BAB I PENDAHULUAN -...
-
Upload
nguyentruc -
Category
Documents
-
view
229 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat
dibandingkan dengan sediaan farmasi lain karena berbagai keuntungan seperti
mudah digunakan, memiliki stabilitas fisik yang baik, dan mudah dalam
pengemasan serta distribusi. Namun, salah satu kelemahan tablet adalah
membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat diabsorpsi karena memerlukan
waktu untuk terdisintegrasi dan terdisolusi. Selain itu pada beberapa pasien
pediatri dan geriatri, cenderung mengalami kesulitan dalam menelan tablet
konvensional. Hal ini tentu menjadi masalah pada natrium diklofenak yang
merupakan obat analgesikantiinflamasi golongan NSAID yang diharapkan
mampu menghasilkan aksi dengan cepat yang banyak digunakan pada pasien
geriatri, seperti pada kasus penderita rheumatoid arthritis.
Oleh karena itu, diperlukan suatu formula tablet yang mampu terdisintegrasi
secara cepat. Fast disintegrating tablets (FDT) merupakan suatu tablet yang
mampu terdisintegrasi secara cepat di dalam sedikit cairan pada tempat
pemberian. Salah satu teknik pembuatan FDT adalah dengan menambahkan suatu
bahan penghancur yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan
cepat. Bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya
adalah AcDiSol®, yang merupakan suatu superdisintegrant. Konsentrasi AcDi
Sol® optimum yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa
langsung adalah sebesar 2% (Guest, 2009) atau dalam FDT
2
yaitu sebesar 13% (Panigrahi & Behera, 2010). AcDiSol® dipilih karena
memiliki derajat substitusi (Degree of Substitution) lebih tinggi daripada sodium
strch glycolate dan crospovidone. Selain itu AcDiSol® memiliki kemampuan
menarik air dan mengembang secara cepat (Mohanchandran dkk., 2011).
Parameter lain yang perlu diperhatikan dalam FDT selain waktu disintegrasi
adalah kekerasan tablet. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa
langsung, dimana metode ini membutuhkan bahan yang memiliki kompresbilitas
yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh. Salah satu
solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet tanpa mempengaruhi kemampuan
disintegrasi FDT adalah dengan menggunakan filler binder. Filler binder
merupakan suatu bahan pengisi tablet yang juga mampu berperan sebagai
pengikat karena sifat deformasi plastik. Hal ini disebabkan karena ketika air
masuk ke dalam tablet, maka bentuk partikel yang berubah pada saat tekanan
kompresi diberikan (terjadi deformasi plastik), akan berkembang kembali ke
bentuk semula yang akan mengakibatkan antarpartikel saling mendesak sehingga
tablet hancur (Fudholi, 2013). Salah satu filler binder yang ada adalah Avicel® PH
102. Avicel® PH 102 dipilih karena memberikan kekerasan relatif lebih baik
dibandingkan dengan Avicel® varian lain, waktu disintegrasi lebih baik, dan
variasi bobot tablet yang kecil (Lahdenpaa dkk., 1997), serta memiliki sifat alir
relatif lebih baik dibandingkan Avicel® seri lain karena berbentuk granuler dengan
ukuran partikel optimum (Bolhuis dan Lerk cit. Gohel, 2005).
Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi
formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan
3
penghancur AcDiSol® yang dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH
102 yang kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design.
B. Perumusan Masalah
Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana pengaruh variasi kadar bahan penghancur AcDiSol® yang
dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102 pada sifat fisik
kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air
fast disintegrating tablets natrium diklofenak?
2. Pada kombinasi kadar berapakah bahan penghancur AcDiSol® yang
dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102 memberikan sifat
fisik kerapuhan, waktu disintergrasi, waktu pembasahan dan rasio absorpsi
air fast disintegrating tablets optimum?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum :
Memperoleh produk sediaan fast disintegrating tablets dengan formula
yang memberikan sifat fisik optimum.
2. Tujuan Khusus :
a. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar AcDiSol® sebagai bahan
penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik
kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air
fast disintegrating tablets natrium diklofenak.
b. Memperoleh formula fast disintegrating tablets yang memberikan sifat
fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembashaan, dan rasio absorpsi
4
air optimum dengan menggunakan AcDiSol® sebagai bahan penghancur
dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder.
D. Pentingnya Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula
fast disintegrating tablets yang mempunyai sifat fisik optimum sehingga dapat
membantu meningkatkan efektifitas penggunaan serta kenyamanan pemakaian
tablet natrium diklofenak sebagai obat antirheumatoid arthritis pada geriatri
untuk memperoleh obat dengan onset yang cepat
E. Tinjauan Pustaka
1. Fast Disintegrating Tablets
Fast disintegrating tablets merupakan suatu tablet yang terdiri atas
mikropartikel yang sedikitnya mengandung satu macam zat aktif dan satu
macam bahan penghancur atau bahan yang bersifat swellable (mengembang
jika bersentuhan dengan air). Tablet dapat terdispersi dengan cepat di dalam air
dan menghasilkan suatu dispersi yang stabil (Vaghela dkk., 2011).
Fast disintegrating tablets (FDT) mampu terdisintegrasi secara cepat
dalam sedikit air. Tablet seperti ini banyak ditujukan bagi orangorang yang
sukar menelan tablet secara utuh seperti pada geriatri dan pediatri. Sifat FDT
seperti kekerasan dan waktu disintegrasi merupakan kontrol kualitas yang
harus dilakukan selama produksi sehingga akan menghasilkan FDT yang baik.
Ada beberapa kriteria sehingga suatu FDT dapat dikatakan sebagai FDT yang
ideal, antara lain:
5
a. Tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk dapat
terdisintegrasi atau terdispersi;
b. Memiliki rasa yang menyenangkan;
c. Tidak meninggalkan residu atau semua komponen dapat terlarut dalam
air;
d. Memiliki kekerasan yang cukup namun tidak rapuh;
e. Tidak sensitif terhadap kondisi lingkungan; dan
f. Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet konvensional serta
mudah dikemas (Sharma, 2008).
Untuk memperoleh semua karakteristik diatas, perlu dilakukan optimasi
suatu FDT, baik optimasi dari segi bahan, metode, atau yang lainnya. Dalam
pembuatannya, FDT dapat dibuat dengan beberapa teknik, mulai dari teknik
konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik dalam pembuatan FDT
tersebut antara lain:
a. Penambahan Bahan Penghancur (Disintegrant)
Teknik pembuatan FDT dengan penambahan disintegran
merupakan salah satu teknik yang paling populer dan paling sering
digunakan untuk memformulasikan suatu FDT karena mudah
diimplementasikan dan biayanya murah. Prinsip dasar dari pembuatan
FDT dengan penambahan disintegran ini adalah konsentrasi yang
optimum dari disintegran untuk memperoleh waktu disintegrasi yang
cepat (Neeta dkk., 2012).
6
Saat ini telah dikembangkan banyak varian suatu disintegran yang
memiliki kemampuan sebagai bahan penghancur yang lebih baik,
beberapa diantaranya dikembangkan dari disintegran yang telah ada.
Beberapa disintegran yang sering digunakan dalam pembuatan FDT
antara lain adalah Sodium Starch Glycolate, Croscarmellose Sodium,
dan Crosspovidone (Sharma, 2008).
b. Freeze Drying (Liofilisasi)
Freeze drying atau liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet
dimana air disublimasi dari tablet setelah didinginkan. Liofilisasi
merupakan suatu teknik pengeringan yang memungkinkan pengeringan
tanpa menggunakan panas sehingga cocok digunakan untuk bahan yang
tidak tahan panas. Hasil dari proses ini adalah suatu tablet dengan
porositas yang yang tinggi sehingga air akan lebih mudah berpenetrasi
ke dalam matriks tablet untuk memperantarai proses disintegrasi. Hal
ini dikarenakan dengan tingginya porositas, maka luas area spesifik
permukaan tablet yang kontak dengan air akan semakin besar (Parkash,
2011).
c. Molding
Pada teknik ini, tablet cetak dipreparasi dengan menggunakan
bahan yang larut air sehingga akan mudah terdisintegrasi ketika kontak
dengan air. Teknik ini dilakukan dengan menjenuhkan semua bahan
tablet dengan solven hidroalkohol dan dicetak dengan tekanan rendah.
Solven yang mudah menguap tersebut kemudian dikeringkan dengan
7
menggunakan udara, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas
yang tinggi yang akan memperantarai proses disintegrasi yang cepat
dari tablet (Parkash, 2011).
d. Sublimasi
Teknik pembuatan FDT dengan sublimasi merupakan suatu
teknik yang memformulasi FDT dengan bahan padat yang mudah
menyublim, seperti urea, ammonium karbonat, ammonium bikarbonat,
kamfer atau menthol. Campuran bahan yang mengandung bahan yang
mudah menyublim kemudian dikempa. Material yang mudah
menyublim dihilangkan dengan proses sublimasi, sehingga akan
diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi. Porositas yang tinggi
inilah yang akan memperantarai waktu disintegrasi yang cepat (Neeta
dkk., 2012).
Teknik diatas merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk
membuat suatu FDT. Selain 4 teknik diatas, terdapat juga teknik pembuatan
FDT dengan menggunakan bahan spray-dried dan teknik mass extrussion.
Bahkan beberapa industri telah mematenkan beberapa metode yang mereka
kembangkan untuk membuat suatu FDT seperti Durasolv®, Orasolv®,
Wowtab®, dan Flashtab® (Bhowmik dkk., 2009).
Evaluasi suatu FDT kebanyakan hampir sama dengan tablet
konvensional, meliputi uji kekerasan, uji kerapuhan, dan uji disolusi. Uji yang
spesifik pada FDT adalah uji waktu disintegrasi, uji waktu pembasahan dan uji
rasio absorpsi air. Suatu FDT tidak boleh memiliki waktu disintegrasi kurang
8
dari 3 menit (Departement of Health, 2009), namun beberapa literatur
mempersyaratkan waktu disintegrasi yang lebih cepat yaitu kurang dari 60
detik (Allen dkk., 2011).
2. Parameter Sifat Fisik FDT
Beberapa parameter sifat fisika tablet perlu diketahui untuk menjamin
kualitas tablet, antara lain:
a. Parameter Keseragaman Bobot Tablet
Keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin keseragaman
dosis antar tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan memiliki
kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi
keseragaman dosis obat dalam tablet. Uji ini dilakukan dengan menimbang
sejumlah 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20
tablet ditentukan. Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979),
persyaratan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut adalah seperti pada
tabel 1.
Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Depkes, 1979)
Bobot ratarata tablet Penyimpangan bobot ratarata dalam %
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg 150 mg 10% 20%
151 mg – 300 mg 7,5% 15%
Lebih dari 300 mg 5% 10%
Pada penimbangan sebanyak 20 tablet satu per satu dengan neraca
analitik, tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan
tidak boleh ada satu tablet pun yang boleh menyimpang dari ketentuan B.
9
b. Parameter Kekerasan Tablet
Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas
dan stabilitas sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu
menahan gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun
distribusi agar kualitas tablet tetap terjaga. Uji kekerasan dilakukan dengan
mengambil 6 tablet dari masingmasing formula, kemudian diuji kekerasan
dengan alat uji kekerasan. Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang
berada pada rentang 35 kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010).
c. Parameter Kerapuhan Tablet
Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang
dilepaskan tablet akibat adanya bahan penguji mekanis. Kerapuhan
menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik terutama
guncangan dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukkan
tablet tersebut bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam
pengemasan dan transportasi (Allen dkk., 2011).
Uji dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan
menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan
ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian
dilakukan uji kerapuhan menggunakan alat friability tester dengan rotasi
25 rpm selama 4 menit. Tablet kemudian dibebasdebukan dan ditimbang
kembali sebagai bobot akhir. Uji kerapuhan dinyatakan dalam persen
massa yang hilang mengacu pada massa tablet awal sebelum pengujian.
10
USP 2007 mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima
adalah apabila kerapuhan kurang dari 1%.
d. Parameter Waktu Disintegrasi
Waktu disintegrasi FDT merupakan waktu yang diperlukan oleh
matriks FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk fine
particles. Waktu disintegrasi FDT diukur dengan cara menempatkan tablet
FDT ke dalam cawan petri dengan diameter 5 cm yang berisi 20 mL
aquades yang merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan
volume sendok makan. Tablet diletakkan secara perlahan kedalam cawan
petri yang berisi air, waktu disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat
kemudian dicari waktu reratanya dari 6 kali pengujian. Persyaratan waktu
disintegrasi tablet ODT tidak lebih dari 3 menit (Departement of Health,
2009), namun dalam bukunya Allen dkk. (2011) menyebutkan bahwa
rapid disintegrating tablets setidaknya memiliki waktu hancur kurang dari
1 menit.
e. Parameter Waktu Pembasahan
Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat
FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan
mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet.
Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki
kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula. Waktu prmbasahan
tablet berhubungan dengan struktur matriks tablet dan hidrofilisitas dari
eksipien (Bhowmik dkk., 2009)
11
Penentuan waktu uji ini dilakukan dengan dengan mengadaptasi dan
memodifikasi prosedur yang dilakukan oleh Jain dan Naruka (2009).
Prosedur yang dilakukan adalah sebagai sebagai berikut, selembar kertas
saring yang telah dilipat satu kali diletakkan di dalam cawan petri
(diameter 5 cm) yang telah berisi 5 mL aquades yang telah mengandung
zat warna FDC Strawberry Red. Sebuah tablet kemudian diletakkan di atas
kertas saring secara perlahan. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan
warna merah di seluruh permukaan tablet dihitung sebagai waktu
pembasahan.
f. Parameter Rasio Absorpsi Air
Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui
kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya.
Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah
air yang dapat ditampung dalam matriks tablet, hal ini berarti akan
semakin banyak jumlah air yang diperlukan untuk menyebabkan tablet
terdisintegrasi (Panigrahi dan Bahera, 2010).
Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap
air seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 1. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air
12
Pada gambar 1, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah
dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada
botol penampung dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang.
Berkurangnya bobot air diatas neraca analitik inilah yang nantinya
dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet. Parameter rasio absorpsi air
dinyatakan dengan persen massa air yang mampu diserap tablet dihitung
terhadap massa tablet basah (Bhowmik dkk., 2009)
g. Uji disolusi FDT
Uji disolusi merupakan uji pelarutan suatu obat ke dalam medium
tertentu. Uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tablet
mampu terlarut dalam medium dalam jumlah dan kecepatan tertentu
(Gibson, 2009). Parameter ini umum untuk semua tablet, namun dalam
tablet natrium diklofenak, penetapan parameter ini didasarkan pada
metode yang terdapat pada USP apparatus 2 (paddle method; Erweka
dissolution test). Uji disolusi dilakukan dengan meletakan tablet FDT ke
dalam 900 mL medium disolusi (buffer fosfat), pH 6,8, temperatur 37 ±
0,5 oC, dan kecepatan putar pedal 50 rpm. 10 mL sampel diambil pada
interval waktu tertentu kemudian diganti dengan media disolusi baru.
Sampel yang diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya pada
panjang gelombang 279 nm dan kadar obat dihitung dengan menggunakan
kurva baku. Kecepatan disolusi diukur untuk semua formula (USP
Convention, 2007).
13
3. Superdisintegrant
Superdisintegrant merupakan suatu modifikasi bahan penghancur yang
telah ada untuk menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara
cepat dengan adanya cairan. Salah satu jenis struktur superdisintegrant adalah
cross-linked CMC. Mekanisme suatu superdisintegrant untuk dapat hancur pun
bermacammacam, seperti deformation, particle repulsive force, penyerapan
air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan
menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Sharma, 2008).
Saat ini penggunaan superdisintegrant untuk formulasi FDT lebih banyak
digunakan karena peralatan dan teknologi yang digunakan lebih sederhana dan
relatif sama dengan pembuatan tablet konvensional, tidak memerlukan alat
khusus seperti pada pembuatan FDT dengan modifikasi teknik pembuatan
(Neeta dkk., 2012).
Ada banyak jenis superdisintegrant dengan mekanismenya masing
masing. Kebanyakan suatu superdisintegrant digunakan dalam kadar yang
sangat kecil dihitung terhadap bobot tablet. Sebagai contoh Microcrystalline
cellulose digunakan sebagai disintegrant dalam pembuatan FDT dalam range
8,29,1% (Sharma, 2008) atau Croscarmellose sodium sering digunakan
sebagai superdisintegrant dengan kadar 15% (Sakr dkk., 1993).
Kebanyakan suatu superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif
terhadap kelembaban atau air, hal ini wajar karena superdisintegrant akan
dengan cepat beraksi ketika kontak dengan air. Oleh karena itu penggunaan
superdisintegrant dalam pembuatan tablet terbatas pada metode yang tidak
14
melibatkan air seperti granulasi basah. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode
kempa langsung untuk menghindari pengaruh air, oleh karena itu karakteristik
superdisintegrant juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, bahwa
suatu superdisintegrant harus memiliki karakteristik yang baik seperti sifat alir
dan kompresibilitas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu tablet yang
baik (Neeta dkk., 2012).
4. Filler Binder
Filler binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai
bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh
dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki
kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu
berfungsi sebagai pengikat. Suatu filler binder pada umumnya merupakan
suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang
ketika dilakukan pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari
filler binder akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk
semula, hal inilah yag menyebabkan suatu filler binder akan meningkatkan
kompresibilitas bahan penyusun tablet (Gohel, 2005).
Kebanyakan filler binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap
air dengan cepat. Hal ini akan memberikan keuntungan karena hal tersebut
membantu memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang
akan mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler binder yang sering
digunakan adalah kombinasi starch dan laktosa seperti StarLac® dan berbagai
15
varian microcrystalline cellulose seperti diantaranya Avicel® PH 102 dan
Vivapur® 102 (Gohel, 2005).
5. Simplex Lattice Design
Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk
memperoleh interpretasi data secara matematis. Model simplex lattice design
merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana, yang biasa
digunakan untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat,
atau optimasi pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Setiap perubahan
fraksi salah satu komponen dari komponen akan merubah sedikitnya satu
variabel atau lebih dari fraksi komponen lain. Apabila Xa adalah fraksi dari
komponen a dalam campuran fraksi, maka:
0 ≤ Xa ≤ 1 = 1 ......................................................................... (1)
Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu
berjumlah sama, dapat dinyatakan sebagai sebagai persamaan 2.
Xa + Xb + .... + Xc = 1 ............................................................ (2)
(Armstrong dan James, 1996).
Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen
komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar
dengan q tiap sudut dan q1 tiap dimensi. Semua fraksi dari kombinasi 2
campuran dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Jika ada 2 komponen (q=2),
maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang merupakan gambar garis lurus
16
seperti terlihat pada gambar 2. Titik A menyatakan suatu formula yang hanya
mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula yang hanya
mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan suatu formula
yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B.
Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang mengandung
0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk
menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan
semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.
Gambar 2. Simplex Lattice Design Model Linier
Gambar 2 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2
komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya interaksi
yang positif (Benefical effects), yaitu masingmasing komponen saling
mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing
masing komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3
menunjukkan bahwa adanya interaksi negatif (Detrimental effects), yaitu
masingmasing komponen saling meniadakan respon (Armstrong dan James,
1996).
17
6. Monografi Bahan
a. Natrium Diklofenak
Natrium diklofenak atau orthophrn adalah suatu turunan asam fenil
asetat dengan nama kimia Natrium 2[2(2,6diklorofenil) aminofenil]1
oksidoetanon. Natrium diklofenak mempunyai rumus molekul
C14H10Cl2NO2Na dengan bobot molekul sebesar 318,1. Natrium
diklofenak merupakan suatu asam lemah dengan pKa 4,2. Di dalam air,
Natrium diklofenak akan terion menjadi ion Na+ dan anion diklofenak.
Natrium diklofenak memiliki jarak lebur antara 283285 oC berupa
serbuk hablur berwarna putih yang higroskopis (Adeyeye & Li, 1990).
Gambar 3. Struktur Natrium Diklofenak (Department of Health, 2009)
Natrium diklofenak merupakan suatu analgesik nonsteroid,
dimana pada umumnya diformulasikan dalam bentuk lepas lambat. FDT
natrium diklofenak dibuat untuk memfasilitasi pasien yang menginginkan
aksi atau onset yang cepat dari natrium diklofenak. Pada pembuatan
FDT, digunakan garam natrium dari diklofenak dimaksudkan untuk
meningkatkan kelarutan dari diklofenak tersebut dalam air. Natrium
diklofenak sangat mudah larut dalam metanol dan etanol, agak sukar
larut dalam air dan asam asetat glasial, praktis tidak larut dalam eter
(Department of Health, 2009).
18
b. AcDiSol®
AcDiSol® merupakan sebuah merek dagang dari croscarmellose
sodium yang diproduksi oleh FMCBiopolymer. AcDiSol® merupakan
senyawa Carboxymethylcellulose yang mengikat garam natrium dengan
ikatan silang (crosslinked) dengan ikatan O-carboxymethylated cellulose
yang akan mampu memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. AcDi
Sol® mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking)
dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan
menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat
(Department of Health, 2009). Penyerapan air adalah kemampuan untuk
menarik air masuk ke dalam matriks tablet. Luas area penyerapan air dan
kecepatan penyerapan air merupakan dua parameter kritis dari
kemampuan penyerapan air suatu bahan. Paparan atau kontak dengan air
dapat menyebabkan disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet
untuk pecah (FMCBiopolymer, 2009).
Gambar 4. Struktur Kimia Ac-Di-Sol®
AcDiSol® efektif digunakan dengan metode kempa langsung
untuk menghindari adanya air berlebih. Bahan penghancur ini tidak
terpengaruh oleh kekerasan tablet dan mempunyai stabilitas yang sangat
baik. Penambahan bahan penghancur ini lebih baik pada intragranuler
19
maupun ekstragranuler. Sebagaimana superdisintegrant lain, AcDiSol®
biasanya digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap
massa tablet (Guest, 2009). Menurut Panigrahi dan Behera (2010),
Penggunaan AcDiSol® dengan kadar 13% dari bobot tablet total
memberikan respon optimum yang ditunjukkan dengan kadar obat yang
dilepaskan dari tablet paling besar. Sedangkan penelitian lain
memberikan rentang kadar yang lebih lebar yaitu sebesar 15% (Sakr
dkk., 1993). Selain itu, Chaudari dkk., (2011) dalam penelitiannya
memaparkan bahwa pada berbagai variasi kadar 2%, 3%, 4%, dan 5%
AcDiSol® memberikan waktu disintegrasi in vitro paling cepat pada
kadar 3%.
c. Avicel® PH 102
Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer
yang komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa
digunakan sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau
kapsul, dan dapat juga bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan
tablet, Avicel® tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga
dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler binder). Avicel® berupa
partikel putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara komersial, Avicel®
tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang dibedakan atas dasar ukuran
partikel dan kandungan air sehingga masingmasing seri atau jenis dari
Avicel® memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan untuk
tujuan yang spesifik. Beberapa jenis Avicel® yang terdapat di pasaran
antara lain Avicel® PH 101, Avicel® PH 102, Avicel® PH 103, Avicel®
20
PH 200, Avicel® PH 301, Avicel® 302, dan masih banyak jenis yang
lainnya (Guy, 2009).
Gambar 5. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Guy, 2009)
Avicel® PH 102 biasa digunakan pada pembuatan tablet dengan
metode kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya
telah dirancang untuk dapat digunakan sebagai bahan pengisi tablet
dengan metode kempa langsung. Avicel® PH 102 memiliki ukuran
partikel dengan diameter ratarata sebesar 100 µm dan kandungan air
tidak lebih dari 5%. Karakteristik tersebut lah yang akan memperbaiki
sifat alir dan kompresibilitas dari campuran bahan tablet sehingga dapat
dilakukan kempa langsung (FMCBiopolymer, 2005).
Avicel® memiliki fungsi yang bermacammacam dalam formulasi
sediaan tablet. Fungsi atau maksud tujuan penggunaan Avicel® dalam
formulasi tablet ditunjukkan pada tabel 2.
Tabel II. Fungsi Avicel® pada Berbagai Konsentrasi (Guy, 2009)
Fungsi Persentase terhadap bobot tablet (%)
Adosrben 1090
Antiadheren 520
Pengikat/pengisi Kapsul 2090
Penghancur 515
Filler Binder 2090
21
Pada kadar 2090% terhadap bobot tablet, Avicel® akan mampu
berfungsi sebagai filler binder. Selain akan memperbaiki sifat kekerasan
dan kerapuhan dari tablet, penggunaan Avicel® sebagai filler binder pada
pembuatan FDT tidak akan mengurangi kemampuan disintegrasi tablet
karena Avicel® tidak akan menghalangi penetrasi cairan ke dalam
matriks tablet (Guy, 2009). Konsentrasi filler binder optimum yang
digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki respon kekerasan
dan kerapuhan tablet yang semakin baik dengan meningkatnya
konsentrasi (Mattsson, 2000).
d. Manitol
Manitol atau sering disebut DManitol, atau Mannitolum.
mempunyai rumus molekul C6H14O6 dengan berat molekul 186,17.
Manitol berbentuk serbuk kristal atau granul berwarna putih dan tidak
berbau. Pada suhu 20oC manitol larut dalam basa (1:18), agak sukar larut
dalam etanol 95% (1:83), dan mudah larut dalam air (1:5,5). Manitol
memiliki jarak lebur 116118oC (Depkes, 1995).
Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kirakira
sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta
meninggalkan sensasi dingin di mulut. Oleh karena itu manitol banyak
digunakan di industri farmasi, terutama sebagai pengisi tablet. Manitol
tidak higroskopis sehingga dapat digunakan untuk eksipien tablet dengan
bahan aktif atau bahan penghancur yang sensitif kelembaban. Oleh
karena itu, granul yang mengandung manitol memiliki keuntungan
karena dapat dikeringkan dengan mudah (Armstrong, 2009).
22
Gambar 6. Struktur Kimia Manitol (Armstrong, 2009)
Manitol dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan metode
kempa langsung maupun granulasi basah. Serbuk manitol berisfat kohesif
sedangkan granulnya mudah mengalir. Manitol stabil dalam bentuk
kering maupun larutan, namun dalam penyimpanannya manitol harus
disimpan di tempat kering dan di dalam wadah tertutup rapat. Granul
manitol dapat mengalir dengan baik dan dapat memperbaiki sifat alir dari
material yang lain. Namun, biasanya manitol digunakan dengan
konsentrasi tidak lebih dari 25% dari bahan yang terkandung dalam satu
formula. Manitol biasa digunakan sebagai pengisi pada pembuatan
formula tablet kunyah karena memberikan sensasi dingin, rasa manis,
dan ‘mouth feel’ (Armstrong, 2009).
e. Aspartam
Aspartam atau aspartamum memiliki nama kimia N-a-L-Aspartyl-
L-phenylalanine 1-methyl ester dengan rumus molekul C14H18N2O5 dan
bobot molekul 294,31. Aaspartam berbentuk kristal, berwarna putih
tulang, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa manis yang kuat.
Aspartam memiliki jarak lebur 246247oC. Aspartam sukar larut dalam
23
etanol 95% dan sukar larut dalam air. Kelarutan aspartam meningkat
dengan naiknya suhu dan pada pH yang lebih rendah (Cram, 2009).
Gambar 7. Struktur Kimia Aspartam (Cram, 2009)
Aspartam banyak digunakan sebagai bahan pemanis baik pada
produk makanan, minuman, maupun sediaan farmasi termasuk tablet.
Dengan tingkat kemanisan 180200 kali tingkat kemanisan sukrosa.
Selain itu, aspartam juga dapat meningkatkan rasa (flavor) pada sediaan
dan menutupi rasa yang kurang enak. Namun tidak seperti pemanis lain
yang berasal dari karbohidrat, aspartam dimetabolisme di dalam tubuh
sehingga memiliki nilai gizi kurang lebih 17 kJ atau setara dengan 4 kkal
untuk tiap gramnya. Karena nilai gizinya yang rendah, aspartam banyak
digunakan sebagai gula alternatif pengganti sukrosa pada pasien
penderita diabetes. Akan tetapi dalam praktiknya, jumlah aspartam yang
dikonsumsi hanya sedikit sehingga nilai gizinya minimal (Cram, 2009).
Aspartam stabil dalam keadaan kering namun dengan adanya
kelembaban akan menyebabkan terjadinya hidrolisis. Selain oleh adanya
air, aspartam juga akan terdegradasi karena pengaruh pemanasan. Dalam
penyimpanannya, aspartam harus disimpan dalam tempat kering dalam
wadah tertutup rapat (Cram, 2009).
24
f. Menthol
Menthol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)-
(±)–5–Methyl-2-(1-methylethyl)cyclohexanol. Rumus molekul dari
menthol adalah C10H20O dengan berat molekul 156,27. Menthol
berbentuk serbuk kristal yang mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak
berwarna, masa kering heksagonal, dan memiliki bau serta rasa yang kuat
Jarak lebur menthol pada suhu 4144oC dan sangat mudah larut dalam
etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan sangat sukar larut
dalam air (Depkes, 1995). Bentuk kristal ini dapat berubah seiring
dengan waktu karena proses penyubliman yang terjadi (Langdon dan
Mullarney, 2009).
Gambar 8. Struktur Kimia Menthol (Langdon dan Mullarney 2009)
Menthol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu
kurang dari 25oC untuk menghindari penyubliman. Pada sediaan tablet,
menthol kristal umumnya digunakan pada rentang kadar 0,20,4% dan
dilarutkan dulu di dalam etanol baru disemprotkan ke campuran granul
atau serbuk (tidak ditambahkan dalam bentuk padat). Bahan ini
mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa bahan antara lain kamfer,
kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol (Langdon dan
Mullarney, 2009).
25
g. PEG4000
Polyethylene Glycol atau sering disebut Macrogol merupakan suatu
polimer yang terbentuk antara ethylene oxide dengan air. Polyethylene
Glycol memiliki nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl)
dengan rumus molekul HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana m
merupakan rerata nomor grup oxyethylene. PEG memiliki beberapa jenis
diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG 8000
dimana angka yang mengikuti PEG menunjukkan ratarata berat molekul
dari polimer tersebut. PEG dibawah 1000 biasanya berupa cairan, sedikit
berwarna atau berwarna kuning, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin
tinggi nomor PEG, maka cairan akan semakin viscous. Sedangkan PEG
dengan bobot lebih dari 1000 berbentuk padat, berwarna putih, berasa
manis, dan konsistensinya berupa pasta sampai berbentuk lilin (Wallick,
2009).
Gambar 9. Struktur Kimia PEG (Wallick, 2009)
PEG bersifat hidrofilik atau mudah larut dan bercampur dengan air.
Pada pembuatan sediaan tablet di industri, PEG biasa digunakan sebagai
lubrikan. Sifat hidrofilik dari PEG inilah yang akan menjadikan tablet
cepat hancur dalam air karena penetrasinya tidak terhalangi seperti
halnya pada penggunaan magnesium stearat atau talc sebagai lubrikan
yang bersifat hidrofob. Sehingga penggunaannya pada FDT diharapkan
26
mampu meningkatkan kecepatan penetrasi air ke dalam tablet. PEG stabil
di udara dan dalam larutan. Meskipun PEG<200 bersifat higroskopis
namun tidak ditumbuhi mikroba dan tidak tengik. PEG harus disimpan di
dalam wadah tertutup rapat, tempat yang kering, dan sejuk (Wallick,
2009).
F. Landasan Teori
Pembuatan fast disintegrating tablets (FDT) natrium diklofenak akan lebih
menguntungkan dalam pengobatan rheumatoid arthritis pada pasien geriatri,
karena akan memberikan onset yang cepat dan memudahkan dalam pemberian.
Tablet ini akan mampu terdisintegrasi membentuk dispersi yang stabil di dalam
air pada tempat pemberian, seperti sendok.
Penambahan superdisintegrant merupakan salah satu teknik pembuatan
FDT yang paling umum dan mudah dilakukan karena tidak membutuhkan alat
khusus. Salah satu superdisintegrant yang digunakan untuk pembuatan FDT
adalah AcDiSol® yang merupakan senyawa carboxymethyl cellulose. Bahan
penghancur ini akan mampu menarik air dan mengembang ketika kontak dengan
air. Penggunaan AcDiSol® sebagai superdisintegrant diharapkan akan mampu
mempercepat waktu disintegrasi FDT. Kadar optimum AcDiSol® pada
pembuatan FDT dengan metode kempa langsung adalah sebesar 13% (Panigrahi
dan Behera, 2010).
Selain kecepatan disintegrasi, parameter lain yang penting dalam FDT
adalah kekerasan dan kerapuhan. Kebanyakan FDT dibuat tidak terlalu keras
karena tablet yang terlalu keras akan mempersulit penetrasi air. Oleh karena itu
27
diperlukan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat
yang tidak menghalangi penetrasi air. Filler binder merupakan bahan pengisi
tablet yang dapat berperan sebagai bahan pengikat. Salah satu filler binder yang
digunakan untuk pembuatan FDT adalah Avicel® PH 102. Bahan ini terususun
atas microcrystalline cellulose. Dengan menggunakan bahan ini, akan dihasilkan
FDT dengan sifat fisik yang baik terutama kekerasan dan kerapuhan tablet tanpa
mempengaruhi kemampuan disintegrasi tablet. Filler binder pada pembuatan
tablet dengan metode kempa langsung bisa digunakan pada rentang kadar 20%
90%, namun secara spesifik kadar optimum filler binder adalah sebesar 35% dan
akan semakin baik dengan meningkatnya kadar filler binder terhadap bobot tablet
(Mattsson, 2000).
AcDiSol® yang dikombinasikan dengan Avicel® PH 102 akan
menghasilkan sifat fisik FDT yang optimum. Untuk mengetahui kombinasi yang
memberikan sifat fisik optimum, maka dilakukan optimasi dengan menggunakan
model simplex lattice design.
G. Hipotesis
1. Penggunaan kombinasi AcDiSol® dan Avciel® PH 102 dapat berpengaruh
terhadap sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan
rasio absorpsi air pada FDT natrium diklofenak.
2. Pada proporsi tertentu kadar AcDiSol® dan Avicel® PH 102 terhadap bobot
tablet akan memberikan sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu
pembasahan, dan rasio absorpsi air optimum FDT natrium diklofenak.