BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN -...

28
19 BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Desa Kebondowo 1. Letak Desa Kebondowo Desa dilihat dari pengertian geografis merupakan suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. 1 Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan cultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dengan unsur yang lainnya. 2 Desa Kebondowo terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa Kebondowo terdiri dari 7 dusun, yaitu: Dusun Kauman dengan 7 RT, Dusun Pundak dengan 9 RT, Dusun Kebonbawang dengan 8 RT, Dusun Kebonsari dengan 5 RT, Dusun Jrakah dengan 2 RT, Dusun Jambon dengan 3 RT, Dusun Kebondowo dengan 10 RT, Aspol (Asrama Polisi) dengan 3 RT, Asrama Yonzipur dengan 3 RT. Dengan demikian jumlah RT Desa Kebondowo sebanyak 50 RT. 3 Desa ini terletak 50 km arah selatan dari pusat Kota Semarang atau ± 10 km dari Kota Salatiga. Luas wilayah Desa Kebondowo adalah 691, 602 ha. Wilayah tersebut terdiri dari luas rawa 250 ha, tanah TNI 70 ha, tanah Aspol 17 ha, tanah pertanian 36 ha, tanah pekarangan 52 ha. Pembagian luas wilayah Desa Kebondowo 1 R. Bintaro., Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980), hlm. 11. 2 Ibid., hlm. 12. 3 Monografi Desa Kebondowo

Transcript of BAB II DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN -...

19

BAB II

DEKSRIPSI WILAYAH PENELITIAN

A. Keadaan Geografis Desa Kebondowo

1. Letak Desa Kebondowo

Desa dilihat dari pengertian geografis merupakan suatu hasil perpaduan

antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya.1 Hasil dari

perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan di muka bumi yang

ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik, dan cultural

yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dengan unsur yang lainnya.2

Desa Kebondowo terletak di Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang,

Provinsi Jawa Tengah. Desa Kebondowo terdiri dari 7 dusun, yaitu: Dusun

Kauman dengan 7 RT, Dusun Pundak dengan 9 RT, Dusun Kebonbawang dengan

8 RT, Dusun Kebonsari dengan 5 RT, Dusun Jrakah dengan 2 RT, Dusun Jambon

dengan 3 RT, Dusun Kebondowo dengan 10 RT, Aspol (Asrama Polisi) dengan 3

RT, Asrama Yonzipur dengan 3 RT. Dengan demikian jumlah RT Desa

Kebondowo sebanyak 50 RT.3 Desa ini terletak 50 km arah selatan dari pusat

Kota Semarang atau ± 10 km dari Kota Salatiga.

Luas wilayah Desa Kebondowo adalah 691, 602 ha. Wilayah tersebut

terdiri dari luas rawa 250 ha, tanah TNI 70 ha, tanah Aspol 17 ha, tanah pertanian

36 ha, tanah pekarangan 52 ha. Pembagian luas wilayah Desa Kebondowo

1 R. Bintaro., Interaksi Desa Kota Dan Permasalahannya, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1980), hlm. 11.

2 Ibid., hlm. 12.

3 Monografi Desa Kebondowo

20

Gambar 1Peta Desa Kebondowo

Sumber: Balai Desa Kebondowo

21

Gambar 2Peta Kecamatan Banyubiru

Sumber: BPS Kabupaten Semarang

22

dapat kita lihat bahwa wilayah paling luas di Desa Kebondowo adalah wilayah

rawa, sedangkan untuk wilayah pertanian hanya memiliki luas ± 1/6 dari luas

wilayah rawa. Hal tersebut tentunya tidak sepadan, dengan banyaknya warga desa

yang berprofesi sebagai petani. Batas-batas Desa Kebondowo yakni:

a. Sebelah Utara: Desa Banyubiru,

b. Sebalah Selatan: Desa Kemambang,

c. Sebelah Timur: Desa Rowoboni, Tegaron, dan

d. Sebelah Barat: Desa Banyubiru.4

Desa Kebondowo sangat mudah dijangkau, baik dengan transportasi

umum ataupun pribadi. Kondisi jalan di Desa Kebondowo terdiri dari jalan

beraspal sepanjang 15 km, serta jalan makadam5 sepanjang 3 km. Jalan yang

melewati Desa Kebondowo merupakan jalur yang ramai, karena merupakan jalur

alternatif dari Ambarawa menuju Kota Salatiga.

Ditinjau dari segi topografi, Desa Kebondowo berada di ketinggian ± 500

m Dari Permukaan Laut. Desa Kebondowo merupakan dataran tinggi yang subur,

yang dikelilingi oleh bukit, gunung, serta dialiri oleh Sungai Klegung yang

menjadi batas wilayah dengan Desa Banyubiru. Desa Kebondowo merupakan

desa yang sejuk dengan suhu udara rata-rata 24ºC sampai dengan 29ºC, dengan

curah hujan sekitar 2000 mm per tahun. Keadaan lahan atau tanah di Desa

Kebondowo berwarna kemerah-merahan, memiliki tekstur liat dan subur. Desa

Kebondowo sebagian besar wilayahnya berupa tanah basah, tanah sawah dan

4 Monografi Desa Kebondowo, Dari Balai Desa Kebondowo.

5 Makadam adalah jalan yang terbuat dari batu yang di tata dengan rapi.

23

tanah rawa, yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar rawa sebagai lahan

pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan serta pertambakan.6

2. Pola Perkampungan

Pola perkampungan yang ada di Desa Kebondowo memiliki model

pemukiman yang berbeda-beda. Perkampungan yang ada di dekat jalan raya

memiliki model perkampungan yang padat dan mengelompok, namun ada pula

pola perkampungan yang menyebar, di mana dari sekumpulan rumah warga

merupakan satu Rukun Tetangga.

Pola perkampungan yang menyebar ini disebabkan karena masih

banyaknya tegalan.7 Dari banyaknya tegalan yang ada disekitar rumah warga,

biasanya mereka memiliki pekarangan dan hewan ternak yang dikelilingi pagar.

Pekarangan penduduk biasanya ditanami tanaman yang keras, seperti: jati, duren,

rambutan, salak, dan lain sebagainya, sedangkan untuk binatang ternak biasanya

ayam, bebek, dan kambing.8

Rumah penduduk Desa Kebondowo secara fisik sudah banyak yang

permanen yaitu terbuat dari batu bata, namun ada juga rumah yang masih semi

permanen dan belum permanen. Bentuk rumah yang sudah permanen biasanya

berupa bangunan yang meniru bangunan-bangunan yang berada di kota-kota

maju.

6 Monografi Desa Kebondowo, dari Balai Desa Kebodowo.

7 tegalan adalah tanah perkebunan milik warga yang berada dekat dengan rumah dengan area yang luas.

8 Wawancara dengan Bapak Saiful selaku pegawai Balai Desa Kebondowo, tanggal 21 April 2016, di Balai Desa Kebondowo, pukul 10.00.

24

B. Kondisi Demografi Desa Kebondowo

1. Jumlah Penduduk

Penduduk merupakan jumlah orang yang tinggal di suatu wilayah pada

waktu tertentu dan merupakan hasil-hasil proses demografi yaitu, fertilitas,

moralitas, dan migrasi. Komposisi penduduk menggambarkan susunan penduduk

yang dibuat berdasarkan pengelompokan penduduk menurut karakteristik-

karakteristik yang sama. Beragam pengelompokan dapat dibuat seperti atas dasar

etnis, agama, kewarganegaraan, bahasa, pendidikan yang disesuaikan umur, jenis

kelamin, dan golongan pendapatan.9

Jumlah penduduk Indonesia yang tinggi merupakan modal yang bagus

untuk pembangunan nasional, karena dengan jumlah penduduk yang begitu besar

dan sumber daya manusia yang potensial akan membatu memperlancar

pertumbuhan pembangunan nasional. Namun hal tersebut akan menjadi sebuah

masalah ketika pertumbuhan penduduk yang begitu cepat tidak diimbangi dengan

lahan pekerjaan yang luas. Hal ini akan sangat berpengaruh terhadap masalah

angkatan kerja, karena penduduk merupakan tambahan suplai tenaga kerja. Hal ini

sama seperti yang terjadi di Desa Kebondowo di mana laju pertumbuhan

penduduk begitu cepat namun lahan pekerjaan tidak begitu luas, dikarenakan

lahan pertanian yang ada di Desa Kebondowo mulai terbatas luasnya, sehingga

pekerjaan dibidang pertanian semakin berkurang. Hal ini menyebabkan terjadinya

tekanan penduduk (population pressure) yaitu ketidakseimbangan antara jumlah

9 Said Rusli., Pengantar Ilmu Kependudukan, (Jakarta:LP3ES, 1983), hlm. 35.

25

manusia dengan alat pemeliharaan hidup.10 Dari sekian banyak penduduk di

Indonesia sebagian besar bermukim di daerah pedesaan di Jawa. Sehingga dapat

dikatakan bahwa kepadatan penduduk Indonesia berpusat di pedesaan Jawa.11

Namun, kepadatan tersebut justru akan mendatangkan masalah seperti

pengangguran, kerawanan sosial, kurangnya lapangan kerja, dan lain

sebagainya.12 Tenaga dalam masyarakat merupakan faktor yang potensial secara

keseluruhan. Jumlah penduduk Indonesia terlalu besar dalam menentukan

percepatan laju pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut cukup baik jika dilihat

melalui pengukuran pendapatan perkapita. Selain itu, kesempatan yang tersedia

dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan

ekonomi.13 Jumlah penduduk Desa Kebondowo dapat kita lihat melalui tabel.

Penulis menggunakan tabel jumlah penduduk berdasarkan usia ini dengan

tujuan untuk mengetahui usia produktif penduduk Desa Kebondowo sebagai

tenaga kerja dan juga sebagai tolak ukur antara jumlah perkembangan penduduk

Desa Kebondwo dengan lapangan kerja yang tersedia di Desa Kebondowo. Tabel

jumlah penduduk Desa Kebondowo berdasarkan usia dapat kita lihat seperti

berikut:

10 Soedigdo Hardjosudarmo., Kebijaksanaan Transmigrasi, Dalam Rangka Pembangunan Masyarakat Desa Di Indonesia, (Jakarata: Bharata, 1965), hlm.28.

11 Koenjaraningrat., Kebudayaan Jawa, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), hlm. 14.

12 James. T. Fawcett., Psikologi dan Kependududak, Masalah-masalah Tingkah Laku dalam Fertilitas dan Keluarga Berencana, (Jakarta: Radjawali Press, 1984), hlm. 15.

13 Yudo Swasono, dan Endang Sulistyaningsih., Metode Perencanaan Tenaga Kerja, (Yogyakarta: BPFE, 1987), hlm. 3.

26

Tabel 1Jumlah Penduduk Desa Kebondowo Berdasarkan Usia

NO Usia Tahun2004 2005 2006 2007 2008 2009 2011

1 0 – 4 411 415 417 419 417 389 5382 5 – 9 589 591 596 598 629 658 6003 10 – 14 521 512 527 529 545 558 5324 15 – 19 539 542 545 547 527 505 4865 20 – 24 617 620 625 626 580 474 4696 25 – 29 587 590 595 597 674 699 5847 30 – 34 634 637 624 644 605 564 6158 35 – 39 524 526 530 532 535 538 5159 40 – 44 471 476 479 481 468 422 51810 45 – 49 381 384 387 388 295 257 42211 50 – 54 307 309 312 312 198 141 42512 54 – 59 179 181 182 182 94 39 27613 60 + 737 742 747 749 1.106 1.474 69014 Jumlah 6.506 6.537 6.584 6.604 6.673 6.718 6.670

Sumber: BPS Kabupaten Semarang

Dari data di atas dapat kita lihat pertumbuhan penduduk yang terjadi di

Desa Kebondowo selalu mengalami peningkatan. Peningkatan paling tinggi

terjadi pada 2007-2008 dengan peningkatan penduduk sebanyak 69 jiwa. Bagi

penduduk Desa Kebondowo kelompok umur 15-60 tahun merupakan kelompok

umur produktif. Kelompok umur ini merupakan penduduk yang mempunyai

pekerjaan dan yang tidak memiliki pekerjaan tetapi secara aktif maupun pasif

berusaha bekerja.

2. Mata Pencaharian

Mayoritas mata pencaharian penduduk asli Desa Kebondowo adalah

petani, dan juga para pencari ikan rawa. Banyaknya profesi warga sebagai petani

pernah menjadikan Desa Kebondowo merupakan salah satu desa penghasil beras

27

terbesar yang ada di Kecamatan Banyubiru. Seiring dengan zaman yang semakin

berkembangan, mata pencaharian penduduk Desa Kebondowopun menjadi

semakin beragam. Masyarakat Desa Kebondowo tidak hanya bekerja sebagai

petani ataupun pencari ikan rawa, namun mulai mencari pekerjaan yang dianggap

lebih menguntungkan dan lebih mencukupi untuk keperluan hidupnya. Pekerjaan

penduduk Desa Kebondowo selain sebagai petani dan dan pencari ikan rawa

adalah sebagai: pegawai, wiraswasta, jasa, dagang, dan pegawai negeri.

Perkembangan matapencaharian Desa Kebondowo tersebut dapat kita lihat

pada tabel 2. Tabel tersebut bertujuan untuk mengetahui perkembangan

matapencaharian yang berada di Desa Kebondowo sejak 2004-2011, di mana pada

tahun 2004 adalah awal munculnya kerajinan eceng gondok yang berada di Desa

Kebondowo, sekaligus merupakan lapangan kerja baru bagi masyarakat Desa

Kebondowo. Matapencaharian sebagai pengrajin eceng gondok adalah salah satu

keragaman matapencaharian yang ada di Desa Kebondowo. Pekerjaan sebagai

pengrajin telah mampu mendongkrak kehidupan masyarakat Desa Kebondowo,

baik dari segi ekonomi maupun sosial, yang belum mereka dapatkan ketika masih

bekerja sebagai petani. Matapencaharian sebagai seorang pengrajin eceng gondok

pada tabel 2 tersebut masuk ke dalam kelompok buruh industri.

28

Tabel 2Jumlah Penduduk Desa Kebondowo Berdasarkan Mata Pencaharian

NO Jenis Pekerjaan

Tahun2004 2005 2006 2007 2008 2009 2011

1 Petani 406 404 234 928 925 923 5702 Buruh Tani 1132 1.129 318 926 928 931 *3 Nelayan 161 159 322 385 387 389 1504 Pengusaha 283 23 226 335 353 351 *5 Buruh

Industri170 137 41 328 331 338 732

6 Buruh Bangunan

49 49 325 365 363 365 *

7 peternak 0 0 231 492 426 412 228 Pegawai

swasta0 0 336 582 584 582 165

9 Pedagang 283 327 0 0 0 73 37510 Angkutan 96 78 0 0 0 9 12711 PNS/ABRI 452 452 212 239 241 248 *12 Pensiunan 57 52 424 458 456 453 *13 Lainnya 154 157 1334 625 622 471 11015 Jumlah 1.066 5.616 5.620 5.616 5.545 2.251

Sumber: Monografi Desa KebondowoKeterangan (*): Tidak ada data

Dari data di atas dapat kita lihat bahwa banyak dari penduduk Desa

Kebondowo bekerja sebagai petani, namun mata pencaharian yang paling banyak

ditekuni para penduduk Desa Kebondowo adalah sebagai buruh tani. Hal ini

disebabkan banyak penduduk Desa Kebondowo yang tidak memiliki lahan

pertanian sendiri. Selain itu, semakin sempitnya lahan pertanian di Desa

Kebondowo karena hampir separuh wilayah Desa Kebondowo adalah wilayah

rawa (250 ha luas Rawa Pening dari 691,602 ha luas Desa Kebondowo) juga

menjadi kendala.

Selain sebagai buruh tani, mereka yang tidak memiliki lahan pertanian

sendiri juga banyak yang bekerja sebagai buruh industri, dan pegawai swasta, hal

29

tersebut terlihat dari tahun 2006 sampai dengan sekarang. Desa Kebondowo

memiliki 6 industri kecil, yaitu 2 usaha kerajinan eceng gondok, 1 usaha tumpi, 1

usaha gula aren, 1 usaha krupuk ikan, dan 1 usaha krupuk rambak.14 Dari keenam

sentra industri yang ada di Desa Kebondowo, ± 150 orang yang bekerja dalam

industri tersebut, dan untuk usaha kerajinan eceng gondok memperkejakan 36

orang sebagai pegawai kerajinan eceng gondok.15

3. Pendidikan

Pendidikan memiliki arti proses atau cara atau perbuatan mendidik, secara

bahasa pendidikan adalah proses mengubah sikap dan tata laku seseorang atau

kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran

dan pelatihan.16 Pendidikan memiliki kedudukan yang sangat penting dalam era

modern seperti saat sekarang ini. Diberbagai bidang kehidupan dapat ditempuh

melalui proses pendidikan. Pendidikan dalam pengertian pengajaran adalah usaha

sadar tujuan dengan sistematika terarah pada pertumbuhan tingkah laku.

Pertumbuhan yang dimaksud ini menunjukkan pada suatu proses yang dilalui.

Tanpa proses itu, pertumbuhan tak akan mungkin terjadi, proses disini berarti

proses pendidikan.17

14 Tumpi adalah Jenis makanan yang berwujud rempeyek yang terbuat dari kacang.

15 Wawancara dengan Saiful selaku Pegawai Balai Desa, tanggal 10 Mei 2016, di Balai Desa Kebondowo, pukul 10.00 WIB.

16 Pendidikan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata “didik” dan mendapat imbuhan “pe” dan akhiran “an”.

17 Winarno Surakhmad., Metode Pengajaran Nasional, (Jakarta: Jemmars, 1979), hlm. 13.

30

Pentingnya sebuah pendidikan dalam masyarakat tidak saja menyangkut

pendidikan formal dan non formal, namun termasuk juga pendidikan mental atau

spiritual. Pendidikan juga memelihara sistem-sistem intelektual kesusastraan, seni

hukum, ilmu pengetahuan. Para pemuda belajar bagaimana memberi bentuk baru

pada sistem intelektual yang tradisional, guna memajukan berbagai aspek

modernisasi.18 Serta untuk dapat mencapai kemajuan teknologi dan ekonomi.

Untuk memperbesar produksi bahan makanan, untuk menjalankan pabrik-pabrik,

untuk menerapkan ilmu pengetahuan guna meningkatkan taraf hidup.19 Dengan

pendidikan orang dapat mengubah keadaannya terutama dalam hal ekonomi untuk

menjadi yang lebih baik, dan dengan pendidikan dapat pula mengubah suatu

pandangan masyarakat ketika menghadapi suatu permasalahan.

Pendidikan yang berada di Desa Kebondowo dapat dilihat dari tabel 3.

Tabel peerkembangan pendidikan digunakan sebagai sebuah tolak ukur untuk

mengetahui laju pertumbuhan pendidikan yang ada di suatu daerah khususnya di

Desa Kebondowo, dan tabel pendidikan pada penelitian ini juga berfungsi sebagai

perbandingan antara kemampuan masyarakat Desa Kebondowo yang bermata

pencaharian sebagai buruh industri dan ketika menjadi petani dalam hal

menyekolahkan putra-putrinya kejenjang yang lebih tinggi.

18 Mayron, Werner., Modernisasi Dinamika Pertumbuhan, (Yogyakarta: UGM Press, 1981), hlm. 17.

19 Ibid., hlm. 16.

31

Tabel 3Pendidikan di Desa Kebondowo

NO Lulusan Penduduk

Tahun2004 2005 2006 2007 2008 2009 2011

1 Tidak/Belum Tamat SD

1.423 * 826 1.423 1.423 1.121 905

2 Tamat SD 1.707 * 942 1.707 1.707 1.629 1.7193 Tamat SMP 1.515 * 648 1.515 1.515 1.537 1.0944 Tamat

SMA/SMK1.509 * 629 1.509 1.509 1.549 1.661

5 Tamat Diploma (I,

II, III)

326 * 176 326 326 329 165

6 Tamat Sarjana (I, II,

III)

125 * 118 125 125 131 160

7 Tidak Sekolah

0 * 0 0 0 33 0

8 Jumlah 6.605 * 3.339 6.605 6.605 6.329 5.704

Sumber: Monografi Desa KebondowoKeterangan (*): Tidak ada data

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa pendidikan di Desa Kebondowo

setiap tahunnya mengalami peningkatan. Hal tersebut menujukkan bahwa minat

masyarakat dalam pendidikan begitu besar. Hal tersebut juga didukung dengan

semakin beragamnya matapencaharian penduduk Desa Kebondowo yang mampu

memenuhi kebutuhan hidup mereka, di mana salah satu pekerjaannya adalah

sebagai pengrajin eceng gondok.

Dari data di atas, penduduk Desa Kebondowo Kebanyakan tamatan SD,

SMP, SMA, meskipun masih sedikit sekali yang lulusan Diploma atau sarjana

namun setiap tahunya mengalami peningkatan. Sedangkan para penduduk yang

tidak bersekolah, dari tahun ke tahun jumlahnya semakin berkurang.

32

C. Potensi Desa

1. Sarana Sosial

Kehidupan masyarakat desa, pada umumnya dipengaruhi oleh adanya

interaksi dengan kelompok masyarakat yang lain dan gejala sosial yang timbul

dari dalam. Interaksi dengan kelompok masyarakat yang lain mengacu kepada

adanya kekuatan-kekuatan dari luar desa yang melakukan interaksi dengan

masyarakat desa.20 Kondisi sosial budaya di Desa Kebondowo tidak dapat lepas

dari adanya interaksi dengan kekuatan-kekuatan dari luar desa, interaksi tersebut

berpengaruh terhadap perkembangan sosial masyarakat Desa Kebondowo baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Masyarakat Desa Kebondowo adalah masyarakat yang masih menjunjung

tinggi rasa kekeluargaan dan kebersamaan, hubungan antarwarganya masih sangat

erat. Mereka masih sering melakukan aktivitas bersama seperti, gotong royong,

tolong menolong dan saling bantu membantu. Tolong menolong terjadi sekitar

kebutuhan yang bersangkutan dengan rumah tangga, seperti halnya ketika

menyelenggarakan pesta-pesta tertentu, warga desa yang memiliki acara saling

tolong menolong dengan kaum kerabat. Tolong menolong dalam hal pekerjaan

pertanian, terjadi antara warga desa yang letak tanahnya berdekatan atau dengan

anggota dari organisasi koperasi yang sama, dan lain sebagainya.

Di samping adat istiadat tolong menolong, di Desa Kebondowo antara

warga desanya tercipta juga berbagai macam aktivitas-aktivitas sosial baik yang

20 Siti Yun Afifah., 2014,“Industri Kerajinan Serat Alam Di Kulon Progo Tahun 1996-2012 (Studi Sejarah Ekonomi Di Desa Tanjungharjo, Kecamatan Nanggulan)”,Skripsi Surakarta: Fakultas Sastra dan Seni Rupa Univesitas Negeri Sebelas Maret, hlm. 29.

33

berdasarkan hubungan tetangga, ataupun hubungan kekerabatan atau lain-lain,

hubungan yang berdasarkan efisiensi dan sifat praktis, adapula aktivitas-aktivitas

bekerjasama yang lain, yang biasanya disebut gotong royong. Gotong royong

adalah aktivitas bekerjasama antara sejumlah besar warga-warga untuk

menyelesaikan suatu proyek tertentu yang dianggap berguna bagi kepentingan

umum.21 Kegiatan gotong royong dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari

seperti, kegiatan membuat tempat jaga ronda (siskamling), tempat peribadatan,

memperbaiki jalan, membangun jembatan, dan lain sebagainya. Kegiatan gotong

royong seperti ini dalam masyarakat desa biasanya disebut dengan kegiatan “kerja

bakti”, sedangkan dalam acara-acara rumahan seperti pernikahan dan kematian

biasanya disebut dengan kegiatan “duwe gawe”. Kegiatan masyarakat desa yang

bersifat sosial selain “kerja bakti” dan “duwe gawe” ada juga istilah “sambatan”,

yaitu kegiatan gotong royong untuk membantu menyelesaikan suatu pekerjaan

yang dilakukan anggota masyarakat lain, misalnya memperbaiki rumah penduduk

atau bahkan membangun rumah.

Masyarakat Desa Kebondowo dalam kehidupan sehari-hari masih

menggunakan tradisi yang diwariskan oleh para leluhurnya. Tradisi yang

diturunkan tersebut bersifat tradisi religius dan tradisi non religius. Tradisi yang

bersifat religius berupa acara-acara kebudayaan yang diyakini masyarakat sekitar

sebagai suatu acara yang wajib dilakukan apabila tidak ingin terkena tuah atau

hukuman, acara religi yang berada di Kebondowo seperti pertemuan kegiatan

agama seperti Tahlilan dan Yasinan yang diadakan pada pertemuan-pertemuan

21 Sajogyo dan Pujiwati Sajogyo., Sosiologi Pedesaan, (Yogyakarta: Gadjah Mada University, 1991), hlm. 38.

34

yang bersifat mingguan, bulanan, atau selapanan,22 sedangkan untuk kegiatan

yang berhubungan dengan Rawa Pening, kegiatan religi yang dilakukan oleh

masyarakat Desa Kebondowo adalah acara tradisi “Sedekah Rawa” yang

dilaksanakan pada malam 21 Suro, yang diadakan sebagai rasa Syukur kepada

Tuhan Yang Maha Esa. Sedekah rawa dilakukan dengan acara menghanyutkan

sebagian hasil bumi dan makan bersama seluruh warga desa.23 Di samping tradisi

religius, masyarakat Desa Kebondowo juga memiliki tradisi yang non religius

yang sampai saat ini masih terus berlangsung dalam kehidupan sehari-hari,

misalnya adat istiadat masyarakat Desa Kebondowo dalam menyelesaikan

ataupun memecahkan suatu masalah konflik yaitu dengan musyawarah mufakat.

Gambar 3Sedekah Rawa di Rawa Pening

Sumber: http:// gebyarinfo.blogspot.com

Musyawarah adalah suatu gejala sosial yang ada dalam banyak

masyarakat pedesaan pada umumnya, dan khususnya di Indonesia. Artinya bahwa

22 Selapanan adalah hitungan bulan dalam kalender Jawa, jumlah hari pada selapanan ini adalah 35 hari.

23 Wawancara dengan Bapak Susilo selaku Kepala Desa, tanggal 13 April 2016 di Balai Desa Kebondowo, pukul 09.00 WIIB.

35

keputusan yang diambil dalam rapat tidak berdasarkan suatu mayoritas, yang

menganut suatu pendirian yang tertentu, melainkan seluruh rapat, seolah-olah

sebagai suatu badan. Hal ini tentu berarti bahwa pihak mayoritas maupun

minoritas harus mengurangi pendirian masing-masing, sehingga bisa dekat-

mendekati.24

2. Sarana Perekonomian

Sarana ekonomi memegang peranan yang cukup penting dalam suatu

kelompok masyarakat. Hal itu disebabkan karena dalam gerak kehidupan sehari-

hari masyarakat tidak lepas dari kegiatan ekonomi, baik itu produksi maupun

distribusi. Sarana perekonomian dapat berupa pasar, toko, bank, koperasi simpan

pinjam, di mana semua dapat membantu kelancaran dalam proses produksi dan

distribusi.

Masyarakat Desa Kebondowo saat ini memiliki sarana perekonomian yang

beragam. Munculnya keragaman perekonomian ini sejalan dengan semakin

berkembangnya perekonomian masyarakat yang didasarkan sistem perekonomian

uang.

24 Op Cit., Sosiologi Pedesaan, hlm. 41.

36

Tabel 4Sarana Perekonomian di Desa Kebondowo

NO Jenis Sarana Ekonomi

Tahun2004 20005 2006 2007 2008 2009 2011

1 Rumah Makan

0 0 0 0 0 0 0

2 Warung/Kedai Makan

12 12 12 12 12 12 12

3 Toko/ Warung Klontong

96 96 147 147 147 147 149

4 Hotel 0 0 0 0 0 0 05 Koperasi 0 0 0 0 0 0 06 Bank 0 0 0 0 0 0 17 Pasar 1 1 1 1 1 1 18 Mini Market 0 0 0 0 0 0 09 Wartel 9 9 10 10 10 10 10

Sumber: Monografi Desa Kebondowo

Fasilitas perekonomian di Desa Kebondowo cukup memadai. Hal ini

tentunya mendukung dan membantu kelancaran perekonomian di Desa

Kebondowo. Adanya pasar dan bank pada tahun 2011 semakin mempermudah

kelancaran dalam bertransaksi dan kegiatan simpan pinjam. Bank dapat

memberikan pinjaman modal bagi masyarakat yang mempunyai usaha seperti

kios, warung, ataupun pinjaman modal bagi mereka yang akan mendirikan usaha

industri kecil di Desa Kebondowo.

D. Adanya PLTA Jelok–Timo

PLTA Jelok terletak di Desa Delik, Kecematan Tuntang, Kabupaten

Semarang. PLTA Timo terletak di Desa Jatirunggo, Kecamatan Pringapus

Kabupaten Semarang. PLTA Jelok saat ini dikelola oleh PT Indonesia Power,

37

salah satu anak Perusahaan PLN yang bergerak dibidang pembangkit tenaga

listrik, diantara 16 PLTA di Jawa Tengah di bawah tanggung jawab UBP Mrica.25

Gambar 4Gerbang Masuk PLTA Jelok dan Timo

Sumber: Foto PLTA Jelok

PLTA Jelok didirikan pada tahun 1938, yang dikepalai oleh Mr. De Boer

dari Belanda. PLTA Jelok merupakan pengembangan dari PLTA sebelumnya

yaitu PLTA yang bersumber dari Bendungan Sentra Susukan yang didirikan pada

tahun 1912. PLTA Sentra Susukan baru dioperasikan 1923 sebelum dirubah ke

PLTA Jelok pada tahun 1938, yang bersumber dari Rawa Pening. Air penggerak

turbin dari Rawa Pening disadap melalui Sungai Tuntang kemudian dibendung

dengan sebuah dam yang dilengkapi dengan 6 buah pintu air. Debit air yang

diambil dari Rawa Pening untuk pengaktifan PLTA tersebut adalah 12,54

m³/detik.26 Ketentuan pengambilan debit air tersebut sesuai dengan keputusan

yang dibuwat oleh PSDA Tuntang. Evaluasi ketinggian yang biasa ditentukan

25 UBP Merupakan singkatan dari Unit Bisnis Pembangkitan. UBP adalah Unit PLTA yang mengoperasikan dan mengendalikan jaringan (Grid). UBP Mrica adalah Unit PLTA untuk interkoneksi Jawa-Bali untuk sistem tenaga Jawa-Bali.

26 Wawancara dengan Bapak Supomo Budoyo selaku kepala PLTA Jelok, tanggal 9 Mei 2016, di kantor kepala PLTA Jelok, pukul 14.00 WIB.

38

oleh PSDA adalah antara 460.50 – 463 mdpl. Peralihan dari PLTA Sentra

Susukan ke PLTA Jelok disebabkan oleh daya listrik yang dihasilkan PLTA Jelok

lebih besar dibanding dengan PLTA Sentra Susukan.

Gambar 5Bendungan di Sungai Tuntang

Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok

Gambar 6Saluran dari Rawa Pening ke PLTA Jelok

Sumber: Koleksi Foto PLTA Jelok

39

Awal beroperasinya, PLTA Jelok menggunakan 3 mesin (turbin), 1 kanal,

dan 1 penstock.27 Dengan tinggi terjun air 144 meter dan Daya Terpasang 4 X

5,12 MW, PLTA Jelok dapat menghasilkan energi listrik sebesar 93 GWh/tahun.28

Turbin buatan Werk Spoor Escher Wyss Holland dengan type Francis poros datar

memutarkan Generator buatan AG Brown Hemaf Oerlikon dalam putaran 600

rpm. Pada tahun 1962, turbin di PLTA Jelok ditambah 1 mesin lagi, menjadi

empat mesin. Pada tahun yang sama dibangun PLTA Timo dengan 3 mesin yang

dioperasikan. Tiga turbin yang di pasang oleh PLTA Timo, menggunakan Daya

Terpasang sebesar 3 X 4 MW. Dengan 4 mesin yang dioperasikan oleh PLTA

Jelok dapat menghasilkan 15 MW, sedangkan PLTA Timo dengan 3 turbin yang

diaktifkan mampu menghasilkan listrik 70% dari PLTA Jelok, yaitu 10.5 MW.

27 Kanal adalah jalur yang dibuat oleh untuk mengarahkan dan mengalirkan air yang berguna untuk irigasi, penahan banjir dan pemasok air ke tempat tertentu. Penstock (Pipa Pesat) adalah saluran yang digunakan untuk mengalirkan air dari kolam tandu ke rumah pembangkit. secara mekanis penstock berfungsi sebagai sarana pengubah tenaga kinetis dari hidrostatik pada reservoir (penampung) menjadi tenaga potensial. Tenaga air tersebut menjadi tenaga mekanik pada turbin. Turbin akan menggerakkan generator sehingga menimbulkan listrik. Penstock memiliki ukuran 1910,00 m dan berdiameter 0,85 m.

28 Daya Terpasang dalam PLTAadalah kapasitas pembangkit listrik sesuai dengan nama plate.

40

Gambar 7Lembah Curam Pertama yang di lalui pipa PLTA Jelok

Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok

Gambar 8Lembah Curam kedua yang dilalui pipa PLTA Jelok

Sumber: Koleksi foto PLTA Jelok

Sudah 78 tahun PLTA Jelok dan 54 tahun PLTA Timo beroperasi, namun

belum pernah terjadi pergantian mesin, hanya saja pada tahun 1994 pernah

dilakukan direnovasi. Rirenovasi dilakukan dengan mengganti governor dan main

inlet valve dari elekto mekanik menjadi semikompeterisasi (pengoperasian sekali

sentuh), retrofit 9 sistem kontrol dan rewinding stator generator, dan pada tahun

41

2004 dilakukan retrovit untuk menjaga kestabilan listrik.29 Pemeliharaan dan

perawatan mesin tidak hanya dengan rehabilisasi atau retrovit, namun

pemeliharaan dan perawatan mesin ini dilakukan dalam jangka waktu tertentu,

yaitu waktu 3 bulan sekali, 6 bulan sekali, dan satu tahun sekali. Perawatan dalam

jangka 3 bulan dan 6 bulan sekali hanya untuk melihat dan pengukuran terhadap

mesin. Perawatan dalam jangka satu tahun adalah dengan mematikan salah satu

turbin secara bergantian. Penghentian mesin secara bergilir ini biasanya dilakukan

pada bulan kemarau, karena pada bulan tersebut keadaan air di Rawa Pening tidak

stabil, jadi untuk tetap menjaga kondisi mesin tetap bagus, dilakukan

pemberhentian bergilir pada mesin PLTA ini. PSDA Tuntang lebih banyak

membuang air melalui Sungai Tuntang dan sekitarnya pada musim penghujan,

agar tetap menjaga kestabilan debit air yang masuk ke PLTA, yaitu 12, 54

m³/detik. Pembuangan air oleh PSDA Tuntang pada musim penghujan berkisaran

± 10 m³.

PLTA Jelok–Timo merupakan produksi listrik pembangkit listrik

interkoneksi Jawa-Bali yang dihubungkan melalui Gardu Induk Jelok milik PT

PLN Unit Pelayanan Transmisi Surakarta.30 Sebelum terhubungnya sistem

interkoneksi listrik di Pulau Jawa, PLTA Jelok-Timo merupakan salah satu pusat

pembangkit tenaga listrik yang sangat vital untuk memenuhi kebutuhan listrik di

Jawa Tengah. Berdasarkan Daya Terpasang, saat ini kontribusi PLTA Jelok-Timo

29 Govenor adalah mesin yang digunakan untuk membantu generator menggerakkan turbin.

30 Interkoneksi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah hubungan satu sama lain. Interkoneksi adalah sebuah jaringan penghubung antara beberapa pembangkit yang mensuplai pelanggan yang ada dalam sistem. Jadi listrik yang dihasilkan oleh semua pembangkit dikumpulkan menjadi satu dan disalurkan ke seluruh sistem interkoneksinya.

42

terhadap produksi UBP Mrica berkisar sebesar 6,37 %. Kontribusi listrik PLTA

Jelok–Timo lebih besar dari pada kontribusi yang diberikan oleh PLTA Gedung

Ombo yang memiliki kapasitas mesin lebih besar dari PLTA Jelok–Timo.

Gambar 9Foto Generator dan Turbin PLTA Jelok

Sumber: Foto PLTA Jelok

Permasalahan dan tantangan yang dihadapi PLTA Jelok-Timo untuk

mempertahankan sustainability sampai dengan saat ini adalah permasalahan eceng

gondok. Tumbuhan tersebut sering menutupi kanal sampai dengan dam Tuntang

yang tentunya membuat PSDA Tuntang bekerja lebih keras untuk membersihkan

dam setiap saat untuk tetap menjaga kestabilan air ke PLTA Jelok–Timo. Solusi

yang direncanakan untuk dapat mengurangi eceng gondok adalah dengan

memasang klante di Rawa Pening yang akan dibuat permanen.31

Sejak berdirinya PLTA Jelok dari tahun 1938 sampai sekarang mengalami

beberapa pergantian pimpinan, dari Belanda, Jepang, Indonesia, Belanda, hingga

direbut oleh Indonesia kembali pada tahun 1958. Berikut daftar nama kepala

PLTA Jelok dari tahun 1938:

31 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) klante adalah nomina (kata benda), dalam istilah musik klante adalah tali yang digunakan untuk menggantung gong atau kempul.

43

1. Mr. De Boer (Belanda), kepala PLTA tahun 1938 – 1942

2. Fujisama (Jepang), kepala PLTA tahun 1942 – 1943

3. Yamamoto (Jepang), kepala PLTA tahun 1943 – 1944

4. Hinomoto (Jepang), kepala PLTA tahun 1944 – 1945

5. Lcs. Hitjahubesy (Belanda), kepala PLTA tahun 1945 – 1946

6. Abdulah Badawi (Indonesia), kepala PLTA tahun 1946 – 1947

7. Sporenberg (Belanda), kepala PLTA tahun 1947 – 1949

8. Lcs. Hitjahubesy (Belanda), kepala PLTA tahun 1949 – 1955

9. Wp Umboh (Belanda), kepala PLTA tahun 1955 – 1958

10. MM. Soeroso (Indonesia), kepala PLTA tahun 1958 – 1960

11. Ych. Soegito (Indonesia), kepala PLTA tahun 1966 – 1968

12. E. Soenodjo (Indonesia), kepala PLTA tahun 1968 – 1979

13. Djoemahir (Indonesia), kepala PLTA tahun 1979 – 1989

14. D. Wagiyanto (Indonesia), kepala PLTA tahun 1989 – 1993

15. Bambang Iriyanto (Indonesia), kepala PLTA bulan Januari – Maret 1995

16. Henry Hargini (Indonesia), kepala PLTA 1996 – 1997

17. Wagimah AS (Indonesia), kepala PLTA pada 22 November 1997 – 31 Juli 19998

18. Bambang Sokmarno, BE (Indonesia), kepala PLTA pada Oktober 1998 – Oktober 2005

19. Ir. Sriyanto (Indonesia), kepala PLTA tahun 2005 – 2007

20. Sarwoto SS, Aht (Indonesia), kepala PLTA pada Juni 2007 – Februari 2008

21. Bibit Sugiono (Indonesia), kepala PLTA pada Maret 2008 – April 2011

22. Ismanto (Indonesia), kepala PLTA pada April 2011 – Juli 2012

23. Hartadi (Indonesia), kepala PLTA pada Juni 2014 – Januari 2015

24. Sudirman (Indonesia), kepala PLTA pada Januari – Mei 2015

25. Supomo Budoyo (Indonesia), kepala PLTA pada Mei 2015 –Sekarang.

44

E. Keberadaan Kampoeng Rawa

Kampoeng Rawa adalah obyek wisata yang terletak diantara 2 desa, yaitu:

Desa Tambakboyo dan Desa Bejalen yang berada di Kecamatan Ambarawa,

Kabupaten Semarang. Kampoeng Rawa berada di jalan lingkar Ambarawa kurang

lebih jarak tempuh dari kota Semarang adalah 34 kilometer. Akses menuju lokasi

tersebut sangat mudah karena terletak di pinggir jalan lingkar yang

menghubungkan kota Semarang dengan kota Magelang.

Gambar 10Gerbang Masuk Kampoeng Rawa

Sumber: Foto Kampoeng Rawa

Kampoeng Rawa merupakan kawasan Agrowisata. Kampoeng Rawa

didirikan pada tahun 2011 bersamaan dengan dibangunnya jalan lingkar

Ambarawa. Kampoeng Rawa didirikan dengan alasan untuk dapat mengolah

potensi alam yang ada di Rawa Pening yang belum dimanfaatkan oleh masyarakat

sekitar dengan baik. Selain dari belum adanya pemanfaatan Rawa Pening,

berdirinya Kampoeng Rawa juga untuk mengubah pola pemikiran masyarakat

mengenai mata pencaharian, para generasi muda lebih banyak bekerja ke luar

45

daerah untuk mendapat hasil yang lebih banyak, dari pada bekerja di daerah

sendiri sekaligus merawat lingkungan di daerah sekitar (Rawa Pening).32

Berdirinya Kampoeng Rawa tidak lepas dari peran Koperasi Simpan

Pinjam yang bernama KSP Artha Prima. Koperasi ini sudah bekerja sama dengan

para penduduk Desa Tambakboyo dan Desa Bejalen sejak tahun 2004, dengan

menyalurkan kredit agrobisnis yang merupakan suntikan dari Kementrian

Koperasi dan UKM. Dana kredit tersebut dimanfaatkan oleh para peternak ikan di

Rawa Pening dengan membuat keramba-keramba ikan. Sekarang keramba-

keramba tersebut telah menghasilkan ikan yang sangat bagus. Melihat hasil

perikanan yang sangat bagus tersebut, beberapa anggota Koperasi KSP Artha

Prima berinisiatif menyatukan beberapa kelompok tani Rawa Pening untuk

bekerjasama membangun wisata Ambarawa khususnya Rawa Pening agar dapat

lebih meningkatkan taraf hidup mereka. Dari penyatuan kelompok tani dan

nelayan tersebut dibentuk sebuah paguyuban yang menjadikan mereka sebagai

anggota-anggotanya, nama paguyuban itu adalah “Paguyuban Kelompok

Tani/Nelayan Kampoeng Rawa”, didirikan pada 29 Juli 2012 yang berkedudukan

di Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang.33 Anggota-anggota dari

paguyuban tersebut antara lain: Kelompok Maju Lestari, Kelompok Maju Lestari

II, Kelompok Laras Rahayu, Kelompok Lestari Mulyo, Kelompok Sumber Rejeki,

Kelompok Mina Rahayu, Kelompok Margo Rejo, Kelompok Mina Sejahtera,

Kelompok Sido Makmur, Kelompok Tirto Sidorejo II, Kelompok Manunggal

32 Wawancara dengan Bapak Agus Sumarno selaku Kepala Kampoeng Rawa, tanggal 10 Mei 2015, di Kampoeng Rawa, pukul 10.00 WIB.

33 AD/ART Paguyuban Kelompok Tani/Nelayan Kampoeng Rawa, Bab 1 Pasal 1.

46

Karyo, dan dan Kelompok ibu PKK dan UKM PRESTASAMI (Presto, Tahu,

Salon, dan Mie).

Terbentuknya Kampoeng Rawa sebagai sebuah tempat agrowisata

menjadikan Koperasi KSP Artha Prima ini menjadi Koperasi yang berbisnis

bukan hanya dalam jasa, namun juga kepariwisataan atau biasa disebut Koperasi

Jasa dan Pariwisata (KOPJAPARI). Tugas dari koperasi ini adalah untuk

meningkatkan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya.34 Dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, KOPJAPARI

menyelenggarakan kegiatan usaha bidang jasa dan pariwisata dengan anggota

pada khususnya dan masyarakat umumnya.35 Salah satu kegiatan yang dilakukan

oleh KOPJAPARI adalah pemasaran kerajinan eceng gondok dari KUPP

(Kelompok Usaha Pemuda Produktiv) Karya Muda “Syarina Production” yang

berada di Desa Kebondowo, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang.

34 Akta Pendirian Koperasi Jasa Pariwisata “Kampoeng Rawa”, No. 03, Bab 1 Pasal 1.

35 Ibid. Bab 5 Pasal 8.