BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112020_bab1.pdf ·...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112020_bab1.pdf ·...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia pada umumnya mengalami permasalahan kehidupan.
Permasalahan kehidupan tersebut ditemui diberbagai aspek yaitu, keluarga,
lingkungan, dunia kerja, dan lain sebagainya. Munculnya permasalahan
kehidupan menjadi sebuah konflik yang berkepanjangan dan dapat
diselesaikan melalui usaha aktif atau penolakan secara pasif (Badeni,
2013:17). Konflik yang dihadapi oleh manusia berupa kelainan perilaku dan
pikiran mengakibatkan munculnya permasalahan dalam kehidupannya
(Minderop, 2010:1).
Hubungan antarmanusia atau kelompok, seringkali berakhir atau
diwarnai oleh berbagai bentuk konflik. Penyebab hubungan tersebut manusia
memiliki perbedaan dalam tujuan dan kepentingan. Konflik terjadi karena
perselisihan atau perjuangan dua pihak yang mengganggu dengan sengaja
untuk pencapaian tujuan pihak yang menjadi lawannya. Davidoff (1991:178)
menyatakan bahwa konflik adalah sesuatu yang timbul akibat benturan
beberapa kebutuhan, harapan, keinginan, dan tujuan yang tidak bersesuaian,
sehingga menyebabkan persaingan dan perasaan tidak nyaman.
Manusia yang memiliki konflik berkepanjangan dan kompleks
mengakibatkan terbentuknya dinamika konflik. Dinamika konflik dapat
2
diartikan sebagai sebuah persoalan kehidupan manusia secara terus-menerus
sehingga menimbulkan perubahan dalam tata hidup manusia yang
bersangkutan menjadi kompleks. Konflik yang dinamis akan berdampak pada
masa depan manusia tersebut. Konflik dapat membawa manusia menjadi
hidup lebih baik atau lebih buruk apabila tidak terselesaikan dengan benar.
Dinamika konflik perlu ditelaah serta dijelaskan penyebabnya melalui proses
interaksi terhadap kehidupan masyarakat sekitar. Keberagaman konflik dalam
realitas kehidupan juga berimbas pada keberagaman karya sastra.
Tokoh dalam karya sastra menggalami konflik di berbagai aspek hidup
dan kehidupan. Konflik seorang tokoh yang tidak terselesaikan dan semakin
kopleks menyebabkan kehidupan menjadi rumit. Tokoh yang memiliki
konflik dalam karya sastra mewakili konflik manusia dalam kehidupan
realitas. Pertimbangan tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa,
pengarang membuat karya sastra menambahkan pengalaman pribadinya dan
pengalaman tersebut dialami oleh manusia lainnya (Minderop, 2010:59).
Karya sastra lahir tidak dalam kekosongan budaya (Teeuw, 1984:11).
Sebuah karya sastra menggambarkan bagaimana keadaan zaman yang sedang
terjadi pada saat karya sastra itu dilahirkan. Perkembangan karya sastra pun
terjadi sangat pesat ditandai dengan munculnya jenis-jenis karya sastra
modern. Seiring perkembangan karya sastra modern, mempengaruhi
berkembangnya karya sastra Jawa dengan munculnya genre baru dalam
3
kesusastraan Jawa yang berbentuk geguritan, cerita cekak, cerita bersambung,
novel dan sebagainya (Krahmadie, 2010:1).
Novel merupakan karya fiksi pengungkap aspek-aspek kemanusiaan
secara mendalam. Novel diartikan sebagai pemberi konsentrasi kehidupan
lebih tegas. Karya sastra berbentuk novel mengandung nilai-nilai yang dapat
dijadikan sebagai pedoman hidup. Nilai berbentuk pesan serta ajaran moral
oleh pengarang kepada pembacanya (Semi, 2012:32).
Salah satu karya sastra berbentuk novel, yaitu Pupus Kang Pêpês karya
Suharmono Kasiyun. ecara leksikal kata Pupus dalam Kamus Bausastra artinya
1.godhong kang enom ing pucuk „daun muda di ujung tanaman‟, sedangkan
kata Pêpês artinya 2.ilang kakuwatane „kekuatan yang hilang‟; 2.alum/tugel
„patah‟ atau „mati‟. Segi gramatikal Pupus Kang Pêpês bermakna Pupus pisang
yang ditanam sepanjang tepi kampus menjadi patah. Pupus yang belum mekar
dan sudah patah sebelum menjalankan kewajibannya. Pupus Kang Pêpês di
tengah perjalanan kehidupan, akhirnya Pêpês di tengah jalan. Kehidupan baru
dimulai dengan melaksanakan kewajiban dan harapan untuk mendapatkan
kebahagiaan, akan tetapi dihancurkan oleh berbagai konflik dalam
kehidupannya.
Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun diterbitkan oleh
Yayasan Mitra Alam Sejati (MIAS), Perumahan Bandulan Permai Blok E/87,
Sukun, Malang. Sampul depan bergambar seorang wanita di sebelah kanan dan
seorang pria di sebelah kiri dengan tulisan judul di bawahnya. Bagian sampul
4
belakang berisikan biografi pengarang dengan beberapa karyanya serta
cuplikan isi cerita. Ilustrasi oleh repro Panyebar Semangat, cetakan pertama
pada tahun 1998 dengan tebal iii+ 117 halaman (PKP, 1998: i-iii;1-117).
Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharnomo Kasijun mengisahkan
Doktor Subekti. Doktor Subekti selanjutnya akan disingkat menjadi Dr.
Subekti. Ia adalah doktor lulusan Amerika Serikat dengan berlatar dunia
pendidikan. Dr. Subekti meninggalkan keluarga kecilnya di Indonesia demi
melanjutkan studi doktor di University of Kentucky, Lexington Amerika
Serikat. Keberhasilan tidak merubah kehidupannya menjadi bahagia, akan
tetapi menjadi hancur berantakan. Pengarang memaparkan berbagai macam
konflik yang timbul dalam kehidupan tokoh utama tersebut.
Karya sastra merupakan luapan atau penjelmaan kepribadian, perasaan,
pikiran dan pengalaman pengarangnya (Pradopo, 1995: 114). Pengarang novel
Pupus Kang Pêpês, Suharmono Kasiyun lahir di Kauman, Sumoroto,
Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur tahun 1953, pernah mengajar di Jurusan
Bahasa Jawa di Surabaya (1980−1988) dan sekarang mengajar di Jurusan
Bahasa Indonesia FBS di Universitas Negeri Surabaya.
Suharmono Kasiyun saat ini masih aktif dan produktif dalam menulis
karya sastra yang berbentuk geguritan, cerita cekak, dan novel. Suharmono
Kasiyun memiliki kekhasan tersendiri. Banyak karya beliau yang mendapatkan
penghargaan. Karya selain Pupus Kang Pêpês yang merupakan novel
berbahasa Jawa Kidung Katresnan mendapatkan juara harapan dalam
5
Sayembara Novel Pusat Kesenian Jawa Tengah tahun 1982 serta diterbitkan
oleh majalah Panjebar Semangat dengan judul Asmaradana, dan novel
berbahasa Indonesia Den Bagus juga mendapatkan juara harapan pada
Sayembara Roman Dewan Kesenian Jakarta tahun 1980.
Alasan dipilihnya novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun
sebagai objek penelitian karena novel berbahasa Jawa tersebut dipaparkan
secara detil lingkungan sosial masyarakatnya serta berbagai konflik yang kuat
dialami oleh sosok Dr. Subekti. Sumber utama konflik dimulai dari konflik
keluarga. Pengarang memaparkan berbagai isu sebagai usaha penghancuran
tokoh Dr. Subekti melalui, persahabatan, seksual, profesionalitas, dan attitude.
Konflik menjadi semakin melebar dan kompleks dipaparkan secara detil
dengan mempergunakan daya imaginatif yang tinggi sehingga cerita tampak
seperti kejadian nyata serta menambah daya tarik untuk diteliti.
Alasan lain memilih novel Pupus Kang Pêpês sebagai objek kajian
penelitian yakni novel tersebut merupakan salah satu karya Suharmono
Kasiyun yang pernah mendapatkan penghargaan Rancage Sastra Jawa. Novel
ini sebelumnya telah diterbitkan dalam bentuk cerita bersambung oleh majalah
Panjebar Semangat dan mendapatkan juara yang karena dianggap sebagai
karya terbaik yang pernah dimuat di majalah tersebut.
Novel Pupus Kang Pêpês pernah diterbitkan dalam bentuk cerita
bersambung oleh majalah Panjebar Semangat dengan isi cerita yang sama.
6
Cerita bersambung tersebut kemudian dijadikan skripsi oleh F. Pramudjianto
NIM. C.0188.017 pada hari Jumat, 17 Februari 1995 dengan judul Jalinan
Cakrawala Psikologis Tokoh-tokoh Cerita Bersambung “Pupus Kang Pêpês”
Karya Suharmono Kasiyun.
Penelitian ini dikaji dengan menggunakan pendekatan strukturalisme
genetik. Pendekatan strukturalisme genetik Goldmann telah disempurnakan
sehingga memiliki makna. Setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan
struktur yang lebih luas, demikian seterusnya hingga setiap unsur menopang
totalitasnya (Ratna, 2009:122).
Wellek dan Austin Warren (1989:134−153) beranggapan bahwa karya
sastra yang berhubungan dengan pemikiran pengarang sebagai studi sastra salah
satunya dengan pendekatan ekstrinsik. Wellek beralasan sastra sering dilihat
sebagai suatu bentuk pemikiran yang terbungkus secara khusus. Dengan
demikian, sastra dianalisis untuk mengungkapkan sejarah lahirnya karya sastra,
bertolak dari realitas atau kenyataan dasar kehidupan dunia yang ada
didalamnya. Analisis terhadap suatu karya sastra melalui unsur intrinsik dan
ekstrinsik akan membuktikan bahwa karya sastra merupakan suatu kesatuan
utuh yang terkait.
Pemahaman karya sastra melalui analisis struktur akan dilakukan
dengan analisis dari segi strukturalisme genetiknya meliputi tiga aspek penting,
yaitu: (1) aspek intrinsik karya sastra, (2) latar belakang pencipta, dan (3) latar
7
belakang sosial budaya masyarakat sehingga analisis strukturalisme genetik ini
mengutamakan aspek kesejarahan lahirnya suatu karya sastra oleh pengarangya
(Endraswara, 2013:60).
Goldmann menyatakan, untuk menghasilkan sebuah totalitas
menawarkan metode dialektik yang prinsipnya pengetahuan mengenai fakta -
fakta kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya ke
dalam keseluruhan (dalam Rokhmansyah, 2014:75). Konsep metode dialektik
yaitu “keseluruhan - bagian” dan “pemahaman - penjelasan”. Memahami karya
sastra secara dialektik pertama dengan memahami bagian yang menyusun
karya sastra, kedua memahami karya sastra itu sendiri sebagian dari
keseluruhan yang lebih besar (Anwar, 2010:116).
Penelitian karya sastra novel bahasa Jawa sejenis atau hampir sama
yang telah diteliti sebelumnya dan akan dijadikan acuan sebagai berikut.
1. Jurnal, Ekspresi Pandangan Dunia Kelompok Sosial Pengarang dalam
Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata oleh Burhan Nurgiyantoro, A.
Efendi, Dkk. Tahun 2013. ISBN. 1412-2596. Jurnal Litera (jurnal
penelitian bahasa, sastra, dan pengajarannya) Vol.12 No.1. Fakultas Bahasa
dan Sastra Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.
2. Skripsi, Dominasi Kekuasaan Kaum Elit terhadap Rakyat Kecil dalam
Antologi Cerita Cekak Pasewakan (Suatu Tinjauan Strukturalisme
Genetik) oleh Puterie Arnie Krahmadie tahun 2014. NIM C0109031,
8
Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Skripsi, Solidaritas Masyarakat Jawa dalam Cerbung Pak Guru Karya
Suhindriyo (Suatu Tinjauan Strukturalisme Genetik) oleh Wahyu Edi
Susanto tahun 2014. NIM. C0110063, Jurusan Sastra Daerah, Fakultas
Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Skripsi, Pandangan Dunia Pengarang dalam Tragedi Antologi Cerkak
Mawar Abang Karya Ariesta Widya (Suatu Tinjauan Strukturalisme
Genetik) oleh Siti Nurjanah tahun 2015 NIM. C0111033, Jurusan Sastra
Daerah, Fakultas Ilmu budaya, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Bertolak pada paparan di atas, penelitian dilakukan dengan judul
DINAMIKA KONFLIK SOSOK DOKTOR SUBEKTI DALAM NOVEL
PUPUS KANG PÊPÊS KARYA SUHARMONO KASIYUN dengan
mempergunakan PENDEKATAN STRUKTURALISME GENETIK belum
pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian ini menarik dan perlu dilakukan
karena relevan dengan dinamika pandangan pengarang dewasa ini.
Berdasarkan unsur-unsur struktural, bentuk-bentuk masalah dasar manusia
terhadap dinamika konflik sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês,
diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembaca secara praktis
maupun secara teoretis sebagai berikut.
1. Manfaat Praktis
Hasil penelitian terhadap novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono
Kasiyun bermanfaat bagi pembaca dapat digunakan sebagai referensi bagi
9
penelitian selanjutnya. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai
pengetahuan masyarakat memahami dinamika konflik yang dialami oleh sosol
Dr. Subekti melalui jalinan alur cerita, berkaitan dengan unsur-unsur pembangun
karya sastra, strukturalisme genetik, dan bentuk konflik. Selain itu, penelitian
dapat dimanfatkan untuk mengembangkan penelitian lebih lanjut dengan
pendekatan lain.
2. Manfaat Teoretis
Hasil penelitian terhadap novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono
Kasiyun ini mempergunakan tinjauan strukturalisme genetik serta teori-teori
pendukung lainnya. Manfaat secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, khususnya konflik batin serta respons
pengarang terhadap dunianya melalui studi karya sastra melalui pendekatan
strukturalisme genetik.
B. Batasan Masalah
Novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun dapat dilihat dari
berbagai aspek yakni, aspek struktural, bahasa dan sastra, antropologi,
psikologi tokoh, dan strukturalisme genetik.
Berdasarkan unsur pembangun karya sastra, novel Pupus Kang Pêpês
memiliki jalinan yang menarik. Tema serta permainan alur yang dirangkai oleh
pengarang dapat membuat pembaca merasakan kekhasan cerita. Jalinan alur
terdapat beragam konflik batin tokoh dalam menghadapi kehidupannya. Jalinan
alur yang diciptakan pengarang dengan pemberian isu-isu disetiap tahap
10
menambah ketegangan cerita. Ironi dibangun secara imajinatif oleh pengarang
dan membuat cerita tampak lebih berwarna.
Berdasarkan bahasa yang dipergunakan pengarang dalam novel Pupus
Kang Pêpês adalah bahasa Jawa ragam ngoko. Novel karya Suharmono
Kasiyun ini terdapat berbagai macam istilah dalam bahasa Jawa dan bahasa
Indonesia, misal kendo tapihe, njanur gunung, balewismane, manglocita.
Istilah dalam bahasa Indonesia, misal „korban bisnis pendidikan‟, „introvet‟.
Berdasarkan aspek antropologi, novel Pupus Kang Pêpês memuat 2
aspek budaya dipadukan dalam sebuah cerita. Budaya Barat tergambarkan oleh
sosok tokoh Subekti sebagai pelajar lulusan Amerika Serikat sehingga
berpengaruh pada kepribadiannya. Budaya barat dari segi kapitalis, tercermin
pada sosok Endra tokoh yang memiliki jiwa ekonomi tinggi, berpikir realistis,
serta berkredibilitas tinggi. Budaya Timur tercermin dalam perilaku tokoh
utama dan penamaan tokoh utama. Dilihat dari penamaan tokoh yakni Subekti
berarti „Su‟ lebih dan „Bekti‟ berbakti, sehingga tokoh tersebut memiliki
perilaku yang penurut serta berbakti.
Berdasarkan aspek psikologi tokoh-tokoh dalam novel Pupus Kang
Pêpês, jalinan tokoh-tokoh dengan beragam karakter dihadirkan untuk
menambah kekompleksan cerita, sehingga tampak realistis. Tokoh dalam novel
tersebut bekisar 31 tokoh dengan karakter yang beraneka ragam fisik dan
psikisnya. Kajian berdasarkan psikologi hanya mengacu terhadap karya dan
psikis tokoh, kiprah tokoh dalam menghadapi permasalahannya (segi frustasi),
11
kepribadian tokoh dan sebatas cara untuk penanganan psikis tokoh dalam novel
tersebut telah diteliti sebelumnya.
Berdasarkan aspek strukturalisme genetik, sebuah karya sastra dikupas
dimulai dari latar belakang pembuatan karya oleh pengarang, dari segi unsur
pembangun karya sastranya, serta sosial masyarakat dalam cerita tersebut.
Berbeda dengan sosiologi yang nantinya menjelaskan bagaimana sistim
kekerabatan, segi sosial masyarakatnya saja. Strukturalisme genetik dengan
pemikiran Goldmann menjadikan karya sastra terkupas dari sisi unsur
pembangunnya serta sisi sosial masyarakatnya dengan segala konflik di
dalamnya.
Penelitian ini membatasi diri pada aspek struktural dan strukturalisme
genetik. Penelitian akan dilakukan pembahasan analisis struktur berdasar
Pembahasan selanjutnya analisis strukturalisme genetik meliputi tiga aspek,
yaitu (1) aspek intrinsik karya sastra, yakni membahas tema, alur, penokohan,
latar, penyudutpandangan, dan amanat. (2) keadaan sosial masyarakat dan
analisis dinamika konflik (3) latar belakang pembuatan karya sastra serta
dipaparkan respons Suharmono Kasiyun terhadap konflik tokoh utama tersebut
dengan segala permasalahannya. Pembatasan masalah dilakukan karena untuk
mendapatkan penelitian secara menyeluruh diperlukan analisis fisik karya
sastra serta wawancara terhadap pengarang untuk mendukung kevalidan data.
12
B. Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang yang telah diungkapkan, maka permasalahan
yang diangkat dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah keterkaitan antarunsur struktur novel Pupus Kang Pêpês karya
Suharmono Kasiyun?
2. Bagaimanakah bentuk konflik pada sosok Dr. Subekti dalam novel Pupus
Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun?
3. Bagaimanakah Suharmono Kasiyun sebagai pengarang merespons dinamika
konflik dalam novel Pupus Kang Pêpês pada kehidupan masyarakat dewasa
ini?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengupas dinamika konflik dalam novel Pupus Kang
Pêpês antara lain.
1. Mendeskripsikan keterkaitan antarunsur struktur novel Pupus Kang Pêpês
karya Suharmono Kasiyun.
2. Mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik sosok Dr. Subekti dalam novel
Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun.
3. Mengungkapkan respons Suharmono Kasiyun terhadap dinamika konflik
dalam novel Pupus Kang Pêpês pada kehidupan masyarakat dewasa ini.
13
D. Landasan Teori
Meneliti sebuah objek kajian dalam suatu penelitian diperlukan teori
dan pendekatan yang tepat berdasar objek kajian tersebut. Teori yang tepat
akan menghasilkan penelitian yang mendekati sempurna. Penelitian dengan
objek kajian novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun
membutuhkan teori yang terkait dengan masalah-masalah yang dibahas.
Teori-teori yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Hakikat Novel
Novel berasal dari bahasa Italia Novella dan dalam bahasa Jerman
Novelle. Novella secara harfiah adalah sebuah barang baru dan kecil yang
kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella dan
Novelle dianggap bersinonim dengan fiksi (Nurgiyantoro, 2007:9).
Novel mengungkapkan suatu konsentrasi kehidupan pada suatu saat
yang tegang, dan pemusatan kehidupan yang tegas (Semi, 2012:32). Novel
diciptakan oleh pengarang berdasar pengalaman hidup atau fenomena yang
terjadi dalam masyarakat disertai dengan sentuhan-sentuhan imajinasi
pengarang. Pengarang melalui karya sastranya dapat melukiskan secara jelas
peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan waktu tertentu (Stanton, 2012:90).
Novel sebagai hasil cipta sastra, dari satu sisi dapat berfungsi sebagai
cermin dari masyarakat. Novel dapat dianggap sebagai alat perekam
kehidupan masyarakat pada suatu waktu dan pada suatu tempat. Anggapan
tersebut dibenarkan karena sebagai karya sastra,berjenis novel tidak hanya
14
berdasar kepada imajinasi pengarang belaka. Imajinasi pengarang tidak
mungkin berkembang jika pengarang tidak mempunyai pengetahuan yang
baik tentang realitas objektif.
2. Dinamika Konflik
Dinamika berasal dari kata Dynamic (Yunani) yang bermakna
“Kekuatan” (force). Dinamika adalah tenaga, kekuatan, selalu bergerak,
berkembang dan dapat menyesuaikan diri secara memadai terhadap keadaan.
Dinamika merupakan sebuah proses perubahan yang terjadi dalam setiap
elemen masyarakat, baik individu maupun kelompok. Slamet Santoso
(2005:5) berpendapat bahwa dinamika berarti sebuah tingkah laku warga yang
satu secara langsung mempengaruhi warga lain secara timbal balik. Dinamika
juga memiliki arti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota
kelompok yang satu dengan anggota kelompok secara keseluruhan.
Cassell Concise English Dictionary (1989), Konflik didefinisikan
sebagai “a fight, a collision; a strunggle, a contest; opposition of interest,
opinions or purposes; mental strife, agony” yang berarti sebuah pertarungan,
benturan, pergulatan, pertarungan pertentangan kepentingan, opini-opini atau
tujuan-tujuan, pergulatan mental, dan penderitaan batin (dalam Lacey,
2003:17).
Dinamika konflik adalah sebuah persoalan kehidupan manusia yang
dialami secara terus-menerus akan menimbulkan perubahan dalam tata hidup
manusia yang bersangkutan menjadi kompleks. Kedinamisan konflik yang
15
dirasakan oleh manusia berdampak pada masa depannya. Konflik membawa
manusia untuk hidup lebih baik dan konflik juga dapat merusak kehidupan
apabila tidak terselesaikan dengan benar.
Proses interaktif antara manusia dengan lingkungan, tidak selalu
berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan oleh anggota masyarakat. Hal ini
menimbulkan ketidak sesuaian dalam berinteraksi. Ini disebabkan adanya
unsur-unsur yang tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga
menyebabkan kekacauan dan penderitaan bagi anggota masyarakat. Gejala ini
muncul dan menjadi sebuah konflik dalam suatu masyarakat. Dinamika
konflik dalam suatu kehidupan perlu untuk dikupas dan dijelaskan
penyebabnya melalui proses interaksi terhadap kehidupan masyarakat sekitar
(Soekanto, 1990: 342).
3. Teori Struktural
Pendekatan struktural adalah suatu kerja penelitian yang tidak boleh
ditinggalkan, karena struktural merupakan kerangka pokok bangunan dari
sebuah karya sastra. Teori Struktural termasuk dalam pendekatan objektif,
yaitu pendekatan yang menganggap karya sastra sebagai “makhluk” berdiri
sendiri yang bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya baik pembaca
bahkan pengarangnya sendiri (Sangidu, 2004:1). Bertolak dari asumsi dasar
tersebut, teori strutural harus dilihat sebagai sosok yang berdiri sendiri terlepas
dari hal-hal di luar dirinya (Semi, 2012:84). Analisis struktural karya sastra
16
fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji, mendeskripsikan
fungsi, serta hubungan antar unsur intrinsik (Nurgiyantoro, 2007:37). Analisis
struktur dalam penelitian, penekanan terbatas pada tema, penokohan, latar,
alur, sudut pandang, dan amanat.
Sesuatu dikatakan mempunyai struktur apabila membentuk suatu
kesatuan yang utuh, bukan merupakan jumlah dari bagian-bagian semata.
Hubungan antar bagian dalam struktur tidak bersifat kuantitatif, melainkan
kualitatif (Faruk, 2012:155—156).
17
a. Tema
Gory Keraf (1994) menjelaskan bahwa tema berasal dari kata thithnai
(bahasa Yunani) yang berarti menempatkan, meletakkan. Jadi, menurut arti
katanya “tema” adalah sesuatu yang telah diuraikan atau sesuatu yang telah
ditempatkan (dalam Wahyuningtyas, 2011:2). Tema menurut Stanton dan
Kenny adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita (Nurgiyantoro,
2007:67).
Tema adalah dasar atau makna suatu cerita, tema adalah pandangan
hidup yang tertentu atau perasaan tertentu mengenai kehidupan atau rangkaian
nilai-nilai tertentu yang membentuk atau membanggun dasar atau gagasan
dari suatu karya sastra. Yang menjadi dasar unsur gagasan sentral yaitu topik
atau tema pokok pembicaraan dan tujuan yang dicapai oleh pengarang dengan
topiknya (Semi, 1993:42).
Hartoko dan Rahmanto (1986:142) menjelaskan bahwa tema
merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra yang
terkandung didalam tekssebagai struktur semantik dan yang menyangkut
persamaan - persamaan atau perbedaan - perbedaan. Tema disaring dari motif
- motif yang terdapat dalam karya sastra yang bersangkutan yang menentukan
hadirnya peristiwa , konflik, dan situasi tertentu.
Uraian diatas dapat disimpulkan bahwa tema, merupakan sesuatu yang
menjadi pikiran, persoalan, gagasan, ide pengarang yang dapat diungkapkan
melalui karya sastra yang dibuatnya.
18
b. Penokohan
Penokohan sangat penting dalam struktur sebuah karya sastra
berbentuk cerita prosa. Tokoh cerita merupakan ciptaan pengarang namun dia
harus merupakan tokoh yang hidup secara wajar dalam cerita dan mempunyai
pikiran dan perasaan. Menurut Abrams (dalam Nurgiantoro, 2007: 165)
mengemukakan bahwa tokoh cerita (character) adalah orang yang
ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama yang oleh pembaca
ditafsirkan memiliki kualitas moral dan cenderung tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan dia lakukan dalam tindakan.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembaca dan
penyampai pesan, amanat, moral, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan pengarang kepada pembaca (Wahyuningtyas, 2011:3).
Penokohan dilihat dari segi perannya atau tingkat pentingnya tokoh
dibagi menjadi 2 yaitu: (1) utama (central character, main character) adalah
tokoh yang ditampilkan terus-menerus sehingga terasa mendominasi sebagian
besar cerita, (2) tokoh tambahan (peripherial character) adalah tokoh-tokoh
yang hanya dimunculkan sekali atau beberapa kali dalam cerita, dan itu pun
dalam proses penceritaan yang relatif pendek (Nurgiantoro, 2007: 176).
Mochtar Lubis (1992), melukiskan watak atau pribadi para tokoh,
pengarang menunjukkan sebagai berikut.
a) Pysiscal description (melukiskan bentuk lahir dari pelakon).
b) Portrayal of thought strem or conscious thught (melukiskan jalan pikiran
pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya).
19
c) Reaction to event (melukiskan bagaimana reaksi pelakon terhadap
kejadian-kejadian).
d) Direct author analysis (pengarang dengan langsung menganalisis watak
tokoh).
e) Discussion of environment (pengarang melukiskan keadaan watak tokoh.
Misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon pembaca mendapat
kesan apakah tokoh tersebut orang jorok, bersih, rajin, malas, dan
sebagainya).
f) Reaction of others to character (pengarang melukiskan bagaimana
pandangan-pandangan tokoh lain dalam suatu cerita terhadap tokoh utama
itu).
g) Conversation of others about character (tokoh-tokoh dalam suatu cerita
memperbincangkan keadaan tokoh utama, dengan demikian maka secara
tidak langsung pembaca dapat mendapat kesan tentang segala sesuatu
yang mengenai tokoh utama itu (dalam Tarigan, 1984: 133−134).
c. Latar/ Setting
Abrams (1981: 175) menyatakan bahwa latar atau setting adalah landas
tumpu, penyandaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan
sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan (dalam
Nurgiyantoro, 2007: 216).
Pendapat Abrams dikuatkan oleh Burham Nurgiyantoro (2007: 227)
yang membedakan latar menjadi tiga unsur pokok, yaitu:
20
1. Latar tempat, menyaran pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam karya sastra misalnya, pasar, sekolah, rumah, dll.
2. Latar Waktu, menyaran pada “kapan” terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya sastra misalnya tahun, musim, hari, dan jam.
3. Latar sosial, menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya
sastra misalnya kebiasaan hidup, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, dan
bersikap (Wahyuningtyas, 2011:7).
d. Alur/ Plot
Alur disebut juga plot, plot merupakan unsur fiksi yang penting di dalam
karya sastra yang berbentuk prosa. Pada prinsipnya seperti juga bentuk sastra
lainnya, suatu fiksi harus bergerak dari suatu permukaan (beginning), melalui
suatu pertengahan (middle), menuju suatu akhir (ending), yang dalam dunia sastra
lebih dikenal sebagai eksposisi, komplikasi, dan resulasi atau denoment (Tarigan,
1984: 127).
Tafsir mengemukakan tahap plot menjadi lima bagian. Kelima bagian
itu adalah sebagai berikut.
a. Tahap situation: tahap situasi, tahap yang terutama berisi pelukisan dan
pengalaman situasi latar dan tokoh-tokoh cerita.
b. Tahap generating circumstances: tahap pemunculan konflik (masalah-
masalah) dan peristiwa yang menyulut terjadinya konflik dimunculkan.
21
c. Tahap rising action: tahap peningkatan konflik, konflik yang dimunculkan
pada tahap sebelumnya semakin berkembang dan dikembangkan kadar
intensitasnya.
d. Tahap climax: tahap klimaks, konflik dan atau pertentangan-pertentangan
yang terjadi, yang akan diakui dan ditimpalkan kepada para tokoh cerita
mencapai titik intensitas puncak. Klimaks sebuah cerita akan dipahami
oleh (tokoh-tokoh) utama yang berperan sebagai pelaku utama dan
penderita terjadinya konflik utama.
e. Tahap denoument: tahap penyelesaian, konflik yang telah mencapai
klimaks diberi penyelesaian, ketegangan, dikendorkan. Konflik-konflik
yang lain, sub-sub konflik, atau konflik-konflik tambahan, jika ada juga
diberi jalan keluar, cerita diakhiri. Tahap ini berkesesuaian dengan tahap
akhir di atas (Nurgiyantoro, 2007: 149--150).
e. Sudut Pandang
Sudut pandang adalah pusat kesadaran tempat kita dapat memahami
setiap peristiwa dalam cerita. Ada dua metode penceritaan dalam pusat
pengisahan, yaitu: 1). metode aku, yakni aku bercerita tentang dirinya sendiri
(aku kadang dibaca diidentikan dengan pengarang); dan 2) metode diaan,
artinya pengarang tidak tampak hadir dalam cerita tetapi dia berkedudukan
sebagai yang serba tahu, cerita yang dikisahkan adalah kisah mereka
(Wahyuningtyas, 2011:8).
Menurut Stanton (2012:53), dari sisi tujuan, sudut pandang dibagi
menjadi empat tipe utama. Meski demikian, perlu diingat bahwa kombinasi
22
dan variasi dari keempat tipe tersebut bisa sangat tidak terbatas. Pada orang
pertama-utama, sang karakter utama bercerita dengan kata-katanya sendiri.
Pada orang pertama-sampingan, cerita dituturkan oleh satu karakter bukan
utama (sampingan). Pada orang ketiga-terbatas, pengarang mengacu pada
semua karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga tetapi hanya
menggambarkan apa yang dapat dilihat, didengar, dan dipikirkan oleh satu
orang karakter. Pada orang ketiga-tidak terbatas, pengarang mengacu pada
setiap karakter dan memosisikannya sebagai orang ketiga.
f. Amanat
Karya fiksi ditulis pengarang untuk menawarkan model kehidupan
yang ideal. Fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku
para tokoh sesuai dengan pandangannya tentang moral. Melalui cerita, sikap,
dan tingkah laku tokoh-tokoh itu pembaca diharapkan dapat mengambil
hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamanatkan
(Nurgiantoro, 2007: 321).
4. Teori Sosiologi Sastra
Penelitian ini dilakukan dengan memanfaatkan ilmu sastra. Subdisiplin
tinjauan sosiologi sastra yang dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu teori
strukturalisme genetik. Sebelum membahas strukturalisme genetik terlebih
dahulu akan dibahas konsep sosiologi sastra. Pendekatan yang berhubungan
dengan segi-segi kemasyarakatan (Damono, 1978:2). Pendekatan ini
mementingkan aspek-aspek sosial dalam penelitian. Sosiologi merupakan
23
suatu telaah yang objektif dan ilmiah mengenai manusia dalam masyarakat,
serta kelompok dan proses sosialnya (Damono, 1978:6).
Menurut Rene Wellek dan Austin Warren (1990:54), menjelaskan
bahwa ada tiga klasifikasi dalam pendekatan sosiologi sastra meliputi:
a. Sosiologi pengarang
Masalah berkaitan dengan sosiologi pengarang adalah status sosial,
ideologi sosial, jenis kelamin, umur pengarang, tempat kelahiran
pengarang, profesi pengarang, latar belakang pengarang, semua aspek yang
menyangkut pengarang sebagai penghasil sastra.
b. Sosiologi karya sastra
Masalah berkaitan dengan sosiologi karya sastra adalah karya sastra
itu sendiri. dan yang menjadi pokok penelaahan adalah apa yang tersirat
dalam karya sastra dan apa yang menjadi tujuannya. Sosiologi karya sastra
mencakup: (1) aspek sosial (sosial ekonomi, sosial politik, sosial
pendidikan, sosial religi, sosial budaya, sosial masyarakat); (2) aspek adat
istiadat (perkawinan, kematian, pemujaan); (3) aspek religius (ketaqwaan,
muamalah, perbankan syariah); (4) aspek etika (pergaulan bebas,
penindasan, perselingkuhan); (5) aspek nilai (perjuangan, religi,
persahabatan, moral)
24
c. Sosiologi pembaca
Permasalahan yang dibahas dalam sosiologi pembaca adalah masalah
pembaca dan pengaruh sosial karya sastra terhadap masyarakat. Pengkajian
meliputi, jenis kelamin pembaca, profesi pembaca, pendidikan pembaca,
status sosial pembaca, tendensi pembaca.
Pendekatan dalam kajian sosiologi sastra yang dikembangkan oleh
Lucian Goldman, yaitu strukturalisme genetik untuk mengkaji karya sastra
lebih dalam dari unsur latar belakang pembuatan karya sastra oleh pengarang.
Strukturalisme genetik dibahas pada point selanjutnya.
5. Teori Strukturalisme Genetik
Strukturalisme genetik dikembangkan oleh Lucien Goldmann, seorang
filsuf Romania-Prancis. Secara definitif, strukturalisme genetik adalah sebuah
analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya (dalam
Ratna, 2011:123). Teori ini dikemukakan pada tahun 1956 dengan terbitnya
buku The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and
the Tragedies of Racine. Teori dan pendekatan dimunculkan serta
dikembangkan sebagai sintesis atas pemikiran Jean Piaget, George Lukacs, dan
Karl marx.
Goldmann mengemukakan bahwa karya sastra merupakan sebuah
struktur, artinya ia tidak berdiri sendiri melainkan banyak hal yang
menyokongnya sehingga menjadi satu kesatuan yang otonom (dalam Faruk,
25
1999:12). Sebuah struktur bagi Goldmann, harus disempurnakan agar memiliki
makna, setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih
luas, demikian seterusnya hingga setiap unsur menopang totalitasnya (dalam
Ratna, 2009:122).
Goldmann menawarkan metode dialektik untuk menghasilkan sebuah
totalitas mempergunakan prinsip pengetahuan mengenai fakta-fakta
kemanusiaan akan tetap abstrak apabila tidak mengintegrasikannya kedalam
keseluruhan. Karena itu metode dialektik mengembangkan dua konsep yaitu,
“keseluruhan-bagian” dan “pemahaman-penjelasan”. Metode dialektik hampir
sama dengan metode posivistik, keduanya sama-sama bermula dan berakhir
pada karya sastra. Hanya saja metode dialektika lebih mempertimbangkan
struktural daripada metode posivistik (dalam Rokhmansyah, 2014:75).
Strukturalisme genetik merupakan gerakan penolakan strukturalisme
murni, yang hanya menganalisis unsur-unsur intrinsik tanpa mengindahkan
hal-hal diluar teks sastra itu sendiri. Gerakan ini mencoba untuk menganalisis
struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul teks sastra (Ratna,
2009:121-123). Teori strukturalisme genetik sering disebut dengan sosiologi
budaya yang memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik
(Wardhana, 2011:23). Meskipun demikian, sebagai teori yang sudah teruji
kevaliditasnya, strukturalisme genetik masih ditopang oleh beberapa konsep
teori sosial lainnya; fakta kemanusiaan (Faruk, 1999:12), simetri atau
26
homologi, kelas-kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia
(Ratna, 2009:123).
Fakta kemanusiaan adalah landasan dari struktural genetik. Fakta
kemanusiaan merupakan segala hasil aktivitas baik verba maupun fisik yang
berusaha dipahami oleh ilmu pengetahuan. Fakta kemanusiaaan memiliki
struktur makna, karena merupakan pantulan respons dari kolektif dan
individual dalam masyarakat (Endraswara, 2013:60). Fakta kemanusiaan
merupakan hasil usaha manusia untuk mencapai keseimbangan yang lebih baik
dalam hubungannya dengan dunia sekitar karena sebagai hasil aktivitas
kultural manusia. Proses tersebut sekaligus menjadi genetik dari struktur
sebuah karya sastra (Rokhmansyah, 2014:76).
Konsep homologi diturunkan melalui organisme primitif yang sama
dan disamakan dengan korespondensi, kualitas hubungan yang bersifat
struktural. Nilai autentik terdapat pada strukturalisme genetik menganggap
bahwa karya sastra sebagai homologi antara struktur karya sastra dengan
struktur lain saling berkaitan dengan sikap suatu struktur masyarakat dan
pandangan dunia yang dimiliki oleh pengarang dan penyesuaian dengan
struktur sosialnya (Ratna, 2009:122). Teori strukturalisme genetik menjelaskan
bahwa homologi, kesejajaran struktur karya sastra dengan struktur masyarakat
tidak bersifat langsung. Struktur karya sastra tidak selalu homolog dengan
struktur masyarakat, melainkan homologi dengan pandangan dunia yang
tumbuh dan berkembang dalam masyarakat (Khrahmadie, 2014:19).
27
Konsep selanjutnya tentang kelas-kelas sosial adalah kolektivitas yang
menciptakan gaya hidup tertentu, dengan struktur yang ketat dan koheren.
Sesuai dengan pandangan Marxis, karya disebut mewakili kelas sebab karya
dimanfaatkan untuk menyampaikan aspirasi kelompoknya. Dikaitkan dengan
pengarang, latar belakang karena afiliasi dan latar belakang karena kelahiran
karya sastra (Rokhmansyah, 2014:77).
Istilah konsep subjek transindividual diadopsi oleh Goldmann dari
khazanah intelektual Marxis khususnya Lucas, yakni menampilkan pikiran-
pikiran individu tetapi dengan struktur mental kelompok, terbukti dalam
sejarah sebagai kelompok yang telah menciptakan suatu pandangan yang
lengkap dan menyeluruh mengenai kehidupan dan perkembangan sejarah
umat manusia. Subjek transindividual menjadi suatu energi untuk membangun
pandangan dunia (dalam Rokhmansyah, 2014:77 −78).
Pengkajian strukturalisme genetik bukan hanya antara teks dengan
konteks sosial itu tidak bersifat langsung, akan tetapi keduanya dimediasi
dengan struktur mental atau pandangan dunia. Pandangan dunia menurut
Goldmann merupakan istilah menyeluruh atas gagasan, aspirasi, perasaan
yang menghubungkan antara anggota kelompok sosial tertentu, dan
mempertentangkannya dengan kelompok sosial yang lain (dalam Faruk,
1999:15).
28
Analisis strukturalisme genetik pada novel Pupus Kang Pêpês karya
Suharmono Kasiyun dilakukan dengan menggunakan metode dialektik
Goldmann. Goldmann mengatakan bahwa metode dialektik merupakan metode
yang khas dan berbeda dari metode positivis, metode intuitif, dan metode
biografis terutama psikologis (dalam Rosyidi, 2013:204).
Teknik dialektik yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:
a. Penelitian sastra itu sendiri, yaitu dengan mengkaji unsur struktur untuk
membuktikan jaringan bagian-bagiannya sehingga terjadi keseluruhan yang
holistik dan padu. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyajikan data
intrinsik, menjelaskan bentuk-bentuk konflik dalam novel Pupus Kang
Pêpês, serta menampilkan respons dan atau latarbelakang pengarang yaitu
Suharmono Kasiyun.
b. Berdasarkan alur dan konteks sosial dalam novel Pupus Kang Pêpês karya
Suharmono Kasiyun melakukan pengecekan dan mencari bentuk dinamika
konflik sebagai acuan penelitian.
c. Pandangan dunia pengarang dan respons yang berdasarkan latarbelakang
pengarang serta hasil wawancara kepada pengarang yaitu Suharmono
Kasiyun.
29
F. Metode dan Teknik Penelitian
Metode penelitian sastra adalah cara yang dipilih oleh peneliti dengan
mempertimbangkan bentuk, isi, sifat sastra sebagai subjek kajian (Endraswara,
2013:8). Penelitian ini merupakan bentuk penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif lebih menekankan pada makna, memfokuskan pada kualitas dengan
analisis kualitatifnya (Sutopo, 2003:48).
Penelitian kualitatif menurut Lexy J. Moleong (2010:6) adalah penelitian
yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dilami oleh subjek
penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa
pada suatu konteks khusus yang alamiah serta memanfaatkan berbagai metode
ilmiah. Penyederhanaan data dalam penelitian kualitatif, khususnya penelitian
sastra dapat dilakukan dengan cara pembuatan sinopsis untuk penelitian karya
sastra prosa (Sangidu, 2004:7). Penelitian dilakukan dengan tidak mengutamakan
angka-angka, tetapi mengutamakan kedalaman penghayatan terhadap interaksi
antar konsep yang sedang dikaji secara empiris (Semi, 2012:28).
Berdasarkan pernyataan tersebut dijelaskan bahwa dalam melakukan
penelitian hendaknya mengetahui fokus secara empiris apa yang dilakukan oleh
peneliti. Penelitian ini berfokus pada analisis Strukturalisme Genetik Sastra pada
dinamika konflik Dr. Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês Karya Suharmono
Kasiyun.
30
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian ini yaitu deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif
kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, presepsi,
motifasi, tindakan dan sebagainya, dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-
kata dan bahasa (Moleong, 2010:3).
Bentuk penelitian deskriptif kualitatif ini dipergunakan dalam
penelitian sastra diharapkan dapat memperoleh gambaran atau deskripsi
mengenai kualitatif objek yang dijadikan objek penelitian, yaitu novel Pupus
Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun.
1.1. Sumber Data dan Data
a. Sumber Data
Sumber data penelitian ada dua macam, pertama berupa novel
Pupus Kang Pêpês yang diterbitkan oleh Yayasan Mitra Alam Sejati
(MIAS), Perumahan Bandulan Permai Blok E/87 Sukun, Malang. Sumber
data kedua informan yakni bapak Suharmono Kasiyun sebagai
pengarang. Beliau lahir di Kauman-Sumoroto, Kabupaten Ponorogo Jawa
Timur tahun 1953 yang sekarang bertempat tinggal di Perumahan Pondok
Tjandra Blok H No.35 Waru, Sidoarjo.
31
b. Data
Data dalam penelitian ini adalah teks dalam novel Pupus Kang
Pêpês karya Suharmono Kasiyun berupa unsur struktural yang meliputi
tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang dan amanat, teks yang
berupa bentuk konflik Dr. Subekti sebagai tokoh utama, serta informasi
hasil wawancara dengan pengarang sebagai narasumber sebagai bentuk
respon pengarang terhadap karya sastranya, argumentasi dan untuk
melengkapi hasil penelitian. Data sekunder penelitian ini berupa buku,
data dari internet, jurnal, skripsi, artikel atau hasil penelitian sebelumnya
yang relevan.
1.2. Teknik Pengumpulan Data
a. Teknik Konten Analisis
Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan
berbagai cara sesuai dengan jenis penelitian kualitatif deskriptif.
Untuk memanfaatkan dokumen yang padat, biasanya digunakan
teknik tertentu. Teknik yang paling umum digunakan adalah teknik
content analysis atau yang dinamakan “kajian isi”. Metode content
analysis atau kajian isi digunakan untuk menganalisis isi karya
sastra dan makna yang terkandung dalam dokumen (Jabrohim,
2012:5), dalam penelitian ini dokumen yang digunakan adalah teks
novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun melakukan
32
wawancara dengan maksud tertentu. Percakapan yang dilakukan
dengan pengarang yang bertujuan untuk mengetahui tanggapan atau
respons pengarang mengenai novel Pupus Kang Pêpês.
Analisis struktural novel Pupus Kang Pêpês karya
Suharmono Kasiyun yang meliputi tema, alur, penokohan, latar,
sudut pandang dan amanat untuk memaparkan secara detil. Novel
Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun menggunakan bahasa
Jawa maka diperlukan terjemahan atau alih bahasa untuk
memudahkan dalam hal penafsiran atau pemahaman isi cerita.
b. Teknik Wawancara
Wawancara akan dilakukan secara terstruktur dan tidak
terstruktur. Secara terstruktur yaitu peneliti akan mempersiapkan
daftar pertanyaan yang diajukan kepada informan yakni Suharmono
Kasiyun. Wawancara terstruktur dilakukan secara tidak langsung,
yaitu memanfaatkan media e-mail, pesan singkat atau short
message service, dan via telepon. Wawancara tidak terstruktur
dilakukan secara langsung tatap muka dengan pengarang,
mempergunakan alat perekam dan alat tulis sebagai penunjang
untuk mendapatkan informasi terkait objek kajian Novel Pupus
Kang Pêpês dan informasi yang dibutuhkan dalam analisis.
33
c. Teknik Studi Pustaka
Teknik studi pustaka adalah teknik mencari data dengan
memanfaatkan buku-buku referensi, majalah, artikel, jurnal, yang
relevan dengan penelitian yang dilakukan.
1.3. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data merupakan teknik yang dipergunakan untuk
menyusun data yang sudah terkumpulkan. Teknik pengumpulan datanya
dengan teknik triangulasi (yaitu untuk menguji data empiris dalam fiksi)
dan data triangulasi metode (yaitu penggunaan teknik lain, dalam penelitian
ini menggunakan cara pengambilan data antara lain dengan wawancara
pengarang sebagai sumber. Analisis dalam penelitian terdiri dari tiga
komponen, yakni reduksi data, sajian data, dan selanjutnya diberi sebuah
penarikan kesimpulan (Sutopo, 2003:94).
a. Reduksi Data
Reduksi data merupakan kmpnen pertama dalam analisis yang
merupakan prses seleksi, pemfokusan, penyederhanaan, dan abstraksi data
dari fieldnote (Sutopo, 2006:91). Reduksi data ada dua proses, yaitu living in
dan living out. Living in adalah memilih data yang dipandang penting dan
mempunyai potensi dalam rangka analisis data, sedangkan living out yaitu
membuang data atau menyingkirkan data, sebaliknya jangan dibuang atau
34
disingkirkan, tetapi digunakan dalam penelitian atau karangan lain (Sangidu,
2004:73).
Analisis penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data dari
novel Pupus Kang Pêpês dengan mempergunakan analisis struktural yang
meliputi tema, alur, karakter, latar dan sebagainya. Pengumpulan data
selanjutnya yakni pencarian referensi dari artikel-artikel, jurnal, dan buku-
nuku terkait dengan dinamika konflik dalam kehidupan sosok Dr. Subekti
yang akan diangkat dalam penelitian ini. Hasil pengumpulan data-data
tersebut selanjutnya dipilih dan dijadikan data pendukung dalam analisis
strukturalisme genetik.
b. Sajian Data
Sajian data merupakan rakitan kalimat yang disusun secara logis dan
sistematis. Sajian data harus mengacu pada rumusan masalah yang telah
disajikan dalam pertanyaan penelitian (Sutopo, 2003:92). Proses setelah
reduksi dan pengumpulan data yakni akan dilakukan sajian data. Sajian data
dilakukan berdasar pada rumusan masalah dalam penelitian, maka data yang
akan disajikan berupa unsur pembangun novel Pupus Kang Pêpês dengan
menggunakan strukturalisme genetik. Data yang disajikan juga dilengkapi
dengan kutipan-kutipan di dalam novel Pupus Kang Pêpês. Hal ini bertujuan
untuk memperjelas dan menguatkan argumen dalam proses menganalisis data.
35
d. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi
Reduksi data dan sajian data sebagai suatu proses dalam menarik suatu
kesimpulan dalam sebuah penelitian. Penarikan kesimpulan diperoleh setelah
data-data dari reduksi data dan sajian data telah disusun. Setelah penarikan
kesimpulan, maka data-data harus diverifikasi. Simpulan dalam penelitian
perlu diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa
dipertanggungjawabkan sehingga diperlukan aktivitas penggulangan untuk
kevalidan data (Sutopo, 2003:93).
Proses verifikasi dan penarikan kesimpulan dalam penelitian dimulai
dengan melihat keterkaitan unsur struktural Novel Pupus Kang Pêpês, apabila
data unsur intrinsiknya sudah sesuai target dan lengkap maka akan ditarik
kesimpulan antar unsur pembangun novel tersebut. Selanjutnya akan
dilakukan penyimpulan hasil analisis tentang bentuk konflik sosok Dr.
Subekti dengan terlebih dahulu menggambarkan keadaan masyarakat yang
menimbulkan konflik tersebut terjadi dan semakin kompleks. Tahap akhir
yakni menarik kesimpulan tentang pandangan pengarang yakni bapak
Suharmono Kasiyun dengan segala pemikirannya terkait tentang dinamika
konflik dalam Novel Pupus Kang Pêpês, latar belakang pembuatan karya
sastranya, serta respons konflik dalam kehidupan dewasa ini.
36
Analisis Data Interaktif
Ketiga komponen di atas, yaitu: reduksi data, penyajian data dan
verifikasi atau penarikan kesimpulan sebagai sesuatu yang jalin-menjalin
pada saat sebelum, selama, dan sesudah data dalam bentuk yang sejajar,
untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis (Sutopo, 2003:
172). Penarikan kesimpulan analisis terhadap objek Novel Pupus Kang
Pêpês merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh.
Kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung.
Pengumpulan data
Penarikan simpulan-
simpulan atau
verifikasi
Penyajian data
Reduksi data
37
2. Validitas Data
Penelitian terhadap karya sastra yang dilakukan dalam penelitian ini
meng-gunakan triangulasi data. Teknik triangulasi merupakan teknik yang
didasari oleh pola pikir femenology (Pengungkapan makna konsep dengan
analisis deskriptif data yang diperoleh) yang bersifat multiperspektif, artinya
untuk menarik simpulan yang mantap, diperlukan tidak hanya satu cara
pandang (Sutopo, 2003:78).
Penelitian ini diperlukan beberapa cara pandang untuk meguji
keabsahan data agar data yang diperoleh benar - benar teruji kebenarannya.
Teknik yang digunakan dalam penelitianan ini adalah teknik triangulasi
sumber data. Teknik triangulasi sumber data dilakukan dengan cara menggali
sumber yang berupa catatan atau arsip dan dokumen dari pengarang Novel
Pupus Kang Pêpês yakni bapak Suharmono Kasiyun yang memuat catatan
yang berkaitan dengan data.
38
G. Sistematik Penulisan
Sistematik penulisan dalam proposal penelitian diperlukan agar
diperoleh suatu pembahasan yang jelas antarbab. Sistematik
penulisanpenelitian ini sebagai berikut.
Bab I Pendahuluan. Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, manfaat
penelitian, batasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
landasan teori, metode penelitian dan sistematik penulisan.
Bab II Analisis Data. Analisis data berupa deskripsi serta analisis data yang
meliputi, struktur novel meliputi tema, alur, penokohan, latar, penyudut
pandangan dan amanat. Analisis bentuk-bentuk konflik sosok Dr.
Subekti dalam novel Pupus Kang Pêpês, dan respons pengarang
terhadap dinamika konflik sosok Dr. Subekti yang terdapat pada novel
Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun
Bab III Penutup, yang meliputi simpulan dan saran.
Pada bagian akhir dilengkapi dengan daftar pustaka, lampiran sinopsis
novel Pupus Kang Pêpês karya Suharmono Kasiyun, lampiran surat
pernyataan pengarang, lampiran daftar pertanyaan wawancara, dan
dokumentasi wawancara dengan pengarang.