BAB I PENDAHULUAN -...

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Asimilasi tidak banyak dibahas dalam dunia akademis maupun secara umum di masyarakat, sehingga tak jarang banyak pihak yang tidak mengetahui apa itu asimilasi dan bagaimana asimilasi itu,tujuan akhir dari pembinaan narapidana dalam tahap asimilasi adalah agar narapidana dapat diterima dengan baik di lingkungan masyarakat, mengembalikan narapidana kepada fitrahnya dalam hubungan dengan tuhan, hubungannya dengan pribadi, manusia lainnya, serta hubungannya dengan lingkungan masyarakat. Narapidana yang telah kembali ke masyarakat biasanya menimbulkan dampak-dampak negatif dalam proses sosialisasinya. Terhadap reaksi dan dampak-dampak yang diakibatkan dengan adanya keberadaan narapidana dilingkungan masyarakat, seharusnya memberikan dukungan dan penerimaan yang baik agar narapidana sendiri dapat mengembangkan kepribadianya yang sebelumnya melakukan tindak pidana menjadi diri yang mampu bersosialisasi dengan baik dan dapat memberikan kontribusi yang baik pula kepada masyaarakat, diantaranya dapat memberikan suri tauladan bagi lingkungannya. Pihak Rutan juga turut membantu menyadarkan masyarakat bahwa narapida tidak selalu dicap jahat, seorang yang melakukan tindak pidana pasti mempunyai hati nurani yang baik untuk berbuat baik, seharusnya juga 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Asimilasi tidak banyak dibahas dalam dunia akademis maupun secara

umum di masyarakat, sehingga tak jarang banyak pihak yang tidak mengetahui

apa itu asimilasi dan bagaimana asimilasi itu,tujuan akhir dari pembinaan

narapidana dalam tahap asimilasi adalah agar narapidana dapat diterima dengan

baik di lingkungan masyarakat, mengembalikan narapidana kepada fitrahnya

dalam hubungan dengan tuhan, hubungannya dengan pribadi, manusia lainnya,

serta hubungannya dengan lingkungan masyarakat. Narapidana yang telah

kembali ke masyarakat biasanya menimbulkan dampak-dampak negatif dalam

proses sosialisasinya.

Terhadap reaksi dan dampak-dampak yang diakibatkan dengan adanya

keberadaan narapidana dilingkungan masyarakat, seharusnya memberikan

dukungan dan penerimaan yang baik agar narapidana sendiri dapat

mengembangkan kepribadianya yang sebelumnya melakukan tindak pidana

menjadi diri yang mampu bersosialisasi dengan baik dan dapat memberikan

kontribusi yang baik pula kepada masyaarakat, diantaranya dapat memberikan

suri tauladan bagi lingkungannya.

Pihak Rutan juga turut membantu menyadarkan masyarakat bahwa

narapida tidak selalu dicap jahat, seorang yang melakukan tindak pidana pasti

mempunyai hati nurani yang baik untuk berbuat baik, seharusnya juga

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

2

mensosialisasikan pola pembinaan-pembinaan yang dilakukan oleh Rutan agar

masyarakat tahu bahwa Rutan tidak hanya sebagai tempat menghukum orang-

orang yang melakukan kejahatan, namun juga tempat pembinaan moral agar yang

bersangkutan dapat menemukan jati dirinya dan kembali kepada masyarakat.

Hal inilah yang disebut sebagai asimilasi atau pembauran narapidana ke

dalam lingkungan masyarakat, berdasarkan tujuan pemidanaan yang seperti inilah

maka negara melalui peraturan perundang-undangan berupaya memengakomodasi

upaya pembauran narapidana ke dalam lingkungan masyarakat, pemidanaan suatu

terpidana yang telah menjalani Putusan Pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap (ikracht van gewisge) dapat melakukan permohonan

Asimilasi,sebagaimana dalam Peraturan Menteri Hukum dan HAM

No.M.2.PK.04-10 Tahun 2007 Tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan

Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat, yang

berarti setiap narapidana memiliki hak untuk mendapat asimilasi,asimilasi tersebut

layak diberikan jika memang telah memenuhi persyaratan sesuai peraturan yang

berlaku.

Pemberitaan media cetak maupun elektronik tentang kejadian-kejadian

negatif dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsi pemasyarakatan, secara

sistematis akan membangun opini publik dan selanjutnya akan berdampak buruk

terhadap akuntabilitas dan kepercayaan masyarakat. Berkenaan dengan hal

tersebut untuk membangun kembali pencitraan positif dan kepercayaan

masyarakat terhadap pemasyarakatan dalam melaksanakan tugas pokok dan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

3

fungsinya maka seluruh jajaran pemasyarakatan berusaha meningkatkan kinerja

pada masing-masing unit termasuk Rutan Salatiga.

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah Negara

hukum.Hal tersebut berarti bahwa Negara Indonesia dalam menjalankan

kehidupan berbangsa dan bernegara harus sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku.1Hukum bukanlah suatu institusi yang statitis, hukum mengalami

perkembangan.Hukum itu berubah dari waktu ke waktu. Konsep hukum seperti

Rule Of Law tidak muncul secara tiba-tiba begitu saja, melainkan merupakan hasil

dari suatu perkembangannya tersendiri, bahwa ada hubungan timbal balik yang

erat antara hukum dengan masyarakat.2

Penyelenggaraan peradilan pidana akan terlihat dengan bekerjanya

komponen penegakan hukum yaitu, Kepolisian, Kejaksaan, Kehakiman, dan

Lembaga Pemasyarakatan. “Penyelenggaraan peradilan tersebut, adalah

merupakan suatu sistem, yaitu suatu keseluruhan terangkai yang terdiri dari unsur-

unsur yang saling berhubungan secara fungsional”.3Sebagai suatu sistem,

komponen-komponen sistem peradilan atau sub sistem peradilan pidana bekerja

untuk mencapai tujuan peradilan pidana berdasarkan wewenangnya masing-

masing.

Fungsi hukum sebagai salah satu alat untuk menghadapi kejahatan melalui

rentetan sejarah yang panjang mengalami perubahan-perubahan, dari satu

1 Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3) 2Satjipto Rahardjo. 2010. Ilmu Hukum Cetakan KeTujuh.Bandung : PT. Citra Aditya

Bakti, halaman 213. 3Yesmil Anwar dan Adang, 2009, Sistem Peradilan Pidana (Konsep, Komponen, &

Pelaksanaannya Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia), Bandung : Widya Padjdjaran, halaman 28.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

4

carayang bersifat pembalasan terhadap orang-orang yang melakukan kejahatan,

yang berubah menjadi alat untuk melindungi individu dari gangguan individu

lainnya, perlindungan masyarakat dari gangguan kejahatan akan terus berubah

sebagai wadah pembinaan narapidana untuk pengembalian ke dalam

masyarakat.4Adapun tujuan pokok hukum adalah menciptakan ketertiban dan

kesimbangan. Dengan tercapainya ketertiban didalam masyarakat diharapkan

kepentingan manusia akan terlindungi. Dalam mencapai tujuannya itu, hukum

bertugas membagi hak dan kewajiban antar perorangan di dalam masyarakat,

membagi wewenang dan mengatur cara memecahkan masalah hukum serta

memelihara kepastian hukum.5

Menurut Mardjono Reksodiputro salah satu tujuan sistem peradilan pidana

adalah “mengusahakan agar mereka yang pernah melakukan tindak pidana tidak

mengulangi lagi kejahatannya”.6Tujuan yang diharapkan oleh sistem peradilan

pidana tersebut adalah berkaitan dengan pemidanaan. Pemidanaan dalam sistem

peradilan pidana merupakan proses paling kompleks karena melibatkan banyak

orang dan institusi yang berbeda.7

Teori tentang tujuan pidana memang semakin hari semakin menuju kearah

sistem yang lebih manusiawi dan lebih rasional.Perjalanan sistem pidana

menunjukkan bahwa retribution atau tujuan untuk memuaskan pihak yang

4Soedjono Dirdjosisworo. 1984. Sejarah Dan Azaz Penologi. Bandung: Armico, halaman

11.

5Sudikno Mertokusumo. 2010. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka, halaman 99.

6Romli Atmasasmita, 1996, Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System) : PerspektifEksistensialisme Dan Abolisionisme, Jakarta : Bina Cipta, halaman 15.

7M.Sholehuddin, 2003, Sistem Sanksi Dalam Hukum Pidana: Ide Dasar Double Track System&Implementasinya, Jakarta : PT.RajaGrafindo Persada, halaman 114.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

5

dendam baik masyarakat sendiri maupun pihak yang dirugikan atau menjadi

korban kejahatan. Hal ini bersifat primitif, tetapi kadang-kadang masih terasa

pengaruhnya pada zaman modern ini, juga dipandang kuno ialah penghapusan

dosa (expiation) yaitu melepaskan pelanggaran hukum dari perbuatan jahat atau

menciptakan balasan antara yang hak dan batil.8

Teori mutlak atau teori pembalasan (vergeldings theorien) suatu teori yang

berdasarkan pada anggapan utang jiwa harus dibayar dengan jiwa dan hutang

darah harus dibayar dengan darah, dasar ini disebut denda darah (talio). Lambat

laun kekejaman itu dapat dihindarkan dengan penggantian kerugian yaitu dengan

denda atau dengan penjara. Sedangkan teori relatif atau tujuan (doeltheorien)

berbeda sekali dengan teori absolut (mutlak), kalau dalam teori mutlak, perbuatan

pidana dihubungkan dengan kejahatan, maka teori relatif ditujukan kepada hari-

hari yang akan datang, yaitu dengan maksud mendidik orang yang telah berbuat

jahat, agar menjadi orang baik kembali. Indonesia menganut teori gabungan, teori

ini tidak menitikberatkan atau menganggap sebagai dasar hukuman semata-mata

pembalasan saja atau pemulihan kerugian dan pemeliharaan ketetiban umum

dalam suatu masyarakat, melainkan berpendirian, bahwa hukuman itu dijatuhkan

oleh Negara berdasarkan atas keadilan, dan dipertahankannya kesejahteraan

bersama dalam masyarakat.9

Beralihnya sistem kepenjaraan kepada sistem pemasyarakatan membawa

perubahan dalam bentuk perlakuan terhadap narapidana, demikian juga halnya

dengan istilah penjara kemudian beralih menjadi Lembaga

8Andi Hamzah. 1994. Asas-Asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, halaman 29. 9Umar Said Sugiarto. 2013. Pengantar Hukum Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika. halaman

239.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

6

Pemasyarakatan.Perubahan istilah tersebut tidak hanya sekedar menghilangkan

kesan menakutkan dan adanya penyiksaan dalam sistem penjara, tetapi lebih

kepada bagaimana memberikan perlakuan yang manusiawi terhadap narapidana

tersebut.10

Dulu jenis hukuman masih bersifat pidana fisik, misalnya pidana cambuk,

potong tangan dan bahkan pidana mati (pemenggalan kepala) atau

gantung.Dengan lahirnya pidana hilang kemerdekaan, hukuman berubah menjadi

pidana penjara selama waktu yang ditentukan oleh Hakim.Seiring dengan itu,

eksistensi bangunan tempat penahanan sementara semakin diperlukan, apalagi

dengan adanya pidana pencabutan kemerdekaan.11

Fungsi pemidanaan pada masa sekarang ini tidak lagi sekedar penjeraan,

tetapi pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau sarana pembinaan,

rehabilitasi dan reintegrasi warga binaan Lembaga Pemasyarakatan.Penjeraan

dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur balas dendam di Lembaga

Pemasyarakatan.Para warga binaan pemasyarakatan sering mengalami siksaan,

untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Kedua fungsi pemidanaan di

atas membuat dan mengarahkan supaya narapidana tidak melakukan perbuatan

pidana dan menyadarkan serta mengembalikan warga binaan pemasyarakatan

10Djisman Samosir, 1992, Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan Di

Indonesia,Bandung : Bina Cipta, halaman 81. 11 David J. Cooke, Pamela J. Baldwin dan Jaqueline Howison. 2008. Menyikap Dunia

Gelap Penjara. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, halaman 3.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

7

tersebut ke dalam lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung jawab

terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya.12

Pidana penjara adalah suatu bentuk pidana yang berupa pembatasan gerak

yang dilakukan dengan menutup pelaku tindak pidana dalam sebuah Lembaga

Pemasyarakatan, dengan mewajibkan orang itu untuk mentaati semua peraturan

tata tertib yang berlaku dalam Lembaga Pemasyarakatan, yang dikaitkan dengan

tindakan tata tertib bagi pelaku tindak pidana yang melanggar peraturan

tersebut.13

Berbagai macam pengertian tujuan.dari pidana penjara tersebut terdapat

banyak perbedaan. Namun demikian di Indonesia menurut Sudarto, melalui Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP) ke dalam Reglement

Penjara Tahun 1917 memang masih ada yang beranggapan bahwa tujuan dari

pidana penjara tersebut adalah “pembalasan yang setimpal dengan

mempertahankan sifat dari pidana penjaranya yang harus diutamakan.” Tetapi

pada akhir tahun 1963 yang dinyatakan bahwa pidana penjara adalah

pemasyarakatan dan hal tersebut lebih mengarah atau mengutamakan pembinaan

(re-educatie and re-socialisatie).14

Juga telah dijelaskan bahwa pemberian sebutan yang baru kepada rumah

penjara sebagai lembaga pemasyarakatan dapat diduga erat hubungan dengan

gagasan beliau untuk menjadikan lembaga pemasyarakatan bukan saja sebagai

12 Djisman Samosir. 1992. Fungsi Pidana Penjara Dalam Sistem Pemidanaan di

Indonesia. Bandung : Penerbit Bina Cipta, halaman 4. 13 Andi Hamzah, Op. Cit., halaman 27.

14 Sudarto, 1974, Suatu Dilema dalam Pembaruan Sistem Pidana Indonesia, Semarang: Pusat Studi Hukum dan Masyarakat, halaman. 32.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

8

tempat untuk semata-mata memidana orang, melainkan juga sebagai tempat untuk

membina atau mendidik orang-orang terpidana, agar mereka setelah selesai

menjalankan pidana, mempunyai kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan

kehidupan di luar lembaga permasyarakatan sebagai warga Negara yang baik dan

taat pada hukum yang berlaku.15

Menurut Sahardjo untuk membina narapidana diperlukan landasan sistem

masyarakat sebagai berikut ;

Bahwa tidak saja masyarakat diayomi terhadap diulangi perbuatan jahat oleh terpidana, melainkan juga orang yang telah tersesat diayomi dengan memberikan kepadanya bekal hidup sebagai warga yang berguna didalam masyarakat.Dari pengayoman itu ternyata bahwa menjatuhkan pidana bukanlah tindak balas dendam dari Negara.Tobat tidak dapat dicapai dengan penyiksaan, melainkan dengan bimbingan.Terpidana juga tak dijatuhkan pidana siksaan, melainkan pidana kehilangan kemerdekaan. Negara telah mengambil kemerdekaan seseorang dan yang pada waktunya akan mengembalikan orang itu ke masyarakat lagi, mempunyai kewajiban terhdap orang terpidana itu dan masyarakat.16

Dalam rangka pembinaan kesadaran berbangsa dan bernegara yang

bertujuan untuk membentuk kesadaran pada diri narapidana agar menjadi warga

Negara yang baik, taat hukum dan berbakti pada bangsa dan Negara, diberikan

pengarahan tentang tertib hukum bermasyarakat diharapkan narapidana nantinya

hidup dimasyarakat taat akan hukum yang berlaku.

Sebagai Negara yang menjunjung tinggi supremasi hukum sebagaimana

yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 1 ayat (3)

bahwa “Negara Indonesia adalah Negara hukum”, maka penegakan hukum di

15P.A.F Lamintang dan Theo Lamintang.2010.Hukum Penitensier Indonesia. Jakarta:

Sinar Grafika, halaman 165. 16Sahardjo. 1983. Pohon Beringin Pengayoman Hukum Pancasila, (Pidato Pengukuhan

pada tanggal 3 Juli 1963, di Istana Negara). Jakarta : UI Pres, halaman. 8.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

9

Indonesia sepenuhnya menjadi tanggung jawab Negara yang dalam hal ini

diemban oleh lembaga-lembaga penegakan hukum di Indonesia yang mana

narapidana mempunyai hak dalam proses pembinaan.

Menyelesaikan suatu perkara pidana harus memperhatikan perlindungan

harkat martabat kemanusiaannya, sekalipun perlu diinsafi bahwa tujuan tindakan

penegak hukum adalah untuk melindungi kepentingan masyarakat dan disisi lain

tidak boleh sampai mengorbankan hak dan martabat tersangka, atau sebaliknya,

demi untuk melindungi dan menjujnjung harkat martabat termasuk perawatan

tersangka dalam waktu yang tidak ditentukan, tentu disisi lain tidak boleh

mengorbankan kepentingan masyarakat, sehingga antara kedua kepentingan tidak

dikorbankan. Berkaitan denganUUD 1945, Pancasila sebagai dasar Negara di

dalam sila ke-2 yang berbunyi “Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab” menjamin

bahwa manusia Indonesia diperlakukan secara beradab meskipun berstatus

narapidana. Selain itu, pada sila ke-5 mengatakan bahwa “Keadilan Sosial Bagi

Seluruh Rakyat Indonesia” berarti bahwa narapidanapun haruslah juga

mendapatkan kesempatan berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain

layaknya kehidupan manusia secara normal.

Ruang lingkup pembinaan dan bimbingan yang diberikan mencakup

bidang mental dan ketrampilan, dengan bekal mental dan ketrampilan yang

mereka miliki, diharapkan mereka dapat berhasil mengintegrasikan dirinya di

dalam masyarakat.Semua usaha ini dilakukan dengan berencana dan sistematis

agar selama mereka dalam pembinaan dapat bertobat menyadari kesalahannya dan

bertekad untuk menjadi manusia yang berguna bagi masyarakat, Negara dan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

10

bangsa.Disadari bahwa untuk melaksanakan pembinaan dan bimbingan melalui

berbagai bentuk dan usaha, tentunya menuntut kemampuan dan tanggung jawab

yang lebih berat dari para pelaksananya termasuk perlunya dukungan berupa

sarana dan fasilitas yang memadai.Oleh karena disadari bahwa sarana dan fasilitas

selalu serba terbatas, maka para petugaspun harus mampu memanfaatkan melalui

pengelolaan yang efisien sehinqga dapat mencapai hasil yang optimal.

Pada Pasal 28 D Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi, “Setiap

orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang

adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum”, begitu juga dengan napi yang

mempunyai hak dan perlindungan dalam proses pembinaan dirutan. Disamping,

hak seorang napi juga diatur di dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995

yang berkaitan dengan sistem pemasyarakatan pada Pasal 5 tentang Sistem

pembinaan pemasyarakatan dilaksanakan berdasarkan asas, yaitu:

a. pengayoman :

b. persamaan perlakuan dan pelayanan :

c. pendidikan :

d. pembimbingan :

e. penghormatan harkat dan martabat manusia :

f. kehilangan kemerdekaan merupakan satu-satunya penderitaan :

g. terjaminnya hak untuk tetap berhubun gan dengan keluarga dan orang-orang

tertentu.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

11

Narapidana perlu diperhatikan hak-haknya dan perlu diberi perlindungan

hukum.Secara umum Hak–hak narapidana ini telah tertuang dalam Undang-

Undang Nomor: 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan yaitu:

a. melakukan ibadah sesuai dengan agama atau kepercayaannya :

b. mendapat perawatan baik rohani maupun jasmani :

c. mendapatkan pendidikan dan pengajaran :

d. mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang layak :

e. menyampaikan keluhan :

f. mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media massa lainnya yang

tidak dilarang :

g. mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang dilakukan :

h. menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum, atau orang tertentu lainnya :

i. mendapatkan pengurangan masa pidana :

j. mendapatkan kesempatan berasimilasi ternasuk cuti mengunjungi keluarga;

k. mendapatkan pembebasan bersyarat;

l. mendapatkan cuti menjelang bebas;

m. mendapatkan hak-hak Narapidana sesuai dengan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.17

Terpenuhinya hak-hak narapidana memiliki dampak positif terhadap

perikehidupan narapidana di Rutan Salatiga.Terwujudnya tata kehidupan yang

aman dan tertib yang pada akhirnya mampu mewujudkan narapidana yang telah

17Lihat Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang No. 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

12

siap kembali ke masyarakat sebagai manusia yang bermartabat, siap menjalankan

perannya di masyarakat dan berbakti terhadap bangsa dan Negara.

Asimilasi merupakan bagian dari pembinaan terhadap narapidana yang

menjalankan pidana penjara dalam sistem pemasyarakatan.Untuk menentukan

efektif atau tidaknya pelaksanaan asimilasi pada lembaga pemasyarakatan tidak

jauh berbeda dengan pembahasan terhadap efektif atau tidaknya pidana

penjara.Untuk menentukan efektif atau tidaknya pidana penjara merupakan suatu

hal yang tidak mudah karena harus ada suatu ukuran berupa batasan dan tujuan

yang hendak dicapai.18Dalam pembahasan ini konteks efektivitas yang dimaksud

lebih dikhususkan kepada bagian dari pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana

di Rutan Salatiga.

Asimilasi adalah proses pembinaan narapidana yang dilaksanakan

dengan membaurkan narapidana dalam kehidupan masyarakat.19Pasal 14 ayat (1)

huruf j, Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 Tentang Pemasyarakatan berbunyi

“Narapidana berhak mendapatkan kesempatan berasimilasi termasuk cuti

mengunjungi Keluarga”, yang artinya setiap narapidana mendapatkan kesempatan

berasimilasi.

Adapun persyarat substantif dalam asimilasi yaitu:

1. telah menunjukkan kesadaran dan penyesalan atas kesalahan yang

menyebabkan dijatuhi pidana;

18Barda Nawawi Arief, 2010, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan

Dengan Pidana Penjara, Yogyakarta : Genta Publishing, halaman 108. 19Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun

2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

13

2. berhasil mengikuti program kegiatan pembinaan dengan tekun dan

bersemangat;

3. masyarakat dapat menerima program pembinaan Narapidana yang

bersangkutan;

4. berkelakuan baik selama menjalani pidana dan tidak pernah mendapat

hukuman disiplin sekurang-kurangnya dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir;

5. masa pidana yang telah dijalani 1/2 (setengah) dari masa pidananya.20

Tata cara untuk pemberian asimilasi adalah sebagai berikut:

1. Tim Pengamat Pemasyarakatan (TPP) Lapas atau TPP Rutan setelah

mendengar pendapat anggota TPP dan mempelajari laporan perkembangan

pembinaan dari Wali Pemasyarakatan, mengusulkan pemberian asimilasi

kepada Kepala Lapas atau Kepala Rutan;

2. Asimilasi, apabila Kepala Lapas atau Kepala Rutan menyetujui usul TPP

Lapas atau TPP Rutan selanjutnya menerbitkan keputusan Asimilasi;

Lamanya Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan menjalankan

Asimilasi di luar Lapas atau Rutan ditentukan sebagai berikut:

1. untuk kegiatan pendidikan, bimbingan kerja dan latihan keterampilan

disesuaikan dengan waktu yang dipergunakan secara efektif di tempat

kegiatan;

2. untuk kegiatan kerja pada pihak ketiga atau kerja mandiri disesuaikan dengan

waktu yang dipergunakan di tempat kerja paling lama 9 (sembilan) jam sehari

termasuk waktu diperjalanan;

20Pasal 6 Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI No. M.01.PK.04.10 Tahun 2007 Tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas dan Cuti Bersyarat.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

14

Selama menjalani proses Asimilasi tanggung jawab keamanan ada pada

Kepala Lapas atau Kepala Rutan.21

Dalam hal pelaksanaan Asimilasi memerlukan kerjasama antara Lapas

atau Rutan dan pihak ketiga, maka kerjasama tersebut harus didasarkan pada

perjanjian yang dibuat antara Kepala Lapas atau Kepala Rutan dan pihak ketiga

yag memberi pekerjaan pada Narapidana.22 Perjanjian kerjasama harus memuat

hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, termasuk upah yang akan diterima

narapidana.23

Bagaimana perubahan berfikir dari para penyelenggara Negara tersebut

terhadap pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana di rutan Salatiga belum ada

pihak yang meneliti dan menulisnya sebagai suatu karya tulis kesarjanaan.Oleh

sebab itu penulis menulis judul sebagaimana dikemukakan diatas sebagi judul

penelitian dan skripsi.

Dengan mengetahui sasaran-sasaran dalam proses pelaksanaan asimilasi

terhadap narapidana yang akan dicapai disertai sarana pendukungnya yang masih

serba terbatas, maka disusunlah “Pelaksanaan Asimilasi Terhadap Narapidana

Di Rutan Salatiga” menggunakan Peraturan Menteri Kehakiman Republik

Indonesia Nomor M.02.PK.04-10 Tahun 1999 tentang Asimilasi, Pembebasan

21Pasal 13 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor

M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

22 Pasal 14 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

23Pasal 15 Peraturan Menteri Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Nomor M.2.Pk.04-10 Tahun 2007 tentang Syarat Dan Tata Cara Pelaksanaan Asimilasi, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, Dan Cuti Bersyarat.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

15

Bersyarat, dan Cuti Menjelang Bebas, perlu disesuaikan dengan Undang-Undang

Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

permasalahan antara lain:

1. Bagaimana prosedur dan pemberian asimilasi terhadap narapidana?

2. Apakah hambatan dalam pemberian asimilasi di Rutan Salatiga?

C. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan uraian yang terdapat di dalam rumusan masalah diatas maka

yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis prosedur dan pemberian asimilasi di Rutan Salatiga.

2. Menganalisis hambatan dalam pelaksanaan asimilasi di Rutan Salatiga.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua

kegunaan tersebut adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis

a. Sebagai bahan informasi bagi para akademis maupun praktisi hukum dan

sebagai bahan perbandingan bagi penelitian lanjutan.

b. Memperkaya khasanah perpustakaan ilmu hukum khususnya yang

berkaitan denganasimilasi terhadap narapidana.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

16

2. Secara praktis

a. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah atau instansi terkait dalam

penerapan hukum terhadap asimilasi terhadap narapidana.

b. Sebagai bahan masukan bagi masyarakat, pelajar/mahasiswa maupun

praktisi hukum mengenai asimilasi terhadap narapidana.

E. METODE PENELITIAN

1. Jenis Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka penelitian

yang sedang diteliti ini berjenis penelitian hukum normatif. Metode penelitian

hukum normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode

atau cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada.Tahapan pertama penelitian

hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan hukum

obyektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan penelitian terhadap

masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum normatif adalah penelitian

yang ditujukan untuk mendapatkan hukum subjektif (hak dan

kewajiban).Penelitian hukum Normatif dilengkapi dengan penelitian hukum

empiris untuk agar lebih dapat tercapai tujuan penelitian yang telah ditentukan

secara lebih mendalam.

Keluarnya Peraturan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No: M.

02 PK.04.10 TAHUN 2007 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat Dan

Cuti Bersyarat, sebagai salah satu upaya lebih meningkatkan program

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

17

pembinaan bagi warga binaan. Indikator keberhasilan program pembinaan

sesuai sistem pemasyarakatan adalah banyaknya jumlah narapidana dan anak

pidana yang telah memenuhi syarat melaksanakan Asimilasi. Sistem

pemasyarakatan menurut Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 12 Tahun

1995 tentang Pemasyarakatan menyatakan bahwa

Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kwalitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggung jawab.

Sesuai sistem pemasyarakatan tersebut maka optimalisasi peningkatan

pelayanan asimilasi merupakan langkah strategis dalam mengatasi masalah

over capacity di Rutan Salatiga, kebijakan ini diambil tidak hanya akan

menjadi solusi untuk masalah kelebihan kapasitas Rutan Salatiga tetapi juga

masalah anggaran Negara.

2. Bahan Hukum

Dalam metode penelitian hukum normatif, terdapat 3 macam bahan

pustaka yang dipergunakan oleh penulis yakni:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau

yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan perundang–

undangan, Bahan hukum primer yang penulis gunakan di dalam penulisan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

18

ini yakni: Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang

Pemasyarakatan,Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No:

M. 02 PK.04.10 TAHUN 2007 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat

Dan Cuti Bersyarat.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum yang tidak

mengikat tetapi menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang

merupakan hasil olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang

mempelajari suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan

petunjuk ke mana peneliti akan mengarah, yang dimaksud dengan bahan

sekunder disini oleh penulis adalah doktrin-doktrin yang ada di dalam

buku, jurnal hukum dan internet.

c. Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang mendukung bahan hukum

primer dan bahan hukum sekunder dengan memberikan pemahaman dan

pengertian atas bahan hukum lainnya.Bahan hukum yang dipergunakan

oleh penulis adalah Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.

3. Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data diusahakan sebanyak mungkin data yang

diperoleh atau dikumpulkan mengenai masalah-masalah yang berhubungan

dengan penelitian ini, disini penulis akan mempergunakan data primer,

sekunder, dan yaitu data yang diperoleh dengan cara:

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

19

a. Wawancara

Wawancara adalah cara memperoleh data yang bersifat primer.

Dalam hal ini akan diusahakan untuk memperoleh data-data dengan

menggunakan tanya jawab (wawancara) dengan pihak-pihak yang terkait

dalam pelaksanaan asimilasi terhadap narapidana di Rutan Salatiga, yaitu

Kepala Rutan Salatiga dan Tim Pengamat Pemasyarakatan Rutan Salatiga.

b. Studi Kepustakaan

Studi Kepustakaan ini untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-

teori, pendapat-pendapat ataupun penemuan-penemuan yang berhubungan

erat dengan pokok permasalahan. Kepustakaan tersebut dapat berupa

peraturan perundang-perundangan, karya ilmiah para sarjana, dan sumber-

sumber lain.

Dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan. Dengan

pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai aspek

mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabnya. Macam-macam

pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah:24

a. Pendekatan Undang-Undang (statute approach)

b. Pendekatan kasus (case approach)

24Peter Mahmud Marzuki. 2009. Penelitian Hukum. Jakarta : Kencana Prenada Media

Group, halaman 93.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

20

4. Unit Amatan

Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia No: M. 02 PK.04.10

Tahun 2007 tentang Asimilasi, Pembebasan Bersyarat Dan Cuti Bersyarat.

5. Metode Analisis

Penelitian yang dilakukan bersifat deskriptif yaitu menggambarkan

gejala-gejala terhadap suatu yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu

pendekatan kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan

data deskriptif. Digunakan pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk

mengerti atau memahami gejala yang diteliti.25Bertujuan meneliti kaidah-

kaidah hukum yang mengatur tentang bagaimana hak napi di dalam proses

pembinaan, khsusunya tujuan asimilasi terhadap narapidana di Rutan Salatiga.

25Soerjono Soekanto. 1986. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : UI Press, halaman 32.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/8353/2/T1_312010035_BAB I.pdf · Sejarah Dan Azaz Penologi. ... dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur

22