,5%), tetapi tidak memenuhi kriteria berdasarkan kadar gula darah puasa ( 250 mg/dl, pH 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit pada minimal 2x pemeriksaan dalam waktu 3-6 bulan.Berlanjut menjadi proteinuria akibat hiperfiltrasi patogenik kerusakan ginjal pada tingkat glomerulus. Akibat glikasi nonenzimatik dan AGE, advanced glication product yang ireversible dan menyebabkan hipertrofi sel dan kemoatraktan mononuklear serta inhibisi sintesis nitric oxide sebagai vasadilator, terjadi peningkatan tekanan intraglomerulus dan bila terjadi terus menerus dan inflamasi kronik, nefritis yang reversible akan berubah menjadi nefropati dimana terjadi keruakan menetap dan berkembang menjadi chronic kidney disease.9 Neuropati diabetik

Yang tersering dan paling penting adalah neuropati perifer, berupa hilangnya sensasi distal. Berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar dan bergetar sendiri dan lebih terasa sakit di malam hari. Setelah diangnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrininguntuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi sederhana, dengan monofilamen 10 gram, dilakukan sedikitnya setiap tahun.6

2. Makroangiopati

Pembuluh darah jantung atau koroner dan otak

Kewaspadaan kemungkinan terjadinya PJK dan stroke harus ditingkatkan terutama untuk mereka yang mempunyai resiko tinggi seperti riwayat keluarga PJK atau DM.10 Pembuluh darah tepi

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang diabetes, biasanya terjadi dengan gejala tipikal intermiten atau klaudikasio, meskipun sering anpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama muncul.9

2.8 PenatalaksanaanTujuan pengobaan mencegah komplikasi akut dan kronik, meningkatkan kualitas hidup dengan menormalkan KGD, dan dikatakan penderita DM terkontrol sehingga sama dengan orang normal. Pilar penatalaksanaan Diabetes mellitus dimulai dari :

1. Edukasi

Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.

2. Terapi gizi medis

Terapi gizi medik merupakan ssalah satu dari terapi non farmakologik yang sangat direkomendasikan bagi penyandang diabetes.Terapi ini pada prinsipnya melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetes dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.

Tujuan terapi gizi ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan :

1. Kadar glukosa darah yang mendekati normal

a) Glukosa darah berkisar antaara 90-130 mg/dl

b) Glukosa darah 2 jam post prandial < 180 mg/dl

c) Kadar HbA1c < 7%2. Tekanan darah 350 mg/dl sebaiknya olahraga yang ringan dahulu. Semua latihan yang memenuhi program CRIPE : Continous, Rhythmical, Interval, Progressive, Endurance. Continous maksudnya berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti.Rhytmical artinya latihan yang berirama, yaitu otot berkontraksi dan relaksi secara teratur.Interval, dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat.Progresive dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringa sampai sedang hingga 30-60 menit.Endurance, latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiopulmoner seperti jalan santai, jogging dll.

4. Intervensi Farmakologis

Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai degan

pengaturan makanan dan latihan jasmani.

1. obat hipoglikemik oral

a. insulin secretagogue :

sulfonilurea : Meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Merupakan obat pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurangm namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih.Contohnya glibenklamid.Glinid : Bekerja cepat, merupakan prandial glucose regulator. Penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama.obat ini berisiko terjadinya hipoglikemia.Contohnya : repaglinid, nateglinid.b. insulin sensitizers

Thiazolindindion. Mensensitisasi insulin dengan jalan meningkatkan efek insulin endogen pada target organ (otot skelet dan hepar). Menurunkan resistensi insulin denganmeningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga ambilan glukosa di perifer meningkat.Agonis PPAR yang ada di otot skelet, hepar dan jaringan lemak.c. glukoneogenesis inhibitorMetformin. Bekerja mengurangi glukoneogenesis hepar dan juga memperbaiki uptake

glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk.Kontraindikasi pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar dan pasien dengan kecendrungan hipoksemia.d. Inhibitor absorbsi glukosa

glukosidase inhibitor (acarbose). Bekerja menghambat absorbsi glukosa di usus halus sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Obat ini tidak menimbulkan efek hipoglikemi.Hal-hal yang harus diperhatikan :

OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan decara bertahap sesuai respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis maksimal.sulfonilurea generasi I dan II 15-30 menit sebelum makan. Glimepirid sebelum/sesaat sebelum makan.Repaglinid, Nateglinid sesaat/sebelum makan.Metformin sesaat/pada saat/sebelum makan.Penghambat glukosidase bersama makan suapan pertama.Thiazolidindion tidak bergantung jadwal makan.2. Insulin

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi insulin basal dan sekresi insulin prandial. Terapi insulin diupayakan mampu meniru pada sekresi insulin yang fisiologis.Defisiensi insulin mungkin hanya berupa defisiensi insulin basa, insulin prandial atau keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi nsulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan. Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal berupa insulin kerja cepat (rapid insulin),kerja pendek (short acting), kerja menengah (intermediate acting) atau insuli campuran tetap (premixed insulin) Insulin diperlukan dalam keadaan : penurunan berat badan yang cepat, hiperglikemia yang berta disertai ketosis, ketoasidosis diabetik, hiperglikemia hiperosmolar non ketotik, hiperglikemia dengan asidosis laktat, gagal dengan kombinasi OHO dengan dosis yang hampir maksimal, stress berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke), kehamilan dengan DM/DM Gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan, gangguan fungsi hepar atau ginjal yang berat, kontraindikasi atau alergi OHO.3. Terapi Kombinasi

Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah untuk kemudian diinaikan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Untuk kombinasi OHO dengan insulin, yang banyak dipakai adalah kombinasi OHO dan insulin basal (kerja menengah atau kerja lama) yang divberikan pada malam hari atau menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa yag baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar gula darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti ini kadar gula darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan insulinTata Laksana Umum untuk Komplikasi Kronik DMLansia merupakan populasi yang rentan terhadap terjadinya komplikasi kronik DM yang dapat menimbulkan morbiditas dan mortalitas. Oleh sebab itu, tata laksana komprehensif terhadap lansia penderita DM tidak dapat terlepas dari upaya untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik DM.Kontrol Gula DarahDengan kontrol gula darah yang baik, risiko komplikasi makrovaskular dapat dikurangi. Kontrol gula darah ini tidak perlu terlalu ketat pada lansia mengingat risiko hipoglikemia pada lansia penderita DM. Target kontrol gula darah ditentukan oleh status kesehatan serta kemampuan fisik & mental. 12Kontrol Tekanan DarahKejadian hipertensi pada lansia penderita DM meningkat, prevalensi 40% pada usia 45 tahun meningkat menjadi 60% pada usia 75 tahun. Hipertensi merupakan salah satu faktor yang berperanan dalam terjadinya komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular pada DM. Studi UKPDS menunjukkan bahwa kontrol tekanan darah yang baik dengan antihipertensi manapun menurunkan risiko komplikasi makrovaskular dan mikrovaskular.12Kontrol Lemak DarahDM dianggap sebagai faktor risiko yang setara dengan penyakit jantung koroner, sehingga dislipidemia pada DM harus dikelola secara agresif yaitu harus mencapai target kadar kolesterol LDL 200 mg/dl1513,3 %

200 mg/dl1614,28 %

100 199 mg/dl6154,4 %

< 100 mg/dl20 17,85 %

TOTAL112100 %

Dari Tabel di atas didapatkan 54,4 % Lansia dan Non Lansia yang mengetahui mengenai angka normal gula darah sewaktu di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013.

Tabel 1.II.4 distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia mengenai nilai normal gulah darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Nilai Normal Gula Darah PuasaJUMLAHPRESENTASE (%)

200 mg/dl2017,85 %

121 199 mg/dl5448,21 %

120 mg/dl3833,92 %

TOTAL112100 %

Dari Tabel di atas didapatkan 48,21 % Lansia dan Non Lansia yang mengetahui mengenai angka normal gula darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013.

Tabel 1.II.5 distribusi tentang pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Angka Normal Gula Darah PuasaJUMLAHPRESENTASE (%)

181 mg/dl2421,5 %

160-180 mg/dl1917,0 %

100-159 mg/dl5246,4 %

< 100 mg/dl1715,1 %

TOTAL112100 %

Dari tabel di atas didapatkan 52 responden (46,4%) mengetahui angka normal gula darah 2 jam setelah makan yaitu 100-159mg/dl

Tabel 1.II.6 distribusi tentang pemahaman responden mengenai makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Jenis makananJUMLAHPRESENTASE (%)

Protein109,0 %

Lemak2219,6 %

Vitamin98,1 %

Mineral76,2 %

Karbohidrat6457,1 %

TOTAL112100 %

Dari tabel di atas didapatkan 64 responden (57,1%) mengetahui makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu karbohidrat.

Tabel 1.II.7 distribusi tentang pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Jenis makananJUMLAHPRESENTASE (%)

Nasi putih, kentang, ubi6759,8 %

Ikan, tahu, telur1816,1 %

Sayuran, daging, buah1311,6 %

Susu, kacang kedelai1412,5 %

TOTAL112100 %

Dari tabel di atas didapatkan 67 responden (59,8%) tahu mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu nasi puttih, kentang, dan ubi.

C. Sikap

Tabel I.III.1 distribusi apakah dalam keluarga ada yang menderita DM / penyakit gula

KELUARGA YANG MENDERITA DM / PENYAKIT GULA JUMLAHPERSENTASE (%)

Ya6255,4 %

Tidak2522,3 %

Tidak Tahu2522,3 %

Total112100 %

Dari table diatas didapatkan 55,4 % didalam keluarga ada yang menderita DM / penyakit gula.

Tabel I.III.2 distribusi pernakah memeriksa kadar gula darah

PERNAH PERIKSA KADAR GULA DARAHJUMLAHPERSENTASE (%)

Pernah6255,4 %

Tidak Pernah5044,6 %

Total112100%

Dari table diatas didapatkan 55,4 % lansia dan non lansia yang pernah periksa kadar gula darah.

Tabel I.III.3 Distribusi tentang terakhir kali mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Terakhir kali memeriksakan Gula darahJumlahPresentase (%)

< 1 minggu yang lalu1614,28 %

< 1 bulan yang lalu2017,85 %

3 bulan yang lalu4741,8 %

6 bulan yang lalu1513,39 %

1 tahun yang lalu1412,5 %

Total112100%

Dari tabel diatas didapatkan 41,8% Lansia dan Non Lansia yang memeriksakan gula darah 3 bulan yang lalu di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013

Tabel I.III.4 Distribusi tentang tempat mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Tempat pemeriksaan Gula darahJumlah Presentase (%)

Puskesmas6154,4%

Rumah sakit2017,85 %

Klinik1513,3 %

Lainnya 1614,28%

Total112100%

Dari tabel diatas didapatkan 54,4% lansia dan Non lansia yang memeriksakan gula darahnya di Puskesmas di Puskesmas Cipayung tahun 2013

Tabel I.III.5 Distribusi Keikutsertaan Responden Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

TINGKAT KESERINGAN RESPONDEN MENGIKUTI PENYULUHAN TENTANG DMJUMLAHPERSENTASE (%)

Sering 13 11,6%

Jarang 69 61,6%

Tidak Pernah 30 26,8 %

TOTAL 112 100%

Dari tabel diatas didapatkan 61,6% responden jarang mengikuti penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula.

Tabel I.III.6 Distribusi Dimana Saja Responden Pernah Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

SUMBER PENYULUHAN TENTANG DMJUMLAHPERSENTASE (%)

Puskesmas3228,6%

Posyandu Lansia5448,2%

Rumah Sakit1816,1%

Lainnya87,1%

TOTAL112100%

Dari tabel diatas didapatkan 54% responden mengikuti penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Posyandu Lansia.Tabel I.III.7 Distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Sering Berolahraga dalam 1 mingguJUMLAHPERSENTASE (%)

Ya2018%

Tidak 3228,5%

Jarang6053,5%

TOTAL112100%

Dari tabel di atas didapatkan 60 responden (53,5%) jarang berolahraga dalam 1 minggu

Tabel 1.III.8 Distribusi frekuensi responden berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Frekuensi berolahraga dalam 1 mingguJUMLAHPERSENTASE (%)

Tidak pernah3228,5%

2-3 kali/minggu7567%

4-5 kali/minggu32,7%

6-7 kali/minggu21,8%

TOTAL112100%

Dari tabel di atas didapatkan 75 responden (67%) berolahraga 2-3 kali/minggu

sTabel 1.III.9 Distribusi durasi waktu berolahraga pasien dalam tiap sesi olahraga di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

DURASI BEROLAHRAGAJUMLAHPERSENTASE (%)

10 menit/ kali1210,7 %

20 menit/ kali2017,9 %

30 menit/ kali6558 %

40 menit/ kali1513,4 %

TOTAL112100%

Dari tabel diatas didapatkan 58 % pasien yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya.

Tabel 1.III.10. Distribusi jenis olahraga yang dilakukan pasien di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

JENIS OLAHRAGAJUMLAHPERSENTASE (%)

Jalan2320,5 %

Joging3228,6 %

Lari2017,9 %

Sepeda108,9 %

Berenang2219,6

Lainnya54,5 %

TOTAL112100%

Dari tabel diatas didapatkan 28,6 % pasien yang berolahraga jenis joging

5.2 Tabel Bivariat

A. Karakteristik

Tabel II.I.1 distribusi tentang pendidikan lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di puskesmas Cipayung tahun 2013

Pendidikan TerakhirGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

Tidak sekolah1513,4010,891614,28

SD2017,8732,682320,53

SMP / Sederajat1614,2810,891715,17

SMU / Sederajat1210,723026,784237,51

Diploma / Perguruan tinggi54,4698,031412,51

Jumlah6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi pendidikan terakhir lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SD 17,87 (%), dan pendidikan terakhir non lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SMU 26,78 (%).

Tabel II.I.2 distribusi tentang pekerjaan lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di puskesmas Cipayung tahun 2013

Pekerjaan GOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE ( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

Ibu rumah tangga3329,461412.54741,96

Buruh / Petani87,1476,251513,40

PNS108,9321,791210,72

Pedagang / Wiraswasta1513,3965,372118,75

Lainnya 21,781513,391715,17

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi pekerjaan lansia didominasi oleh kelompok ibu rumah tangga 29,46 (%), dan pekerjaan non lansia didominasi oleh kelompok lain-lain 13,39 (%).

Tabel II.I. 3 Distribusi Penghasilan Lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

PENGHASILANGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

Rp 250.000,00108,9421,781210,72

Rp 251.000,00 Rp 1.250.000,001412,532,681715,18

Rp 1.251.000,00 Rp 1.750.000,001614,2943,572017,85

Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,002623,223026,785650

Rp 2.251.000,0021,7854,4676,26

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi penghasilan lansia didominasi kelompok berpenghasilan rata-rata Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 23,22(%), dan penghasilan non lansia didominasi oleh kelompok berpenghasilan Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 26,78 %.Tabel II.I.4 Distribusi masyarakat yang mempunyai uang simpanan/tabungan di PUSKESMAS Kec. Cipayung Tahun 2013

Mempunyai Simpanan/tabungan GOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE ( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

YA1513,403531,255044,64%

TIDAK5347,3298,036255,36%

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia dominan tidak mempunyai simpanan/tabungan yaitu 47,32 %, dan distribusi non lansia dominan yang mempunyai simpanan/tabungan yaitu 31,25 %Tabel II.I.5 Distribusi macam Suku di Puskesmas Cipayung Tahun 2013SUKU

GOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE ( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

Sunda 87,1465,361412,5%

Batak2320,5376,253026,79%

Jawa3026,781210.724237,5%

Padang43,5787,141210,71%

Lainnya32,68119,83

1412,5%

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominasi oleh kelompok suku jawa yaitu 26,78 (%), dan distribusi non lansia didominasi oleh kelompok suku jawa yaitu

B. PENGETAHUAN

Tabel II.II.1 distribusi tentang pemahaman lansia dan non lansia mengenai gejala DM/Penyakit gula di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Pemahaman tentang gejala DM/penyakit gulaGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Ya2623,221916,954540,17

Tidak4237,512522,326759,83

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang tidak memahami gejala DM yaitu 37,51 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang tidak memahami gejala gejala DM yaitu 22,32 %.Tabel II.II.2 distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia terhadap gejala penyakit DM di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Pengetahuan mengenai gejala DM

GOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE ( % )

LANSIANON LANSIA

N%N%

Sering banyak makan108.9343.571412,5 %

Sering banyak minum119,8343,571513,39 %

Sering BAK1210,7287,142017,85 %

Badan Lemas108,9365,361614,28 %

Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas.2522,322219,634741 ,9%

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas. yaitu 22,32 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas.yaitu 19,63 %.Tabel II.II.3 Distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non - Lansia mengenai Angka normal gula darah sewaktu di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Nilai Normal Gula darah sewaktuGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

> 200 mg/dl65,3798,031513,3 %

200 mg/dl87,1487,131614,28 %

100 199 mg/dl4035,722118,756154,4 %

< 100 mg/dl1412,565,362017,85 %

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari data di atas terlihat distribusi lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %,Tabel II.II.4 distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia mengenai nilai normal gulah darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Nilai Normal Gula Darah PuasaGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

200 mg/dl2017,85 %

121 199 mg/dl5448,21 %

120 mg/dl3833,92 %

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari data di atas terlihat distribusi lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %,Tabel II.II.5 distribusi tentang pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Angka Normal Gula Darah PuasaGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

181 mg/dl1614,2987,142421,50%

160-180 mg/dl1210,7176,251917,00%

100-159 mg/dl3228,572017,865246,40%

< 100 mg/dl87,1498,041715,10%

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 32 responden (28,57%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 20 responden (17,86%)

Tabel II.II.6 distribusi tentang pemahaman responden mengenai makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Jenis makananGolongan UmurJUMLAHPERSENTASE (%)

LansiaNon Lansia

N%N%

Protein76,2532,68109,00%

Lemak1412,5087,142219,60%

Vitamin43,5754,4698,10%

Mineral43,5732,6876,20%

Karbohidrat3934,822522,326457,10%

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai makanan yang paing cepat meningkatka gula darah didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab karbohirat yaitu 39 responden (34,82%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab karbohidrat yaitu 25 responden (22,32%)Tabel II.II.7 distribusi tentang pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Jenis makananGolongan UmurJUMLAHPERSENTASE (%)

LansiaNon Lansia

N%N%

Nasi putih, kentang, ubi3329,463430,366759,80%

Ikan, tahu, telur1311,6154,461816,10%

Sayuran, daging, buah108,9332,681311,60%

Susu, kacang kedelai1210,7121,791412,50%

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatka gula darah didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab nasi putih, kentang dan ubi yaitu 33 responden (29,46%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab nasi putih, kentang, dan ubi yaitu 34 responden (30,36%)

C. SIKAP

Tabel II.III.1 distribusi apakah dalam keluarga ada yang menderita DM / penyakit gula

KELUARGA YANG MENDERITA DM / PENYAKIT GULAGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Ya4842,81412,56255,4

Tidak1412,5119,82522,3

Tidak Tahu65,41917,02522,3

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari table diatas didapatkan pada kelompok lansia 42,8 % didalam keluarga responden ada yang menderita DM / penyakit gula dan pada kelompok non lansia 12,5 % didalam keluarga responden ada yang menderita DM / penyakit gula.

Tabel II.III.2 distribusi pernakah memeriksa kadar gula darah

PERNAH PERIKSA KADAR GULA DARAHGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIA NON LANSIA

N%N%

Pernah4641,11614,26255,4 %

Tidak Pernah2219,728255044,6 %

TOTAL6860,734439,27112100 %

Dari table diatas didapatkan pada kelompok lansia 41,1 % responden pernah periksa kadar gula darah dan pada kelompok non lansia 14,2 % responden pernah periksa kadar gula darah.

Tabel II.III.3 Distribusi tentang terakhir kali mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Terakhir kali memeriksakan Gula darahGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

< 1 minggu yang lalu10 8,9465,36 1614,28 %

< 1 bulan yang lalu1513,3954,462017,85 %

3 bulan yang lalu3026,791715,184741,8 %

6 bulan yang lalu76,2587,141513,39 %

1 tahun yang lalu65,3687,141412,5 %

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak memeriksakan gula darah terakhir kalinya saat 3 bulan yang lalu yaitu 26,79%, distribusi non lansia paling banyak memeriksakan gula darah terakhir kalinya saat 3 bulan yang lalu yaitu 15,18%

Tabel II.III.4 Distribusi tentang tempat mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013

Tempat pemeriksaan Gula darahGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Puskesmas4035,722118,756154,4

Rumah sakit54,461513,382017,85

Klinik119,8343,571513,3

Lainnya 1210,7243,571614,28

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak mengecek gula darah di Puskesmas sebesar 35,72 %, distribusi nonlansia paling banyak mengecek gula darah di Puskesmas sebesar 18,75%.

Tabel II.III.5 Distribusi Keikutsertaan Responden Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013TINGKAT KESERINGAN RESPONDEN MENGIKUTI PENYULUHAN TENTANG DMGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Sering108,9432,67 13 11,6

Jarang4237,52724,10 69 61,6

Tidak Pernah1614,291412,5 30 26,8

TOTAL6860,734439,27 112 100

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak kelompok yang jarang mengikuti penyuluhan mengenai DM/penyakit gula sebesar 37,5%, distribusi non lansia paling banyak kelompok yang jarang mengikuti penyuluhan mengenai DM/penyakit gula sebesar 24,10%

Tabel I.III.6 Distribusi Tempat Responden Pernah Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013SUMBER PENYULUHAN TENTANG DMGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Puskesmas1816,081412,53228,6

Posyandu Lansia4035,711412,55448,2

Rumah Sakit87,15108,921816,1

Lainnya21,7965,3587,1

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak mengikuti penyuluhan di Posyandu Lansia sebesar 35,71%, distribusi non lansia paling banyak mengikuti penyuluhan di Puskesmas sebesar 12,5% dan Posyandu Lansia sebesar 12,5%.

Tabel I.III.7 Tabel Distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

Sering Berolahraga dalam 1 mingguGOLONGAN UMURJUMLAHPRESENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Ya1210,7187,143228,6

Tidak 2017,861210,715448,2

Jarang3632,142421,431816,1

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu didominasi oleh responden lansia yang jarang berolahraga dalam 1 minggu yaitu 36 responden (32,14%) dan pada responden non lansia juga pada kelompok responden yang jarang berolahraga dalam 1 minggu yaitu 24 responden (21,43%)

Tabel I.III.8 Distribusi frekuensi responden berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Frekuensi berolahraga dalam 1 mingguGolongan UmurJUMLAHPERSENTASE (%)

LansiaNon Lansia

N%N%

Tidak pernah1816,071412,503228,50%

2-3 kali/minggu4842,862724,117567%

4-5 kali/minggu10,8921,7932,70%

6-7 kali/minggu10,0010,8921,80%

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi frekuensi berolahraga dalam 1 minggu didominasi oleh responden lansia yang berolahraga 2-3 kali/minggu yaitu 48 responden (42,86%) dan pada responden non lansia juga pada kelompok responden yang berolahraga 2-3 kali/minggu yaitu 27 responden (24,11%)

Table I.III.9. Distribusi durasi waktu berolahraga pasien dalam tiap sesi olahraga di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

DURASI BEROLAHRAGAGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

10 menit/ kali108,9%21,8%1210,7 %

20 menit/ kali1614,3%43,6%2017,9 %

30 menit/ kali3733%2825%6558 %

40 menit/ kali54,5%108,9%1513,4 %

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas didapatkan 33 % pasien lansia yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya dan 25 % pasien non lansia yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya.Tabel I.III.10. Distribusi jenis olahraga yang dilakukan pasien di Puskesmas Cipayung Tahun 2013JENIS BEROLAHRAGAGOLONGAN UMURJUMLAHPERSENTASE (%)

LANSIANON LANSIA

N%N%

Jalan2118,7%21,8%2320,5 %

Joging1210,7%2017,8%3228,6 %

Lari76,3%1311,6%2017,9 %

Sepeda87,1%21,8%108,9 %

Berenang1715,2%54,5%2219,6

Lainnya32,7%21,8%54,5 %

TOTAL6860,734439,27112100%

Dari tabel diatas didapatkan 18,7 % pasien lansia yang berolahraga jenis jalan kaki dan 17,8 % pasien non lansia yang berolahraga jenis jogging.

PEMBAHASAN Pembahasan Tabel Univariat

A. KARAKTERISTIK

Tabel I.I.I Distribusi Pendidikan Terakhir Lansia dan Non Lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013Tabel diatas menunjukkan bahwa lansia dan non lansia di Puskesmas Cipayung yang memiliki pendidikan terakhir SMU / Sederajat yaitu sebanyak 42 orang dengan presentase 37,50 %. Sedangkan lansia dan non lansia dengan pendidikan terakhir Diploma/Perguruan Tinggi sebanyak 14 orang dengan presentase 12,51%.Tabel I.I.2 Distribusi Pekerjaan Lansia dan Non Lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013

Tabel di atas menunjukkan bahwa lansia dan non lansia di Puskesmas Cipayung yang bekerja sebagai ibu rumah tangga sebanyak 47 orang dengan presentase 41,96 % . Sedangkan presentase pekerjaan lansia dan non lansia yang bekerja sebagai PNS yaitu sebanyak 12 orang dengan presentase 10,72%.Tabel I.I.3 Distribusi Penghasilan Lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Tabel diatas menunjukkan bahwa lansia dan non lansia yang mempunyai penghasilan Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 per bulan adalah sebanyak 56 orang dengan presentase 50%. Sedangkan lansia dan non lansia yang mempunyai penghasilan Rp 2.251.000,00 per bulan adalah sebanyak 7 orang dengan presentase 6,26%.Tabel I.I.4 Distribusi Masyarakat yang Mempunyai Uang Simpanan/Tabungan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas terdapat sebanyak 62 orang yaitu dengan presentase 55,36% masyarakat Puskesmas Kecamatan Cipayung tidak mempunyai uang simpanan/tabungan dan hanya sebanyak 50 orang yaitu dengan presentase 44,64% yang mempunyai uang simpanan/tabungan.Tabel I.I.5 Distribusi macam Suku di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel di atas sebanyak 42 orang masyarakat di Puskesmas Kecamatan Cipayung merupakan suku Jawa yaitu dengan presentase 37,5%. Sedangkan sebanyak 12 orang merupakan suku Padang yaitu dengan presentase 10,71%.B. PENGETAHUAN

Tabel 1.II.1 Distribusi Pemahaman Lansia dan Non Lansia Mengenai Gejala DM/Penyakit Gula di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Berdasarkan tabel diatas tingkat pemahaman lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung mengenai gejala DM/Penyakit gula sudah cukup baik, yaitu sebanyak 67 orang yaitu dengan presentase 59,83%.Tabel 1.II.2 Distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia terhadap gejala penyakit DM di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Berdasarkan tabel diatas sebanyak 47 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 41,9% memahami gejala DM/Penyakit gula yaitu sering banyak makan, sering banyak minum, sering buang air kecil dan lemas.Tabel 1.II.3 Distribusi Pemahaman Lansia dan Non Lansia Mengenai Angka Normal Gula Darah Sewaktu di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Berdasarkan tabel diatas didapat 61 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 54,4% mengetahui mengenai angka normal gula darah sewaktu yaitu 100 199 mg/dl.Tabel 1.II.4 Distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia mengenai nilai normal gulah darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Berdasarkan tabel diatas didapatkan 48,21 % Lansia dan Non Lansia yang mengetahui mengenai angka normal gula darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013.Tabel 1.II.5 Distribusi Pemahaman Lansia dan Non Lansia Mengenai Angka Normal Gula Darah 2 jam Setelah Makan di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013

Berdasarkan tabel di atas didapatkan sebanyak 52 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 46,4% mengetahui angka normal gula darah 2 jam setelah makan yaitu 100-159mg/dl.

Tabel 1.II.6 distribusi tentang pemahaman responden mengenai makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas didapatkan sebanyak 64 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 57,1% mengetahui bahwa makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu karbohidrat.

Tabel 1.II.7 distribusi tentang pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Berdasarkan data diatas didapatkan 67 orang lansia dan non lansia Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 59,8% tahu mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu nasi puttih, kentang, dan ubi.C. SIKAP

Tabel 1.II.1 Distribusi Apakah dalam Keluarga Ada yang Menderita DM / Penyakit GulaBerdasarkan tabel di atas diketahui 62 orang atau dengan presentase 55,4 % lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung mengaku didalam keluarga mereka ada yang menderita DM / penyakit gula.Tabel 1.II.2 Distribusi Pernakah Responden Memerikskan Kadar Gula Darah MerekaBerdasarkan tabel di atas didapatkan 62 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 55,4 % pernah memeriksakan kadar gula darah mereka.

Tabel 1.II.3 Distribusi Terakhir Kali Responden Mengecek Gula Darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013

Berdasarkan tabel di atas 47 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 41,8% memeriksakan gula darah mereka 3 bulan yang lalu.

Tabel 1.II.4 Distribusi Tempat Mengecek Gula Darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013 Berdasarkan tabel diatas didapatkan 61 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 54,4% memeriksakan gula darah mereka di Puskesmas di Puskesmas Cipayung tahun 2013.Tabel 1.II.5 Distribusi Keikutsertaan Responden Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

Berdasarkan tabel diatas didapatkan 69 orang lansia dan non lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung dengan presentase 61,6% jarang mengikuti penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula.

Tabel 1.II.6 Distribusi Dimana Saja Responden Pernah Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas didapatkan 54orang responden di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 48,2% mengikuti penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Posyandu Lansia.

Tabel 1.II.7 Distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas didapatkan 60 responden di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 53,5% jarang berolahraga dalam 1 minggu.

Tabel I.III.8 Distribusi frekuensi responden berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas 75 responden di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 67% berolahraga 2-3 kali/minggu.

Tabel I.III.9 Distribusi durasi waktu berolahraga pasien dalam tiap sesi olahraga di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Berdasarkan tabel diatas didapatkan 65 orang responden di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 58 % yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya.Tabel I.III.10 Distribusi jenis olahraga yang dilakukan pasien di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

Berdasarkan tabel diatas didapatkan 32 responden di Puskesmas Kecamatan Cipayung yaitu dengan presentase 28,6 % pasien yang berolahraga jenis jogging.

PEMBAHASAN Pembahasan Tabel Bivariat

A. Karakteristik1. Tabel I.I.I Distribusi Pendidikan Terakhir Lansia dan Non Lansia di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi pendidikan terakhir lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SD 17,87 (%), dan pendidikan terakhir non lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SMU 26,78 (%).

2. Tabel II.I.2 distribusi tentang pekerjaan lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di puskesmas Caipayung tahun 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi pekerjaan lansia didominasi oleh kelompok ibu rumah tangga 29,46 (%), dan pekerjaan non lansia didominasi oleh kelompok lain-lain 13,39 (%).

3. Tabel II.I. 3 Distribusi Penghasilan Lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di Puskesmas Cipayung Tahun 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi penghasilan lansia didominasi kelompok berpenghasilan rata-rata Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 23,22(%), dan penghasilan non lansia didominasi oleh kelompok berpenghasilan Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 26,78 %.

4. Tabel II.I.4 Distribusi lansia dan non lansia yang mempunyai uang simpanan/tabungan di PUSKESMAS Kec. Cipayung Tahun 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia dominan tidak mempunyai simpanan/tabungan yaitu 47,32 %, dan distribusi non lansia dominan yang mempunyai simpanan/tabungan yaitu 31,25 %.

5. Tabel II.I.5 Distribusi macam Suku di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominasi oleh kelompok suku jawa yaitu 26,78 (%), dan distribusi non lansia didominasi oleh kelompok suku jawa yaitu

B. Pengetahuan

6. Tabel II.II.1 distribusi tentang pemahaman lansia dan non lansia mengenai gejala DM/Penyakit gula di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang tidak memahami gejala DM yaitu 37,51 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang tidak memahami gejala gejala DM yaitu 22,32 %.

7. Tabel II.II.2 distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia terhadap gejala penyakit DM di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013

Dari tabel diatas, terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas. yaitu 22,32 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas.yaitu 19,63 %.

8. Tabel II.II.3 Distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non - Lansia mengenai Angka normal gula darah sewaktu di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Dari data di atas terlihat distribusi lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %,9. Tabel II.II.4 distribusi tentang pemahaman Lansia dan Non Lansia mengenai nilai normal gulah darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013Dari data di atas terlihat distribusi lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %,10. Tabel II.II.5 distribusi tentang pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 32 responden (28,57%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 20 responden (17,86%)

11. Tabel II.II.6 distribusi tentang pemahaman responden mengenai makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai makanan yang paing cepat meningkatka gula darah didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab karbohirat yaitu 39 responden (34,82%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab karbohidrat yaitu 25 responden (22,32%)

12. Tabel II.II.7 distribusi tentang pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi pemahaman responden mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatka gula darah didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab nasi putih, kentang dan ubi yaitu 33 responden (29,46%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab nasi putih, kentang, dan ubi yaitu 34 responden (30,36%)

C.Sikap

13. Tabel II.III.1 distribusi apakah dalam keluarga ada yang menderita DM / penyakit gulaDari tabel diatas didapatkan pada kelompok lansia 42,8 % didalam keluarga responden ada yang menderita DM / penyakit gula dan pada kelompok non lansia 12,5 % didalam keluarga responden ada yang menderita DM / penyakit gula.

14. Tabel II.III.2 distribusi pernakah memeriksa kadar gula darahDari tabel diatas didapatkan pada kelompok lansia 41,1 % responden pernah periksa kadar gula darah dan pada kelompok non lansia 14,2 % responden pernah periksa kadar gula darah.

15. Tabel II.III.3 Distribusi tentang terakhir kali mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak memeriksakan gula darah terakhir kalinya saat 3 bulan yang lalu yaitu 26,79%, distribusi non lansia paling banyak memeriksakan gula darah terakhir kalinya saat 3 bulan yang lalu yaitu 15,18%16. Tabel II.III.4 Distribusi tentang tempat mengecek gula darah di Puskesmas Kecamatan Cipayung Tahun 2013 Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak mengecek gula darah di Puskesmas sebesar 35,72 %, distribusi nonlansia paling banyak mengecek gula darah di Puskesmas sebesar 18,75%.

17. Tabel II.III.5 Distribusi Keikutsertaan Responden Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak kelompok yang jarang mengikuti penyuluhan mengenai DM/penyakit gula sebesar 37,5%, distribusi non lansia paling banyak kelompok yang jarang mengikuti penyuluhan mengenai DM/penyakit gula sebesar 24,10%

18. Tabel I.III.6 Distribusi Tempat Responden Pernah Mengikuti Penyuluhan tentang DM/Penyakit Gula di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi lansia paling banyak mengikuti penyuluhan di Posyandu Lansia sebesar 35,71%, distribusi non lansia paling banyak mengikuti penyuluhan di Puskesmas sebesar 12,5% dan Posyandu Lansia sebesar 12,5%.

19. Tabel I.III.7 Tabel Distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi apakah responden sering berolahraga dalam 1 minggu didominasi oleh responden lansia yang jarang berolahraga dalam 1 minggu yaitu 36 responden (32,14%) dan pada responden non lansia juga pada kelompok responden yang jarang berolahraga dalam 1 minggu yaitu 24 responden (21,43%)

20. Tabel I.III.8 Distribusi frekuensi responden berolahraga dalam 1 minggu di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel di atas terlihat bahwa distribusi frekuensi berolahraga dalam 1 minggu didominasi oleh responden lansia yang berolahraga 2-3 kali/minggu yaitu 48 responden (42,86%) dan pada responden non lansia juga pada kelompok responden yang berolahraga 2-3 kali/minggu yaitu 27 responden (24,11%)21. Tabel I.III.9. Distribusi durasi waktu berolahraga pasien dalam tiap sesi olahraga di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel diatas didapatkan 33 % pasien lansia yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya dan 25 % pasien non lansia yang berolahraga 30 menit di tiap sesi olahraganya.

22. Tabel I.III.10. Distribusi jenis olahraga yang dilakukan pasien di Puskesmas Cipayung Tahun 2013Dari tabel diatas didapatkan 18,7 % pasien lansia yang berolahraga jenis jalan kaki dan 17,8 % pasien non lansia yang berolahraga jenis jogging.

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN7.1 KESIMPULAN

Terlihat pendidikan terakhir lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di Puskesmas Cipayung adalah SMU / Sederajat sebanyak 37,50 %. Terlihat pekerjaan lansia dan non lansia terhadap penyakit DM di Puskesmas Cipayung adalah ibu rumah tangga sebanyak 41,96 % .Dari data didapatkan 37,5% lansia dan non lansia yang bersuku Jawa di Puskesmas Kec.Cipayung tahun 2013. Didapatkan 59,83% lansia dan non lansia yang tidak mengetahui tentang gejala DM/Penyakit Gula . Dari data didapatkan 41,9 % Lansia dan Non lansia yang mengerti pemahaman tentang gejala penyakit DM di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013. Didapatkan 54,4 % Lansia dan Non Lansia yang mengetahui mengenai angka normal gula darah sewaktu di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013. Didapatkan 48,21 % Lansia dan Non Lansia yang mengetahui mengenai angka normal gula darah puasa di Puskesmas Kecamatan Cipayung 2013.Didapatkan 52 responden (46,4%) mengetahui angka normal gula darah 2 jam setelah makan yaitu 100-159mg/dl .Didapatkan 64 responden (57,1%) mengetahui makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu karbohidrat. Didapatkan 67 responden (59,8%) tahu mengenai jenis makanan yang paling cepat meningkatkan gula darah yaitu nasi puttih, kentang, dan ubi. Didapatkan 55,4 % lansia dan non lansia yang pernah periksa kadar gula darah. Didapatkan 41,8% Lansia dan Non Lansia yang memeriksakan gula darah 3 bulan yang lalu di Puskesmas Kecamatan Cipayung tahun 2013.Terlihat lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SD 17,87 (%), dan pendidikan terakhir non lansia didominasi oleh kelompok pendidikan terakhir adalah SMU 26,78 (%). Terlihat pekerjaan lansia didominasi oleh kelompok ibu rumah tangga 29,46 (%), dan pekerjaan non lansia didominasi oleh kelompok lain-lain 13,39 (%). Terlihat penghasilan lansia didominasi kelompok berpenghasilan rata-rata Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 23,22(%), dan penghasilan non lansia didominasi oleh kelompok berpenghasilan Rp 1.751.000,00 Rp 2.250.000,00 yaitu 26,78 %. Terlihat bahwa lansia dominan tidak mempunyai simpanan/tabungan yaitu 47,32 %, dan distribusi non lansia dominan yang mempunyai simpanan/tabungan yaitu 31,25 % .Terlihat bahwa lansia didominasi oleh kelompok suku jawa yaitu 26,78 (%), dan distribusi non lansia didominasi oleh kelompok suku jawa .

Terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang tidak memahami gejala DM yaitu 37,51 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang tidak memahami gejala gejala DM yaitu 22,32 %. Terlihat bahwa distribusi lansia didominan oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas. yaitu 22,32 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami gejala DM berupa Sering banyak makan,sering banyak minum,Sering buang air kecil dan lemas.yaitu 19,63 %. Terlihat lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %, Terlihat distribusi lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 35,72 %, distribusi non lansia didominasi oleh kelompok yang memahami mengenai angka normal gula darah sewaktu 100-199mg/dl sebesar 18,75 %, .Terlihat bahwa pemahaman responden mengenai angka normal gula darah 2 jam setelah makan didominasi oleh responden kelompok lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 32 responden (28,57%) dan pada responden kelompok non lansia yang menjawab 100-159mg/dl yaitu 20 responden (17,86%)7.2 SARAN

1. Bagi PenelitiPenelitian ini masih jauh dari kata sempurna, mengingat keterbatasan dari para peneliti. Melalui penelitian ini, diharapkan peniliti dapat:

memperbaiki cara melakukan penelitian yang benar. Mulai dari tahap awal pembuatan pendahuluan, penyusunan metode yang digunakan dalam menyusun penelitian, serta pembuatan kuesioner sebagai alat pengumpulan dari masyarakat untuk selanjutnya mendistribusikannya ke beberapa puskesmas kelurahan secara random sebagai perwakilan dari masyarakat kecamatan Cipayung, dan belajar bagaimana mengolah data dengan benar secara manual, hingga akhirnya belajar menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang diperoleh.

Melalui tinjauan pustaka yang telah disusun diharapkan dapat memperluas wawasan dari para peneliti. Dan untuk kedepannya diharapkan dapat memperluas tinjauan kepustakaan lagi dengan menambah referensi dalam membahas penelitian. Perluasan tinjauan pustaka dapat digunakan dengan menggunakan beberapa referensi, seperti textbook, buku diktat, beberapa referensi dari situs resmi di internet, maupun jurnal.

Melalui proses pembuatan penelitian ini, untuk kedepannya peneliti dapat lebih mampu untuk mengatur waktu yang tepat dalam posisinya. Hal ini dimulai dari menyususn pendahuluan, tinjauan kepustakaan, pengum