BAB I PENDAHULUAN -...

27
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat dibandingkan dengan sediaan farmasi lain karena berbagai keuntungan seperti mudah digunakan, memiliki stabilitas fisik yang baik, dan mudah dalam pengemasan serta distribusi. Namun, salah satu kelemahan tablet adalah membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat diabsorpsi karena memerlukan waktu untuk terdisintegrasi dan terdisolusi. Selain itu pada beberapa pasien pediatri dan geriatri, cenderung mengalami kesulitan dalam menelan tablet konvensional. Hal ini tentu menjadi masalah pada natrium diklofenak yang merupakan obat analgesikantiinflamasi golongan NSAID yang diharapkan mampu menghasilkan aksi dengan cepat yang banyak digunakan pada pasien geriatri, seperti pada kasus penderita rheumatoid arthritis. Oleh karena itu, diperlukan suatu formula tablet yang mampu terdisintegrasi secara cepat. Fast disintegrating tablets (FDT) merupakan suatu tablet yang mampu terdisintegrasi secara cepat di dalam sedikit cairan pada tempat pemberian. Salah satu teknik pembuatan FDT adalah dengan menambahkan suatu bahan penghancur yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan cepat. Bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya adalah AcDiSol ® , yang merupakan suatu superdisintegrant. Konsentrasi AcDi Sol ® optimum yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa langsung adalah sebesar 2% (Guest, 2009) atau dalam FDT

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tablet merupakan sediaan farmasi yang paling populer di masyarakat

dibandingkan dengan sediaan farmasi lain karena berbagai keuntungan seperti

mudah digunakan, memiliki stabilitas fisik yang baik, dan mudah dalam

pengemasan serta distribusi. Namun, salah satu kelemahan tablet adalah

membutuhkan waktu relatif lama untuk dapat diabsorpsi karena memerlukan

waktu untuk terdisintegrasi dan terdisolusi. Selain itu pada beberapa pasien

pediatri dan geriatri, cenderung mengalami kesulitan dalam menelan tablet

konvensional. Hal ini tentu menjadi masalah pada natrium diklofenak yang

merupakan obat analgesik­antiinflamasi golongan NSAID yang diharapkan

mampu menghasilkan aksi dengan cepat yang banyak digunakan pada pasien

geriatri, seperti pada kasus penderita rheumatoid arthritis.

Oleh karena itu, diperlukan suatu formula tablet yang mampu terdisintegrasi

secara cepat. Fast disintegrating tablets (FDT) merupakan suatu tablet yang

mampu terdisintegrasi secara cepat di dalam sedikit cairan pada tempat

pemberian. Salah satu teknik pembuatan FDT adalah dengan menambahkan suatu

bahan penghancur yang mampu memfasilitasi hancurnya matriks tablet dengan

cepat. Bahan penghancur yang digunakan dalam pembuatan FDT salah satunya

adalah Ac­Di­Sol®, yang merupakan suatu superdisintegrant. Konsentrasi Ac­Di­

Sol® optimum yang dibutuhkan dalam pembuatan tablet dengan metode kempa

langsung adalah sebesar 2% (Guest, 2009) atau dalam FDT

2

yaitu sebesar 1­3% (Panigrahi & Behera, 2010). Ac­Di­Sol® dipilih karena

memiliki derajat substitusi (Degree of Substitution) lebih tinggi daripada sodium

strch glycolate dan crospovidone. Selain itu Ac­Di­Sol® memiliki kemampuan

menarik air dan mengembang secara cepat (Mohanchandran dkk., 2011).

Parameter lain yang perlu diperhatikan dalam FDT selain waktu disintegrasi

adalah kekerasan tablet. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode kempa

langsung, dimana metode ini membutuhkan bahan yang memiliki kompresbilitas

yang baik untuk menghasilkan tablet yang keras serta tidak rapuh. Salah satu

solusi untuk meningkatkan kekerasan tablet tanpa mempengaruhi kemampuan

disintegrasi FDT adalah dengan menggunakan filler binder. Filler binder

merupakan suatu bahan pengisi tablet yang juga mampu berperan sebagai

pengikat karena sifat deformasi plastik. Hal ini disebabkan karena ketika air

masuk ke dalam tablet, maka bentuk partikel yang berubah pada saat tekanan

kompresi diberikan (terjadi deformasi plastik), akan berkembang kembali ke

bentuk semula yang akan mengakibatkan antarpartikel saling mendesak sehingga

tablet hancur (Fudholi, 2013). Salah satu filler binder yang ada adalah Avicel® PH

102. Avicel® PH 102 dipilih karena memberikan kekerasan relatif lebih baik

dibandingkan dengan Avicel® varian lain, waktu disintegrasi lebih baik, dan

variasi bobot tablet yang kecil (Lahdenpaa dkk., 1997), serta memiliki sifat alir

relatif lebih baik dibandingkan Avicel® seri lain karena berbentuk granuler dengan

ukuran partikel optimum (Bolhuis dan Lerk cit. Gohel, 2005).

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka dilakukan penelitian optimasi

formula fast disintegrating tablets untuk mengetahui pengaruh penambahan bahan

3

penghancur Ac­Di­Sol® yang dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH

102 yang kemudian dianalisis dengan menggunakan simplex lattice design.

B. Perumusan Masalah

Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh variasi kadar bahan penghancur Ac­Di­Sol® yang

dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102 pada sifat fisik

kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air

fast disintegrating tablets natrium diklofenak?

2. Pada kombinasi kadar berapakah bahan penghancur Ac­Di­Sol® yang

dikombinasikan dengan filler binder Avicel® PH 102 memberikan sifat

fisik kerapuhan, waktu disintergrasi, waktu pembasahan dan rasio absorpsi

air fast disintegrating tablets optimum?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum :

Memperoleh produk sediaan fast disintegrating tablets dengan formula

yang memberikan sifat fisik optimum.

2. Tujuan Khusus :

a. Mengetahui pengaruh kombinasi kadar Ac­Di­Sol® sebagai bahan

penghancur dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder terhadap sifat fisik

kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan rasio absorpsi air

fast disintegrating tablets natrium diklofenak.

b. Memperoleh formula fast disintegrating tablets yang memberikan sifat

fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembashaan, dan rasio absorpsi

4

air optimum dengan menggunakan Ac­Di­Sol® sebagai bahan penghancur

dan Avicel® PH 102 sebagai filler binder.

D. Pentingnya Penelitian

Penelitian ini dapat digunakan sebagai usaha untuk memperoleh formula

fast disintegrating tablets yang mempunyai sifat fisik optimum sehingga dapat

membantu meningkatkan efektifitas penggunaan serta kenyamanan pemakaian

tablet natrium diklofenak sebagai obat antirheumatoid arthritis pada geriatri

untuk memperoleh obat dengan onset yang cepat

E. Tinjauan Pustaka

1. Fast Disintegrating Tablets

Fast disintegrating tablets merupakan suatu tablet yang terdiri atas

mikropartikel yang sedikitnya mengandung satu macam zat aktif dan satu

macam bahan penghancur atau bahan yang bersifat swellable (mengembang

jika bersentuhan dengan air). Tablet dapat terdispersi dengan cepat di dalam air

dan menghasilkan suatu dispersi yang stabil (Vaghela dkk., 2011).

Fast disintegrating tablets (FDT) mampu terdisintegrasi secara cepat

dalam sedikit air. Tablet seperti ini banyak ditujukan bagi orang­orang yang

sukar menelan tablet secara utuh seperti pada geriatri dan pediatri. Sifat FDT

seperti kekerasan dan waktu disintegrasi merupakan kontrol kualitas yang

harus dilakukan selama produksi sehingga akan menghasilkan FDT yang baik.

Ada beberapa kriteria sehingga suatu FDT dapat dikatakan sebagai FDT yang

ideal, antara lain:

5

a. Tidak membutuhkan air dalam jumlah banyak untuk dapat

terdisintegrasi atau terdispersi;

b. Memiliki rasa yang menyenangkan;

c. Tidak meninggalkan residu atau semua komponen dapat terlarut dalam

air;

d. Memiliki kekerasan yang cukup namun tidak rapuh;

e. Tidak sensitif terhadap kondisi lingkungan; dan

f. Dapat dibuat dengan metode pembuatan tablet konvensional serta

mudah dikemas (Sharma, 2008).

Untuk memperoleh semua karakteristik diatas, perlu dilakukan optimasi

suatu FDT, baik optimasi dari segi bahan, metode, atau yang lainnya. Dalam

pembuatannya, FDT dapat dibuat dengan beberapa teknik, mulai dari teknik

konvensional hingga yang modern. Beberapa teknik dalam pembuatan FDT

tersebut antara lain:

a. Penambahan Bahan Penghancur (Disintegrant)

Teknik pembuatan FDT dengan penambahan disintegran

merupakan salah satu teknik yang paling populer dan paling sering

digunakan untuk memformulasikan suatu FDT karena mudah

diimplementasikan dan biayanya murah. Prinsip dasar dari pembuatan

FDT dengan penambahan disintegran ini adalah konsentrasi yang

optimum dari disintegran untuk memperoleh waktu disintegrasi yang

cepat (Neeta dkk., 2012).

6

Saat ini telah dikembangkan banyak varian suatu disintegran yang

memiliki kemampuan sebagai bahan penghancur yang lebih baik,

beberapa diantaranya dikembangkan dari disintegran yang telah ada.

Beberapa disintegran yang sering digunakan dalam pembuatan FDT

antara lain adalah Sodium Starch Glycolate, Croscarmellose Sodium,

dan Crosspovidone (Sharma, 2008).

b. Freeze Drying (Liofilisasi)

Freeze drying atau liofilisasi merupakan teknik pembuatan tablet

dimana air disublimasi dari tablet setelah didinginkan. Liofilisasi

merupakan suatu teknik pengeringan yang memungkinkan pengeringan

tanpa menggunakan panas sehingga cocok digunakan untuk bahan yang

tidak tahan panas. Hasil dari proses ini adalah suatu tablet dengan

porositas yang yang tinggi sehingga air akan lebih mudah berpenetrasi

ke dalam matriks tablet untuk memperantarai proses disintegrasi. Hal

ini dikarenakan dengan tingginya porositas, maka luas area spesifik

permukaan tablet yang kontak dengan air akan semakin besar (Parkash,

2011).

c. Molding

Pada teknik ini, tablet cetak dipreparasi dengan menggunakan

bahan yang larut air sehingga akan mudah terdisintegrasi ketika kontak

dengan air. Teknik ini dilakukan dengan menjenuhkan semua bahan

tablet dengan solven hidro­alkohol dan dicetak dengan tekanan rendah.

Solven yang mudah menguap tersebut kemudian dikeringkan dengan

7

menggunakan udara, sehingga akan diperoleh tablet dengan porositas

yang tinggi yang akan memperantarai proses disintegrasi yang cepat

dari tablet (Parkash, 2011).

d. Sublimasi

Teknik pembuatan FDT dengan sublimasi merupakan suatu

teknik yang memformulasi FDT dengan bahan padat yang mudah

menyublim, seperti urea, ammonium karbonat, ammonium bikarbonat,

kamfer atau menthol. Campuran bahan yang mengandung bahan yang

mudah menyublim kemudian dikempa. Material yang mudah

menyublim dihilangkan dengan proses sublimasi, sehingga akan

diperoleh tablet dengan porositas yang tinggi. Porositas yang tinggi

inilah yang akan memperantarai waktu disintegrasi yang cepat (Neeta

dkk., 2012).

Teknik diatas merupakan teknik yang paling umum digunakan untuk

membuat suatu FDT. Selain 4 teknik diatas, terdapat juga teknik pembuatan

FDT dengan menggunakan bahan spray-dried dan teknik mass extrussion.

Bahkan beberapa industri telah mematenkan beberapa metode yang mereka

kembangkan untuk membuat suatu FDT seperti Durasolv®, Orasolv®,

Wowtab®, dan Flashtab® (Bhowmik dkk., 2009).

Evaluasi suatu FDT kebanyakan hampir sama dengan tablet

konvensional, meliputi uji kekerasan, uji kerapuhan, dan uji disolusi. Uji yang

spesifik pada FDT adalah uji waktu disintegrasi, uji waktu pembasahan dan uji

rasio absorpsi air. Suatu FDT tidak boleh memiliki waktu disintegrasi kurang

8

dari 3 menit (Departement of Health, 2009), namun beberapa literatur

mempersyaratkan waktu disintegrasi yang lebih cepat yaitu kurang dari 60

detik (Allen dkk., 2011).

2. Parameter Sifat Fisik FDT

Beberapa parameter sifat fisika tablet perlu diketahui untuk menjamin

kualitas tablet, antara lain:

a. Parameter Keseragaman Bobot Tablet

Keseragaman bobot tablet digunakan untuk menjamin keseragaman

dosis antar tablet. Tablet yang bobotnya terlalu bervariasi akan memiliki

kadar zat aktif yang bervariasi pula sehingga akan mempengaruhi

keseragaman dosis obat dalam tablet. Uji ini dilakukan dengan menimbang

sejumlah 20 tablet satu per satu dengan neraca analitik. Rerata dari 20

tablet ditentukan. Menurut Farmakope Indonesia edisi III (1979),

persyaratan penyimpangan bobot tablet tidak bersalut adalah seperti pada

tabel 1.

Tabel I. Persyaratan Penyimpangan Bobot Tablet (Depkes, 1979)

Bobot rata­rata tablet Penyimpangan bobot rata­rata dalam %

A B

25 mg atau kurang 15% 30%

26 mg ­ 150 mg 10% 20%

151 mg – 300 mg 7,5% 15%

Lebih dari 300 mg 5% 10%

Pada penimbangan sebanyak 20 tablet satu per satu dengan neraca

analitik, tidak boleh ada dua tablet yang menyimpang dari ketentuan A dan

tidak boleh ada satu tablet pun yang boleh menyimpang dari ketentuan B.

9

b. Parameter Kekerasan Tablet

Parameter kekerasan tablet perlu diketahui untuk menjamin kualitas

dan stabilitas sediaan tablet. Tablet harus cukup keras untuk mampu

menahan gangguan mekanis baik selama produksi, pengemasan, maupun

distribusi agar kualitas tablet tetap terjaga. Uji kekerasan dilakukan dengan

mengambil 6 tablet dari masing­masing formula, kemudian diuji kekerasan

dengan alat uji kekerasan. Kekerasan tablet FDT yang baik adalah yang

berada pada rentang 3­5 kg/cm2 (Panigrahi & Behera, 2010).

c. Parameter Kerapuhan Tablet

Kerapuhan tablet dinyatakan sebagai massa seluruh partikel yang

dilepaskan tablet akibat adanya bahan penguji mekanis. Kerapuhan

menggambarkan ketahanan tablet melawan tekanan mekanik terutama

guncangan dan pengikisan. Ketahanan pada kehilangan berat menunjukkan

tablet tersebut bertahan terhadap goresan ringan atau kerusakan dalam

pengemasan dan transportasi (Allen dkk., 2011).

Uji dilakukan dengan mengambil 20 tablet yang diukur dengan

menggunakan alat uji kerapuhan. Dua puluh tablet dibebasdebukan dan

ditimbang terlebih dahulu untuk mengetahui bobot awal, kemudian

dilakukan uji kerapuhan menggunakan alat friability tester dengan rotasi

25 rpm selama 4 menit. Tablet kemudian dibebasdebukan dan ditimbang

kembali sebagai bobot akhir. Uji kerapuhan dinyatakan dalam persen

massa yang hilang mengacu pada massa tablet awal sebelum pengujian.

10

USP 2007 mempersyaratkan bahwa kerapuhan tablet yang dapat diterima

adalah apabila kerapuhan kurang dari 1%.

d. Parameter Waktu Disintegrasi

Waktu disintegrasi FDT merupakan waktu yang diperlukan oleh

matriks FDT utuh untuk dapat terdisintegrasi menjadi bentuk fine

particles. Waktu disintegrasi FDT diukur dengan cara menempatkan tablet

FDT ke dalam cawan petri dengan diameter 5 cm yang berisi 20 mL

aquades yang merupakan simulasi dari jumlah cairan yang setara dengan

volume sendok makan. Tablet diletakkan secara perlahan kedalam cawan

petri yang berisi air, waktu disintegrasi yang diperlukan oleh tablet dicatat

kemudian dicari waktu reratanya dari 6 kali pengujian. Persyaratan waktu

disintegrasi tablet ODT tidak lebih dari 3 menit (Departement of Health,

2009), namun dalam bukunya Allen dkk. (2011) menyebutkan bahwa

rapid disintegrating tablets setidaknya memiliki waktu hancur kurang dari

1 menit.

e. Parameter Waktu Pembasahan

Waktu pembasahan digunakan untuk mengetahui seberapa cepat

FDT dapat menyerap air, dimana kecepatan penyerapan air ini akan

mempengaruhi kemampuan dan kecepatan disintegrasi dari tablet.

Semakin cepat waktu pembasahan, maka suatu tablet akan memiliki

kemampuan disintegrasi yang semakin cepat pula. Waktu prmbasahan

tablet berhubungan dengan struktur matriks tablet dan hidrofilisitas dari

eksipien (Bhowmik dkk., 2009)

11

Penentuan waktu uji ini dilakukan dengan dengan mengadaptasi dan

memodifikasi prosedur yang dilakukan oleh Jain dan Naruka (2009).

Prosedur yang dilakukan adalah sebagai sebagai berikut, selembar kertas

saring yang telah dilipat satu kali diletakkan di dalam cawan petri

(diameter 5 cm) yang telah berisi 5 mL aquades yang telah mengandung

zat warna FDC Strawberry Red. Sebuah tablet kemudian diletakkan di atas

kertas saring secara perlahan. Waktu yang diperlukan untuk menimbulkan

warna merah di seluruh permukaan tablet dihitung sebagai waktu

pembasahan.

f. Parameter Rasio Absorpsi Air

Rasio absorpsi air merupakan parameter untuk mengetahui

kemampuan tablet menyerap dan menampung air di dalam matriksnya.

Semakin besar rasio absorpsi air suatu tablet, maka semakin besar jumlah

air yang dapat ditampung dalam matriks tablet, hal ini berarti akan

semakin banyak jumlah air yang diperlukan untuk menyebabkan tablet

terdisintegrasi (Panigrahi dan Bahera, 2010).

Uji ini dilakukan dengan menggunakan serangkaian alat daya serap

air seperti yang ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 1. Rangkaian Alat Uji Daya Serap Air

12

Pada gambar 1, tablet diletakkan diatas kertas saring yang telah

dijenuhkan pada daerah A. Tablet akan menyerap air yang berarti air pada

botol penampung dia atas neraca analitik (daerah B) berkurang.

Berkurangnya bobot air diatas neraca analitik inilah yang nantinya

dihitung sebagai bobot air yang diserap tablet. Parameter rasio absorpsi air

dinyatakan dengan persen massa air yang mampu diserap tablet dihitung

terhadap massa tablet basah (Bhowmik dkk., 2009)

g. Uji disolusi FDT

Uji disolusi merupakan uji pelarutan suatu obat ke dalam medium

tertentu. Uji ini dilakukan untuk memberikan jaminan bahwa tablet

mampu terlarut dalam medium dalam jumlah dan kecepatan tertentu

(Gibson, 2009). Parameter ini umum untuk semua tablet, namun dalam

tablet natrium diklofenak, penetapan parameter ini didasarkan pada

metode yang terdapat pada USP apparatus 2 (paddle method; Erweka

dissolution test). Uji disolusi dilakukan dengan meletakan tablet FDT ke

dalam 900 mL medium disolusi (buffer fosfat), pH 6,8, temperatur 37 ±

0,5 oC, dan kecepatan putar pedal 50 rpm. 10 mL sampel diambil pada

interval waktu tertentu kemudian diganti dengan media disolusi baru.

Sampel yang diambil kemudian disaring dan diukur absorbansinya pada

panjang gelombang 279 nm dan kadar obat dihitung dengan menggunakan

kurva baku. Kecepatan disolusi diukur untuk semua formula (USP

Convention, 2007).

13

3. Superdisintegrant

Superdisintegrant merupakan suatu modifikasi bahan penghancur yang

telah ada untuk menghasilkan suatu bahan yang mampu terdisintegrasi secara

cepat dengan adanya cairan. Salah satu jenis struktur superdisintegrant adalah

cross-linked CMC. Mekanisme suatu superdisintegrant untuk dapat hancur pun

bermacam­macam, seperti deformation, particle repulsive force, penyerapan

air (water wicking) dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan

menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat (Sharma, 2008).

Saat ini penggunaan superdisintegrant untuk formulasi FDT lebih banyak

digunakan karena peralatan dan teknologi yang digunakan lebih sederhana dan

relatif sama dengan pembuatan tablet konvensional, tidak memerlukan alat

khusus seperti pada pembuatan FDT dengan modifikasi teknik pembuatan

(Neeta dkk., 2012).

Ada banyak jenis superdisintegrant dengan mekanismenya masing­

masing. Kebanyakan suatu superdisintegrant digunakan dalam kadar yang

sangat kecil dihitung terhadap bobot tablet. Sebagai contoh Microcrystalline

cellulose digunakan sebagai disintegrant dalam pembuatan FDT dalam range

8,2­9,1% (Sharma, 2008) atau Croscarmellose sodium sering digunakan

sebagai superdisintegrant dengan kadar 1­5% (Sakr dkk., 1993).

Kebanyakan suatu superdisintegrant merupakan bahan yang sensitif

terhadap kelembaban atau air, hal ini wajar karena superdisintegrant akan

dengan cepat beraksi ketika kontak dengan air. Oleh karena itu penggunaan

superdisintegrant dalam pembuatan tablet terbatas pada metode yang tidak

14

melibatkan air seperti granulasi basah. Kebanyakan FDT dibuat dengan metode

kempa langsung untuk menghindari pengaruh air, oleh karena itu karakteristik

superdisintegrant juga menjadi hal penting yang harus diperhatikan, bahwa

suatu superdisintegrant harus memiliki karakteristik yang baik seperti sifat alir

dan kompresibilitas sehingga nantinya akan menghasilkan suatu tablet yang

baik (Neeta dkk., 2012).

4. Filler Binder

Filler binder merupakan eksipien tablet yang dapat berfungsi sebagai

bahan pengisi sekaligus bahan pengikat. Karakteristik ini dapat diperoleh

dengan memodifikasi suatu bahan pengisi (filler) untuk bisa memiliki

kompresibilitas yang baik sehingga dengan pengempaan akan mampu

berfungsi sebagai pengikat. Suatu filler binder pada umumnya merupakan

suatu bahan pengisi yang memiliki deformasi plastis, yaitu suatu bahan yang

ketika dilakukan pengempaan atau pengepresan maka konformasi partikel dari

filler binder akan mengikuti celah atau ruang dan tidak akan kembali ke bentuk

semula, hal inilah yag menyebabkan suatu filler binder akan meningkatkan

kompresibilitas bahan penyusun tablet (Gohel, 2005).

Kebanyakan filler binder merupakan suatu bahan yang dapat menyerap

air dengan cepat. Hal ini akan memberikan keuntungan karena hal tersebut

membantu memperantarai terjadinya penetrasi air ke dalam matriks tablet yang

akan mempercepat proses disintegrasi. Beberapa filler binder yang sering

digunakan adalah kombinasi starch dan laktosa seperti StarLac® dan berbagai

15

varian microcrystalline cellulose seperti diantaranya Avicel® PH 102 dan

Vivapur® 102 (Gohel, 2005).

5. Simplex Lattice Design

Optimasi merupakan suatu metode atau desain eksperimental untuk

memperoleh interpretasi data secara matematis. Model simplex lattice design

merupakan salah satu model aplikasi yang paling sederhana, yang biasa

digunakan untuk optimasi campuran dalam bahan sediaan padat, semipadat,

atau optimasi pelarut baik untuk campuran biner atau lebih. Setiap perubahan

fraksi salah satu komponen dari komponen akan merubah sedikitnya satu

variabel atau lebih dari fraksi komponen lain. Apabila Xa adalah fraksi dari

komponen a dalam campuran fraksi, maka:

0 ≤ Xa ≤ 1 = 1 ......................................................................... (1)

Jumlah dari campuran yang terdiri dari beberapa komponen selalu

berjumlah sama, dapat dinyatakan sebagai sebagai persamaan 2.

Xa + Xb + .... + Xc = 1 ............................................................ (2)

(Armstrong dan James, 1996).

Area yang menyatakan semua kemungkinan kombinasi dari komponen­

komponen dapat dinyatakan oleh interior dan garis batas dari suatu gambar

dengan q tiap sudut dan q­1 tiap dimensi. Semua fraksi dari kombinasi 2

campuran dapat dinyatakan sebagai garis lurus. Jika ada 2 komponen (q=2),

maka dinyatakan sebagai satu dimensi yang merupakan gambar garis lurus

16

seperti terlihat pada gambar 2. Titik A menyatakan suatu formula yang hanya

mengandung komponen A, titik B menyatakan suatu formula yang hanya

mengandung komponen B, sedangkan garis AB menyatakan suatu formula

yang mengandung semua kemungkinan campuran komponen A dan B.

Sedangkan titik pada nilai 50% menyatakan suatu formula yang mengandung

0,5 bagian A dan 0,5 bagian B. Semakin banyak titik yang digunakan untuk

menggambarkan kurva SLD, maka hasil dari prediksi yang diperoleh akan

semakin aktual dan menggambarkan respon sebenarnya.

Gambar 2. Simplex Lattice Design Model Linier

Gambar 2 merupakan gambar dari kurva simplex lattice design 2

komponen. Kurva 1 pada gambar diatas menunjukkan bahwa adanya interaksi

yang positif (Benefical effects), yaitu masing­masing komponen saling

mendukung, kurva 2 menunjukkan bahwa tidak ada interaksi yaitu masing­

masing komponen tidak saling mempengaruhi, sedangkan kurva 3

menunjukkan bahwa adanya interaksi negatif (Detrimental effects), yaitu

masing­masing komponen saling meniadakan respon (Armstrong dan James,

1996).

17

6. Monografi Bahan

a. Natrium Diklofenak

Natrium diklofenak atau orthophrn adalah suatu turunan asam fenil

asetat dengan nama kimia Natrium 2­[2­(2,6­diklorofenil) aminofenil]­1­

oksidoetanon. Natrium diklofenak mempunyai rumus molekul

C14H10Cl2NO2Na dengan bobot molekul sebesar 318,1. Natrium

diklofenak merupakan suatu asam lemah dengan pKa 4,2. Di dalam air,

Natrium diklofenak akan terion menjadi ion Na+ dan anion diklofenak.

Natrium diklofenak memiliki jarak lebur antara 283­285 oC berupa

serbuk hablur berwarna putih yang higroskopis (Adeyeye & Li, 1990).

Gambar 3. Struktur Natrium Diklofenak (Department of Health, 2009)

Natrium diklofenak merupakan suatu analgesik non­steroid,

dimana pada umumnya diformulasikan dalam bentuk lepas lambat. FDT

natrium diklofenak dibuat untuk memfasilitasi pasien yang menginginkan

aksi atau onset yang cepat dari natrium diklofenak. Pada pembuatan

FDT, digunakan garam natrium dari diklofenak dimaksudkan untuk

meningkatkan kelarutan dari diklofenak tersebut dalam air. Natrium

diklofenak sangat mudah larut dalam metanol dan etanol, agak sukar

larut dalam air dan asam asetat glasial, praktis tidak larut dalam eter

(Department of Health, 2009).

18

b. Ac­Di­Sol®

Ac­Di­Sol® merupakan sebuah merek dagang dari croscarmellose

sodium yang diproduksi oleh FMCBiopolymer. Ac­Di­Sol® merupakan

senyawa Carboxymethylcellulose yang mengikat garam natrium dengan

ikatan silang (crosslinked) dengan ikatan O-carboxymethylated cellulose

yang akan mampu memfasilitasi disintegrasi cepat di dalam air. Ac­Di­

Sol® mempunyai mekanisme ganda yaitu penyerapan air (water wicking)

dan pembengkakan secara cepat (rapid swelling) yang akan

menyebabkan suatu sediaan padat terdisintegrasi secara cepat

(Department of Health, 2009). Penyerapan air adalah kemampuan untuk

menarik air masuk ke dalam matriks tablet. Luas area penyerapan air dan

kecepatan penyerapan air merupakan dua parameter kritis dari

kemampuan penyerapan air suatu bahan. Paparan atau kontak dengan air

dapat menyebabkan disintegran untuk mengembang dan mendesak tablet

untuk pecah (FMCBiopolymer, 2009).

Gambar 4. Struktur Kimia Ac-Di-Sol®

Ac­Di­Sol® efektif digunakan dengan metode kempa langsung

untuk menghindari adanya air berlebih. Bahan penghancur ini tidak

terpengaruh oleh kekerasan tablet dan mempunyai stabilitas yang sangat

baik. Penambahan bahan penghancur ini lebih baik pada intragranuler

19

maupun ekstragranuler. Sebagaimana superdisintegrant lain, Ac­Di­Sol®

biasanya digunakan dalam kadar yang sangat kecil dihitung terhadap

massa tablet (Guest, 2009). Menurut Panigrahi dan Behera (2010),

Penggunaan Ac­Di­Sol® dengan kadar 1­3% dari bobot tablet total

memberikan respon optimum yang ditunjukkan dengan kadar obat yang

dilepaskan dari tablet paling besar. Sedangkan penelitian lain

memberikan rentang kadar yang lebih lebar yaitu sebesar 1­5% (Sakr

dkk., 1993). Selain itu, Chaudari dkk., (2011) dalam penelitiannya

memaparkan bahwa pada berbagai variasi kadar 2%, 3%, 4%, dan 5%

Ac­Di­Sol® memberikan waktu disintegrasi in vitro paling cepat pada

kadar 3%.

c. Avicel® PH 102

Avicel® merupakan produk merk dagang dari dari FMCBiopolymer

yang komponen penyusunnya microcrystaline cellulose. Avicel® biasa

digunakan sebagai adsorbent, agen pensuspensi, pengisi tablet atau

kapsul, dan dapat juga bersifat sebagai disintegran. Pada pembuatan

tablet, Avicel® tidak hanya berfungsi sebagai bahan pengisi, namun juga

dapat berfungsi sebagai bahan pengikat (filler binder). Avicel® berupa

partikel putih, tidak berbau, dan tidak berasa. Secara komersial, Avicel®

tersedia dalam berbagai jenis atau seri yang dibedakan atas dasar ukuran

partikel dan kandungan air sehingga masing­masing seri atau jenis dari

Avicel® memiliki karakterisitik yang berbeda dan digunakan untuk

tujuan yang spesifik. Beberapa jenis Avicel® yang terdapat di pasaran

antara lain Avicel® PH 101, Avicel® PH 102, Avicel® PH 103, Avicel®

20

PH 200, Avicel® PH 301, Avicel® 302, dan masih banyak jenis yang

lainnya (Guy, 2009).

Gambar 5. Struktur Kimia Microcrystalline Cellulose (Guy, 2009)

Avicel® PH 102 biasa digunakan pada pembuatan tablet dengan

metode kempa langsung karena ukuran partikel dan kandungan airnya

telah dirancang untuk dapat digunakan sebagai bahan pengisi tablet

dengan metode kempa langsung. Avicel® PH 102 memiliki ukuran

partikel dengan diameter rata­rata sebesar 100 µm dan kandungan air

tidak lebih dari 5%. Karakteristik tersebut lah yang akan memperbaiki

sifat alir dan kompresibilitas dari campuran bahan tablet sehingga dapat

dilakukan kempa langsung (FMCBiopolymer, 2005).

Avicel® memiliki fungsi yang bermacam­macam dalam formulasi

sediaan tablet. Fungsi atau maksud tujuan penggunaan Avicel® dalam

formulasi tablet ditunjukkan pada tabel 2.

Tabel II. Fungsi Avicel® pada Berbagai Konsentrasi (Guy, 2009)

Fungsi Persentase terhadap bobot tablet (%)

Adosrben 10­90

Antiadheren 5­20

Pengikat/pengisi Kapsul 20­90

Penghancur 5­15

Filler Binder 20­90

21

Pada kadar 20­90% terhadap bobot tablet, Avicel® akan mampu

berfungsi sebagai filler binder. Selain akan memperbaiki sifat kekerasan

dan kerapuhan dari tablet, penggunaan Avicel® sebagai filler binder pada

pembuatan FDT tidak akan mengurangi kemampuan disintegrasi tablet

karena Avicel® tidak akan menghalangi penetrasi cairan ke dalam

matriks tablet (Guy, 2009). Konsentrasi filler binder optimum yang

digunakan secara spesifik sebesar 35% dan memiliki respon kekerasan

dan kerapuhan tablet yang semakin baik dengan meningkatnya

konsentrasi (Mattsson, 2000).

d. Manitol

Manitol atau sering disebut D­Manitol, atau Mannitolum.

mempunyai rumus molekul C6H14O6 dengan berat molekul 186,17.

Manitol berbentuk serbuk kristal atau granul berwarna putih dan tidak

berbau. Pada suhu 20oC manitol larut dalam basa (1:18), agak sukar larut

dalam etanol 95% (1:83), dan mudah larut dalam air (1:5,5). Manitol

memiliki jarak lebur 116­118oC (Depkes, 1995).

Manitol memiliki rasa manis dengan tingkat kemanisan kira­kira

sama dengan glukosa dan setengah dari tingkat kemanisan sukrosa serta

meninggalkan sensasi dingin di mulut. Oleh karena itu manitol banyak

digunakan di industri farmasi, terutama sebagai pengisi tablet. Manitol

tidak higroskopis sehingga dapat digunakan untuk eksipien tablet dengan

bahan aktif atau bahan penghancur yang sensitif kelembaban. Oleh

karena itu, granul yang mengandung manitol memiliki keuntungan

karena dapat dikeringkan dengan mudah (Armstrong, 2009).

22

Gambar 6. Struktur Kimia Manitol (Armstrong, 2009)

Manitol dapat digunakan pada pembuatan tablet dengan metode

kempa langsung maupun granulasi basah. Serbuk manitol berisfat kohesif

sedangkan granulnya mudah mengalir. Manitol stabil dalam bentuk

kering maupun larutan, namun dalam penyimpanannya manitol harus

disimpan di tempat kering dan di dalam wadah tertutup rapat. Granul

manitol dapat mengalir dengan baik dan dapat memperbaiki sifat alir dari

material yang lain. Namun, biasanya manitol digunakan dengan

konsentrasi tidak lebih dari 25% dari bahan yang terkandung dalam satu

formula. Manitol biasa digunakan sebagai pengisi pada pembuatan

formula tablet kunyah karena memberikan sensasi dingin, rasa manis,

dan ‘mouth feel’ (Armstrong, 2009).

e. Aspartam

Aspartam atau aspartamum memiliki nama kimia N-a-L-Aspartyl-

L-phenylalanine 1-methyl ester dengan rumus molekul C14H18N2O5 dan

bobot molekul 294,31. Aaspartam berbentuk kristal, berwarna putih

tulang, hampir tidak berbau, dan memiliki rasa manis yang kuat.

Aspartam memiliki jarak lebur 246­247oC. Aspartam sukar larut dalam

23

etanol 95% dan sukar larut dalam air. Kelarutan aspartam meningkat

dengan naiknya suhu dan pada pH yang lebih rendah (Cram, 2009).

Gambar 7. Struktur Kimia Aspartam (Cram, 2009)

Aspartam banyak digunakan sebagai bahan pemanis baik pada

produk makanan, minuman, maupun sediaan farmasi termasuk tablet.

Dengan tingkat kemanisan 180­200 kali tingkat kemanisan sukrosa.

Selain itu, aspartam juga dapat meningkatkan rasa (flavor) pada sediaan

dan menutupi rasa yang kurang enak. Namun tidak seperti pemanis lain

yang berasal dari karbohidrat, aspartam dimetabolisme di dalam tubuh

sehingga memiliki nilai gizi kurang lebih 17 kJ atau setara dengan 4 kkal

untuk tiap gramnya. Karena nilai gizinya yang rendah, aspartam banyak

digunakan sebagai gula alternatif pengganti sukrosa pada pasien

penderita diabetes. Akan tetapi dalam praktiknya, jumlah aspartam yang

dikonsumsi hanya sedikit sehingga nilai gizinya minimal (Cram, 2009).

Aspartam stabil dalam keadaan kering namun dengan adanya

kelembaban akan menyebabkan terjadinya hidrolisis. Selain oleh adanya

air, aspartam juga akan terdegradasi karena pengaruh pemanasan. Dalam

penyimpanannya, aspartam harus disimpan dalam tempat kering dalam

wadah tertutup rapat (Cram, 2009).

24

f. Menthol

Menthol atau racementhol memiliki nama kimia (1RS,2RS,5RS)-

(±)–5–Methyl-2-(1-methylethyl)cyclohexanol. Rumus molekul dari

menthol adalah C10H20O dengan berat molekul 156,27. Menthol

berbentuk serbuk kristal yang mudah mengalir, kristal mengkilap, tidak

berwarna, masa kering heksagonal, dan memiliki bau serta rasa yang kuat

Jarak lebur menthol pada suhu 41­44oC dan sangat mudah larut dalam

etanol 95%, sangat sukar larut dalam gliserin, dan sangat sukar larut

dalam air (Depkes, 1995). Bentuk kristal ini dapat berubah seiring

dengan waktu karena proses penyubliman yang terjadi (Langdon dan

Mullarney, 2009).

Gambar 8. Struktur Kimia Menthol (Langdon dan Mullarney 2009)

Menthol harus disimpan dalam wadah tertutup rapat pada suhu

kurang dari 25oC untuk menghindari penyubliman. Pada sediaan tablet,

menthol kristal umumnya digunakan pada rentang kadar 0,2­0,4% dan

dilarutkan dulu di dalam etanol baru disemprotkan ke campuran granul

atau serbuk (tidak ditambahkan dalam bentuk padat). Bahan ini

mempunyai inkompatibilitas dengan beberapa bahan antara lain kamfer,

kalium permanganat, pirogalol, resorsinol, dan timol (Langdon dan

Mullarney, 2009).

25

g. PEG­4000

Polyethylene Glycol atau sering disebut Macrogol merupakan suatu

polimer yang terbentuk antara ethylene oxide dengan air. Polyethylene

Glycol memiliki nama kimia α-Hydro-o-hydroxypoly(oxy-1,2-ethanediyl)

dengan rumus molekul HOCH2(CH2OCH2)mCH2OH dimana m

merupakan rerata nomor grup oxyethylene. PEG memiliki beberapa jenis

diantaranya PEG 400, PEG 1500, PEG 4000, PEG 6000, dan PEG 8000

dimana angka yang mengikuti PEG menunjukkan rata­rata berat molekul

dari polimer tersebut. PEG dibawah 1000 biasanya berupa cairan, sedikit

berwarna atau berwarna kuning, sedikit berbau, dan agak pahit. Semakin

tinggi nomor PEG, maka cairan akan semakin viscous. Sedangkan PEG

dengan bobot lebih dari 1000 berbentuk padat, berwarna putih, berasa

manis, dan konsistensinya berupa pasta sampai berbentuk lilin (Wallick,

2009).

Gambar 9. Struktur Kimia PEG (Wallick, 2009)

PEG bersifat hidrofilik atau mudah larut dan bercampur dengan air.

Pada pembuatan sediaan tablet di industri, PEG biasa digunakan sebagai

lubrikan. Sifat hidrofilik dari PEG inilah yang akan menjadikan tablet

cepat hancur dalam air karena penetrasinya tidak terhalangi seperti

halnya pada penggunaan magnesium stearat atau talc sebagai lubrikan

yang bersifat hidrofob. Sehingga penggunaannya pada FDT diharapkan

26

mampu meningkatkan kecepatan penetrasi air ke dalam tablet. PEG stabil

di udara dan dalam larutan. Meskipun PEG<200 bersifat higroskopis

namun tidak ditumbuhi mikroba dan tidak tengik. PEG harus disimpan di

dalam wadah tertutup rapat, tempat yang kering, dan sejuk (Wallick,

2009).

F. Landasan Teori

Pembuatan fast disintegrating tablets (FDT) natrium diklofenak akan lebih

menguntungkan dalam pengobatan rheumatoid arthritis pada pasien geriatri,

karena akan memberikan onset yang cepat dan memudahkan dalam pemberian.

Tablet ini akan mampu terdisintegrasi membentuk dispersi yang stabil di dalam

air pada tempat pemberian, seperti sendok.

Penambahan superdisintegrant merupakan salah satu teknik pembuatan

FDT yang paling umum dan mudah dilakukan karena tidak membutuhkan alat

khusus. Salah satu superdisintegrant yang digunakan untuk pembuatan FDT

adalah Ac­Di­Sol® yang merupakan senyawa carboxymethyl cellulose. Bahan

penghancur ini akan mampu menarik air dan mengembang ketika kontak dengan

air. Penggunaan Ac­Di­Sol® sebagai superdisintegrant diharapkan akan mampu

mempercepat waktu disintegrasi FDT. Kadar optimum Ac­Di­Sol® pada

pembuatan FDT dengan metode kempa langsung adalah sebesar 1­3% (Panigrahi

dan Behera, 2010).

Selain kecepatan disintegrasi, parameter lain yang penting dalam FDT

adalah kekerasan dan kerapuhan. Kebanyakan FDT dibuat tidak terlalu keras

karena tablet yang terlalu keras akan mempersulit penetrasi air. Oleh karena itu

27

diperlukan bahan tambahan yang berfungsi sebagai pengisi sekaligus pengikat

yang tidak menghalangi penetrasi air. Filler binder merupakan bahan pengisi

tablet yang dapat berperan sebagai bahan pengikat. Salah satu filler binder yang

digunakan untuk pembuatan FDT adalah Avicel® PH 102. Bahan ini terususun

atas microcrystalline cellulose. Dengan menggunakan bahan ini, akan dihasilkan

FDT dengan sifat fisik yang baik terutama kekerasan dan kerapuhan tablet tanpa

mempengaruhi kemampuan disintegrasi tablet. Filler binder pada pembuatan

tablet dengan metode kempa langsung bisa digunakan pada rentang kadar 20%­

90%, namun secara spesifik kadar optimum filler binder adalah sebesar 35% dan

akan semakin baik dengan meningkatnya kadar filler binder terhadap bobot tablet

(Mattsson, 2000).

Ac­Di­Sol® yang dikombinasikan dengan Avicel® PH 102 akan

menghasilkan sifat fisik FDT yang optimum. Untuk mengetahui kombinasi yang

memberikan sifat fisik optimum, maka dilakukan optimasi dengan menggunakan

model simplex lattice design.

G. Hipotesis

1. Penggunaan kombinasi Ac­Di­Sol® dan Avciel® PH 102 dapat berpengaruh

terhadap sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu pembasahan, dan

rasio absorpsi air pada FDT natrium diklofenak.

2. Pada proporsi tertentu kadar Ac­Di­Sol® dan Avicel® PH 102 terhadap bobot

tablet akan memberikan sifat fisik kerapuhan, waktu disintegrasi, waktu

pembasahan, dan rasio absorpsi air optimum FDT natrium diklofenak.