BAB I PENDAHULUAN -...

21
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang dilakukan oleh negara sedang berkembang untuk menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Pembangunan yang sering dilakukan oleh negara sedang berkembang adalah pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sendiri memiliki berbagai definisi, salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima adalah pendapat Meiser (Kuncoro,1997;17 dalam Subandi, 2014;9) yaitu: “Suatu proses di mana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di bawah „garis kemiskinan absolut‟ tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak semaki timpang”. Indonesia sebagai negara kepulauan dalam upaya menciptakan pembangunan nasional dengan cara membagi wilayah atas 34 provinsi, dan provinsi ini dibagi lagi menjadi 410 kabupaten serta 98 kota. Masing-masing provinsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintah daerah yang diatur dengan undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pembangunan di setiap daerah agar pembangunan nasional Indonesia dapat dimanfaatkan bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, dan hasil-hasil yang dicapai dapat dinikmati secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia. Pembangunan nasional dalam pengoptimalan pembangunan daerah diperkuat dengan adanya undang-undang yang mengatur, yaitu UU Nomor 32 tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Adanya undang-undang ini untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. Pembangunan ekonomi di daerah sebagian besar mengacu pada pertumbuhan ekonomi wilayah di setiap daerah sesuai dengan kekhasan daerah. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada

Transcript of BAB I PENDAHULUAN -...

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan merupakan suatu hal yang dilakukan oleh negara sedang

berkembang untuk menciptakan kondisi yang lebih baik dari sebelumnya.

Pembangunan yang sering dilakukan oleh negara sedang berkembang adalah

pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi sendiri memiliki berbagai

definisi, salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak diterima

adalah pendapat Meiser (Kuncoro,1997;17 dalam Subandi, 2014;9) yaitu:

“Suatu proses di mana pendapatan perkapita suatu negara meningkat selama

kurun waktu yang panjang, dengan catatan bahwa jumlah penduduk yang hidup di

bawah „garis kemiskinan absolut‟ tidak meningkat dan distribusi pendapatan tidak

semaki timpang”.

Indonesia sebagai negara kepulauan dalam upaya menciptakan

pembangunan nasional dengan cara membagi wilayah atas 34 provinsi, dan

provinsi ini dibagi lagi menjadi 410 kabupaten serta 98 kota. Masing-masing

provinsi, kabupaten, dan kota memiliki pemerintah daerah yang diatur dengan

undang-undang. Hal ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pembangunan di

setiap daerah agar pembangunan nasional Indonesia dapat dimanfaatkan bagi

peningkatan kesejahteraan rakyat, dan hasil-hasil yang dicapai dapat dinikmati

secara merata oleh seluruh rakyat Indonesia.

Pembangunan nasional dalam pengoptimalan pembangunan daerah

diperkuat dengan adanya undang-undang yang mengatur, yaitu UU Nomor 32

tahun 2004 tentang Otonomi Daerah. Adanya undang-undang ini untuk

memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya termasuk

pembangunan dalam bidang ekonominya. Pembangunan ekonomi di daerah

sebagian besar mengacu pada pertumbuhan ekonomi wilayah di setiap daerah

sesuai dengan kekhasan daerah. Pembangunan ekonomi yang berorientasi pada

2

wilayah ini tentu merangsang dan/ atau mengalami perkembangan ekonomi

wilayah. Perkembangan ekonomi wilayah yang terjadi diharapkan merupakan

perkembangan ekonomi yang baik, dimana Pendapatan Nasional Bruto (GNP)

per-kapita riil (harga konstan) harus lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat

pertumbuhan penduduk. Selain itu juga, menurut Muta’ali, 2014:121

“perkembangan ekonomi wilayah selain dicirikan dengan pendapatan per

kapita dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi dan stabil, serta hasil

pembangunan terdistribusi merata ke seluruh wilayah dan semakin mempersempit

kesenjangan antar wilayah dan pembangunan lebih adil”.

Kabupaten Bantul dipilih sebagai wilayah kajian karena Kabupaten Bantul

menerapkan Kebijakan Pembangunan Ekonomi setelah terjadi Gempa Bumi tahun

2006 yang meluluhlantahkan sendi sendi ekonomi masyarakat. Perbedaan

karakter wilayah yang dimiliki ke tujuh belas kecamatan di Kabupaten Bantul, di

antaranya kondisi fisik wilayah atas perbukitan dan dataran, fungsi wilayah atas

perkotaan dan perdesaan, serta Satuan Wilayah Pengembangan (SWP) atas SWP I

sampai dengan VI dengan fungsi wilayah pengembangan yang berbeda-beda yang

termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul

menyebabkan perbedaan perkembangan ekonomi di masing-masing wilayah di

Kabupaten Bantul.

Perbedaan perkembangan ekonomi wilayah diindikasikan dengan perbedaan

perkembangan wilayah di Kabupaten Bantul, di mana di wilayah bagian utara

yang berdekatan dengan Kota Yogyakarta lebih berkembang dari pada wilayah

bagian selatan yang jauh dari Kota Yogyakarta. Adanya Kesenjangan wilayah

tersebut terlihat dari padatnya bangunan-bangunan tinggi berorientasi tempat

tinggal dan jasa-jasa di wilayah bagian utara di banding di wilayah bagian selatan

yang dominan pertanian. Berdasarkan data BPS Kabupaten Bantul tahun 2014,

jumlah penduduk kecamatan tertinggi tahun 2013 berada di tiga kecamatan

pinggiran kota (37,40%) dengan kepadatan penduduk wilayah terbangun lebih

dari 56 jiwa per hektar yang merupakan kepadatan tertinggi diantara 14

kecamatan yang lain. Selain itu dari PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

tiga kecamatan tersebut memiliki sumbangan PDRB tertinggi terhadap PDRB

3

Kabupaten Bantul yaitu lebih dari 1,71 Triliun Rupiah dengan sektor penyumbang

terbesar adalah sektor perdagangan, hotel, dan restoran

Perbedaan itulah yang menarik untuk dilakukan Analisis Perkembangan

Ekonomi Wilayah di Kabupaten Bantul agar dapat diketahui penyebab dan

pengembangan wilayah yang sesuai dengan karakter wilayah yang dimiliki.

1.2. Rumusan Masalah

Pembangunan Ekonomi telah banyak dilaksanakan oleh negara-negara

dunia ketiga (baru berkembang), termasuk Indonesia. Pada umumnya

pembangunan ekonomi dipusatkan pada usaha-usaha untuk meningkatkan

pertumbuhan ekonomi. Kebijakan ini ditempuh dengan alasan bahwa; pertama,

keterbelakangan di bidang ekonomi memang paling dirasakan, dan kedua,

pembangunan di bidang ekonomi diyakini dapat mendorong perubahan-perubahan

dan pembaharuan dalam bidang-bidang kehidupan lainnya di masyarakat sehingga

diharapkan mampu mendukung/ mempercepat pencapaian tujuan pembangunan

nasional (Subandi, 2014).

Upaya pencapaian pembangunan nasional kini bergeser dari pembangunan

yang bersifat sentralistis menjadi desentralisasi melalui Otonomi Daerah yang

termuat dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004. Hal ini dimaksudkan

untuk memberikan keleluasaan kepada daerah untuk membangun wilayahnya

termasuk pembangunan dalam bidang ekonominya. Keberhasilan pembangunan

ekonomi wilayah dapat dilihat dari wilayah mengalami perkembangan ekonomi.

Peningkatan ekonomi wilayah diharapkan memicu perkembangan wilayah.

Idealnya perkembangan ekonomi wilayah dapat meningkat stabil serta merata

untuk setiap wilayah dan untuk setiap pendapatan perkapita sehingga

perkembangan ekonomi dapat dirasakan manfaatnya bagi setiap wilayah dan

masyarakat di dalamnya.

Namun kenyataan yang terjadi, perkembangan ekonomi wilayah mengalami

dinamika ekonomi (naik turun). Selain itu perkembangan ekonomi untuk setiap

wilayah pun berbeda-beda sehingga menyebabkan terjadi kesenjangan wilayah

dan ketimpangan pendapatan. Oleh karenanya analisis perkembangan ekonomi

4

wilayah perlu dilakukan agar diketahui penyebabnya dan pengembangan wilayah

yang sesuai dengan karakter wilayah yang dimiliki.

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini antara lain:

1. menganalisis dinamika perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten

Bantul.

2. menganalisis tingkat perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul.

3. menganalisis pergeseran struktur ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul.

4. menganalisis distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul.

5. menganalisis model hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi

wilayah dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul.

1.4. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini antara lain:

1. karya penelitian ilmiah yang dijadikan sebagai syarat akademik untuk

menyelesaikan program sarjana S1 Fakultas Geografi Universitas Gadjah

Mada.

2. hasil penelitian secara perspektif ekonomi regional dapat menjadi bahan

untuk evaluasi dalam perencanaan pembangunan wilayah dan menghemat

waktu serta biaya dalam upaya pembangunan ekonomi wilayah.

3. penulis memperoleh tambahan wawasan, pengalaman, dan pengetahuan

dalam mempraktekkan ilmu dan teori yang diperoleh selama kuliah dan

selanjutnya dapat menjadi sumber informasi atau bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

5

1.5. Tinjauan Pustaka

1.5.1 Geografi dan Pembangunan Wilayah

Geografi berasal dari dua kata “geo” dan “grafi” di mana “Geo”

berarti bumi atau earth dan “grafi” atau graphein yang berarti to discribe

atau pencitraan, sehingga secara sederhana geografi merupakan suatu ilmu

yang menulis dan menggambarkan tentang keadaan bumi. Menurut Bintarto

(1968), Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mencitrakan (to

describe), menerangkan sifat-sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan

penduduk, serta mempelajari corak yang khas mengenai kehidupan dan

berusaha mencari fungsi dari unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu.

Terdapat empat hal yang sangat penting dalam geografi, yaitu (1) pencitraan

(description), (2) penjelasan (explanation), (3) penganalisaan (analising),

dan (4) penerapan (application). Selain itu geografi tidak dapat dipelajari

hanya dari literatur (indoor study), tetapi perlu sekali melihat dan

mempelajarinya langsung dari alam sekitar (outdoor study). Juga unsur-

unsur “what-where-why-and how to solve problem” perlu dan selalu

melekat dalam geografi. Menurut M. Yeates, 1968 dalam Bintarto dan

Surastopo (1979) dalam salah satu definisi geografi masa kini, Geografi ---

a science concerned with the rational development, and location of various

characteristics on the surface of the earth”. Menururt Hagget, 1965 dalam

Bintarto dan Surastopo (1979) bahwa geografi “It is relevant to note that

geography enquires in recent years concern mainly with; (a) the ecological

system and (b) the spatial system. The first relates man to his environment

while the second deals with linkages between regions in a complex

interchange of flows. In both systems movements and contacs are of

fundamental importance.” Intinya geografi berkaitan dengan sistem ekologi

dan sistem keruangan serta keduanya memiliki hubungan timbal balik yang

kompleks dari gerakan pertukaran.

Sementara, Yunus (2004) mengemukakan bahwa Geografi tidak

lepas dari 3 pendekatan utama geografi yang saat ini diikuti oleh

geografiwan dunia, yaitu diantaranya:

6

1. Pendekatan keruangan (spatial approach) merupakan suatu metode

analisis yang menekankan analisisnya pada eksistensi ruang (space)

sebagai wadah untuk mengakomodasikan kegiatan manusia dalam

menjelaskan fenomena geosfer. Oleh karena obyek studi geografi

adalah geospheric phenomena, maka segala sesuatu yang terkait dengan

obyek dalam ruang dapat disoroti dari berbagai matra lain (1) pola

(pattern); (2) struktur (structure); (3) proses (process); (4) interaksi

(interaction); (5) organisasi dalam sistem keruangan (organisation

within the spatial system); (6) asosiasi (association); (7) tendensi atau

kecenderungan (tendency or trends), (8) pembandingan (comparition)

dan (9) sinergisme keruangan (spatial sinergism). Dengan demikian,

minimal ada 9 tema analisis dalam spatial approach yang

dikembangkan oleh disiplin Geografi, yaitu:

1. Spatial pattern analysis;

2. Spatial structure analysis;

3. Spatial process analysis;

4. Spatial inter-action

analysis

5. Spatial association analysis

6. Spatial organisation analysis

7. Spatial tendency/ trends analysis

8. Spatial comparison analysis

9. Spatial synergism analysis

2. Pendekatan ekologis (ecological approach) merupakan suatu metode

analisis yang menekankan interrelasi antara manusia dan/ atau

kegiatannya dengan lingkungannya, sehingga pendekatan ekologi

mempunyai 4 tema analisis utama, yaitu:

a. Human behaviour – environment theme of analysis

b. Human activity (performance) – environment theme of analysis

c. Physico natural features (performance) – environment theme of

analysis

d. Physico artificial features (performance) – environment theme of

analysis

3. Pendekatan komplek wilayah (regional complex approach) merupakan

integrasi dari pendekatan keruangan dan pendekatan ekologis.

7

Pemakaian istilah regional complex mengisyaratkan adanya

pemahaman yang mendalam tentang property yang ada dalam wilayah

yang bersangkutan dan merupakan regional entity. Kompleksitas gejala

menjadi dasar pemahaman utama dari eksistensi wilayah di samping

efek internalitas dan eksternalitas dari padanya.

Ketiga pendekatan itulah yang digunakan sebagai pegangan dalam

pembangunan wilayah, dimana pembangunan wilayah sendiri yang

diartikan sebagai sebuah langkah untuk mengembangkan suatu kawasan

secara holistik. Holistik yang dimaksud tak lain adalah pembangunan yang

bersifat menyeluruh tidak hanya dengan memacu pertumbuhan sosial

ekonomi namun juga mengurangi kesenjangan antar wilayah dengan

wilayah lain dan tentunya dengan koordinasi semua pihak serta sesuai

dengan kondisi (kondisi geografis, sosial, ekonomi, maupun kultural),

potensi, dan isu permasalahan di wilayah yang bersangkutan, sehingga

menghasilkan pola pengembangan yang sesuai dengan masing-masing

wilayah (Susanto, 2011).

1.5.2. Geografi dan Ekonomi Regional

Ruang dalam pendekatan geografi merupakan prasyarat mutlak

dalam analisis ekonomi dan perencanaan pembangunan pada tingkat

wilayah. Lebih-lebih lagi pada negara yang mempunyai daerah cukup luas

dengan potensi geografis sangat bervariasi, aspek ruang menjadi sangat

penting. Hal ini digunakan untuk pengambilan keputusan baik ekonomi

maupun bisnis terkait keuntungan lokasi dan pengaruh ruang agar keputusan

yang diambil lebih realistis dan tidak salah (Sjafrizal, 2012). Sementara

menurut Hoover dan Guarantani (1991) dalam Dodi Widianto (2006)

memberikan penilaian pentingnya aspek ruang dalam kegiatan/ aktivitas

ekonomi adalah kerangka kerja mengenai karakter suatu wilayah menurut

sistem perekonomian yang ada serta fokus pada kajian mengidentifikasi

peran kebijakan pemerintah dalam pendistribusian aktivitas ekonomi di

berbagai lokasi dan mengetahui perubahan distribusinya.

8

Berdasarkan hal tersebut, ilmu ekonomi wilayah dapat didefinisikan

sebagai cabang ilmu ekonomi yang menekankan analisisnya pada pengaruh

aspek ruang ke dalam analisis ekonomi dengan fokus pembahasan pada

tingkat wilayah, seperti provinsi dan kabupaten. Dubey Vinod, 1964 dalam

Sjafrizal (2012) mendefinikan Ilmu Ekonomi Regional yang lebih luas dan

lengkap. Dalam hal ini Ilmu Ekonomi Regional didefinisikan sebagai:

“the study from the point of view economics, of the differentiation and

interrelationships of areas in a universe of unevenly distributed and

imperfecly mobile resources, with particular emphasis in application on the

planning of the social overhead capital investments to mitigate the social

problems created by these circumstances.”

Hal tersebut terlihat bahwa Ilmu Ekonomi Wilayah sebenarnya lebih

banyak menekankan analisisnya pada pemecahan masalah (problem solving) yang

berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi oleh suatu wilayah dari pada

pengembangan ilmu ekonomi murni yang bersifat teoritis dan konseptual. Biasanya

dalam analisis ekonomi wilayah menggunakan asumsi sebagai landasan analisis

agar tidak menjadi sangat kompleks (Sjafrizal, 2012).

1.5.3. Pembangunan Nasional dan Pembangunan Daerah

Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk meningkatkan

seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang sekaligus

merupakan proses pengembangan keseluruhan sistem penyelenggaraan

negara untuk mewujudkan tujuan Nasional. Pelaksanaan pembangunan

mencakup aspek kehidupan bangsa, yaitu aspek politik, ekonomi, sosial

budaya, dan pertahanan keamanan secara berencana, menyeluruh, terarah

terpadu, bertahap dan berkelanjutan untuk memacu peningkatan

kemampuan nasional dalam rangka mewujudkan kehidupan yang sejajar

dan sederajat dengan bangsa lain yang lebih maju. Oleh karena itu,

sesungguhnya pembangunan nasional merupakan pencerminan kehendak

untuk terus-menerus meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat

Indonesia.

9

Upaya untuk mencapai pembangunan nasional adalah dengan

Pembangunan Daerah. Sesuai UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah

Daerah, Otonomi Daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah

otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dan

kepentingan masyarakat setempat. Berdasarkan pengertian tersebut,

Otonomi daerah memiliki tujuan memberikan keleluasaan (discretionary

power) kepada daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan daerah yang

mengandung makna adanya perubahan kepada kehidupan pemerintahan

daerah yang lebih mengutamakan kepentingan rakyat, dalam upaya

mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, dan dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan rakyatnya secara keseluruhan (Sumaryadi,

2005).

1.5.4. Pembangunan Ekonomi dan Perkembangan Ekonomi Wilayah

Salah satu definisi pembangunan ekonomi yang paling banyak

diterima adalah:

Suatu proses di mana pendapatan per kapita suatu negara meningkat

selama kurun waktu yang panjang dengan catatan bahwa jumlah

penduduk yang hidup di bawah “garis kemiskinan absolut” tidak

meningkat dan distribusi pendapatan tidak semakin timpang (Meieser:7

dalam Mudrajad Kuncoro, 2010)

Maksud dari kata proses adalah berlangsungnya kekuatan-kekuatan

tertentu yang saling berkaitan dan mempengaruhi. Dengan kata lain,

pembangunan ekonomi lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi. Proses

pembangunan menghendaki adanya pertumbuhan ekonomi diikuti dengan

perubahan (growth plus change) dalam: Pertama, perubahan struktur

ekonomi: dari pertanian ke industri atau jasa. Kedua, perubahan

kelembagaan, baik lewat regulasi maupun reformasi kelembagaan itu sendiri

(Kuncoro, 2010).

Pembangunan ekonomi mempengaruhi perkembangan ekonomi

wilayah. Perkembangan ekonomi wilayah diharapkan dapat meningkat

10

stabil serta merata untuk setiap wilayah dan untuk setiap pendapatan

perkapita sehingga perkembangan ekonomi dapat dirasakan manfaatnya

bagi setiap wilayah dan masyarakat di dalamnya. Namun, kenyataan yang

terjadi perkembangan ekonomi wilayah mengalami dinamika dan adanya

ketimpangan wilayah. Hal ini tidak lain dari aktivitas distribusi pendapatan

regional yang tidak merata. Berbagai faktor yang menyebabkan distribusi

pendapatan regional tidak merata menurut Sjafrizal (2012), diantaranya

perbedaan kandungan sumber daya alam, perbedaan kondisi demografis,

kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa, konsentrasi kegiatan ekonomi

wilayah, dan alokasi dana pembangunan antar wilayah.

Salah satu indikator perkembangan ekonomi wilayah adalah Produk

Domestik Regional Bruto (PDRB) baik harga konstan maupun harga

berlaku. Perkembangan ekonomi ini dapat dihitung dengan menggunakan

rumus Laju Pertumbuhan Ekonomi menurut Muta’ali, 2000 dalam Firdaus,

2013 seperti berikut,

PDRBx – PDRB(x-1)

LPE = X 100

PDRBx-1

Keterangan :

PDRBx = Produk Domestik Regional Bruto Pada Tahun x

PDRBx-1 = Produk Domestik Regional Bruto Pada Tahun sebelumnya

(x-1)

Menghitung dengan menggunakan laju pertumbuhan ekonomi dalam

kurun waktu tertentu maka dapat diketahui dinamika perkembangan

ekonomi yang terjadi di suatu wilayah. Perkembangan ekonomi yang selalu

meningkat dalam kurun waktu tertentu maka perkembangan ekonomi

tersebut baik, begitu sebaliknya apabila perkembangan ekonomi semakin

menurun maka perkembangan ekonomi di suatu wilayah tersebut buruk atau

mengalami kemerosotan.

Perkembangan ekonomi ditandai dengan perubahan struktur

ekonomi ke arah industri. Untuk mengetahui perkembangan ekonomi yang

11

terjadi melalui perubahan struktur ekonomi dapat menggunakan analisis

shift-share. Analisis shift-share merupakan sebuah alat tradisional untuk

membandingkan antar wilayah (interregional), mengukur dan mengevaluasi

hasil sektoral, atas tiga komponen; national, industry-mix, and regional shift

effect. (Marquez, Miguel A., Ramajo, Julian., and Hewings, Geoffrey J.D.

2009). Analisis shift-share lebih intensif untuk mengukur pengurangan

komponen perkembangan ekonomi bukan pertumbuhan pada sektor basis

atau perbedaan pengaruh sektor industri basis dan wilayah. Pengurangan ini

merepresentasikan perkembangan ekonomi dari dinamisasi dan

attractiveness wilayah (McDonough, Carol C and Sihag, Balbir S, 2009).

Shift-Share juga dapat digunakan untuk membuktikan perbedaan tipe

kontribusi dari pendapatan regional. Struktur spasial wilayah berintegrasi

dengan komponen ekonomi ruangnya, dan seperti sebagai satu harapan

organisasi ruang pada ekonomi ruang dalam perkembangan ekonomi

wilayah. Struktur ruang suatu wilayah dapat dikategorikan dengan berbagai

cara. Ekonomi wilayah dapat dijabarkan ke dalam area geografi seperti

struktur tempat tinggal yang sama, ekonomi basis, pola penyedia, produsen,

dan konsumen, pasar tenaga kerja, pola kepemilikan dan pengaturan, dan

sebagainya (Hanham, Robert Q and Banasick, Shawn. 2000).

Menurut Tarigan (2003), Analisis shift-share juga membandingkan

perbedaan laju pertumbuhan seperti metode LQ, namun metode ini lebih

tajam dari pada metode LQ karena metode shift-share memperinci penyebab

perubahan atas beberapa variabel sedangkan metode LQ tidak. Analisis

shift-share dapat menggunakan variabel lapangan kerja atau nilai tambah.

Apabila menggunakan nilai tambah maka sebaiknya menggunakan data

harga konstan dengan tahun yang sama. Rumus analisis shift-share untuk

sektor nilai tambah adalah sebagai berikut:

National Share (Nsi) adalah seandainya pertambahan pendapatan

sektor i sama dengan pertambahan pendapatan nasional secara rata-rata.

Ns i,t = E r,i,t-n (E N,t / E N,t-n) – E r,i,t-n

12

Proportional Shift (Pr,i) adalah melihat pengaruh sektor i secara

nasional terhadap pertumbuhan sektor i pada region yang dianalisis.

P r,i,t = {(E N,i,t / EN,i,t-n) – (EN,t / EN,t-n)} x Er,i,t-n

Differential Shift (Dr,i) menggambarkan penyimpangan antara

pertumbuhan sektor i di wilayah analisis terhadap pertumbuhan sektor i

secara nasional.

Dr,i,t = {Er,i,t – (EN,i,t / EN,i,t-n) Er,i,t-n}

Pertambahan pendapatan sektor i dapat diperinci atas pengaruh dari

National Share, Proportional Shift, dan Differential Shift.

ΔE r,i,t = (Ns i + P r,i + Dr,i)

Keterangan:

N = Wilayah yang lebih tinggi jenjangnya

R = Region atau wilayah analisis

E = PDRB Harga Konstan

i = Sektor ekonomi

t = Tahun

t-n = Tahun awal

P = Proportional Shift

D = Differential Shift

1.5.5. Perkembangan Ekonomi Wilayah dan Distribusi Pendapatan

Regional

Perkembangan ekonomi wilayah selain dicirikan dengan pendapatan

per kapita dan pertumbuhan ekonomi wilayah yang tinggi dan stabil, serta

hasil pembangunan terdistribusi merata ke seluruh wilayah dan semakin

mempersempit kesenjangan antar wilayah dan pembangunan lebih adil

(Muta’ali, 2014). Pendapatan per kapita merupakan total pendapatan

regional dibagi jumlah penduduk di suatu daerah untuk tahun yang sama.

Akan tetapi, angka ini sering kali tidak diperoleh sehingga diganti dengan

total PDRB baik dalam harga konstan maupun berlaku tergantung pada

kebutuhan (Robinson, 2003). Sementara distribusi pendapatan regional hasil

13

pembangunan yang dapat dinyatakan merata ataupun tidak dapat dianalisis

menggunakan Theil Index. Data yang digunakan untuk menghitung yaitu

PDRB per Kapita dan jumlah penduduk untuk setiap wilayah. Untuk

penafsiran yaitu bila indeks mendekati 1 artinya sangat timpang dan

sebaliknya bila indeks mendekati 0 berarti sangat merata. Formulasi Theil

Index (Td) tersebut adalah sebagai berikut:

Di mana: Yij = PDRB per kapita Kecamatan

Y = Jumlah PDRB per kapita total (Kabupaten)

n = Jumlah penduduk kecamatan

N = Jumlah penduduk total (Kabupaten)

Menurut Sjafrizal (2012), Theil Index sebagai ukuran ketimpangan

antar wilayah mempunyai kelebihan tertentu. Pertama, indeks ini dapat

menghitung ketimpangan dalam daerah dan antar daerah secara sekaligus,

sehingga cakupan analisis menjadi lebih luas. Kedua, dengan menggunakan

indeks ini dapat pula dihitung kontribusi (dalam persentase) masing-masing

daerah terhadap ketimpangan pembangunan wilayah secara keseluruhan

sehingga dapat memberikan implikasi kebijakan yang cukup penting. Perlu

diketahui bahwa kurva ketimpangan antar-wilayah seperti huruf U terbalik

(reserve U-shape curve), dimana akan semakin naik sampai pada titik

puncak dan turun seiring dengan pembangunan yang berlanjut.

1.5.6. Wilayah dan Pewilayahan

Pembangunan wilayah tidak terlepas dari unsur wilayah sebagai

obyek pembangunannya. Pengertian wilayah secara umum menurut UU

Nomor 27 Tahun 2007 dan PP Nomor 26 Tahun 2007 serta PP Nomor 26

Tahun 2008 dalam Muta’ali, 2013 merupakan ruang atas kesatuan geografis

14

beserta segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan

berdasarkan aspek administratif dan/ atau aspek fungsional. Menurut

Minshul (1970) dalam Sabari (1991) pengertian wilayah tersebut dapat

dikategorikan dalam konsepsi wilayah ditinjau dari rank atau hirarkinya,

yaitu klasifikasi wilayah berdasarkan urutan atau orde wilayah yang

membentuk satu kesatuan, dengan pertimbangan size (ukuran), form

(bentuk), dan function (fungsi). Wilayah berdasarkan rank atau hirarki

tersebut, diantaranya RT, RW, Dusun, Desa, Kecamatan, Kabupaten, dan

Provinsi.

Analisis wilayah dikenal dengan pewilayahan. Pewilayahan atau

regionalisasi merupakan proses menguji, memahami, identifikasi, dan

analisis kenampakan pembangunan wilayah seperti ekonomi, politik, atau

sosial, dan interaksi di antara keduanya, atas pembangunan ekonomi,

sebaran pola wilayah dan tingkah laku dari suatu pembangunan.

Regionalisasi fokus pada proses dan lebih ke arah eksplorasi, sehingga teori

regionalisasi dapat menjadi kunci dalam menciptakan pemahaman yang

lebih besar pada dinamisasi fenomena integrasi wilayah (Cox, S.M. 2014).

Pengertian lain dari Pewilayahan yaitu usaha untuk membagi-bagi bagian

permukaan bumi berdasarkan pada kriteria tertentu, seperti administratif,

politis, ekonomis, sosial, kultural, fisik, geografis, dan lainnya (Muta’ali,

2014). Dimana pewilyahan tersebut secara umum bertujuan untuk

mempermudah penganalisaan serta memberikan jawaban terhadap

persoalan-persoalan yang ada pada kelompok-kelompok wilayah tersebut.

Di Indonesia sendiri pewilayahan dalam hal pembangunan bertujuan untuk;

(1) Menyebaratakan pembangunan sehingga dapat dihindarkan adanya

pemusatan kegiatan pembangunan yang berlebih-lebihan di daerah tertentu;

(2) Menjamin keserasian dan koordinasi antara berbagai kegiatan

pembangunan yang ada di tiap-tiap daerah; (3) Memberikan pengarahan

kegiatan pembangunan bukan saja pada aparatur pemerintah, baik pusat

maupun daerah, tetapi juga kepada masyarakat umum dan para pengusaha

(Hariri Hady, 1974 dalam Sabari, 1991).

15

Metode yang digunakan dalam pewilayahan ada dua, yaitu

penyamarataan wilayah (regional generalization) dan klasifikasi wilayah

(regional classification). Penyamarataan wilayah merupakan usaha

menggolongkan wilayah berdasarkan unsur yang sama dengan cara

menghilangkan faktor tertentu yang kurang relevan. Sedangkan klasifikasi

wilayah merupakan usaha menggolongkan wilayah dengan tujuan mencari

deferensiasi (perbedaan) antar bagian-bagian wilayah, sehingga semua

unsur, kriteria, dan individu diperhitungkan agar diperoleh perbedaan.

Teknik penentuan wilayah tersebut dapat dilakukan dengan cara kualitatif

maupun kuantitatif. Secara kualitatif dengan cara deskriptif maupun

interpretasi foto udara, sedangkan kuantitatif dengan bantuan komputer

maupun statistik (Muta’ali, 2003).

1.6. Keaslian Penelitian

Sebagai pertimbangan dan rujukan, penelitian ini menggunakan beberapa

skripsi dan jurnal hasil penelitian sebelumnya. Secara umum penelitian ini

mengambil tema ekonomi regional. Apabila penelitian sebelumnya sebagian besar

lebih menitikberatkan pada perkembangan ekonomi dalam lingkup kajian

penelitian yang lebih luas atau Provinsi serta menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi perkembangan wilayah maupun ketimpangan wilayah. Penelitian

ini lebih menitikberatkan pada perkembangan ekonomi wilayah dalam lingkup

kajian lebih sempit yaitu Kabupaten yang memiliki karakter wilayah yang unik

berdasarkan fisik/ topografi, fungsi, dan Satuan Wilayah Pengembangan (SWP)

yang termuat dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Bantul.

Selain itu penelitian ini bertujuan menganalisis perkembangan ekonomi wilayah

dari dinamika perkembangan ekonomi wilayah, tingkat perkembangan ekonomi

wilayah, pergeseran struktur ekonomi wilayah, dan distribusi pendapatan regional,

serta model hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi wilayah dengan

distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul atas masing-masing wilayah,

perbedaan fisik/ topografi, fungsi, dan Satuan Wilayah Pengembangan.

16

Judul Tahun Tujuan Metode Hasil

Analisis Perkembangan

Ekonomi Kabupaten/

Kota Provinsi Maluku

Utara Tahun 2004-2008.

(Boki Rabu)

2010 1 Mengetahui tipologi ekonomi

wilayah berdasarkan tipologi

klassen Kabupaten/ Kota di Provinsi

Maluku Utara

2 Menganalisis kesenjangan ekonomi

wilayah berdasarkan indeks

Williamson Kabupaten/ Kota di

Provinsi Maluku Utara.

3 Mengkaji faktor-faktor pengaruh

perbedaan laju pertumbuhan

ekonomi Kabupaten/ Kota di

Provinsi Maluku Utara.

4 Membuat suatu arahan kebijakan

yang sesuai dalam pengembangan

ekonomi Kabupaten/ Kota di

Provinsi Maluku Utara

Data: PDRB/

Kapita, Jumlah

penduduk, jumlah

tamat pendidikan,

jumlah angkatan

kerja, jumlah

investasi riil

penanaman modal

dalam negeri.

Analisis: Tipologi

Klassen, Indeks

Williamson, LPE.

1 Provinsi Maluku Utara memiliki

tiga tipologi ekonomi wilayah

yaitu: daerah maju dan tumbuh

cepat: Kota Ternate, Kota Tidore,

dan Kabupaten Halmahera Timur,

daerah maju tapi tertekan:

Kepulauan Sula, dan daerah relatif

tertinggal: Kabupaten Halmahera

Selatan dan Halmahera Tengah

2 Ketimpangan ekonomi wilayah di

Provinsi Maluku Utara Cukup

besar namun terjadi penurunan

ketimpangan dalam lima tahun

kedepan.

3 Penduduk, Jumlah lulusan

pendidikan, Tingkat partisipasi

angkatan kerja berpengaruh

signifikan pada pertumbuhan

ekonomi.

4 Arahan kebikan diantaranya

penanganan dari pihak pemerintah,

adanya program mengurangi

kesenjangan ekonomi, identifikasi

faktor2 yang mempengaruhi.

Tabel 1.1 Matriks Penelitian Sebelumnya

17

Ketimpangan

Perkembangan Ekonomi

di Kabupaten Gunung

Kidul Tahun 2003-2007.

(Afah Muntazah).

2011 1 Mengetahu besarnya ketimpangan

di daerah penelitian

2 Mengetahui sektor yang dapat

dikembangkan untuk meningkatkan

perkembangan ekonomi di wilayah

penelitian

3 Mengetahui faktor-faktor yang

berhubungan terhadap besarnya

ketimpangan di daerah penelitian

Data: PDRB

Analisis: Theil

Indeks, LQ,

correlation

1 Ketimpangan perkembangan

ekonomi di Kabupaten Gunung

Kidul relatif tingggi yaitu dengan

indeks ketimpangan (Indeks

Entropi Theil) yakni lebih besar

dari pada satu dengan tren yang

naik dari tahun 2003 hingga tahun

2007.

2 Sektor yang paling unggul di Zona

Pegunungan Sewu adalah sektor

pertanian, di Zona Ledok

Wonosari sektor yang paling

unggul adalah sektor keuangan,

sewa, dan jasa perusahaan, dan di

Zona Pegunungan Baturragung

sektor yang paling unggul adalah

sektor pertambangan dan

penggalian.

3 Ketimpangan perkembangan

ekonomi wilayah berhubungan

positif dengan topografi wilayah,

jumlah penduduk, dan nilai PDRB

per kapita, sedangkan persebaran

pertambangan, jumlah fasilitas

pendidikan, dan ketersediaan air

tidak terlalu berhubungan.

18

Variasi Spasial

Perkembangan Ekonomi

Antar Kabupaten/ Kota

di Provinsi Jawa Tengah.

(Firdaus)

2013 1 Mengetahui tingkat perkembangan

ekonomi wilayah antar kabupaten/

kota di Provinsi Jawa Tengah

periode 2004-2008

2 Mengetahui klasifikasi tipologi

perkembangan ekonomi wilayah

antar kabupaten/ kota provinsi Jawa

Tengah periode 2004-2008

3 Menganalisis variasi dan pola

spasial trends spesialisasi dari

perkembangan ekonomi wilayah

antar kabupaten/ kota di Provinsi

Jawa Tengah periode 2004-2008

4 Mengetahui hubungan dan faktor-

faktor yang mempengaruhi

perbedaan tingkat perkembangan

ekonomi wilayah antar kabupaten/

kota di provinsi jawa tengah

5 Menganalisis arah kebijakan yang

relevan untuk pengembangan

ekonomi antar kabupaten/ kota

Provinsi Jawa Tengah

Data: PDRB

menurut sektor

ekonomi

Analisis: LPE,

Tipologi Wilayah,

LQ, Shift Share

Classic, Analisis

statistik korelasi

pearson product

moment, regresi

linear berganda,

dan analisis

lokasi/ zona.

1 Terjadi perbedaan dinamika dan

struktur perekonomian yang terjadi

di masing-masing zona

pemanfaatan lahan yang tinggi,

terutama pada kawasan khusus dan

potensial.

2 Spesialisasi dan keunggulan

sektoral kabupaten masih

mengandalkan sektor pertanian

dengan angka total pertumbuhan

nasional yang merata di kabupaten

baik di zona utara, tengah, maupun

selatan.

3 Faktor pengaruh perkembangan

ekonomi Provinsi Jawa Tengah,

diantaranya laju pertumbuhan

penduduk, human development

index/ IPM, Dependency Rattio,

sektor industri dan pengolahan,

sektor perdagangan, hotel dan

restoran.

19

1.7. Kerangka Pemikiran

Pembangunan merupakan suatu proses mencapai kondisi yang lebih baik,

baik dalam aspek politik, aspek ekonomi, aspek sosial dan budaya, serta aspek

pertahanan dan keamanan dimana keempat aspek tersebut saling berkaitan sama

lain. Pembangunan dalam aspek ekonomi atau sering dikenal dengan

pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan ekonomi dalam kurun

waktu yang panjang (terjadi perkembangan ekonomi) disertai dengan distribusi

pendapatan merata untuk setiap wilayah.

Namun kedua hal tersebut selain dipengaruhi oleh ketiga aspek yang lain

juga dipengaruhi oleh pembangunan yang memperhatikan karakter wilayah

masing-masing, seperti yang diketahui bahwa setiap wilayah memiliki karakter

yang berbeda-beda. Karakter tersebut, baik dari segi fisik/ topografi, fungsi,

maupun Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW. Sehingga terjadi

perbedaan perkembangan ekonomi baik dari dinamika perkembangan ekonomi,

tingkat perkembangan ekonomi, dan pergeseran struktur ekonomi, serta perbedaan

distribusi pendapatan regional.

Masing-masing dapat dianalisis dengan menggunakan rumus, seperti

dinamika perkembangan ekonomi menggunakan Laju Pertumbuhan Ekonomi

(LPE) dan Pendapatan per Kapita, Tingkat perkembangan ekonomi menggunakan

Tipologi Klassen, dan pergeseran struktur ekonomi menggunakan Shift-Share,

serta distribusi pendapatan regional menggunakan Theil Index. Selanjutnya untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara tingkat perkembangan ekonomi

wilayah dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul dilakukan

analisis model hubungan tingkat perkembangan ekonomi wilayah dengan

distribusi pendapatan regional menggunakan Korelasi Pearson, sehingga dapat

diperoleh arahan pengembangan ekonomi wilayah yang sesuai dengan karakter

wilayah yang dianalisis.

20

Aspek

Politik

Aspek

Sosial &

budaya

Aspek

Pertahanan &

Keamanan

Pembangunan

Aspek

Ekonomi Karakter Wilayah

- Fisik

- Fungsi

- RTRW (SWP)

Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran

Perkembangan

ekonomi

meningkat

Distribusi

Pendapatan

merata

LPE & Pendapatan

per Kapita

Shift-Share

Theil Index

Tipologi Klassen

Model Hubungan Tingkat Perkembangan

Ekonomi Wilayah dengan Distribusi

Pendapatan Regional

Korelasi Pearson

9 Sektor Ekonomi:

1. Pertanian

2. Pertambangan dan Penggalian

3 Industri Pengolahan

4. Listrik, Gas, & Air bersih

5. Bangunan

6.Perdagangan, Hotel, & Restoran

7. Pengangkutan & Komunikasi

8. Keuangan, Persewaan, & Jasa

Perusahaan

9. Jasa-Jasa

Tingkat Perkembangan

Ekonomi Wilayah

Pergeseran

Struktur Ekonomi

Wilayah

21

1.8. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana dinamika laju pertumbuhan ekonomi tiap-tiap wilayah di

Kabupaten Bantul atas perbedaan fisik, fungsi, dan satuan wilayah

pengembangan?

2. Bagaimana tingkat perkembangan ekonomi wilayah di Kabupaten Bantul

atas perbedaan fisik, fungsi, dan satuan wilayah pengembangan?

3. Bagaimana pergeseran struktur ekonomi di tiap-tiap wilayah di Kabupaten

Bantul?

4. Bagaimana distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul atas;

a. Tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Bantul?

b. Perbedaan fisik/ topografi wilayah di Kabupaten Bantul?

c. Perbedaan fungsi dan/ atau struktur wilayah di Kabupaten Bantul?

d. Perbedaan Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW Kabupaten

Bantul

5. Bagaimana model hubungan tingkat perkembangan ekonomi wilayah

dengan distribusi pendapatan regional di Kabupaten Bantul?

a. Tiap-tiap kecamatan di Kabupaten Bantul?

b. Perbedaan fisik/ topografi wilayah di Kabupaten Bantul?

c. Perbedaan fungsi wilayah di Kabupaten Bantul?

d. Perbedaan Satuan Wilayah Pengembangan dalam RTRW Kabupaten

Bantul