Perang Banjar-Perlawanan Rakyat Palembang

18
Assalamualaikum DESY PUTRI ANGGRAENI (08) INTAN AYU KUSUMA W (14) JURISA JONATHAN (19) OLIVIA CHANDRA (22)

Transcript of Perang Banjar-Perlawanan Rakyat Palembang

Assalamualaikum

DESY PUTRI ANGGRAENI (08)

INTAN AYU KUSUMA W (14)

JURISA JONATHAN (19)

OLIVIA CHANDRA (22)

PERANG BANJAR (1878-1907)

PERLAWANAN RAKYAT

PALEMBANG (1804-1821)

PERANG BANJAR (1878-1907)

Di Kalimantan Selatan pernah berkembang kesultanan Banjar. Kesultanan ini memiliki posisi yang strategis dalam kegiatan perdagangan dunia. Hal ini terutama karena adanya hasil-hasil seperti emas, intan, lada, rotan, dan damar. Hasil-hasil ini termasuk produk yang diminati oleh orang-orang Barat, sehingga orang-orang Barat juga berniat untuk menguasai Kesultanan Banjar. Salah satu pihak yang berambisi untuk menguasai Banjarmasin adalah Belanda.

Pada tahun 1785, Pangeran Nata yang menjadi wali putra mahkota, mengangkat dirinya menjadi raja dengan gelar Sultan Tahmidullah II dan membunuh semua putra almarhum Sultan Muhammad. Pangeran Amir, satu-satunya pewaris tahta yang selamat, berhasil melarikan diri lalu mengadakan perlawanan dengan dukungan pamannya Arung Turawe, tetapi gagal. Pangeran Amir (kakek Pangeran Antasari) akhirnya tertangkap dan dibuang ke Srilangka.

Wafatnya Sultan Tahmidullah II digantikan oleh Sultan Sulaiman (1824-1825) yang memerintah hanya dua tahun, kemudian digantikan oleh Sultan Adam (1825-1857). Pada masa ini kesultanan Banjar hanya tinggal Banjarmasin, Martapura dan Hulusungai. Selebihnya telah dikuasai oleh Belanda.

Dalam suasana yang memprihatinkan itu, di dalam kerajaan sendiri terjadi konflik intern. Hal ini karena ulah intervensi Belanda. Hal ini bermula saat Putra mahkota Abdul Rachman meninggal secara mendadak pada tahun 1852. sementara Sultan Adam memiliki tiga putra sebagai kandidat pengganti Sultan yakni: Pangeran Hidayatullah, Pangeran Tamjidillah, dan Prabu Anom. Tahun 1857 Sultan Adam meninggal. Belanda segera mengangkat Tamjidillah sebagai Sultan dan Pangeran Hidayatullah sebagai Mangkubumi. Padahal menurut wasiat yang sah, yang diangkat sebagai Sultan adalah Pangeran Hidayatullah.

Pengangkatan ini rupanya menimbulkan masalah. Tamjidillah berperingai kurang baik, dikarenakan kesenangannya pada minuman keras seperti orang Belanda. Tindakan Belanda semakin meresahkan rakyat Banjar ketika Pangeran Prabu Anom ditangkap dan kekuasaan Kesultanaan Banjar diambil alih oleh pemerintah kolonial. Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan Banjar inilah yang akhirnya menimbulkan meletusnya Perang Banjar.

Faktor-faktor penyebab peperangan 1. Faktor ekonomi, Belanda melakukan monopoli

perdagangan lada, rotan, damar, serta hasil tambang yaitu emas dan intan. Monopoli tersebut sangat merugikan rakyat maupun pedagang di daerah tersebut sejak abad 17. Pada abad 19 Belanda bermaksud menguasai Kalimantan Selatan untuk melaksanakan Pax Netherlandica. Apalagi di daerah itu ditemukan tambang batu bara di Pangaronan dan Kalangan.

 2. Faktor politik. Belanda ikut campur urusan tahta kerajaan

yang menimbulkan berbagai ketidak senangan. Pada saat menentukan pengganti Sultan Adam maka yang diangkat adalah Pangeran Tamjidillah yang disenangi Belanda. Sedangkan Pangeran Hidayatullah yang lebih berhak atas tahta hanya dijadikan Mangkubumi karena tidak menyukai Belanda.

PENYEBAB TERJADINYA PEPERANGAN

Keruwetan politik dalam negeri Kesultanan Banjar ini akhirnya menimbulkan meletusnya Perang Banjar selama 4 tahun (1859–1863). Pangeran Antasari memimpin peperangan. Dua tokoh pimpinan saat itu, Panembahan Aling dan Sultan Kuning, membantu Antasari untuk melancarkan serangan besar-besaran. Tepatnya tanggal 28 April 1859, Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari meletus, dengan jalan merebut benteng Pengaron milik Belanda yang dipertahankan mati-matian.

Dengan peristiwa tsb, keadaan pemerintahan Kesultanan Banjar semakin kacau. Perang ini menelan biaya dan korban jiwa yang besar di pihak Belanda. Demi meredakan ketegangan dan militansi rakyat Banjar, Belanda memaksa Tamjidillah turun takhta pada tanggal 25 Juni 1859 dan mengasingkannya ke Bogor, Jawa Barat. Belanda menyatakan Kesultanan Banjarmasin dihapuskan dan langsung diperintah oleh Belanda dengan menempatkan seorang residen.

JALANNYA PEPERANGAN

Saat itu juga Belanda membujuk Pangeran Hidayatullah agar bergabung dengan Belanda dan akan dijadikan Sultan Banjar. Tetapi bagi Pangeran Hidayatullah itu semua hanya tipu daya Belanda. Oleh karena itu, Pangeran Hidayatullah memilih bersama rakyat melancarkan perlawanan terhadap Belanda.

Bulan Agustus 1859, Antasari bersama pasukan Haji

Buyasin, Kiai Langlang, dan Kiai Demang Lehman berhasil menyerang benteng Belanda di Tabanio. Bahkan Tumenggung Surapati berhasil membakar dan menenggelamkan kapal Onrust milik Belanda di Sungai Barito. Dengan demikian Perang Banjar semakin meluas. kepala-kepala daerah dan para ulama ikut memberontak, memperkuat barisan pejuang Pangeran Antasari bersama-sama pangeran Hidayatullah, langsung memimpin pertempuran di berbagai medan melawan pasukan kolonial Belanda.

Tetapi karena persenjataan pasukan Belanda lebih lengkap dan modern, pasukan Pangeran Antasari dan Pangeran Hidayatullah terus terdesak serta semakin lemah posisinya. Pangeran Hidayatullah dengan sisa pasukannya kemudian berjuang berpindah-pindah namun Belanda terus memburu dan mempersempit ruang gerak pasukan Hidayatullah. Akhirnya pada tanggal 28 Februari 1862 Hidayatullah berhasil ditangkap bersama anggota keluarga yang ikut bergerilya. Hidayatullah kemudian diasingkan ke Cianjur, Jawa Barat. Berakhirlah perlawanan Pangeran Hidayatullah.

Walaupun Kyai Damang Laman menyerah dan Pangeran Hidayatullah tertangkap. Namun Pangeran Antasari tetap memimpin perlawanan bahkan ia diangkat oleh rakyat menjadi pemimpin tertinggi agama dengan gelar Panembahan Amirudin Khalifatul Mukminin.

pada tanggal 14 Maret 1862. Pada tahun 1862 Pangeran Antasari merencanakan suatu serangan besar-besaran terhadap Belanda, tetapi secara mendadak, wabah cacar melanda daerah Kalimantan Selatan, Pangeran Antasari terserang juga, sampai ia meninggal pada 11 Oktober 1862 di Bayan Begak, Kalimantan Selatan. Kemudian ia dimakamkan di Banjarmasin.

Perlawanan rakyat Banjar terus berlangsung dipimpin oleh putera Pangeran Antasari, Pangeran Muhamad Seman bersama pejuang-pejuang Banjar lainnya. Pertempuran-pertempuran besar terus berlanjut sampai tahun 1863. Akhirnya pada tahun 1905, Sultan Muhammad Seman dari keluarga Pangeran Antasari terbunuh. Peristiwa ini mengakhiri garis kepemimpinan raja. Sejarah mencatat, perlawanan rakyat Banjar terhadap Belanda benar-benar berakhir saat Sultan Muhammad Senan wafat pada tahun 1905 itu.

PERLAWANAN RAKYAT PALEMBANG (1804-1821)

Kesultanan Palembang adalah kerajaan bercorak maritim yang berkuasa di wilayah Sumatera Selatan dengan pusat pemerintahan di kota Palembang pada awal abad ke-19. Bukan rahasia lagi bahwa kesultanan Palembang telah berbai'at setia kepada Khalifah Ustmani di Turki. Sehingga menjadikan wilayah Sumatera Selatan menjadi bagian dalam Negara Khilafah Islam pada waktu itu. Kota Palembang sebagai pusat pemerintahan kesultanan, terletak agak ke pedalaman dari bibir pantai. Namun adanya aliran sungai Musi yang membelah kota itu menjadi bagian hulu dan hilir menyebabkan berkembangnya kebudayaan maritim sungai. Bahkan kapal-kapal besar pun bisa memasuki aliran sungai Musi dan berlayar lebih jauh ke daerah pedalaman. Tidak heran kota ini kemudian dijuluki oleh orang-orang Eropa sebagai “Venice from the East”.

Alasan Belanda ingin menduduki Palembang

1. Posisi Palembang strategismenghubungkan antara wilayah kekuasaan Belanda di Jawa dan Sumatera. Di Sumatera, Belanda berniat menguasai perdagangan lada.

2. Belanda berkepentingan menguasai pertambangan timah di Bangka dan Belitung, dua wilayah yang berada di bawah kedaulatan Kesultanan Palembang.

Perlawanan rakyat palembang terhadap penjajahan Belanda (VOC) terjadi pada tahun 1819-1825, diawali dengan sikap tegas penolakan Sultan Badruddin atas kedatangan Belanda yang ingin kembali menguasai Palembang setelah Inggris meninggalkan Indonesia. Sultan Badruddin dahulu pernah menjadi Sultan Palembang dan kemudian diturunkan secara paksa oleh pemerintah Inggris ketika masih berkuasa di Indonesia, yaitu digantikan oleh Sultan Najamuddin. 

Setelah merebut kembali kekuasaan kesultanan dari Najamuddin, tahun 1819 Sultan Badruddin selalu menghalangi setiap kapal Belanda yang memasuki sungai Musi. Insiden ini banyak menelan korban terutama dari pihak Belanda. Pihak Belanda tidak tinggal diam dan menyerbu Palembang hingga meletuslah perang Palembang. Pada tahun 1821, Belanda dapat menguasai ibu kota Palembang dan menangkap Sultan Badruddin II. Setelah Sultan Badruddin tertangkap, selanjutnya ia diasingkan ke Ternate. 

Perlawanan rakyat Palembang masih sering terjadi pada tahun 1825, tetapi status Kerajaan Palembang telah dibubarkan oleh Belanda.

JALANNYA PERLAWANAN

Bentrokan terjadi pada 12 Juni 1819 ketika seorang ulama ditembak mati oleh tentara Belanda tanpa sebab yang jelas. Pertempuran hebat pun terjadi. Meriam-meriam dari Kuto Besak (pusat pertahanan Palembang) memborbardir kapal Eendtagt dan Ajax. Penyerbuan yang dilakukan oleh 200 prajurit Belanda ke dalam Kuto Besak mengalami kegagalan akibat kokohnya pertahanan benteng yang dijaga oleh rakyat Palembang.

PERTEMPURAN PERTAMA

Armada Belanda datang kembali ke Palembang pada tanggal 18 September 1819, diiringi dengan pelepasan yang sangat meriah pada saat mereka berangkat dari Batavia. Jumlah personil yang dikerahkan berjumlah 2000 personil dan puluhan kapal tempur yang dipimpin oleh Laksamana laut Wolterbeck. Perjalanan armada kedua ini tidak begitu mulus, karena begitu memasuki muara sungai Musi mereka sudah harus berhadapan dengan serangan gerilya pejuang-pejuang Palembang. Akibat dari semua hambatan itu, armada Wolterbeck membutuhkan waktu satu bulan untuk sampai ke mulut kota Palembang, sebuah waktu yang sangat lama dibandingkan dengan waktu normal yang hanya membutuhkan beberapa hari saja.

PERTEMPURAN KEDUA

Armada de Kock akhirnya tiba di muara sungai Musi pada 22 Mei 1821. Hambatan-hambatan yang ditemui oleh Wolterbeck saat serangan kedua bisa ditangani dengan baik oleh de Kock. Pos-pos meriam tersembunyi di pesisir sungai Musi bisa diketahui dan dihancurkan karena dia telah mendapatkan peta strategi Badaruddin dari seorang ulama yang berkhianat. Satu-satunya hambatan yang berarti bagi armada itu hanyalah penyakit. Banyak serdaduserdadu Eropa yang belum bisa beradaptasi dengan cuaca tropis dan akhirnya 100 personil tewas akibat wabah penyakit tropis.

Karena tidak ingin menderita kerugian yang lebih besar lagi, maka de Kock meminta gencatan senjata kepada Badaruddin . Dia berjanji tidak akan menyerang benteng-benteng Palembang pada hari Jumat. Sebagai gantinya Badaruddin sendiri harus berjanji untuk tidak menyerang pada hari Minggu. Hal ini dilakukan untuk menghormati hari suci agama masing-masing. Badaruddin sendiri mengiyakan karena dia juga ingin memberi kesempatan beristirahat bagi pasukannya yang sedang berpuasa (saat itu sedang bulan Ramadhan).

PERTEMPURAN KETIGA

Badaruddin dan keluarganya pun akhirnya diasingkan oleh Belanda ke Ternate pada 3 Juli 1821. Ternyata, Najamuddin tidak sanggup memerintah kesultanan karena rakyat Palembang tidak mendukungnya. Akibatnya Belanda turun tangan dan akhirnya menghapuskan sistem kesultanan dan menggantinya dengan keresidenan Palembang pada tanggal 7 Oktober 1823. Dengan itu, maka berakhirlah perlawanan Kesultanan Palembang terhadap Pemerintah Kolonial Hindia Belanda.

Pertempuran maritim yang dilakukan Pemerintah kolonial Hindia Belanda terhadap Kesultanan Palembang merupakan yang terbesar dan termahal bagi angkatan laut Kerajaan Belanda di Nusantara saat itu. Selain itu, setelah kesultanan jatuh tetap saja rakyat Palembang tetap mengadakan perlawanan.

AKIBAT PEPERANGAN