BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Adapun delapan...

36
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan delapan tujuan global yang hendak dicapai negara-negara di dunia untuk meningkatkan kualitas ekonomi dan sosial masyarakat. Program itu dikenal dengan nama Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) dengan target pencapaian pada 2015. 1 Adapun delapan sasaran MDGs tersebut yaitu: 1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2) mencapai pendidikan dasar untuk semua orang; 3) mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan; 4) penurunan kematian anak; 5) meningkatkan kesehatan ibu; 6) memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; 7) menjamin keberlanjutan lingkungan; 8) kemitraan global dalam pembangunan. Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai dan meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat dunia dengan menjadi salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan global tersebut. Komitmen tersebut dimanifestasikan dengan berbagai keseriusan pemerintah dalam pencapaian program MDGs yang ditargetkan tercapai pada 2015 antara lain dengan menerbitkan Peta Jalan Pencapaian MDGs, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 dan 2010-2014, 1 Pada bulan September tahun 2000 sebanyak 189 negara menandatangani Deklarasi Millennium PBB di New York.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Adapun delapan...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2000 telah mencanangkan

delapan tujuan global yang hendak dicapai negara-negara di dunia untuk

meningkatkan kualitas ekonomi dan sosial masyarakat. Program itu dikenal

dengan nama Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development

Goals (MDGs) dengan target pencapaian pada 2015.1 Adapun delapan sasaran

MDGs tersebut yaitu: 1) menanggulangi kemiskinan dan kelaparan; 2) mencapai

pendidikan dasar untuk semua orang; 3) mendorong kesetaraan gender dan

pemberdayaan perempuan; 4) penurunan kematian anak; 5) meningkatkan

kesehatan ibu; 6) memerangi HIV/AIDS dan penyakit menular lainnya; 7)

menjamin keberlanjutan lingkungan; 8) kemitraan global dalam pembangunan.

Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai dan meningkatkan

kesejahteraan rakyat serta memberi kontribusi kepada kesejahteraan masyarakat

dunia dengan menjadi salah satu negara yang meratifikasi kesepakatan global

tersebut. Komitmen tersebut dimanifestasikan dengan berbagai keseriusan

pemerintah dalam pencapaian program MDGs yang ditargetkan tercapai pada

2015 antara lain dengan menerbitkan Peta Jalan Pencapaian MDGs, Rencana

Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004–2009 dan 2010-2014,

1 Pada bulan September tahun 2000 sebanyak 189 negara menandatangani Deklarasi Millennium

PBB di New York.

2

Inpres No 1 Tahun 2010 tentang Percepatan Pelaksanaan Pembangunan Nasional

2010, dan Inpres No 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan Berkeadilan

yang kesemuanya merupakan amanah percepatan pencapaian target MDGs.2

Pemerintah memandang bahwa pencapaian tujuan MDGs sampai tahun

2010 belum optimal. Beberapa capaian target MDGs stagnan di mana masih

terdapat sasaran pembangunan yang tertinggal, bahkan menunjukkan kinerja

menurun. Target MDGs tersebut, seperti penurunan angka kematian ibu,

pengendalian HIV/ AIDS, dan penyediaan air bersih yang dikhawatirkan sulit

tercapai pada 2015.3

Pemerintah menilai hal tersebut disebabkan berbagai keterbatasan yang

cukup berat. Upaya untuk merealisasikan MDGs pada tahun 2015 akan sulit

karena pada saat yang sama pemerintah juga harus menanggung beban

pembayaran utang yang besar pada APBN untuk mencapai program MDGs 2015.4

Program-program MDGs seperti pendidikan, penurunan kemiskinan, kelaparan,

kesehatan, lingkungan hidup, dan kesetaraan jender membutuhkan biaya yang

cukup besar. Faktor yang lain juga turut menghambat seperti pembangunan yang

belum merata, buruknya infrastruktur, dan kualitas pelayanan kesehatan yang

tidak sama antar provinsi.5

2Padang Ekspress, Pemerintah Serius Capai Delapan Tujuan MDGs (29/03/2012) diakses dari

http://padangekspres.co.id/?news=berita&id=26689 10 Oktober 2013 3 Hal tersebut dikemukakan Utusan Khusus Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Nila Djuwita

Moeloek, Selasa (28/9/2010). 4 Republika Online, Pencapaian Target Milenium Terhambat Beban Utang (26 September 2008),

diakses dari, http://www.republika.co.id/berita/breaking-news/ekonomi/08/09/26/5039-

pencapaian-target-milenium-terhambat-beban-utang (11 Oktober 2013) 5 Hal ini diungkapkan oleh Asisten Utusan Khusus Presiden Indonesia untuk pembangunan

millennium (MDGs) Diah Saminarsih , dalam Radio Australia, MDGs sulit tercapai di Indonesia

3

Merujuk data Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Departemen

Keuangan, per 31 Agustus 2008, beban pembayaran utang Indonesia terbesar akan

terjadi pada tahun 2009-2015 dengan jumlah berkisar dari Rp 97,7 triliun (2009)

hingga Rp 81,54 triliun (2015) rentang waktu yang sama untuk pencapaian

MDGs. Jumlah pembayaran utang Indonesia, baru menurun drastis (2016)

menjadi Rp66,70 triliun.6 Beban utang tersebut berimplikasi pada minimnya

jumlah anggaran yang dibutuhkan dalam pencapaian MDGs karena APBN tidak

mampu menyokong pencapaian tersebut, data pada tahun 2010 misalnya anggaran

yang dibutuhkan di sektor air bersih sebesar Rp 53 triliun namun hanya tersedia

Rp 11 triliun dan untuk sanitasi yang ditargetkan Rp 56 triliun hanya tersedia Rp

14,6 miliar.7

Karena beban pemerintah tersebut diharapkan keterlibatan semua

stakeholders dalam upaya pencapaian target MDGs 2015 salah satunya melalui

kemitraan dengan sektor swasta. Hal ini telah diungkapkan oleh Utusan Khusus

Presiden RI untuk MDGs, Prof. Dr. dr. Nila Moeloek, SpM (K)8 bahwa salah satu

penekanan pada United Nations Summit terkait MDGs ialah pentingnya kerja

sama dengan sektor privat. Maka dari itu, pemerintah memandang segala

(26 Februari 2013) diakses dari

http://www.radioaustralia.net.au/indonesian/radio/onairhighlights/millenium-development-goals-

sulit-tercapai-di-indonesia/1093928, 12Oktober 2013 6 Op.Cit

7 Suara Pembaruan, 30.000 Desa Sulit Akses Air Minum (22 September 2010), diakses dari

http://www.suarapembaruan.com/kesehatan/30000-desa-sulit-akses-air-minum/46 (11 Oktober

2013) 8 Kompas.Com, News, CSR Diimbau Ikut Percepat Pencapaian MDGs, 29 September 2010

diakses dari http://nasional.kompas.com/read/2010/09/29/07010261, 6 juli 2013, lihat

juga Republika, 19 Juni 2007, Keharusan Mempercepat MDGs, diakses dari

http://goodgovernance.bappenas.go.id/archive_wacana/kliping_wawasan/Klip_wsn_2006/wawasa

n_184.htm

4

permasalahan dalam upaya percepatan pencapaian Milenium Development Goals

MDGs agar ditempuh dengan langkah-langkah strategis, salah satunya adalah

melalui peranan perusahaan melalui program Tanggung Jawab Sosial (CSR)

mereka. Hal ini perlu mengingat pencapaian taget-target MDGs pada tahun 2015

merupakan kepentingan nasional pemerintah yang telah ditandatangani dalam

deklarasi millennium.

Sektor privat menjadi salah satu elemen yang dapat berperan dalam upaya

mensukseskan MDGs 2015. Dan langkah yang paling nyata dalam memenuhi

tujuan MDGs adalah menjadikan MDGs sebagai bagian dari aksi Tanggung

Jawab Sosial Perusahaan (CSR) suatu perusahaan. Bidang lingkup kegiatan

Coorporate Social Responsibility (CSR) secara keseluruhan sangat relevan

dengan MDGs apalagi jika difokuskan pada target-targetnya, di mana kegiatan

utama CSR diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam beberapa bidang guna

meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemerintahpun telah berupaya

melakukan harmonisasi CSR dengan MDGs namun pemerintah tidak akan

mengatur CSR dari pihak swasta.9

Tidak dipungkiri, saat ini CSR telah menjadi bagian yang tak terpisahkan

dari aktivitas jangka panjang perusahaan, baik yang berskala multinasional

maupun nasional. Apalagi hadirnya regulasi pemerintah melalui Undang-Undang

No. 25 tahun 2007 tentang Penanaman Modal ( UUPM ), Undang-Undang No 40

9 Republika, Pemerintah Harmonisasi CSR dan MDGs, 15 November 2010, baca juga pernyataan

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana bahwa

MDGs tak hanya milik pemerintah, pelaksana program CSR dapat berkoordinasi dengan

pemerintah daerah yang mengetahui kebutuhan pembangunan di daerahnya. Op.Cit

5

tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (UUPT),10

dan Peraturan Pemerintah No.

47 Tahun 2012 yang membahas Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan semakin

menegaskan pandangan negara mengenai pelaksanaan CSR oleh perusahaan.

Artinya aktivitas suatu perusahaan tidak lagi berorientasi dalam prinsip ― the

business of bussines is bussines‖. Tapi, perusahaan memiliki tanggung jawab

untuk menangani masalah-masalah sosial di sekitarnya dengan

mempertimbangkan aspek sustainability.

CSR dapat menjadi alat penting perusahaan dalam menciptakan citra

positif melalui berbagai program sosial berkelanjutan seperti pelestarian

lingkungan, pendidikan dan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan lain-lain.

Terutama adalah perusahaan-perusahaan yang bisnisnya berhubungan langsung

dengan sumber daya alam, seperti Danone Aqua Group yang bergerak dalam

sektor industri Air Minum Dalam Kemasan (ADK) dan merupakan salah satu

produsen yang terbesar di dunia telah ikut berkonstribusi dalam membantu

pemerintah melalui kegiatan Tanggung Jawab Sosial Perusahaaan (CSR) untuk

mendukung pencapaian MDGs Indonesia dengan berbagai program-program yang

mengarah kepada beberapa target MDGs. Artinya bahwa perusahaan ini memiliki

komitmen ganda, di satu sisi menjaga keberlangsungan bisnis finansial dan di sisi

lain menjaga keberhasilan sosial lingkungannya. Komitmen perusahaan ini dalam

mendukung pencapaian MDGs diapresiasi oleh pemerintah melalui penghargaan

10

Ketentuan mengenai CSR dalam UUPT di atur pada pasal 74 ayat 1 yang berbunyi Perseroan

yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/ atau berkaitan dengan sumber daya alam

wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Dan aturan yang lebih tegas juga

telah ada dalam pasal 15 huruf b UUPM yang menyatakan bahwa setiap penanam modal

berkewajiban melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan

6

MDGs Awards pada tahun 2009, 2010, 2012. Dan penghargaan Gold dari GKPM

Awards 2013 (Gelar Karya Pemberdayaan Masyarakat) untuk kategori Program

IFS (Integrated Farming System) 11

Namun, tidak serta merta suatu perusahaan terlibat dalam praktik CSR

tanpa terdorong oleh pertimbangan-pertimbangan ataupun kepentingan tertentu.

Mengingat bahwa pelaksanaan program CSR dapat memberikan keuntungan dan

kerugian bagi perusahaan. Tugas utama korporasi adalah mencari keuntungan

sedangkan CSR berarti mengambil sebagian keuntungan dari perusahaan,

walaupun di sisi lain CSR dianggap sebagai cara meningkatkan nilai perusahaan

dalam kompetisi.12

Sehingga dari sini dapat diamati tujuan ataupun motivasi suatu

perusahaan memilih terlibat atau tidak dalam praktik CSR baik kerana alasan

sosial, politis, ekonomi, hukum, dan lain-lain. Khusunya dalam hal ini praktik

CSR untuk mendukung pencapaian target MDGs Indonesia. Begitu juga dengan

kepentingan aktor-aktor yang terlibat dalam public private partnership dalam

pencapaian MDGs ini baik dari pemerintah maupun korporasi.

Maka, dalam hal ini keterlibatan perusahaan multinasional sekaliber

AQUA DANONE dalam upaya pencapaian MDGs Indonesia dapat dianalisis dari

kepentingan korporasi yang menjadi faktor-faktor penyebab melaksanakan

program CSR untuk pencapaian MDGs. Singkatnya pencapaian MDGs melalui

11

Aqua,Indonesia MDGs Awards (IMA) 2012, diakses dari

http://www.aqua.com/kabar_aqua/berita-perusahaan/indonesia-mdg-awards-ima, (11 Oktober

2013) 12

Michael Hopkins, 2007, Corporate Social Responsibility & International Devlopment: Is

Business Solution?, Londing: Earthscan, hal 113

7

program CSR merupakan pilihan rasional yang menjadi strategi bisnis perusahaan

agar tercapainya kepentingan atau tujuan yang sejak awal diformulasikan.

Hal tersebut yang membuat penulis tertarik membahas topik ini terkait

konstribusi sektor privat dalam hal ini Perusahaan Multinasional (MNCs) dalam

pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) di Indonesia dengan

mengambil studi kasus Danone Aqua Group di Keboncandi Pasuruan, dan

Cirucug Sukabumi. Peran tersebut akan penulis amati melalui analisis motivasi

program-program CSR Danone Aqua Group dalam upaya pencapaian target

Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas terkait dengan kostribusi

perusahaan multinasional dalam upaya pencapaian MDGs melalui program

Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) maka adapun rumusan masalah dalam

penelitian ini ialah Bagaimana Peran DANONE AQUA GROUP dalam

Pencapaian Target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) 2015 Indonesia

Melalui Praktik CSR ? Mengapa Danone AQUA GROUP Turut Serta dalam

Pencapaian Target Tujuan Pembangunan Milemium (MDGs) 2015 Indonesia

Melalui Praktik CSR ?

1.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian mengenai Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) maupun

Tujuan Pembangunan Millennium (MDGs) telah banyak dikaji diantaranya

sebagai berikut:

8

Penelitian pertama mengenai perdebatan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan apakah wajib atau sukarela. Penulis temukan dalam penelitian Mukti

Fajar “Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi tentang Penerapan

Ketentuan CSR pada perusahaan multinasional, Swasta nasional dan BUMN di

Indonesia”.13

Penelitian ini menguraikan perdebatan CSR bersifat sukarela atau

wajib. CSR bersifat sukarela setidaknya disebabkan empat hal yaitu tujuan

perusahaan mencari keuntungan, CSR merupakan kewajiban moral, pelaksanaan

CSR bertentangan dengan hak kepemilikan privat dan tidak sesuai dengan prinsip

efisiensi dalam bisnis. Sedangkan CSR adalah aktivitas bisnis yang diwajibkan

disebabkan korporasi seharusnya memperhatikan kepentingan sosial selain

mencari keuntungan.

Penjelasan tentang CSR bersifat sukarela (voluntary), pertama tentang

tujuan perusahaan adalah mencari keuntungan. Korporasi didirikan oleh para

pemegang saham untuk mencari keuntungan. Memberikan kewajiban kepada

korporasi untuk melaksanakan CSR dianggap bertentangan dengan tujuan

korporasi yaitu mencari keuntungan. Para pemegang saham sebgai insititusi dalam

menjalankan aktivitas bisnis identik dengan kegiatan yang bertujuan mencari

keuntungan. Hal ini didukung oleh Adolf Berle dengan shareholder primacy

theory yang diinspirasi pemikiran Jhon Locke bahwa hak kepemilikan pribadi

harus dipertahankan secar ekslusif dan siapapun tidak berhak mengambilnya tanpa

hak. Pendapat yang sama juga disampaikan oleh Milton Friedman, bahwa satu-

13

Mukti Fajar, 2013, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan di Indonesia: Studi tentang Penerapan

Ketentuan CSR pada Perusahaan Multinasional, Swasta nasional dan BUMN di Indonesia,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal 43-112

9

satunya tanggung jawab sosial korporasi adalah meningkatkan keuntungan untuk

pemegang saham sebagai tugas perintah moral.

Kedua, CSR adalah kewajiban moral dalam etika bisnis. CSR adalah

bentuk dari etika bisnis yang didasarkan pada moralitas, maka sifatnya adalah

sukarela. Karena sifatnya yang sukarela dan ada di wilayah etika maka beberapa

negara dan organisasi internasional mengatur CSR dalam code of conduct14

(yang

kemudian dikenal dengan istilah softlaw), dan self-regulation15

yang tidak

memiliki kekuatan hukum mengikat. Ketiga, CSR bertentangan dengan hak

kepemilikan privat. Pelaksanaan CSR yang menggunakan harta kekayaan

korporasi dengan alasan untuk kepentingan masyarakat umum sekalipun, dapat

diangap telah melanggar dan tidak menghormati prinsip-prisip hak milik privat.

Sehingga, pemberian kewajiban hukum kepada korporasi untuk melaksanakan

CSR bertentang dan menimbulkan konflik normatif. Keempat, CSR tidak sesuai

dengan prinsip efisiensi dimana CSR oleh sebagian besar perusahaan selalu

dianggap menyebakan operasional korporasi menjadi tidak efisien. Efisiensi

adalah dasar dalam operasional bisnis, yaitu memanfaatkan sumber yang terbatas

untuk memaksimalisai keuntungan.

Sedangkan dipihak yang memandang bahwa CSR adalah wajib telah

disinggung oleh pemikiran E Merric Dodd bahwa korporasi bekerja tidak hanya

14

Code of conduct adalah sekumpulan aturan mengenai panduan tata perilaku yag dibuat oleh

sebuah lembaga, asosiasi profesi, korporasi maupun badan pemerintah yang diterapkan bagi

anggota atau karyawannya. Code of conduct merupakan sebuah anjuran mengenai perilaku yang

difokuskan pada tanggung jawab etika dan sosial 15

Self regulation sebuah ketentuan komitmen yang dibuat oleh korporasi untuk diterapkan bagi

pihak-pihak internal maupun pihak yang terkait biasanya dibuat dalam bentuk peraturan

perusahaan.

10

untuk kepentingan pemegang saham, tetapi juga untuk kepentingan masyarakat

umum dan kesejahteraan bangsa, yang selanjutnya dikenal dengan istilah

stakeholder. Pemikiran Dodd kemudian melahirkan stakeholder theory. Teori ini

dibangun berdasarkan pandangan, apabila direksi korporasi hanya mencari

keuntungan sebanyak-banyaknya demi kepentingan pemegang saham, maka

kemungkinan besar bisnis akan cenderung menyimpang. Perusahaan akan

melakukan eksploitasi terhadap buruh dan menekan konsumen serta rekanan

bisnis, untuk itu tujuan mencari keuntungan oleh korporasi harus diperluas juga

kepada pemenuhan kepentingan stakeholder.

Teori ini mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak. Veronica

Besmer misalnya memandang setidaknya dua alasan mengapa CSR harus diatur

dalam hukum negara, pertama, bahwa tidak adanya kekuatan memaksa dari

hukum kebiasaan atau sukarela, tanpa diratifikasi dalam perturan lokal sebuah

negara. Kedua, bahwa prinsip sukarela yang tidak mengikat, tidak akan

memberikan efek apapun secara jelas dan terukur. Thomas Mclnerney dan Pabli

Nieto juga berpendapat bahwa, penerapan kewajiban CSR dianggap perlu agar

supaya pelaksanaannya lebih ekfektif, terukur dan mempunyai konsep yang

standar dari pada didasarkan dengan prinsip sukarela. Pelaksanaan CSR secara

sukarela hanya akan dilakukan oleh korporasi yang mempunyai perhatian dan

kesadaran pada persoalan sosial sekitarnya. Sementara tidak ada daya paksa bagi

korporasi yang tidak melaksanakan. Hal ini menjadi kendala bagi masyarakat atau

otoritas, karena tidak mengetahui dengan pasti bahwa korporasi telah melanggar

norma-norma yang ada atau tidak.

11

Penelitian kedua berasal dari publikasi UNDP tentang program kebijakan

pemerintah Brasil dalam upaya pencapaian MDGs.16

Brazil selama dua dekade

terakhir telah mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat, PDB per kapita

meningkat hampir 50 persen selama 1992-2011. Capaian tersebut berimplikasi

pada penurunan yang besar dalam kemiskinan, ketimpangan pendapatan,

pencapaian terhadap akses umum layanan energi dan lain-lain.

Perkembangan ini dapat terjadi melalui kebijakan yang diambil oleh

pemerintah Brasil dan didukung oleh masyarakat sipil dan sektor privat untuk

mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan secara terpadu dan inklusif. Kebijakan

dalam pencapaian MDGs tersebut saling menguatkan satu sama lain. Beberapa

kebijakan tersebut seperti :

Bolsa Familia (tunjangan kelurga) merupakan program yang diluncurkan

di masa Lula da Silva pada oktober 2003. Program ini menjadi inisiatif unggulan

perlindungan sosial Pemerintah yang berupaya untuk mengurangi pendapatan

kemiskinan dan ketidaksetaraan. Keberhasilan Bolsa Familia mencerminkan

pengalaman Brasil dengan program transfer tunai bersyarat. Bahkan di bawah

Presiden Dilma Rouseff program ini terus berlanjut dan menjadi bagian dari

Program sosial Brasil Sem Miseria (Brasil Tanpa Kemiskinan) yang diluncurkan

pada tahun 2011. Hal ini juga merefleksikan pentingnya kemitraan dengan

16

UNDP, 2012, Case Studies of Sustainable Development in Practice United Nations

Development Programme Triple Wins For Sustainable Development, hal 30-37, diakses dari

http://www.undp.org/content/dam/undp/library/cross-practice%20generic%20theme/triple-wins-

for-sustainable-development-web.pdf, 12 Oktober 2013

12

organisasi masyarakat sipil, yang membantu pemerintah untuk menjangkau rumah

tangga dan masyarakat yang rentan.

Program lain ialah Fome zero yang merupakan program inisiatif di masa

kepemimpinan Lula da Silva pada Januari 2003, Fome Zero adalah inisiatif

keamanan pangan dimaksudkan untuk pemberantasan kelaparan. Bersama dengan

Bolsa Familia dan dukungan untuk pertanian keluarga melalui program

pengadaan pangan negara (Programa de Aquisição de Alimentos), Fome Zero

secara luas meningkatkan pendapatan keluarga miskin di Brasil, meningkatkan

kesehatan anak, dan mengurangi skala malnutrisi.

Luz Para Todos. (Terang bagi Semua) adalah program tenaga listrik

pedesaan. Program ini bervisi untuk mencapai akses layanan listrik di daerah

pedesaan pada. Program ini dikoordinasikan dengan Menteri Pertambangan dan

Energi dan dioperasikan oleh Eletrobras, Luz Para Todos mencerminkan

kewajiban konstitusional bagi penyedia layanan untuk menawarkan akses

universal layanan listrik di daerah pedesaan.

Água Para Todos. Program ini berupaya mengurangi kesenjangan air

untuk keperluan rumah tangga dan produksi pangan beririgasi. Keluarga yang

hidup dalam kemiskinan ekstrim, didaftarkan sebagai penerima nasional yang

memenuhi syarat di bawah program ini. Dan Program Bolsa Verde. Dukungan

Konservasi Lingkungan diluncurkan pada Oktober 2011, Bolsa Verde mendorong

keluarga yang hidup dalam kemiskinan ekstrim dekat kawasan lindung Brasil

untuk memperbaiki penghidupan lingkungan yang berkelanjutan melalui pelatihan

13

dan pengelolaan hutan. Dengan mekanisme pembayaran triwulanan sejumlah $

160 selama periode dua tahun (yang dapat diperpanjang).Penerima program

berkomitmen untuk menjauhkan diri dari penebangan liar dan perburuan dan

pengawasan dilakukan melalui satelit.

Penelitian ketiga dari publikasi United Nation Development Group

(UNDG) mengenai MDG Achievement and the Private Sector in Kenya 17

menggambarkan upaya pencapaian MDGs yang dilakukan sektor-sektor swasta

melalui kemitraan dengan pemerintah Kenya. Salah satunya seperti upaya Bank

Equity di Kenya dalam memberikan dukungan pada beberapa program yang

termaktub dalam MDGs yaitu pendidikan, pemberdayaan perempuan dan

kesetaraan jender, kesehatan, kelestarian lingkungan, dan kemitraan.

Pendidikan. Bank Equity telah menjadi mitra pemerintah pada sektor

pendidikan. Bank telah menandatangani Memorandum of Understanding (MOU)

dengan Kementerian Pendidikan untuk mendukung program pendidikan dasar dan

menengah gratis melalui kucuran dana dalam Pendidikan Dasar Gratis (FPE) dan

dana Pendidikan Menengah Gratis (FSE).

Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan. Upaya Bank

Equity dalam kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan dilakukan melalui

rancangan dan memberikan produk yang sesuai untuk pelanggan perempuan.

Dalam kemitraan dengan United Nations Development Programme (UNDP),

17

United Nations, 2011, MDG Achievement and the Private Sector in Kenya: Case Study from

Kenya, diakses dari www.undg.org/docs/12609/MDG-Achievement-and-the-Private-Sector-in-

Kenya.pdf, 12 Oktober 2013

14

Bank meluncurkan Proyek Fanikisha yang menyediakan akses layanan keuangan,

informasi dan pelatihan melek finansial bagi pengusaha perempuan. Selain itu,

Bank Equity juga mendorong kesetaraan gender dengan menyediakan akses ke

pendidikan universitas untuk anak laki-laki dan perempuan-perempuan terbaik di

distrik-distrik di daerah operasi.

Kesehatan. Bank Equity berinisiatif untuk berinvestasi dengan tujuan

mengurangi penyebaran HIV / AIDS dan penyalahgunaan narkoba melalui

program community outreach, Bank bekerja sama dengan perguruan tinggi negeri

untuk menciptakan kesadaran HIV / AIDS dan memberikan konseling baik

tentang HIV / AIDS dan penyalahgunaan zat adiktif. Karyawan bank juga

mendukung anak yatim dan anak di berbagai negara. Di tempat lain, Bank Equity

telah bermitra dengan lembaga-lembaga seperti Meru Hospice di timur Kenya

untuk menyediakan akses layanan keuangan bagi masyarakat yang terinfeksi dan

terkena dampak HIV / AIDS.

Kelestarian lingkungan. Bank Equity berkomitmen untuk perlindungan

lingkungan yang keberlanjutan. Dalam hal ini, bank telah berinvestasi dengan

berpartisipasi dalam penanaman pohon, pembersihan lingkungan, di daerah

operasinya.

Kemitraan. Bank Equity juga telah bermitra dengan kelompok

pemerintah dan non-pemerintah seperti Aliansi untuk Alliance for Green

Revolution in Africa (AGRA), World Economic Forum (WEF), Business Alliance

against Chronic Hunger (BAACH) dan Millennium Promise untuk membuat

15

kredit yang dapat diakses kepada petani dan sehingga membantu meningkatkan

ketahanan pangan dan memberikan kontribusi terhadap pemberantasan

kemiskinan dan kelaparan.

Kasus – kasus di atas mencerminkan bahwa inisiatif pemerintah sangat

penting dalam merumuskan suatu kebijakan ataupun program-program yang

berkonstribusi dalam pencapaian MDGs 2015, selain itu membentuk suatu

kemitraan dengan sektor privat, masyarakat sipil dan stakeholder lainnya saling

menguatkan satu sama lain dalam mencapai target – target MDGs karena masing-

masing kelemahan yang dimiliki aktor dapat tertutupi. Dalam kasus Indonesia di

mana aktivitas CSR telah diatur dan diwajibkan secara hukum, maka sektor

swasta seperti MNC dapat berkonstribusi melalui program CSR mereka dan

mengharmonisasikan target-target di dalam MDGs, melalui koordinasi langsung

dengan pemerintah dalam hal ini kementerian ataupun lembaga lainnya untuk

keefektifan program CSR dan MDGs. Penelitan-penelitian diatas juga

memberikan panduan bagi penulis melihat konstribusi Aqua Danone melalui

program CSR nya dalam upaya pencapaian target MDGs. dan penulis juga akan

meninjau kemitraan yang dibentuk dengan pemerintah dalam hal ini kementerian

terkait, komunitas masyarakat, ataupun stakeholder lainya dalam upaya

mensukseskan pencapaian target-taget MDGs 2015.

16

1.4 Kerangka Teoritis/Konseptual

1.4.1 Teori Pilihan Rasional

Penulis menggunakan teori pilihan rasional untuk menganalisis mengapa

Danone AQUA terlibat dalam praktik CSR untuk mendukung pencapaian MDGs

Indonesia ditinjau dari dua faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Secara umum, teori pilihan rasional berusaha mengembangkan aksioma-

aksioma tentang pilihan terbaik dan preferensi yang selaras dengan basis

kepentingan. Pilihan diambil atas kalkulasi untuk rugi, sehingga dapat

memutuskan pilihan yang sesuai dengan alternatif yang paling menguntungkan.

Dalam ilmu hubungan internasional rasionalitas atau pilihan rasional didefinisikan

sebagai

―prosedur pembuatan keputusan yang dipandu dengan

mendefinisikan situasi dengan hati-hati,menimbang tujuan,

mempertimbangkan seluruh alternatif, dan memilih opsi yang

paling mungkin untuk mencapai tujuan yang paling tertinggi‖18

Pilihan rasional bisa diaplikasikan pada seluruh entitas kolektif seperti

perusahaan, partai politik, birokrasi sebagai aktor-aktor yang sama-sama

digerakkan oleh definisi rasionalitas di atas. Charles W. Kegley dan Eugene R.

Wittkopf menggambarkan rational choice model sebagai rangkaian dari aktivitas

pembuatan keputusan yang melibatkan tahapan intelektual yaitu: Problem

18

Charles W. Kegley, JR. dan Shanon L. Blanston, 2011, World Politics Trend and

Transformation 2010-2011 edition. United States of America: Cengage Brain, hal. 196

17

Recognition and Definition, Goal Selection, Identification of Alternatives, dan

menentukan Choice.19

1. Problem Recognition

Hal pertama yang diperlukan sebelum memutuskan pilihan ialah melihat

masalah eksternal dan mendefinisikan karakteristik yang membedakan; dalam hal

ini pada faktor internal Danone Grup memandang terjadi kekosongan peraturan

global (governance) bagi perusahaan agar dapat menjalankan operasinya selaras

dengan upaya pencapaian (MDGs) dalam menangani isu-isu sosial, beberapa

penjelasan global governance sebagai berikut

Leon Gordenker dan Thomas Weiss, menggambarkan global governance

sebagai ―efforts to bring more orderly and reliable responses to social and

political issues that go beyond capacities of states to address individually".20

Penjelasan yang tidak jauh berbeda juga dijelaskan oleh Thomas G. Weiss

and Ramesh Thakur, menurut mereka Global governance dijelaskan sebagai

―the sum of laws, norms, policies, and institutions that define, constitute, and

mediate trans-border relations between states, cultures, citizens,

intergovernmental and nongovernmental organizations, and the market. It

embraces the totality of institutions, policies, rules, practices, norms, procedures,

and initiatives by which states and their citizens (indeed, humanity as a whole) try

to bring more predictability, stability, and order to their responses to

transnational challenges—such as climate change and environmental

degradation, nuclear proliferation, and terrorism—which go beyond the capacity

of a single state to solve.‖21

19

Charles W. Kegley, JR. dan Shanon, ibid, hal. 196 20 Leon Gordenker and Thomas G. Weiss, “Pluralizing Global Governance: Analytical Approaches and

Dimensions,” dalam Klaus Dingwerth and Philipp Pattberg, Global Governance as a Perspective on

World Politics, Global Governance 12 (2006), 185–203, hal 195 21

Thomas G. Weiss and Ramesh Thakur Global Governance and the UN: An Unfinished Journey

(2010).

18

Hal yang ditekankan dalam dua penjelasan di atas ialah keterlibatan

berbagai aktor dalam merespon isu dalam hal ini di dalamnya termasuk non state

actor, dan keterbatasan negara dalam hal ini di luar kapasitas negara menangani

isu tersebut.

Adapun faktor eksternal disebabkan resistensi masyarakat sekitar

perusahaan yang mengganggu aktivitas bisnis perusahaan dan mengancama

legimasi perusahaan untuk terus beroperasi. Raby (2005) memandang Resistensi

sebagai an integral part of power relationships, of domination, subjugation and as

such may be viewed from different ideological viewpoints. Adapun dalam

pandangan modern resistance as an oppositional force to a dominant.22

2. Goal Selection

Dalam tahapan ini ditentukan tujuan yang hendak dicapai.; berdasarkan

masalah yang dihadapi jelas pada faktor eksternal tujuan Danone ialah terlibat

dalam aktivitas global governance dan membantu pemerintah yang vakum di

negara tempat perusahaan beroperasi dalam memenuhi barang publik (public

goods) dalam upaya pencapaian MDGs.

Public goods telah lama menjadi konsep sentral ekonomi publik.

Samuelson mencirikan public goods dengan dua hal yaitu non-excludablity dan

non-rivalry. Non-excludablity jika konsumsi barang seseorang tidak dihalangi dan

non-rival jika konsumsi seseorang tidak mengurangi (habis) manfaat untuk

konsumsi orang lain.23

penyediaan barang publik penting untuk mengamankan

22

Raby, R. (2005) ‗What is Resistance?‟, Journal of Youth Studies, Vol 8, no 2 23

Paul A.Samuelson, "The Pure Theory of Public Expenditure," Review Ofhnomics And Stotirtics

36 (November 1954) Dalam Séverine Deneulin And Nicholas Townsend, Public Goods, Global

Public Goods And The Common Good. Esrc Research Group

19

kesejahteraan manusia di mana penyediaanya dapat dilakukan oleh pemerintah

maupun diluar pemerintah.

Adapun pada faktor internal tujuan perusahaan ialah meredam resistensi

masyarakat yang hadir untuk mempertahankan legitimasi perusahaan dalam

beroperasi demi menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan (survival). Menurut

teori legitimasi24

perusahaan beroperasi dengan izin dari masyarakat, di mana

izin ini dapat ditarik jika masyarakat menilai bahwa perusahaan tidak melakukan

hal-hal yang diwajibkan kepadanya. dalam konteks ini CSR dipandang sebagai

suatu kewajiban yang disetujui antara perusahaan dengan masyarakat. Masyarakat

telah memberikan izin kepada perusahaan untuk menggunakan sumber daya alam

dan manusianya serta izin untuk melakukan fungsi produksinya (donaldson 1983).

namun harus diingat bahwa izin tersebut tidaklaah tetap sehingga kelangsungan

hidup dan pertumbuhan perusahaan bergantung pada bagaimana perusahaan

secara terus menerus berevolusi dan beraptasi terhadap perubahan keinginan dan

tuntutan dari masyarakat (Walden dan Schwartz,1997)

3. Identification of Alternative

Rasionalitas menyaratkan semua pilihan kebijakan yang tersedia dan

perkiraan cost yang berkaitan. Pada faktor eksternal Danone selalu menegaskan

bahwa upaya-upaya pengembangan kemajuan sosial lingkungan merupakan

komitmen, dan tanggung jawab moral perusahaan yang dilaksanakan dalam

prinsip sukarela (voluntary). prinsip voluntary dijelaskan commision of the

24

Natalia Yakovleva, Corporate Social Responsibility In The Mining Industries, Ashgate: England

2005

20

european communities dalam gree paper sebagai "they are increasingly aware

that responsible behaviour leads to sustainable business success"25

Hal ini terjadi ketika perusahaan berinisiatif berusaha untuk memenuhi kebutuhan

dari berbagai stakeholder dalam suatu keseimbangan yang dapat diterima semua

pihak.

4. Choice

Rasionalitas membutuhkan memilih preferensi tunggal yang menunjang

untuk tercapainya tujuan atau kepentingan yang diinginkan. Pada tataran ini

munculah insiatif-inisiatif program demi tercapainya tujuan utama diatas melalui

tanggung jawab sosial perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan, diatur dalam Undang-undang

Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Dalam UUPT tersebut

Tanggung jawab sosial dijelaskan dalam Pasal 1 angka 3 yang menyebutkan

bahwa “tanggung jawab sosial dan lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk

berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan

kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri,

komunitas setempat, maupun masyarakat pada umumnya.”

Kotler dan Lee (2005) menyatakan26

”corporate social responsibility is a

commitment to improve community well-being through discretionary business

practices and contributions of corporate resources”." Lebih lanjut World

25

Commission Of The European Communities, 2002, Corporate Social Responsibility:

A Business Contribution To Sustainable Development 26

Kotler dan Lee (2005) dalam Isa Wahyudi, & Busyra Azheri, 2011, Corporate Social

Responsibility: Prinsip Pengturan dan Implementasi, Malang: Setara Press, hal 35

21

Business Council for Sustainable Development (WBCSD) menjelaskan27

“corporate social responsibility as ‗business‘ commitment to contribute to

sustainable economic development, working with employees, their families, the

local community, and society at large to improve their quality of life of the

workforce and their families as well as of the local community and society at

large”

Carrol memandang bahwa merupakan suatu konsekuensi bahwa lembaga

atau organisasi tidak hanya beraktivitas dalam dimensi ekonomi tetapi juga

dimensi lembaga sosial. Sebuah perusahaan memiliki tanggung jawab tidak hanya

ekonomi, tetapi juga tanggung jawab hukum, etika, dan filantropis atau dikenal

model empat bagian CSR. Hal ini dijelaskan sebagai berikut:28

1. Tanggung jawab ekonomi. (make a profit). Motif utama perusahaan adalah

untuk menghasilkan keuntungan. keuntungan adalah fondasi perusahaan.

Perusahaan harus memiliki nilai tambah ekonomis sebagai prasyarat untuk

terus hidup (survive) dan berkembang

2. Tanggung jawab hukum. (Obey the law). Perusahaan harus mematuhi

hukum. Dalam proses mencari keuntungan, perusahaan tidak boleh

melanggar kebijakan dan hukum yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

27

Ibid hal 29 28

Archie B Carrol & Ann K. Buchholtz , 1999, Business and Society: Ethics and Stakeholder

Management 4 edition, Mason: South-Western Cengage Learning, hal 33-38

22

3. Tanggung jawab etis. Perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan

praktek bisnis yang baik, benar, dan adil. Norma-norma masyarakat perlu

menjadi acuan bagi perilaku organisasi perusahaan. (Be ethical.)

4. Tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus mendapatkan

keuntungan, mematuhi hukum, dan perilaku etis, perusahaan dapat

memberi kontribusi yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat.

Tujuannya adalah untuk meningkatkan kualitas hidup untuk semua. (be

good corporate citizen.). Pemilik dan karyawan yang bekerja di perusahaan

memiliki tanggung jawab ganda, yaitu untuk perusahaan dan masyarakat.

Gambar 1: Konsep Tanggung Jawab Sosial (CSR) Carrol

Sehubungan dengan hal tersebut John Elkington mengemukakan CSR ke

dalam tiga fokus: 3P (People, Planet, dan Profit). Perusahaan yang baik tidak

hanya mengejar keuntungan ekonomi belaka (profit), tetapi juga memiliki

kepedulian terhadap pelestarian lingkungan (planet) dan kesejahteraan sosial

(people). CSR adalah kesadaran, etika, dan kepedulian dari perusahaan yang

Philanthropic Responsibilities

Be a good corporate citizen

Ethical Responsibilities

Be ethical

Legal Responsibilities

Obey the Law

Economic Responsibilities

Be profitable

23

didasarkan pada tiga prinsip dasar yang dikenal sebagai triple bottom line, yaitu

3P:29

Planet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan dan keberlanjutan

keanekaragaman hayati. Beberapa Program CSR yang bertumpu pada prinsip ini

biasanya berupa penghijauan lingkungan, penyediaan air (sanitasi), perbaikan

perumahan, People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap

kesejahteraan manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR,

seperti beasiswa bagi mahasiswa di sekitar perusahaan, pendirian fasilitas

pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan bahkan ada

perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga

setempat. Profit. Orientasi utama dari setiap kegiatan usaha jelas adalah mencari

keuntungan ekonomi untuk mendapatkan tambahan pendapatan yang

memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.

29

Penjelasan lebih lanjut dalam John Elkington, 1998, Cannibals With Forks: The Triple Bottom

Line of 21st Century Business, Gabriola Island, BC ; New Society Publishers, hal 69-92

24

Skema 1. Operasional Teori Pilihan Rasional

Choices

CSR Practices

Alternative identification

morul duty(voluntary) keberlangsungan perusahaan

Goal

global governance, public needs (MDGs) legitimasi, survival perusahaan

(faktor internal) Problem Recognition (faktor eksternal)

regulatory vacuum, state capacity resistensi komunitas

25

1.4.2 Konsep Political CSR

Political CSR merupakan konsep yang telah dikembangkan oleh Scherer

dan Palazzo. “political CSR”, menunjukkan model governance yang diperpanjang

oleh suatu pelaku bisnis (perusahaan) yang berkontribusi terhadap regulasi global

dan menyediakan barang publik. Konsep ini merupakan pengembangan tentang

politik global di mana pelaku swasta seperti perusahaan dan organisasi

masyarakat sipil memainkan peran aktif dalam regulasi yang demokratis dan

pengendalian transaksi pasar seperti dalam suatu global governance seperti dalam

pandangan neoliberalisme.30

Konstribusi ini disebabkan kekosongan peraturan

(governane), kapasitas suatu negara dalam memenuhi barang public yang menjadi

tanggung jawabnya.

Perusahaan memenuhi fungsi perlindungan yang awalnya dianggap

sebagai tanggung jawab negara dan lembaga-lembaganya. Berpartisipasi dalam

inisiatif governence, terlibat dalam proses pembahasan politik yang bertujuan

untuk mengatur standar aktivitas bisnis global.31

Konsep ini penulis digunakan untuk menggambarkan peran-peran yang

diambil oleh Danone AQUA dalam upaya pencapaiaan MDGs 2015 mulai dari

keikutsertaan dalam global governance, dan penyediaan barang publik. Seperti

dalam skema berikut ini

30

Andreas Georg Scherer dan Guido Palazzo, The New Political Role of Business in a Globalized

World – A Review of a New Perspective on CSR and Its Implications for the Firm, Governance,

and Democracy, Springer Fachmedien Wiesbaden 2012 31

Scherer dan Palazzo, ibid, hal 28

26

Skema 2. operasionalisasi Political CSR Scherer & Palazzo

peran AQUA dalam pencapaian MDGs 2015

1.4.3 Pedoman dan Indikator CSR

Banyak institusi di seluruh dunia telah mengembangkan pedoman atau

prinsip-prinsip CSR yang dapat digunakan oleh perusahaan sebagai patokan atau

untuk mengorientasikan diri dalam melakukan CSR mereka. Namun dalam hal ini

penulis hanya mengambil dua pedoman / prinsip-prinsip yang terkait dengan

PMN dan MDGs.

Danone AQUA

state vacum

regulatory vacum

set bisnis activity

providing public needs

MDGs 2015

27

a) Global Compact 32

Untuk mendukung komitmen internasional di bidang keamanan manusia

dan MDGs, Sekjen PBB pada tahun 2000 telah mengundang sekitar 50

perusahaan internasional untuk bergabung, mendukung dan melibatkan diri dalam

Global Compact yang bertujuan untuk memiliki prinsip-prinsip dasar yang

mencakup hak asasi manusia, ketenagakerjaan buruh, perlindungan lingkungan,

dan anti-korupsi.

Hak Asasi Manusia

Prinsip 1: Bisnis harus mendukung dan menghormati perlindungan internasional

hak-hak asasi manusia, dan

Prinsip 2: memastikan bahwa mereka tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi

manusia.

Tenaga Kerja

Prinsip 3: Bisnis harus menjunjung tinggi kebebasan berserikat dan pengakuan

efektif terhadap hak perundingan bersama;

Prinsip 4: penghapusan segala bentuk kerja paksa dan wajib;

Prinsip 5: penghapusan pekerja anak secara efektif, dan

Prinsip 6: penghapusan diskriminasi dalam hal pekerjaan dan jabatan

Lingkungan

Prinsip 7: Bisnis harus mendukung pendekatan pencegahan untuk tantangan

lingkungan;

32

United Nations Global Compact, The Then Principle, diakses dari

http://www.unglobalcompact.org/AboutTheGC/TheTenPrinciples/index.html, 13 Oktober 2013

28

Prinsip 8: melakukan inisiatif untuk mempromosikan tanggung jawab lingkungan

yang lebih besar dan

Prinsip 9: mendorong pengembangan dan penyebaran teknologi ramah

lingkungan.

Anti Korupsi

Prinsip 10: Bisnis harus bekerja melawan korupsi dalam segala bentuknya,

termasuk pemerasan dan penyuapan.

Sepuluh prinsip Global Compact PBB di bidang hak asasi manusia,

perburuhan, lingkungan dan anti-korupsi merupakan hasil konsensus universal

yang berasal dari:

• The Universal Declaration of Human Rights

• The International Labour Organisation's Declaration on Fundamental

Principles and Rights at Work

• The Rio Declaration on Environment and Development

• The United Nations Convention Against Corruption

b) ISO 2600033

ISO 26000 merupakan panduan dan standarisasi untuk CSR yang

disediakan untuk sektor swasta dan publik dengan tiga dimensi pembangunan

berkelanjutan: ekonomi, lingkungan dan sosial. Hal ini untuk bertujuan membantu

organisasi dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan.

Dan lebih lanjut dimaksudkan untuk mendorong mereka mematuhi hukum,

33

ISO 26000: 2010 Guidance on Social Responsibility

29

mengakui bahwa kepatuhan terhadap hukum merupakan tugas pokok dari setiap

organisasi dan merupakan bagian penting dari tanggung jawab sosial mereka. ISO

26000 menangani tujuh subyek inti tanggung jawab sosial didefinisikan dalam

standar yang terdiri dari : 1) tatakelola organisasi; 2) hak asasi manusia; 3) praktik

ketenagakerjaan; 4) lingkungan; 5) praktik operasi yang adil; 6) isu konsumen; 7)

pelibatan dan pengembangan masyarakat.

Gambar 2. Tujuh Subjek Utama CSR ISO 26000

30

Tabel 1. Indikator ISO 26000.34

Hak-hak Asasi Manusia Lingkungan

Pelibatan dan

Pengembangan

Masyarakat

Kondisi yang menimbulkan

risiko HAM

Penghindaran pelanggaran

Hak-hak sipil dan politik

Hak-hak ekonomi, sosial

dan budaya

Pencegahan polusi

Penggunaan

sumberdaya yang

berkelanjutan

Mitigasi dan

adaptasi terhadap

perubahan iklim

Proteksi lingkungan

dan keragaman

hayati dan restorasi

habitat

Pelibatan masyarakat

Pendidikan dan kebudayaan

Penciptaan lapangan kerja

dan peningkatan

keterampilan

Pengembangan dan akses

atas teknologi

Kesejahteraan dan

peningkatan pendapatan

Kesehatan

Investasi sosial

Tabel 2. Matriks Target MDGs Melalui Panduan CSR35

Global Compact ISO 26000 Target MDGs Status

Pencapaian

Hak Asasi

Manusia

Pelibatan dan

Pengembangan

Masyarakat

MDG 2 Pendidikan

APM SD, proporsi murid

kelas 1 yang berhasil

On Track

34

Penulis hanya menggunakan tiga subjek utama beserta indikator-indikatornya yang kiranya

memiliki relevansi dengan MDGs 35

Dalam matriks tersebut penulis hanya memfokuskan pada dua tujuan pembangunan milenium

yang dipraktikan oleh Danone Aqua melalui CSR yaitu Pendidikan, dan Lingkungan. Adapun

tujuan MDGs yang lain seperti Kemiskinan, Kesetaraan Gender, Mengurangi Tingkat Kematian

Anak, Meningkatkan Kesehatan Ibu, Memerang HIV/AIDS, dan Kemitraan Global tidak penulis

cantumkan. Status pencapaian MDGs penulis ambil dari laporan pencapaian MDGs tahun 2011

oleh Bappenas

31

menamatkan sekolah dasar,

serta angka melek huruf

penduduk usia 15-24 tahun,

perempuan dan laki-laki

yang semuanya sudah

mendekati 100 persen.

Lingkungan Lingkungan MDG 7 Lingkungan

Proporsi rumah tangga

dengan akses berkelanjutan

terhadap sumber air minum

layak dan fasilitasi sanitasi

dasar layak di perkotaan dan

perdesaan.

Menunjukkan

kemajuan namun

masih diperlukan

kerja keras

untuk

mencapainya

32

1.5 Argumen Utama

Sejalan dengan latar belakang, teori dan konsep yang telah dijelaskan di

atas maka argumen utama dalam tesis ini ialah keterlibatan Aqua Danone dalam

pencapaian MDGs melalui praktik CSR pada faktor internal disebabkan

kekosongan regulasi global dan kevakuman pemerintah dalam memenuhi

kebutuhan publik (problem recognition). Hal tersebut menginisiasi sektor privat

dalam hal ini AQUA terlibat dalam aktivitas global governance untuk memenuhi

barang publik (Goal), sebagai bentuk komitmen dan tanggung jawab moral

perusahaan dengan prinsip sukarela (alternatif). Pemenuhan kebutuhan publik ini

dapat diamati dari praktik Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) Danone

AQUA untuk pencapaian target MDGs 2015 yang termanifestasi dalam bidang

Pendidikan dan Lingkungan (Choices). Dan faktor eksternal disebabkan resistensi

masyarakat sekitar perusahaan (problem recognition) yang mengancam legitimasi

dan keberlangsungan bisnis perusahaan (goal), sehingga dengan memberikan

program CSR kepada masyarakat mampu menjaga legitimasi dan kelangsungan

bisnis perusahan (choices)

Hal inipun sejalan dengan konsepsi Elkington yaitu perhatian perusahaan

terhadap lingkungan (planet), masyarakat (people), dengan tetap bertanggung

jawab pada kelangsungan bisnis perusahaan (profit). Dan konsepsi Carrol yaitu

Ekonomi (profit), mematuhi hukum, etis, yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas hidup manusia (philanthropy) sebagaimana yang termaktub dalam target-

target MDGs 2015 melalui kemitraan pemerintah maupun stakeholder lainnya.

33

1.6. Metode Penelitian

Penelitian mengenai analisis peran MNCs dalam pencapaian Tujuan

Pembangunan Milenium (MDGs) 2015; Studi Pada Danone AQUA Group

merupakan penelitian kepustakaan. Selanjutnya untuk menunjang dan dan

melengkapi data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan ini, maka dilakukan

pula penelitian lapangan.

Penelitian ini bersifat deskriptif analisis kaena hasil penelitian ini

diharapkan mendapatkan gambaran yang jelas, menyeluruh dan sistematis

mengenai objek penelitian. Adapun disebut analisis karena data yang telah

dikumpulkan baik diperoleh dari penelitian pustaka dan penelitian lapangan

dianalisis dengn mennggunakan metode analisis kualitatif. Adapun proses metode

analisis kualitatif sebagai berikut:

1. Penelitian Kepustakaan

Merupakan penelitian yang mencari, mengumpulkan dan memplejari data

sekunder yang berhubungan dengan objek penelitian dengan bantuan

buku-buku, hasil riset, laporan keberlanjutan AQUA Danone 2010-2012,

pemberitaan media, dan lain-lain. Adapun yang dimaksud dengan data

sekunder adalah data yang diperoleh dari bahan pustaka dalam keadaan

siap terbuat dan dapat digunakan dengan segera.

2. Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan merupakan penelitian yang dilakukan dengan objek

tujuan untuk memperoleh data primer yang berhubungan dengan objek

34

penelitian. Adapun yang dimaksud dengan data primer adalah data yang

diperoleh dari sumber pertama.

- Alat dan Lolaksi Penelitian

Pedoman wawancara merupakan alat penelitian yang digunakan untuk

mendapatkan data primer, pedoman wawancara adalah pengumpulan

data yang digunakan dalam penelitian yang dijadikan sebagai bahan

untuk dapat memudahkan dan mengendalikan data yang menjadi

target dalam wawancara, metode wawancara bersifat terbuka dengan

mengadakan tanya jawab secara langsung kepada objek penelitian

guna memperoleh informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan

permasalahan. Wawancara dilakukan kepada beberapa masyarakat

Desa Keboncandi dan Desa Winongan, Kabupaten pasuruan. Tempat

berlangsungnya program School supporting programme dan Kampung

Sehat Danone.

1.7. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memaparkan dari Pendahuluan yang Berisi Latar Belakang

Masalah, Rumusan Masalah, Tinjauan Pustaka, Kerangka Konseptual,

Argumen Utama, Metode Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

35

BAB II PROBLEMATIKA PENCAPAIAN PROGRAM MDGS

INDONESIA PADA TUJUAN KE 2 PENDIDIKAN & TUJUAN KE 7

LINGKUNGAN

Bagian ini membahas mengenai problem yang dihadapi pemerintah baik

secara nasional dan lokal dalam upaya mencapai MDGs 2015 di bidang

pendidikan dan Lingkungan. Secara nasional seperti minimnya anggaran

dalam pencapaian MDGs karena berbenturan dengan hutang luar negeri

yang harus juga dibayarkan. Adapun secara lokal, ditinjau dari masih

lemahnya komitmen pemerintah daerah seperti rendahnya anggaran dan

fasilitas pendidikan dan sanitasi seperti yang terjadi dipasuruan dan di

sukabumi untuk mencapai pencapaian MDGs 2015

BAB III PERAN DANONE AQUA DAN UPAYA PENCAPAIAN MDGS;

TUJUAN KE 2 PENDIDIKAN DAN TUJUAN KE 7

LINGKUNGAN

BAB ini membahas tentang peran yang diambil oleh AQUA Danone

yang turut serta dalam pencapaian MDGs 2015 melalui praktik CSR

sekaligus menjawab rumusan masalah pertama dalam penelitian ini.

Dengan pembahasan kepada Program CSR Danone AQUA yang

berkonstribusi dalam upaya pencapaian MDGs tujuan ke 2 pendidikan

yaitu school supporting programme di Pasuruan, Program CSR untuk

pencapaian MDGs ke 7 Lingkungan yaitu program Kampoeng Sehat

Danone di Pasuruan dan penyediaan air bersih di Sukabumi.

36

BAB IV FAKTOR - FAKTOR PENYEBAB KEIKUTSERTAAN AQUA

DANONE DALAM PENCAPAIAN MDGs 2015; ANALISIS

RATIONAL CHOICE

Bagian ini membahas tentang faktor-faktor penyebab keikutsertaan

AQUA Danone dalam pencapaian MDGs 2015 yang sekaligus

menjawab rumusan masalah kedua dalam penelitian ini. Faktor-faktor

tersebut dibagi menjadi dua yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Masing-masing faktor dijelaskan sesuai kerangka berpikir dalam

penelitian ini menggunakan rational choice theory, dimulai dari

problem of recognition, goal, identification of alternative, dan choices.

Yang diakhir pembahasan menunjukkan gap motivasi perusahaan dari

masing-masing faktor tersebut.

BAB IV KESIMPULAN

Memaparkan tentang kesimpulan serta pelajaran teoretik dan empirik

dari penelitian ini.