BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf ·...

25
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gerakan buruh dunia, termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan yang sangat berat. Pengaruh eksternal ditandai dengan semakin meningkatnya kompetisi di tingkat global yang meletakkan tekanan-tekanannya pada relasi industri di tingkat nasional. Situasi semacam itu mendorong pemerintah untuk lebih beradaptasi dan gerakan buruh menjadi tidak diinginkan terutama di negara- negara yang gerakan buruhnya cukup mapan. Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah gerakan buruh, yakni pemogokan. Kasus-kasus perburuhan, seperti aksi unjuk rasa dan PHK terhadap buruh kerap mewarnai pemberitaan media-media massa. Dari tahun ke tahun persoalan tersebut terus muncul dan tak pernah terselesaikan. Kondisi buruh di Indonesia terus memburuk terutama di sektor-sektor padat karya yang banyak memberlakukan tenaga kerja tidak tetap. Hal ini mau tidak mau menunjukkan ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan masalah perburuhan dan mencerminkan tidak berkembangnya gerakan buruh di Indonesia. Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah gerakan buruh, yakni pemogokan. Salah satu pemogokan pertama dalam sejarah Indonesia tercatat di tahun 1882 di Yogyakarta, di mana pada puncak gelombang pemogokan ini 21 pabrik gula terpaksa menghentikan produksinya karena pemogokan. Isu yang diangkat adalah

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gerakan buruh dunia, termasuk Indonesia sedang mengalami tantangan

yang sangat berat. Pengaruh eksternal ditandai dengan semakin meningkatnya

kompetisi di tingkat global yang meletakkan tekanan-tekanannya pada relasi

industri di tingkat nasional. Situasi semacam itu mendorong pemerintah untuk

lebih beradaptasi dan gerakan buruh menjadi tidak diinginkan terutama di negara-

negara yang gerakan buruhnya cukup mapan. Kondisi kerja yang demikian buruk

memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah gerakan buruh, yakni

pemogokan. Kasus-kasus perburuhan, seperti aksi unjuk rasa dan PHK terhadap

buruh kerap mewarnai pemberitaan media-media massa. Dari tahun ke tahun

persoalan tersebut terus muncul dan tak pernah terselesaikan. Kondisi buruh di

Indonesia terus memburuk terutama di sektor-sektor padat karya yang banyak

memberlakukan tenaga kerja tidak tetap. Hal ini mau tidak mau menunjukkan

ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan masalah perburuhan dan

mencerminkan tidak berkembangnya gerakan buruh di Indonesia.

Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk

perlawanan yang khas sebuah gerakan buruh, yakni pemogokan. Salah satu

pemogokan pertama dalam sejarah Indonesia tercatat di tahun 1882 di

Yogyakarta, di mana pada puncak gelombang pemogokan ini 21 pabrik gula

terpaksa menghentikan produksinya karena pemogokan. Isu yang diangkat adalah

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

2

upah, kerja gugur-gunung yang terlalu berat, kerja jaga 1 hari tiap 7 hari, kerja

moorgan yang tetap dijalankan padahal tidak lazim lagi, upah tanam sering tidak

dibayar, banyak pekerjaan tidak dibayar padahal bukan kerja wajib, harga yang

dibayar pengawas terlalu murah dibandingkan harga pasar, pengawas Belanda

sering memukul petani.

Kasus-kasus perburuhan, seperti aksi unjuk rasa dan PHK terhadap buruh

kerap mewarnai pemberitaan media-media massa. Dari tahun ke tahun persoalan

tersebut terus muncul dan tak pernah terselesaikan. Kondisi buruh di Indonesia

terus memburuk terutama di sektor-sektor padat karya yang banyak

memberlakukan tenaga kerja tidak tetap. Hal ini mau tidak mau menunjukkan

ketidakmampuan negara dalam menyelesaikan masalah perburuhan dan

mencerminkan tidak berkembangnya gerakan buruh di Indonesia.

Pada masa Kolonial, pergerakan buruh pertama muncul di Indonesia pada

abad ke-19, yaitu pada tahun 1897. Pada tahun tersebut serikat pertama yang

didirikan adalah NIOG (Nederland Indies Onderw Genootsch), suatu perserikatan

daripada guru-guru bangsa Belanda.1 Kapitalisme perkebunan awal di Indonesia

muncul sejak abad 17-18 di Jawa dan Sumatra Timur. Kapitalisme perkebunan ini

merupakan kolonisasi resmi Belanda, yang sebelumnya dirintis oleh kapitalisme

dagang Belanda, yakni VOC. Berkembang biaknya kapitalisme perkebunan di

Jawa dan Sumatra Timur akibat berkurangnya peran negara kolonial dalam

memaksa penduduk-penduduk pribumi menyediakan produk komoditi tertentu,

1 Sandra. Sejarah Pergerakan Buruh Indonesia. PT TURC.Jakarta, 2007.

Hlm 3.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

3

yang dikerjakan secara paksa.2 Setelah mengalami pergeseran politik di negeri

Belanda, akibat banyaknya kritikan dari tanah jajahan dan dari Belanda sendiri, di

samping mulai bangkrutnya VOC, maka kaum kapitalis Belanda memaksa

menghapuskan monopoli negara kolonial atas sistem kapitalis dagang. Kaum

borjuis baru ini mengusulkan untuk mengembangkan sistem kapitalis perkebunan

di tanah jajahan, seperti Jawa dan Sumatra Timur, yang cocok untuk sejumlah

komoditi ekspor dan ditemukan sumber energi baru, seperti minyak bumi.

Pemaksaan terhadap kuli agar mau bekerja tidak hanya dilakukan lewat

mekanisme hukuman. Cara lain yang dipakai adalah dengan memberi hadiah pada

kuli yang rajin dan tunduk pada perusahaan. Bentuk hadiahnya seperti diangkat

jadi pengawas atau diberi sepetak lahan kebun. Untuk menjamin kuli tidak

melarikan diri, pemilik kebun membangun tembok sekeliling kebunnya. Pemilik

kebun juga membentuk senacam tim untuk mengawasi tindak-tanduk para kuli.

Ada juga tim pelacak yang dibentuk untuk melacak kuli yang melarikan diri. Para

pemilik kebun memanfaatkan kekuasannya dengan sesuka hati menghukum kuli.

Bentuk-bentuk hukuman yang sering diterima kuli seperti disekap satu hari,

dipenjara, dicambuk, diikat pada tiang selama beberapa hari, dipukul, ditendang,

ditampar, dipasung, diborgol, dirantai, dijemur selama 2 minggu, dibenamkan ke

air, digosok kemaluannya dengan merica halus, ditusuk bagian bawah kukunya,

diseret dengan kuda, dipukuli dengan jekatang dan setelahnya disiram air.

Kesemua bentuk hukuman ini dilakukan di tempat terbuka dan sengaja

2 Kertonegoro, Sentosa. Gerakan Serikat Pekerja (Trade Unionism) Studi

Kasus Indonesia dan Negara-Negara Industri. Yayasan Tenaga Kerja Indonesia

(YTKI). Jakarta, 1999. Hlm 58-59.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

4

diperlihatkan pada semua kuli dengan maksud agar kuli tidak melakukan

pelanggaran lagi.

Wilayah pelarian yang paling sering dituju adalah pedalaman Sumatera

Timur. Untuk melacak kuli yang melarikan diri, maka pemilik kebun

menggunakan orang Batak yang sudah lama dikenal sebagai pemburu premi atau

hadiah. Menjalin kontrak dengan perusahaan lain juga merupakan salah satu

tujuan kuli melarikan diri. Namun bentuk perlawanan yang paling ekstrim yang

dilakukan kuli adalah bunuh diri. Kuli perempuan adalah golongan kuli yang

paling sering mengalami kekerasan seksual dan fisik. Banyak kuli perempuan

yang terjebak pada ikatan tanpa pernikahan dengan sesama kuli. Perempuan juga

dipaksa untuk menjadi gundik staf perusahaan, pemilik kebun atau mandor.3

Peranan buruh Indonesia pada masa kolonial dan pasca kekuasaan

pemerintah kolonial adalah membangun pembangunan nasional. Sebagai subyek

pembangunan kaum buruh memiliki kesempatan untuk memegang peranan

penting dalam meningkatkan partisipasinya dalam mencapai cita-cita

pembangunan nasional. Kaum buruh bersama-sama golongan lain dalam

masyarakat, seperti golongan pengusaha, dan lain-lain golongan merupakan

pelaku-pelaku utama dalam usaha-usaha tersebut. Maka dari itu betapa pentingnya

untuk menjaga keserasian hubungan antara pihak buruh dan pihak pengusaha

3 Jan Breman. Menjinakkan Sang Kuli : Politik Kolonial pada Awal Abad

ke-20 (trans.) Koelies, Planters en Koloniale Politiek : het arbeidsregime op de

grootlandbouwondernemingen aan Sumatra’s oostlust in het begin van de

twintigste eeuw. Koesalah Soebagyo Toer (trans.). Jakarta : Pustaka Utama

Grafiti, 1977. Hlm 43-44.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

5

demi ketenangan kerja mereka dalam menunjang suksesnya pembangunan

nasional.4

Pada sistem kebijakan kontrak atau biasa disebut dengan Outsourcing

yang diberikan oleh pemerintah kolonial pada buruh pada waktu itu sangat

merugikan buruh, karena buruh tidak bisa lari dari belenggu pekerjaan di

perkebunan yang begitu berat selama satu hingga dua tahun. Untuk bisa hidup,

mereka harus bertahan dengan uang panjar yang diberikan di awal kontrak.

Kontrak kerja baru (sjoekoelien) dilakukan dalam jangka waktu 3 tahun.

Sementara itu, buruh yang memutuskan hubungan kerja dianggap melakukan

pelanggaran. Cara ini dengan mudah dijadikan dalih bahwa buruh bekerja atas

dasar kesukarelaan, dimana kesukarelaan ini kemudian menjadi dasar pembenaran

bagi tuan kebun untuk memperlakukan buruh secara sewenang-wenang.

Sejak masa kolonial dan pasca pemerintahan kolonial, peranan buruh

Indonesia adalah membangun pembangunan nasional. Sebagai subyek

pembangunan kaum buruh memiliki kesempatan untuk memegang peranan

penting dalam meningkatkan partisipasinya dalam mencapai cita-cita

pembangunan nasional. Tetapi pada prakteknya kaum buruh masa kolonial sangat

tidak mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja.5

Hingga sekarang, Indonesia sebagai negara yang menginginkan

kesejateraan masyarakatnya yang tersirat dan terkandung di dalam Pancasila dan

UUD 1945, masih belum mampu menyelesaikan masalah tentang hak-hak kaum

4 Ali Moertopo. Buruh dan Tani Dalam Pembangunan. Yayasan

Proklamasi, Centre For Strategic And International Studies, 1975. Hlm 10. 5 Ibid. Hlm 18.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

6

buruh dengan baik. Akar permasalahan yang terjadi pada buruh masih terletak

pada persoalan-persoalan hubungan antara kesepakatan pengusaha dan pemerintah

yang akhirnya berimbas buruk pada buruh dan msayarakat sebagai konsumen. Hal

itu disebabkan adanya praktik-praktik gratifikasi, kolusi, nepotisme dan Korupsi

yang melanda setiap bagian pelaksana pemerintahan mulai dari tingkat yang

paling bawah hingga tingkat yang paling tinggi. Imbas dari kelalaian pengawasan,

dan penetapan keputusan yang tidak adil memberikan masalah pada buruh berupa:

Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah

rendahnya atau tidak sesuainya pendapatan upah/gaji yang diperoleh dengan

tuntutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Faktor ini,

yakni kebutuhan hidup semakin meningkat, sementara gaji yang diterima relatif

tetap, menjadi salah satu pendorong gerak protes kaum buruh. Pemerintah

berkepentingan terhadap masalah upah, karena upah merupakan sarana

pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat sekaligus

terkait dengan kemajuan perusahaan yang nantinya berpengaruh pada

perkembangan perekonomian nasional atau daerah. Untuk membantu mengatasi

problem upah maupun gaji, pemerintah biasanya membuat batas minimal gaji

yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerjanya, tetapi pada tahun

1940-an pemerintah Indonesia memang belum menerapkan batas minimal gaji

kepada buruh. Intervensi pemerintah dalam hal ini ditujukan menghilangkan

kesan eksploitasi pemilik usaha kepada buruh, karena membayar di bawah standar

hidupnya. Penentuan batas minimal gaji ini biasanya dihitung bersama berbagai

pihak yang merujuk kepada Kebutuhan Fisik Minimum Keluarga, Kebutuhan

Hidup Minimum, atau kondisi lain di daerah yang bersangkutan. Penetapan batas

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

7

minimal gaji sendiri sebenarnya sangat bermasalah dilihat dari realitas

terbentuknya kesepakatan upah antara pengusaha dan buruh.

Aristoteles (filsuf Yunani) mendefinisikan kebutuhan mendasar manusia

adalah semua kebutuhan dasar yang menyangkut dimensi manusia meliputi

kebutuhan material, kesehatan, kebutuhan sosial (diterima masyarakat) hingga

kebutuhan untuk meng-aktulisasi sebagai manusia. Implikasinya adalah setiap

manusia berhak untuk secara leluasa mengambil inisiatif untuk memenuhi

kebutuhannya. Hak pemenuhan kebutuhan hidup didasarkan pada fakta bahwa

manusia adalah mahluk biologis yang memiliki kebutuhan dasar biologis meliputi

kecukupan makanan, perlindungan, pakaian, perawatan medis dan pendidikan.

Dalam masyarakat kapitalistis seperti saat ini, tugas negara lebih pada

fungsi regulasi, yakni pengatur kebebasan warga negaranya. Karena itu, sistem ini

tidak mengenal tugas negara sebagai "pengurus dan penanggung jawab

pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya". Rakyat yang ingin memenuhi

kebutuhannya harus bekerja secara mutlak, baik untuk memenuhi kebutuhan

dasarnya maupun kebutuhan pelengkapnya sehingga prinsip struggle for life

benar-benar terjadi. Jika seseorang terkena bencana atau kebutuhan hidupnya

meningkat, ia harus bekerja lebih keras secara mutlak. Begitu pula ketika ia sudah

tidak mampu bekerja karena usia, kecelakaan, PHK atau sebab lainnya, maka ia

tidak punya pintu pemasukan dana lagi. Kondisi ini menyebabkan kesulitan hidup

luar biasa, terutama bagi seorang warga negara yang sudah tidak dapat bekerja

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

8

atau bekerja dengan gaji sangat minim hingga tidak mampu memenuhi kebutuhan

hidupnya.6

Gerakan buruh sebenarnya merupakan fenomena lama dalam masyarakat

Indonesia, terutama setelah kaum buruh mengorganisasikan diri dalam wadah-

wadah perburuhan. Lewat wadah tersebut kaum buruh melancarkan aksi untuk

memperjuangkan kepentingannya. Dalam memperjuangkan nasib yang pada

umumnya berorientasi pada kenaikan upah, jaminan keselamatan kerja dan

pembatasan jam kerja, kaum buruh juga sering melancarkan aksi-aksi. Pada

dasarnya aksi-aksi tersebut merupakan wujud konflik sosial-ekonomi, karena

perbedaan kepentingan antara buruh dan majikan.7 Dalam konteks perburuhan,

jauh sebelum orde baru yang mana pada orde ini buruh disebut sebagai hasil dari

paham kiri, bangsa Barat sebenarnya telah berencana mempercepat perubahan-

perubahan sosial di masyarakat Jawa.

Diberlakukannya sistem ekonomi uang telah memungkinkan bagi

pelaksanaan sistem pajak, perdagangan hasil bumi, buruh upahan, dan masalah

kepemilikan dan penggarap tanah. Dalam bidang politik timbul banyak

ketegangan dan ketidakstabilan sebagai akibat meluasnya penetrasi sistem

administrasi yang bersifat legal rasional yang dibawa oleh pemerintahan kolonial.

Sementara lembaga-lembaga tradisional semakin terdesak, penguasa-penguasa

tradisional melorot kedudukannya yang ditempatkan di bawah pengawasan

kekuasaan kolonial.

6 Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar

Penerbit Nasional, 1950. Hlm : 28-30.

7 Sartono Kartodirdjo. Ragam Gerakan di Indonesia. Yogyakarta : Pustaka

Rakyat, 1977. Hlm 39.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

9

Kemudian memasuki abad ke-20 Perserikatan Komunis Hindia yang

dipimpin oleh Semaun dan Tan Malaka, serta pendirian Perserikatan Pegawai

Spoor dan Kereta Api mengadakan pemogokan pada tahun 1923. Pemberontakan

di Jawa pada tahun 1926, dan di Sumatera pada tahun 1927 adalah bentuk aksi

akibat kezaliman imperialisme yang menindas bangsa Indonesia. Bangsa

Indonesia memang belum merata berpaham komunis, tetapi paham kebangsaan

dapat menggerakkan rakyat Indonesia menentang penindasan. Rusia telah

mempengaruhi rakyat Indonesia dengan revolusi dunianya, karena pada masa-

masa tersebut Rusia sedang terjadi perubahan besar komunis, kemudian keadaan

tersebut mengakibatkan terjadinya pemberontakan di berbagai daerah.

Setelah Indonesia merdeka pun gelombang protes para buruh dan petani

masih sering terjadi di berbagai daerah. Salah satunya adalah di daerah Klaten,

yakni lebih tepatnya di wilayah Delanggu yang merupakan daerah Vorstenlanden

atau biasa disebut kantong milik raja dari Surakarta. Yang menonjol dari daerah

ini adalah bertumbuh suburnya perkebunan-perkebunan asing, karena di samping

terjamin status hak tanahnya, juga jumlah tenaga kerja yang diperlukan

memperoleh jaminan yang memadahi. Oleh karena itu, daerah Delanggu dapat

mengembangkan perkebunan-perkebunan asing secara subur dan mandiri.8

Pada dasarnya, Delanggu ada tiga jenis perkebunan. Perkebunan itu adalah

perkebunan kapas di daerah Juwiring, perkebunan rosela di daerah Delanggu kota,

sebagian di Juwiring, Kecamatan Wonosari, Kecamatan Polanharjo dan

Karanganom. Di samping dua jenis tanaman ini masih ada perkebunan tembakau

8 Audrey, Kahin R. 1990. Pergolakan Daerah Pada Awal Kemerdekaan.

Jakarta: Pustaka Utama Grafiti. Hlm : 18..

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

10

yang tersebar di beberapa tempat yang seluruhnya menempati tanah sewa.

Perkebunan-perkebunan ini pada umumnya termasuk dalam bagian usaha yang

menjadi bagian langsung dari pabrik karung Delanggu. Sebagian lain dari daerah-

daerah tersebut merupakan wilayah penanaman kapas yang langsung ditanami

oleh Badan Tekstil Negara dan sebagian lagi merupakan areal penanaman

tembakau yang ditangani oleh Klatensche Cultuur Maatschappy.

Pada awalnya Pabrik Karung Goni adalah sebuah pabrik gula yang

didirikan pada tahun 1901. Pendirian pabrik ini bertujuan untuk mempermudah

produksi gula, dikarenakan didaerah Delanggu dan sekitarnya memiliki

perkebunan tebu yang sangat luas. Pada tahun 1871 perkebunan tebu tersebut

menghasilkan 16.183 pikul, dengan melimpahnya hasil tebu maka diperlukan

sebuah pabrik yang mampu menampung dan mengolah hasil perkebunan tersebut.

Pada tahun 1930-an terjadi penurunan pasar gula di kawasan Indonesia

dan Eropa. Hal ini berimbas pula terhadap produksi gula di Indonesia, kemudian

pada tahun 1933 pabrik gula ditutup. Pada tahun 1934, Delanggu mulai ditanami

tanaman Rosela dan Rami sebagai bahan dasar pembuatan karung goni. Pabrik

tersebut digunakan untuk pertama kalinya memproduksi karung goni pada tahun

1938. Setelah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, Delanggu menjadi

pusat perkebunan Rosela Indonesia. Keberadaan pabrik dan perkebunan di

Delanggu kemudian menunjukkan adanya perbedaan klas, antara buruh dengan

pegawai administratif pabrik. Bahwa dalam perkebunan dan pabrik, orang-orang

Belanda berkedudukan sebagai administrator, yaitu suatu jabatan yang berada

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

11

pada pucuk pimpinan, sementara masyarakat lokal sebagai buruh. Inilah yang

menjadi alasan munculnya konflik akibat perbedaan pendapatan yang mencolok.9

Setelah Indonesia merdeka, Pabrik Karung Goni di Delanggu yang telah

diambil alih oleh orang Indonesia ternyata tetap tidak memberikan perbaikan.

Kemudian saat-saat seperti ini dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok sosialis

dan komunis di Indonesia untuk memberikan janji membentuk masyarakat

Indonesia yang makmur.

Pergolakan sering terjadi di daerah ini antara tahun 1945-1950 yang

melibatkan para petani perkebunan, pengaruh paham komunis yang

memperjuangkan kesamaan kelas membuat para kaum buruh dan kaum petani

tertarik masuk ke dalam organisasi buruh yaitu Sarekat Buruh Perkebunan

Republik Indonesia. Organisasi inilah yang membuat buruh maupun buruh tani

berani melakukan protes kepada para pemilik modal apabila ketidakadilan

menimpa buruh dan tani.10

Delanggu juga dikenal sebagai penghasil karung goni.

Pabrik Karung Goni yang semula adalah pabrik gula, ternyata menyimpan

peristiwa mengenai pemogokan buruh yang memiliki hubungan dengan

keberadaan Partai Komunis Indonesia 1948.

Perbedaan aliran politik dari kelompok-kelompok sosial di Surakarta

memiliki pengaruh besar terhadap intensitas revolusi sosial. Peristiwa

pemberontakan buruh di Delanggu yang terjadi pada bulan Mei tahun 1948

dimulai oleh pemogokkan buruh-buruh perkebunan kapas di daerah Delanggu

9 Mubyarto. Tanah dan Tenaga Kerja, Kajian Sosial Ekonomi. Aditya

Media : Yogyakarta, 1992. Hlm 50. 10

Suyatno. Masyarakat Daerah Dalam Revolusi Indonesia. Prisma No.8,

Jakarta LPES, 1985. Hlm 21-22.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

12

merupakan contoh aspek intensitas politik dalam revolusi sosial. Gerakan buruh di

Indonesia pada dasarnya tidak selalu berdasarkan pada kepentingan sosial-

ekonomi, tetapi juga ada faktor politik. Pada masa berkobarnya era kebangsaan

taun 1920 an dan masa setelahnya, sampai tahun 1965, gerakan buruh diwarnai

oleh perjuangan partai politik PKI, Masyumi, dan PNI. Sebab dalam

kenyataannya, pada, masa kolonial, bahkan berlanjut pada masa awal

kemerdekaan, kaum kapitalis tidak hanya dipandang sebagai majikan dalam

bidang ekonomi, tetapi mereka pun merupakan orang asing dalam arti sosial dan

sekaligus penguasa dalam arti politik. Maka dengan suatu wadah organisasi

Sarbupri selaku program legal dari PKI, maka buruh dapat terkoordinasi dalam

melancarkan aksi-aksinya yang menentang kebijakan-kebijakan majikan.11

B. Rumusan Masalah

Dilihat dari berbagai permasalahan yang ada dalam konflik buruh dengan

pimpinan dan pegawai administratif, maka pertanyaan yang dapat dijadikan

rumusan masalah oleh peneliti, yaitu :

1. Bagaimana kondisi buruh dan perkebunan di Pabrik Karung Goni

Delanggu pada tahun 1948?

2. Apa yang melatarbelakangi pemogokan massal yang dilakukan buruh

Pabrik Karung Goni Delanggu?

11

Sartono Kartodirdjo, Ragam Gerakan di Indonesia. Yogyakarta: Pustaka

Rakyat, 1977. Hlm 39-40.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

13

3. Bagaimana langkah penyelesaian dalam meredam aksi ketidakpuasan

kaum buruh di Delanggu tersebut?

C. Tujuan Penelitian

Dari tujuan yang didapat dari penelitian pemberontakan massa buruh pabrik

karung Delanggu adalah :

1. Untuk mengetahui kondisi buruh Pabrik Karung Goni Delanggu pada

tahun 1948.

2. Untuk mengetahui penyebab pemogokan massal yang dilakukan buruh

Pabrik Karung Goni Delanggu.

3. Untuk mengetahui langkah penyelesaian dalam meredam aksi

ketidakpuasan kaum buruh di Pabrik Karung Goni Delanggu.

D. Manfaat Penelitian

Selain mengusut tentang bagaimana buruh di Delanggu yang semula

adalah para pekerja yang narima, berubah menjadi agresif dan kritis terhadap

nasib mereka, penelitian ini juga diharapkan memiliki daya guna, yakni :

Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan melengkapi ilmu sejarah

tentang berbagai permasalahan di bidang sosial-ekonomi dan politik. Kemudian

penelitian ini juga diharapkan secara praktis dapat dipelajari dan berguna sebagai

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

14

bahan evaluasi kepada kaum majikan dalam mengorganisir dan mengelola buruh

dengan baik, sehingga kaum buruh dapat diperlakukan lebih adil.

E. Tinjauan Pustaka

Pada penelitian ini terdapat beberapa dasar-dasar maupun landasan teori

dari beberapa ahli yang profesional di bidang sosial-ekonomi maupun politik yang

mana teori mereka digunakan sebagai dasar-dasar teori di dalam penulisan skripsi

ini.

Buku Sejarah Sosial Ekonomi Indonesia I dan II (1962) karangan Burger

D.H, isinya antara lain tentang struktur sosial petani berdasarkan status

kepemilikan tanah, misal penggarap yang tidak meiliki tanah harus mengabdi

kepada tuan tanah yang memiliki tanah pertanian. Sistem ini biasa disebut dengan

sistem Patront-Client, yaitu istilah yang digunakan untuk hubungan antara buruh

penggarap dengan tuan tanah. Lebih jelasnya, Patront-Client merupakan sistem

balas budi, jadi jika penggarap bekerja untuk tuan tanah, maka tuan tanah selain

membayarkan upahnya kepada buruh penggarap, si tuan tanah juga harus

memberikan jaminan keselamatan kerja atau kontribusi positif kepada buruh

penggarap yang telah ia pekerjakan. Ikatan feodal ini merupakan hubungan kolot

antara pemegang kekuasaan yang berdiri di atas desa dengan lapisan mesyarakat

kebanyakan. Jenis ikatan yang seperti ini pada akhirnya memudahkan masyarakat

kebanyakan dieksploitasi baik secara ekonomi maupun politik. Kondisi demikian

menyebabkan penguasa memiliki kedudukan yang istimewa dilingkungan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

15

masyarakat biasa. Pada akhirnya struktur sosial masyarakat petani selalu berkaitan

dengan prinsip dua pihak yang tidak sejajar.

Buku Sosiologi Sistematik (1989) karangan D. Hendropuspito isinya

antara lain menjelaskan istilah konflik berasal dari kata Confligere yang berarti

saling memukul. Konflik sebagai suatu proses sosial dimana dua orang atau

kelompok berusaha menyingkirkan pihak lain dengan jalan menghancurkan atau

membuatnya tak berdaya. Konflik berasal dari kata confligere atau conflictum

yaitu saling bebenturan, dapat disimpulkan bahwa konflik merupakan semua

bentuk benturan, tabrakan, ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan,

perkelahian, oposisi, dan interaksi-interaksi yang bersifat antagonis. Istilah

konflik juga sering diartikan sebagai suatu proses pencapaian tujuan dengan cara

melemahkan pihak lawan tanpa memperhatikan norma dan nilai yang berlaku.

Hali ini terjadi karena adanya perbedaan pendapat dan nilai-nilai dari pihak yang

bertikai. Konflik selalu melekat pada setiap elemen masyarakat, akan tetapi

makna dari konflik sangat tergantung dari tingkat intensitasnya. Pertama, bentuk

konflik paling ringan adalah perbedaan pendapat dan jika dikelola dengan baik

akan memberikan manfaat pada masyarakat. Kedua, unjuk rasa demonstrasi yang

non kekerasan. Demonstrasi akan muncul apabila perbedaan pendapat tidak dapat

terselesaikan melalui proses negosiasi. Ketiga, serangan bersenjata merupakan

konflik yang intensitasnya paling tinggi. Maka Hendropuspito menyimpulkan

bahwa konflik dapat diartikan sebagai pertentangan, pertikaian, dan perbedaan

pendapat antara dua orang meupun kelompok yang terjadi karena adanya interaksi

sosial sehingga mengakibatkan pihak yang satu berusaha menyingkirkan pihak

yang lain.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

16

Buku yang berjudul Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan

Surakarta 1830-1920 (1991) karya Suhartono. Buku ini membahas konsep dan

berbagai gerakan, serta efek yang diakibatkan oleh hukum pertanahan. Buku

tersebut juga membahas tentang aksi-aksi gerakan masyarakat yang bermotif

tentang pergesekan antara majikan dan buruh yang berakibat pada aksi protes

yang dilancarkan oleh kaum buruh.

Buku ini lebih menonjolkan jenis-jenis tanah dan hukum pertanahan

nasional. Buku ini menyajikan perubahan tentang penguasaan tanah apanage dan

peranan bekel. Karena dianggap menghambat modernisasi kolonial, sistem

apanage diubah oleh pemerintah kolonial menjadi sistem pemilikan tanah

individual. Dari perubahan ini, perusahaan perkebunan mendapat ekstraksi

maksimal dari petani.

Sistem apanage menciptakan peranan bekel sebagai penebas pajak. Guna

meningkatkan efisiensi penarikan pajak dari petani maka pemerintah kolonial

mengalihkan fungsi bekel sebagai penjaga keamanan desa. Sejak itu pula bekel

yang semula sebagai penebas dan pengumpul pajak, kemudian menjadi pemegang

kekuasaan desa. Dalam buku ini, Suhartono berhasil menelusuri bagaimana

perubahan itu terjadi serta implikasinya bagi kehidupan sosial, juga di bidang

politik dan ekonomi. Buku ini sangat membantu dalam mempelajari sejarah sosial

yang berimplikasi politik dan ekonomi di kawasan Surakarta sejak awal abad ke-

19 sampai 20.

Buku Partisipasi dan Partai Politik (1998) karangan Profesor Merriam

Budiarjo yang mengemukakan bahwa partai politik adalah bermacam-macam

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

17

kegiatan dalam sistem politik yang menyangkut proses menentukan tujuan. Politik

juga selalu menyangkut kegiatan berbagai kelompok termasuk partai politik dan

kegiatan perseorangan. Pada buku Profesor Merriam Budiarjo yang lain yang

berjudul Dasar-dasar ilmu politik, beliau juga mendefinisikan partai politik secara

umum sebagai suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya

memiliki orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. Tujuan dari kelompok ini

adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik

dalam melaksanakan kebijakannya.

Agar partai partai politik dapat berfungsi sebagai pengendali dan

mengawasi pemerintahan dengan baik, maka partai politik harus menjalankan

fungsimya dengan baik. Profesor Merriam membagi fungsi partai politik menjadi

beberapa macam seperti, sebagai pendidikan politik, memadukan pemikiran-

pemikiran politik, sosialisasi politik, pemilihan pemimpin politik,

memperjuangkan kepentingan rakyat, mengkritik rezim yang memerintah,

membina opini masyarakat, mengusulkan calon, memilih pejabat yang akan

diangkat, bertanggung jawab atas pemerintahan, menyelesaikan perselisihan dan

mempersatukan pemerintah. Profesor Merriam Budiarjo menyimpulkan bahwa

partai politik adalah organisasi yang beranggotakan sekelompok orang yang

melakukan aktivitas politik dan bertujuan untuk merebut dan mempertahankan

kekuasaan pemerintah.

Buku Tuntutan Membangun Sarekat Buruh (1950) karangan Djoko

Sudjono isinya antara lain mengulas tentang perasaan kaum buruh perkebunan

pabrik Delanggu yang mulai merasakan kesenjangan sosial. Di mata Djoko

Sudjono, buruh telah menjadi alat perkembangan suatu negara, maka

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

18

kesejahteraan buruh harus diperhatikan secara intensif. Mungkin hal tersebut bisa

dicontoh pada negara-negara industri maju, seperti Amerika Serikat dan Jepang,

di mana kedua negara tersebut menonjolkan sektor industri. Jadi, hampir setengah

dari penduduk di kedua negara tersebut menjadi buruh industri.

Kebutuhan akan buruh menjadi hal yang paling penting bagi kemajuan

industri suatu negara, selain menyerap tenaga buruh yang kontributif terhadap

kemajuan industri, maka kesejahteraan buruh harus diperhatikan. Pada penelitian

ini, Djoko Sudjono berpendapat tentang cerdasnya PKI dalam memanfaatkan

peluang emas dengan memasukkan kader-kader PKI ke dalam buruh perkebunan

pabrik karung Delanggu untuk mengatasi kesenjangan sosial yang cukup tinggi

melalui jalan legal (Sarbupri) maupun secara ilegal.

Perlawanan Kaum Tani (1993) karya James Scott isinya antara lain

mengemukakan tentang bagaimana ia menggambarkan perlawanan kaum buruh

perkebunan pabrik karung Delanggu dalam mengungkapkan kekecewaan mereka

terhadap sistem patront yang merugikan client, padahal seharusnya hubungan

patront-client dapat menciptakan hubungan timbal balik antara patront maupun

client. Dalam bukunya yang berjudul Perlawanan Kaum Tani, James Scoot juga

memberadakan kaum tani di Indonesia sebagai kelompok masyarakat yang minor,

hal ini sangat jelas bagaimana kaum tani sangat rentan terhadap ketidakadilan

pemerintahan dan sistem kapitalis barat maupun Jepang. Maka istilah

“perlawanan kaum tani” dirasa perlu karena kondisi pertanian di Indonesia yang

sebagai negara agraris cukup memprihatinkan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

19

Buku yang berjudul Ketika Sarbupri Mengguncang Pabrik Karung

Delanggu 1948 : Sebuah Studi Awal dari Pemeberontakan PKI Madiun (2001)

karangan Sarjana Sigit Wahyudi, dalam buku ini memaparkan pemogokan buruh

yang diorganisir oleh Sarbupri (Serikat Buruh Republik Indonesia). Aksi tersebut

sarat muatan akan konstelasi politik yang melanda Indonesia pada waktu itu. Aksi

tersebut yang nantinya akan menjadi cikal bakal Pemberontakan Madiun tanggal

18 September 1948. Buku karangan Sarjana Sigit Wayudi ini selain membahas

mengenai peran Sarbupri yang mengendalikan buruh juga membahas kepentingan

politik yang masuk dan mengintervensi pihak-pihak yang bersangkutan karena

Pabrik Karung Goni Delanggu sendiri merupakan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN) pada waktu itu. Maka dari itu beberapa pihak yang pro maupun yang

kontra terhadap pemerintah terlibat dalam kasus pemogokan ini.

Dalam penulisan karya ini, penulis telah menyeleksi dan mengkritisi isi

yang dipaparkan oleh Sarjana Sigit Wahyudi. Buku tersebut menitikberatkan inti

materinya hanya pada kepentingan politik dan peran Sarbupri. Hal tersebut dapat

dilihat dari segi bahasan pokok, alur penulisan dan kelengkapan sub bab yang

dipaparkan.

F. Metode Penelitian

Penelitian ilmiah perlu didukung dengan metode agar penulisan menjadi

teratur dan sesuai dengan petunjuk penulisan sejarah. Metode juga erat kaitannya

dengan prosedur, proses atau teknik yang sistematis untuk melakukan penelitian

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

20

disiplin tertentu. Hal itu bertujuan agar mendapat objek penelitian.12

Studi ini

adalah studi sejarah yang memperhatikan ruang dan waktu, maka digunakan

metode dan sistem pendekatan sejarah.

Metode sejarah merupakan kumpulan prinsip-prinsip atau aturan-aturan

yang sistematis yang dimaksudkan untuk memberikan bantuan secara efektif

dalam upaya mengumpulkan bahan-bahan bagi penulisan sejarah. Penelitian

sejarah menggunakan pandangan yang didasarkan pada metode sejarah.

Metode sejarah merupakan metode kegiatan mungumpulkan, menguji, dan

menganalisis secara kritis rekaman dan peninggalan masa lampau, kemudian

merekonstruksi data-data yang diperoleh tersebut sehingga menghasilkan suatu

historiografi (penulisan sejarah).13

Metode sejarah memiliki empat tahap

penelitian, yaitu : heuristik, kritik sumber, interpretasi, dan historiografi.

1. Heuristik

Tahapan heuristik adalah tahapan pencarian, penemuan, pengumpulan sumber

atau data-data yang diperlukan. Penelitian dan penulisan skripsi tersebut

menggunakan metode pengumpulan sumber melalui studi arsip, studi pustaka,

studi wawancara. Adapun sumber- sumber yang digunakan dalam penelitian

sejarah dibedakan menjadi tiga yaitu:

12

Suhartono W. Pranoto., Teori & Metodologi Sejarah, Yogyakarta:

Graha ilmu, 2010, hlm. 11. 13

Louis Gottshalk, Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press

1986, hlm. 32.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

21

a. Studi Arsip

Dalam studi arsip ini, penulis pertama melakukan pencarian

dokumen yang berkaitan dengan pemberontakan kaum buruh dan tani di

Arsip Nasional Republik Indonesia dan Perpustakaan Nasional. Dalam

menemukan sumber-sumber, peneliti melakukan pencarian ke berbagai

perpustakaan dan museum serta kantor arsip. Pada tahapan ini arsip yang

diperoleh antara lain, Arsip Kementrian Penerangan yaitu Dokumen

Kongres Barisan Tani Indonesia di Surakarta Tahun 1948, Surat

Penjelasan Jawaban Tuntutan Dari L.B.T, berita harian Sarbupri dan

beberapa surat kabar yang memuat tentang pemogokan, serta beberapa

foto-foto saat pemogokan dan pemberian bantuan kepada buruh.

b. Studi Pustaka

Studi pustaka ialah teknik pengumpulan data dengan menggunakan

literatur dan referensi sebagai bahan informasi untuk mendapatkan teori

dan data sekunder yang baru sebagai pelengkap data yang tidak dapat

diperoleh melalui studi dokumen pada sumber data penelitian. Dalam studi

pustaka penulis menyaring dan mempelajari teori-teori yang tercantum

dalam buku yang dipaparkan oleh para ahli yang profesional di bidang

sosial-ekonomi dan politik. Dari berbagai studi pustaka yang penulis

paparkan dan juga melalui proses filterisasi, maka disini terdapat beberapa

buku, dan majalah yang berkenaan dengan perburuhan dan politik. Penulis

mendapatkan referensi pustaka dari Perpustakaan FIB UNS dan

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

22

Perpustakaan Jurusan Ilmu Sejarah UNS dan Perpustakaan Pusat UGM

Yogyakarta.

c. Studi wawancara

Dalam menyelesaikan penelitian ini, beberapa buku dan arsip

dirasa belum mencukupi keberadaan sumber, karena peristiwa konflik

identik dan sangat lekat dengan unsur sosial dan melibatkan masyarakat

umum, maka penulis juga menyaring beberapa pelaku dan saksi peristiwa.

Pada penulisan ini, penulis mewawancarai buruh pabrik, pegawai

administratif, pemilik tanah, dan anggota keamanan.

2. Kritik Sumber

Kritik Sumber yaitu usaha untuk pencarian ontensitas dari data-

data yang diperoleh melalui kritikan intern maupun kritikan ekstern. Kritik

intern merupakan pencarian data dengan mempertimbangkan keaslian isi

sumber, sedangkan kritik ekstern adalah mencari keaslian sumber.

a. Kritik Intern

Kritik intern dilakukan untuk mencari kevalidan dari isi sumber.

Sehingga nantinya dapat ditentukan layak tidaknya isi sumber tersebut

untuk dijadikan sebagai bahan penelitian. Pengujian terhadap aspek isi dari

sumber sangat menentukan agar nantinya diperoleh data-data yang

terpercaya. Pengujian terhadap aspek isi dari sumber sangat menentukan

agar nantinya diperoleh data-data yang terpercaya. Data – data yang

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

23

diperoleh bisa melalui arsip dokumen-dokumen surat keputusan hasil rapat

Sarbupri maupun buku-buku yang membahas tentang sosial-politik.

b. Kritik Ekstern

Kritik Ekstern digunakan untuk mencari keabsahan sumber atau

otentitas. Kritik eksternal ini dimaksudkan sebagai kritik atas asal-usul

dari sumber dan suatu pemeriksaan keaslian atas sumber sejarah apakah

sumber itu telah diubah atau tidak.

3. Interpretasi

Interpretasi yaitu penafsiran terhadap fakta-fakta yang

dimunculkan dari data-data yang sudah terseleksi dengan disesuaikan pada

tema yang diteliti. Interpretasi juga merupakan cara menentukan maksud

saling berhubungan fakta-fakta yang diperoleh setelah terkumpul sejumlah

informasi mengenai peristiwa sejarah yang diteliti. Suatu peristiwa agar

menjadi kisah sejarah yang baik maka perlu diinterpretasikan berbagai

fakta yang lepas satu dengan yang lainya harus dirangkaikan atau

dihubungkan sehingga membentuk satu kesatuan bermakna.

Dalam proses interpretasi tidak semua fakta dapat dimasukan tetapi

harus di pilih mana yang relevan dengan gambaran cerita yang akan di

susun. Dalam tahap ini, digunakan pendekatan interdisipliner yaitu bentuk

pendekatan dalam penelitian sejarah yang menggunakan bantuan disiplin

ilmu lain dengan tujuan mempertajam analisis. Beberapa pendekatan ilmu

yang digunakan sebagai ilmu bantu dalam penulisan ini yaitu pendekatan

ilmu sosial-ekonomi dan ilmu politik.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

24

4. Historiografi

Pada tahap yang paling akhir adalah Historiografi, yakni tahap

penulisan sejarah sebagai bentuk dari kelengkapan sumber dan jelasnya

arah penulisan sejarah, mulai dari tahap heuristik, kritik sumber,

intepretasi sampai pada tahap penulisan sejarah. Penulisan sejarah

dihasilkan melalui pemikiran kritis dan analisis dari fakta-fakta yang telah

disusun melalui proses pengujian dan penelitian terhadap sumber-sumber

sejarah, yang kemudian disajikan menjadi sebuah tulisan sejarah berupa

skripsi. Jadi historiografi merupakan gaya penulisan peneliti untuk

menyusun fakta sejarah menjadi suatu cerita sejarah yang menarik dan

dapat dipercaya kebenarannya,

G. Sistematika Penulisan

Penulisan skripsi ini rencananya akan menggunakan konsep penulisan

seperti penulisan skripsi pada umumnya, yakni terdiri dari lima bab. Adapun

tujuan dari pembagian perbab tersebut tidak lain adalah untuk memudahkan

pembaca dalam memahami skripsi ini. Pada setiap bab memiliki sub-sub bab yang

akan diuraikan dibawah ini :

Bab pertama berupa pendahuluan yang memuat tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan

pustaka, metodologi penelitian dan sistematika penulisan.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0511018_bab1.pdf · Kondisi kerja yang demikian buruk memicu munculnya bentuk perlawanan yang khas sebuah

25

Bab kedua, yaitu berisi tentang gambaran Umum Kondisi Buruh dan

Perkebunan di Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948 dan penggologan

pegawai Pabrik Karung Goni Delanggu.

Bab ketiga memuat tentang sejarah dan latar belakang konflik yang

melibatkan buruh dan majikan yang mengakibatkan buruh melancarkan aksi

protes untuk menentang kebijakan majikan yang tidak dapat memberikan jaminan

kenyamanan dan keamanan kerja terhadap buruh dan bagaimana masuknya

program PKI dalam mewadahi aksi buruh, menjelaskan proses jalannya peristiwa

pemogokkan, dan pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam pemogokkan.

Bab keempat menguraikan tentang bagaimana proses penyelesaian konflik

hingga keterlibatan pemerintah dalam meredam aksi radikal buruh, peranan Badan

Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat, tercapainya persetujuan, dan dampak

pemogokan.

Bab kelima berisi penutup, yaitu berupa saran-saran dan kesimpulan. Bab

tersebut merupakan rangkuman jawaban atas pertanyaan yang diajukan dalam

penelitian.