BAB I. PENDAHULUAN -...

29
1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Program P2BN menargetkan peningkatan produksi padi sebesar 5% per tahun pada tahun 2008-2009 (Purwanto, 2008), sedangkan pada tahun 2014 ditergetkan surplus beras 10 juta ton. Untuk mencapai target tersebut perlu diimplementasikan beberapa strategi, ada tiga strategi utama, yaitu: (1) perluasan areal tanam dengan mencetak sawah baru, (2) peningkatan produktivitas dengan menerapkan budidaya padi sawah sesuai konsep PTT padi sawah, antara lain penggunaan; varietas unggul baru (VUB), benih bermutu, bibit umur muda, pengaturan sistem tanam, pengelolaan lahan dan air yang tepat, pemupukan lengkap yang rasional, pengendalian organisme pengganggu tanamam (OPT) sesuai konsep pengendalian hama/penyakit terpadu (PHT), dan (3) perluasan areal panen melalui peningkatan indeks pertanaman (IP). Dalam upaya mencapai sasaran P2BN beberapa strategi yang perlu dilakukan adalah: (1) peningkatan produktivitas, antara lain melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah yang merupakan suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani (Badan Litbang, 2009). Komponen teknologi tersebut, seperti perbaikan mutu benih dan penggunaan varietas unggul baru (VUB), pemupukan berimbang dan rasional, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) dan pengelolaan air serta penggunaan pupuk organik, (2) Perluasan areal tanam, antara lain dicapai melalui peningkatan indeks pertanaman (IP), pemanfaatan lahan-lahan suboptimal, pencetakan sawah baru, penyediaan air melalui rehabilitasi jaringan irigasi primer, sekunder, tersier dan jaringan irigasi tingkat usahatani, maupun jaringan irigasi desa (Purwanto, 2008). Salah satu strategi yang diterapkan dalam upaya mendukung peningkatan produksi padi sawah, kacang tanah dan jagung melalui penerapan inovasi teknologi. Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah menghasilkan berbagai inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas, diantaranya varietas unggul yang telah banyak dimanfaatkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan IPTEK, Badan Litbang juga telah megembangkan suatu pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas dan efisien dalam pemanfaatan input produksi.

Transcript of BAB I. PENDAHULUAN -...

 

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Program P2BN menargetkan peningkatan produksi padi sebesar 5% per tahun

pada tahun 2008-2009 (Purwanto, 2008), sedangkan pada tahun 2014 ditergetkan

surplus beras 10 juta ton. Untuk mencapai target tersebut perlu diimplementasikan

beberapa strategi, ada tiga strategi utama, yaitu: (1) perluasan areal tanam dengan

mencetak sawah baru, (2) peningkatan produktivitas dengan menerapkan budidaya

padi sawah sesuai konsep PTT padi sawah, antara lain penggunaan; varietas unggul

baru (VUB), benih bermutu, bibit umur muda, pengaturan sistem tanam, pengelolaan

lahan dan air yang tepat, pemupukan lengkap yang rasional, pengendalian organisme

pengganggu tanamam (OPT) sesuai konsep pengendalian hama/penyakit terpadu

(PHT), dan (3) perluasan areal panen melalui peningkatan indeks pertanaman (IP).

Dalam upaya mencapai sasaran P2BN beberapa strategi yang perlu dilakukan

adalah: (1) peningkatan produktivitas, antara lain melalui pendekatan pengelolaan

tanaman terpadu (PTT) padi sawah yang merupakan suatu pendekatan inovatif dan

dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan

komponen teknologi secara partisipatif bersama petani (Badan Litbang, 2009).

Komponen teknologi tersebut, seperti perbaikan mutu benih dan penggunaan varietas

unggul baru (VUB), pemupukan berimbang dan rasional, pengendalian organisme

pengganggu tanaman (OPT) dan pengelolaan air serta penggunaan pupuk organik, (2)

Perluasan areal tanam, antara lain dicapai melalui peningkatan indeks pertanaman

(IP), pemanfaatan lahan-lahan suboptimal, pencetakan sawah baru, penyediaan air

melalui rehabilitasi jaringan irigasi primer, sekunder, tersier dan jaringan irigasi tingkat

usahatani, maupun jaringan irigasi desa (Purwanto, 2008).

Salah satu strategi yang diterapkan dalam upaya mendukung peningkatan

produksi padi sawah, kacang tanah dan jagung melalui penerapan inovasi teknologi.

Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian telah menghasilkan berbagai

inovasi teknologi yang mampu meningkatkan produktivitas, diantaranya varietas

unggul yang telah banyak dimanfaatkan oleh petani. Sejalan dengan perkembangan

IPTEK, Badan Litbang juga telah megembangkan suatu pendekatan Pengelolaan

Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produktivitas dan

efisien dalam pemanfaatan input produksi.

 

Pengelolaan Tanaman dan Sumber Daya Terpadu (PTT) yang merupakan

pendekatan dalam budidaya tanaman padi sawah adalah salah satu bentuk

implementasi dari revolusi hijau lestari. Berbeda dengan revolusi hijau generasi

pertama yang lebih mengutamakan peningkatan produksi pada lahan sawah irigasi,

revolusi hijau lestari mencakup semua agroekosistem padi, yaitu lahan sawah irigasi,

lahan sawah tadah hujan, lahan kering, lahan pasang surut dan lahan rawa lebak. PTT

padi sawah merupakan suatu usaha untuk meningkatkan hasil padi dan efisiensi

masukan (input) produksi dengan memperhatikan penggunaan sumber daya alam

yang bijak dengan melalui keterpaduan (integrasi) berbagai komponen teknologi yang

saling menunjang (sinergis) dengan sumberdaya setempat (spesifik lokasi), dan

partisipasi petani sejak awal pelaksanaan kegiatan (partisipatif). Melalui PTT

diharapkan kebutuhan beras nasional dapat dipenuhi, pendapatan petani padi dapat

ditingkatkan, dan usaha pertanian padi sawah dapat menjadi usahatani berkelanjutan.

1.2. DASAR PERTIMBANGAN

Dalam upaya peningkatan produksi padi sawah program PTT telah menjadi

program nasional sejak tahun 2003, dan dijadikan sebagai landmark pangan nasional

oleh Kementrian Riset dan Teknologi dan Program Peningkatan Produksi Beras

Nasional (P2BN). Untuk mendukung pengembangan Program PTT secara nasional,

Departemen Pertanian meluncurkan program Sekolah Lapang (SL) PTT. SL-PTT adalah

sekolah yang seluruh proses belajar mengajarnya dilakukan di lapangan. Tujuan

utama SL-PTT adalah mempercepat alih teknologi melalui pelatihan dari peneliti atau

narasumber lainnya. Melalui SL-PTT diharapkan terjadi percepatan penyebaran

teknologi PTT dari peneliti ke petani peserta dan kemudian berlangsung difusi secara

alamiah dari alumni SL-PTT kepada petani di sekitarnya. Seiring dengan perjalanan

waktu dan tahapan SL-PTT, petani diharapkan merasa memiliki PTT padi sawah yang

dikembangkan (Deptan, 2008a). Kegiatan SL-PTT padi sawah telah dimulai sejak

tahun 2008 di seluruh Indonesia, untuk mempercepat pelaksanaan dan

pengembangan SL-PTT padi sawah tersebut, perlu dilakukan percepatan diseminasi

inovasi teknologi dalam mendukung program SL-PTT padi sawah tersebut.

PTT diterapkan dengan prinsip utama antara lain: 1) Partisipatif, petani

berperan aktif dalam pemilihan dan pengujian teknologi; 2) Spesifik lokasi,

memperhatikan keseuaian teknologi dengan lingkungan fisik, sosial-budaya, dan

 

ekeonomi stempat; 3) Terpadu, sumberdaya tanaman, tanah dan air dikelola dengan

baik secara terpadu; 4) Sinergis atau Serasi, pemenfaatan teknologi terbaik,

memperhatikan keterkaitan antar komponen teknologi yang saling mendukung; dan 5)

Dinamis, penerapan teknologi selalu disesuaikan dengan perkembangan dan kemajuan

IPTEK serta kondisi sosial ekonomi setempat (Badan Litbang, 2009).

Anjuran teknologi produksi padi yang dilaksanakan dalam program PTT adalah:

1) Penggunaan varietas padi unggul (VUB) atau berdaya hasil tinggi dan atau bernilai

ekonomi tinggi; 2) Penggunaan benih bersertifikat dengan mutu bibit tinggi; 3)

Penggunaan pupuk berimbang spesifik lokasi; 4) Penggunaan kompos bahan organik

dan atau pupuk kandang sebagai pupuk dan pembenah tanah (soil amandement); 5)

Pengelolaan bibit dan tanaman padi sehat melalui: a) Pengaturan tanam, sistem

legowo, tegel maupun sistem tebar benih langsung, dengan tetap mempertahankan

populasi minimum, b) Penggunaan bibit dengan daya tumbuh tinggi, cepat dan

serempak yang diperoleh melalui pemisahan benih padi bernas (berisi penuh); c)

Penanaman bibit umur muda (<21 hari setelah semai) dengan jumlah bibit terbatas

antara 1-3 bibit per lubang; d) Pengaturan pengairan dan pengeringan berselang, dan

e) Pengendalian gulma; 6) Pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan PHT,

dan 7) Penggunaan alat perontok gabah mekanis atau mesin perontok (Abdullah dkk,

2008).

Hasil pengujian demplot adaptasi beberapa VUB padi sawah pada Tahun 2011

di beberapa kelompok tani pada beberapa kecamatan di Kabupaten Agam

menunjukkan hasil dicapai cukup tinggi untuk VUB Inpari 12 dengan rataan hasil 7,54

t/ha, Silugonggo dengan rataan 6,52 t/ha. Hasil analisis tanah pada beberapa

hamparan kelompok tani pada lima kecamatan menunjukkan bahwa untuk unsur hara

P dan K dengan kandungan hara Rendah sd Tinggi.

1.3. TUJUAN KEGIATAN

Pengkajian bertujuan untuk: Mempercepat diseminasi inovasi teknologi padi

sawah melalui identifikasi biofisk dan sosial ekonomi lokasi kajian melalui PRA,

demplot uji adaptasi varietas unggul baru (VUB) padi sawah, kegiatan pelatihan untuk

PPL dan POPT serta narasumber untuk PL2 dan PL3 serta SL untuk anggota kelompok

tani, pendistribusian media cetak dan temu lapang dalam mendukung program SL-PTT

padi sawah sehingga dapat meningkatkan produksi.

 

1.4. KELUARAN (OUTPUT) YANG DIHARAPKAN

Terlaksananya percepatan diseminasi inovasi teknologi padi sawah melalui

identifikasi biofisik dan sosial ekonomi lokasi kajian melalui PRA, demplot uji adaptasi

varietas unggul baru (VUB) padi sawah, melaksanakan kegiatan pelatihan untuk PPL

dan POPT serta narasumber untuk PL2 dan PL3 serta SL untuk anggota kelompok tani,

pendistribusian media cetak dan temu lapang dalam mendukung program SL-PTT padi

sawah sehingga dapat meningkatkan produksi padi sawah minimal 15%.

1.5. HASIL (OUTCOMES) YANG DIHARAPKAN

Kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah diharapkan memberikan hasil

terhadap VUB padi sawah yang diuji adaptasinya sehingga dengan penanaman VUB

padi sawah tersebut dapat meningkatkan produktivitas, disamping itu diharapkan

dapat menambah ilmu pengetahuan PPL/POPT dalam penerapan inovasi teknologi PTT

padi sawah, baik melalui pelatihan ataupun dari distribusi media cetak.

1.6. MANFAAT (BENEFIT) YANG DIHARAPKAN

Kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah dapat memberikan manfaat bagi

petani dalam menambah pilihan akan VUB padi sawah yang akan ditanam dalam

upaya peningkatan produksi padi sawah.

1.7. DAMPAK (IMPACT) YANG DIHARAPKAN

Kegiatan pendampingan SLPTT akan memberikan dampak dalam peningkatan

produksi padi sawah.

 

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

PTT Padi Sawah

Pengembangkan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) ternyata

mampu meningkatkan produktivitas padi dan efisiensi input produksi (Deptan, 2008)

melalui keterpaduan (integrasi) berbagai komponen teknologi yang saling menunjang

(sinergis) dengan sumberdaya setempat (spesifik lokasi), dan partisipasi petani sejak

awal pelaksanaan kegiatan (partisipatif).

Penerapan PTT padi sawah di Sumatera Barat yang dimulai pada tahun 2001 di

Kabupaten Padang Pariaman, Agam dan Tanah Datar, dapat meningkatkan

produktivitas padi sebesar 12,3-21,0%. Kemudian pada tahun 2004-2006, PTT

diterapkan dengan menggunakan varietas Batang Piaman di Kabupaten Padang

Pariaman, Tanah Datar, Agam, Sijunjung, Kota Padang, Solok. Pada penerapan PTT

tersebut terjadi peningkatan produksi 15,5-56,6% serta keuntungan bagi petani

sebesar 16,4-85,6% (Abdullah dkk, 2008).

Adapun teknologi produksi yang dianjurkan pada Model PTT padi sawah

adalah: (1) Varietas unggul baru yang sesuai dengan karakteristik lahan, lingkungan

dan keinginan petani setempat; (2) Benih bermutu (kemurnian dan daya kecambah

tinggi); (3) Bibit muda (umur <21 hari setelah semai); (4) Jumlah bibit 1-3 batang per

lubang dan sistem tanam jajar legowo 2:1 atau legowo 4:1; (5) Pemupukan N

berdasarkan Bagan Warna Daun (BWD); (6) Pemupukan P dan K berdasarkan status

hara tanah, yang ditentukan dengan Perangkat Uji Tanah Sawah (PUTS) atau petak

omisi, serta pemecahan masalah kesuburan tanah apabila terjadi di lokasi; (7) Bahan

organik (kompos jerami 5 t/ha, atau pupuk kandang 2 t/ha); (8) Pengairan berselang

(intermittent irrigation); (9) Pengendalian gulma secara terpadu; (10) Pengendalian

hama dan penyakit secara terpadu (PHT); dan (11) Panen beregu dan pasca panen

menggunakan alat perontok (Abdullah dkk, 2008).

Penerapan PTT diawali dengan pemahaman terhadap masalah dan peluang

(PMP) pengembangan sumberdaya dan kondisi lingkungan dengan tujuan: (1)

Mengumpulkan informasi dan menganalisis masalah, kendala, dan peluang usahatani;

(2) Mengembangkan peluang dalam upaya peningkatan produksi; dan (3)

 

Mengidentifikasi teknologi yang sesuai dengan kebutuhan petani di wilayah setempat

(Hasan dkk, 2009).

Varietas Unggul Baru (VUB)

Saat ini telah banyak varietas unggul baru (VUB) padi sawah yang dihasilkan

oleh Badan Litbang Deptan, khusus untuk masyarakat Sumbar yang suka dengan rasa

nasi pera (kandungan amilosa >25%) dan memberikan produksi cukup tinggi adalah:

Logawa, Inpari 12, IR-66, dan Tukad Unda yang perlu didiseminasikan kepada petani

Sumatera Barat. Selain memberikan hasil yang cukup tinggi, VUB juga mempunyai

umur yang lebih pendek. Logawa baik untuk lahan sawah dataran rendah sampai 500

m dpl dengan umur 110-120 hari (15-25 hari lebih genjah dari IR-42), potensi hasil

7,5 t/ha dan tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 2, serta tahan terhadap

penyakit hawar daun strain III. IR-66 termasuk varietas yang berumur cukup genjah,

yaitu 110-120 hari tetapi mempunyai potensi hasil yang lebih rendah dibanding

Logawa, yaitu 5,5, t/ha, tahan terhadap hama wereng coklat biotipe 1,2,dan 3, tahan

wereng hijau, dan agak tahan wereng punggung putih, serta tahan hawar daun,

tungro dan agak tahan blas. Tukad Unda mempunyai umur yang lebih pendek yaitu

105-115 hari, potensi hasil 7,0 t/ha, agak tahan terhadap wereng coklat biotipe 3,

tahan terhadap penyakit blas, serta agak tahan hawar daun bakteri strain VIII. Tukad

Unda dan IR-66 merupakan varetas pilihan bagi daerah endemik tungro karena kedua

varietas tersebut tahan terhadap penyakit tungro yang akhir-akhir ini banyak

menyerang pertanaman padi sawah di Sumatera Barat. Inpari 12 merupakan VUB

yang paling baru dilepas yaitu pada tahun 2009, sesuai selera masyarakat Sumbar

dengan kadar amilosa 26,4 %, umur 103 hari, potensi hasil lebih tinggi yaitu 8,0 t/ha,

agak tahan terhadap hama wereng batang coklat biotipe 1 dan 2, tahan penyakit blas

ras 033, agak tahan terhadap ras 133 dan 073. Deskripsi varietas-varietas yang telah

dilepas Kementerian Pertanian dapat dilihat pada Tabel 1.

 

Tabel 1. Deskripsi beberapa varietas unggul baru dan varietas unggul lokal padi sawah

Varietas Potensi

hasil (t/ha)

Umur tanaman

(hari)

Bobot 1000 butir

(g)

Tekstur nasi (Kadar amilosa)

Silugonggo Batang Piaman Batang Lembang Logawa Tukad Unda IR-66 Sarinah Maro Rokan Hipa 4 Inpari 12 Inpari 21-Batipuah Dodokan Ciherang Cisokan IR-42 Anak Daro Kuriak Kusuik Junjuang Sagamgam Panuah

5,5 7,6 7,8 7,5 7,0 5,5 8,0 9,5 9,0 10,0 8,0 8,20 7,0 8,5 6,0 7,0 6,4 6,5 6,0 7,8

85-90 105-117 93-115 110-120 105-115 110-120 107-116 114-120 108-115 114-116 103-112

±120 100-105 116-125 90-100 135-145 135-145

±155 ±125 ±141

25,0 27,0 29,0 27,0 24,0 25,0 25,5 27,0 26,0 24,5 25,1 25,3 23,3 28,0 22,0 23,0 22,4 24,9 24,8 24,9

Pera (26,9%) Pera (28,0%) Pera (27,0%) Pera (26,0%) Pera (25,0%) Pera (25%) Pulen (23,3%) Pulen (23,1%) Sedang (23,5%) Pera (24,7%) Pera (26,4%) Pera (26,0%) Pulen (20,7%) Agak Pulen (23,0%) Pera (26,0%) Pera (27%) Pera (27,0%) Pera (27,0%) Pera (24,8%) Pera (26,5%)

Sumber: Suprihatno, dkk. 2010

 

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah dilaksanakan di Kabupaten Solok

Selatan dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2012.

3.2. Tahapan Pelaksanan

Kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah dilaksanakan dengan beberapa

tahapan kegiatan sebagai berikut:

a. Koordinasi dan sosialiasi inovasi teknologi PTT dan SL-PTT padi sawah

Kegiatan koordinasi dan sosialisasi pelaksanaan pendampingan SL-PTT padi

sawah dilaksanakan dengan Dinas Pertanian dan Kantor Penyuluhan Kabupaten Solok

Selatan. Kegiatan koordinasi dan sosialisasi meliputi penyampaian rencana kegiatan

pendampingan SL-PTT oelh BPTP kepada Dinas terkait yang meliputui aspek: kegiatan

pendampingan yang dilakukan, Kalender tanam padi sawah, serta inovasi teknologi

lainnya yang mendukung kegiatan SL-PTT padi sawah di Kabupaten Solok Selatan.

b. Identifikasi Biofisik Lokasi Pendampingan SL-PTT Padi Sawah

Lokasi kegiatan pendampingan SL-PTT model melalui peningkatan

produktivitas dan peningkatan Indek Pertanaman (IP) dan kegiatan pendampingan

SLPTT padi sawah melalui displai VUB padi sawah dilakukan terlebih dahulu identifikasi

biofisik lokasi dengan metode PRA. Data yang dikumpulkan meliputi biofisik, sosial

ekonomi, inovasi teknologi padi sawah yang dilakukan seperti: varietas yang dipakai,

pemupukan, jenis OPT dan pengendaliannya, sistem tanam dan inovasi teknologi PTT

padi sawah lainnya serta .

Displai VUB Padi Sawah

Displai VUB padi sawah dilakukan dengan menguji 1-3 varietas unggul padi

sawah dan satu varietas unggul lokal padi sawah sebagai pembanding yang telah

digunakan petani secara luas di lokasi pelaksanaan SL-PTT di Solok Selatan. VUB yang

digunakan seperti: Inpari 21, dan Inpara-3, dan Caredek Merah. Sedangkan varietas

unggul lokal yang banyak berkembang di Kabupaten Solok Selatan seperti: Cisokan,

Anak Daro dan Kuriek Kusuik. Demplot displai VUB dilaksanakan berdampingan

 

dengan lokasi SL-PTT di luar Labor Lapang (LL) dengan luasan 0,50-1,00 ha dengan

menggabungkan beberapa lokasi SLPTT dari beberapa kelompok tani, atau

digabungkan dengan Gelar Teknologi/inovasi teknologi PTT padi sawah. Inovasi

teknologi yang digunakan adalah PTT padi sawah dengan pilihan teknologi dasar

seperti: benih bermutu, pemberian bahan organik melalui pengembalian jerami ke

sawah, pengaturan populasi tanam secara optimum (sistem tanam legowo 4:1 atau

6:1), pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan status hara dengan

penggunaan PUTS dan BWD, pengendalian OPT dengan pendekatan PHT. Teknologi

pilihan disesuaikan dengan kondisi setempat seperti: pengolahan tanah sesuai musim,

penggunaan bibit muda (<21 hari), tanam benih 1-3 batang per rumpun, pengairan

secara efektif dan efisien, dan panen tepat waktu dan gabah segera dirontok.

Pelaksanaan di lapangan demplot VUB dilaksanakan oleh peneliti, penyuluh bekerja

sama dengan PPL/THL/POPT dan petugas pertanian lainnya. Secara umum pupuk

yang digunakan dengan takaran 300 kg NPK Phonska + 100 kg Urea/ha dan bahan

organik 1 ton/ha. Mendukung pelaksanaan pendampingan SL-PTT padi sawah di

Kabupaten Solok Selatan dilaksanakan kajian tentang Pengelolaan Hara Spesifik Lokasi

(PHSL) padi sawah untuk menentukan penggunaan hara spesifik lokasi. Data yang

dikumpulkan meliputi komponen hasil setiap VUB yang digunakan, serangan H/P,

produksi, serta umur VUB yang di displaikan.

c. Pelatihan

Kegiatan diseminasi lainnya adalah peneliti dan penyuluh BPTP Sumbar sebagai

narasumber inovasi teknologi PTT padi sawah untuk PPL dan POPT, dengan

menyampaikan inovasi teknologi PTT padi sawah seperti: peggunaan hara spesifik

lokasi (PHSL), penangkaran benih padi sawah, jenis OPT utama padi sawah dan cara

pengendaliannya. Disamping itu juga dilalukan pelatihan untuk PL-2, PL-3 dan SL yang

dilaksanakan oleh kelompok tani pelaksana SLPTT padi sawah di Kabupaten Solok

Selatan. Kegiatan pelatihan dikoordinasikan dengan Dinas Pertanian dan Kantor

Penyuluhan setempat.

10 

 

d. Kegiatan Perbanyakan dan Distribusi Media Cetak

Dalam pelaksanaan pendampingan program SL-PTT di Kabupaten Solok

Selatan juga dilakukan pendistribusian media cetak dan media terekam berupa inovasi

teknologi PTT, brosur dan leaflet yang berhubungan dengan inovasi teknologi PTT

padi sawah seperti: PHSL, pengendalian OPT dan inovasi teknologi lainnya kepada PPL

dan anggota kelompok tani.

e. Temu Lapang Inovasi Teknologi Padi Sawah

Dalam mendukung pelaksanaan pendampingan program SL-PTT padi sawah di

Kabupaten Solok Selatan juga akan dilakukan temu lapang baik pada saat tanam

ataupun panen padi sawah untuk kegiatan GT VUB/demplot displai introduksi/uji

adaptasi VUB bekerjasama dengan Dinas/Bapeluh/Kelompok Tani. Kegiatan temu

lapang jika memungkinkan akan dilakukan oleh Bapak Kepala Badan Litbang

Kementan atau Bapak Menteri Pertanian. Kegiatan temu lapang dihadiri oleh peneliti,

penyuluh, penyuluh lapang dan anggota kelompok tani sekitarnya.

11 

 

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

1.  Koordinasi dengan Pemda Kabupaten Solok Selatan  

Kegiatan koordinasi di tingkat Pemda dan BPTP dilakukan dengan Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura Peternakan dan Perikanan serta Kantor

Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Solok Selatan telah

dilaksanakan dengan menyampaikan rencana pelaksanaan kegiatan pendampingan

SLPTT padi sawah tahun anggaran 2012 di Kabupaten Solok Selatan. Dalam

kesempatan ini pihak Dinas Pertanian Kabupaten Solok Selatan juga telah

menyampaikan data data jumlah kelompok pelaksana dan luasan kagiatan SLPTT baik

yang difasilitasi dari Cadangan Benih Nasional (CBN) maupun BLBU berdasarkan hasil

CP/CL. Sampai dengan bulan Oktober BLBU tidak terealisasi, namun demikian

program ini dlaksanakan dengan Dana Kontigensi berupa program SL-PTT Model

yang melibatkan sebanyak 40 kelompok tani yang tersebar pada 5 kecamatan.

Sosialisasi dilakukan secara berjenjang mulai dari propinsi, kabupaten, kecamtan

sampai pada kelompok tani.

2. Identifikasi Biofisik Lokasi Pendampingan SL-PTT Padi Sawah

Kegiatan identifikasi biofisik (PRA) lokasi pendampingan SL-PTT padi sawah

dilaksanakan pada kelompok tani pelaksana SLPTT di masing-masing kecamatan

sesuai kesepakatan dengan pihak dinas, dan BPP. Di Solok Selatan dari 7 kecamatan

yang ada hanya 5 kecamatan yang mmendapatkan alokasi program SLPTT yaitu

kecamatan Koto Parik Gadang Diateh, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir dan Sangir

Jujuhan. Berdasarkan hasil PRA yang dilakukan telah didapatkan informasi tentang

berbagai kondisi dan permasalahan yang dihadapi oleh petani dalam mengelola usaha

tani atau budidaya padi sawah baik secara teknis maupun biofisik dan ekonomi

dimasing-masing kecamatan.

Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh

Hasil PRA yang dilaksanakan pada lokasi pendampingan SL-PTT di kecamatan

Koto Parik Gadang Diateh ditemukan eksisting inovasi teknologi budidaya padi sawah

mulai dari pengolahan tanah, benih, persemaian, jarak tanam, pemupukan,

pemeliharaan, pengendalian OPT, panen dan pasca panen, maupun permasalahan

yang dihadapi para petani dalam usaha budidaya padi sawah.

12 

 

Pengolahan tanah di kecamatan Koto Parik Gadang Diateh umumnya dilakukan

dengan menggunakan traktor. Namun yang menjadi permasalahan disini adalah

waktu pengolahan tanah biasanya dilakukan beberapa hari setelah benih disemaikan

dan rentang waktu dari pengolahan pertama ke pangolahan kedua hanya beberapa

hari saja. Pada hal tanah atau lahan sawah telah mengalami bera selama beberapa

bulan dimana kondisi bekas tanaman padi dan gulama dibiarkan tumbuh secara liar

sehingga diindikasikan dapat menjadi inang atau sumber berbagai jenis hama dan

penyakit. Disamping itu dengan pola pengolahan tanah seperti ini juga dapat

menyebabkan proses perombakan atau pelapukan bahan organik yang berasal dari

tanam liar yang ada dan proses pelumpuran tidak sempurna.

Varietas padi yang banyak ditanam oleh masyarakat didaerah ini adalah

varietas unggul lokal seperti Anak Daro, Cisokan, Ceredek dan Batang Maung,

sedangkan varietas unggul yang berkembang adalah IR 66 dan Batang Piaman.

Benih yang digunakan umumnya tidak berlabel dan kebanyakan berasal dari

hasil panen sendiri atau dari tetangga. Dengan demikian jelas kualitas benih yang

digunakan sangat tidak bermutu dan disamping itu para petani tidak melakukan

seleksi benih terlebih dahulu sebelum disemai sehingga pemakian benih sangat tinggi

untuk setiap satuan luasnya. Tidak digunakannya benih bermutu oleh petani

didaerah ini disebabkan berbagai faktor antara lain tidak tersedianya benih bermutu

yang sesuai dengan selara atau permintaan pasar, dan kalau ada menurut petani

harganya masih tergolong tinggi serta masih rendahnya pengetahuan petani tentang

benih bermutu.

Sistem persemaian yang dilakukan petani umumnya persemaian basah dengan

yang biasanya dilaksanakan sebelum mulai pengolahan lahan/tanah. Luasan

persemaian relatif sempit dan pengolahan tanahnya kurang sempurna serta masih

sedikit sekali yang melakukan pemupukan persemaian. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan benih lambat dan kurang sempurna (lemah) yang mengakibat umur

bibit untuk dapat dipindahkan menjadi lebih lama (20 hari setelah semai).

Sistim tanam secara umum menggunakan sistim tanam pindah dengan jarak

tanam yang beragam. Dalam pengaturan jarak tanam masih banyak menerapkan

sesui dengan kebiasaan petani (25x25 cm, 30 x 30 cm) dan ada yang tidak beraturan.

Sedangkan jumlah pemakaian bibit per rumpun masih diatas 5 batang untuk setiap

13 

 

rumpun tanaman. Kondisi yang demikian tentu sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman padi dan merupakan salah satu faktor penyebab masih

rendahnya produksi.

Pemupukan untuk tanaman padi di daerah ini sudah dilakukan, namun masih

belum sesuai dengan teknologi anjuran baik ditinjau dari dosis, waktu pemberian,

jenis dan cara pemberiannya. Umumnya dosis pupuk yang diberikan relative rendah

yang disesuaikan dengan kemampuan modal mereka. Sedangkan jenis pupuk

umumnya dipakai Urea dan NPK Phonska ditambah dengan 250 kg pupuk kandang

per hektarnya dan umumnya diberikan hanya satu kali. Sedangkan kebiasaan yang

paling jelek adalah para petani selalu membakar jerami setelah selesai panen

sehingga pengembalian bahan organic kedalam tanah sangat minim.

Hama utama yang sering menyerang tanaman padi petani didaerah ini adalah

tikus, keong mas, wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit dan hama putih.

Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi didaerah ini adalah tungro,

dan blast. Bahkan untuk penyakit tungro daerah ini sudah merupakan daerah

endemik tungro. Untuk pengedalian hama dan penyakit utama ini para petani belum

malaksanakan konsep pengedalian hama terpadu (PHT) dimana petani tidak

melakukan pengamatan sejak dini sehingga tidak jarang terjadi serangan OPT

diketahui telah diatas ambang batas. Secara umum pengendalian delakukan dengan

menggunakan pestisida kimia sesuai dengan yang tersedia dipasar/ kios saprodi

setempat.

Kecamatan Sungai Pagu

Hasil PRA yang dilaksanakan pada lokasi pendampingan SL-PTT di kecamatan

Sungai Pagu ditemukan eksisting inovasi teknologi budidaya padi sawah mulai dari

pengolahan tanah, benih, persemaian, jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan,

pengendalian OPT, panen dan pasca panen, maupun permasalahan yang dihadapi

para petani dalam usaha budidaya padi sawah.

Di kecamatan Sungai Pagu pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan

menggunakan traktor, yang biasanya dilakukan beberapa hari setelah benih

disemaikan dan rentang waktu dari pengolahan pertama ke pangolahan kedua hanya

beberapa hari saja. Pada hal tanah atau lahan sawah telah mengalami bera selama

14 

 

beberapa bulan dimana kondisi bekas tanaman padi dan gulma dibiarkan tumbuh

secara liar sehingga diindikasikan dapat menjadi inang atau sumber berbagai jenis

hama dan penyakit. Sistim pengolahan tanah seperti ini juga dapat menyebabkan

proses perombakan atau pelapukan bahan organik yang berasal dari sisa tanam liar

yang ada dan proses pelumpuran tidak sempurna.

Varietas padi yang banyak ditanam oleh masyarakat didaerah ini adalah

varietas unggul lokal seperti Anak Daro, Cisokan, Ceredek, Rengat dan Bawan

sedangkan varietas unggul yang berkembang adalah IR 66. Hal ini disebabkan masih

sedikitnya varietas unggul baru yang tersedia dan cocok dengan selera masyarakat.

Benih yang digunakan umumnya tidak berlabel dan kebanyakan berasal dari

hasil panen sendiri atau dari tetangga. Dengan demikian jelas kualitas benih yang

digunakan sangat tidak bermutu dan disamping itu para petani tidak melakukan

seleksi benih terlebih dahulu sebelum disemai sehingga jumlah pemakian benih sangat

tinggi. Masih kurangnya penggunaan benih bermutu oleh petani didaerah ini

disebabkan berbagai faktor antara lain ketersediaan benih bermutu yang sesuai

dengan selara atau permintaan pasar masih sedikit , dan kalau ada menurut petani

harganya masih tergolong tinggi serta masih rendahnya pengetahuan petani tentang

manfaat penggunaan benih bermutu.

Sistem persemaian yang dilakukan petani umumnya persemaian basah dimana

persemaian biasanya dilaksanakan sebelum mulai pengolahan lahan/tanah. Luasan

persemaian relatif sempit dan pengolahan tanahnya kurang sempurna serta masih

sedikit sekali yang melakukan pemupukan persemaian. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan benih lambat dan kurang sempurna (lemah) yang mengakibat umur

bibit untuk dapat dipindahkan menjadi lebih lama (20 – 25 hari setelah semai).

Sistim tanam secara umum menggunakan sistim tanam pindah dengan jarak

tanam yang beragam. Dalam pengaturan jarak tanam masih banyak menerapkan

sesui dengan kebiasaan petani (25x25 cm, 30 x 30 cm) dan tidak beraturan.

Sedangkan jumlah pemakaian bibit per rumpun masih diatas 7 batang untuk setiap

rumpun tanaman. Kondisi yang demikian tentu sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman padi dan merupakan salah satu faktor penyebab masih

rendahnya produksi.

15 

 

Pemupukan tanaman padi di daerah ini sudah dilakukan oleh petani, namun

masih belum sesuai dengan teknologi anjuran baik ditinjau dari dosis, waktu

pemberian, jenis dan cara pemberiannya. Umumnya dosis pupuk yang diberikan

relative rendah yang disesuaikan dengan kemampuan modal mereka. Sedangkan jenis

pupuk umumnya dipakai Urea dan NPK Phonska ditambah dengan 250 kg pupuk

kandang per hektarnya dan umumnya diberikan hanya satu kali. Sedangkan

kebiasaan yang paling jelek adalah para petani selalu membakar jerami setelah selesai

panen sehingga pengembalian bahan organik kedalam tanah sangat minim.

Pengaturan air secara umum belum dilakukan oleh petani, dimana kondisi

tanaman selalu diari sepanjang musim dan dikeringkan saat akan panen dan ataupun

kalau ada serangan hama tikus. Sementara itu yang tak kalah pentingnya kebersihan

lingkungan atau sanitasi dimana pematang sawah dan saluran irigasi sering dibiarkan

tumbuh semak sehingga menjadi tempat bersarangnya bebagai hama dan penyakit

yang dapat menyerang padi mereka.

Hama utama yang sering menyerang tanaman padi petani didaerah ini adalah

tikus, keong mas, wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit dan hama putih.

Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi didaerah ini adalah tungro,

dan blast. Bahkan untuk penyakit tungro sebagian daerah ini sudah merupakan

daerah endemik tungro. Untuk pengedalian hama dan penyakit utama ini para petani

belum malaksanakan konsep pengedalian hama terpadu (PHT) dimana petani tidak

melakukan pengamatan sejak dini sehingga tidak jarang terjadi serangan OPT

diketahui telah diatas ambang batas. Secara umum pengendalian delakukan dengan

menggunakan pestisida kimia sesuai dengan yang tersedia dipasar/ kios saprodi

setempat.

Kecamatan Pauh Duo

Tidak jauh berbeda dengan kecamatan Sungai Pagi hasil PRA yang

dilaksanakan pada lokasi pendampingan SL-PTT di kecamatan Pauh Duo ditemukan

eksisting inovasi teknologi budidaya padi sawah mulai dari pengolahan tanah, benih,

persemaian, jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan, pengendalian OPT, panen dan

pasca panen, maupun permasalahan yang dihadapi para petani dalam usaha

budidaya padi sawah.

16 

 

Di kecamatan Pauh Duo pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan

menggunakan traktor, yang biasanya dilakukan beberapa hari setelah benih

disemaikan dan rentang waktu dari pengolahan pertama ke pangolahan kedua hanya

beberapa hari saja. Pada hal tanah atau lahan sawah telah mengalami bera selama

beberapa bulan dimana kondisi bekas tanaman padi dan gulma dibiarkan tumbuh

secara liar sehingga diindikasikan dapat menjadi inang atau sumber berbagai jenis

hama dan penyakit. Sistim pengolahan tanah seperti ini juga dapat menyebabkan

proses perombakan atau pelapukan bahan organik yang berasal dari sisa tanam liar

yang ada dan proses pelumpuran tidak sempurna.

Varietas padi yang banyak ditanam oleh masyarakat didaerah ini adalah

varietas unggul lokal seperti Anak Daro, Cisokan, Ceredek dan Batang Maung, dan

Bawan sedangkan varietas unggul yang berkembang adalah IR 66. Hal ini disebabkan

masih sedikitnya varietas unggul baru yang tersedia dan cocok dengan selera

masyarakat.

Benih yang digunakan umumnya tidak berlabel dan kebanyakan berasal dari

hasil panen sendiri atau dari tetangga. Dengan demikian jelas kualitas benih yang

digunakan sangat tidak bermutu dan disamping itu para petani tidak melakukan

seleksi benih terlebih dahulu sebelum disemai sehingga jumlah pemakian benih sangat

tinggi. Masih kurangnya penggunaan benih bermutu oleh petani didaerah ini

disebabkan berbagai faktor antara lain ketersediaa benih bermutu yang sesuai dengan

selara atau permintaan pasar masih sedikit , dan kalau ada menurut petani harganya

masih tergolong tinggi serta masih rendahnya pengetahuan petani tentang manfaat

penggunaan benih bermutu.

Sistem persemaian yang dilakukan petani umumnya persemaian basah dimana

persemaian biasanya dilaksanakan sebelum mulai pengolahan lahan/tanah. Luasan

persemaian relatif sempit dan pengolahan tanahnya kurang sempurna serta masih

sedikit sekali yang melakukan pemupukan persemaian. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan benih lambat dan kurang sempurna (lemah) yang mengakibat umur

bibit untuk dapat dipindahkan menjadi lebih lama (20 – 30 hari setelah semai).

Sistim tanam secara umum menggunakan sistim tanam pindah dengan jarak

tanam yang beragam. Dalam pengaturan jarak tanam masih banyak menerapkan

sesui dengan kebiasaan petani ( 30 x 30 cm) dan tidak beraturan. Sedangkan jumlah

17 

 

pemakaian bibit per rumpun masih diatas 7- 10 batang untuk setiap rumpun

tanaman. Kondisi yang demikian tentu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan

tanaman padi dan merupakan salah satu faktor penyebab masih rendahnya produksi.

Pemupukan tanaman padi sebagian besar di daerah ini sudah dilakukan oleh

petani, namun masih belum sesuai dengan teknologi anjuran baik ditinjau dari dosis,

waktu pemberian, jenis dan cara pemberiannya. Umumnya dosis pupuk yang

diberikan relative rendah yang disesuaikan dengan kemampuan modal mereka.

Sedangkan jenis pupuk umumnya dipakai Urea dan NPK Phonska ditambah dengan

500-1000 kg pupuk kandang per hektarnya dan umumnya diberikan hanya satu kali.

Di kecamatan ini ada satu daerah yang belum menggunakan pupuk an organic sama

sekali yaitu didaerah Simancuang. Para petani hanya menggunakan pupuk organik

dalam usahatani mereka. Yang menarik didaerah ini masih dilaksanakannya budaya

turun kesawah bersama dengan melakukan kaul terlebih dahulu. Dalam kesempatan

berkaul tersebut masyarakat menyepakati jadwal mulai dari pengolahan tanah dan

tanam secara serempak.

Sedangkan kebiasaan yang jelek adalah para petani selalu membakar jerami

setelah selesai panen sehingga pengembalian bahan organik kedalam tanah sangat

minim. Pembakaran jerami ini kadang kala dilakukan oleh orang iseng yang lewat

dilokasi dengan tidak sengaja.

Pengaturan air secara umum belum dilakukan oleh petani, dimana kondisi

tanaman selalu diari sepanjang musim dan dikeringkan saat akan panen dan ataupun

kalau ada serangan hama tikus. Sementara itu yang tak kalah pentingnya kebersihan

lingkungan atau sanitasi dimana pematang sawah dan saluran irigasi sering dibiarkan

tumbuh semak sehingga menjadi tempat bersarangnya bebagai hama dan penyakit

yang dapat menyerang padi mereka.

Hama utama yang sering menyerang tanaman padi petani didaerah ini adalah

atikus, keong mas, wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit dan hama putih.

Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi didaerah ini adalah blast.

dan sebagian daerah ini sudah mulai terserang tungro. Untuk pengedalian hama dan

penyakit utama ini para petani belum malaksanakan konsep pengedalian hama

terpadu (PHT) dimana petani tidak melakukan pengamatan sejak dini sehingga tidak

jarang terjadi serangan OPT diketahui telah diatas ambang batas. Secara umum

18 

 

pengendalian delakukan dengan menggunakan pestisida kimia sesuai dengan yang

tersedia dipasar/ kios saprodi setempat.

Kecamatan Sangir

Hasil PRA yang dilaksanakan pada lokasi pendampingan SL-PTT di

kecamatan Sangir ditemukan eksisting inovasi teknologi budidaya padi sawah mulai

dari pengolahan tanah, benih, persemaian, jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan,

pengendalian OPT, panen dan pasca panen, maupun permasalahan yang dihadapi

para petani dalam usaha budidaya padi sawah.

Di kecamatan Sangir pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan

menggunakan traktor, yang biasanya dilakukan beberapa hari setelah benih

disemaikan dan rentang waktu dari pengolahan pertama ke pangolahan kedua hanya

beberapa hari saja. Pada hal tanah atau lahan sawah telah mengalami bera selama

beberapa bulan dimana kondisi bekas tanaman padi dan gulma dibiarkan tumbuh

secara liar sehingga diindikasikan dapat menjadi inang atau sumber berbagai jenis

hama dan penyakit. Sistim pengolahan tanah seperti ini juga dapat menyebabkan

proses perombakan atau pelapukan bahan organik yang berasal dari sisa tanam liar

yang ada dan proses pelumpuran tidak sempurna.

Varietas padi yang banyak ditanam oleh masyarakat didaerah ini adalah

varietas unggul lokal seperti Hitam Kuriek, Anak Daro, Cisokan, Ceredek, Rengat,

Batang Maung, dan Bawan sedangkan varietas unggul yang berkembang adalah IR 66

Batang Piaman. Hal ini disebabkan masih sedikitnya varietas unggul baru yang

tersedia dan cocok dengan selera masyarakat.

Benih yang digunakan umumnya tidak berlabel dan kebanyakan berasal dari

hasil panen sendiri atau dari tetangga. Dengan demikian jelas kualitas benih yang

digunakan sangat tidak bermutu dan disamping itu para petani tidak melakukan

seleksi benih terlebih dahulu sebelum disemai sehingga jumlah pemakian benih sangat

tinggi. Masih kurangnya penggunaan benih bermutu oleh petani didaerah ini

disebabkan berbagai faktor antara lain ketersediaa benih bermutu yang sesuai dengan

selara atau permintaan pasar masih sedikit , dan kalau ada menurut petani harganya

masih tergolong tinggi serta masih rendahnya pengetahuan petani tentang manfaat

penggunaan benih bermutu.

19 

 

Sistem persemaian yang dilakukan petani umumnya persemaian basah dimana

persemaian biasanya dilaksanakan sebelum mulai pengolahan lahan/tanah. Luasan

persemaian relatif sempit dan pengolahan tanahnya kurang sempurna serta masih

sedikit sekali yang melakukan pemupukan persemaian. Hal ini menyebabkan

pertumbuhan benih lambat dan kurang sempurna (lemah) yang mengakibat umur

bibit untuk dapat dipindahkan menjadi lebih lama (20 – 30 hari setelah semai).

Sistim tanam secara umum menggunakan sistim tanam pindah dengan jarak

tanam yang beragam. Dalam pengaturan jarak tanam masih banyak menerapkan

sesui dengan kebiasaan petani (25x25 cm, 30 x 30 cm) dan tidak beraturan.

Sedangkan jumlah pemakaian bibit per rumpun masih diatas 7 – 12 batang untuk

setiap rumpun tanaman. Kondisi yang demikian tentu sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman padi dan merupakan salah satu faktor penyebab masih

rendahnya produksi.

Pemupukan tanaman padi di daerah ini sudah dilakukan oleh petani, namun

masih belum sesuai dengan teknologi anjuran baik ditinjau dari dosis, waktu

pemberian, jenis dan cara pemberiannya. Umumnya dosis pupuk yang diberikan

relative rendah yang disesuaikan dengan kemampuan modal mereka. Sedangkan jenis

pupuk umumnya dipakai Urea, SP 36 dan NPK Phonska ditambah dengan 500 kg

pupuk kandang per hektarnya dan umumnya diberikan hanya satu kali. Sedangkan

kebiasaan yang paling jelek adalah para petani selalu membakar jerami setelah selesai

panen sehingga pengembalian bahan organik kedalam tanah sangat minim.

Pengaturan air secara umum belum dilakukan oleh petani, dimana kondisi

tanaman selalu diari sepanjang musim dan dikeringkan saat akan panen dan ataupun

kalau ada serangan hama tikus dan keong mas. Sementara itu yang tak kalah

pentingnya kebersihan lingkungan atau sanitasi dimana pematang sawah dan saluran

irigasi sering dibiarkan tumbuh semak sehingga menjadi tempat bersarangnya bebagai

hama dan penyakit yang dapat menyerang padi mereka.

Hama utama yang sering menyerang tanaman padi petani didaerah ini adalah

tikus, keong mas, wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit dan hama putih.

Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi didaerah ini adalah blast.

Sedangkan untuk penyakit tungro sebagian daerah ini sudah mulai terlihat adanya

gejala serangan. Untuk pengedalian hama dan penyakit utama ini para petani belum

20 

 

malaksanakan konsep pengedalian hama terpadu (PHT) dimana petani tidak

melakukan pengamatan sejak dini sehingga tidak jarang terjadi serangan OPT

diketahui telah tingkat serangan diatas ambang batas. Secara umum pengendalian

delakukan dengan menggunakan pestisida kimia sesuai dengan yang tersedia dipasar/

kios saprodi setempat. Dalam menggunakan pestisida masih banyak petani yang

mencampur berbagai merek tanpa melihat atau memperhatikan bahan aktif dari

pestisida tersebut.

Kecamatan Sangir Jujuhan

Hasil PRA yang dilaksanakan pada lokasi pendampingan SL-PTT di kecamatan

Sangir Jujuhan ditemukan eksisting inovasi teknologi budidaya padi sawah mulai dari

pengolahan tanah, benih, persemaian, jarak tanam, pemupukan, pemeliharaan,

pengendalian OPT, panen dan pasca panen, maupun permasalahan yang dihadapi

para petani dalam usaha budidaya padi sawah.

Di kecamatan Sangir Jujuhan pengolahan tanah umumnya dilakukan dengan

menggunakan traktor, yang biasanya dilakukan beberapa hari setelah benih

disemaikan dan rentang waktu dari pengolahan pertama ke pangolahan kedua hanya

beberapa hari saja. Pada hal tanah atau lahan sawah telah mengalami bera selama

beberapa bulan dimana kondisi bekas tanaman padi dan gulma dibiarkan tumbuh

secara liar sehingga diindikasikan dapat menjadi inang atau sumber berbagai jenis

hama dan penyakit. Sistim pengolahan tanah seperti ini juga dapat menyebabkan

proses perombakan atau pelapukan bahan organik yang berasal dari sisa tanam liar

yang ada dan proses pelumpuran tidak sempurna.

Varietas padi yang banyak ditanam oleh masyarakat didaerah ini adalah

varietas unggul lokal seperti Anak Daro, Cisokan, Ceredek, Rengat sedangkan varietas

unggul yang berkembang adalah IR 66, Batang Piaman. Hal ini disebabkan masih

sedikitnya varietas unggul baru yang tersedia dan cocok dengan selera masyarakat.

Benih yang digunakan umumnya tidak berlabel dan kebanyakan berasal dari

hasil panen sendiri atau dari tetangga. Dengan demikian jelas kualitas benih yang

digunakan sangat tidak bermutu dan disamping itu para petani tidak melakukan

seleksi benih terlebih dahulu sebelum disemai sehingga jumlah pemakian benih sangat

tinggi. Masih kurangnya penggunaan benih bermutu oleh petani didaerah ini

21 

 

disebabkan berbagai faktor antara lain ketersediaa benih bermutu yang sesuai dengan

selara atau permintaan pasar masih sedikit , dan kalau ada menurut petani harganya

masih tergolong tinggi serta masih rendahnya pengetahuan petani tentang manfaat

penggunaan benih bermutu.

Sistem persemaian yang dilakukan petani didaerah ini ada 2 macam yaitu

persemaian basah persemaian kering dimana persemaian biasanya dilaksanakan

sebelum mulai pengolahan lahan/tanah. Luasan persemaian relatif sempit dan

pengolahan tanahnya kurang sempurna serta masih sedikit sekali yang melakukan

pemupukan persemaian. Hal ini menyebabkan pertumbuhan benih lambat dan kurang

sempurna (lemah) yang mengakibat umur bibit untuk dapat dipindahkan menjadi lebih

lama (20 – 35 hari setelah semai).

Sistim tanam secara umum menggunakan sistim tanam pindah dengan jarak

tanam yang beragam. Dalam pengaturan jarak tanam masih banyak menerapkan

sesui dengan kebiasaan petani (25x25 cm s/d 30 x 30 cm) dan tidak beraturan.

Sedangkan jumlah pemakaian bibit per rumpun masih diatas 5 -7 batang untuk setiap

rumpun tanaman. Kondisi yang demikian tentu sangat berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman padi dan merupakan salah satu faktor penyebab masih

rendahnya produksi.

Pemupukan tanaman padi di daerah ini sudah dilakukan oleh petani, namun

masih belum sesuai dengan teknologi anjuran baik ditinjau dari dosis, waktu

pemberian, jenis dan cara pemberiannya. Umumnya dosis pupuk yang diberikan

relative rendah yang disesuaikan dengan kemampuan modal mereka. Sedangkan jenis

pupuk umumnya dipakai Urea dan NPK Phonska ditambah dengan 500 kg pupuk

kandang per hektarnya dan umumnya diberikan hanya satu kali. Sedangkan

kebiasaan yang paling jelek adalah para petani selalu membakar jerami setelah selesai

panen sehingga pengembalian bahan organik kedalam tanah sangat minim.

Pengaturan air secara umum belum dilakukan oleh petani, dimana kondisi

tanaman selalu diari sepanjang musim dan dikeringkan saat akan panen dan ataupun

kalau ada serangan hama tikus. Sementara itu yang tak kalah pentingnya kebersihan

lingkungan atau sanitasi dimana pematang sawah dan saluran irigasi sering dibiarkan

tumbuh semak sehingga menjadi tempat bersarangnya bebagai hama dan penyakit

yang dapat menyerang padi mereka.

22 

 

Hama utama yang sering menyerang tanaman padi petani didaerah ini adalah

tikus, keong mas, wereng coklat, kepinding tanah, walang sangit dan hama putih.

Sedangkan penyakit utama yang menyerang tanaman padi didaerah ini adalah tungro,

dan blast. Untuk pengedalian hama dan penyakit utama ini para petani belum

malaksanakan konsep pengedalian hama terpadu (PHT) dimana petani tidak

melakukan pengamatan sejak dini sehingga tidak jarang terjadi serangan OPT

diketahui telah diatas ambang batas. Secara umum pengendalian delakukan dengan

menggunakan pestisida kimia sesuai dengan yang tersedia dipasar/ kios saprodi

setempat.

3. Kegiatan Displai Adaptasi VUB Padi Sawah

  Kegiatan  displai uji adatasi VUB padi sawah dalam kegiatan pendampingan

program SL-PTT pada di Kabupaten Solok Selatan telah dilaksanakan di 4 (empat)

kecamatan yakni Kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (kelompok tani Ayam Bamo),

Kecamatan Sungai Pagu (kelompok tani Andeh Bapak), Kecamatan Pauh Duo

(Kelompok tani Tunas Baru) dan Kecamatan Sangir (Kelompok tani Anak Daro). Untuk

masing-masing lokasi dilaksanakan demplot VUB seluas 1 (satu) hektar. Varietas yang

digunakan adalah INPARI 21 dan Ceredek Merah.

Disamping varietas unggul baru (VUB) dalam pelaksanaan displai ini juga

diintroduksikan dengan teknologi pemupukan spesifik lokasi dengan mengacu pada

hasil uji tanah dengan menggunakan PUTS dan warna bagan daun (BWD), pemberian

pupuk organik atau kompos serta sistem tanam jajar legowo.

Untuk daerah kecamatan Koto Parik Gadang Diateh (KPGD) pemupukan

spesifik lokasi yang dianjurkan atau dintroduksikan adalah Urea 50 kg, NPK Phonska

200 kg dan KCl 25 kg per hektar. Pupuk Dasar diberikan pada saat tanaman berumur

1 minggu setelah tanam, sedangkan pemberian Urea susulan disesuaikan dengan

kondisi pertumbuhan tanaman dengan menggunakan BWD (Bagan Warna Daun)

untuk melihat kenutuhan Urea tersebut. Cara ini dapat mengurangi pemborosan

pemakaian urea dan sekaligus menghemat biaya produksi atau efisisensi.

Untuk daerah kecamatan Sungai Pagu pemupukan spesifik lokasi yang

dianjurkan atau dintroduksikan adalah Urea 50 kg, NPK Phonska 150 kg dan KCl 25 kg

per hektar. Pupuk Dasar diberikan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah

23 

 

tanam, sedangkan pemberian Urea susulan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan

tanaman dengan menggunakan BWD (Bagan Warna Daun) untuk melihat kebutuhan

Urea tersebut. Cara ini dapat mengurangi pemborosan pemakaian urea dan sekaligus

menghemat biaya produksi atau efisisensi.

Untuk daerah kecamatan Pauh Duo pemupukan spesifik lokasi yang

dianjurkan atau dintroduksikan adalah Urea 50 kg, NPK Phonska 150 kg dan KCl 25 kg

per hektar. Pupuk Dasar diberikan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah

tanam, sedangkan pemberian Urea susulan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan

tanaman dengan menggunakan BWD (Bagan Warna Daun) untuk melihat kebutuhan

Urea tersebut. Cara ini dapat mengurangi pemborosan pemakaian urea dan sekaligus

menghemat biaya produksi atau efisisensi.

Untuk daerah kecamatan Sangir pemupukan spesifik lokasi yang dianjurkan

atau dintroduksikan adalah Urea 50 kg, NPK Phonska 200 kg dan KCl 25 kg per hektar.

Pupuk Dasar diberikan pada saat tanaman berumur 1 minggu setelah tanam,

sedangkan pemberian Urea susulan disesuaikan dengan kondisi pertumbuhan

tanaman dengan menggunakan BWD (Bagan Warna Daun) untuk melihat kebutuhan

Urea tersebut. Cara ini dapat mengurangi pemborosan pemakaian urea dan sekaligus

menghemat biaya produksi atau efisisensi.

Untuk hasil panen belum dapat dilaporkan karena ke empat lokasi kondisi

pertanaman saat ini sedang primordial bunga, dan pertumbuhan tanam dan respon

patani relatif cukup baik.

4. Pelatihan/Narasumber

Dalam pendamping SL-PTT padi sawah telah dilakukan pelatihan tentang

inovasi teknologi PTT Padi sawah yang telah dilaksanakan di Kabupaten Solok Selatan

berupa PL 3 untuk para penyuluh sebanyak 1 (satu) kali dan SL padi sawah yang

persertanya adalah pelaksana demfarm SLPPT padi sawah sebanyak 3 kelompok tani.

Pelatihan dilaksanakan sebanyak 3 kali di BPP KPGD dengan jumlah peserta masing-

masing sebanyak 30 orang petani dan ditambah dengan penyuluh pendamping.

Materi yang disampaikan disesuaikan dengan kegiatan lapang mulai dari

seleksi benih, pengolahan tanah, persemaian, pemupukan pengendaalian hama

penyakit (OPT) kalender tanam dan sebagainya.

24 

 

5. Media Cetak

Dalam rangka mempercepat proses penyebaran informasi inovasi teknologi

kepada pengguna disamping dilakukan pelatihan juga dilakukan melalui media cetak.

BPTP Sumbar dalam kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah umumnya dan

khususnya di Kabupaten Solok Selatan pada tahun anggaran 2012 ini telah

disdistribusikan berbagai media seperti dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

Tabel 1. Perkembangan Penyebarluasan Inovasi (Leaflet) untuk Distan, Bapeluh, PPL dan POPT di KabupatenSolok Selatan, Juni 2012

No. Judul Materi Leaflet Jumlah Eksemp

Jumlah Inovasi Yang Dimuat

Target Penerima Media Informasi

Realisasi

1. Deskripsi VUB Spesifik Sumatera Barat

50 4 VUB padi sawah PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor Penyuluahan Kab. Solok Selatan

Telah didistribusikan

2. Teknologi Perbanyakan Benih

50 Teknologi perbanyakan benih

PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor Penyuluahan Kab. Solok Selatan

Telah didistribusikan

3. Pemupukan Spesifik Lokasi

50 2 inovasi teknologi padi sawah penggunaan PUTS dan BWD

PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor

Telah didistribusikan

25 

 

Penyuluahan Kab. Solok Selatan

4. Hama utama dan pengendaliannya

50 4 jenis hama utama padi sawah

PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor Penyuluahan Kab. Solok Selatan

Telah didistribusikan

5. Penyakit utama dan pengendaliannya

50 3 jenis penyakit utama padi sawah

PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor Penyuluahan Kab. Solok Selatan

Telah didistribusikan

6. Pengelollaan Hara Spesifik Lokasi

50 PHSL untuk padi sawah dan PUJS untuk jagung

PPL dan PHP Kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo, Sangir, Sangir Batang Hari, Sangir BalaiJanggo, Sangir Jujuhan Ka Distan dan Ka Kantor Penyuluahan Kab. Solok Selatan

Telah didistribusikan

Dengan adanya penyebarluasan media informasi ini diharapkan dapat

menambah materi /bahan penyuluhan bagi para penyuluh dan meningkatkan

penguasaan teknologi oleh petani dalam berusaha tani.

26 

 

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Telah dilakukan kegiatan koordinasi dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan

Hortikultura, Peternakan dan Perikanan serta Kantor Penyuluhan Pertanian dan

Ketahanan Pangan Kabupaten Solok Selatan dengan menyampaikan rencana

pelaksanaan kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah tahun 2012 di Kabupaten

Solok Selatan.

2. Hasil identifiksi biofiisik melalui metode PRA ditemukan gambaran umum

permasalahn dan eksisting teknologi yang hampir sama di setiap kecamatan. Dari

hasil PRA tersebut telah disampaikan rekomendasi teknologi untuk satiap

kecamatan.

3. Untuk kegiatan demplot display VUB padi sawah telah ditetapkan beberapa lokasi

yaitu di kecamatan KPGD, Sungai Pagu, Pauh Duo dan Sangir. Namun belum

dapat dilaporkan hasilnya karena belum panen.

4. Pelatihan inovasi teknologi untuk peningkatan produksi padi sawah serta kalender

tanam untuk PPL dan POPT telah dilakukan di BPP Kecamatan KPGD dengan

peserta para petani pelaksana demfarm SL-PTT sebanyak 3 kelompok tani.

5. Media cetak inovasi teknologi PTT padi sawah dan buku saku Hama Penyakit pasi

sawah dan pengendaliannya telah didistribusikan kepada Dinas Pertanian

Tanaman Pangan Hortikultura, Peternakan dan Perikanan serta Kantor

Penyuluhan Pertanian dan Ketahanan Pangan Kabupaten Solok Selatan

5.2. Saran

Dalam upaya peningkatan produksi padi sawah disarankan agar pendamping

dilakukan lebih secara intensif sehingga petani dapat mengadopsi dan melaksanakan

inovasi teknologi padi sawah spesifik lokasi sesuai dengan yang telah diterapkan

dalam kegiatan pendampingan SLPTT padi sawah seperti penggunaan VUB, sistem

tanam legowo serta pemupukan spesifik lokasi.

27 

 

BAB VI. KINERJA KEGIATAN

6.1. KELUARAN (OUTPUT) YANG DICAPAI

Terlaksananya sebagian kegiatan pendampingan SL-PTT padi sawah non hebrida

dikabupaten Solok Selatan dan terjalinnya komunikasi dan koordinasi sesama

pelaku muali dari peneliti, penyuluh, petani serta SKPD terkait

6.2. HASIL (OUTCOMES) YANG DICAPAI

Terlaksananya pelatihan dan distribusi inovasi teknologi PTT padi sawah

sehingga dapat meningkatkan kemampuan petugas dan petani dalam

implementasi/penerapan teknologi PTT di lapangan

6.3. MANFAAT (BENEFIT) YANG DICAPAI

Diadopsinya teknologi PTT padi sawah oleh petani sebagai pelaku usaha baik

secara individu maupun berkelompok terutama dengan menyebarnya varitas

unggul baru (VUB) sesuai dengan pilihan petani setempat.

6.4. DAMPAK (IMPACT) YANG DICAPAI

Dengan penerapan berbagai teknologi budidaya padi sawah, para petani lebih

efisien dalam mengembangan usahataninya. Dengan diperkenalkan VUB dalam

pendapingan maka alternatif pilihan varitas semakin banyak sehingga produksi

dan pendapatan petani meningkat dan ketahanan pangan secara nasional dapat

dicapai.

6.5. KISAH SUKSES (SUCCESS STORY)

Belum ada

28 

 

BAB VII . DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, S., R. Roswita, N. Hasan, Ismon L., dan Z. Irfan. 2008. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Lahan Irigasi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Barat. 51 hal.

Badan Litbang. 2009. Pedoman Umum PTT Padi Sawah. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. 20 hal

Bappeda dan BPS Propinsi Sumatera Barat. 2011. Sumatera Barat Dalam Angka (Sumatera Barat in Figures) 2010/2011. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Barat. 633 hal.

Dirjen Tanaman Pangan. 2007. Rencana operasional peningkatan tambahan produksi beras 2 juta ton tahun 2007. Makalah disampaikan pada Lokakarya P2BN, Balai Besar Penelitian Padi Sukamandi, Maret 2007.

Deptan, 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi. Departemen Pertanian. 38 hal.

Las,I. H. Syahbuddin, E. Surmaini, dan Achmad M. Fagi. 2008. Iklim dan Tanaman Padi: Tantangan dan peluang. Dalam: Suyamto et al (Eds).Buku Padi, Inovasi Teknologi dan Ketahanan Pangan, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. p.151-189.

Purwanto.S. 2008. Implementasi kebijakan untuk pencapaian P2BN. Dalam. B. Suprihatno et al. (Eds). Hasil-Penelitian Padi Menunjang P2BN. Prosid. Seminar Apresiasi (Buku I), Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian. p.9-37.

Puslitbangtan dan BBP2TP. 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT. Puslitbangtan dan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian Dan Pengembangan Departemen Pertanian. 20 hal.

Suprihatno, B., AA. Daradjat, Satoto, Suwarno, E. Lubis, Baehaki SE., Sudir, SD. Indrasari, P. Wardana, dan MJ. Mejaya. 2011. Deskripsi Varietas Padi. Balai Besar Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementerian Pertanian. 118 hal.

29