BAB I PENDAHULUAN - bpsdm.pu.go.id file1.2 Deskripsi Singkat Mata pendidikan dan pelatihan ini...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN - bpsdm.pu.go.id file1.2 Deskripsi Singkat Mata pendidikan dan pelatihan ini...
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
1 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bangunan bendungan urugan adalah bangunan sipil yang paling kompleks yang
sangat berbahaya bila mengalami kerusakan. Kerusakan pada suatu bendungan
akan menimbulkan bencana besar bagi daerah disebelah hilirnya baik berupa
harta benda maupun korban jiwa.
Berdasarkan penelitian para ahli, menyatakan bahwa lebih kurang 85%
kerusakan bendungan disebabkan oleh pengaruh hidraulik dan rembesan air
yang biasanya sulit dihitung secara teliti, ini berarti bahwa desain suatu
bendungan tidak semuanya dapat dihitung secara teoritis.
Kerusakan atau runtuhnya suatu bendungan dapat terjadi karena beberapa hal,
diantaranya melimpahnya air diatas mercu bendungan (overtopping), longsornya
lereng bendungan (sliding), terbawanya butiran tanah dari tubuh bendungan
(internal erosion atau “piping”) dan lain sebagainya.
Untuk mengamankan bendungan-bendungan yang ada dan yang akan dibangun
kemudian perlu adanya pengawasan peri laku bendungan mulai dari
pelaksanaan kontruksinya sampai selama operasi bendungan tersebut sebelum
mencapai kondisi yang membahayakan.
Untuk memperoleh data atau informasi mengenai perilaku bendungan terutama
saat - saat konstruksi, pengisian pertama kolam waduk dan saat dioperasikannya
air waduk guna menilai dan memeriksa keamanan bendungan perlu
dilaksanakan pemasangan instrumentasi geoteknik yang meliputi pemasangan
alat - alat pemantau beban, tegangan, deformasi dan rembesan air.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
2 Instrumentasi Bendungan Urugan
1.2 Deskripsi Singkat
Mata pendidikan dan pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan
dasar tentang instrumentasi geoteknik untuk menunjang pekerjaan perencanaan
bendungan urugan yang disajikan dengan cara ceramah dan tanya jawab.
1.3 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu memahami
instrumentasi bendungan urugan dalam tahap desain bendungan urugan.
1.4 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan:
1) Perilaku tanah dan batuan
2) Konsep dan perencanaan instrumentasi
3) Jenis dan sistim instrumentasi
4) Spesifikasi pengadaan instrumen dan kontrak pekerjaan
1.5 Pokok Bahasan
Pokok bahasan dari mata diklat instrumentasi bendungan urugan ini adalah :
1) Pendahuluan, yang mencakup latar belakang, perlunya dan manfaat
instrumen, filosofi pemasangan, dll.
2) Perilaku tanah dan batuan, sebagai dasar pengetahuan untuk memahami
instrumentasi bendungan urugan.
3) Konsep dan perencanaan instrumentasi
4) Jenis dan sistim instrumentasi
5) Pembacaan Instrumen
6) Spesifikasi dan kontrak kerja
7) Rangkuman
1.6 Petunjuk Belajar
Agar peserta diklat dapat memahami instrumentasi bendungan urugan dalam
melakukan desain bendungan secara lebih mendalam dan komprehensif,
sebaiknya peserta juga mempelajari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
3 Instrumentasi Bendungan Urugan
pedoman-pedoman yang terkait dengan desain bendungan yang dikeluarkan
oleh Departemen PU atau unit-unit organisasi dibawahnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
4 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB II
PERILAKU TANAH DAN BATUAN
2.1 Tanah
2.1.1 Struktur Tanah
Massa tanah terdiri dari partikel dan pori-pori yang berisi air dan udara. Massa
tanah yang pori-porinya seluruhnya berisi air disebut sebagai tanah yang jenuh
sempurna, sebaliknya bila pori-pori berisi sebagian air dan sebagian udara
disebut sebagai tanah yang jenuh sebagian.
Tanah dapat digolongkan ke dalam 2 katagori, yakni tanah kohesif yang banyak
didominasi fraksi halus (lempung) dan tanah tidak kohesif yang didominasi tanah
berbutir kasar (pasir, kerikil/kerakal yang terdiri dari fragmen-fragmen dari batuan
atau mineral yang tidak mengalami perubahanoleh kimia.
Lanau inorganik adalah jenis tanah berbutir halus dengan plastisitas rendah dan
dapat dikatagorikan sebagai tanah tidak berkohesi. Sedangkan lanau organik
adalah jenis tanah berbutir halus mengandung bahan organik yang plastis dan
berperilaku seperti tanah kohesif yang plastis.
Lempung, adalah jenis tanah kohesif sebagai hasil pelapukan secara kimiawi dari
suatu massa batuan. Apabila terdapat air di antara material, akan timbul sifat
plastisitas, dan kohesi. Kohesi menunjukkan bahwa material itu melekat satu
sama lain, adapun plastisitas menunjukkan bahwa material dapat diubah-ubah
tanpa adanya perubahan atau kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi
retakan atau pecahan. Di antara kedua jenis tanah tersebut terdapat jenis tanah
lanau (silt) yang merupakan peralihan antara lempung, dan pasir halus.
Hasil pelapukan batuan induk yang masih ditempat asal, disebut residual soil,
yang ditandai dengan warna merah atau cokelat yang umumnya dijumpai di
daerah pegunungan atau perbukitan. Bila hasil pelapukan terangkut oleh air, es
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
5 Instrumentasi Bendungan Urugan
atau angin, kemudian diendapkan didaerah lain, disebut tanah angkutan
(transported soil).
Tanah juga dapat berasal dari hasil pelapukan material organik seperti tumbuhan
yang membusuk. Yang disebut tanah organik, biasanya berupa tanah angkutan
hasil pelapukan yang bercampur dengan tanaman yang membusuk.
Gambar 2.1 Massa tanah jenuh air sebagian
Tanah asli atau tanah hasil pemadatan pada umumnya terdiri atas butiran padat
yang berada di antara rongga pori. Rongga pori dapat terisi udara atau air. Jika
semua pori terisi air, tanah disebut jenuh air. Jika terdapat juga gas di dalam
rongga pori, tanah disebut tidak jenuh. Unsur jenuh sebagian atau zona tidak
jenuh digunakan orang jika mengacu pada tanah tidak jenuh. Diagram kedua
struktur tanah jenuh, dan takjenuh diperlihatkan pada Gambar 2.2 di bawah.
air
udara
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
6 Instrumentasi Bendungan Urugan
Vw
Vs
V
airw
s
padat tanah
Partikel
G
Ww
Ws
W
TANAH JENUH TANAH TIDAK JENUH
V
Vw
VsGs
padat tanah
Partikel
w
air
W
Ww
Ws
Vg Wg=0udara
W adalah Berat total massa tanah
Ws adalah Berat material padat
Ww adalah Berat air
Wg adalah Berat udara (diabaikan)
V adalah Volume total massa tanah
Vs adalah Volume material padat
Vw adalah Volume air
Vg adalah Volume udara
Vv adalah Volume rongga
adalah Vw + Vg
adalah Volume yang tidak berada pada material padat
Gs adalah Berat jenis material padat
w adalah Berat volume air
Gambar 2.2 Struktur tanah pada kondisi jenuh dan tak jenuh
2.1.2 Air Tanah dan Tekanan Air Pori
a) Kondisi pisometrik hidrostatik
Elevasi muka air tanah ditentukan sebagai elevasi jika permukaan air bebas
dianggap berada dalam tanah lulus air atau batuan karena adanya
keseimbangan tekanan atmosfer dalam ruang tak jenuh di bawah zona kapiler,
seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4(a). Lapisan tangkapan air yang
mengandung air tanah disebut akuifer. Zona kapiler ditentukan sebagai lapisan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
7 Instrumentasi Bendungan Urugan
antara permukaan air bebas, dan tinggi tertentu di atas air yang tidak dapat turun
karena adanya sifat kapilaritas. Keadaan air tanah normal terjadi jika tekanan air
tanah meningkat secara hidrostatik dengan kedalaman di bawah muka air tanah.
Dalam hal ini, tekanan air pori juga disebut tekanan hidrostatik, dan dapat
dihitung dengan mengalikan berat volume air dengan jarak vertikal dari titik yang
ditinjau (lokasi pintu atau sekat, lokasi sensor atau pengamat, dan lain-lain)
terhadap muka air tanah.
Gambar 2.4 Elevasi muka air tanah, dan tekanan air pori saat sebagai air tanah
b) Tekanan air pori
Dalam Gambar 2.4 diperlihatkan keadaan air tanah segera setelah lapisan
material dihampar di atas lapisan tanah yang ada, dan sebelum proses
konsolidasi selesai. Jadi keseimbangan antara tekanan air pori ekses (berlebih)
yang terjadi dalam tanah lempung, dan air tanah tidak berlangsung lama. Lima
buah pipa berlubang yang telah terpasang yaitu pipa a, b, c, d, dan e
dimaksudkan agar tanah dapat berhubungan dengan bagian luar pipa. Pipa (b)
dilubangi sepanjang pipa, adapun pipa lainnya hanya dilubangi dekat atau sekitar
dasar. Akibat permeabilitas pasir yang tinggi, tekanan air pori berlebih dalam
pasir akan segera terdisipasi keluar. Pipa (a) menunjukkan muka air tanah. Pipa
(b) menunjukkan muka air tanah akibat permeabilitas pasir yang menyebabkan
tekanan air pori berlebih dari lempung terdisipasi ke dalam pasir. Pipa (c), dan (d)
menunjukkan tekanan air pori dari lempung pada dua lokasi.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
8 Instrumentasi Bendungan Urugan
Proses disipasi dari tekanan air pori ekses akan lebih banyak terjadi dalam pipa
(c) daripada dalam pipa (d) karena jalan aliran air untuk tekanan air pori berlebih
lebih pendek, dan kecepatan atau laju disipasi yang terjadi dalam pipa (c) lebih
besar daripada dalam pipa (d). Pipa (b) pada Gambar 2.4 merupakan sumur
pemantau atau observasi sebab tidak ada penyekat (seal) lapisan bawah
permukaan yang dapat mencegah hubungan vertikal antara berbagai lapisan.
Pisometer adalah alat ukur yang ditanam di dalam tanah sehingga hanya
merespons tekanan air tanah sekelilingnya, dan tidak memantau tekanan air
tanah pada elevasi lain. Pipa-pipa (a), (c), dan (d) disebut pisometer sebab dapat
menunjukkan tekanan air pori pada satu lokasi (tempat alat itu ditanam di atas,
dan di bawah lokasi yang porus), dan tidak menunjukkan tekanan air tanah pada
lokasi lain. Elevasi atau muka air pisometer adalah elevasi pada keadaan air
dapat naik di dalam pisometer.
c) Tekanan air pori positif
Tekanan air pori yang melebihi tekanan atmosfer disebut tekanan air pori positif.
Tekanan air pori dapat ditingkatkan dengan memberikan gaya tekan pada tanah
atau gaya geser pada tanah sehingga dapat mengurangi volume, dan merintangi
terjadinya disipasi tekanan air pori. Tekanan air pori berlebih yang dihasilkan dari
setiap jenis perubahan tegangan dapat juga disebut tekanan air pori induksi.
d) Tekanan air pori negatif
Tekanan air pori negatif terjadi jika tekanan air pori lebih kecil daripada tekanan
atmosfer. Kondisi ini akan terjadi jika beban tekanan dipindah atau jika tanah
kompak yang sangat padat mengalami pergeseran, dan volumenya meningkat.
e) Kondisi muka air tanah nonhidrostatik
Tekanan air pori tidak selalu meningkat secara hidrostatik dengan kedalaman di
bawah muka air tanah. Persyaratan muka air tanah non hidrostatik ini meliputi
hal-hal berikut di bawah.
1) Muka air tanah tinggi.
Muka air tanah tinggi terjadi jika material lulus air terhampar pada lapisan yang
relatif kedap di atas muka air tanah utama, dan menahan sejumlah air tanah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
9 Instrumentasi Bendungan Urugan
Pisometer yang dipasang pada muka air tanah atas akan menunjukkan elevasi
permukaan seperti diperlihatkan pada Gambar 2.4 pipa (e).
2) Tekanan artesis.
Tekanan artesis biasanya terdapat dalam lapisan terkekang antara lapisan
kedap, dan dihubungkan dengan sumber air pada elevasi yang lebih tinggi.
Sumur bor sampai dengan lapisan akuifer artesis yang mempunyai tekanan air
pori di atas muka air tanah, dan mengalirkan air tanpa pemompaan disebut
sumur artesis aliran bebas. Persyaratan artesis diperlihatkan pada Gambar 2.4
pipa (c), dan (d).
f) Variasi tekanan, dan elevasi pisometrik
Tekanan, dan elevasi pisometrik biasanya tidak konstan seiring dengan
perkembangan periode waktu. Gaya-gaya alami seperti hujan, penguapan,
tekanan atmosfer, dan rembesan dapat menyebabkan perbedaan besar pada
elevasi muka air tanah.
g) Tegangan Tanah Total dan Efektif
Tekanan tanah adalah gaya per luas bidang, adapun tegangan adalah gaya per
luas bidang yang terdapat dalam suatu massa tanah. Tegangan total (total
stress) adalah gaya total yang bekerja pada satu bidang yang diketahui luasnya.
Tegangan total terdiri dari tegangan efektif (effective strees) yang terjadi antara
butiran dalam massa tanah yang meneruskan gaya total, dan tekanan air pori
(pore water pressure) atau tegangan netral (neutral stress) yang terjadi akibat
gaya total yang diteruskan melalui hubungan butiran yang di antaranya berisi air.
Pada tanah jenuh sebagian tegangan total diteruskan oleh butiran tanah melalui
udara atau gas yang menimbulkan tekanan udara pori (pore gas pressure).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
10 Instrumentasi Bendungan Urugan
0
10
gaya
tegangan
gaya yang dipikul olehair atau tekanan air pori
tegangan efektif dalam tanah
(a) Hubungan gaya kerja terhadap tegangan
volu
me
(b) Perubahan Volume
Gambar 2.3 Pengaruh tekanan total pada tegangan efektif, tekanan air pori, dan volume tanah (Dunnicliff, 1988)
Tegangan total, σ = σ‟ + u, dimana σ‟ adalah tegangan efektif dan u adalah
tekanan air pori.
h) Konsolidasi
Jika suatu beban bekerja pada lapisan tanah jenuh air, gaya tambahan
(tegangan total) pada awalnya dipikul oleh tekanan air pori. Proses pemindahan
atau transfer tegangan total menjadi tegangan efektif, dan pengurangan tekanan
air pori melalui pengeluaran air disebut proses konsolidasi. Gambar 2.3
menunjukkan kejadian ketika tegangan total bekerja pada tekanan air pori,
tegangan efektif, dan volume tanah. Perubahan volume yang diperlihatkan dalam
Gambar 3(b) dapat terjadi jika tegangan total disalurkan melalui tekanan air pori
pada tegangan efektif sehingga menyebabkan deformasi vertikal atau
penurunan. Besarnya tekanan air pori yang melebihi keseimbangan disebut
tekanan air pori ekses (berlebih). Penurunan tekanan air pori berlebih disebut
disipasi, dan merupakan sebuah fungsi dari permeabilitas material. Penurunan
dapat terjadi akibat berkurangnya tekanan air pori ekses, dan proses orientasi
kembali (reorientasi) butiran tanah karena penambahan beban.
Permeabilitas adalah ukuran laju aliran air melalui tanah, dan menunjukkan
kecepatan penurunan yang terjadi. Jika tanah belum pernah mengalami
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
11 Instrumentasi Bendungan Urugan
tegangan efektif lebih besar daripada tekanan overburden yang ada, tanah
disebut terkonsolidasi normal. Tanah yang telah mengalami tegangan efektif
lebih besar daripada tekanan overburden yang ada disebut tanah
overkonsolidasi. Tanah yang telah mengalami pembebanan sungai es (gletser)
umumnya merupakan tanah overkonsolidasi. Pergerakan tanah untuk melawan
longsoran dapat juga menimbulkan tekanan air pori berlebih. Tegangan efektif
berkaitan dengan kemampuan tanah untuk melawan longsoran, dan kekuatan
gesernya. Jadi, untuk mendapatkan kekuatan geser selama proses konsolidasi
dapat dipantau dengan pengukuran tekanan air pori. Sebagai contoh,
pemantauan tekanan air pori pada tanggul atau bendungan urugan yang
dibangun di atas fondasi tanah lunak.
2.1.3 Parameter yang Dipantau
Parameter geoteknik yang mempengaruhi perilaku bendungan adalah kekuatan
geser, koefisien permeabilitas k, dan kompresibilitas (modulus elastisitas E).
Ketiga parameter ini dalam desain digunakan sebagai masukan untuk analisis
stabilitas lereng, analisis rembesan, dan analisis tegangan pada beberapa
potongan bendungan.
Kegagalan pada bendungan urugan pada umumnya disebabkan oleh limpahan
(overtopping), ketidakstabilan, dan rembesan internal. Limpahan terjadi jika
elevasi air waduk atau air sungai melebihi tinggi bendungan urugan. Kondisi ini
dapat terjadi karena perkiraan debit banjir yang salah atau karena pengaruh lain
seperti ketidakstabilan lereng, dan deformasi yang berlebih pada tubuh, dan
fondasi.
1) Ketidakstabilan bendungan urugan, dan fondasi
Stabilitas lereng biasanya dinyatakan dengan faktor keamanan (FK) yang
merupakan rasio dari gaya perlawanan geser yang merupakan fungsi dari
kekuatan geser, dan gaya pendorong yang merupakan fungsi dari tegangan
geser yang terjadi sepanjang bidang yang berpotensi longsor dengan
persamaan:
FK = ‟ / m ………………(1)
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
12 Instrumentasi Bendungan Urugan
„ = c‟ + (σ-u) tan (φ‟) ………………(2)
dengan:
FK adalah faktor keamanan, jika FK > 1 (stabil), FK< 1 (tidak stabil)
‟ adalah kekuatan geser material = f ( c‟, φ‟, σ, u)
c‟ adalah kohesi efektif
φ‟ adalah sudut geser dalam efektif
σ adalah tegangan total
σ‟ adalah tegangan efektif = σ-u
u adalah tekanan pori
Setiap penambahan tekanan air pori sepanjang permukaan yang berpotensi
longsor akan menyebabkan penurunan perlawanan geser, dan faktor keamanan
terhadap longsor. Jika fondasi lebih kuat daripada tanah urugan bendungan,
umumnya lereng akan bergerak di dalam urugan. Jika urugan berada di atas
fondasi lunak, sifat-sifat fisik material fondasi akan sangat menentukan
permasalahan kestabilan. Pembebanan urugan dapat menyebabkan terjadinya
pergerakan melalui fondasi atau sepanjang lapisan fondasi yang lemah, serta
penurunan, dan penggelembungan lateral dari fondasi. Jika fondasi terdiri dari
material nonkohesif lepas yang merata, beban gempa akan menyebabkan
terjadinya likuifaksi, dan longsoran dalam fondasi.
2) Erosi buluh (piping)
Debit rembesan yang terjadi di sebelah hilir bendungan biasanya dinyatakan
dengan persamaan:
Q = k x i x A …….................... .(3)
V = k x i …..…................... (4)
dengan:
Q adalah debit rembesan
k adalah koefisien permeabilitas material
i adalah gradien yang diperoleh dari analisis rembesan
t adalah waktu
A adalah luas bidang rembesan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
13 Instrumentasi Bendungan Urugan
Jika nilai koefisien permeabilitas k meningkat, kecepatan aliran V juga akan
meningkat. Kejadian semacam ini perlu diwaspadai karena dapat
menyebabkan erosi buluh atau erosi internal yang berakibat terjadinya
penurunan kekuatan geser tanah. Jika tanah bersifat kohesif, akan terbentuk
saluran atau pipa kecil pada bagian hilir tempat keluarnya aliran rembesan.
Karena tanah mengalami erosi, pipa kecil itu akan menerus di dalam urugan.
Lanau, dan pasir halus mudah sekali mengalami erosi buluh.
Dalam desain bendungan yang baik, biasanya erosi buluh dihindari dengan
menggunakan filter atau drainase agar material dari bagian udik tidak dapat
bergerak/mengalir ke bagian hilir.
Gambar 2.4 Keruntuhan disebabkan adanya kebocoran di sekeliling pipa
pengeluaran
3) Retakan Melintang (transversal)
Pembebanan bendungan urugan dapat menyebabkan penurunan fondasi serta
penurunan, dan pergerakan lateral di bagian tubuh bendungan yang
dipadatkan. Penurunan tubuh bendungan atau fondasi secara merata
biasanya tidak menjadi masalah. Akan tetapi, jika lereng tumpuan bendungan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
14 Instrumentasi Bendungan Urugan
curam, penurunan yang terjadi dapat menyebabkan retakan transversal pada
sumbu bendungan.
4) Retakan Memanjang
Retakan arah memanjang bendungan juga berpotensi untuk longsornya lereng
bendungan. Apabila hal ini terjadi, jagaan (freeboard) akan berkurang yang
berpotensi terjadi limpasan air waduk banjir melalui puncak bendungan
(overtopping) yan tentunya tidak kita kehendaki.
Gambar 2.5 Keretakan akibat perbedaan penurunan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
15 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 2.6 Retakan memanjang yang berpotensi longsornya lereng bendungan
2.2 Batuan
2.2.1 Asal dan Jenis
Kerak dan selubung atas bumi terdiri atas batuan yang bermacam-macam usia
dana asal usulnya. Menurut asal-usulnya, batuan dapat dibagi menjadi tiga
kelompok/jenis batuan utama, yaitu:
- batuan beku (igneous rocks),
- batuan sedimen/batuan endap (sedimentary rocks), dan
- batuan malihan (metamorphics rocks).
Dari ketiga kelompok batuan tersebut (beku, malihan dan sedimen), bagian
terbesar dari batuan yang terbuka di permukaan tanah adalah batuan sedimen
yang mencapai 75%. Dan dari bagian tersebut yang menonjol adalah batuan
serpih (serpih lempung, batu lanau, batu lumpur dan batu lempung) yang
meliputi 50% lebih dari batuan sedimen terbuka (Foster, 1975).
Batuan beku, seperti granit dan basal terbentuk sebagai akibat proses
pendinginan dan kepadatan dari magma panas yang meleleh. Batuan sedimen,
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
16 Instrumentasi Bendungan Urugan
seperti batupasir, batukapur dan serpih (shales) terbentuk akibat tersementasi
oleh tekanan lapangan (overburden pressure) atau oleh tersementasinya butiran
endapan dari tersolusinya air tanah. Sedangkan batuhan malihan (metamorphic
rocks), seperti slates, batu marmer (marble) dan schists terbentuk dari jenis
batuan beku atau sedimen sebagai hasil dari pemanasan ekstrim geologi atau
tekanan yang menyebabkan terjadinya rekristalisasi dan terbentuknya mineral-
mineral baru. Mikrotekstur dari batuan-batuan tersebut ditinjau dari butirannya
adalah seperti gambar di bawah.
(a) (b) (c)
(a) Batuan beku : butirannya bersudut yang saling mengunci, porositas rendah
(b) Batuan sedimen : Butirannya membundar dalam matriks berbutir halus, porositas tinggi
(c) Batuan malihan : berbentuk pipih memanjang yang tersusun sejajar yang mudah terpisah
Gambar 2.7 Mikrotekstur batuan
Batuan beku tersusun dari butiran yang bersudut-sudut (angular) dan saling
mengunci dengan retakan-retakan rambut di sepanjang batas butiran yang
menyebabkan antar butiran mempunyai porositas rendah. Sebaliknya, batuan
sedimen, biasanya butirannya membundar dan kurang saling mengikat,
porositasnya labih tinggi, tergantung dari terisi/sementasi-nya pori-pori oleh
material halus. Batuan malihan cenderung berbentuk pipih memanjang, yang
saling sejajar sebagai hasil dari rekristalisasi yang bersifat mudah terpisah di
sepanjang alinyemen butirannya (fissile).
Batuan sedimen dipengaruhi oleh terbentuknya perlapisannya (bedding) yang
terdiri dari perlapisan-perlapisan (layers) dari material-material, seperti batupasir
dan serpih (shale) yang dipisahkan oleh bidang perlapisan (bedding plane)
secara menerus dan menjadikannya sebagai bidang lemah. Sedangkan pada
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
17 Instrumentasi Bendungan Urugan
batuan beku, misalnya basalt, perlapisan lavanya sering dipisahkan oleh batu
apung atau lapisan endapan abu atau bentonit. Kekar-kekar tarik (tension joints)
terjadi akibat kontraksi dari batuan beku selama proses pendinginan dan selama
terjadinya akumulasi menumpuknya perlapisan pada batuan sedimen.
2.2.2 Kekuatan
Komposisi mineral dan mikrotekstur sangat berpengaruh terhadap kekuatan dan
ketahanan batuan. Pori-pori adalah merupakan komponen terbentuknya batuan
yang terlemah; batuan yang porous adalah lebih lemah dan mudah mengalami
deformasi dibandingkan dengan batuan yang lebih padat. Porositas > 50% dapat
terjadi pada batuan batupasir atau granit yang terlapuk tinggi. Batuan keras
biasanya terbentuk dari mineral yang keras dan mempunya ketahanan tinggi,
sedangkan batuan lunak, misalnya serpih, biasanya tersusun oleh lempung atau
mineral sejenis yang lunak dan mudah mengalami deformasi. Batuan-batuan
tersebut akan mudah hancur bila mengalami pembasahan dan pengeringan.
Batukapur (lime stone) tersusun dari kalsit dan batuan asin (salt rocks) tersusun
dari mineral asin (saline mineral), meskipun cukup keras, namun mudah remuk
pada bagian dekat permukaan dan mudah mengalami deformasi pada tempetur
dan tekanan yang lebih tinggi pada galian yang dalam.
Komposisi mineral juga mempunyai pengaruh penting terhadap tegangan,
misalnya granit yang tersusun dari mineral keras yang bersifat elastis, karena
pada level tekanan yang moderat, bila bebannya diambil, batuan kembali ke
ukuran dan bentuk semula. Bila deformasi kecil yang terjadi masih proporsional
dengan tekanan yang bekerja, batuan tersebut bersifat elastis linier. Pada
tekanan yang lebih tinggi dan setelah menga,ami deformasi kecil, batuan
tersebut akan runtuh dengan segera. Batuan yang mengandung mineral lunak,
seperti potash adalah bersifat tidak elastis (inelastic) dan pada tekanan tinggi,
terjadi pergerakan perlahan yang terus berlangsung (creep) dan keruntuhan
terjadi secara perlahan disertai dengan deformasi yang besar (ductile). Batuan
dengan mineral yang sejajar (batuan malihan), kecuali mineralnya mudah
terpisah (fissile) juga bersifat anisotropis (kekuatan bervariasi sesuai dengan
arah pembebanan). Pada umumnya batuan ini lebih lunak dibandingkan dengan
batuan yang butirannya saling mengunci.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
18 Instrumentasi Bendungan Urugan
Sifat teknik penting lainnya adalah batu utuh (intact rock) dan massa batu (rock
mass). Sifat batu utuh yang juga disebut sebagai material batu (rock material),
adalah batuan yang dapat diukur melalui suatu pengujian terhadap suatu contoh
batuan di laboratorium. Sedangkan sifat teknik batuan massa hanya dapat diuji
dengan skala besar di lapangan (in-situ large scale testing). Pada umumnya,
batuan massa bersifat lebif lemah, deformasi lebih besar dan lebih lulus air
dibandingkan dengan batuan utuh, karena adanya diskontinyuitas, antara lain
kekar, sesar, geser, bidang perlapisan, dll.
Gambar 2.8 Terminologi batuan massa
2.2.3 Air di dalam Batuan
Air rembesan yang mengalir pada massa batuan, biasanya terjadi melalui
diskontinyuitas dan sedikit atau tidak terjadi pada batuan utuh, jika tidak bersifat
betul-betul porous. Sifat-sifat diskontinyuitas mempengaruhi tekanan dan
kecepatan aliran yang melalui batuan massa., seperti halnya sifat mekanis,
antara lain kekuatan dan deformasinya. Aliran dan tekanan airnya tersebut
dipengaruhi oleh bukaan dan sifat kedap (aperture) diskontinyuitas dan oleh
spasi dan kontinyuitasnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
19 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tekanan air di dalam kekar pada batuan massa mempunyai pengaruh penting
terhadap stabilitas. Bila perlu dilakukan pemantauannya, pengukuran harus
dilakukan pada bagian/zona dari bukaan kekar tersebut. Tekanan efektif utama
yang bekerja pada bagian tersebut sama halnya dengan tanah, kecuali tekanan
air pori dan sistim skeleton mineral tanah digantikan oleh air yang ada di dalam
kekar dan sistim blok batuan.
Pada batuan yang mempunyai kekuatan dan ketahanan tinggi, tekanan air di
dalam kekar yang cukup tinggi akan menimbulkan masalah yang biasanya dapat
ditanggulangi dengan membuat sistim drainage untuk melepaskan tekanan
tersebut. Pada batuan yang mempunyai kekuatan dan ketahanan yang lebih
rendah, misalnya serpih, masalah yang dihadapi adalah pengembangan
(swelling), sedangkan batuan yang mengandung mineral lempung, biasanya
akan mengalami keruntuhan. Jenis batuan dengan banyak kekar-kekar dengan
ketahanan lebih rendah akan lebih mudah mengalami erosi internal pada kekar
atau erosi luar akibat proses pelapukan (ravelling and slaking).
2.2.4 Tegangan
Stabilitas pada batuan massa tergantung dari 3 faktor utama, yakni sifat batus
utuh, terutama pada diskontinyuitas, sifat regim air tanah dan besaran tegangan
dalam hubungannya dengan kekuatan batuan. Tekanan vertikal dapat dihitung
seperti halnya pada tanah. Sedangkan besaran tekanan horisontal dihitung
seperti pada tanah dan besarannya dapat lebih besar dari tekanan vertikalnya.
Pada beberapa tempat, meskipun dekat dengan permukaan, tekanan tanah
horisontal dapat 10 kali lipat tekanan vertikal atau lebih. Hal tersebut dapat
menyebatkan terjadinya puntiran (buckling) dan pengangkatan (heaving) pada
galian dangkal serta mecotot (squeezing)-nya dan retakan lining beton
terowongan.
Pada penggalian batuan, tegangan awal (setelah material digali) masih tetap
ada. Tingkat tegangan di sekeliling terowongan setelah digali dapat beberapa kali
lipat dari tegangan awal (sebelum digali). Akibatnya, batuan mengalami tegangan
berlebih (overstress) yang menyebabkan terjadinya squeezing dan keruntuhan,
tergantung dari sifat duktilitas (ducktility) atau kegetasan (brittle).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
20 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 2.9 Mekanisme keruntuhan pada bukaan bawah tanah
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
21 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB III
KONSEP DAN PERENCANAAN INSTRUMENTASI
3.1 Manfaat
Dalam hal pemasangan instrumentasi pada suatu bendungan yang diarahkan
untuk mengetahui perilaku bendungan terhadap pengaruh beban yang terjadi
pada pondasi, tegangan yang ada pada tubuh bendungan, deformasi dan strain
serta pengaruh pengisian kolam waduk yang akan dilakukan tentunya banyak
manfaatnya yang dapat diketahui dari alat-alat yang dipasang, antara lain :
a. Verifikasi desain.
Parameter - parameter yang digunakan dalam desain dapat diperiksa melalui
alat yang dipasang pada saat kontruksi. Hal ini mengingat pada waktu desain
biasanya digunakan asumsi-asumsi yang konsevatif mengenai karakteristik
material dan structural. Berdasarkan hasil pengukuran dan Pengamatan di
lapangan kemudian dibandingkan lagi dengan anggapan-anggapan pada
perencanaan apakah parameter-parameter desain ini sesuai dengan hasi-
hasil pengukuran yang dilakukan
b. Prediksi
Bila Pengamatan instrument ini dilakukan pada saat atau selama kontruksi
kita akan dapat memprediksi kondisi bangunan dan kinerjanya serta jika
ditemui penyimpangan bias segera dilakukan perbaikannya. Sedangkan pada
bangunan-bangunan bendungan yang lama kita juga bias memprediksi
kinerja bangunan serta kondisinya apakah dalam kondisi aman atau tidak.
Sehingga kita dapat memperbaikinya dan mewaspadai serta bisa
memberikan masukan - masukan bagi pengelolanya untuk pemeliharaan
kedepan.
c. Penelitian
Dengan mempelajari kinerja dan perilaku dari suatu bendungan berdasarkan
pada data instrumentasi, kita dapat mengetahu gaya-gaya yang bekerja pada
bendungan yang sudah ada atau parameter desain yang benar di lapangan,
sehingga kita bisa memahami lebih dalam yang nantinya sangat bermanfaat
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
22 Instrumentasi Bendungan Urugan
dalam menberikan msukan-masukan pada perencana dan pengelola
bendungan untuk lebih baik. Berdasarkan analisa dan evaluasi data dari
pembacaan instrument yang ada kita bisa mengetahui beberapa hal yang
menyebabkan terjadinya kerusakan bendungan antaralain;
a. Kondisi geologi yang kurang diperhatikan baik pondasi bendungan
atau ebatmen.
b. Erosi buluh yang terjadi melalui pondasi atau tubuh bendungan.
c. Retakan memanjang akibat perbedaan penurunan di sepanjang bidang
antara zona yang berdekatan.
d. Kerusakan karena tersumbatnya system drainase.
e. Limpasan air lewat puncak bendungan karena kapasitas bangunan
pelimpah tidak mencukupi.
f. Retak melintang karena terjadi perbedaan penurunan antara timbunan
tubuh bendungan dengan bukit tumpuan yang curam yang dapat
mengakibatkan terjadinya retak hidraulik.
3.2 Filosofi
Pada prinsipnya instrument geoteknik yang digunakan dalam bangunan
bendungan dan bangunan pelengkapnya harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut :
a. Alatnya baik dan cukup akurat.
b. Handal dan tahan lama ini sangat tergantung pada harga
c. Biaya pemeliharaan serendah mungkin.
d. Alatnya sederhana dan mudah dalam pemeliharaan.
e. Mudah dilaksanakan pemasangan dan penggantiannya serta tidak
mengganggu kontruksi.
Instrumen ini harus ditangani oleh suatu tim yang didukung fasilitas dan dana
yang memadai. Petugas-petugasnya harus dilatih dengan baik sehingga
memahami mengenai instrument yang ditangani dan tugasnya, karena kesalahan
dalam memproses data akan dapat menyebabkan kesalahan dalam evaluasi dan
analisis. Alat-alat ini perlu selalu dirawat dan di kalibrasi secara berkala serta
alat-alat ini harus dipelihara dan dibaca oleh petugas terlatih dan bertanggung
jawab.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
23 Instrumentasi Bendungan Urugan
3.3 Konsep dasar
Begitu kompleksnya sifat-sifat perlapisan tanah yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor antara lain; sejarah geologi lapisan-lapisan tanah atu batuan, pengaruh
waktu dan beban-beban lain yang menyebabkan perlunya pemasangan
instrument geoteknik.
Hal tersebut mengingat semua pekerjaan geoteknik selalu terdapat perbedaan
dalam perencanaan dan kenyataannya di lapangan. Bila terjadi perencanaan
terlalu konservatif atau sebaliknya malahan kurang aman. Terlalu konservatif
berarti terlalu mahalnya suatu kontruksi, sedangkan suatu kegagalan akan berarti
kerugian material, waktu dan korban jiwa.
Masalah geoteknik yang perlu dipantau dalam kontruksi bendungan baik selama
pelaksanaan pembangunannya maupun selama operasinya untuk dapat
mengetahui perilaku bendungan yaitu mengenai deformasi baik vertical maupun
horizontal pada pondasi dan tubuh bendungan, rembesan air melalui pondasi
dan kaki bendungan, muka air preatis atau tekanan air pori serta pengaruh
kegempaan pada lokasi bangunan bendungan dan bangunan pelengkapnya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perlunya pemasangan instrumentasi
bendungan adalah sebagai berikut :
a. Tipe bendungan, dimensi bendungan dan volume waduk.
b. Kondisi topografi, geologi, geologi teknik, dan kegempaan setempat.
c. Tingkat permasalahan pada tahap desain dan pelaksanaan kontruksinya.
d. Tingkat resiko dan kelas bahaya yang mungkin terjadi.
Adapun tujuan dari pemasangan instrumentasi bendungan ini adalah agar dapat
memantau perilaku bendungan mengenai gaya-gaya yang bekerja pada
bendungan yang menyebabkan terjadinya deformasi. Selain itu juga untuk
mengetahui mengenai adanya rembasan air dan tekanan air pori. Lebih jauh lagi
instrumen ini diperlukan sekali pada saat pengisian pertama waduk.
Pengamatannya harus dilaksanakan secara intensif. Hal ini mengingat karena
bahaya yang pertama akan terjadi pada bendungan sering terjadi pada waktu
pengisian pertama waduk.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
24 Instrumentasi Bendungan Urugan
Untuk dapat mengetahui terperinci kondisi geoteknik pada bendungan tipe
urugan, dan tanggul, pada tahap desain diperlukan sejumlah penyelidikan
lapangan (pengeboran), dan laboratorium. Hasil penyelidikan ini digunakan untuk
mengevaluasi kondisi perlapisan tanah, dan batuan terperinci dengan membuat
profil-profil memanjang, dan melintang pada sumbu bendungan, dan dilengkapi
dengan parameter geoteknik. Hasil interpretasi ini digunakan oleh pendesain
sebagai dasar untuk menentukan letak fondasi bendungan, dan program
penggalian pada tahap konstruksi.
Material tanah, dan batu terbentuk melalui proses alamiah sehingga bersifat
heterogen. Berbeda dengan material baja, dan beton yang dapat dikontrol tingkat
keseragamannya dengan uji mutu.
Pada program eksplorasi, kadang-kadang pendesain tidak mampu untuk
mendeteksi sifat-sifat, dan kondisi endapan alami sehingga harus melakukan
asumsi, dan generalisasi dalam melakukan interpretasi kondisi geoteknik yang
mungkin berbeda dengan kondisi lapangan sebenarnya. Meskipun desain
bendungan urugan didasarkan atas aspek keraguan tersebut, pengamatan visual
yang didukung oleh pengukuran kuantitatif dari hasil instrumentasi akan
memberikan informasi bagi tenaga ahli teknik untuk dapat memeriksa, dan
mengverifikasi asumsi desain. Pengamatan secara visual yang digabungkan
dengan data instrumentasi akan memberikan dasar untuk penilaian kinerja
bendungan, dan fondasi serta keamanan selama pengoperasian di lapangan.
Penentuan jumlah, jenis, dan lokasi instrumen yang diperlukan pada bendungan
hanya dapat dilakukan secara efektif berdasarkan gabungan antara pengalaman
dan intuisi. Setiap bendungan urugan bersifat unik dan mempunyai
permasalahan khusus yang memerlukan solusi tersendiri untuk persyaratan
instrumentasi. Oleh karena itu, dalam mendesain sistem instrumentasi perlu
dipahami dan dipertimbangkan pengaruh kondisi geoteknik tubuh bendungan,
fondasi, kedua tumpuan dan tebing/lereng waduk. Pengetahuan geoteknik
adalah merupakan factor penting dalam desain bendungan, seperti desain
bendungan di atas kondisi fondasi yang sulit/kompleks atau lunak, tingkat resiko
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
25 Instrumentasi Bendungan Urugan
bahaya tinggi di bagian hilir, adanya masalah secara visual, lokasi yang terpencil,
operasi yang tidak terkendali secara normal atau hal-lain yang menuntut
dipasangnya sistim instrumen. Kondisi dan keperluam instrumen harus dipahami
dan jelas tujuannya, termasuk sistem struktur tanah atau batuannya. Tenaga
yang berkecimpung dalam pemasangan instrumentasi lapangan harus
memahami ilmu mekanika, dan fisika dasar yang terkait, disamping berbagai
instrumen yang cocok pada kondisi lapangan yang dihadapi.
3.4 Pertimbangan Desain
Dalam mendesain sistem instrumentasi bendungan urugan, perlu
mempertimbangkan banyak faktor. Gabungan tim pendesain (yang bertanggung
jawab dalam evaluasi bendungan yang ada), dan spesialis instrumentasi adalah
merupakan faktor-faktor utama yang harus dipertimbangkan.
Dalam tahap desain bendungan baru atau merehabilitasi bendungan eksisting,
tenaga ahli geoteknik biasanya sudah mengetahui daerah-daerah yang perlu
mendapat perhatian khusus. Berdasarkan hal tersebut, harus dikembangkan
suatu hipotesis dan asumsi mengenai besaran-besaran hidraulik, tegangan-
regangan atau mekanisme kekuatan geser yang akan mempengaruhi perilaku
bendungan pada berbagai kondisi. Kemudian program instrumentasi harus
didesain sesuai dengan hipotesis itu. Sebagai contoh, material fondasi tanah
lunak akan berkaitan dengan kestabilan, dan penurunan. Oleh karena itu,
instrumentasi diperlukan untuk memantau tekanan air pori, dan proses
konsolidasi/penurunan. Jika material tumpuan menyebabkan permasalahan
rembesan berlebihan, maka dipilih instrumen-tasi yang dapat memantau debit
aliran, dan uji kualitas air untuk mendeteksi konsentrasi zat padat atau endapan
yang terkandung di dalam rembesan.
Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain sistim instrumentasi,
antara lain adalah :
1) Permasalahan geoteknik
Setiap instrumen yang akan dipasang pada atau di dekat bendungan urugan
harus dipilih dan ditempatkan untuk membantu menanggulangi hal-hal khusus.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
26 Instrumentasi Bendungan Urugan
Sebelum memilih metode pengukuran, harus dibuat daftar pertanyaan geoteknik
yang akan muncul pada waktu tahap desain, konstruksi atau operasi. Untuk
setiap tahap, yang perlu diperhatikan harus mencakup kondisi lapangan awal,
kinerja instrument selama pelaksanaan, pengisian pertama waduk, air waduk
surut, dan kinerja instrumen jangka panjang (saat operasi waduk).
2) Parameter yang perlu dipantau
Parameter yang perlu dipantau adalah meliputi tekanan air (pori), deformasi,
tegangan total, temperatur, kejadian gempa, bocoran, dan muka air. Tenaga ahli
atau spesialis instrumen harus memperhitungkan parameter mana yang paling
menentukan.
3) Perkiraan besar perubahan
Dalam pemilihan kisaran (range) kapasitas instrumen dan kepekaan atau
ketelitian instrumen pada tahap awal, perlu diperkirakan besar perubahan yang
akan diukur. Perkiraan nilai maksimum yang mungkin terjadi akan mempengaruhi
pemilihan kisaran instrumen. Adapun nilai minimumnya akan mempengaruhi
terhadap pemilihan kepekaan/sensitifitas dan ketelitian instrumen yang akan
digunakan. Jika pertimbangan desain hanya ditekankan untuk keperluan
konstruksi atau keamanan saja, penentuan awal dapat dilakukan dengan
besaran yang diperlukan untuk analisis.
4) Pemilihan lokasi instrumen
Lokasi instrumen harus ditentukan berdasarkan perkiraan perilaku pada lokasi
yang ditentukan. Lokasi harus cocok dengan kondisi geoteknik, dan metode
analisis yang akan digunakan untuk interpretasi data. Pendekatan praktis untuk
memilih lokasi instrumen mencakup:
a) Identifikasi zona-zona bagian khusus misalnya daerah yang strukturnya
lemah (weak zones) dengan beban berat, dalam hal ini jenis dan banyak
instrumen harus dipilih yang sesuai dengan kondisi lapangan tersebut..
b) Pilih zona yang dapat mewakili pen k ampang melintang tipikal, yang
diperkirakan dapat mewakili perilaku secara keseluruhan (secara tipikal, satu
penampang melintang akan berada atau mendekati tinggi maksimum
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
27 Instrumentasi Bendungan Urugan
bendungan, dan satu atau dua penampang lainnya pada lokasi/penampang
kritis lainnya atau di dekat tumpuan).
c) Identifikasi zona-zona yang mengandung diskontinuitas pada fondasi atau
kedua tumpuan.
d) Memasang beberapa instrumen tambahan pada lokasi-lokasi lain yang
berpotensi kritis atau sebagai pembanding.
e) Menempatkan patok-patok survei pada jarak interval tertentu.
5) Pertimbangan sistem otomatisasi instrumen
Sistem Akuisisi Data Otomatisasi (automated data acquisition system, ADAS)
merupakan cara pengumpulan data instrumentasi geoteknik yang penting, dan
perlu dipertimbangkan. Pengembangan alat elektronik lapangan telah
memungkinkan untuk memasang, dan mengoperasikan sistem ADAS jarak jauh
sehingga menghasilkan pembacaan data sebenarnya (real time) yang akurat,
terpercaya, dan efektif.
Dengan meningkatnya kebutuhan dalam melakukan evaluasi keamanan
bendungan, dan kekurangan tenaga kerja ahli, banyak sekali keuntungan dalam
penggunaan sistem akuisisi data otomatisasi. Pertimbangan yang matang harus
dilakukan dalam menggunakan ADAS pada bendungan baru, dan
menyelaraskan kembali dengan bendungan yang ada. Walaupun sistem
otomatisasi (ADAS) dapat menghasilkan data penting secara tepat waktu, sistem
itu hanya merupakan bagian integral dari program keseluruhan keamanan
bendungan.
6) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengukuran
Catatan selama pemasangan instrumen yang dilakukan bersamaan dengan
proses pembangunan harus disimpan dengan baik karena dapat digunakan
untuk menyesuaikan data dengan kondisi awal pemasangan. Apabila diperlukan,
data pencatatan harus dikoreksi akibat pengaruh pemasangan tersebut. Catatan
visual selama pengamatan juga perlu disimpan, seperti ketinggian air, kondisi
struktur di sekeliling instrumen, besarnya aliran, waktu pencatatan setelah
terjadinya gempa, dll.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
28 Instrumentasi Bendungan Urugan
7) Prosedur Penentuan Kebenaran Data
Personel yang bertanggung jawab terhadap pengukuran/pembacaan instrumen
harus dapat menilai apakah setiap instrumen berfungsi dengan baik. Hal ini
dapat ditentukan melalui pemeriksaan lapangan atau menggunakan alat baca
cadangan yang berfungsi sama. Sebagai contoh, patok survei optik dapat
digunakan untuk menunjukkan pergeseran atau pergerakan lereng sebenarnya
yang dideteksi oleh inklinometer. Atau, tranduser tekanan elektrik atau pneumatik
yang digunakan untuk pemantauan tekanan air pori (jangka panjang) dapat
dilengkapi dengan pisometer hidraulik tabung ganda sebagai sistem cadangan.
Kesahihan/kebenaran data dapat juga dievaluasi dengan memeriksa konsistensi
data pemantauan. Sebagai contoh, untuk pemantauan konsolidasi, disipasi
tekanan air pori harus konsisten dengan penurunan yang diukur dan peningkatan
tekanan air pori harus konsisten dengan penambahan pembebanan.
Pengukuran/pembacaan ulang dapat juga membantu untuk menilai keabsahan
data tersebut. Pembacaan sebaiknya dilakukan beberapa kali untuk menilai
apakah pembacaan menghasilkan data yang benar atau meragukan.
3.5 Desain Pemasangan
Prosedur pemasangan harus didesain terlebih dahulu sebelum jadwal waktu
pemasangan ditentukan. Prosedur langkah demi langkah (step by step) yang
rinci harus disiapkan dengan memasukkan semua aspek penting, seperti
petunjuk instruksi pabrik pembuat alat, dan kondisi geologi yang khusus.
Prosedur tertulis harus mencakup daftar terperinci dari material, dan alat yang
diinginkan. Formulir pemasangan harus disiapkan untuk mencatat faktor-faktor
pengaruh dan kejadian lain selama pemasangan. Pemasangan instrumen
sebaiknya dilakukan oleh personel proyek atau konsultan instrumentasi yang
berpengalaman dibandingkan personel kontraktor. Untuk proyek bendungan
yang sedang dibangun, rencana pemasangan harus dikoordinasikan dengan
kontraktor pelaksana, termasuk pengaturan/pem-buatan jalan masuk, keamanan
personel, dan perlindungan instrumen sementara ataupun permanen untuk
menghindari kerusakan. Jadwal pemasangan instrument harus disesuaikan
dengan jadwal konstruksi untuk menghindari terganggunya pekerjaan konstruksi.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
29 Instrumentasi Bendungan Urugan
Perlindungan instrumentasi dalam jangka panjang harus dipertimbangkan,
sehubungan dengan operasi alat berat/kendaraan proyek. Bila perlu, instrumen
harus ditanam di dalam kotak kedap, sehingga tidak terlihat. Lokasi tubing/kabel
yang tertanam harus benar-benar didokumentasikan dalam gambar-gambar
puna-laksana untuk memudahkan pemeliharaan nantinya.
Desain sistem instrumentasi juga harus mencakup kalibrasi yang harus dilakukan
secra teratur, disamping pemeliharaan perangkat keras (misalnya unit alat baca)
sepanjang umur layan proyek. Dalam desain, juga harus disusun prosedur dan
jadwal pelaksanaan pemeliharaan semua alat baca, dan komponen sensitif
lainnya.
Prosedur pengumpulan, pemrosesan, presentasi, interpretasi, dan pelaporan
data instrumen harus disusun terlebih dahulu sebelum pemasangan instrument
dilakukan. Dengan disediakannya metoda pengumpulan data, pemrosesan, dan
prosedur presentasi menggunakan komputer, pekerjaan secara manual akan
sangat berkurang. Akan tetapi, perlu diingat tidak ada sistem komputer yang
mampu menggantikan suatu keputusan teknik (judgement) yang diperlukan.
Tenaga ahli atau spesialis instrumen harus melakukan hal ini untuk menentukan
bahwa faktor pengaruh yang diukur oleh instrumen berkaitan dengan sebab-
sebab yang mungkin terjadi. Pekerjaan interpretasi, pengambilan keputusan, dan
implementasinya sebaiknya dilakukan oleh personel yang kompeten.
Bila desain sistem telah lengkap, penentuan biaya pekerjaan instrumentasi dapat
disusun untuk diusulkan. Biaya pemeliharaan harus dimasukkan untuk
memastikan bahwa pembiayaan yang direncanakan cukup untuk menangani
semua aspek pekerjaan, termasuk pemeliharaan instrumen, pengumpulan data
dan proses data serta evaluasinya selama umur layan proyek.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
30 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB IV
JENIS DAN SISTIM INSTRUMENTASI
4.1 Umum
Jenis instrumentasi geoteknik sangat tergantung dari bentuk konstruksi yang
perlu diamati, keadaan lapangan serta derajat kecermatan yang diperlukan.
Sejak awal perkembangannya telah dikenal sistem untuk pengamatan ini, yaitu :
mekanis, elektris, pneumatis, hidrolis dan yang paling canggih adalah dengan
elektronis.
Macam besaran yang perlu diamati dalam masalah-masalah yang berkaitan
dengan bendungan yaitu :
Beban atau gaya
Tekanan air pori
Tegangan tanah total
Pergerakan vertical dan horizontal
Rembesan
4.2 Pengukuran Beban atau Gaya
Peralatan ini digunakan untuk mengamati atau mengukur beban yang terjadi
pada suatu bagian konstruksi misalnya gaya pada rangka batang jembatan
rangka atau menara, gaya pada jangkar suatu turap penahan tanah. Juga pada
pekerjaan pengujian beban suatu pondasi tiang, ataupun pengukuran beban
pada pengujian di laboratorium.
Sistem pengukuran beban yang dikenal ada beberapa macam :
Hydraulic pressure load cell.
Strain gauged load cell.
Vibrating wire load-cell.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
31 Instrumentasi Bendungan Urugan
a) Hydraulic pressure load cell Alat ini juga sering kita jumpai dalam kaitannya dengan kendaraan bermotor,
yaitu dongkrak hidrolis. Hanya untuk pengukuran beban diperlengkapi dengan
manometer yang dikalibrasikan dengan beban.
Sistem ini telah dikembangkan sedemikian rupa sehingga dapat untuk menarik
kabel-kabel dalam beton pratekan ataupun pada sistem penjangkaran dinding
penahan tanah.
Gambar 4.1 Instrumen Pengukur Beban
b) Vibrating Wire Load Cell Peralatan ini menggunakan sistem pengamatan frekuensi kawat baja yang
berubah-ubah karena tegangannya yang berubah juga, dan terbaca dalam suatu
medan magnit yang dibangkitkan dari kumparan.
Alat baca (readout unit) dikonversikan menjadi hubungan antara frekuensi
dengan beban. Instrumen ini dapat mengukur gaya/tekanan dan tarik dengan
bentuk seperti gambar dibawah ini.
Gambar 4.2 Alat vibrating load cell
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
32 Instrumentasi Bendungan Urugan
c) Strain gauged load cell Prinsip kerjanya berdasarkan tahanan listrik suatu logam yang berubah karena
deformasi akibat beban yang bekerja. Strain gauge dipasang pada load cell ini
dan pengukurannya menggunakan sistem jembatan Wheatstone. Alat baca ini
juga dikalibrasikan terlebih dahulu terhadap beban.
Gambar 4.3 Alat Strain gauge
4.3 Pengukuran Tekanan Air Pori
Prinsip tegangan effektif telah membawa kita kepada perlunya pengukuran
tekanan air pori pada lapisan yang akan kita analisa tegangannya. Padahal pada
problema lapangan hampir tidak mungkin bagi kita untuh memperkirakan tekanan
air pori dengan derajat keyakinan yang tinggi karena kompleknya susunan dan
macamnya massa tanah, serta kesulitan menganalisa secara numerik dan
secara terinci perilaku tanah terhadap perubahan beban dan air tanah.
Pada pemeriksaan stabilitas lereng bendungan dalam rangka
pengawasan/pengendalian penimbunan tanah, diperlukan data perubahan
tekanan air pori ekses pada tempat tertentu sebelum melakukan analisis
menggunakan prinsip tegangan effektif, Oleh karena itu, terutama pada kasus
bendungan di atas tanah lunak, pekerjaan instrumentasi menjadi sangat penting
peranannya untuk mengkontrol tekanan air pori dan deformasi pondasi selama
pelaksanaan konstruksi.
Prinsip dasar bekerjanya pisometer adalah bahwa suatu elemen yang porus
(mata pisometer/piezometer tip) ditanam di dalam tanah, sehingga air tanah
dapat masuk melalui dinding berpori dari mata pisometer. Pengukuran
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
33 Instrumentasi Bendungan Urugan
permukaan air atau tekanan air pada titik tersebut adalah merupakan besarnya
tekanan air pori.
Sejumlah instrumen pengukur tekanan air pori telah dikembangkan selama 4
dekade ini. Instrumen tersebut diciptakan agar dapat mengukur tekanan air pori
pada lapisan tanah yang sebagian jenuh atau jenuh sempurna, pada pemadatan
tanah timbunan, pada bidang pertemuan tanah dan dinding atau pondasi tiang
serta pada struktur yang mengalami beban dinamik.
Pisometer juga dapat digunakan untuk mengukur elevasi muka air freatis
melalui tubuh bendungan. Sesuai dengan prinsip kerjanya, terdapat 2 jenis/sistim
pisometer, yaitu sistem terbuka dan sistem tertutup.
Sistem pisometer terbuka, diantaranya adalah :
a. Pisometer pipa tegak (standpipe pisometer), terdiri atas : -perforated
poreous tube piezometer (bentuk lubang-lubang titik/perforasi) - slotted pipe
piezometer (bentuk lubang memanjang)
b. Pipa atau sumur Pengamatan (observation well)
Sedangkan instrumen sistem tertutup, diantaranya adalah :
a. Pisometer pipa ganda hidraulik (hydraulic twin-tube piezometer)
b. Pisometer pneumatik (dengan tekanan gas, Pneumatik pisometer)
c. Pisometer elektrikal (electric pisometer)
d. Sel tekanan total (total pressure cell)
Keuntungan dan keterbatasan dari jenis pisometer tersebut dijelaskan pada Tabel
dibawah ini.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
34 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tabel 4.1 Keuntungan dan Keterbatasan Jenis Pisometer
a) Open Standpipe Piezometer
Jenis ini adalah yang paling sederhana dan telah dipergunakan secara luas
pada lapisan tanah yang pervious atau semi pervious. Prinsip kerjanya adalah
pipa yang ujung bawahnya diberi bagian yang porous yang bisa dilewati air,
tetapi tidak oleh butir-butir tanah. Cara pemasangan biasanya
dilakukan/dimasukkan ke dalam lubang bor, tetapi ada juga yang dipukul atau
ditekan masuk ke dalam tanah yang lunak. Tekanan air pada elevasi di ujung
pisometer bawah (mata pisometer) ini dinyatakan dengan tinggi air di dalam pipa
yang diukur secara manual menggunakan alat dipmeter, yang diukur dari
permukaan atas pipa yang harus selalu berhubungan dengan udara luar.
Mata pisometer yang lazim dikenal di pasaran adalah tipe Casagrande dimana
elemen porous yang terbuat dari keramik dengan pori - pori yang besarnya
beberapa mikron saja, tergantung dari jenis tanahnya. Mata pisometer yang
porous ini juga ada yang terbuat dari filter dengan bahan bronze yang porous
(diciptakan oleh NGI). Bila tekanan dalam pipa sampai melebihi tinggi air
maximum didalam pipa, misalnya terdapat air artesis, maka pengukuran
dilakukan dengan menggunakan manometer Bourdon. Perlu diingat bahwa
sedapat mungkin gelembung udara dikeluarkan dari dalam pipa, agar hasil
pengukuran menjadi lebih teliti.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
35 Instrumentasi Bendungan Urugan
Jenis mata mata pisometer ditentukan dari ukuran pori-porinya, ada jenis "low air
entry" dan ada "high air entry". Mana yang akan dipakai tergantung jenis
tanah/batuannya. Tanah yang banyak mengandung gas lebih cocok
menggunakan jenis high air entry dan sebaliknya untuk jenis tanah yang banyak
mengandung fraksi halus(lempung).
Gambar 4.4 Pisometer sistim terbuka dan alat bacanya (dipmeter)
Bila filter dari pisometer tip telah dijenuhkan sebelum pemasangan pada
tempatnya, maka bagian yang berair berbatasan dengan udara. Udara tidak akan
masuk ke pori - pori sampai pada kondisi dimana tekanan udara tepat melampaui
tegangan kapiler di dalam pori terbesar yang menerus.
Bila tegangan kapiler di lampaui maka gelembung udara akan mendesak air ke
luar dari pori, dan tegangan pada kondisi kritis ini disebut nilai "air entry" atau
"bubling pressure".
Ukuran pori dapat ditentukan secara tidak langsung dari pengukuran nilai "air
entry", dan menggunakan persamaan tekanan air dalam tabung kapiler, dapat
dihitung ukuran porinya. Misalnya nilai "air entry" antara 100 - 600 kPa adalah
diantara 2 - 0.5 mi kron diameter pori nya.
Sehingga nilai air entry yang tinggi berarti makin sulit udara masuk ke pori dari
filter tersebut.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
36 Instrumentasi Bendungan Urugan
Dewasa ini pisometer dipasaran peralatan ini dikenal 2 macam tip :
- High air entry, diameter pori sekitar 1 dan koefisien permeabilitay 10-6
cm/det, untuk tanah yang jenuh sebagian atau akan mengalami tekanan air
pori negatif.
- Low air entry, diameter pori sekitar 60 koefisien permeability 10-2 cm/det,
dipergunakan pada tanah yang selalu jenuh air.
Yang pertama menggunakan jenis high air entry pisometer adalah Bishop et. al.
(1960). Perlu diperhatikan bahwa high air entry pisometer tip harus benar-benar
dijenuhkan sebelum pemasangan yaitu dengan merebus tip tersebut selama 24
jam agar tercapai penjenuhan tersebut.
Gambar 4.5 Perbedaan prinsip antara standpipe piezometer dengan observation
well
b) Pisometer Hidraulis Pada sistem ini elemen porous dari pisometer tipnya hubungkan dengan dua
buah pipa plastik (twin tubing) yang flexible sehingga tidak perlu vertikal dan
dihubungkan dengan alat baca yang berupa manometer air raksa, manometer
Bourdon ataupun electronic tranducer.
Berbeda dengan Standpipe pisometer, maka alat baca dapat ditempatkan cukup
jauh dan beberapa pisometer dapat dikumpulkan tubingnya untuk dihubungkan
dengan alat baca di dalam suatu gardu, instrumen.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
37 Instrumentasi Bendungan Urugan
Twin tubing harus diisi dengan air yang telah bebas dari gelembung udara
(direbus dan divakum terlebih dahulu) untuk menghindari kesalahan pembacaan.
Elemen porous yang biasanya dari keramik ada dua macam :
- High air entry, diameter pori-pori sekitar 1 mikron, permeability 10-6
cm/detik, dipergunakan pada tanah yang jenuh sebagian atau yang
diperkirakan mengalami tekanan air pori negatif.
- Low air entry, diameter pori -pori sekitar 60 mikron, permeability 10-2
cm/detik, dipergunakan pada tanah yang jenuh air
Sistem ini dapat untuk mengukur tekanan air pori yang positif ataupun negatif.
Gambar 4.6 Mata pisometer hidraulik dan double tubing-nya
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
38 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.7 Drum pemanas (atas) dan deairing unit untuk mengeluarkan gelembung
udara pada sistim hidraulik (bawah)
Gambar 4.8 Prisip pembacaan pisometer hidraulik
c) Pisometer Pneumatis Sistem ini pada prinsipnya bekerja atas dasar bahwa tekanan air pori pada
pisometer tip diimbangi dengan tekanan Pneumatik melalui suatu diafragma,
seperti diagram berikut :
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
39 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.9 Rangkaian Pemasangan Pisometer Pneumatik
Tekanan pneumatik ditimbulkan dari unit alat bacanya yang mempunyai regulator
dan signal kapan terjadinya keseimbangan antara tekanan udara yang masuk
(biasanya nitrogen) dan tekanan.
Pembacaan dilakukan pada keadaan seimbang ini dengan manometer Bourdon
ataupun secara digital.
Sistem twin tubingnya mirip pada pisometer hidraulis hanya disini terisi udara
(gas nitrogen). Cara pemasangan juga mirip dengan pisometer hidraulis. Sistem
ini tidak dianjurkan untuk dipasang dimana tekanan air pori negatif dapat terjadi.
Dapat memberikan reaksi yang cepat terhadap perbedaan tekanan air pori dalam
waktu yang singkat, juga dapat dipergunakan pada tempat yang mengharuskan
perbedaan elevasi yang besar antara pisometer tip dengan alat bacanya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
40 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.10 Prinsip pembacaan pisometer pneumatik
d) Pisometer Kawat Getar (Vibrating Wire)
Jenis ini adalah menggunakan prinsip kawat getar (vibrating wire) seperti pernah
dijelaskan untuk pengukuran beban. Tekanan dari air pori yang masuk melalui
filter dilewatkan oleh diafragma yang menekan vibrating wirenya, dimana
frequency yang berubah dicatat pada alat baca, sehingga perubahan tekanan air
pori tersebut dapat diketehui.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
41 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.11 Pisometer Lubang Bor Tipe Geonor dan BRS
Untuk menghindar kasus-kasus rusaknya sistem elektronis ini terhadap bahaya
petir, maka disarankan agar kabel-kabel terbungkus cukup rapat dan tebal
kemudian grounded serta dipasang pegangan tegangan yang berlebihan.
Sistem ini disebut juga acoustic piezometer ( soil instrument Ltd.)
Gambar 4.12 Prinsip kerja vibrating wire piezometer
4.4 Tekanan Tanah Total
Pengukuran tekanan tanah dalam instrumentasi bendungan urugan dapat di bagi
atas 2 hal utama :
a. Tegangan pada bidang pertemuan antara suatu konstruksi dengan tanah
atau batuan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
42 Instrumentasi Bendungan Urugan
b. Tegangan yang terjadi di dalam tanah atau batuan pada suatu. kondisi
pembebanan.
Pengukuran tegangan total ini harus disertai dengan pengukuran tegangan air
pori, untuk dapat menghitung tegangan effektifnya, karena suatu konstruksi
geoteknik hampir selalu berhubungan dengan air tanah.
Dalam banyak persoalan pondasi, perencanaan struktur perlu meninjau gaya
normal dan geser pada bidang kontak dengan tanah atau batuan. Jenis-jenis
instrumen yang diciptakan kebanyakan untuk menghitung tegangan normal saja,
sedangkan gaya geser dapat diabaikan karena kasarnya bidang kontak tersebut.
Riset dalam hal ini telah banyak dilakukan a. 1. di Univ. Cambridge selama 30
tahun terakhir ini.
Perhitungan teoritis dari hasil pengujian lapangan dan laboratorium perlu
diperbandingkan hasilnya dengan tegangan yang sebenarnya terjadi, untuk
mengetahui seberapa besar faktor keamanannya.
Gambar 4.13 Alat pengukur tegangan tanah total pneumatik
Pengukuran tegangan dengan pressure cell ini dapat dilakukan pada berbagai
kondisi pembebanan yang terjadi pada konstruksi geoteknik tersebut, terutama
pada keadaan yang paling membahayakan.
a) Hydraulic / Pneumatik pressure cell
Cell ini terdiri atas 2 keping logam yang cukup kuat, tipis dan tidak mudah
berkarat yang dihubungkan sekelilingnya satu sama lain. Celah antaranya terisi
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
43 Instrumentasi Bendungan Urugan
cairan yang dapat diukur tegangannya akibat tegangan tanah atau batuan di
sekitarnya.
Cairan ini adalah minyak bila digunakan di dalam tanah, sedangkan untuk batuan
dipergunakan air raksa yang membentuk Sistem hidrolik tertutup.
Bentuknya ada yang bundar dan ada yang persegi
Gambar 4.14 Total Pressure Cell pada bendungan urugan tanah
Cell ini dihubungkan dengan transducer elektonik secara pneumatik atau
hidraulis, dan bersama-sama dipasang di dalam struktur (beton) atau
tanah/batuan yang akan diamati tegangannya.
Twin tubing dari nylon menghubungkannya dengan alat baca yang berupa
manometer atau digital LCD (Liquid Crystal Display).
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
44 Instrumentasi Bendungan Urugan
b) Vibrating Wire (VW) Pressure Cell Sistem ini dipergunakan juga untuk mengukur tegangan tanah total,
sebagaimana untuk beban dan tegangan air pori. Pelindung luar harus cukup
kuat terhadap beban statis atau dinamis, misalnya dapat dipercaya untuk
dipasang pada turap baja yang dipancang, sebagaimana yang dibuat oleh NGI
(Norwegian Geotechnical Institute ).
Gambar 4.15 VW Pressure cell
4.5 Pergerakan Vertikal & Horisontal
Data yang paling umum untuk diketahui dalam Pengamatan instrumentasi, di
lapangan adalah pergerakan, baik ke arah horisontal maupun vertikal.
Ketepatan pembacaan adalah penting sekali dari waktu ke waktu untuk
dibandingkan perbedaannya baik jarak maupum arahnya, juga instrumen ini
seperti halnya yang lain - lain perlu mempunyai sifat tahan lama dan semudah
mungkin operasinya serta perawatannya.
4.5.1 Pergerakan Vertikal
a) Surface monuments
Untuk mengukur pergerakan permukaan tanah (arah vertical dan horizontal) di
sekeliling struktur yang akan kita amati harus cukup kuat tertanam, stabil dan
mudah tercapai.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
45 Instrumentasi Bendungan Urugan
Sebenarnya pillar ini perlu ditanam sampai lapisan keras atau terisolasi dari
lapisan permukaan dan paling minimal ditanam sedalam 1.00 m.
Gambar 4.16 Precise settlement gauge and bench mark (Bjerrum et al., 1965)
Gambar 4.16 Patok geser permukaan (Surface monuments)
Peralatan ini hanya dapat mengukur perubahan atau pergerakan di permukaan
saja.
b) USBR Settlement Gauge
Peralatan ini adalah untuk mengukur penurunan beberapa lapisan tanah suatu
timbunan (fill) akibat beban di atasnya baik berat sendiri atau bangunan yang
ditentukan oleh U.S. Bureau of Reclamation, dengan prinsip kerjanya yang
sederhana dan tentu saja mudah pemasangan dan pembacaannya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
46 Instrumentasi Bendungan Urugan
Terdiri dari susunan pipa yang berdiameter 2 macam yang besar (d.d. 61 mm,
i.d. 50 mm) dan yang kecil (o.d. 49 mm, i.d. 36 mm) dengan sistem telescoping
satu sama lain berselang - seling.Panjang masing-masing dapat dipilih 1 m atau
2 m, tergantung ketelitian yang dikehendaki.Pipa kecil di sebelah luar diberi
batang silang (cross arm) sepanjang 1.5 m yang dapat menyebabkan pipa kecil
bergerak akibat penurunan lapisan tanahnya. Pipa-pipa ini dipasang sesuai
dengan kemajuan penimbunan atau pemadatan tanahnya.
Gambar 4.17 USBR settlement gauge
Besar penurunan masing-masing pipa kecil dapat diukur dengan torpedo yang
bekerja secara mekanis, dimana apabila memasuki pipa kecil sayapnya terkatup
(karena pegas) dan terbuka lagi kalau sampai di pipa besar. Torpedo ditarik ke
atas untuk mengukur dasar pipa kecil yang baru dilaluinya dan pengukuran
dilakukan terhadap suatu patok tetap.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
47 Instrumentasi Bendungan Urugan
Pembacaan dilakukan dengan menggunakan meteran baja agar terjamin
ketelitiannya pada tegangan (tarik) tertentu.
Demikian dilakukan berturut-turut setiap torpedo melalui pipa kecil dibawahnya.
Pada pipa terbawah yang dipasang pada batuan dasar torpedo menyentuh dasar
dan sayap terkatup dan terkunci sama sekali, sehingga dapat ditarik ke atas
permukaan lagi.
Bila ujung pipa di permukaan timbunan ikut turun dengan penurunan lapisan -
lapisan tanah, maka beda elevasi ini terhadap patok tetap perlu dikoreksikan
terhadap hasil pembacaan. Ukuran torpedo garis tengah 37 mm, paniang 41 cm,
berat 2 kg.
c) Magnetic Extensometer
Sistem ini juga untuk mengamati pergerakan vertikal dari lapisan tanah yang
tidak hanya berupa timbunan (fill) tetapi juga pada tanah pondasi dengan dibor
terlebih dahulu.
Sistem pipa juga telescoping dengan pipa besar dan kecil yang dipasang vertical
dengan sedikit toleransi beberapa derajat. Pipa inklonometer juga dapat
digunakan sebagai pipa hantar untuk menempatkan cincin-cincin magnit
tersebut, kombinasi ini disebut inklino-ekstensometer.
Pada lapisan - lapisan yang ingin di ketahui pergerakannya dipasang cincin
magnet di luar pipa kecil baik berupa piringan ataupun dengan sistem pegas
yang dapat bergerak bebas terhadap pipa hantarnya.
Dengan memasukkan alat pembaca (reed switch probe) yang dapat berbunyi
waktu melalui cincin magnet tersebut maka posisi dan cincin ini dapat ditentukan
dengan tepat, yaitu jaraknya terhadap permukaan.
Untuk pelaksanaan pemasangan dengan pemboran maka demi effisiensinya, di
pasang cincin magnet yang tidak terlalu. besar diameternya, yaitu yang bisa
masuk ke dalam lubang bor berdiameter 90 - 120 mm.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
48 Instrumentasi Bendungan Urugan
Ukuran pipa kecil o.d. 33.5 mm, i.d. 24.5 mm, paniang sampai 3.00 m sedangkan
pipa penyambungnya (coupling) o.d. 40.0 mm, i.d. 34.0 mm.
Gambar 4.18 Ekstensometer dan elemen penurunan
Macam-macam dari cincin magnet adalah :
Cincin magnet dengan kaki pegas (spider magnet)
Pegas-pegas di ikat dengan tali nylon pada waktu pemasukkannya, kemudian
tali dapat dilepas dengan pisau khusus dari permukaan secara pneumatis,
kemudian kaki - kaki pegas dapat menekan pada dinding lubang dengan
cukup kuat untuk dapat mengikuti pergerakan lapisan tanah disekitarnya.
Cincin magnet dengan panah (arrowhead magnet).
Tekanan pneumatik dapat mendorong panah - panah tersebut keluar
menusuk dinding lubang, setelah di letakkan pada kedalaman yang
ditentukan; alat ini sesuai digunakan untuk tanah yang agak padat atau
batuan lunak.
Cincin magnet dengan pelat PVC.
Dapat dipergunakan untuk tanah timbunan (fill) maka diameter pelat PVC ini
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
49 Instrumentasi Bendungan Urugan
di buat 30 cm. Dipasang sesuai dengan kemajuan penimbunan atau
pemadatan tanahnya.
d) Hydraulic Settlement Cell Instrumen ini dipasang pada timbunan dengan tanpa menggunakan batang-
batang, pipa-pipa vertical yang bisa mengganggu kelancaran pemadatan.
Prinsip kerjanya adalah mengamati permukaan air di dalam cell dengan tubing ke
manometer air raksa di gardu Pengamatan. Air yang telah bebas dari gelembung
udara dimasukkan dari gardu pembacaan, ke dalam cell melalui tubing air, dan
kembali setelah limpas melalui tubing dainase.
Sirkulasi air dilakukan sampai gelembung-gelembung udara semuanya keluar
dari tubing air, kemudian kran ditutup dan tekanan udara dimasukkan ke cell
melalui tubing udara secara menerus, sehingga semua air kecuali yang dislinder
tengah akan dikeluarkan melalui tubing drainase. Permukaan air di dalam cell
adalah pada bidang A adalah sama dengan tekanan udara luar melalui tubing
udara, maka tingginya dapat ditentukan oleh manometer air raksa. Perubahan
permukaan A dapat dibaca pada manometer yang dapat diinterpretasikan
sebagai perubahan elevasi dari cell tersebut.
Instrumen ini dapat mencatat perubahan elevasi dari – 5 m sampai + 40 m
terhadap gardu pembacaan dengan ketelitian ± 1 cm.
Cell ini biasanya dipasang hati-hati dengan pasir yang dipadatkan atau di dalam
beton.
Untuk memperkuat dudukannya maka biasanya dasar cell dipasang plat dasar
bergaris tengah 30 cm. Ketiga tubing yang menghubungkan cell dengan gardu
pengamatan diberi tanda-tanda berwarna untuk membedakannya.
Bila dipandang perlu untuk mdningkatkan kapasitas manometer air raksa maka
dapat ditambahkan sistim back pressure unit.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
50 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.19 Hydraulic settlement cell
Gambar 4.20 Alat ukur penurunan jenis tabung overflow
e) Automatic Double FIuid Settlement Device(ADFSD)
Sistem ini direncanakan untuk cepat mengukur Penurunan (settlement) secara
menerus dengan suatu tubing yang dipasang secara horizontal loop.
Tubing plastik dengan panjang tertentu (kasus di bendungan Wadaslintang
memerlukan panjang 1200 m untuk “melilit” tubuh bendungan arah memanjang
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
51 Instrumentasi Bendungan Urugan
pada elevasi tertentu) ditempatkan dipondasi atau tubuh bendungan selama
tahap pembangunan dan membentuk horizontal loop yang menerus. Kedua
ujungnya dipasang didalam gardu pembacaan. Tubing plastic ini diisi air yang
sudah bebas dari gelembung udara dan air raksa, (interface) kedua cairan ini
bergerak sepanjang tubing dengan cara dipompa dengan kecepatan tetap.
Dengan mengamati perbedaan tinggi hidrolis dari bidang kontak (interface) air
dan air raksa tersebut, suatu perekaman menerus dari interface ini dapat
dilakukan.
Setelah selesainya pembacaan ini, air raksa dikeluarkan dari tubing dan diganti
dengan air.
Sistem ini ada yang semi otomats dan otomatis dimana yang terakhir ini dapat di
lengkapi oleh printer yang mencatat sama elevasi interface air - air raksa di
seluruh tubing ini secara berkala sesuai yang diinginkan.
Panjang tubing untuk tiap loop dibatasi sampai 1200 m, dapat dipasang lebih dari
satu loop pada elevasi yang sama karena luasnya daerah yang akan diamati,
(misalnya pada bendungan besar di elevasi yang dekat dengan dasarnya).
Sistem ini memantau perubahan elevasi sekitar 3.5 meter dengan ketelitian ± 1
cm. Kecepatan mengalirnya air raksa adalah 2 meter (tubing) permenit. Sistem
ini dapat membaca penurunan lapisan tanah sampai 3.5 meter di bawah panel
operasional di dalam gardu pembacaan dengan ketelitian ± 1 cm. Bila misalnya
sitim ini dipasang pada suatu bendungan besar, seperti gambar di bawah, gardu
pembacaan harus terletak di lereng hilr kira-kira setinggi loop yang terpasang.
Gardu tersebut dapat mengalami penurunan juga karena pondasinya terletak
pada lereng yang tentunya ikut turun. Sehingga koreksi elevasi gardu terhadap
suatu titik tetap (bench mark) di sekitar bendungan tersebut perlu diperhitungkan
dalam membuat plot curva penurunan yang sebenarnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
52 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.21 ADFSD yang mengelilingi bendungan
Karena sistem ini menggunakan air raksa dalam operasinya, maka gardu
pembacaan harus mempunyai ventilasi cukup mengingat bahaya yang bisa
timbul dari uap air raksa terhadap tubuh manusia.
Bendungan besar yang menggunakan instrumen ini misalnya Tarbela Dam
(Pakistan) dan Wadaslintang (Jawa Tengah).
4.5.2 Pergerakan Horisontal (Inklinometer)
Untuk mengamati atau memonitor suatu pergerakan ke arah horizontal didalam
lapisan tanah atau batuan maka digunakan instrumen Inklinometer. Tabung
aluminium atau plastik yang mempunyai empat alur bersudut antara 90°
dipasang di dalam lubang bor, atau pada tahapan pemadatan tanah, ataupun
pada Binding suatu struktur, untuk diamati pergerakannya dengan suatu torpedo
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
53 Instrumentasi Bendungan Urugan
yang mempunyai 4 roda dan dihubungkan dengan kabel ke alat bacanya.
Yang terukur adalah signal elektronik dari servo-accelerometer yang
menunjukkan kemiringan torpedo tersebut terhadap garis vertikal, sehingga
dapat di hitung deviasi horisontalnya dengan mengetahui panjang torpedonya
(biasanya sekitar 75 cm).
Gambar 4.22 Unit inklinometer dan prinsip kerjanya
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
54 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.23 Hasil pembacaan inklinometer
Dengan menjumlahkan deviasi horisontal dari hasil pembacaan dengan interval
setiap 0.50 m (biasanya), maka dapat digambarkkan kurva deformasi tersebut
dengan skala tertentu dan pada waktu tertentu. Dengan membandingkan kurva-
kurva pembacaan terdahulu dengan kurva-kurva berikutnya, dapat diketahui arah
deformasi di sepanjang tabung inclinometer tersebut.
Jenis terpedo ada 2 macam, yaitu :
Uniaxial, yang dapat mengukur kemiringan pada satu arah saja.
Biaxial, yang dapat mengukur kemiringan pada 2 arah bersama-sama, karena
kedua servo- accelerometer dipasan tegak lurus satu sama lain.
Torpedo ini harus cukup kuat, kedap air dan selalu harus dikalibrasi secara
berkala. Pipa inklinometer bergaris tengah sekitar 60 mm, dan ketebalan 2
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
55 Instrumentasi Bendungan Urugan
sampai 3 mm (untuk bahan aluminium) dan lebih tebal lagi untuk tabung plastik,
sedangkan panjangnya rata-rata 3 m.
Pipa plastik biasanya digunakan untuk daerah-daerah yang mengandung zat-
zat yang dapat mengakibatkan tabung aluminium berkarat (misalnya daerah-
daerah pantai, konstruksi pelabuhan) meskipun tabung aluminium tersebut
telah diberi epioxy - coating.
Pada pemasangan dengan pemboran maka ruangan antara pipa dengan dinding
harus di grout di sekelilingnya dengan semen, pasir/bentonite, sedangkan pada
penimbunan tanah (bendungan) perlu pemadatan yang cermat di sekitar pipa-
pipa tersebut, serta harus dihindari benturan-benturan dari alat-alat berat selama
pekerjaan berlangsung. Bagian pipa yang muncul di permukaan tanah atau
struktur perlu dilindungi dengan beton dan di buatkan penutup yang cukup kuat
dan aman dari gangguan serta diberi catatan seperlunya.
Untuk pemasangan pipa inklinometer yang cukup panjang (misalnya lebih dari 50
m) perlu diperhatikan kemungkinan mamuntirnya pipa tersebut, sehingga dapat
mengakibatkan salah interpretasi arah deformasinya. Diperlukan kecermatan
yang baik pada waktu pemasangannya.
Untuk deformasi yahg cukup besar dapat ditemui kesulitan waktu pembacaan
yaitu torpedo kurang lancar masuk dan keluarnya ke/dari dalam pipa. Hal ini
dapat diatasi dengan diberi pemberat ataupun menggunakan "dummy torpedo"
terlebih dahulu sebelum torpedo yang sebenarnya kita masukkan. Kekurang
cermatan kita dalam melakukan pembacaan dapat memungkinkan torpedo macet
karena terjepit di dalam pipa yang melentur berlebihan sehingga dapat berarti
hilangnya torpedo tersebut disamping data-data yang ingin kita peroleh.
Alat pembacaan biasanya berupa digital, yang data-datanya dengan proses
bantuan computer dapat digambarkan curva deformasinya dengan cepat.
4.6 Instrumen Pemantau Rembesan
Alat pemantau rembesan dapat dibagi dalam dua jenis yaitu :
1) Pemantau debit aliran, hal ini dilakukan dengan memasang "weir" atau
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
56 Instrumentasi Bendungan Urugan
"flume" yang ditempatkan pada lokasi tertentu untuk mengukur debit bocoran.
Peningkatan debit bocoran yang tidak normal dapat menimbulkan masalah
keamanan bendungan.
2) Pemantau kualitas air, hal ini dilakukan dengan membandingkan kualitas air
waduk dan kualitas air bocoran di hilir bendungan. Pengambilan contoh air
harus dilakukan secara kontinu. Terhadap contoh air ini dilakukan pengujian
unsur-unsur kimia dan kadar endapannya. Hasil pemantauan antara lain
meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Gejala pelarutan pada fondasi batuan yang dapat mengakibatkan
kekuatan geser menurun dan permeabilitas fondasi meningkat.
b) Gejala erosi buluh (piping) pada tubuh atau fondasi bendungan
Gambar 4.24 Alat ukur rembesan sederhana berupa ember dan arloji unur (kiri) dan
alat ukur yang banyak digunakan V-notch
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
57 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.25 Alat ukur rembesan modern dan sistim remotenya
Gambar 4.26 Sistim pengumpul pengukuran rembesan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
58 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.27 Sketsa pemasangan alat ukur rembesan V-notch (tanpa skala)
4.7 Alat Pemantau Gempa
Instrumen gempa yang terpasang pada bendungan biasanya digunakan untuk
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
59 Instrumentasi Bendungan Urugan
memantau respons dinamik dari bendungan, seperti gambar di bawah.
Gambar 4.28 Diagram Komponen Aselerograf
Alat pemantau gempa biasa disebut seismometer, alat ini mengukur getaran
seismik dan sering dipasang di bendungan-bendungan besar, terutama bila
lokasinya diidentifikasikan rawan terhadap gempa. Namun demikian, walaupun
lokasi bendungan terletak pada daerah yang relatif stabil, sering kali terjadi
gempa imbas waduk pada bendungan - bendungan besar yang tingginya lebih
dari 100 m dan daya tampung waduknya lebih dari 500 juta meter kubik.
Komponen - komponen yang penting pada alat ukur seismic adalah
seismometer dan akselerometer.
a. Seismometer Seismometer adalah penerima getaran yang sangat peka yang dapat merekam
getaran - getaran seismik dalam bentuk grafik getaran.
Seismometer dilengkapi dengan sistem pencatat waktu yang akurat sehingga
gelombang gempa yang datang dapat dicatat secara tepat waktu.
Pemasangan seismometer dan penempatan instrumennya harus diletakkan
didalam ruangan kedap air diatas lantai beton yang ditanam didalam galian
pada batuan dasar.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
60 Instrumentasi Bendungan Urugan
b. Akselerometer
Akselerometer adalah bagian dari seismometer yakni sejenis alat sensor
getaran yang dapat mencatat getaran secara elektromagnetik. Alat ini didisain
untuk mencatat getaran tunggal ke arah horizontal, vertikal maupun transversal.
Perencanaan mengenai sistem jaringan seismograf untuk lokasi - lokasi tertentu
membutuhkan pertimbangan dari aspek enginering, geologi dan seismologi.
Dalam hal pemasangannya sebaiknya berkonsultasi dengan pihak Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika Departemen Perhubungan.
Gambar 4.29 Accelerograph dan rekamannya
4.8 Instrumen di Luar Bendungan/Galeri
4.8.1 Instrumen Pengukur Regangan (Strain Meter)
Instrumen ini dikembangkan oleh R.W. Calson berupa "vibrating wire" seperti
VWP. Prinsip dasar bekerjanya alat ini adalah mengubah tarikan pada kawat
elastis menjadi besarnya tahanan pada kawat tersebut. Selain dari itu dapat
mengubah temperatur kawat menjadi besarnya tahanan kawat tersebut. Strain
meterjoint meter, dan stress meter adalah merupakan instrument-instrumen yang
menggunakan prinsip regangan, perpindahan tempat (alihan),tegangan,dan
perubahan temperature. SM terdiri dari satu atau lebih strain meter, rangka laba-
laba pendistribusi arah,kabel,dan sistem alat baca. Tujuan dipasangnya instrument
ini adalah untuk mengetahui besarnya regangan antara bendungan dan dinding
topang/fondasi atau antara komponen-komponen bendungan tersebut.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
61 Instrumentasi Bendungan Urugan
Untuk penghematan tempat biasanya dibuat percabangan arah dari suatu titik
yang ditinjau. Pada gambar di bawah diperlihatkan percabangan dari strain meter
yang disebut "strain meter spider".
Gambar 4.30 Detil percabangan strain meter.
4.8.2 Alat Pengukur Tegangan (Stress Meter)
Instrumen ini dipakai untuk mengukur besarnya tegangan-tegangan normal pada
bagian bangunan dan kemudian dibandingkan dengan hasil analisis sebelumnya.
Pada bendungan beton tipe busur, instrumen ini digunakan untuk mengukur tegangan
arah horizontal tegak lurus terhadap elemen busur tipis dekat dengan puncak
bendungan. Meskipun desain hanya untuk mengukur tegangan tekan saja., tetapi
dapat juga digunakan untuk mengukur tegangan tarik. Hal tersebut dilakukan dengan
cara menetapkan nilai nol tegangan setelah beton mengalami proses pengikatan.
Pada keadaan ini alat tidak diberi beban sampai menunjukkan tegangan tarik
sebenamya. Detil alat pengukur tekanan dapat diperiksa pada gambar di bawah ini.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
62 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.31 Detil alat pengukur tegangan (SM)
Alat stress meter ini terdiri dari diafragma yang terisi dengan air raksa berbentuk
plat. Di dalam ruang yang ada di bagian dalam terdapat alat-alat pengukur yang
menonjol di bagian sampingnya. Pusat pelat di bawah ruang plat pengukur tersebut
agak fleksibel disebabkan karena ada penipisan. Air raksa berhubungan langsung
dengan plat menyebabkan plat tersebut dapat berdefleksi secara elastis sesuai
dengan besarnya intensitas tekanan yang terjadi. Alat ini juga dapat mengukur
intensitas tegangan sebagai akibat berubahnya perbandingan tahanan dari dua
coil pengukur regangan elastisnya. Selain dari itu dapat mengukur temperatur
bagian dalam bangunan yang dilaksanakan dengan cara memasang seri tahanan di
antara dua coil tersebut.
4.8.3 Jointmeter dan Crackmeter
Pemasangan di dalam galeri biasanya dilakukan dengan jenis instrumen-instrumen tertentu,
antara lain adalah :
1) Jointmeter, untuk mengetahui pergerakan dari 2 blok beton atau keretakan pada beton.
2) Pipa pelepas (relief well) yang dapat juga berfungsi untuk mengukur tekanan angkat.
3) Pisometer jenis tertutup.
4) Alat pengukur rembesan, berupa V-notch atau parshall flume.
5) Kadang-kadang alat pengukur gempa juga dipasang di galeri, 1 unit dipasang di bagian
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
63 Instrumentasi Bendungan Urugan
paling bawah, 1 unit di lereng bendungan (di tengah tinggi bendungan) dan 1 unit lagi di
puncak bendungan.
Alat-alat pengukur jointmeter dan keretakan dapat dilihat pada gambar-gambar di bawah.
Gambar 4.32 Vibrating Wire (VW) Jointmeter untuk bangunan beton
Gambar 4. 33 Vibrating W ire crackmeter
Gambar 4.34 Alat ukur retakan (ekstensometer mekanik)
4.8.4 Ekstensometer
Ekstensometer digunakan untuk mengukur pergerakan internal dari bendungan, fondasi dan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
64 Instrumentasi Bendungan Urugan
kedua tumpuan kiri dan kanan. Alat ini dapat mengukur 1-D pergerakan disepanjang as
instrumen. Alat ini sering digunakan secara spesifik untuk mengidentifikasikan masalah, seperti
retakan dan pergerakan. Ada 3 jenis alat yang biasa digunakan, yaitu :
- Ekstensometer batang/pipa (rod extensometer)
- Ekstensometer kawat (wire extensometer)
- Ekstensometer pita (tape extesometer)
Suatu ekstensometer batang terdiri dari jangkar ganda yang dipasang pada beberapa
kedalaman di dalam lubang bor atau di lokasi-lokasi yang berbeda di dalam suatu timbunan.
Batang baja dipasang di dalam pipa pada setiap jangkar sampai ke ujung lubang. Semua
pengukuran pergerakan harus merefer pada ujung pipa (reference head). Bila jangkar bergerak
akibat bergeraknya batuan di bawahnya, batang baja yang ikut bergerak diukur relatif terhadap
reference head pada ujung pipa. Satu lubang biasanya dapat terdiri dari 5 – 10 janhgkar dan
batang baja. Pergerakan jangkar diukur secara mekanis atau elektris. Di bawah adalah
bgambar prinsip operasi single-point borehole extensometer.
Tape extensometer digunakan untuk mengukur pergerakan relatif antara dua titik yang terbuka.
Alat ini terdiri dari arloji ukur (dial gauge) dan pita (tape) , yang dipasang dan dikencangkan
pada tarikan yang tetap di antara dua titik tersebut., seperti gambar di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
65 Instrumentasi Bendungan Urugan
Gambar 4.35 Single-point borehole extensometer (kiri) dan tape extensometer (kanan)
Untuk instrumen yang dipasang di luar bendungan, misalnya di bangunan
pelengkap, lereng galian pembangkit, jalan masuk yang rawan longsor, galeri
dan lain-lainnya, jenis dan banyaknya tergantung dari masalah yang dihadapi.
1) Bukit/lereng galian atau lereng rim Waduk yang Rawan Longsor
Untuk daerah ini jenis instrumen yang diperlukan, antara lain adalah :
- Alat pengukur tekanan air pori, jenisnya disesuaikan dengan keperluan,
misalnya pisometer atau pipa pemantau sistim terbuka untuk memantau
muka air tanah.
- Alat pengukur pergerakan lereng tanah, dapat berupa inklinometer atau
ekstensometer, bila pergerakannya cukup besar. Untuk lereng batuan dapat
ditambahkan dengan ekstensometer.
- Monumen permukaan, untuk mengukur pergerakan permukaan.
- Strainmeter atau crackmeter, bila lereng berupa batuan yang mepunyai
deformasi lebih kecil.
2) Untuk bangunan beton, misalnya bangunan pelimpah, pada bagian struktur
yang rawan runtuh, misalnya tembok penahan dapat dipasang strainmeter
atau crackmeter. Sedangkan untuk memantau perilaku air tanah disekitar
pelimpah, saluran luncur dan kolam olak dapat dipasang pipa pemantau
sistim terbuka atau observation well.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
66 Instrumentasi Bendungan Urugan
3) Terowongan masuk/galeri; untuk mengetahui pergerakan permukaan
terowongan (blok-blok beton), dapat dipasang alat pemantau pergerakan 3-D
yang dipasang di antara 2 blok beton dan alat ukur rembesan bila
diperkirakan akan terjadi rembesan di bagian ini.
4) Power House; bila power house dibangun di bawah tanah, beberapa
instrumen yang dipasang untuk memantau perilaku bukaannya, antara lain
adalah crackmeter 3-D, alat pengukur tegangan batang angker (rockbolt),
alat ukur rembesan, bila keluar air, alat pengukur deformasi, dll.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
67 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB V
PEMBACAAN INSTRUMEN
5.1 Umum
Pembacaan instrumentasi bendungan merupakan faktor terpenting dalam hal
pengelolaan bendungan dan berlanjutnya kinerja dari bendungan tersebut karena
hal ini merupakan aktualisasi dari pemantauan kinerja dan pengamanan bendungan
itu sendiri. Beberapa hal yang penting yang perlu diperhatikan dalam pembacaan
instrumentasi ini adalah mengenai kalibrasi awal dari alat yang akan dibaca,
pembacaan awal, program pelatihan petugas dan frekuensi pembacaan instrumen.
Gambar 5.1 Pembacaan instrument sistim data akuisisi otomatis (Automated data
acquisition system-ADAS)
5.2 Kalibrasi dan Perawatan
Kalibrasi dan perawatan instrumen merupakan hal yang sangat penting dalam
rangka menghindari kesalahan interpretasi yang menyesatkan, bahkan dapat
menyebabkan tidak bermafaatnya sistem pemantauan secara keseluruhan.
5.2.1 Kalibrasi Instrumen
Kalibrasi instrumen adalah mencocokkan kinerja dan ketepatan pembacaan
instrumen dengan peralatan standar. Selain penerapan parameter-parameter
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
68 Instrumentasi Bendungan Urugan
tertentu dan terukur sesuai standar, kalibrasi dapat pula berarti pengujian awal
fungsi instrumen yang dilakukan segera setelah instalasinya. Secara umum
kalibrasi instrumentasi dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:
1. Kalibrasi Pabrik yang dilakukan sebelum pengiriman instrumen kepada calon
pengguna. Kalibrasi ini seringkali tidak diberikan oleh Pabrik secara otomatis,
oleh karena itu harus diminta/disebutkan di dalam dokumen pembelian,
termasuk jaminan mutu dan pelayanan purna jualnya.
2. Kalibrasi Lapangan yakni pada saat instrument diserahkan/diterimakan
kepada pengguna. Bila tidak dapat dilakukan secara komprehensif, kalibrasi
ini bisa berupa uji pembacaan/pengukuran segera setelah instrumen
terpasang.
3. Kalibrasi Penggunaan yang dilakukan dalam rangka mengecek fungsi dan
ketepatan pembacaan instrumen selama masa penggunaannya dan bisa
dilakukan secara insitu atau dibawa ke Laboratorium dengan jadwal yang
teratur.
Kalibrasi instrumen, prosedur maupun jadwal pelaksanaannya biasanya telah
diuraikan secara rinci di dalam Buku Panduan Operasi dan Pemeliharaan (OP)
Instrumen yang diterbitkan oleh pabrik pembuatnya.
5.2.2 Perawatan Instrumen
Seperti halnya kalibrasi, tata cara perawatan instrumentasi adalah cara untuk
mengatasi permasalahan, pembersihan, pelumasan, dan lain - lain, biasanya
telah diuraikan secara rinci di dalam Buku Panduan Operasi dan Pemeliharaan
Instrumen. Di bawah ini adalah hal-hal yang perlu dicermati dalam merawat
instrumen:
Instrumen harus diusahakan tetap bersih dan kering agar dapat befungsi
lama dan dapat diandalkan.
Bagian-bagian tertentu yang bergerak/berputar harus dibersihkan dan
diminyaki secara teratur pada selang waktu tertentu.
Pita-pita ukur harus dicuci setelah digunakan agar terhindar dari bahan-bahan
pengikis dan/atau bahan-bahan kimia yang dapat menyebabkan karat.
Baterai (aki) yang digunakan untuk peralatan baca harus diupayakan agar
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
69 Instrumentasi Bendungan Urugan
tidak mati dengan cara mengecek/mengisi air aki secara teratur. Hal ini untuk
mencegah pengaruhnya terhadap memori pembacaan.
Tutup dan sumbat yang digunakan pada peralatan baca harus dibersihkan
dan diganti, yakni apabila peralatan sedang tidak digunakan.
Komponen-komponen elektrik dan mekanik pada peralatan baca, hendaknya
dijaga secara hati-hati, baik penempatan / penyimpanannya,
pengangkutannya maupun instalasinya.
Bagian-bagian tertentu mungkin memerlukan peralatan cadangan untuk persediaan
penggunaan jangka panjang.
5.3 Pembacaan Awal dan Interval Pembacaan
Pembacaan awal instrumen harus dilakukan secara cermat dan bertahap karena
digunakan sebagai perbandingan terhadap pembacaan selanjutnya. Disamping
itu kajian dan evaluasi perilaku bendungan pada umumnya dilakukan
berdasarkan terjadinya perubahan yang terjadi daripada menggunakan hasil
pembacaan yang absolut.
Pembacaan Perdana yang merupakan bagian dari uji penyerahan (Iihat
Kalibrasi. Lapangan butir 2.23). minimal 2 kali pembacaan.
Pembacaan Harian yang dilakukan setiap hari hingga menunjukkan
pembacaan yang stabil.
Pembacaan Formal, pembacaan resmi setelah stabilitas pertama tercapai.
Pemantapan atau Stabilisasi yaitu beberapa hari pembacaan setelah
pembacaan formal sampai pembacaan menunjukkan kecenderungan yang
betul-betul stabil.
Untuk selanjutnya, frekuensi pembacaan secara rutin bisa dilakukan sesuai
kebutuhan dan atau kondisi bendungan.
Pada tabel di bawah diperlihatkan pembacaan awal parameter pemantauan dan
instrumentasinya yang harus dilakukan pembacaan awalnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
70 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tabel 5.1 Parameter Pemantaun dan Intrumentasinya
Pada prinsipnya, semakin sering semakin baik. Namun agar efektif dan efisien,
frekuensi pembacaan pada kondisi normal biasanya ditentukan berdasarkan
kebutuhan, yakni dengan mempertimbangkan faktor - faktor seperti tingkat risiko
dan kelas bahaya bendungan, dimensi bendungan dan volume tampungan
waduk serta tingkat permasalahan bendungan yang bersangkutan. Semakin
tinggi faktor-faktor tersebut, frekuensi pembacaannya semakin sering.
Pada kondisi tidak normal atau kondisi khusus, frekuensi pembacaan di atas
(kondisi normal) hendaknya lebih ditingkatkan lagi guna menghindari yang tidak
diinginkan, yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Kondisi khusus adalah kondisi
internal dan atau eksternal di luar kebiasaan yang dapat mempengaruhi atau
"mengancam" keamanan bendungan, sebagian atau keseluruhan, dan biasanya
ditunjukkan oleh adanya penyimpangan-penyimpangan secara signifikan
terhadap pola atau kecenderungan perilaku atau parameter-parameter yang
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
71 Instrumentasi Bendungan Urugan
teiah ditetapkan di dalam desain.
Tabel jadwal pemantauan instrumentasi dan inspeksi dapat digunakan sebagai
acuan dan pertimbangan di dalam menetapkan frekuensi pembacaan instrumen
untuk pemantauan perilaku bendungan.
5.4 Program Pelatihan
Program pelatihan hendaknya diberikan kepada staf atau petugas Proyek yang
nantinya menangani pelaksanaan SIP Bendungan. Program seyogyanya
diberikan sejak awal, mencakup pengenalan instrumen berikut instalasinya, tata
cara pengukuran dan atau pembacaan berikut pengeplotan data, cara-cara
perawatan instrumen serta bagaimana mengatasi permasalahan dan
sebagainya. Program pelatihan ini seyogyanya merupakan persyaratan yang
dimasukkan dalam satu paket atau disebutkan di dalam dokumen kontrak
pembelian atau pengadaan instrumen. Dalam hal ini, pelatihan biasanya
dilakukan oleh instruktur yang disediakan oleh pihak pabrik atau agen penyalur.
Untuk selanjutnya, program pelatihan bisa ditingkatkan lagi dalam rangka
menambah pengalaman, kemampuan dan ketrampilannya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
72 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tabel 5.2 Jadwal Pemantauan Instrumentasi & Inspeksi
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
73 Instrumentasi Bendungan Urugan
BAB VI
SPESIFIKASI PENGADAAN DAN KONTRAK
6.1 Program Monitoring
Perencanaan progam perlu dilakukan dengan tujuan untuk menyiapkan langkah-
langkah dalam penyiapan dan penyusunan perencanaan dan spesifikasinya.
Program tersebut merupakan suatu proses yang logis dan komprehensif yang
dimulai dengan tujuan dan diakhiri dengan perencanaan bagaimana pengukuran
data dapat diimplementasikan sesuai dengan kebutuhan.
Perencanaan yang sistimatis harus dilakukan oleh tenaga ahli instrumen
geoteknik yang berdedikasi dan penuh tanggung jawab bekerja sama dengan tim
pendesain bendungan.
Kondisi proyek yang mencakup jenis proyek, lay-out, perlapisan dan parameter
tekniktanah/batuan fondasi, kondisi air tanah, status bangunan yang ada di
dekatnya, kondisi lingkungan dan rencana methoda konstruksi juga berpenaruh
terhadap penyusunan program monitoring.
Sebelum menyusun suatu program instrumentasi, kondisi proyek di atas harus
diketahui, termasuk perilaku tanah dan batuan seperti diuraikan pada Bab II.
Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan program
monitoring instrumentasi tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Prediksi mekanisme pengontrolan perilaku.
2) Instrumentasi pada suatu proyek adalah untuk menjawab masalah-masalah
geoteknik saat investigasi/desain. Bila tidak ada masalah serius,
instrumentasi tidak usah dilakukan,
3) Tetapkan tujuan dari instrumentasi; instrumentasi merupakan masukan pada
desain, konstruksi dan pengisian waduk. Bila keperluan instrumentasi dan
program disusun dengan seksama, hal tersebut dapat menghemat biaya
proyek secara keseluruhan.
4) Pilih dan tentukan parameter geoteknik yang akan dipantau. Masalah
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
74 Instrumentasi Bendungan Urugan
parameter mana yang paling penting dan siknifikan juga harus ditentukan
dalam tahap ini. Parameter-parameter akan dapat bervariasi sebagai akibat
dari penyebab dan efeknya. Contoh, parameter yang diperlukan pada
stabilitas lereng adalah deformasi yang merupakan efek dari masalah, tetapi
penyebabnya adalah air tanah. Dengan melakukan pemantauan terhadap
dua parameter tersebut dapat ditarik suatu hubungan antara keduanya.
5) Lakukan prediksi terhadap besaran perubahan yang terjadi; prediksi ini
penting dilakukan untuk melakukan pemilihan ”range” dan ketelitian
instrumen. Perkiraan kemungkinan besaran yang maksimum dapat
menentukan dalam pemilihan range kapasitas instrumen. Cara
memperkirakan tersebut memerlukan engineering judgment. Sedangkan
memperkirakan besaran yang minimum dapat menentukan dalam pemilihan
ketelitian instrumen.
6) Sebagai alat bantu pada tindak darurat; misalnya :
- Bila terjadi pergerakan lebih dari 10 mm pada suatu daerah potensi
longsor, petugas harus melaporkan kepada atasannya, untuk ditindak
lanjuti (level 1)
- Bila pergerakan meningkat menjadi lebihi 15 mm denngan percepatan
melebihi 15 mm/bulan, petugas harus segera melaporkan ke atasannya
untuk menaikkan level bahaya ketingkat 2.
- Bila pergerakan bertambah besar dengan percepatan 15 mm/minggu,
harus segera dilakukan tindak pencegahan dan penduduk sekitar harus
segera diungsikan.
7) Penugasan untuk desain, konstruksi dan O&P; penugasan untuk monitoring
harus jelas kepada semua pihak (pengelola proyek, konsultan desain,
kontraktor, ahli spesialis instruman), sehingga jelas tugas dan tanggung
jawabnya, seperti contoh pada tabel di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
75 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tabel 6.1 Contoh penugasan monitoring instrumentasi
Tugas Pihak yang bertanggung jawab
Pengelola/pemilik Konsultan Spesialis
instrumen
Kontraktor
Penyusunan program
monitoring
x x x
Pengadaan instrumen x x
Pemasangan instrumen x x
Perawatan dan kalibrasi x x
Pengumpulan data x x
Proses dan evaluasi data x
Analisis dan interpretasi
data
x x
Implementasi hasil analisis
x x
6.2 Spesifikasi Pengadaan Instrumen
6.2.1 Penugasan
Pengadaan instrumen dapat dilakukan oleh kontraktor, pemilik/pengelola atau
oleh konsultan, sebagai alternatif hal tersebut juga dapat dilakukan oleh
subkontraktor, misalnya oleh agen/dealer instrumen, masing-masing alternatif
mempunyai kerugian dan keuntungan, seperti tabel di bawah.
Tabel 6.2 Keuntungan dan kerugian alternatif pengadaan instrumen.
Pengadaan oleh Keuntungan Keterbatasan
Kontraktor pelaksana
Pemilik/pengelola
Pertanggungan jawab jelas
Biaya minimum (tidak ada mark
up), pemilik dapat langsung
mengkontrol dan melakukan
Spesifikasi harus cukup rinci
dan jelas; tetapi kontraktor
cenderung membeli instrumen
yang murah dengan resiko
kualitas yang rendah.
Pemilik cenderung memilih
harga yang rendah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
76 Instrumentasi Bendungan Urugan
Pengadaan oleh Keuntungan Keterbatasan
Konsultan desain
Agen penjual (subkontraktor)
pemeriksaan ke pabrik; dapat
melakukan negosiasi dengan
beberapa agen penjual serta
melakukan seleksi yang
kompetitif terhadap agen
penjual.
Konsultan dapat langsung
melakukan kontrol dan
pemeriksaan saat tahap pembu-
atan di pabrik, penerimaan dan
pemeliharaan.
Konsultan juga dapat memilih
cara penawaran yang
kompetitif, melakukan negosiasi
dengan agen penjual dan
fleksibel terhadap adanya
perubahan.
Pemilik atau konsultan dapat
melakukan kontrol saat tahap
pembuatan di pabrik, peneri-
maan dan pemeliharaan. juga
dapat memilih cara penawaran
yang kompetitif, melakukan
negosiasi dengan agen penjual
dan fleksibel terhadap adanya
perubahan.
Kontraktor bebas dari
pertanggungan jawab.
Biaya total termasuk design fee.
Kontraktor bebas dari
pertanggungan jawab
Kontraktor bebas dari
pertanggungan jawab.
6.2.2 Penyusunan Spesifikasi
Ada 2 cara spesifikasi, yakni spesifikasi deskriptif dan spesifikasi kinerja.
Spesifikasi deskriptif adalah menguraikan secara rinci setiap instrumen yang
dibutuhkan, sebagai contoh, pengadaan pisometer pneumatik, harus diuraikan
ukuran, jenis instrumen, dan lain lainnya. Sedangkan spesifikasi kinerja adalah
spesifikasi yang menguraikan kinerja/hasil akhir, sebagai contoh di dalam
spesifikasi harus dijelaskan bahwa alat ukur tekanan air pori harus mempunyai
range dan ketelitian tertentu, harus mampu/tetap berfungsi dalam kondisi
lingkungan geoteknik tertentu. Dalam spesifikasi juga harus dijelaskan
rekomendasi agen penjual, jenis instrumen yang cocok dengan kebutuhan
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
77 Instrumentasi Bendungan Urugan
tersebut.
Tabel 6.3 Keuntungan dan keterbatasan cara pengadaan instrumen
Cara Keuntungan Keterbatasan
Spesifikasi deskriptif dengan
menyebutkan nama dan model
dagang.
Spesifikasi deskriptif tanpa
menyebutkan nama dan model
dagang.
Spesifikai kinerja
Langsung pada jenis instrumen
yang dimaksud.
- Tidak rencu dengan model lain.
- Dapat menjelaskan kebutuhan
material.
- Membolehkan adana inovasi
oleh pabrik.
- Pabrik mempunyai komitmen
untuk menjamin bahwa
instrumen mempunyai
kinerja seperti yang
diharapkan.
- Terjadi kompetesi yg maks.
- Tidak rencu dengan model lain.
- Spesifikasi harus rinci dan jelas
untuk menghindari kekeliruan.
- Pemilik bertanggung jawab,
bila kinerja instrumen tidak
seperti yang diharapkan.
- Penyusun harus mempunyai
pengetahuan yang cukup.
- Kebutuhan yang spesifik
kemungkinan tidak ada pada
pabrik.
- Pabrik/penjual harus mempu-
nyai tenaga ahli geoteknik spy
dapat memahami masalah
geoteknik.
- Sulit mengevaluasi apakah
instrumen yang diusulkan
pabrik dapat berkinerja seperti
yang diharapkan.
6.2.3 Dasar Penentuan Harga
Bila pengadaan intrumen dilakukan langsung oleh pemilik atau konsultan desain,
harga dapat ditentukan dengan cara penawaran atau negosiasi. Bila pengadaan
instrumen dilakukan melalui kontraktor pelaksana, item instrumentasi dapat
dimasukkan ke dalam kontrak atau dilakukan melalui subkontraktor. Supaya
pemilik atau konsultan dapat melakukan kontrol dan seleksi untuk penentuan
harga. Keuntungan dan keterbatasan antara cara penawaran dan negosiasi
diuraikan pada abel di bawah.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
78 Instrumentasi Bendungan Urugan
Tabel 6.4 Keuntungan dan keterbatasan antara cara penawaran dan negosiasi
Prosedur Keuntungan Keterbatasan
Penawaran
Negosiasi
Harga penawaran dapat ditekan
serendah mungkin
- Pemilik atau konsultan desain
dapat langsung mengkontrol
kualitas dan harga
- Dapat mempergunakan rujukan
yang terpercaya
- Fleksibel terhadap perubahan
- Memerlukan spesifikasi yang
rinci dan komprehensif
- Harga yang terlalu rendah
berisiko terhadap rendahnya
kualitas
- Tidak fleksibel thd terjadinya
perubahan
- Memerlukan waktu yang cukup
Sering ditentang oleh komunitas
publik agen penjualan
6.2.4 Isi Spesifikasi Pengadaan
Tergantung dari pemilihan spesifikasi dan dasar penentuan harga, spesifikasi
pengadaan harus mencakup semua kebutuhan. Bila digunakan cara ”penawaran
terendah (low-bid)”, perlu uraian yang lebih terinci. Beberapa kebutuhan terhadap
sistim instrumentasi, biasanya terdiri dari sistim transducer, unit alat baca dan
sistim komunikasi serta beberapa hanya mencakup satu atau lebih dari ketiga hal
tersebut di atas.
Spesifikasi biasanya mencakup 3 Bab utama, yakni Bab I Umum, yang
mencakup kebutuhan dan penjelasan untuk semua instrumen,. Bab II Rincian
Instrumen, berisikan uraian rinci dari setiap instrumen yang dibutuhkan dan Bab
III mengenai pengukuran dan pembayaran.
Bab I Umum, berisikan hal-hal sebagi berikut :
1) Pihak yang bertanggung jawab; harus jelas tanggung jawab semua pihak
diantara pemilik proyek, konsultan desain, spesialis instrumen dan konraktor
pelaksana, terutama saat penerimaan instrumen, bila terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan (masalah kalibrasi, pemeriksaan instrumen, dll).
2) Penyerahan instrumen; spesifikasi tersebut biasanya berisi ringkasan untuk
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
79 Instrumentasi Bendungan Urugan
penyerahan instruman kepada pemilik atau konsultan pengawas, antara lain
mencakup daftar pengalaman, instrumen yang diusulkan, sertifikat kalibrasi,
asuransi, daftar simak, jaminan/garansi, instruction manuals, dokumen
pengiriman, contoh instrumen, dll. Skedul penyerahan tersebut harus cukup
rinci.
3) Kondisi lingkungan operasi instrumen; instrumen biasanya juga dioperasikan
pada kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Spesifikasi harus
berisikan uraian lingkungan operasi, termasuk jenis tanah/batuan dan faktor-
faktor lingkungan. Contoh, banyak instrumen yang rusak akibat deformasi
yang besar, perlu desain yang baik terhadap tubing/pipa, kabel dan pipa
instrumen yang ditanam.
4) Pengalaman pabrik/agen penjual; daftar pengalaman pabrik/agen penjual
perlu dimasukkan ke dalam spesifikasi, termasuk nama pabrik pembuat
instrumen, kondisi instrumen setelah dipasang sekian lama, nama proyek,
nama spesialis instrumen, termasuk bila ada inovasi dari pabrik dan hasilnya.
5) Kebutuhan material dan jenis instrumen; menjelaskan jenis instrumen,
mekanis, hidraulis, pneumatis atau elektris. Demikian juga mengenai sistim
transducer, unit alat baca dan komunikasi. Bila perlu uraikan juga mengenai
umur yang diinginkan dari instrumen (meskipun ini sangat sulit, tapi tidak
menutup kemungkinan bahwa pabrik/agen penjual mempunyai pengalaman
dalam hal ini).
6) Kajian terhadap instrumen yang diusulkan; kajian dan usulan jenis instrumen
tertentu, termasuk usulan instrumen jenis lain dan nama pabrik/agen penjual
harus dimasukkan ke dalam spesifikasi. Bila menggunakan prosedur harga
terendah oleh kontraktor pelaksana, perlu hati-hati mengenai kata-kata ” atau
setara (or equal)” pada bab kondisi umum dalam spesifikasi, yang dapat
meminimalkan kemungkinan terjadinya suatu penggantian jenis instrumen
yang tidak diinginkan. Istilah ”atau setara” harus difahami untuk
mengindikasikan bahwa produk yang setara adalah sama atau lebih baik
dibandingkan dengan produk yang tertulis di dalam spesifikasi, yakni terhadap
fungsi, kinerja, kualitas, kemampuan, dan konfigurasinya.
7) Kalibrasi Pabrik dan Jaminan Mutu; instrumen yang akan dibeli harus
diperiksa dan dikalibrasi oleh pabrik (ada sertifikatnya) sebelum dikirim ke
proyek. Permbacaan/pembebaban (load and unload) harus dilakukan paling
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
80 Instrumentasi Bendungan Urugan
tidak sebanyak 10 kali peningkatan/penurunan beban dan beban/tekanan
maksimum harus sama dengan tekanan yang terjadi di lapangan. Setiap
instrumen yang telah dikalibrasi harus ditandai dan diberi nomor dengan jelas.
Kalibrasi tersebut dilakukan dengan menggunakan unit alat baca yang telah
ditentukan. Pemeriksaan mutu (quality assurance) harus dilakukan sebelum
instrumen dikirim ke proyek.
8) Jaminan (Warranty); pabrik harus menjamin kinerja instrumen yang telah
dibeli, biasanya sekitar 3 – 12 bulan. Kebanyakan pabrik tidak mau
bertanggung jawab terhadap rusakna instrumen setelah beberapa waktu
dipasang, oleh karena itu di dalam spesifikasi harus ditulis dengan jelas
bagian atau instrumen mana yang menjadi tanggung jawab pabrik atau pihak
lainnya.
9) Instruction Manual: spesifikasi pengadaan harus mencakup instruction
manual, yang antara lain berisikan hal-hal sebagai berikut :
- Tujuan instrumen : parameter yang diukur, aplikasi, dll
- Theori operasi : prinsip dasar instrumrn, dilengkapi dengan gambar,
diagram sirkuit, dll.
- Prosedur kalibrasi
- Prosedur pemasangan
- Prosedur perawatan
- Prosedur pengumpulan data
- Prosesing data, dll.
10) Pengiriman; pada spesifikasi juga harus disebutkan tanggal pengiriman. Bila
waktu terbatas oleh pemasangan instrumen, harus dibuatkan skedul waktu
pengiriman yang disesuaikan dengan skedul pemasangan. Spesifikasi juga
harus menguraikan masalah asuransi, bila terjadi kehilangan dan kerusakan
instrumen pada tahap pengiriman dan harus jelas siapa yang bertanggung
jawab.
Bab II Rincian Instrumen, berisikan :
1) Prinsip kerja setiap instrumen; berisikan uraian umum mengenai sistim dan
komponen dari setiap instrumen. Prinsip kerja dan karakteristik dari
transducer, unit alat baca dan sistim komunikasi juga harus dijelaskan secara
detil.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
81 Instrumentasi Bendungan Urugan
2) Spesifikasi Komponen; pada spesifikasi harus diuraikan dengan rinci setiap
komponen instrumen yang dibutuhkan. Daftar harga dan brosur dari
pabrik/agen penjual dapat membantu dalam hal menyusun rincian komponen
ini.
3) Kecocokan dengan instrumen lain; pengadaan instrumen baru harus
disesuakan dengan jenis instrumen yang telah dipasang, misalnya alat baca
inklinometer harus cocok/sesuai dengan jenis pipa inklinometer yang telah
dipasang di lapangan. Oleh karena itu, perlu hati-hati dalam menuliskan
mengenai kecocokan mekanis, hidraulis, pneumatis atau elektris.
4) Keterbatasan ukuran fisik; ukuran/dimensi dari setiap jenis instrumen dan
komponennya harus ditulis dengan lengkap, disesuaikan dengan ukuran
diameter dan panjang lubang bor yang digunakan. Dimensi unit alat baca juga
harus dipilih yang paling efisien supaya mudah dibawa.
5) Material dan alat pemasang; prosedur pemasangan instrumen termasuk
daftar alat dan material yang digunakan dalam pemasangan instrumen harus
ditulis dengan rinci dan jelas.
6) Suku cadang; suku cadang mungkin diperlukan untuk mengganti komonen
yang rusak selama pemasangan dan operasinya. Daftar suku cadang yang
diperlukan harus ditulis dengan rinci dan jelas di dalam spesifikasi. Bila perlu
juga dimasukkan keperluan alat khusus pemasangan yang disewa dari
pabrik/agen penjual yang tentunya akan menimbulkan meningkatnya biaya
instrumentasi.
Bab III Pengukuran dan Pembayaran; menguraikan hal sebagai berikut :
- Pengukuran dan pembayaran; pengadaan instrumen harus diopname dan
dibayar berdasarkan harga satuan (lebih lazim dibandingkan dengan lump
sum). Skedul harga satuan ini harus mencakup item yang memadai, sehingga
mencakup harga komponen utama instrumen. Sebagai contoh, pada
pengadaan pisometer jenis tertutup, pisometer plus tubing jadi satu unit atau
secara terpisah (pisometer tip tersendiri dan panjang tubing tersendiri).
Spesifikasi tersebut juga harus jelas untuk memastikan bahwa suatu
pembayaran harga satuan item telah mencakup setiap kebutuhan instrumen
(misalnya harga pisometer termasuk biaya kalibrasinya). Bila pengadaan
instrumen dilakukan oleh subkontraktor, harus ditulis dengan jelas mengenai
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
82 Instrumentasi Bendungan Urugan
kuantitas (banyak), cara pembayaran dan pembengkakan biaya yang timbul.
Pembayaran untuk pengadaan juga dapat digabungkan dengan pembayaran
pemasangan instrumen.
- Informasi teknik untuk spesifikasi dapat diperoleh dengan bantuan ahli
geoteknik yang bekerja pada proyek desain yang membantu dalam
penyusunan draft spesifikasi. Spesifikasi final harus disusun oleh ahli
spesifikasi yang berpengalaman, bila perlu dikaji terlebih dahulu oleh spesialis
instrumen. Bila pengadaan instrumen tersebut merupakan bagian dari kontrak
pelaksanaan, spesifikasi tersebutharus dikaji oleh ahli yang berpengalaman
dengan ”kondisi umum” dan hal teknis lainnya untuk menjaga konsistensinya.
- Hal penting yang perlu diingat dalam penyusunan spsifikasi ini adalah ”Jika
tidak merupakan suatu keharusan dan peraturan memungkinkan, jangan
menggunakan prosedur atau cara harga penawaran terendah”, karena
kemungkinan terabaikannya kualitas.
6.3 Pengaturan Kontraktual
6.3.1 Umum
Disamping telah diuraikan pada bab sebelumnya, instrumentasi juga mencakup
pemasangan, kalibrasi dan perawatan secara berkala, pengumpulan data,
prosesing data, presentasi dan interpretasi data. Pemilihan dari personil untuk
pekerjaan lapangan mungkin dapat mengakibatkan berhasil/gagal-nya program
monitoring. Meskipun program telah disusun dan dirancang secara lengkap dan
sistimatik serta instrumen telah mencukupi, data pembacaan/pengukuan
kemungkinan tidak sahih jika ditangani oleh personal yang tidak pada tempatnya.
Pekerjaan instrumentasi geoteknik lapangan tidak boleh dianggap sebagai
kegiatan rutin dari bagian kegiatan konstruksi, karena keberhasilan
pembacaan/pengukuran instrumen memerlukan dedikasi tinggi dan terinci dari
semua tahapan instrumentasi. Spesifikasi pemilihan personil/konsultan harus
jelas, tajam, lengkap dan seksama.
6.3.2 Tujuan Pengaturan Kontraktual
Tujuan utama dari pengaturan kontraktual untuk pekerjaan instrumentasi
lapangan tersebur, adalah untuk :
1) Memastikan kualitas pekerjaan dengan harga yang sesuai yang dapat
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
83 Instrumentasi Bendungan Urugan
diterima oleh pihak pemilik.
2) Menciptakan hubungan kerja yang kooperatif diantara spesialis instrumen
dengan kontraktor.
3) Mengakomodasi adanya perubahan desain selama kemajuan pekerjaan. Hal
ini diperlukan, karena adanya faktor tak terduga yang terjadi selama
pelaksanaan konstruksi yang memerlukan adanya perubahan jenis dan
penempatan instrumen.
6.3.3 Pengaturan Kontrak Pemasangan Instrumen
Cara I: Pemasangan Oleh Personil Spesialis dari Pemilik
Personil dari pemilik bekerja untuk semua pekerjaan spesialis, dengan
menggunakan peralatannya sendiri, antara lain mesin bor dan pekerjaan bantu
dilakukan oleh kontraktor pelaksana. Pekerjaan bantu dimasukkan ke dalam
kontrak pelaksanaan dan pekerjaan pemasangan dimasukkan ke dalam
contingency allowance.
Cara II: Penawaran dalam Kontrak Konstruksi, tanpa prakualifikasi
Semua pekerjaan pemasangan instrumen dimasukan ke dalam kontrak
konstruksi, biasanya dinamakan “pekerjaan pelengkap dan pemasangan”
berdasarkan harga satuan atau lump sum. Dalam kontrak tidak diperlukan
kualifikasi spesialis instrumen. Bila pekerjaan dimasukkan sebagai item
pelengkap dan pemasangan, spesifikasi harus mencakup item pengadaan
instrumen.
Cara III : Penawaran dalam Kontraksi, dengan prakualifikasi
Pengaturan kontrak sama dengan Cara II dan semua pekerjaan pemasangan
instrumen ditawarkan. Meskipun demikian, spesifikasi harus mencakup
kebutuhan yang dapat mengakomodasi semua pekerjaan pemasangan
instrumen harus dilakukan di bawah pengawasan langsung oleh personil yang
berpengalaman.
Cara IV : Spesialis Instrumen yang diseleksi dan dikontrak oleh Pemilik
Pekerjaan spesialis dilakukan oleh spesialis instrumen yang dikontrak oleh
pemilik, konsultan desain atau manajer pelaksana. Pemilik atau konsultandesain
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
84 Instrumentasi Bendungan Urugan
menentukan penugasan termasuk kemampuan rata-rata dari pelaksana dan
menetapkannya sebagai pekerjaan penunjang. Sisa dari pekerjaan spesialis
ditetapkan sebagai pekerjaan spesialis dan pemilik atau konsultan desain
menentukan personil untuk melaksanakan pekerjaan spesialis. Bila pemilik
mempunyai pengalaman kerja sama dengan spesialis instrumen tertentu, pemilik
ata konsultan desain dapat menunjuknya.
Cara V : Spesialis Instrumen dipilih oleh Pemilik dan Kontraktor, dikontrak
Kontraktor sebagai Subkontraktor.
Pekerjaan spesialis dilaksanakan oleh spesialis instrumen yang dikontrak oleh
kontraktor. Seperti pada Cara IV, pemilik atau konsultan desain menentukan
bagian pekerjaan yang termasuk pekerjaan penunjang dan pekerjaan spesialis.
Setelah kontrak ditanda tangani, pemilik dan kontraktor bersama-sama memilih
spesialis instrumen. Pemilik menyodorkan daftar spesialis instrumen kepada
kontraktor dan kontraktor memilih 3 nama , pemilik kemudian memilih satu dari 3
nama tersebut. Pemilik melakukan negosiasi mengenai waktu dan cara
pembayaran dengan spesialis instrumen yang ditunjuk, yang berlaku sebagai
subkontraktor. Pekerjaan penunjang dilaksanakan oleh kontraktor dan dibayar
sesuai dengan item pekerjaan di dalam kontrak kontraktor.
6.3.4 Rekomendasi Pengaturan Kontraktual Pemasangan Instrumen
Cara II dapat digunakan untuk pemasangan instrumen yang sederhana, seperti
alat pengukur penurunan sederhana, tetapi tidak untuk pemasangan yang lebih
kompleks. Cara III dapat digunakan hanya bila pemilik mempunyai peraturan
untuk menggunakan penawaran terendah, karena pada prakualifikasi, kontraktor
akan membeli harga terendah dengan resiko terpotongnya biaya subkontraktor
yang dapat berakibat terhadap kualitas data yang diperoleh. Penerapan Cara III
memerlukan spesifikasi yang rinci dan komprehensif.
Cara I, IV dan V semuanya cukup memuaskan, seleksi tergantung pada faktor-
faktor spesifik yang ada di proyek. Cara I dan IV kadang-kadang menimbulkan
hubungan yang kurang baik antara personil dari pemilik dan kontraktor, tetapi
hubungan antara personil tersebut secara praktis dapat dibina lebih baik dengan
prinsip saling pengertian dan saling menguntungkan.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
85 Instrumentasi Bendungan Urugan
Cara V kadang-kadang menimbulkan masalah profesionalisme diantara sesama
spesialis instrumen yang dinegosiasi oleh pemilik, tetapi di bawah kontrak
dengan kontraktor.
Keuntungan dan keterbatasan kelima cara tersebut diuraikan pada tabel di
bawah.
Tabel 6.5 Keuntungan dan keterbatasan berbagai cara kontraktual pemasangan
instrumen
Cara Keuntungan Keterbatasan
Pemasangan oleh personil
pemilik
Penawaran di dalam kontrak
kontraktor, tanpa prakualifikasi
Penawaran di dalam kontrak
kontraktor, dengan prakualifikasi
Spesialis instrumentasi dipilih
oleh kontraktor dan pemilik
- Pemilik lagsung dapat mengon-
trol biaya dan kualitas
- Dapat mengakomodasi peru-
bahan desain
- Biaya pemasangan rendah
- Biaya masuk ke kontraktor
- Biaya pemasangan rendah
- Tidak melibatkan
subkontraktor
- Biaya masuk ke kontraktor
- Pemilik lagsung dapat
mengontrol biaya dan kualitas
- Dapat mengakomodasi peru-
bahan desain
- Dapat membantu untuk
mendesain program monitoring
- Potensi masalah dengan
pekerjaan lain yang dilakukan
oleh kontraktor
- Pemilik harus mempunyai ran-
cangan yang rinci
- Tidak selalu dapat dimasukkan
ke dalam biaya kontraktor
- Kontraktor akan membeli yang
termurah dengan resiko berku-
rangnya kualitas instrumen
- Memerlukan supervisi yang
keras dan ketat
- Tidak dapat mengakomodasi
perubahan desain
- Kontraktor akan menunjuk
subkontraktor yang murah
dengan resiko data kurang
sahih
- Memerlukan supervisi yang
ketat dari pemilik
- Tidak dapat mengakomodasi
perubahan desain
- Potensi masalah dengan pe-
kerjaan lain yang dilakukan
oleh kontraktor
- Tidak selalu dapat
dimasukkan ke dalam biaya
kontraktor
- Memerlukan upaya khusus
pemilik untuk memilih spesialis
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
86 Instrumentasi Bendungan Urugan
Cara Keuntungan Keterbatasan
Spesialis Instrumen dipilih oleh
Pemilik dan Kontraktor, dikon-
trak Kontraktor sebagai
Subkontraktor
- Pemilik lagsung dapat
mengon-trol biaya dan kualitas
- Kerjasama yang baik dg
kontraktor dalam hal skeduling
- Dapat mengakomodasi peru-
bahan desain
- Biaya masuk ke kontraktor
- Pemilihan dilakukan setelah
penanda tanganan kontrak,
spesialis tdk dpt membantu
menyusun program monitoring
- Menimbulkan masalah
profesionalisme, dipilih oleh
pemilik tetapi yang membayar
kontraktor
- Memerlukan upaya khusus
pemilik untuk memilih spesialis
- Berlawanan dengan peraturan
pemerintah (jika ada)
6.3.5 Isi Spesifikasi Pekerjaan Instrumentasi Lapangan
Informasi teknik dapat diperoleh dari ahli geoteknik yang bekerja pada proyek
desain dan dapat membantu menyusun draft spesifikasi yang tetap harus dikaji
lagi oleh spesialis instrumen.
Spesifikasi pekerjaan instrumentasi lapangan tersebut biasanya terdiri dai 4 bab
utama, yakni Bab I Umum, Bab II Produk, Bab III Pelaksanaan dan Bab IV
Pengukuran dan Pembayaran.
Bab I : Umum, menguraikan :
1) Tujuan program instrumentasi, parameter yang dimonitor dan bagaimana data
digunakan.
2) Tanggung Jawab; menguraikan tanggung jawab masing-masing pihak antara
pemilik, spesialis instrumen, konsultan desain dan kontraktor. Spesifikasi juga
harus menjelaskan item pekerjaan yang harus dilakukan oleh kontraktor.
3) Metoda Spesifikasi; spesifikasi harus jelas menunjuk cara spesifikasi yang
diterapkan, harus jelas mana pekerjaan penunjang dan mana pekerjaan
spesialis.
4) Kualifikasi Personil Spesialis Instrumen; harus diuraikan mengenai
pengalaman personil dengan latar belakang ahli geoteknik dalam menangani
pekerjaan sejenis. Pabrik/agen penjual sering tidak mempunyai tenaga ahli
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
87 Instrumentasi Bendungan Urugan
instrumen, oleh karena itu harus hati-hati dengan klausul yang berbunyi
:”Pemasangan instrumen harus diawasi oleh wakil dari pabrik/agen penjual”.
Pemasangan pisometer dan inklinometer harus di bawah pengawasan penuh
dari ahli geoteknik dari konsutan atau perorangan yang mempunyai
pengalaman memadai (minimal 5 tahun) untuk pekerjaan sejenis. Ahli
geoteknik tersebut harus menulis secara rinci prosedur pemasangan setiap
instrumen, melakukan kajian dan pemeriksaan terhadap instrumen yang
diterima di lapangan dan melakukan konsultasi dengan petugas (crew)
pemasang instrumen di lapangan. Pemasangan instrumen di lapangan harus
diawasi penuh oleh pengawas lapangan (paling tidak setingkat bachelor sipil
atau geologi) yang berpengalaman minimal 2 tahun dalam pengeboran dan
pemasangan instrumen sejenis.
5) Penyerahan (submittals) selama konstruksi; bila pekerjaan rinci dilakukan
oleh kontraktor atau subkontraktor, gambar dan prosedur harus diserahkan
kepada pemilik atau wakilnya untuk disetujui. Dokumen tersebut diantaranya
berisi tahap langkah demi langkah pemasangan dengan daftar material dan
peralatan yang diperlukan, log pemasangan dan prosedur kegiatan lain yang
ditugaskan kepada kontraktor.
6) Kerjasama antara Kontraktor dan Spesialis Instrumen yang ditunjuk Pemilik;
Bila cara I dan IV digunakan, hubungan kerjasama antara kontraktor dengan
spesialis yang ditinjuk olrh pemilik adalah adalah faktor yang sangat penting
untuk keberhasilan pekerjaan. Spesifikasi harus mencakup perhatian khusus
yang rinci dan juga mencakup kebutuhan umum supaya terwujud kerjasama
yang baik dengan kontraktor, yang tidak terlepas dari insentif ekonomis bagi
kontraktor. Jalan terbaik untuk menjalin kerjasama tersebut aalah
membangun komunikasi ke semua tingkat personil kontraktor beberapa
minggu sebelum pekerjaan lapangan dimulai. Spesialis instrumen harus
menjelaskan secara rinci tujuan dan apa yang harus dilakukan oleh kontraktor
dengan hati-hati. Dengan menjaga suasana kerja yang baik dengan rasa
penuh tanggung jawab bersama dengan prinsip saling menguntungkan dan
tidak merugikan pihak lain, pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik pula.
Bila cara V digunakan, spesifikasi harus mencakup.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
88 Instrumentasi Bendungan Urugan
Bab II : Produk, bab ini menguraikan:
1) Pengadaan instrumen; spesifikasi pengadaan harus mencakup semua daftar
instrumen, suku cadang, peralatan bantu dan material yang diperlukan untuk
pemasangan. Spesifikasi juga menguraikan kalibrasi pabrik, jaminan mutu,
pemeriksaan dan pengujian saat penerimaan, prosedur penanganan tempat
pekerjaan, serta harus jelas tanggung jawab selama ditangani oleh kontraktor.
Spesifikasi tersebut juga harus mencakup cara perawatan instrumen selama
belum diserahkan kepada pihak pemilik.
2) Pekerjaan pendukung; pekerjaan ini harus dijelaskan secara rinci di dalam
spesifikasi, sehingga rekanan dapat memahami setiap jenis item pekerjaan,
sehingga dapat melakukan penawaran secara wajar. Pengguaan istilah
”seperti diperintahkan oleh yang mewakili pemilik” sebaiknya dihindarkan.
Bab III : Pelaksanaan, bab ini menguraikan:
1) Pekerjaan pendukung untuk pelaksaan instrumentasi di lapangan, antara lain
terdiri dari :
3) Pengeboran dan grouting pengisi
4) Penggalian parit untuk tubing/kabel instrumen
5) Penyediaan air, udara/angin dan tenega listrik/genset
6) Transportasi peralatan pindah antar lokasi pemasangan instrument
7) Pengamanan tubing dan peralatan lain instrumen dari operasi alat berat
8) Pengukuran survei
9) Pembuatan jalan masuk ke ruang pengukuran/pembacaan
10) Membuat perlindungan/pengaman instrumen setelah selesai dipasang.
2) Lokasi instrumen; meskipun lokasi instrumen sudah ditentukan dalam gambar
desain, namun kepastian lokasi tersebut ditentukan di lapangan, sesuai
dengan kondisi geologi saat penggalian fondasi. Di dalam spesifikasi harus
disebutkan pemilik atau wakilnya akan memastikan/menentukan
lokasi/penempatan instrumen, orientasi, kedalaman dan banyak instrumen
yang akan dipasang, termasuk penempatan terminal panel, ruang
pengamatan dapat dirubah sesuai kondisi di lapangan.
3) Pemasangan instrumen; pemasangan ini memerlukan spesialis instrumen
dan pekerjaan pendukung. Di dalam kontrak harus disebutkan secara rinci
langkah demi langkah prosedur pemasangan setiap instrumen, sesuai
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
89 Instrumentasi Bendungan Urugan
dengan manual instruction dari pabrik pembuat. Kontraktor harus mempelajari
prosedur tersebut dan dapat mengajukan usulan-usulan langkah dan
prosedur pemasangan menurut pengalaman kontraktor untuk dikaji oleh
pemilik atau wakilnya. Disamping itu, kontraktor harus menyerah lembar
daftar (log)/catatan pemasangan untuk disetujui oleh pemilik atau wakilnya.
Pada pemasangan dengan menggunakan alat bor, meskipun tujuan
utamanya adalah untuk pemasangan instrumen, namun harus dijelaskan
dengan rinci apabila disertai dengan pengambilan contoh,
pengambilan/penyimpanan inti, tekanan air pembilas, deskripsi tanah, dll.
Perlu perhatian terhadap penarikan casing di dalam lubang bor untuk
menghindasri terjadinya runtuhnya dinding lubang bor dan memastikan
bahwa material pengisi tidak masuk ke dalam casing yang dapat berakibat
terangkatnya instrumen saat casing diangkat. Pengangkatan casing dilakukan
tanpa rotasi.Pengujian perlu dilakukan terhadap instrumen yang telah
dipasang, misalnya dengan memasukkan air ke dalam pipa isometer untuk
menguji fungsi mata pisometernya.
4) Kalibrasi dan perawatan berkala; didalam spesifikasi harus disebutkan kapan
kalibrasi berkala dilakukan, demikian juga perawatan berkala terhadap
instrumen, terutama unit alat bacanya.
5) Kerusakan instrumen; di dalam spesifikasi harus disebutkan cara
perlindungan/pengaman instrumen saat pelaksanaan konstruksi dan
tanggung jawab kontraktor, bila terjadi kerusakan akibat kelalaian
pelaksanaan.
Bab IV : Pengukuran dan pembayaran; pembayaran dilakukan berdasarkan
harga satuan. Harga kontrak pemasangan harus mencakup antara lain material,
upah tenaga, peralatan bantu dan peralatan lain untuk pemasangan,
pengeboran, pengujian setelah instrumen terpasang, pengamanan, penggantian
instrumen yang rusak saat dipasang, pembacaan awal dan lain-lainnya.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
90 Instrumentasi Bendungan Urugan
RANGKUMAN
Modul ini membahas mengenai instrumentasi bendungan urugan yang meliputi :Perilaku tanah
dan batuan, Jenis dan fungsi instrumen, Pemilihan instrumen dan Perencanaan dan
penempatan instrumen. Tujuan Pembelajaran Umum :mampu memahami prinsip
instrumentasi bendungan urugan.
Sebagai dasar pengetahuan instrumentasi ini, peserta pelatihan diberikan pengetahuan
megenai perilaku tanah dan batuan yang mencakup antara lain struktur tanah, air tanah dan tek
air pori, tegangan tanah total dan efektif, konsolidasi, parameter geoteknik yang mempengaruhi
perilaku bendungan serta asal dan jenis batuan, kekuatan batuan, air di dalam batuan dan
tegangan batuan. Batuan yang mempunyai kekuatan dan ketahanan yang tinggi, tekanan air di
dalam kekar yang cukup tinggi akan menimbulkan masalah yang biasanya dapat ditanggulangi
dengan membuat sistim drainage untuk melepaskan tekanan tersebut. Pada batuan yang
mempunyai kekuatan dan ketahanan yang lebih rendah, misalnya serpih, masalah yang
dihadapi adalah pengembangan (swelling), sedangkan batuan yang mengandung mineral
lempung, biasanya akan mengalami keruntuhan.
Sedangkan konsep dan perencanaan instrumentasi meliputi manfaat , filosofi, konsep dasar,
pertimbangan desain dan desain pemasangan instrumen itu sendiri. Sedangkan jenis dan
sistim instrumentasi menguraikan mengenai pengukuran beban (load), tekanan air pori,
tekanan tanah total, alat pengukur pergerakan vertikal dan horisontal, alat ukur rembesan, alat
pemantau gempa dan instrumen di luar bendungan/galeri. Pada prinsipnya instrumen geoteknik
yang digunakan pada bendungan dan bangunan pelengkapnya harus memenuhi persyaratan,
antara lain alatnya baik dan cukup akurat, handal dan tahan lama , biaya pemeliharaan
serendah mungkin, alatnya sederhana dan mudah dalam pemeliharaan, mudah dilaksanakan
pemasangan dan penggantiannya serta tidak mengganggu kontruksi.
Hal yang perlu dipertimbangkan dalam penempatan lokasi instrumen adalah :
• Kondisi geologi fondasi, pada daerah yang fondasinya lemah (weak zone) memerlukan
instrumentasi yang memadai, baik jenis maupun banyaknya.
• Pada bagian-bagian bendungan yang kritis, mis. Bagian terdalam, kedua tumpuan, dll.
• Perlu pertimbangan otomatisasi, bila memungkinkan untuk memperoleh data real time.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
91 Instrumentasi Bendungan Urugan
Pengadaan instrumen dapat dilakukan oleh kontraktor, pemilik/pengelola atau oleh konsultan,
sebagai alternatif hal tersebut juga dapat dilakukan oleh subkontraktor. Ada 2 cara spesifikasi,
yakni spesifikasi deskriptif dan spesifikasi kinerja. Spesifikasi deskriptif adalah menguraikan
secara rinci setiap instrumen yang dibutuhkan, sebagai contoh, pengadaan pisometer
pneumatik, harus diuraikan ukuran, jenis instrumen, dan lain lainnya. Sedangkan spesifikasi
kinerja adalah spesifikasi yang menguraikan kinerja/hasil akhir, sebagai contoh di dalam
spesifikasi harus dijelaskan bahwa alat ukur tekanan air pori harus mempunyai range dan
ketelitian tertentu, harus mampu/tetap berfungsi dalam kondisi lingkungan geoteknik tertentu.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
92 Instrumentasi Bendungan Urugan
DAFTAR PUSTAKA
1. Carlina Soetjiono dan Najoan,Th.F. (2004), "Pedoman Uji Mutu Konstruksi
Tubuh Bendungan Tipe Urugan", Pd M-01-2004-A, Balitbang, Dep.
Kimpraswil 2004.
2. E. DiBiagio and B. Kjaernsli, Instrumentation of Norwegian Embankment
Dams.
3. E. DiBiagio and F. Myrvoll, Instrumentation Techniques and Equipment
Used to Monitor the Performance of Norwegian Embankment Dams.
4. F. Myrvoll, S. Larsen, A. Sande, and N.B. Romslo„ Field Instrumentation
and Performance Observations for the Vathdalsvatn Dams.
5. Geonor, Norway, Instruments Catalog.
6. Geotechnical Instruments Ltd., England, Instruments Catalog.
7. Hanna,TH,1985, Field Instrumentation in Geotechnical Engineering.
8. Najoan, Th.F. dan Soetjiono Carlina (2002), "Pedoman Metode Stabilitas
Lereng Statik Bendungan Tipe Urugan", RSNI M-03-2002, Balitbang, Dep.
Kimpraswil 2002.
9. Najoan,Th.F. dan Carlina Soetjiono (2004), "Pedoman lnstrumentasi Tubuh
Bendungan Tipe Unigan dan Tanggul”, Pd T-08-2004-A, Balitbang, Dep.
Kimpraswil 2004.
10. Puslitbang Sumber Daya Air (2004), "Pengkajian dan Evaluasi Keamanan
Bendungan Pasta Rehabilitasi di Jawa Tengah”, Desember 2004, Laporan
Penelitian No. 03/P2TP & SP/2004 Puslitbang SDA.
11. Soil Instruments Ltd., England, Instruments Catalog.
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
93 Instrumentasi Bendungan Urugan
LAMPIRAN A
I. CONTOH INSTRUMENTASI DI BENDUNGAN MRICA (110 m)
Pisometer Elevasi tip (m) Nilai batas (guard value) (m)
PPP I 100 D1 96,41 Note 1
PPP I 100 D3 99,3 Note 1
PPP I 120 A1 119,52 Note 1
PPP I 120 A3 119,9 Note 1
PPP I 120 B3 120,55 -
PPP I 120 D 120,3 Note 1
PPP I 145 C 144,84 + 204
PPP I 210 A 210,2 Note 2
PPP I 210 B 209,9 Note 2
PPP I 180 A 178,98 + 226
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
94 Instrumentasi Bendungan Urugan
Jumlah instrumen yang terpasang di Bendungan Mrica (P.B Soedirman)
Lokasi Jenis instrumen Fondasi bendungan Tubuh bendungan Waktu
pemantauan
Terpasang Rusak Terpasang Rusak
I-I (PPP I) Pisometer Pneumatik (PP) 8 0 12 0 5/4/88-27/4/03
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 8 0
Press. Gauge (PG) 0 0 10 0
Inklinometer & ring settl-magn. 0 0 3 0
Measuring weir 1 0 0 0
II-II (PPP II) Pisometer Pneumatik (PP) 11 0 5 0
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 0 0
Press. Gauge (PG) 0 0 1 0
Inklinometer & ring settl-magn. 0 0 2 0
III-III (PPP III) Pisometer Pneumatik (PP) 1 0 4 0
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 0 0
Press. Gauge (PG) 0 0 0 0
Inklinometer 0 0 0 0
IV-IV (PPP IV) Pisometer Pneumatik (PP) 4 0 3 0
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 0 0
Press. Gauge (PG) 0 0 1 0
Inklinometer 0 0 0 0
V-V (PPP V) Pisometer Pneumatik (PP) 4 0 3 0
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 0 0
Press. Gauge (PG) 0 0 0 0
Inklinometer 0 0 0 0
VI-VI (PPP VI) Pisometer Pneumatik (PP) 4 0 3 0
Pisometer Hidraulik (PH) 0 0 0 0
Press. Gauge (PG) 0 0 0 0
Inklinometer 0 0 0 0
Puncak Hilir Patok geser 0 0 14 0
L.Hilir Patok geser 0 0 21 0
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
95 Instrumentasi Bendungan Urugan
II. CONTOH INSTRUMENTASI DI BENDUNGAN SERMO (55 M)
Jumlah instrumen yang terpasang di Bendungan Sermo (55 m)
Lokasi Jenis instrumen Fondasi bendungan Tubuh bendungan Waktu pemantauan
Terpasang Rusak Terpasang Rusak
Sta 10.5 EP(Electric.P) PC&FP 0 0 1 0 1/7/95-13/8/03
Sta 12 EP(Electric.P) PC&FP 10 0 6 0 1/7/95-13/8/03
Sta 15 EP(Electric.P) PC&FP 7 0 9 0 1/7/95-13/8/03
Inklinometer (ISG) 0 0 2 0 1/7/95-13/8/03
Settl.Gauge(SG) pada
ISG 0 0 2 0
1/7/95-13/8/03
Sta 18 EP(Electric.P) PC&FP 7 0 8 0 1/7/95-13/8/03
Sta 19.50 EP(Electric.P) PC&FP 0 0 1 0 1/7/95-13/8/03
Puncak Patok geser 0 0 14 0 1/7/95-13/8/03
L. Hilir Patok geser 0 0 6 0 1/7/95-13/8/03
Kaki lereng hilir V-notch 0 0 0 0 0
Di hilir Observation well 8 0 0 0 1/7/95-13/8/03
Diklat Teknis Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
96 Instrumentasi Bendungan Urugan
III. CONTOH INSTRUMENTASI DI BENDUNGAN KETRO (15 m)
Jumlah instrumen yang terpasang di Bendungan Ketro
Lokasi Jenis
instrumen
Fondasi bendungan Tubuh bendungan Waktu pemantauan
Terpasang Rusak Terpasang Rusak
Sect. 1 PPT 1 0 2 0 1/01/03-7/12/03
Sect. 2 PPT 4 0 0 0 1/01/03-7/12/03
Sect.3 PPT 3 0 0 0 1/01/03-7/12/03
Kaki lereng V-notch 0 0 0 0