BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf ·...

40
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan perwujudan seni dari hasil pikiran dan imajinasi pengarang dalam proses penciptaan suatu karya sastra. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra berbeda dengan bahasa sehari- hari maupun bahasa karya ilmiah. Melalui imajinasi, pengarang mengawali tulisannya sebagai tulisan yang bersifat ekspresif. Ekspresi pikiran dan perasaan manusia maupun pengarang (penyair) dihasilkan dari realita yang diangkat dari imajinasi, sehingga menghasilkan bentuk tulisan yang mengandung unsur realis dan imaji, diolah dengan bahasa yang estetis yang tidak mungkin dipisahkan dari proses kreatif (Atmazaki, 1990 dalam Tsalis Abdul Aziz Alfarizi, 2015:125). Setiap pengarang mempunyai ciri khas sendiri dalam menciptakan suatu karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra ialah novel. Novel merupakan jenis prosa panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang sekelilingnya, menonjolkan watak dan sifat para pelakunya. Dari segi pemakaian bahasa, novel (roman) menggunakan bahasa yang mengandung unsur-unsur tertentu seperti aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan citraan. Kekhasan bahasa maupun potensi bahasa dalam karya sastra untuk tujuan tertentu sangat menarik bila dikaji melalui pendekatan stilistika. Stilistika merupakan ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra. Menurut Kridalaksana (2001:202) stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner antara linguistik dan kesusastraan, penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Stilistika ialah

Transcript of BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan perwujudan seni

dari hasil pikiran dan imajinasi pengarang dalam proses penciptaan suatu karya

sastra. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra berbeda dengan bahasa sehari-

hari maupun bahasa karya ilmiah. Melalui imajinasi, pengarang mengawali

tulisannya sebagai tulisan yang bersifat ekspresif. Ekspresi pikiran dan perasaan

manusia maupun pengarang (penyair) dihasilkan dari realita yang diangkat dari

imajinasi, sehingga menghasilkan bentuk tulisan yang mengandung unsur realis

dan imaji, diolah dengan bahasa yang estetis yang tidak mungkin dipisahkan dari

proses kreatif (Atmazaki, 1990 dalam Tsalis Abdul Aziz Alfarizi, 2015:125).

Setiap pengarang mempunyai ciri khas sendiri dalam menciptakan suatu

karya sastra. Salah satu bentuk karya sastra ialah novel. Novel merupakan jenis

prosa panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang

sekelilingnya, menonjolkan watak dan sifat para pelakunya. Dari segi pemakaian

bahasa, novel (roman) menggunakan bahasa yang mengandung unsur-unsur

tertentu seperti aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan citraan.

Kekhasan bahasa maupun potensi bahasa dalam karya sastra untuk tujuan

tertentu sangat menarik bila dikaji melalui pendekatan stilistika. Stilistika

merupakan ilmu yang menyelidiki bahasa yang dipergunakan dalam karya sastra.

Menurut Kridalaksana (2001:202) stilistika adalah ilmu yang menyelidiki bahasa

yang dipergunakan dalam karya sastra, ilmu interdisipliner antara linguistik dan

kesusastraan, penerapan linguistik pada penelitian gaya bahasa. Stilistika ialah

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

2

telaah tentang variasi pemilihan dan penggunaan unsur-unsur bahasa sesuai

dengan situai dan juga bagaimana akibatnya untuk pembaca dan pendengar (J. D.

Parera, 1993:144).

Dalam penelitian ini objek yang dikaji adalah karya sastra novel berbahasa

Jawa karya Ardini Pangastuti Bn yang berjudul „Alun Samudra Rasa‟. Peneliti

tertarik memilih kajian stilistika novel, karena kajian ini lebih dapat

mengembangkan pemahaman kaidah kebahasaan dan kesusastraan.

Gaya yang dipilih seorang pengarang biasanya berbeda dengan pengarang-

pengarang yang lain (Sutejo, 2010:9). Dalam penelitian ini, terdapat kekhasan

bahasa yang digunakan oleh Ardini Pangastuti Bn dalam karyanya berjudul Alun

Samudra Rasa, yang selanjutnya disingkat menjadi ASR. Salah satu kekhasan

pemakaian bahasa oleh Ardini Pangastuti Bn adalah pemanfaatan dan pemilihan

aspek bunyi. Contoh:

1) sing kanthi gamblang bisa crita

ngenani apa kang sinerat ing kana

sing kanthi trawaca tansah aweh

sasmita

marang mobah mosiking swasana

(ASR/P1/1)

„yang dengan jelas dapat bercerita‟

„mengenai apa yang tertulis disana‟

„yang sudah terbaca akan memberi

pelajaran‟

„terhadap hiruk pikuk suasana‟

(ASR/P1/1)

Data di atas bersajak a-a-a-a yaitu pada kata crita „cerita‟, kana „sana‟,

sasmita „pelajaran‟, dan swasana „suasana‟. Baris satu dan dua terdapat bunyi

vokal [O] yang mendukung keindahan sajak terletak pada suku kata kedua pada

kata bisa „bisa‟, crita „cerita, apa „apa‟, dan kana „sana‟. Baris ketiga dan keempat

bunyi vokal [O] pada kata trawaca „terbaca‟, dan swasana „suasana‟. Keduanya

terletak pada suku kata kedua dan ketiga, serta kata sasmita „pelajaran‟ pada suku

kata ketiga.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

3

Novel karya Ardini Pangastuti Bn tidak hanya memanfaatkan asonansi

bunyi [O], melainkan juga memanfaatkan aspek bunyi lain berupa aliterasi, dan

purwakanthi lumaksita. Guna menghindari kemonotonan, Ardini Pangastuti Bn

juga memanfaatkan penggunaan diksi. Diksi bukan hanya dipergunakan untuk

menyatakan kata yang akan dipakai untuk mengungkapkan suatu gagasan, tetapi

juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan, dan sebagainya (Gorys

Keraf, 2004:18). Contoh diksi dalam novel “Alun Samudra Rasa” karya Ardini

Pangastuti Bn:...

2) “Pak Paimin mung mlengeh”(ASR/P1/4/2)

„Pak Paimin cuma tersenyum‟

Data (2) di atas terdapat diksi berupa aferesis pada kata Pak yang

seharusnya ditulis bapak dan kata mung yang biasanya ditulis lengkap amung.

Kedua kata tersebut mengalami penghilangan satu suku kata di bagian depan agar

susunan kalimat nampak terlihat lebih efektif.

Pemanfaatan diksi selain penggunaan abreviasi berupa aferesis seperti

data di atas, adapula penggunaan sinonimi, antonimi, panambahing swara

(wuwuh), tembung saroja, paribasan dan lain-lain. Gaya bahasa turut pula

dimasukkan dalam NASR, adapun contoh sebagai berikut:

3) Tekan ngomah kabeh wis padha turu kepati. (ASR/P1/7)

„Sampai rumah semua sudah tidur pulas.‟

Data (3) terdapat gaya bahasa hiperbola yaitu pada tuturan turu kepati,

bukan berarti orang tersebut tidur hingga dirinya meninggal. Akan tetapi tuturan

tersebut mempunyai pengertian bahwa tidurnya pulas. Selain gaya bahasa

hiperbola masih ada gaya bahasa simile, metafora, personifikasi dan lain-lain yang

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

4

difungsikan untuk menghindari kemonotonan bahasa, sehingga bahasa terkesan

indah dan tidak menjenuhkan ketika membacanya.

Ardini Pangastuti Bn tidak lupa menyuguhkan aspek pencitraan di dalam

novel karyanya ini, seperti: citra penglihatan, citra pendengaran, citra penciuman,

citra perabaan, dan citra gerak. Hal tersebut terbukti pada contoh data di bawah

ini:

4) “Swasana langit sing mendhung esuk iku cengkah karo swasana atine

Intan Purnama, ibu putra siji, wanita karier sing ayu lan enerjik.”

(ASR/P1/1/4/)

„Suasana langit yang mendung pagi tadi berkebalikan dengan suasana hati

Intan Purnama, ibu putra satu, wanita karier yang cantik dan enerjik.‟

Data nomor (4) di atas terdapat pencitraan penglihatan yang ditandai

dengan adanya kata mendhung ‟mendung‟, ayu „cantik‟, dan kata enerjik . Ketiga

kata tersebut merupakan hasil deskripsi dari apa yang dilihat oleh indera

penglihatan bahwa pagi itu sedang mendung berbeda dengan Intan Purnama yang

tetap cantik dan enerjik.

Permasalahan yang timbul dari beberapa contoh data di atas, menarik

minat peneliti untuk meneliti lebih dalam novel Alun Samudra Rasa dengan

kajian stilistika. Novel ini menyuguhkan konflik yang terjadi di tengah kehidupan

masyarakat. Konflik di gambarkan disebuah keluarga yang di peragakan oleh

tokoh bernama Intan Purnami lan Bregas Jatmika menjadi fokus cerita. Mereka di

karunia seorang putri kecil bernama Sekar Melur. Kesibukan masing-masing

membuat komunikasi keduanya kurang harmonis. Intan Purnami menjadi tangan

kanan Mr. Tanaka, pimpinan perusahaan ditempat dia bekerja. Keadaan seperti itu

yang membuat Bregas Jatmiko cemburu buta dan curiga kepada Intan. Masalah di

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

5

anatara keduanya menjadikan masalah menjadi lebih besar lagi karena Intan

marah dan memutuskan kembali ke orang tuanya. Di tengah gonjang-ganjing

kehidupan rumah tangganya, bertemulah dia dengan mantan pacarnya terdahulu,

Pramudita yang sangat dia cintai. Tentu saja pertemuannya dengan Pramudita

menjadi obat luka hatinya waktu itu. Namun pertemuannya dengan Pramudita

menambah deretan panas permasalahan hingga merembet ke keluarga Pramudita.

Pikiran Intan semakin runyam, karena tiba-tiba Bregas datang ke tempatnya

bekerja sambil mengungkit-ungkit permasalahan yang kemarin dan menanyakan

hak asuh anaknya, Sekar Melur. Dari alur cerita dan konflik yang dibuat oleh

Ardini Pangastuti Bn dalam Alun Samudra Rasa menyimpan makna tersirat,

bahwasannya hidup dan cinta itu tidak terbatas hanya karena fisik dan logika saja.

Karena sejatinya cinta bisa hidup karena mau memberi, sabar, murah hati, pemaaf

dan rela berkorban terhadap orang lain, khususnya terhadap orang yang dicintai.

Kisah Intan dan Bregas tadi mengisyaratkan sebuah peribahasa “Urip ora mung

perlu mampir ngombe nanging uga perlu mampir mangan”, antologi dari maksud

“urip ora mung mampir ngombe” ialah, manusia itu harus mempunyai bekal yang

banyak. Alun Samudra Rasa menjadi salah satu perangkat didaktis Ardini untuk

memberi pembelajaran akan nilai-nilai kehidupan, supaya manusia itu harus

belajar dan berbekal cinta yang bermanfaat bagi kehidupan, bermasyarakat, dan

orang lain.

Adapun alasan mengenai peneliti memilih Alun Samudra Rasa karya

Ardini Pangastuti sebagai objek penelitian yaitu: (1) novel Alun Samudra Rasa

merupakan pemenang lomba Rancage tahun 2016 yang diberikan oleh Balai

Bahasa Jawa Tengah kepada Ardini Pangastuti Bn kategori karya sastra berbahasa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

6

Jawa. Rancage merupakan penghargaan yang diberikan oleh Balai Bahasa Jawa

Tengah kepada sastrawan, penyair, maupun pengarang setiap tahunnya untuk

beberapa kategori, (2) novel ini mengandung unsur stilistika sesuai dengan

penelitian yang akan dikaji penulis, (3) novel ini terdiri atas 31 perangan „bab

atau bagian‟, dengan keunikan setiap bab diawali dengan geguritan „puisi‟, (4)

peneliti menganggap bahwa novel ini memuat nilai-nilai kehidupan yang biasa

ada di tengah masyarakat.

Penelitian dengan kajian stilistika yang sudah dilaksanakan oleh peneliti

terdahulu adalah sebagai berikut: (1) Mengungkap Penggunaan Diksi Lirik Lagu

Bugis Ciptaan Jauzi Saleh: Kajian Stilistika oleh Abdul Asis Balai Pelestarian

Sejarah dan Nilai Tradisional Makasar, Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata

tahun 2010, meliputi aspek diksi atau pemilihan kata yang estetis, dan

penggunaan kosa kata arkais/kata yang telah usang, (2) “Penggunaan Stilistika

dalam Puisi Jawa Dialek Using” oleh Setya Yuwana tahun 2000, adalah

pengkajian secara stilistika meliputi aspek penggunaan gaya bahasa yang khas,

pola bunyi bahasa, rima, majas, serta diksi dan didapatkan perbedaan morfologis

sintaksis dan ketaksaan leksikal serta gramatikal 77 buah syair dari 17 penyair

Using, (3) “Pamilihe Tembung lan Lelewane Basa Sajrone Antologi Geguritan

Bakal Terus Gumebyar anggitane Suci Hadi Suwita (Tintingan Stilistika) ” oleh

Meriya Puspitasari. Skripsi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Daerah

(Jawa) UNESA, meliputi aspek bunyi, diksi, gaya bahasa, dan pencitraan, (4)

“Stilistika Mofologi Al-Quran Juz 30” oleh M. Aunul Hakim dalam jurnal

Lingua. Makalah ini menjelaskan morfologi bahasa Arab dalam juz 30 yang dikaji

secara Stilistika, (5) “Kajian Stilistika Novel Sirah Karya Ay. Suharyana” oleh

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

7

Retno Dwi Handayani (2010), pengkajian novel secara stilistika mengenai

pemanfaatan bunyi-bunyi bahasa, diksi, dan gaya bahasa, (6) “Kajian Stilistika

Novel Kembang Alang Karya Margareth Widhy Pratiwi” oleh Solichah Nur

Isnaeny (2012), adalah pengkajian novel secara aspek morfologi, diksi, dan gaya

bahasa.

Berdasarkan penelitian yang sudah ada, penelitian novel berbahasa Jawa

Alun Samudra Rasa belum pernah dikaji, penelitian ini akan membahas masalah

yang ada kaitannya dengan pengkajian stilistika dengan mengambil judul “Kajian

Stilistika Alun Samudra Rasa Karya Ardini Pangastuti Bn.”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan pembatasan masalah, maka

perumusan masalah yang ada dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai

berikut:

1. Bagaimanakah pemanfaatan dan pemilihan aspek-aspek bunyi dalam

novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn?

2. Bagaimanakah diksi atau pemilihan kosakata dalam novel Alun Samudra

Rasa karya Ardini Pangastuti Bn?

3. Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa dalam novel Alun Samudra Rasa

karya Ardini Pangastuti Bn?

4. Bagaimanakah aspek pencitraan dalam novel Alun Samudra Rasa karya

Ardini Pangastuti Bn?

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah yang diajukan, maka penelitian ini

bertujuan untuk:

1. Mendeskripsikan pemanfaatan dan pemilihan aspek-aspek bunyi dalam

novel Alun Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.

2. Mendeskripsikan diksi atau pemilihan kosakata dalam novel Alun

Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.

3. Mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam novel Alun Samudra

Rasa karya Ardini Pangastuti Bn

4. Mendeskripsikan aspek pencitraan dalam novel Alun Samudra Rasa karya

Ardini Pangastuti Bn.

D. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada kajian stilistika novel Alun Samudra Rasa

karya Ardini Pangastuti Bn. Analisisnya akan dibatasi pada kajian aspek bunyi,

diksi atau pemilihan kosakata, gaya bahasa serta pencitraan dalam novel Alun

Samudra Rasa Karya Ardini Pangastuti Bn yang akan dibahas dengan kajian

stilistika.

E. Landasan Teori

1. Pengertian Stilistika

Stilistika Secara harfiyah, stilistika berasal dari bahasa Inggris: stylistics,

yang berarti studi mengenai style 'gaya bahasa' atau 'bahasa bergaya'. Aminuddin

(1995:13) menyatakan bahwa style dapat diartikan sebagai bentuk pengungkapan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

9

ekspresi kebahasaan sesuai dengan kedalaman emosi dan sesuatu yang ingin

direfleksikan pengarang secara tidak langsung.

Pemakaian bahasa dalam karya sastra yang runtut dan sesuai gramatikal

memang baik, tetapi terdapat juga pemakaian yang memperlihatkan keunikan

bahasa atau menyimpang dari pola umum. Penyimpangan tersebut merupakan

daya tarik sebuah karya sastra yang merupakan cerminan dari gaya bahasa

ataupun kekhasan pengarang.

Nyoman Kutha Ratna (2009:13-15) mengungkapkan bahwa dikaitkan

dengan relevansinya, sebagai kekhasan itu sendiri, bahasa yang diciptakan dengan

sengaja, bahkan sebagai bahasa yang artifisial, maka stilistika pada umumnya

dibatasi pada karya sastra. Lebih khusus lagi adalah karya sastra jenis puisi.

Nyoman juga mengungkapkan bahwa dominasi penggunaan bahasa yang khas

dalam karya sastra diakibatkan oleh beberapa hal, sebagai berikut:

a. Karya sastra mementingkan unsur keindahan.

b. Dalam menyampaikan pesan karya sastra menggunakan cara-cara tak

langsung, seperti: refleksi, refraksi, proyeksi, manifestasi, dan representatif.

c. Karya sastra adalah curahan emosi, bukan intelektual.

Berdasarkan pengertian dia atas, penulis menyimpulkan bahwa stilistika

merupakan ilmu yang di gunakan untuk mengkaji gaya dan ekspresi kebahasaan

yang dituangkan ke dalam sebuah karya sastra.

2. Pengulangan Bunyi (Purwakanthi)

Purwakanthi mempunyai pengertian sebagai pengulangan bunyi, baik

konsonan, vokal, ataupun kata yang telah tersebut pada bagian depan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

10

(Padmosoekotjo, 1953 dalam Prasetya Wisnu, 2003: 60). Purwakanthi ada tiga

jenis sebagai berikut.

a. Asonansi (Purwakanthi swara) adalah semacam gaya bahasa retoris yang

sama berdasarkan langsung dan tidaknya makna yang berwujud bunyi vokal yang

sama.

Contoh: Sawise sakabehe prastawa, sing ngremukake jiwa

raga.(ASR/P2/56/5)

„setelah semua peristiwa, yang meremukan jiwa raga

Pada contoh diatas terdapat asonansi atau purwakanthi swara [a] dengan

bunyi vokal [O] yaitu pada kata prastawa „peristiwa‟ yang terletak pada kata

ketiga unsur langsung pertama, kata jiwaraga „jiwa raga‟ yang terletak pada

kalimat keenam dan ketujuh unusur langsung kedua.

b. Aliterasi (purwakanthi sastra) adalah repetisi bunyi awal pada kata-kata

yang berbeda, biasanya berupa konsonan (Cumming dan Simmons dalam Sutarjo,

2002:62) atau secara umum aliterasi adalah initial rhyme „rima awal‟, jadi tidak

sekadar bunyi konsonan, tapi dapat pula bunyi vokal (Reaske, dalam Sutarjo,

2002:62). Contoh purwakanthi sastra (aliterasi) sebagai berikut:

Contoh: Sun sayang marang Sekar(ASR/P1/1/6)

„ Sun sayang terhadap Sekar‟

Pada data di atas terdapat purwakanthi sastra atau aliterasi [s] pada kata

sun „sun‟, sayang „sayang‟, dan Sekar „Sekar‟. Ketiganya terletak pada suku kata

pertama kalimat pertama, kedua dan keempat agar kata-kata terdengar lebih

ritmis.

c. Lumaksita (purwakanthi basa) adalah bentuk pengulangan berdasarkan

persamaan kata, suku kata akhir dengan suku kata awal yang bertuturan atau

persamaan huruf akhir dengan huruf awal yang berturut-turut dalam suatu

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

11

bait/baris tembang. Purwakanthi basa adalah pengulangan, suku kata, kata atau

frase yang letaknya di depan, tengah dan akhir satuan lingual yang kesemuanya

itu untuk memberi suasana estetis/indah (Sutarjo, 2002:125). Perulangan bunyi,

suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi

tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai disebut repetisi (Gorys Keraf,

2002:124-145). Jenis-jenis repetisi (Gorys Keraf, 2002:127-128):

1) Epizeuksis, yaitu repetisi yang bersifat langsung, artinya kata yang

dipentingkan diulang beberapa kali berturut-turut.

Contoh: Pancen tenan. ing Semarang sawise oleh kanca-kanca anyar,

swasana kampus sing uga beda karo Yogya lan srawung karo

kanca-kanca anyar kanthi pakulinan-pakulinan sing uga

anyar,...(ASR/P2/28/7)

„Memang benar. di Semarang sehabis mendapat teman-teman

baru, suasana kampusyang juga berbeda dari Yogya dan kenal

dengan teman-teman baru dengan kebiasaan-kebiasaan yang

juga baru,...‟

Pada diatas menunjukkan adanya repetisi epizeuksis, yaitu perulangan

kata yang dipentingkan beberapa kali secara langsung. Dalam hal ini kata

anyar „baru‟ diulang sebanyak tiga kali.

2) Tautoses, yaitu repetisi atas sebuah kata berulang-ulang dalam sebuah

kontruksi.

3) Anafora, yaitu repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris

atau kalimat berikutnya.

Contoh: Ora ana owah-owahan...

Ora ana owah-owahaning nggon sikap utawa tindak tanduk

liyane.(ASR/P8/81/8)

„tidak ada perubahan...‟

„tidak ada perubahan disikap atau perilakunya‟

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

12

Pada data diatas menunjukan adanya repetisi anfora, kata Ora ana owah-

owahan „tidak ada perubahan‟ diulang sebanyak dua kali yang terletak di awal

kalimat.

4) Epistrofa, yaitu repetisi yang berwujud perulangan kata atau frasa pada akhir

baris atau kalimat berurutan.

Contoh: Tegese ayu banget ora, elek banget uga ora(ASR/P1/3/9/)

„artinya cantik sekali tidak, jelek juga tidak‟

Pada data di atas menunjukan adanya pengulangan kata ora „tidak‟ di

akhir kalimat. Perulangan tersebut bertujuan memeberikan penjelasan

mengenai cantik yang standar.

3. Diksi

Diksi atau pilihan kata adalah kejelasan lafal untuk memperoleh efek

tertentu dalam berbicara di depan umum atau dalam karang mengarang (Harimurti

Kridalaksana, 2001:440). Penggunaan diksi bertujuan untuk mendapatkan

kepuitisan, dan mendapatkan nilai estetik (Pradopo, 2005 dalam Abdul Asis,

2010:104)

Diksi atau pilihan kata dilakukan untuk memperoleh efek tertentu dalam

menulis. Diksi atau pilihan kata dalam novel Alun Samudra Rasa karya Ardini

Pangastuti Bn terlihat adanya sinonimi, antonimi, panyudaning swara atau

abreviasi, panambahing swara (wauwuh), tembung saroja, tembung garba,

tembung entar, paribasan, bebasan, saloka, kosakata bahasa Indonesia, bahasa

Asing dan penanda morfologi ragam literer.

a. Sinonim

Sinonim yaiku rong tembung utawa luwih kang awujud lan panulisane

beda, nanging nduwe teges padha, utawa meh padha „sinonim yaitu dua kata atau

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

13

lebih yang wujud dan penulisannya berbeda, tetapi memiliki makna yang sama,

atau hampir sama‟ (Sry Satriya Wisnu Sasangka, 2013:203).

Menurut Verhaar dalam Abdul Chaer (2002:82) sinonim adalah ungkapan

(bisa berupa kata, frase, atau kalimat) yangmaknanya kurang lebih sama dengan

yang lain. Didalam puisi sinonimi berfungsi memberi penekanan kepada makna

kata tertentu seperti yang dimaksud oleh si penyair (Siswantoro, 2010:90)

Contoh :Sebab senajan negara agraris, olah tani utawa tetanen wis kurang

diminati dening para kadang tani, mligine saperangan tlatah Jawa.

(ASR/P1/5/10/)

„ Sebab meskipun negara agraris, olah tani atau bertani sudah kurang

diminati oleh para tetani, khususnya sekitar tanah Jawa‟

Pada data di atas menunjukan persamaan kata, yaitu pada kata olah tani

„olah tani‟ yang sepadan dengan kata tetanen „bertani‟. Kesepadan kata tersebut

terletak dalam unsur langsung kedua pada kalimat olah tani utawa tetanen wis

kurang diminati dening para kadang tani.

b. Antonim

Antonim yaiku tembung, frase, utawa ukara kang duwe teges, walikan

karo tembung frase, utawa ukara liyane „antonim yaitu kata, frase, atau kalimat

yang memiliki makna yang berlawanan dengan kata, frase, atau kalimat

lainnya‟(Sry Satriya Wisnu Sasangka, 2013:205).

Contoh: Dheweke banjur nudingi nganggo mripate marang bocah loro

lanang wadon nganggo sragam SMA sing boncengan sepeda

motor matic. (ASR/P1/8/11/)

„Dia kemudian menuding dengan matanya kepada dua anak laki-

laki dan perempuan memakai seragam SMA yang berboncengan

sepeda motor matic.

Data di atas terdapat adanya penggunaan antonimi yaitu pada kata lanang

wadon „laki-laki perempuan‟.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

14

c. Panyudaning Swara atau Abreviasi

Panyudaning swara atau abreviasi ing sawijining tembung bisa

dibedakake dadi telu, yaiku aferesis, sinkop, lan apokop. Abreviasi iki ana uga

kang ngarani plutan (tembung plutan) (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka,

2011:20-21) „pengurangan suara atau abreviasi dalam salah satu kata dapat

dibedakan menjadi tiga, yaitu aferesis, sinkop, dan apokop. Abreviasi ada juga

yang menyebutnya plutan (tembung plutan)‟.

Tembung Plutan yaiku tembung sing diringkes cacahing wandane

„tembung plutan yaitu kata yang diringkas/dikurangi jumlah suku katanya‟ (S.

Hadiwirodarsono, 88).

Macam panyudaning swara atau abreviasi akan dibahas di bawah ini.

1) Aferesis

Aferesis yaiku sudane swara ing wiwitane tembung. Sanadyan

mengkono, surasane tembung ora nganti owah (Sri Satriya Tjatur Wisnu

Sasangka, 2011:20-21) „aferesis yaitu berkurangnya suara di awal kata.

Meskipun demikian maksud dari kata tersebut tidak sampai berubah‟.

Contoh: Pak Paimin mung mlengeh. (ASR/P1/4/12)

„Pak Paimin hanya tersenyum‟

Data di atas menunjukan adanya pengurangan suku kata dari kata amung

„hanya‟ menjadi mung. Pengurangan kata tersebut bertujuan untuk

keefektifan penggunaan kata untuk menyebut secara cepat.

2) Sinkop

Sinkop yaiku sudane swara ing tengah tembung. Sanadyan ana sesudan

swara ing tengah tembung, surasaning tembung ora owah (Sri Satriya Tjatur

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

15

Wisnu Sasangka, 2011:20-21) „sinkop yaitu berkurangnya suara di tengah

kata. Meskipun ada pengurangan ditengah kata, makna kata tidak berubah‟.

3) Apokop

Kang sinebut apokop yaiku sudane swara ing pungkasaning tembung.

Sanadyan ana sesudan swara ing pungkasaning tembung, surasane tembung

babar pisan ora owah (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011:20-21)

„apokop yaitu berkurangnya suara di akhir kata. Meskipun ada pengurangan

suara di akhir kata, makna kata sama sekali tidak berubah‟.

d. Panambahing Swara

Panambahing swara ing sawijini tembung bisa dibedakake dadi telu, yaiku

protesis, epentesis, lan paragog (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011:19)

„penambahan suara di dalam sebuah kata bisa dibedakan menjaadi tiga, yaitu

protesis, epentesis, dan paragog‟.

1) Protesis

Protesis yaiku tambahe swara ing wiwitane tembung kang ora nganti

ngowahi surasane tembung (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011:19)

„protesis yaitu penambahan suara di awal kata tanpa merubah makna kata‟.

2) Epentesis

Epentesis yaiku tambahe swara ing tengah tembung. Sanadyan ing tengah

tembung tinambahan utawa sineselan swara, surasaning tembung ora nganti

owah (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011:20) „epentesis yaitu

penambahan suara di tengah kata. Meskipun di tengah kata ditambahi atau

diselipkan suara, makna kata tidak sampai berubah‟.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

16

3) Paragog

Paragog yaiku tambahe swara ing pungkasane tembung nanging surasane

tembung ora nganti owah (Sri Satriya Tjatur Wisnu Sasangka, 2011:20)

„paragog yaitu penambahan suara di akhir kata tetapi makna kata tidak

sampai berubah‟.

e. Tembung Saroja

Tembung Saroja yaiku tembung loro kang dirangkep dadi siji. Loro-lorone

tembung iku duwe teges meh padha „ tembung saroja adalah dua kata yang

dirangkap menjadi satu. Kata tersebut dua-duanya mempunyai arti yang hampir

sama‟ (S. Hadiwirodarsono, 84).

Contoh: marang mobah mosiking swasana. (ASR/P1/1/13)

„terhadap hiruk pikuknya suasana‟

Data di atas menunjukan dua kata yang dirangkap menjadi satu dan

keduanya mempunyai arti hampir sama, yaitu pada kata mobah mosiking‟ „hiruk

pikuk‟.

f. Tembung Garba

Tembung garba, tegese tembung rerangken, tembung sesambungan,

tembung kang kadadean saka gandenge tembung loro utawa luwih „tembung

garba adalah rangkaian kata, gabungan kata, kata yang terbentuk berasal dari

gabungan dua kata atau lebih‟ (S. Padmosoekotjo, 29).

Nggarba tembung „menggarba kata‟ maksudnya menggabungkan dua kata

atau lebih, perlunya untuk mengurangi jumlah suku kata. Tembung Garba dalam

NASR tidak sebanyak ditemukan pada sebuah tembang. Wajarnya persandian

ditemukan pada kasusastraan berbentuk tembang. Ketika terdapat guru gatra

„jumlah baris‟ yang berlebih guru wilangannya „suku kata‟, penulisan bisa dengan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

17

cara mengurangi jumlah suku kata itu sebagai sarana persandian dua kata atau

lebih yang terletak pada baris tersebut.

g. Tembung Entar

Entar mempunyai arti 1. Silihan „pinjaman‟, 2. Lunga„pergi‟, mangkat

„berangkat‟, bablas „langsung/terus tidak berhenti‟. Tembung entar, tegese

tembung silihan. Tembung kang ora kena ditegesi mung sawantahe bae „tembung

entar adalah peminjaman kata. Kata yang tidak boleh diartikan apa adanya.

Menurut maknanya entar maksudnya: makna kata tidak boleh dimaknai

apa adanya, karena makna yang terselip tidak selugunya, mempunyai arti kiasan.

Jelasnya makna tersebut sesuai dengan yang baku, selugunya, dan sebenarnya.

h. Paribasan

Paribasan , unen-unen kang adjek panggonane, mawa teges entar, ora ngemu

surasa pepindan „peribahasa yaitu tuturan yang tidak dapat diubah atau tetap pada

tempatnya, termasuk golonganentar „meminjam kata‟, tidak mempunyai maksud

untuk mengibaratkan (S. Padmosoekotjo, 40).

Contoh: Senajan nasip mahanani aluring crita dadi beda, dheweke lan

Pram kudu nempuh dalan dhewe-dhewe, ning tresna sing wis

kebacut ngoyot iku tetep ora bisa dipunthes ngono wae.

Paribasane tetep urip ngrembaka senajan diseleh ing pot sing

beda.(ASR/P26/ 283/14)

„Meskipun nasib menyebabkan alur cerita menjadi berbeda, dia

dan Pramharus menempuh jalan sendiri-sendiri, tetapi cinta yang

sudah terlanjur mengakaritu tetap tidak bisa dipupus begitu saja.

Peribahasanya tetap dapat hidup berkembang meskipun

ditempatkan di pot yang berbeda‟

Data diatas menunjukan penggunaan ungkapan tetep urip ngrembaka

senajan diseleh ing pot sing beda „tetap dapat hidup berkembang meskipun

ditempatkan di pot yang berbeda‟ yang mempunyai pengertian, bahwasannya

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

18

cinta antara Intan dan Pram tetap akan ada dan bahkan dapat berkembang

meskipun keduanya tau bahwa mereka tidak dapat bersatu.

i. Bebasan

Bebasan, unen-unen kang ajeg panggonane, mawa teges entar, ngemu

surasa pepindhan „Bebasan yaitu tuturan yang tetap pada tempatnya atau tidak

dapat diubah, tergolong entar „meminjam kata‟, bermaksud mengibaratkan (S.

Padmosoekotjo, 46).

Bebasan, biasanya termuat di kasusastraan, ungkapan yang diibaratkan

adalah keadaan atau sifat seseorang. Orang yang diibaratkan juga termasuk di

dalamnya, tetapi yang lebih diutamakan itu “keadaan, perilakunya”. Keadaan

lebih diutamakan untuk diibaratkan, atau kalau jika sifat dan perilaku manusia itu

diibaratkan penyebutannya terletak di depan.

j. Saloka

Saloka iku kalebu tembung entar, nanging unen-unenne ora kena owah,

ora kena diganti, kudu ajeg panggonane, sarta mawa surasa pepindhan „Saloka

itu tergolong kata entar, tetapi tuturannya tidak boleh berubah, tidak boleh

diganti, harus tetap pada tempatnya, serta bermaksud mengibaratkan (S.

Padmosoekotjo, 52).

Berbeda dengan bebasan, yang diibaratkan dalam saloka adalah

“orangnya”. Tentu saja watak atau keadaan “orangnya”, maka kata yang berisi

pengibaratan orang (barang) terletak di depan.

k. Kosakata Bahasa Indonesia

Dalam novel “Alun Samudra Rasa” ada beberapa kata yang menggunakan bahasa

Indonesia. Dalam novel maupun teks berbahas Jawa bisa jadi disisipkan kata atau

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

19

frasa berbahasa Indonesia dengan tujuan agar lebih komunikatif dan mudah di

pahami.

Contoh: ...Pak Paimin, sopir perusahaan sing biasa antar jemput

dheweke .(ASR/P1/2/15/)

„...Pak Paimin, sopir perusahaan yang biasa antar jemput

dirinya.‟

Data di atas menunjukan pemakaian kosakata berbahasa Indonesia yaitu

pada kata antar jemput „antar jemput‟.

l. Kosakata Bahasa Asing

Bahasa asing bisa saja di masukkan kedalam teks berbahasa Jawa berupa frasa

atau kata karena kata akan terdengar janggal jika menggunakan bahasa Jawa.

Contoh: Intan noleh. Dha-dha marang Sekar sing banjur dibales kanthi kiss

by dening bocah cilik iku. (ASR/P1/2/16/)

„ Intan menoleh. Da-da kepada Sekar yang langsung dibalas kiss by

oleh bocah kecil itu.‟

Data di atas menunjukan penggunaan kosakata asing yaitu pada kata kiss

by. Kiss by merupakan istilah memberikan cium jauh terhadap lawan bicaranya.

m. Penanda morfologi ragam literer

Morfologi merupakan salah satu bidang linguistik yang mengkaji kata atau

leksikon suatu bahasa. Dalam pembentukan sebuah kata dalam karya sastra novel

berbahasa Jawa terdapat bentuk-bentuk kata yang literer.

Sujono dan Endang Siti Saparinah (1988: 25-26) struktur ragam literer

bahasa Jawa, sebagaimana bahasa Jawa bukan literer dapat berupa morfem bebas

dan terikat. Contoh morfem bebas seperti: udan „hujan‟, panas „panas‟, golek

„mencari‟, dan lain sebagainya. Sedangkan untuk morfem terikat dapat berbentuk:

{pa-+-an}, {ka-+-an}, {a-}, {N-}, {-in-}, {-um}, {-ing}, {-ning}, {-ira} dan

sebagainya.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

20

Penanda morfologis ragam literer tersebut, dari segi bentuk literernya

dapat dipilah lagi menjadi bentuk literer yang berafiks dan bentuk literer yang

reduplikasi.

1) Bentuk literer yang berafiks

Afiksasi merupakan proses perubahan. Perubahan terjadi karena

pengimbuhan ater-ater „prefiks‟, seselan ‟infiks‟, panambang „sufiks‟, dan

imbuhan bebarengan „konfiks‟ tertentu.

2) Bentuk literer yang reduplikasi

Reduplikasi adalah proses dan hasil pengulangan satuan bahasa sebagai alat

fonologis atau gramatikal (Harimurti Kridalaksana, 2008:208). Aryo Bimo

Setiyanto (2007:81) mengatakan reduplikasi dalam bahasa Jawa disebut

tembung rangkep. Tembung rangkep dibedakan menjadi tiga macam: (a)

tembung dwilingga, (b) tembung dwipurwa, dan (c)tembung dwiwasana.

Berdasarkan cara mengulang bentuk dasarnya, proses pengulangan dapat

dibedakan atas 3 yaitu sebagai berikut:

1) Pengulangan seluruh/utuh, meliputi:

(a) Pengulangan seluruh bentuk dasarnya tanpa variasi fonem (Dwilingga

wutuh).

(b)Perulangan seluruh bentuk dasarnya dengan variasi fonem (Dwilingga

salin swara).

2) Perulangan sebagian suku pertama (Dwipurwa) dan perulangan sebagian

suku kedua (Dwiwasana).

3) Perulangan berkombinasi dengan pembubuhan afiks.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

21

4. Gaya Bahasa

Gaya bahasa berkaitan dengan aspek keindahan. Nyoman Kutha Ratna

(2009:22) berpendapat bahwa gaya bahasa adalah ekspresi linguistik, baik di

dalam puisi maupun prosa (cerpen, novel dan drama). Gaya bahasalah yang

menjadi unsur pokok untuk mencapai berbagai bentuk keindahan.

Menurut Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan

(2007), gaya bahasa terdiri dari empat macam, yaitu (1) majas perbndingan

(alegori, alusio, simile, metafora, antropomorfemis, sinestesia, antonomasia,

aptronim, metonemia, hipokorisme, litotes, hiperbola, personifikasi,

depersonifikasi, pars prototo, totum proparte, eufimisme, disfemisme, fabel,

parable, perifrase, eponym, dan simbolik), (2) majas penegasan (apofasis,

pleonasme, repetisi,parairama, aliterasi, paralelisme, tautologi, sigmatisme,

antanaklasis, klimaks, antiklimaks, iversi, retoris, ellipsis, korekio, sindeton,

interupi, eksklamasio, enumorasio, preterito, alonim, kolokasi, silepis, zeugma),

(3) majas pertentangan (paradoks, antitesis, oksimoron, kontradiksi interminus,

dan anakronisme), dan (4) majas sindiran (ironi, sarkasme, sinisme, satire, dan

innuendo).

Menurut Gorys Keraf (2002:113) pengertian gaya atau khususnya gaya

bahasa dikenal dalam retorika dengan istilah style. Pengertian gaya bahasa dapat

dibatasi, yaitu gaya pengungkapan pikiran melalui bahasa secara khas yang

memperlihatkan jiwa kepribadian penulis atau pemakai bahasa.

Harimurti Kridalaksana (2001:63) memberikan pengertian mengenai gaya

bahasa atau style adalah (1) pemanfaatan atas kekayaan bahasa oleh seseorang

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

22

dalam bertutur atau menulis; (2) pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh

efek-efek tertentu; (3) keseluruhan ciri-ciri bahasa sekelompok penulis sastra.

Jenis-jenis gaya bahasa menurut Gorys Keraf (2002:115-145) antara lain:

a. Segi nonbahasa, meliputi: berdasarkan pengarang, berdasarkan masa,

berdasarkan medium, berdasarkan subyek, berdasarkan tempat, berdasarkan

hadirin, berdasarkan tujuan.

b. Segi bahasa

1) Gaya bahasa berdasarkan pilihan kata dibedakan menjadi gaya bahasa

resmi, gaya bahasa tak resmi, dan gaya bahasa percakapan.

2) Gaya bahasa berdasarkan nada terdiri dari gaya sederhana, gaya mulia

dan bertenaga, dan gaya menengah.

3) Gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat terdiri dari klimaks, anti

klimaks, paralelisme, antitesis, dan repetisi.

4) Gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna meliputi:

(a) Gaya bahasa retoris meliputi aliterasi atau preterisio, apostrof,

asidenton, polisidenton, kiasmus, elipsis, eufemisme, litotes,

histeron proteron, pleonasme, dan tautologi, perifrasis, prolepsis

atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan

zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks, oksimoron.

(b) Gaya bahasa kiasan, meliputi: persamaan simile, metafora, alegori,

parabel, dan fabel, personifikasi atau prosopopoeia, alusi, eponim,

epitet, sinekdoke, metonimia, antonoia, hipalase, ironi, sinisme, dan

sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan pun atau paronomasia.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

23

Berikut ini dikemukakan beberapa penjelasan tentang gaya bahasa.

1. Asindenton

Asindenton adalah gaya yang berupa acuan, bersifat padat dimana beberapa

kata, frasa atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.

Contoh: “Yen ing rumah makan liyane piye? Pring Sewu, Lombok Abang,

Lombok cimpling, Seruni, apa ngendi kek,..(ASR/P17/180/17/)

„kalau di rumah makan yang lain gimana? Pring Sewu, Lombok

Abang, Lombok cimpling, Seruni, apa dimana gitu,..

2. Polisindenton

Gaya bahasa penegasan dengan menyebutkan beberapa benda, hal atau

keadaan secara berturut-turut dengan mempergunakan kata sambung.

Contoh: Sawise ngentekake cemilan lan ngombe putih, Intan banjur bali

mlebu kamarae, salin penganggo sarta dandan saperlune njur

jumangkah marani bapake ing teras.(ASR/P8/86/18/)

„Setelah menghabiskan cemilan dan minum air putih, Intan lalu

kembali masuk kamar, ganti baju serta dandan seperlunya lalu

berjalan mendekati bapaknya di teras‟

3. Perifrase

Perifrase adalah gaya bahasa perbandingan dengan mengganti sebuah kata

dengan beberapa kata atau kalimat. Gaya bahasa yang mempergunakan kata lebih

banyak dari yang diperlukan. Namun sebenarnya kata-kata yang berlebihan itu

dapat diganti dengan satu kata saja.

Contoh: Sajake kabeh wis padha turu kepati nalika Bregas bali saka

seneng-seneng ing cafe.(ASR/P4/38/19/)

„Sepertinya semua sudah pada tidur nyenyak saat Bregas pulang

dari senang-senang di cafe‟

4. Erotesis

Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang

dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan mencapai efek, yang lebih

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

24

mendalam dan penekanan yang wajar, dan sama sekali tidak menghendaki adanya

suatu jawaban (Gorys Keraf, 2002:134).

Contoh: Nanging Sekar Melur terus kepriye? Iku tansah dadi

pamikiran.(ASR/P3/33/20)

„Tetapi Sekar Melur terus bagaimana? Itu yang menjadi

pemikiran‟

5. Koreksio

Koreksio atau epanortosis merupakan gaya yang berwujud, mula-mula

menegaskan, tetapi kemudian memperbaikinya.

Contoh: Kuwi ora merga Mr. Tanaka naksir, nanging minangka “balas budi”,

sebab Intan tau “nylametake” perusahaan saka pangamuke para

karyawan sing nuntut undhak-undhakan bayar. (ASR/P1/5/21/)

„Itu bukan karena Mr. Tanaka suka, tetapi karena” balas budi”, karena

Intan pernah menyelamatkan perusahaan dari amukan para karyawan

yang menuntuk kenaikan gaji.‟

6. Hiperbol

Hiperbol (Gorys Keraf, 2002:135) yaitu gaya bahasa yang mengandung

pernyataan berlebihan, dengan membesar-besarkan suatu hal.

Contoh:“Aduh, Mbak Intan. Aku kuwatir yen sirahku mengko langsung

mbledhos krungu pangalembanane Mbak. (ASR/P1/10/22/)

„Aduh, Mbak Intan. Aku khawatir kalau kepalaku nanti langsung meletus

mendengar pujiannya Mbak,”

7. Simile

Simile ialah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain

dengan mempergunakan kata-kata pembanding. Simile adalah perbandingan yang

bersifat eksplisit. Perbandingan eksplisit mempunyai maksud bahwa ia langsung

menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Simile banyak menggunakan

kkata kadya, lir, kaya, kados, prasasat, bebasan, dan sebagainya (Gorys Keraf,

2002:138).

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

25

Contoh: Tangis sing kawit mau diampet iku pungkasane ambrol kaya bendungan

jebol (ASR/P3/24/23/)

„Tangis yang sejak tadi di tahan itu akhirnya tumpah seperti bendungan

jebol‟

8. Metafora

Metafora (Gorys Keraf, 2002:139) merupakan semacam analogi

membandingkan dua hal secara langsung, melainkan dalam bentuk yang singkat.

Contoh: Sawah lan tegal akeh sing padha disulap dadi alas beton.(ASR/P1/5/24/)

Sawah dan kebun banyak yang di sulap menjadi gedung.

9. Alegori

Alegori merupakan cerita singkat yang mengandung kiasan.

10. Parabel

Gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan perumpamaan dalam

hidup. Gaya bahasa ini terkandung dalam seluruh isi karangan. Dengan tersimpul

berupa pedoman hidup. Parabel (parabola) adalah kisah singkat dengan tokoh-

tokoh biasanya berupa manusia, yang selalu mengandung tema moral.

11. Personifikasi

Gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-

barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat-sifat kemanusiaan. Gorys

Keraf, 2002:140 personifikasi merupakan suatu corak khusus dari metafora, yang

mengiaskan benda-benda mati, bertindak, berbuat, berbicara seperti manusia.

Contoh: Jogede angin, tembang kewan iber-iberan.(ASR/P16/164/25/)

„jogetnya angin, tembang hewan berterbangan‟

12. Eufemisme

Eufemisme merupakan semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang

halus untuk menggantikan acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina,

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

26

menyinggung perasaan atau mensugestikan sesuatu yang tidak menyenangkan

(Gorys Keraf, 20014:132)

Contoh:Ayune Intan klebu standar kanggo ukuran wong Indonesia, mligine wong

Jawa. Tegese ayu banget ora, elek banget uga ora. (ASR/P1/3/26/)

„ Cantiknya Intan termasuk standar untuk ukuran orang Indonesia,

khususnya orang Jawa. Maksudnya cantik sekali tidak, jelek sekali juga

tidak‟

13. Sinekdoke

Gaya bagasa ini terdiri dari pars prototo (sebagian untuk keseluruhan) dan

totem to parte (keseluruhan untuk sebagian). Gaya bahasa itu sendiri merupakan

bahasa kiasan yang menyebutkan sesuatu bagian yang penting suatu benda (hal)

untuk benda atau hal itu sendiri.

Contoh: Wong jepang kuwi fanatik karo klambi bathik, nyonyahe, senajan ora

fanatik banget kaya si Mister, nanging uga seneng nganggo bathik.

(ASR/P2/17/27/)

„ Orang Jepang itu fanatik dengan baju batik, istrinya tidak fanatik sekali

seperti si Mister, tetapi juga suka memakai batik‟

14. Metonimia

Metonimia (Gorys Keraf, 2002:142) adalah gaya bahasa yang

mempergunakan kata untuk menyatakan suatu hal lain, karena mempunyai

pertalian yang sangat dekat. Hubungan itu dapat berupa penemu untuk hasil

penemuan, pemilik untuk barang yang dimiliki, akibat untuk sebab, sebab untuk

akibat, isi untuk menyatakan kulitnya, dan sebagainya.

Contoh: Dina iku uga Toyota Yaris werna abang metalik kuwi sida digawa bali

menyang omahe.(ASR/P2/19/28)

„ Hari itu juga Toyota Yaris warna merah metalik itu jadi dibawa pulang

ke rumahnya.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

27

15. Antonomasia

Antonomasia adalah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud

penggunaan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau

jabatan untuk menggantikan nama diri (Gorys Keraf, 2004:142).

16. Interupsi

Interupsi adalah agaya bahasa penegasan dengan mempergunakan kata-kata

atau bagian kalimat yang disisipkan di antara kalimat pokok guna lebih

memperjelas dan menekankan bagian kalimat sebelumnya.

Contoh: Intan Purnami, ibu putra siji, wanita karier sing ayu lan

enerjik.(ASR/P1/1/30/)

„Intan Purnami, ibu putra satu, wanita karir yang cantik dan enerjik‟

17. Sarkasme

Gaya bahasa sindiran yang paling kasar dengan mempergunakan kata-kata

tertentu yang cenderung tidak sopan.

Contoh: “Dasar lonthe! Plak...!” Tangane Bregas mampir ing pipine

Intan.(ASR/P1/23/31/)

„Dasar lonthe! Plak...!” Tangan Bregas mampir ke pipi Intan.

18. Simetri

Gaya bahasa yang menyatakan kalimat dengan kalimat yang lain tetapi

isinya sebanding.

5. Aspek Pencitraan

Citra adalah gambaran pengalaman indera yang diungkapkan melalui

bahasa. Sedangkan pencitraan adalah perwujudan dari pencitraan yang dilakukan

oleh seorang pengarang yang dipergunakan untuk melukiskan kualitas respon

indera baik secara harfiah maupun kiasan (Sutejo dan Kasnadi, 2009:176).

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

28

Pencitraan (imagery) atau gambaran angan-angan dalam puisi. Melalui

pencitraan, para penikmat puisi akan memperoleh gambaran yang jelas, suasana

khusus, atau gambaran yang menghidupkan alam pikiran dan perasaan penyairnya

(Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, 2011:179). Pencitraan dapat pula

diartikan sebagai cara membentuk citra mental pribadi/gambaran sesuatu

(Departemen Pendidikam dan Kebudayaan, 1966:192).

Menurut Sutejo (2010:21-24) citra dalam sebuah karya sastra meliputi:

a. Citra Penglihatan (Visual Imagery)

Citra penglihatan (visual imagery) adalah jenis pencitraan yang sering

menekankan pengalaman visual (penglihatan) yang dialami pengarang kemudian

diformulasikan ke dalam rangkaian kata yang sering kali metafisis dan simbolis.

Suatu ciri penglihatan yang memberi rangsangan kepada indera penglihatan

hingga hal-hal yang tak terlihat jadi seolah-olah terlihat (Sutejo, 2010:21).

Contoh: Intan migatekake raine ing njero kaca. Mripate katon mbendhul

lan abang amarga kesuwen ngempet tangis.(ASR/P2/26/32)

„Intan memeperhatikan wajahnya di dalam kaca. Matanya nampak

besar dan merah karena terlalu lama menahan tangis.‟

Data di atas terdapat pencitraan penglihatan yang mendeskripsikan tetang

wajah Intan saat menahan tangis.

b. Citra Pendengaran(Audio Imagery)

Citra pendengaran (audio imagery) adalah pelukisan bahasa yang

merupakan perwujudan dari pengalaman pendengaran (audio). Selain itu memberi

rangsangan kepada indera pendengaran sehingga mengusik imajinasi pembaca

untuk memahami teks sastra secara lebih utuh (Sutejo, 2010:22).

Contoh: Intan mung njegreg. Ora bisa kumecap. Jantunge dhag-dhig-dhug

ora karuan.(ASR/P8/89/33/)

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

29

„Intan hanya terdiam. Tidak bisa berkata-kata. Jantungnya dag-dig-

dug tidak karuan‟

Data di atas menunjukkan adanya citraan pendengaran yang dikuatkan

dengan kata dhag-dhig-dhug „dag-dig-dug‟ yang merupakan bunyi jantung

Intanyang secara spontan mengajak pembaca larut dalam cerita betapa jantung

Intan kala itu berdetak sangat keras ketika mendengar seseorang memanggil

namanya. Dan hanya Pram yang hanya memanggil nama dia dengan sebutan

Nami.

c. Citra Penciuman

Citra penciuman adalah penggambaran yang diperoleh melalui

pengalaman indera penciuman (Sutejo, 2010:23). Citraan ini mampu

membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang

lebih utuh atas pengalaman indera yang lain.

Contoh: Wangi mawar, arum melathi, saka mangsa kawuri.

(ASR/P9/90/34)

„bau mawar, harum melati, dari musim lalu‟

Data di atas menunjukkan adanya citraan penciuman. Citraan penciuman

yang digunakan dalam kata Wangi mawar, arum melathi, saka mangsa kawuri

„bau mawar, harum melati, dari musim lalu‟ mengimajinasikan pembaca tentang

pengalaman penggambaran masa lalunya yang indah seperti ketika mencium bau

wangi bunga mawar, dan harum bunga melati yang tentunya begitu wangi dan

artinya masa lalunya dahulu begitu indah.

d. Citra Perabaan (Tactil Imagery)

Citra perabaan (tactil imagery) adalah penggambaran atau pembayangan

dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan (Sutejo,

2010:24).

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

30

Contoh: Luwih-luwih nalika tangane nggrayangi pipine sing tilaskena

tangane sing lanang, sing isih nyisakake rasa lara campur panas.

(ASR/P3/24/35)

„lebih-lebih saat tangannya meraba pipi bekas tangan laki-lakinya,

yang masih menyisakan rasa sakit bercampur panas‟

Data di atas menunjukan penggunaan citra perabaan untuk

mendeskripsikan adegan perabaan yang terjadi di dalam alur cerita, ditunjukan

dengan adanya kata tangane nggrayangi pipine „tanggannya meraba pipinya‟.

Menunjukan tokoh Intan sedang meraba pipinya yang sakit, bekas tamparan dari

Bregas suaminya.

e. Citra Gerak (Movement Imagery)

Citra gerak (Movement imagery) adalah menggambarkan sesuatu yang

sesungguhnya tidak bergerak, atupun gambaran gerak pada umumnya (Sutejo,

2010:24). Citraan demikian dapat menggambarkan sesuatu lebih dinamis dalam

karya fiksi.

Contoh: “Dha... Bunda..?!”Kuwi swarane Mona sinambi ngangkat

tangane Sekar diajak dha-dha marang ibune. (ASR/P1/2/36)

„Daa...Bunda..?!” Itu suara Mona sambil mengangkat tangannya

Sekar untuk diajak da-da kepada ibunya.‟

Data di atas menunjukkan adanya citra gerak, berupa gerakan tangan yang

dilakukan oleh baby sister Sekar yaitu pada kata Dha... Bunda..?!”Kuwi swarane

Mona sinambi ngangkat tangane Sekar diajak dha-dha marang ibune

„Daa...Bunda..?!” Itu suara Mona sambil mengangkat tangannya Sekar untuk

diajak da-da kepada ibunya‟. Tangan Mona diangkat oleh baby sisternya untuk

diajak da-daa kepada ibunya yang akan berangkat ke kantor.

6. Ardini Pangastuti Bn dan Karyanya

Ardini Pangastuti Bn, lahir di Tulungagung, 16 November 1960. Cukup

lama beliau terjun dalam dunia sastra Jawa. Tahun 1993-1995, beliau mengemban

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

31

majalah bahasa Jawa dan mengasuh majalah kabudayan Jawa “Jawa Nilakandi”

sebagai Pemimpin Redaksi (2005-2007). Alun Samudra Rasa merupakan wujud

novel keempat yang sudah dibukukan. Novel yang pertama, Bumerang, disusul

Nalika Prau Gonjing lan Lintang. Novel lain yang belum dibukukan masih cukup

banyak, diantaranya: Kejiret Jaring Sutra, Tangis Biru, Rembulan Wungu, Kidung

sukma Larasing Jiwa, Pilihan dan lain sebagainya. Karya-karya tersebut sudah

pernah termuat menjadi cerita bersambung di majalah bahasa Jawa (Mekar Sari,

Djaka Lodang, lan Jaya Baya).

Selain menulis novel, Ardini juga sering menulis geguritan, cerkak, dan esai

yang tersebar di majalah Jaya Baya, Panyebar Semangat lan Djaka Lodang.

Nalika Srengenge Durung Angslup dan Kidung Jaman berwujud kumpulan

cerkak dan geguritan yang sudah di terbitkan menjadi buku. Sekarang Ardini aktif

di Sanggar Sastra Jawa Yogyakarta (SSJY) dan ikut mengemban majalah sastra

Jawa “Pagagan”, yang merupakan wujud majalah komunitas.

7. Pengertian Novel

Novel merupakan karya sastra yang dibangun dengan menggunakan sarana

bahasa (Teguh Supriyanto, 2014:14).

Clara (dalam Wellek & Warren, 1993:282) novel adalah gambaran

kehidupan dan perilaku nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis. Romansa

yang ditulis dalam bahasa yang agung dan diperindah, menggambarkan apa yang

tidak pernah terjadi dan tidak mungkin terjadi.

Novel dapat dibagi menjadi tiga golongan, yakni novel percintaan, novel

petualangan, dan novel fantasi. Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita

dan pria secara imbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

32

Novel petualangan merupakan jenis novel yang sedikit sekali memasukan peran

wanita. Sedangkan novel fantasi merupakan jenis novel yang bercerita tentang

hal-hal yang tidak realitas dan serba tidak mungkin dilihat dari pengalaman

sehari-hari (Sumardjo dan Saini, 1988:29).

F. Data dan Sumber Data

Data adalah bahan penelitian, atau lebih tepatnya bahan jadi penelitian

(Sudaryanto, 1990:9). Data menurut Edi Subroto (1992:34) adalah semua

informasi atau bahan yang disediakan oleh alam (dalam arti luas), yang harus

dicari/dikumpulkan dan dipilih oleh peneliti. Data terdapat pada segala sesuatu

yang dianggap relevan sesuai bidang dan sasaran penelitian. Data dapat terdapat

pada wujud pemakaian bahasa, pada diri orang perorangan atau masyarakat, pada

perilaku atau perbuatan perorangan atau masyarakat, pada semua kegiatan

masyarakat, pada alam apapun dengan segala fenomenanya. Data dapat berwujud

angka-angka, perkataan-perkataan, kalimat-kalimat, wacana-wacana, gambar-

gambar atau foto-foto, rekaman-rekaman, catatan-catatan atau arsip-arsip,

dokumen-dokumen, buku-buku. Penulis menyimpulkan bahwa data adalah bahan

penelitian sebagai sasaran yang akan dikaji.

Data penelitian ini adalah berupa tuturan baik yang dinarasikan oleh

pengarang maupun dialog antar pelaku, yang didalamnya terdapat aspek stilistika

seperti: pemanfaatan dan pemilihan aspek bunyi, diksi atau pemilihan kosakata,

penggunaan gaya bahasa, dan aspek pencitraan yang diambil dari novel Alun

Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn.

Kesimpulannya sumber data merupakan bahan mentah data atau asal-

muasalnya data lingual. Bahan mentah data yang dalam bentuk konkret tampak

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

33

sebagai segenap tuturan apapun yang dipilih oleh peneliti karena dipandang cukup

mewakili, sumber data merupakan penghasil atau pencipta data. Sumber data yang

digunakan dalam penelitian ini adalah novel Alun Samudra Rasa karya Ardini

Pangastuti Bn dengan jumlah halaman 341 lembar dan diterbitkan oleh Surya

Samudra di Yogyakarta (2015).

G. Metode dan Teknik

Metode adalah cara untuk mengamati atau menganalisis suatu fenomena,

sedangkan metode penelitian mencakup kesatuan dan serangkaian proses

penentuan kerangka pikiran, perumusan masalah, penentuan sampel data, teknik

pengumpulan data dan analisis data (Edi Subroto, 1992:31). Dalam metode

penelitian ini akan dijelaskan mengenai beberapa hal, antara lain: (1) jenis

penelitian, (2) sumber data dan data, (3) metode pengumpulan data, (4) metode

analisis data, dan (5) metode penyajian hasil analisis data.

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian

deskriptif adalah penelitian yang studi kasusnya mengarah pada

pendeskripsian secara rinci, mendalam, dan benar-benar potret kondisi apa

yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya dilapangan (Sutopo, 2002:11).

Data yang bersifat deskriptif tersebut dianalisis untuk membuat generalisasi

atau kesimpulan umum yang merupakan sistem atau kaidah yang bersifat

mengatur atau gambaran dari objek penelitian (Edi Subroto, 1992:7).

Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang penentuan

sampelnya dengan cara cuplikan atau nukilan yang juga disebut purposive

sampling, artinya sampel ditentukan secara selektif, sumber datanya

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

34

diarahkan kepada sumber data yang menghasilkan data secara produktif,

penting sesuai dengan permasalahan yang ditentukan tujuan penelitian, dan

teori yang digunakan (Sutopo, 2002:36). Penelitian kualitatif cenderung

menganalisis data secara induktif. Jadi, tidak mencari data untuk menguji

hipotesis, tetapi cenderung membuat generalisasi berdasarkan pada fakta yang

ada atau fenomena yang secara empiris hidup pada penutur-penuturnya.

Penelitian deskriptif kualitatif adalah penelitian yang

mendeskripsikan kondisi yang benar-benar terjadi di lapangan dengan

penentuan sampelnya ditentukan secara selektif menggunakan cara cuplikan

atau nukilan yang disebut purposive sampling, sehingga cenderung

menganalisis data secara induktif.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian terdiri dari alat utama dan alat bantu. Alat utama

adalah peneliti sendiri artinya kelenturan sikap peneliti mampu menggapai

dan menilai makna dari berbagai interaksi (Sutopo, 2002:35-36). Alat utama

dalam penelitian ini adalah kompetensi kebahasaan peneliti sendiri, dengan

ketajaman intuisi kebahasaan (lingual) peneliti mampu membagi data secara

baik menjadi beberapa unsur (Sudaryanto, 1993:31-32). Ketajaman intuisi

kebahasaan tersebut digunakan untuk menganalisis data yang berupa aspek

bunyi, diksi, gaya bahasa dan aspek pencitraan dalam teks novel Alun

Samudra Rasa karya Ardini Pangastuti Bn. Alat bantu dalam penelitian ini

adalah alat elektronik berupa komputer, laptop, handphone dan alat tulis

seperti buku, bolpoin, pensil dan penghapus.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

35

3. Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode adalah cara mendeteksi mengamati, dan menganalisis gejala yang

ada (Harimurti Kridalaksana, 2001:123). Pengumpulan data dalam penelitian ini

menggunakan metode simak. Metode simak atau penyimakan adalah metode

pengumpulan data dengan menyimak penggunaan bahasa (Sudaryanto, 1988:2).

Peneliti melakukan penyimakan secara seksama atau pemakaian bahasa yang

dipergunakan oleh Ardini Pangastuti Bn teks dalam novel Alun Samudra Rasa

karya.

Penggunaan metodek simak dengan teknik dasar yaitu teknik pustaka,

dalam pelaksanaanya dengan ditindaklanjuti menggunakan teknik catat. Data-data

dalam teks nov/el Alun Samudra Rasa tentang pemakaian bahasa yang diperlukan,

kemudian dilakukan pencatatan data pada kartu data yang telah disediakan.

Setelah data yang diperlukan terkumpul selanjutnya dilakukan klasifikasi data.

Pengklasifikasian data dilakukan berdasarkan aspek bunyi, diksi, gaya bahasa dan

pencitraan.

4. Metode Analisis Data

Analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengordinasikannya

dalam satu pola, kategori dan satuan uraian dasar. Menganalisis berarti memilah-

milah unsur yang membentuk suatu satuan lingual atau mengutarakan ke dalam

komponen-komponennya atau mengandung pengertian penentuan identitas suatu

satuan lingual. Penentuan identitas atau penyajian berdasarkan segi-segi tertentu

dari satuan lingual yang kita teliti (Edi Subroto, 1992:55). Dalam penelitian ini

data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode distribusional

(metode agih) untuk menganalisis aspek bunyi, diksi atau pilihan kata, dan

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

36

penanda morfologis. Metode padan digunakan untuk menganalisis gaya bahasa

dan pencitraan yang terdapat dalam teks novel Alun Samudra Rasa karya Ardini

Pangastuti Bn

Metode distribusional (metode agih) adalah metode analisis data yang alat

penentunya unsur dari bahasa yang bersangkutan itu sendiri (Sudaryanto,

1993:15). Menurut Edi Subroto (1992:64), metode distribusional adalah

menganalisis sistem bahasa atau keseluruhan kaidah yang bersifat mengatur

didalam bahasa berdasarkan perilaku atau ciri unsur bahasa itu dianalisis sesuai

perilaku bahasanya. Metode ini digunakan untuk menganalisis diksi, dan aspek

bunyi yang digunakan dalam teks novel Alun Samudra Rasa karya Ardini

Pangastuti Bn. Teknik dasar yang digunakan adalah teknik bagi unsur langsung

(BUL). Teknik ini digunakan untuk membagi satuan lingual data menjadi

beberapa unsur dan unsur-unsur yang bersangkutan dipandang sebagai bagian

yang membentuk satuan lingual yang dimaksud (Sudaryanto, 1992:15). Dari

satuan lingual yang dimaksud yang dimaksud itulah aspek-aspek kelitereran dapat

ditemukan.

Metode padan adalah metode yang alat penentunya sesuatu yang bersifat

di luar bahasa atau yang tidak terkait dengan bahasa. Alat penentu metode ini

adalah referent bahasa, organ atau alat ucap tertentu, bahasa atau lingual lain,

perekam atau pengawet bahasa (tulisan), dan lawan bicara (Edi Subroto, 1992:62).

Adapun teknik yang digunakan dalam metode ini adalah teknik PUP (pilah unsur

penentu) dengan daya pilah referensial dapat diketahui referen yang berupa tulisan

yang didalamnya memuat gaya bahasa dan aspek pencitraan. Metode padan

digunakan untuk menganalisis gaya bahasa dan pencitraan.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

37

Semua data yang berkaitan dengan masing masing aspek itu dikumpulkan

menjadi satu, kemudian diamati secara kritis dan mendalam selanjutnya di

klasifikasikan sesuai dengan permasalahan yang akan dicapai.

1. Pemanfaatan bunyi bahasa (Purwakanthi)

1) Purwakanthi Swara (asonansi) [e].

Apa jangkah keconggah ngranggeh angkah. (ASR/P22/230)

„apakah langkah mampu meraih arah‟

Data (10) asonansi suku tertutup [h] dengan variasi vokal [a], pada

kata jangkah „langkah‟ suku kata kedua, keconggah „tercapai‟ suku kata

ketiga, angkah „arah‟ suku kata kedua. Asonansi tersebut mendukung

keindahan dalam kalimat yang mempertandakan kegelisahan hati Intan.

2) Purwakanthi Sastra atau Aliterasi

“Saiki sithik-sithik Sekar wis bisa omongan nganggo bahasa

Jawa.”(ASR/P15/154/38)

„Sekarang sedikit-sedikit Sekar sudah bisa berbicara memakai

bahasa Jawa‟

Pada data diatas merupakan perwujudan purwakanthi sastra atau

aliterasi [s] pada kata saiki „sekarang‟ kata, sithik-sithik „sedikit-sedikit‟,

dan Sekar „Sekar‟ yang konsonan ketiganya terletak pada awal suku kata.

3) Purwakanthi Basa atau Lumaksita

“Saiki sithik-sithik wiwit di kulinakake nganggo bahasa Jawa

dening eyange...Saiki sithik-sithik Sekar wis bisa omongan nganggo

bahasa Jawa.”(ASR/P15/154/39/)

„Sekarang seikit-sedikit mulai dibiasakan memakai bahasa Jawa oleh

eyangnya...Sekarang sedikit-sedikit Sekar sudah bisa berbicara

memakai bahasa Jawa‟

Pada data diatas terdapat purwakanthi lumaksita yang berupa

perulangan kata saiki sithik-sithik „sekarang sedikit-sedikit. Perulangan

terjadi di awal kalimat

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

38

2. Diksi

1) Tembung Rangkep (Reduplikasi)

Kuwi sing isih dilimbang-limbang dening Intan lan perkara kuwi uga

cukup nganggu pikiran. (ASR/P5/55/40/)

„Itu yang masih ditimbang-timbang oleh Intan dan masalah itu juga

cukup mengganggu pikiran‟

Data diatas menunjukkan Reduplikasi dwilingga atau perulangan

bentuk kata dasar dengan penambahan prefiks {di-} yaitu pada kata

dilimbang-limbang „ditimbang-timbang‟ terbentuk dari prefiks {di-} +

limbang-limbang menjadi dilimbang-limbang „ditimbang-timbang‟.

2) Abreviasi (Aferesis)

“Adegan kaya iku meh dumadi ing saben esuk” (ASR/P1/3/41/)

„Adegan seperti tadi hampir terjadi setiap pagi‟

Pada data di atas terjadi pengurangan suku kata ameh „hampir‟

menjadi meh. Terdapat pula sufiks {-um-} pada kata dumadi „terjadi‟.

Terbentuk dari kata dadi „jadi‟ + {-um-} menjadi dumadi „jadi‟.

3) Afiksasi

“Bregas Jatmika, bojone arang-arang ana prei yen dina minggu.

Luwih kerep saba luar Jawa tinimbang ing kantore, ing

Semarang”(ASR/P1/5/42/)

„Bregas Jatmika, suaminya jarang ada libur di hari minggu. Lebih

banyak pergi keluar Jawa daripada di kantornya, di Semarang ‟

Terdapat proses infiksasi yaitu infiks {-in-} pada kata tinimbang

„daripada‟ terbentuk dari infiks {-in-} + timbang „daripada‟ menjadi

tinimbang.

3. Gaya Bahasa

“Aku kuwatir yen sirahku mengko langsung mbledhos krungu

pangalembanane Mbak,” aloke Siti Sundari sawise uwal saka

rangkulane Intan. (ASR/P1/10/43/)

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

39

„Aku khawatir kalau kepalaku nanti bakal langsung pecah

mendengar pujianmu Mbak,” kata Siti Sundari seusai lepas dari

dekapan Intan‟

Pada data di atas merupakan wujud gaya bahasa hiperbola, yaitu

melebih-lebihkan ungkapan yang ditandai dengan adanya kata mbledhos

„pecah‟ yang mempunyai maksud bukan kepalanya akan meledak atau

meletus tetapi takut menjadi besar kepala karena terlalu dipuji.

4. Aspek Pencitraan

Citraan Penglihatan

“Mripate katon urip lan lambene kaya-kaya tansah nyungging

esem.” (ASR/P1/3/44/)

„ Matanya terlihat hidup dan bibirnya seperti akan tersenyum‟

Data di atas terdapat citraan penglihatan, karena mampu

membangkitkan kualitas penglihatan, ditandai dengan kata matanya

terlihat hidup „matanya telihat hidup‟ dan kata nyungging esem

„tersenyum‟. Kata urip dan nyungging esem merupakan pendeskripsian

hasil citraan penglihatan.

5. Metode Penyajian Hasil Analisis Data

Dalam penyajian hasil penelitian ini menggunakan metode formal dan

metode informal. Metode formal adalah metode penyajian hasil analisis

dengan menggunakan lambang atau tanda-tanda. Tanda yang dimaksud

adalah tanda kurung (( )); tanda pengapit ejaan fonemis (/ /); dan tanda untuk

menyatakan terjemahan dari satuan lingual yang disebutkan sebelumnya

(„...‟). Metode penyajian informal yaitu perumusan dengan kata-kata biasa

atau sederhana agar mudah dipahami (Sudaryanto, 1993:145). Analisis

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - abstrak.ta.uns.ac.idabstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/C0112012_bab1.pdf · Penggunaan bahasa dalam suatu karya sastra merupakan ... Sejarah dan Nilai Tradisional

40

penyajian informal dalam penelitian ini mempermudah pemahaman terhadap

hasil analisis.

H. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari tiga bab yang

ketiganya membentuk satu kesatuan yang utuh. Adapun sistematika penulisan

penelitian ini yaitu sebagai berikut.

Bab I. Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,

tujuan penelitian, pembatasan masalah, manfaat penelitian, landasan teori, metode

penelitian, metode pengumpulan data, metode analisis data, metode penyajian

hasil analisis data, dan sistematika penulisan.

Bab II. Analisis data dan pembahasan yang meliputi deskripsi

pemanfaatan dan pemilihan aspek-aspek bunyi, diksi atau pemilihan kosakata,

penggunaan gaya bahasa dan aspek pencitraan.

Bab III. Penutup yang berupa uraian simpulan hasil analisis data dan saran

penulis sehubungan dengan hasil penelitian.