BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id filepengarang, seperti novel “Asywa>k” karya Qutb yang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.id filepengarang, seperti novel “Asywa>k” karya Qutb yang...
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Sastra merupakan replika dari kehidupan sosial (Wellek dan Warren,
1993:109). Salah satu karya sastra khususnya genre prosa yang banyak
digandrungi dan popular adalah novel. Patterson (dalam Manshur, 2011:23)
mendefinisikan novel, “adalah ungkapan hati penulisnya dalam melihat makna
kehidupan dan identitas dirinya serta berfungsi membangkitkan kesadaran
masyarakatnya untuk mengungkapkan aspirasi dan meraih kebebasan”. Kata
novel sendiri berasal dari bahasa Latin novellus yang diturunkan dari kata novies
yang berarti “baru”. Dalam “The American College Dictionary”, novel adalah
suatu cerita prosa fiktif dengan panjang tertentu yang melukiskan para tokoh,
gerak, serta adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur yang
agak kacau (Tarigan, 1984:164). Sebagaimana yang terdapat dalam novel
“Asywa>k” karya Qutb yang terbit pada tahun 1947 sebagai objek material dalam
penelitian ini.
Karya sastra tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat dan
pengarang, seperti novel “Asywa>k” karya Qutb yang merupakan karya inspirasi
dari pengalaman pribadinya (Al-Kalidiy, 2016:163). Karya ini menarik, karena
Qutb adalah seorang sastrawan yang dikenal sebagai politikus sekaligus tokoh
pemuka agama. Alasan lain penelitian atas novel “Asywa>k” karena novel ini
terinspirasi dari keadaan di Mesir tepatnya kota Kairo yang telah mengalami
westernisasi atau mendapat pengaruh dari Barat. Al-Khalidiy (2016:214)
mengatakan bahwa yang dimaksud Barat adalah Zionis, Salibis, dan penyembah
2
berhala. Adapun Anh (1985:42) menyebut Barat adalah orang-orang Amerika
Serikat (AS) sebab sebagai negara paling menonjol yang telah memperkaya
pusaka orang Eropa di masa renaissance. Tidak dapat dipungkiri bahwa
perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi, serta kebangkitan peradaban
Barat telah memberikan pengaruh yang besar dalam berbagai bidang (Quthb,
1985:31). Masyarakat Amerika Serikat (AS) memiliki sebuah kebiasaan hidup
bertolak belakang dengan budaya Timur Tengah, mulai dari kesusastraan, seni
musik, sampai dalam hal kebiasaan hidup. Di Amerika Serikat kita akan melihat
keadaan sosial masyarakat dan kebudayaan yang berbeda dengan Timur Tengah.
Iklim Islam memenuhi rongga kehidupan dalam dunia Timur Tengah, sedangkan
masyarakat di AS mengandalkan kebebasan. Hal ini sesuai dengan pendapat
Tomassow bahwa kebiasaan hidup masyarakat Amerika Serikat adalah
mengandalkan kebebasan (1986:59). Penduduk Amerika Serikat juga dikenal
membeda-bedakan warna kulit. Orang berkulit putih dianggap lebih tinggi
dibandingkan kulit hitam. Bahkan beberapa fasilitas umum bertuliskan “Whites
Only” yang artinya fasilitas tersebut hanya boleh digunakan orang berkulit putih
(Smith, 2005:82).
Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin canggih, menjadikan dunia
semakin dekat dan sempit. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah globalisasi.
Beberapa aspek dalam kehidupan seperti perilaku dan budaya satu negara dengan
lainnya saling mempengaruhi (Azwar, 1998:60). Menurut Smith dalam buku
berjudul Islam in America, Islam di Amerika Serikat telah masuk pada akhir abad
ke-19. Hal ini dimulai ketika orang-orang Muslim bermigrasi dari berbagai negara
di Timur Tengah, seperti Syria, Yordania, Palestina, dan Libanon. Smith juga
3
berpendapat Islam berkembang pada abad ke-20 dengan ditandai kedatangan
orang-orang Muslim Sunni, Syi’ah, Durze, dan Alawi (2015:76). Meskipun
demikian, banyak pemuda Muslim yang tumbuh di AS jauh dari agama karena
akulturasi (Smith, 2015:82). Keadaan Islam di AS dibanding negara tempat
kelahiran Qutb yaitu Mesir berbeda. Perbedaan ini dilihat dari Islam sebagai
agama mayoritas di Timur Tengah, namun di Amerika Islam merupakan agama
minoritas.
Adapun di Timur Tengah, dengan adanya globalisasi, modernisasi
komunikasi pada gilirannya berpengaruh pada berbagai aspek kehidupan sosial.
Dunia semakin dekat dan sempit serta media komunikasi semakin dominan
sehingga menentukan corak dan warna manusia, baik sebagai sebagai individu
maupun makhluk sosial. Gaya hidup, selera, nilai-nilai, norma, dan banyak aspek
kepribadian manusia dibentuk oleh televisi, radio, majalah, dan pesan-pesan yang
disuapi orasi politik, serta pesan ideologi dalam berbagai sarana. Pergaulan bebas
menjadi dampak sebab adanya globalisasi (Azwar, 1998:60). Dengan kata lain,
Timur Tengah telah mengalami westernisasi atau terpengaruh oleh budaya Barat,
seperti yang digambarkan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb.
“Asywa>k” adalah kisah penuh hikmah yang dibukukkan melalui novel
bergenre roman. Novel merupakan karya fiksi berbentuk prosa yang mengandung
keindahan serta syarat akan makna. Kaitan karya sastra dengan sosial masyarakat
juga sangat terlihat dalam novel ini. Budaya masyarakat antara Timur Tengah dan
Amerika Serikat tidak terlepas dari penciptaan karya. Latar cerita adalah di Mesir,
sebuah negeri yang telah diakui sebagai pusat budaya dan politikal utama wilayah
Arab dan Timur Tengah. Peradaban dunia yang terkenal dengan monumen
4
termegah dunia seperti Piramid Giza, Kuil Karnak, Lembah Raja, serta Kuil
Ramses (Salim dan Sahr, 2015:16). Selain itu, Mesir juga dikenal kaya akan
kesusastraannya. Berbagai julukan lain juga telah tersemat bagi Mesir; Negeri
Para Nabi, Negeri Seribu Menara, serta Negeri Kinanah (Nafi dan Adawiyah,
2013:4).
Penulis novel “Asywa>k” bernama lengkap Ibrahim Husain Shadhili Sayyid
Qutb, lahir pada 9 Oktober 1906 di Musyah, Asyuth, Mesir (‘Imarah, 2009:273).
Adapun karya sastra yang ditulis Qutb adalah Al-Atyaf al-Arba’ah, Al-Madinah
al-Masurah, Muhimmat al-Syi’r fi al-Haya>h (1933), Naqd Mustaqbal al-Tsaqa>fah
fi> Misr (1939) dan Asywa>k (1947). Novel “Asywa>k” ditulis oleh Qutb sebelum
dia bergabung dalam gerakan Ikhwanul Muslimin. Beberapa karya lain Qutb yang
terkenal adalah: “di bawah naungan al-Qur’an” (tafsir fi< dzila>l al-Qur'an),
“petunjuk jalan” (ma'alim fi< thariq), “representasi artistik dalam al-Qur’an” (al-
tashwi>r al-fanni fi al-Qur`an), “keadilan sosial dalam Islam” (‘al-adalah al-
ijtima’iyyah fi al-Islam), “peperangan antara Islam dan kapitalisme” (‘ma’rakah
al-Islam wa ar-ra’s al-maliyyah’), “inilah Islam” (ha>dza al-di>n), “masa depan
Islam” (al-mustaqbal li ha>dza al-di>n), “karakteristik pandangan Islam” (khasha>'is
al-tashawwur al-Isla>mi wa muqawwimâtihi’), “Islam dan persoalan peradaban”
(al-Isla>m wa musykilah al-hadha>rah) (al-Khalidiy, 2016:31, 250, ‘Imarah,
2004:275).
Masa hidup Qutb dihabiskan dengan mendalami agama, menulis, bersyair,
serta menjadi tenaga pendidik. Pada tahun 1940 banyak karyanya yang menjadi
acuan resmi sekolah, kampus, dan universitas. Pada era 1950 sampai 1960 Qutb
adalah anggota utama Ikhwanul Muslimin Mesir. Resikonya Qutb behadapan
5
dengan rezim sekuler yang menindas gerakan kritis serta masuk penjara tiga kali.
Pada tahun 1966 dia dituduh terlibat dalam rencana pembunuhan presiden Mesir
Gamal Abdel Nasser dan dieksekusi dengan cara digantung, pada 29 Agustus
1966 pada usia 59 tahun (‘Imarah, 2009:274-277).
Penelitian tentang novel “Asywa>k” pernah dilaksanakan oleh peneliti
sebelumnya yakni Kholifiyannida (2012) dalam skripsinya yang berjudul Fi’l
Kalam al-Inkari fil Riwayat Asywak li Syayyid Qutb Dirasah Tahliliyah
Tadaawliyah. Dalam penelitiannya, Kholifiyannida membahas bagaimana bentuk
lingual tindak tutur penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb. Hasil analisis
penelitian Kholiyannida yaitu: (a) terdapat bentuk-bentuk lingual tindak tutur
penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang bermodus kalimat deklaratif,
interogatif, imperatif, langsung, tidak langsung, literal, dan non literal, (b) terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap pemilihan bentuk-bentuk tindak tutur
penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang meliputi; faktor peserta tutur
yang melibatkan penutur, mitra tutur, dan peserta tutur ketiga; faktor situasi tutur
atau setting, meliputi: waktu dan tempat terjadinya peristiwa tutur, (c) terdapat
fungsi-fungsi tindak tutur penolakan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb dengan
menyebutkan fungsi lain seperti menyindir dan merajuk.
Kedua, Hayati (2012) dalam skripsinya berjudul Naqd al-Tarjamah al-
Indonesiyah li Riwayat Asywak li Sayyid Qutb. Hayati meneliti tentang bagaimana
kesalahan terjemahan novel “Asywa>k” karya Qutb yang dialih bahasakan dari
bahasa Arab ke dalam bahasa Indonesia dengan judul buku “Bidadari yang
Hilang”. Hasil penelitian Hayati yakni ditemukan kesalahan penerjemahan novel
“Asywa>k” dari beberapa aspek: (1) aspek kata (makna refrensial leksikal), (2)
6
aspek gramatikal, seperti dalam memahami dhamir, mutakallim dan mukhatab,
(3) aspek penghilangan kosa kata dalam sejumlah kalimat panjang dan kalimat
yang menggambarkan suasana tertentu (ekspresi). Kesalahan-kesalahan tersebut
menyebabkan kelenyapan suasana yang ingin dibidik oleh teks sumber dan
mengakibatkan alur cerita menjadi kabur termasuk pesan di dalamnya dan jauh
dari maksud teks sumber.
Ketiga, penelitan oleh Taspirin (2006) dalam skripsinya yang berjudul Unsur-
Unsur Romantisme dalam Novel Asywak Karya Sayyid Qutb. Masalah yang
dibahas adalah bagaimana unsur-unsur romantisme dalam dalam novel “Asywa>k”
karya Qutb. Hasil penelitian Taspirin menunjukkan bahwa novel “Asywa>k” karya
Qutb merupakan novel bercorak romantik, dengan memuat beberapa unsur
penting romantisme di dalam tema dan unsur-unsur intrinsik lainnya. Pertama,
dalam tema: (1) terdapat gagasan obsesi dan kerinduan yang besar terhadap masa
lalu, (2) ketiadaan batas yang jelas antara mimpi dan realitas, (3) cinta yang
melankolis dan idealis, (4) celaan terhadap kehidupan perkotaan serta kecintaan
terhadap alam pedesaan. Kedua, isi cerita didominasi oleh sikap melankolis dan
idealis dalam percintaan. Ketiga, dalam penokohan memuat unsur-unsur
romantisme pada karakter tokoh-tokohnya.
Berdasarkan tinjauan pustaka di atas, penelitian dengan objek “Asywa>k”
karya Qutb kajian sosiologi sastra belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong
penulis untuk meneliti menggunakan kajian tersebut khususnya sosiologi
pengarang dan sosiologi karya sastra, serta membahas tentang pergaulan bebas di
Mesir yang digambarkan dalam novel “Asywa>k” karya Qutb.
7
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimanakah struktur teks novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb?
2. Bagaimanakah pergaulan bebas di Mesir pada novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb berdasarkan sosiologi pengarang dan sosiologi karya
sastra?
C. Tujuan Penelitian
1. Menguraikan dan mendeskripsikan struktur teks novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb.
2. Mengungkapkan dan mendeskripsikan pergaulan bebas di Mesir pada
novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb berdasarkan sosiologi pengarang
dan sosiologi karya sastra.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dua manfaat, yaitu
teoretis dan praktis:
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan dalam studi sastra terutama
Sastra Arab. Selain itu, diharapkan bisa menambah wawasan mengenai
penelitian terhadap novel Qutb yang berjudul “Asywa>k” menggunakan
pendekatan sosiologi sastra khususnya sosiologi pengarang dan
sosiologi karya sastra.
8
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada
pembaca mengenai fenomena pergaulan bebas masyarakat Mesir yang
dipresentasikan melalui tokoh-tokoh dalam novel. Sehingga dapat
diambil solusi terbaik dan pencegahan untuk diambil sebagai sebuah
keputusan dari pergaulan bebas tersebut.
E. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah diperlukan untuk mempermudah jalannya penelitian
agar lebih efektif dan dapat mencapai sasaran yang diinginkan. Adapun
pembatasan masalah dalam penelitian ini yakni: Pertama, deskripsi struktur teks
dalam novel “Asywa>k” karya Qutb adalah memanfaatkan teori struktural Badr
(1411 H/ 1991 M) meliputi: peristiwa (al-achda>ts), penokohan (asy-
syakhsiyyah), alur (al-habkah), latar (al-bi’ah), dan tema (al-fikrah). Kedua,
deskripsi pergaulan bebas dalam novel “Asywa>k” karya Qutb dibatasi
pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan di Mesir dengan menggunakan
analisis sosiologi sastra yaitu sosiologi pengarang dan sosiologi karya sastra.
Pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan dalam kurun waktu tahun
1906-1947, tahun dimana Qutb lahir sampai novel “Asywa>k” diterbitkan.
F. Landasan Teori
Penelitian ini terpusat pada realitas sosial dalam novel “Asywa>k” karya
Sayyid Qutb yakni mengenai pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan.
9
Penelitian ini memanfaatkan tiga teori, yakni teori Badr (1411 H/ 1991 M),
teori sosiologi sastra, dan teori pergaulan bebas.
1. Teori Struktural
Pendekatan struktural merupakan pendekatan awal dalam penelitian sastra.
Pendekatan struktural penting bagi sebuah analisis karya sastra, sebab karya
sastra dibangun oleh unsur-unsur yang membentuknya. Unsur-unsur instrinsik
prosa menurut Badr (1411 H/ 1991 M) terdiri atas peristiwa (al-achda>ts),
penokohan (asy-syakhshiyyah), alur (al-habkah), latar (al-bi’ah), dan tema (al-
fikrah).
a. Peristiwa (al-achda>ts)
Al-achdat>s adalah rangkaian peristiwa yang diungkapkan dalam
novel atau satu peristiwa yang diungkapkan dalam cerita pendek (Badr,
1411:176).
b. Penokohan (asy-syakhsiyyah)
Asy-syakhshiyyah merupakan mereka yang menghidupkan dan
berpengaruh di dalam peristiwa, menunjukkan kisah sebagai model dari
karakter manusia yang bervariasi. Sebagian mereka berkarakter baik,
sebagian berkarakter buruk, dan sebagian yang lain memiliki karakter
campuran antara keduanya. Karakter tersebut fleksibel sesuai jalan
cerita. Peran tokoh penting, karena mewakili pengarang menjalankan
cerita dari awal sampai akhir (Badr, 1411:176).
c. Alur (al-habkah)
Al-habkah yakni alur atau gaya kesenian yang membangun kisah.
Alur dijalankan oleh peristiwa dan tokoh. Penulis menjadikan rangkaian
10
peristiwa yang kompleks, diperumit sedikit demi sedikit sampai
mencapai puncak (klimaks). Setelah itu cerita menuntut adanya solusi
yang kebanyakan hal itu akan menjadi ending cerita. Alur merupakan
unsur yang menjadikan peristiwa dalam cerita menjadi menarik dan
mendebarkan hati, serta menggabungkan peristiwa pertama dengan
peristiwa setelahnya agar tidak menyimpang (Badr, 1411:176).
d. Latar (al-bi’ah)
Al-bi’ah adalah tempat dan waktu yang tepat di dalam peristiwa
yang sedang berlangsung. Misalnya penulis menceritakan peristiwa
yang terjadi di Mekah pada masa awal hijriyah, maka untuk mengetahui
hal itu dengan baik, dilukiskan mengenai rumah-rumahnya, jalanannya,
pasar-pasar, pakaian yang dikenakan masyarakatnya, serta hal-hal
lainnya. Menggambarkan peristiwa-peristiwa di masa modern
digambarkan dengan waktu dan tempat yang teliti akan menjadikan alur
yang berkesan (Badr, 1411:177).
e. Tema (al-fikrah)
Al-fikrah merupakan isu atau gagasan yang dihadirkan di dalam
cerita. Gagasan atau yang biasa disebut tema menjadi pelengkap dari
peristiwa dan penokohan. Untuk menemukan tema tidak hanya dengan
satu atau beberapa frase, tetapi dapat dipahami dengan jalan membaca
cerita secara keseluruhan (Badr, 1411:177).
11
Diagram 1: kerangka teori struktural Badr (1411 H/ 1991 M)
2. Teori Sosiologi Sastra
Sosiologi sastra berasal dari kata sosiologi dan sastra. Sosiologi berasal dari
akar kata socio (Yunani) yang memiliki arti: bersama-sama, bersatu, kawan,
teman dan logos berarti sabda, perkataan, perumpamaan. Perubahan makna terjadi
setelah perkembangan zaman, soio atau socius berarti masyarakat, logi atau logos
berarti ilmu. Jadi, sosiologi berarti ilmu mengenai asal-usul dan pertumbuhan
(evolusi) masyarakat, ilmu pengetahuan yang mempelajari jaringan hubungan
antarmanusia dalam masyarakat, sifatnya umum, rasional, dan empiris. Adapun
sastra berasal dari kata sas (Sansekerta) berarti mengarahkan, mengajar, memberi
petunjuk/instruksi, dan tra berarti alat, sarana. Jadi, sastra berarti kumpulan alat
untuk mengajar, buku petunjuk, atau buku pengajaran yang baik (Ratna, 2013:1).
Dari definisi di atas, dapat disimpulkan definisi sosiologi sastra yaitu: 1)
pemahaman terhadap karya sastra dengan mempertimbangkan aspek-aspek
kemasyarakatannya, 2) pemahaman terhadap totalitas karya yang disertai dengan
aspek-aspek kemasyarakatan yang terkandung di dalamnya, 3) pemahaman
terhadap karya sastra sekaligus hubungannya dengan masyarakat yang
melatarbelakanginya, 4) pemahaman yang berkaitan dengan aspek-aspek
Teori Struktural Badr
Tema
(al-fikrah)
Latar (al-
bi’ah)
Alur (al-
habkah)
Peristiwa
(al-achda>s)
Penokohan (asy-syakhsiy-
yah)
12
penerbitan dan pemasaran karya, 5) analisis yang berkaitan dengan sikap-sikap
masyarakat pembaca (Ratna, 2013:2-3).
Selanjutnya, Ian Watt (1964:300-313) dalam Damono (1978:3-4)
mengklasifikasi tentang hubungan timbal balik antara sastrawan, sastra dan
masyarakat dalam esainya yang berjudul “Literature an Society”. Klasifikasi
tersebut dapat dilihat sebagai berikut:
a) Konteks sosial pengarang: konteks sosial pengarang ada hubungan dengan
posisi sosial sastrawan dalam masyarakat dan kaitannya dengan
masyarakat pembaca. Dalam pokok ini termasuk juga faktor-faktor sosial
yang bisa mempengaruhi pengarang sebagai perseorangan di samping
mempengaruhi isi karya sastra. Pendekatan ini meliputi: faktor-faktor
yang mempengaruhi pengarang dalam menciptakan karya sastra. Faktor-
faktor tersebut antara lain mata pencaharian, profesi kepegawaian, dan
masyarakat lingkungan pengarang.
b) Sastra sebagai cermin masyarakat: maksudnya karya sastra
mengungkapkan gejala sosial masyarakat dimana karya itu tercipta dalam
sastra akan terkandung nilai moral, politik, pendidikan, dan agama dalam
sebuah masyarakat. Selain itu pandangan sosial pengarang harus
diperhitungkan apabila menilai karya sastra sebagai cermin masyarakat.
Hal pokok yang perlu mendapat perhatian adalah, 1) sejauh mana sastra
mencerminkan masyarakat pada saat karya sastra itu di buat, 2) sejauh
mana pengaruh sifat pengarang dalam mengagambarkan keadaan
masyarakat, 3) sejauh mana genre sastra yang dipakai pengarang yang
bisa dianggap mewakili seluruh masyarakat.
13
Berdasarkan definisi dan penjelasan tersebut di atas, sastra dapat dipandang
sebagai suatu gejala sosial. Sastra yang ditulis oleh pengarang pada kurun waktu
tertentu pada umumnya langsung berkaitan dengan norma-norma dan adat
istiadat zaman itu (Luxemburg dalam Sangidu, 2007:41). Selanjutnya dibuat
klasifikasi masalah sosiologi sastra sebagai berikut: pertama sosiologi pengarang
yang memasalahkan status sosial, ideologi sosial, agama, dan lain-lain yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra. Kedua, sosiologi karya sastra
yang memasalahkan karya sastra itu sendiri, berupa isi karya sastra, tujuan dan
apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut yang berkaitan dengan masalah
sosial. Ketiga, sosiologi sastra yang memasalahkan pembaca dan pengaruh sosial
karya sastra (Wellek dan Warren, 1993:111-112).
a. Sosiologi Pengarang
Pembahasan mengenai masalah sosiologi pengarang adalah berkaitan
dengan diri pengarang, yaitu meliputi jenis kelamin, tempat kelahiran,
status sosial, profesi, ideologi, latar belakang, ekonomi, agama dan
keyakinan, tempat tinggal, serta kesenangan yang dimiliki pengarang
(Kasnandi dan Sutejo, 2010:59).
Ian Watt dalam esainya yang berjudul Literature and Society (1964)
(dalam Damono, 2002:4) mengatakan bahwa dalam membahas konteks
sosial pengarang kaitannya dalam masyarakat yaitu terdapat beberapa
faktor-faktor yang sangat berpengaruh dalam karya sastra anatara lain:
bagaimana pengarang mendapatkan mata pencaharian, apakah dia
menerima bantuan dari pengayom, dari masyarakat atau dari kerja
rangkap, bagaimana profesionalisme pengarang dalam kepengarangan,
14
dan masyarakat apa yang dituju oleh pengarang. Hubungan anatara
pengarang dan masyarakat adalah penting karena sering didapati bahwa
masyarakat yang dituju menentukan bentuk dan isi karya sastra.
b. Sosiologi Karya Sastra
Masalah yang berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah isi
karya sastra, tujuan karya sastra, dan hal-hal yang tersirat di dalam
karya tersebut serta hal yang berkaitan dengan masalah sosial. Dalam
hal ini sosiologi karya sastra dapat mencakup beberapa hal, menurut
Wellek dan Warren (dalam Kasnandi dan Sutejo, 2010:59) yaitu:
1) Aspek sosial meliputi sosial ekonomi, sosial politik, sosial
pendidikan, sosial religi, sosial budaya, dan sosial
kemasyarakatan.
2) Aspek adat istiadat meliputi tentang perkawinan, perawatan
bayi, pemujaan, dan sebagainya.
3) Aspek religius meliputi keimanan, ketakwaan, ibadah, hukum,
dan muamalah.
4) Aspek etika meliputi tentang pergaulan antara laki-laki dan
perempuan, pertemanan, bertamu, dan berkunjung.
5) Aspek moral meliputi tentang pelacuran, pemerkosaan, korupsi,
dermawan, penolong, kasih sayang, dan ketabahan.
6) Aspek nilai meliputi nilai kepahlawanan, nilai religi, nilai
persahabatan, nilai moral, nilai sosial, nilai perjuangan, dan nilai
didaktik.
15
c. Sosiologi Pembaca
Sosiologi pembaca adalah sosiologi sastra yang mengkaitkan
pembaca hubungannya dengan pengaruh sosial karya sastra. Pembaca
sebuah karya sastra berasal dari beragam golongan, kelompok, agama, ras,
pendidikan, gender, umur, dan sebagainya. Dalam sebuah penelitian
sebuah karya sastra terhadap respon pembaca, apabila karya sastra tersebut
dianggap buruk oleh masyarakat umum atau pemerintah, bisa saja karya
sastra tersebut dilarang beredar (Damono, 2002:4).
Pembahasan pada sosiologi pembaca ini yaitu tentang segala hal yang
berkaitan dengan masalah pembaca dan dampak sosial karya sastra
terhadap masyarakatnya. Pembahasan ini dapat dikaji dari segi jenis
kelamin pembaca, status sosial pembaca, profesi pembaca, dan tendensi
pembaca (Kasnadi dan Sutejo, 2010:59).
Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi
pengarang dan sosiologi karya sastra. Hal tersebut dikarenakan
keterbatasan penulis dalam melakukan pendekatan sosiologi pembaca
yang memakan waktu yang lebih lama dan biaya yang lebih besar.
Diagram 2: kerangka teori sosiologi sastra
3. Teori Pergaulan Bebas
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pergaulan dengan kata
dasar gaul memiliki arti campur, sedangkan kata pergaulan memiliki definisi
Sosiologi Sastra
Pembaca Karya Sastra Pengarang
16
perihal bergaul, kehidupan bermasyarakat, mempengaruhi kepribadian (KBBI,
2008:421). Pergaulan merupakan salah satu bagian dari etika. Bertens (2000:4)
mengatakan, bahwa etika adalah ilmu tentang adat kebiasaan. Dengan demikian
pergaulan dapat dikategorikan sebagai perilaku yang sudah menjadi kebiasaan.
Kebiasaan manusia dalam bertindak atau bergaul merupakan sesuatu yang
erat dengan masyarakat. Seperti yang diungkapkan Skinner (dalam Suseno,
2006:160) bahwa kondisi kehidupan adalah suatu hal yang dapat
mempengaruhi tindakan. Muchsin (2002:24) juga menegaskan bahwa
lingkungan dapat mengarahkan kecenderungan manusia dalam bersikap.
Berbeda dengan pendapat tersebut, Apriliyanto (2008:27) mengatakan bahwa
terdapat dua hal yang mempengaruhi seseorang untuk berperilaku yaitu
lingkungan personal dan lingkungan sosial atau masyarakat: lingkungan
personal yakni diri sendiri yang meliputi pikiran, perasaan, tindakan dan
kondisi fisik, sedangkan lingkungan sosial adalah keterlibatan diri sendiri dan
orang lain yang menimbulkan dampak sebab-akibat. Adapun faktor-faktor yang
mempengaruhi manusia dalam berperilaku adalah sebagai berikut:
a) Faktor personal meliputi: 1) faktor biologis 2) sosiopsikologis: afektif
(emosional), kognitif (intelektual), konatif (vilisional atau kebiasaan dan
kemauan manusia bertindak), 3) sosiogenetis: motif ingin tahu, motif
kompetisi, motif cinta, motif harga diri dan identitas, kebutuhan akan nilai,
kedambaan dan makna kehidupan, serta kebutuhan pemenuhan diri, 4)
sikap, 5) emosi, 6) kepercayaan, 7) kebiasaan, 8) kemauan.
b) Faktor situasional: 1) faktor ekologis: keadaam alam seperti faktor
geografis, iklim dan meteorologis, 2) faktor rancangan dan arsitektual, 3)
17
faktor temporal, 4) suasana perilaku: efek lingkungan, 5) teknologi, 6)
faktor-faktor sosial: karakteristik populasi, struktur kelompok dan
organisasi, dan system peranan dalam masyarakat, 7) lingkungan
psikososial: sejauh mana lingkungan memuaskan dan mengecewakan bagi
diri, 8) stimulus yang mendorong dan memperteguh perilaku (Rakhmat,
2011:33-46).
Dari pemaparan di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa pergaulan
merupakan hubungan dalam kehidupan bermasyarakat yang telah menjadi
bagian dari kebiasaan serta melibatkan peran individu dan lingkungan sosial.
Pergaulan bebas terdiri atas 2 (dua) kata yaitu pergaulan dan bebas. Definisi
pergaulan telah dipaparkan dalam pembahasan di atas yaitu kehidupan bergaul
(KBBI, 2008:421). Adapun “bebas” berarti tidak terikat atau tidak terbatas oleh
aturan (KBBI, 2008:154). Aturan dapat disebut juga dengan etika atau norma.
Norma dan etika adalah peraturan yang menjadi patokan atau batasan dalam
sebuah masyarakat. Dengan demikian pergaulan bebas berarti kehidupan
bergaul yang tidak terbatas oleh etika dan norma dalam sebuah masyarakat.
Aturan atau etika dalam setiap budaya atau masyarakat memiliki
karakteristik yang berbeda-beda (Bertens, 2001:14). Artinya setiap daerah atau
wilayah memiliki pengertian tersendiri dalam mengartikan pergaulan bebas.
Pergaulan dapat dikatakan bebas dilihat dari kiblat budaya yang melihatnya,
misalnya budaya Barat dan budaya Timur. Anh (1985:42) menyatakan bahwa
Barat memiliki semboyan hidup liberal yang artinya bebas. Apabila bebas
menjadi semboyan hidup di Barat, maka pergaulan bebas lebih cocok disebut
dengan kebiasaan atau budaya. Adapun belahan dunia Timur memiliki budaya
18
yang identik dengan sopan santun dan menjunjung moralitas serta religious
(Anh,1985:76). Dari sini dapat ditarik kesimpulan bahwa penyebutan pergaulan
bebas tersebut adalah dipandang dari segi kebudayaan Timur. Yakni pergaulan
yang telah menentang aturan-aturan yang melanggar etika dan norma budaya
Timur. Menurut Iswati (2012:5) Mesir merupakan kawasan Timur Tengah,
artinya batasan etika yang dimiliki cenderung pada budaya Timur. Diperkuat
dengan pendapat al-Khlidiy (2016:214) yang menyatakan bahwa Mesir adalah
belahan bagian Timur. Maka dengan demikian pergaulan yang ada di Mesir
dalam novel “Asywa>k” karya Qutb itu merupakan sebuah pergaulan bebas.
Lingkup pergaulan bebas adalah interaksi atau pergaulan antara laki-laki
dan perempuan. Rafi’udin (2007:18) menyebutkan definisi pergaulan bebas
yaitu bercampurnya secara bebas antara laki-laki dan perempuan. Adapun dari
sudut pandang budaya Timur, seorang laki-laki dan perempuan memiliki
batasan dalam berinterksi. Seperti yang dikatakan Barakat bahwa dunia Timur,
khususnya Mesir memiliki kekuatan pembentuk masyarakat berkat agama
Islam yang dianut oleh masyarakatnya (2012:161). Maka yang dimaksud
dengan pergaulan bebas adalah kehidupan bergaul antara laki-laki dan
perempuan yang bercampur dan tidak mengindahkan etika dalam Islam dan
berkiblat pada pergaulan Barat. Adapun pola-pola pergaulan dalam masyarakat
Mesir telah mengadopsi budaya Barat yang disebabkan perubahan moral
seksual (Abaza, 2006:233). Tomassow (1986:59) menerangkan bagaimana
hubungan antara laki-laki dan perempuan di Barat sebagai berikut:
a) Pergaulan laki-laki dan perempuan biasanya bebas dan membangun
hubungan yang bervariasi seperti berpacaran.
19
b) Lawan jenis yang single bisa jadi teman dekat dan saling berbagi
masalah pribadi tanpa keterlibatan secara romantis.
c) Laki-laki dan perempuan dapat bergaul dengan intensitas yang
dikehendaki.
d) Laki-laki dan perempuan berkencan dengan dan tanpa rencana untuk
menikah. Hubungan dapat diakhiri setelah kencan ketiga atau
kencan yang berjalan mulus setelah sekian lama. Adapun waktu
yang popular untuk berkencan adalah malam Sabtu dan malam
Minggu.
e) Terdapat “traditional date” yaitu laki-laki muda dahulu yang
bertanggungjawab untuk berkencan: menelfon atau menghubungi
perempuan yang dilakukan seminggu awal sebelum berkencan.
f) Terdapat “group date” yaitu kencan secara berkelompok atau
bersama-sama untuk saling mengenal dan bersantai di malam hari.
g) Laki-laki dan perempuan yang sudah menikah kadang-kadang
menganggap masing-masing teman baiknya sama seperti suami atau
istri mereka. Mereka juga bergaul dengan lawan jenis sebagai
pasangan atau secara bebas.
Dari uraian di atas, dapat diperbandingkan dengan pola pergaulan antara
laki-laki dan perempuan dalam masyarakat Mesir di era 1930-an menurut
Abaza (2006:234-235) antara lain: 1) Budaya kencan dengan lawan jenis
merupakan adopsi dari kebudayaan Barat, 2) beberapa keluarga tidak
membiarkan pasangan untuk pergi tanpa ditemani saudara laki-laki, saudara
perempuan, atau mahramnya. Adapun menurut Allen (2009:29) masyarakat
20
Mesir memiliki sebuah struktur sosial yang menghargai pernikahan,
“pernikahan adalah lembaga penting diantara keluarga dan organisasi sosial
(marriage is crucial link between family and social organization)”. Maka,
perilaku antara laki-laki dan perempuan yang tidak memiliki batasan dalam
beberapa aspek yang telah disebutkan termasuk kategori pergaulan bebas.
Dengan demikan, dapat disimpulkan yang termasuk dalam kategori
pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan yang tidak sesuai dengan etika
masyarakat Mesir dalam novel “Asywa>k” yaitu: 1) berkhalwat antara laki-laki
dan perempuan, 2) memiliki anak di luar pernikahan. Berikut ini diagram kajian
pergaulan bebas novel “Asywa>k” karya Qutb:
Diagram 3: kerangka pergaulan bebas dalam novel “Asywa>k” karya Qutb
Selanjutnya, gambar diagram 3 yaitu tentang kerangka pergaulan bebas
dalam novel “Asywa>k” karya Qutb akan diuraikan lebih rinci dalam
pembahasan Bab III poin B. Diagram tersebut dibuat agar pembahasan tentang
pergaulan bebas menjadi terarah sesuai dengan data primer tekstual dalam
novel “Asywa>k” karya Qutb.
Pergaulan Bebas di Mesir dalam Novel “Asywa>k” Karya Qutb
Pergaulan Bebas antara Laki-laki dan Perempuan
Memiliki Anak di
Luar Pernikahan
Berkhalwat antara Laki-
laki dan Perempuan
21
G. Data dan Sumber Data
1. Objek Penelitian
Sangidu (2004:61) menyatakan bahwa objek penelitian sastra adalah pokok
atau topik penelitian sastra. Objek penelitian ini terdiri atas objek formal dan
objek material. Objek formal berupa pergaulan bebas di Mesir dengan pendekatan
sosiologi pengarang dan sosiologi sastra. Objek material penelitian ini adalah
novel “Asywa>k” karya Qutb.
2. Data
Dalam sebuah penelitian diperlukan adanya data. Dalam penelitian sastra,
data adalah berupa verbal, yakni berwujud kata, frasa atau kalimat. Meski bersifat
verbal, namun data menyajikan daya tarik serta kaya akan kedalaman interpretasi.
Data merupakan sumber informasi yang akan diseleksi sebagai bahan analisis
(Siswantoro, 2010:70). Secara lebih terperinci, data dibagi kedalam dua bagian,
yaitu data primer dan data sekunder:
a. Data Primer
Siswantoro (2010:70) mendefinisikan data primer adalah data utama
yang diseleksi atau diperoleh langsung dari sumbernya tanpa perantara.
Data primer dibuat oleh peneliti dengan maksud khusus untuk
menyelesaikan masalah yang akan menjadi bahan penelitian (Sugiono,
2010:137). Penelitian ini memiliki data primer berupa teks, kata-kata,
kalimat, dan wacana tentang pergaulan bebas di Mesir yang terdapat dalam
novel “Asywa>k” karya Qutb.
22
b. Data Sekunder
Data Sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan sebagai tambahan
dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi sebagai acuan penelitian
(Sugiono, 2010:137). Data ini diperoleh secara tidak langsung atau dengan
kata lain adalah melalui perantara, akan tetapi tetap bersandar pada
kategori atau parameter yang menjadi rujukan (Siswantoro, 2010:71). Data
Sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui berbagai referensi: buku,
skripsi, dan e-book yang berkaitan dengan penelitian.
3. Sumber Data
Sumber data dalam ilmu sastra adalah naskah atau teks (Ratna, 2013:47).
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah buku, skripsi, serta
tulisan-tulisan baik dalam bentuk cetak maupun dalam media online (internet).
Hal ini diperjelas dengan rincian sebagai berikut:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber yang menjadi rujukan utama
dalam penelitian yaitu berupa novel “Asywa>k” karya Qutb setebal 72
halaman.
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data yang berasal dari hasil
penelitian yang sudah ada, seperti buku, skripsi, dan e-book yang
membahas tentang novel “Asywa>k” karya Qutb.
23
H. Metode dan Teknik Penelitian
1. Metode Penelitian
Subana dan Sudrajat (2011:10) mengemukakan bahwa metode penelitian
adalah strategi yang digunakan dalam penelitian. Metode penelitian ini
menggunakan metode deskriptif kualitatif. Moleong (2010:6) mengartikan
penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami
fenomena tentang perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain, dengan
cara mendeskripsiakan dalam kata-kata dan bahasa.
2. Teknik Penelitian
Langkah pertama yang dilakukan yakni dengan mengumpulkan data atau
disebut dengan teknik pustaka. Teknik pustaka adalah dengan menggumpulkan
data yang menggunakan sumber-sumber tertulis untuk memperoleh data. Sumber
tertulis berupa buku, majalah, surat kabar, karya sastra, dan bacaan ilmiah (Satoto,
1992:42). Peneliti menggunakan novel “Asywa>k” karya Qutb sehingga
pengumpulan data berupa membaca, memahami, mencatat, mengutip setiap data-
data berupa kata-kata, kalimat dan frasa yang terdapat dalam novel tersebut.
Langkah kedua, yaitu pengolahan data yaitu data yang telah terkumpul diolah
dan dianalisa dengan beberapa tahapan. Tahapan tersebut adalah proses yang
berurutan dan saling berkesinambungan. Teknik analisis data dalam penelitian
kualitatif dilaksanakan secara terus menerus, sejak pengumpulan di lapangan
sampai waktu penulisan laporan penelitian (Miles dan Huberman dalam
Aminudin, 1990:18). Teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
24
1) Teknik deskripsi, yaitu setelah mencatat data, peneliti selanjutnya
memberi deskripsi atau keterangan singkat seputar data tersebut untuk
mempertajam keakurtan data (Siswantoro, 2010:77). Seluruh data yang
diperoleh dalam novel “Asywa>k” karya Qutb dihubungkan dengan
persoalan struktur teks novel dan pergaulan bebas yang melanggar etika di
Mesir, kemudian dilakukan tahapan pendeskripsian.
2) Teknik klasifikasi, yaitu data-data yang telah dideskripsikan kemudian
dikelompokkan menurut kelompoknya masing-masing sesuai dengan
perumusan masalah yang ada (Siswantoro, 2010:104). Data dalam novel
“Asywa>k” karya Qutb dikelompokkan dalam kategori yang termasuk
dalam struktur novel meliputi peristiwa, penokohan, alur, latar, dan tema,
serta pergaulan bebas berdasarkan sosiologi pengarang berupa pendapat
Qutb terhadap pergaulan bebas dan sosiologi karya sastra berupa: a)
berkhalwat antara laki-laki dan perempuan, b) memiliki anak di luar
penikahan.
3) Teknik analisis, yaitu data disesuaikan dengan objek material dan masalah
yang diteliti, sehingga tidak terjadi kesulitan dalam penelitian (Sangidu,
2004:105). Semua data-data yang telah diklasifikasikan menurut struktur
teks novel dan sosiologi sastra dianalisis menggunakan pendekatan
struktural Badr selanjutnya menggunakan sosiologi sastra yaitu dengan
sosiologi pengarang dan sosiologi karya sastra.
4) Teknik interpretasi data, yaitu data ditafsirkan untuk mencari makna yang
lebih luas dan implikasi dari hasil analisis (Sangidu, 2004:74). Data-data
yang telah dianalisis dengan pendekatan struktural Badr dan sosiologi
25
pengarang serta sosiologi karya sastra, kemudian dihubungkan dengan
sumber data sekunder yaitu referensi yang berkaitan dengan novel
“Asywa>k” karya Qutb, sehingga didapat pemecahan masalah yang utuh
dan menyeluruh.
5) Teknik evaluasi, yaitu seluruh data-data yang sudah dianalisis dan
diinterpretasikan diteliti kembali, agar diperoleh penilaian yang dapat
dipertanggungjawabkan (Hutomo dalam Sangidu, 2010:74). Data-data
dalam novel “Asywa>k” karya Qutb yang telah dianalisis dan
diinterpretasikan ditinjau kembali sehingga mengurangi kesalahan dalam
penelitian.
I. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, perumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, pembatasan masalah, landasan teori, data
dan sumber data, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penulisan.
Bab II Struktural novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb berisi peristiwa,
penokohan, alur, latar, dan tema.
Bab III Pergaulan bebas di Mesir pada novel “Asywa>k” karya Sayyid Qutb
berdasarkan sosiologi pengarang berisi biografi Sayyid Qutb, pendapat Sayyid
Qutb, dan pergaulan bebas di Mesir berdasarkan sosiologi karya sastra.
Bab IV Penutup berupa kesimpulan dan saran.