BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan...

23
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Air bermanfaat bagi kehidupan manusia antara lain untuk kebutuhan konsumsi, kebutuhan irigasi, pertanian, industri, konsumsi rumah tangga, wisata, transportasi sungai, dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan air bersih meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan akan air bersih salah satunya dipenuhi dengan airtanah, oleh sebab itu airtanah sangat dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih. Kelangkaan airtanah di suatu tempat akan menyadarkan manusia betapa berharganya air yang mungkin tidak dirasakan saat air tersedia dalam jumlah yang melimpah. Kondisi peresapan air pada suatu lahan berkaitan erat dengan keberadaan air, terutama airtanah. Permasalahan yang sering muncul pada umumnya diindikasikan oleh kekeringan atau kesulitan memperoleh air bersih terutama pada musim kemarau. Daerah yang perlu dirawat kondisi hidrologinya salah satunya berupa Daerah Aliran Sungai atau sering disingkat dengan DAS. DAS perlu dijaga karena terdapat keterkaitan antara aspek-aspek dalam DAS baik bagian hulu, tengah maupun hilir. Setiap bagian dari DAS memiliki fungsi dan peran masing-masing. Daerah hulu berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan mempunyai fungsi perlindungan dari keseluruhan DAS, daerah tengah merupakan daerah peralihan dari hulu ke hilir sedangkan daerah hilir merupakan output sistem DAS dan menjadi cermin dari fenomena yang terjadi di bagian hulu dan tengah. Apabila masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS/Sub DAS yang bersangkutan adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir yang tinggi dan kekeringan maka dipandang perlu untuk dilakukan penilaian tentang tingkat kekritisan peresapan daerah resapan terhadap air hujan. Paradigma yang digunakan adalah semakin besar tingkat resapan (infiltrasi) maka semakin kecil tingkat air larian, sehingga debit banjir dapat menurun dan sebaliknya aliran dasar (base-flow) dapat naik, demikian pula cadangan airtanahnya (Dephut, 2009).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan kebutuhan dasar makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Air bermanfaat bagi kehidupan manusia antara lain untuk kebutuhan

konsumsi, kebutuhan irigasi, pertanian, industri, konsumsi rumah tangga, wisata,

transportasi sungai, dan kebutuhan lainnya. Kebutuhan air bersih meningkat

seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk. Kebutuhan akan air bersih salah

satunya dipenuhi dengan airtanah, oleh sebab itu airtanah sangat dibutuhkan untuk

memenuhi kebutuhan akan air bersih. Kelangkaan airtanah di suatu tempat akan

menyadarkan manusia betapa berharganya air yang mungkin tidak dirasakan saat

air tersedia dalam jumlah yang melimpah. Kondisi peresapan air pada suatu lahan

berkaitan erat dengan keberadaan air, terutama airtanah. Permasalahan yang

sering muncul pada umumnya diindikasikan oleh kekeringan atau kesulitan

memperoleh air bersih terutama pada musim kemarau.

Daerah yang perlu dirawat kondisi hidrologinya salah satunya berupa

Daerah Aliran Sungai atau sering disingkat dengan DAS. DAS perlu dijaga karena

terdapat keterkaitan antara aspek-aspek dalam DAS baik bagian hulu, tengah

maupun hilir. Setiap bagian dari DAS memiliki fungsi dan peran masing-masing.

Daerah hulu berfungsi sebagai daerah tangkapan hujan dan mempunyai fungsi

perlindungan dari keseluruhan DAS, daerah tengah merupakan daerah peralihan

dari hulu ke hilir sedangkan daerah hilir merupakan output sistem DAS dan

menjadi cermin dari fenomena yang terjadi di bagian hulu dan tengah.

Apabila masalah utama yang sedang berjalan atau telah terjadi di DAS/Sub

DAS yang bersangkutan adalah besarnya fluktuasi aliran, misalnya banjir yang

tinggi dan kekeringan maka dipandang perlu untuk dilakukan penilaian tentang

tingkat kekritisan peresapan daerah resapan terhadap air hujan. Paradigma yang

digunakan adalah semakin besar tingkat resapan (infiltrasi) maka semakin kecil

tingkat air larian, sehingga debit banjir dapat menurun dan sebaliknya aliran dasar

(base-flow) dapat naik, demikian pula cadangan airtanahnya (Dephut, 2009).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

2

Untuk melestarikan simpanan airtanah, maka tingkat infiltrasi air hujan ke dalam

tanah merupakan faktor yang sangat penting.

Alih fungsi lahan dari lahan yang seharusnya menjadi kawasan lindung

yang dijadikan sebagai kawasan budidaya berupa lahan pertanian maupun

permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

jumlah penduduk yang diikuti oleh meningkatnya kebutuhan hidup termasuk

papan, secara umum telah mengakibatkan perubahan kondisi peresapan air yang

pada akhirnya menurunkan kemampuan lahan dalam meresapkan air hujan

(infiltrasi) yang berguna sebagai sumber airtanah. Kondisi peresapan air adalah

kemampuan suatu lahan untuk meresapkan air hujan yang berguna sebagai

sumber air (Syahbani, 2001).

Menurut Sayogyo (1982), daerah resapan diartikan sebagai suatu wilayah

yang berfungsi lindung bagi daerah di bawahnya untuk meresapkan air hujan ke

dalam tanah sebagai suplai airtanah. Adapun kawasan peresapan air diartikan

sebagai daerah yang memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan

sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna bagi

sumber air. Oleh karena itu, upaya pengelolaan dan perlindungan terhadap

kawasan peresapan air penting bagi kelestarian ekosistem dan menjaga

kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia.

Pengelolaan terhadap kawasan peresapan air dikaitkan dengan suatu

wilayah yang memungkinkan berlangsungnya suatu sistem tata air mulai dari

masuknya air hujan, proses meresapnya air dan keluarnya aliran. Unit wilayah

yang dimaksud adalah daerah aliran sungai. Oleh karena itu, langsung maupun

tidak langsung pengelolaan kawasan peresapan air pada hakekatnya juga

pengelolaan daerah aliran sungai (DAS). Pengelolaan DAS adalah upaya manusia

dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya alam dengan manusia

di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud kelestarian dan keserasian

ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia secara

berkelanjutan. (PP No. 37 Tahun 2012). Berdasarkan konsep tersebut diketahui

adanya keterkaitan antar wilayah, artinya dalam suatu DAS kondisi yang ada pada

suatu wilayah akan mempengaruhi kondisi di wilayah lain.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

3

DAS Oyo terdiri dari beberapa Sub DAS seperti Oyo Hulu I dan II, Oyo

bagian hilir dan Tengah, Mujung, Urang, Pentung, G. Jompong, Widoro,

Juwet/Ngalang dan Prambutan memiliki kondisi fisik topografi, litologi serta

vegetasi yang sangat kompleks dan sebagian besar hujan yang turun terkumpul

menjadi aliran permukaan sehingga mengakibatkan banjir di pertemuan sungai

Opak-Oyo sampai ke hilirnya. Berdasarkan fungsinya, sebagian penggunaan lahan

yang dimiliki di sekitar Sungai Oyo disarankan menjadi kawasan fungsi lindung.

Namun kenyataan menunjukkan bahwa ±60% lahan digunakan untuk pertanian

karena sekitar 76% penduduknya hidup dari sektor pertanian (BPDAS, 2003). Hal

ini menunjukkan adanya alih fungsi lahan dari kawasan lindung menjadi kawasan

budidaya yang mana perlu dikaji lebih dalam mengenai dampak yang akan

diakibatkan oleh perubahan fungsi lahan tersebut terhadap daerah resapannya.

Penelitian mengenai kekritisan daerah resapan pada Sub DAS memerlukan

data yang mampu memberikan informasi spasial yang up to date dengan cakupan

yang luas. Citra Landsat 8 merupakan citra resolusi menengah yang cukup up to

date sehingga diharapkan dapat sesuai untuk menyadap parameter penentu

kekrititisan daerah resapan.

Penelitian ini mengambil daerah yang diteliti berupa Sub DAS Oyo yang

memiliki karakteristik wilayah yang sangat kompleks. Perubahan penggunaan

lahan yang ada dapat mempengaruhi kondisi daerah resapan atau tingkat

kekritisan daerah resapannya. Apabila telah diketahui kondisinya maka hasilnya

dapat dijadikan acuan untuk pengelolaan DAS sehingga DAS dalam kondisi baik

dan dapat berfungsi sebagaimana mestinya serta meminimalisir fluktuasi aliran

sungai yang bisa berakibat banjir maupun kekeringan.

1.2 Perumusan Masalah

Kondisi daerah resapan dalam suatu DAS sangat mempengaruhi

ketersediaan airtanah maupun kondisi peresapan dari DAS itu sendiri. Kondisi

daerah resapan dapat dinilai dari infiltrasi yang ada baik infiltrasi potensial

maupun infiltrasi aktualnya. Infiltrasi potensial dinilai dari kondisi fisik yang

mana Sub DAS Oyo memiliki kondisi fisik yang sangat kompleks dan sebagian

Page 4: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

4

besar air hujan mengalir menjadi aliran permukaan sehingga sering

mengakibatkan banjir di pertemuan sungai Opak-Oyo sampai ke hilirnya.

Penggunaan lahan juga mempengaruhi tingkat infiltrasi di suatu DAS berupa

infiltrasi aktual. Penggunaan lahan yang tidak sesuai dapat mengakibatkan kondisi

resapan yang kurang baik sehingga penilaian mengenai kondisi resapan di Sub

DAS Oyo perlu dilakukan.

Penelitian mengenai kekritisan daerah resapan pada Sub DAS memerlukan

data yang mampu memberikan informasi spasial yang up to date dengan cakupan

yang luas. Data penginderaan jauh berupa citra resolusi menengah Landsat 8

digunakan untuk menyadap informasi tersebut. Citra Landsat 8 ini digunakan

untuk perolehan parameter seperti penggunaan lahan, dan kerapatan vegetasi

untuk pembuatan model kondisi kekritisan daerah resapan di Sub DAS Oyo.

Pengolahan data dan pembuatan model kekritisan daerah resapan dilakukan

dengan bantuan sistem informasi geografi (SIG) sehingga lebih cepat dan efisien

serta membantu menyelesaikan masalah spasial kondisi peresapan Sub DAS Oyo.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan

yang mendasari penelitian ini antara lain:

1. Bagaimanakah peran citra Landsat 8 dapat membantu menyadap parameter

penentu kekrititisan daerah resapan.

2. Bagaimanakah potensi peresapan air di Sub DAS Oyo.

3. Bagaimanakah hubungan pola sebaran keruangan antara infiltrasi Sub DAS

Oyo dengan kondisi kekritisan peresapan Sub DAS tersebut.

1.3 Tujuan

Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa

tujuan dari penelitian ini antara lain:

1. Mengetahui kemampuan citra Landsat 8 dalam menyadap parameter

penentu kekritisan daerah resapan.

2. Memetakan kondisi daerah resapan dalam Sub DAS Oyo.

3. Melihat hubungan antara pola sebaran keruangan infiltrasi Sub DAS Oyo

dengan kondisi kekritisan peresapan Sub DAS Oyo.

Page 5: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

5

1.4 Manfaat

Diharapkan penelitian tentang pemetaan kondisi kekritisan daerah resapan

ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran bagaimana citra resolusi menengah Landsat 8 dapat

digunakan untuk memetakan kondisi daerah resapan suatu DAS.

2. Memberikan informasi mengenai kekritisan daerah resapan Sub DAS Oyo.

3. Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait dalam rangka pengelolaan

DAS.

1.5 Telaah Pustaka

1.5.1 Penginderaan Jauh

Sabins (1996) dalam Kerle, et al. (2004) menjelaskan bahwa penginderaan

jauh adalah ilmu untuk memperoleh, mengolah dan menginterpretasi citra yang

telah direkam yang berasal dari interaksi antara gelombang elektromagnetik

dengan sutau objek. Penginderaan jauh dilakukan tanpa kontak langsung sehingga

diperlukan media supaya objek atau gejala tersebut dapat diamati dan “didekati”

oleh si penafsir. Media ini berupa citra (image atau gambar). Komponen yang ada

pada sistem penginderaan jauh diantaranya yaitu sumber tenaga (aktif dan pasif),

panjang gelombang elektromagnetik yang digunakan, interaksi panjang

gelombang dengan obyek, obyek itu sendiri, atmosfer dan sensor satelit.

Gambar 1.1 Sistem penginderaan jauh (Sutanto 1994)

(Sumber: http://geodesi-engineer.blogspot.com)

Page 6: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

6

Setiap obyek di permukaan bumi akan memberikan reaksi yang berbeda-

beda terhadap sumber tenaga dalam salah satu komponen penginderaan jauh. Ada

obyek yang menyerap (absorption), memantulkan (reflection) dan meneruskan

(transmition) tenaga-tenaga tersebut. Sifat-sifat obyek/interaksi terhadap

gelombang elektromagnetik tersebutlah yang ditangkap oleh sensor satelit

penginderaan jauh untuk dapat dimanfaatkan dalam berbagai bidang. Hasil dari

interaksi komponen-komponen tersebut berupa citra penginderaan jauh.

Citra dapat diperoleh melalui perekaman fotografis, yaitu pemotretan

dengan kamera, dan dapat juga diperoleh melalui perekaman non-fotografis,

misalnya dengan pemindai atau penyiam (scanner). Perekaman fotografis

menghasilkan foto udara, sedangkan perekaman lain menghasilkan citra non-foto.

Citra foto udara selalu berupa hard copy (barang tercetak) yang diproduksi dan

direproduksi dari master rekaman yang berupa film. Citra non-foto biasanya

terekam secara digital dalam format asli, dan memerlukan komputer untuk

presentasinya. Citra non foto juga dapat (dan perlu) dicetak menjadi hard copy,

untuk keperluan interpretasi secara visual.

Data penginderaan jauh diperoleh dari suatu satelit, pesawat udara balon

udara atau wahana lainnya. Data-data tersebut berasal rekaman sensor yang

memiliki karakteristik berbeda-beda pada masing-masing tingkat ketinggian yang

akhirnya menentukan perbedaan dari data penginderaan jauh yang di hasilkan

(Richards dan Jia, 2006).

Pengumpulan data penginderaan jauh dapat dilakukan dalam berbagai

bentuk sesuai dengan tenaga yang digunakan. Tenaga yang digunakan dapat

berupa variasi distribusi daya, distribusi gelombang bunyi atau distribusi energi

elektromagnetik (Purwadhi, 2001).

Pemanfaatan teknik Penginderaan Jauh untuk hidrologi pada dasarnya akan

meringankan pekerjaan, biaya dan tenaga yang dikeluarkan apabila dilakukan

secara terestrial. Namun demikian perlu diperhatikan segala keterbatasan dari citra

satelit sendiri bila digunakan untuk menggali informasi parameter-parameter

hidrologi, baik dalam hal karakteristik citra (misalnya: skala, jenis citra) maupun

dalam hal keterbatasan metodologinya. Oleh karena itu pemanfaatan citra satelit

Page 7: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

7

untuk studi hidrologi biasanya menggunakan pendekatan-pendekatan untuk

menjelaskan hubungan antara variabel-variabel lahan yang dapat dikaitkan dengan

proses-proses hidrologi.

1.5.2 Citra Landsat 8

Satelit Landsat 8 merupakan satelit penginderaan jauh milik NASA yang

telah diluncurkan pada hari Senin tanggal 11 Februari 2013. Satelit Landsat 8

dibawa oleh roket Atlas V ini telah diluncurkan dengan sukses dari Vandenberg

Air Force Base di California. Landsat 8 merupakan kelanjutan dari misi Landsat

yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1).

Landsat 1 yang awalnya bernama Earth Resources Technology Satellite 1

diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi

penerusnya, Landsat 2 diluncurkan 22 Januari 1975 yang beroperasi sampai 22

Januari 1981. Landsat 3 diluncurkan 5 Maret 1978 berakhir 31 Maret 1983;

Landsat 4 diluncurkan 16 Juli 1982, dihentikan 1993. Landsat 5 diluncurkan 1

Maret 1984 masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan

berat sejak November 2011, akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012,

USGS mengumumkan bahwa Landsat 5 akan dinonaktifkan. Berbeda dengan 5

generasi pendahulunya, Landsat 6 yang telah diluncurkan 5 Oktober 1993 gagal

mencapai orbit. Sementara Landsat 7 yang diluncurkan April 15 Desember 1999,

masih berfungsi walau mengalami kerusakan sejak Mei 2003. Landsat 8 memiliki

kemampuan untuk merekam citra dengan resolusi spasial yang bervariasi, dari 15

meter sampai 100 meter, serta dilengkapi oleh 11 kanal. Dalam satu harinya satelit

ini akan mengumpulkan 400 scenes citra atau 150 kali lebih banyak dari Landsat

7. (Sumber: http://www.geomatika.its.ac.id)

Gambar 1.2 Landsat 8

(Sumber: http://landsat.usgs.gov/about_ldcm.php)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

8

Tabel 1.1. Tabel Sensor Satelit pada Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) Spectral Band Wavelength Resolution Band 1 - Coastal/Aerosol 0.433 - 0.453 µm 30 m Band 2 – Blue 0.450 - 0.515 µm 30 m Band 3 – Green 0.525 - 0.600 µm 30 m Band 4 - Near Infrared 0.630 - 0.680 µm 30 m Band 5 - Near Infrared 0.845 - 0.885 µm 30 m Band 6 - Short Wavelength Infrared 1.560 - 1.660 µm 30 m Band 7 - Short Wavelength Infrared 2.100 - 2.300 µm 30 m Band 8 – Pankromatik 0.500 - 0.680 µm 15 m Band 9 – Cirrus 1.360 - 1.390 µm 30 m

Sumber: http://www.geomatika.its.ac.id

Tabel 1.2. Tabel Sensor Satelit pada Landsat 8 Operational Land Imager (OLI) Thermal InfraRed Sensor

Spectral Band Wavelength Resolution Band 10 - Long Wavelength

Infrared 10.30 - 11.30 µm 100 m

Band 11 - Long Wavelength Infrared

Band 11 - 11.50 - 12.50 µm

100 m

Sumber: http://www.geomatika.its.ac.id

1.5.3 Sistem Informasi Geografis

Sistem Informasi Geografis atau SIG secara sederhana dapat diartikan

sebagai sistem manual atau digital (dengan menggunakan komputer sebagai alat

pengolahan dan analisis) yang digunakan untuk mengumpulkan, menyimpan,

mengelola, dan menghasilkan informasi yang mempunyai rujukan spasial atau

geografis (Projo Danoedoro: 1996). SIG memiliki rujukan spasial (keruangan)

yang dapat berujud lokasi (titik, garis, area), distribusi, serta terintegrasikan

dengan data atribut yang berkaitan dengan tiga unsur penting geografis tersebut

secara keruangan.

SIG muncul sebagai jawaban atas sejumlah keterbatasan peta yang

dihasilkan dengan teknik kartografi manual. Keterbatasan itu meliputi pembuatan,

penyimpanan, pemanfaatan, dan pembaruan/modifikasi peta sesuai dengan

perkembangan dan keperluan yang dikehendaki. Peta konvensional yang

dihasilkan dari proses kartografi manual bersifat statis, sukar untuk diolah

kembali, sukar untuk dipadukan (integrated) antara beberapa peta tematik,

terbatas kapasitas penanganannya, sukar untuk menyimpan dan memanipulasi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

9

datanya, usaha untuk memperoleh informasi baru dari peta konvensional yang ada

juga sulit dilakukan apabila data yang akan dipadukan dalam jumlah besar.

Perencanaan pembangunan atau pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan spasial diperlukan analisis data yang bereferensi geografis. Analisis ini

harus didukung oleh sejumlah konsep-konsep ilmiah dan sejumlah data yang

handal. Data/informasi yang berkaitan dengan permasalahan yang akan

dipecahkan harus dipilih dan diolah melalui pemrosesan yang akurat. SIG

merupakan sistem yang dirancang untuk bekerja dengan data yang tereferensi

secara spasial atau koordinat-koordinat geografi. SIG memiliki kemampuan untuk

melakukan pengolahan data dan melakukan operasi-operasi tertentu dengan

menampilkan dan menganalisa data.

SIG menyediakan sejumlah komponen atau subsistem antara lain:

1. Masukan data (data input)

Subsistem masukan data adalah fasilitas dalam Sistem Informasi Geografi

yang digunakan untuk memasukan data dan merubah data dari bentuk data asli ke

dalam bentuk data yang dapat diterima dan dipakai dalam SIG. Pemasukan data

ke dalam SIG dilakukan dengan 3 cara, yakni:

a. Pelarikan (scanning)

Pelarikan atau penyiaman adalah proses pengubahan data grafis kontinyu

menjadi data diskrit yang terdiri atas sel-sel penyusun gambar (pixel). Data

hasil penyiaman disimpan dalam bentuk raster. Data raster ini dapat diubah

menjadi data vektor melalui proses digitasi.

b. Digitasi

Digitasi adalah proses pengubahan data grafis analog menjadi data grafis

digital, dalam struktur vektor. Pada struktur vektor ini data disimpan dalam

bentuk titik (point), garis (lines) atau segmen, data poligon (area) secara

matematis-geometris (Lo, 1986). Contoh tipe data titik adalah kota,

lapangan terbang, pasar. Tipe data garis diantaranya adalah sungai, jalan,

kontur topografik. Tipe data poligon/area antara lain ditunjukkan oleh

bentuk-bentuk penggunaan lahan, klasifikasi tanah, daerah aliran sungai.

Tipe data ini bergantung pada skalanya.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

10

c. Tabulasi

Basis data dalam SIG dikelompokkan menjadi dua, yakni basis data grafis

dan basis data non-grafis (atribut). Data grafis adalah peta itu sendiri,

sedangkan data atribut adalah semua informasi non-grafis, seperti derajat

kemiringan lereng, jenis tanah, dan lain-lain. Data atribut ini disimpan

dalam bentuk tabel, sehingga sering disebut basis data tabuler. Data tabel ini

kemudian dikaitkan dengan data grafis untuk keperluan analisis.

2. Pengelolaan data

Pengelolaan data meliputi semua operasi penyimpanan, pengaktifan,

penyimpanan kembali dan pencetakan semua data yang diperoleh dari input data.

Beberapa langkah penting lainnya, seperti pengorganisasian data, perbaikan,

pengurangan, dan penambahan dilakukan pada subsistem ini.

3. Manipulasi dan Analisis data

Fungsi subsistem ini adalah untuk membedakan data yang akan diproses

dalam SIG. Untuk merubah format data, mendapatkan parameter dan proses

dalam pengelolaan dapat dilakukan pada subsistem ini. Beberapa fasilitas yang

biasa terdapat dalam paket SIG untuk manipulasi dan analisis, meliputi empat

unsur, yakni: fasilitas penyuntingan, interpolasi spasial, tumpang susun, modeling,

dan analisis data (Danoedoro, 1996).

Fasilitas yang terdapat pada Sistem Informasi Geografi antara lain:

a. Penyuntingan

Sebenarnya, sebagian fungsi penyuntingan telah dilakukan dalam subsistem

manajemen data (khususnya data spasial), tetapi ada yang belum dikerjakan

secara detail, yakni pemutakhiran (up dating) data. Sebagai contoh antara lain,

peta pola persebaran pemukiman untuk tahun terbaru tidak perlu digitasi ulang,

tetapi cukup diperbaharui dengan menambah data baru.

b. Interpolasi spasial

Interpolasi spasial merupakan jenis fasilitas SIG yang rumit, bahkan dapat

dikatakan bahwa langkah ini tidak dapat dilakukan secara manual. Setiap titik

pada koordinat tertentu dalam peta memuat sejumlah informasi koordinat dan

nilai-nilai tertentu suatu variabel yang dikehendaki. Misal, pemasukan data

Page 11: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

11

berupa posisi koordinat dan kemiringan lereng, dapat diinterpolasi. Hasil dari

proses interpolasi tersebut adalah peta kontinyu dimana setiap titik pada peta

digital tersebut menyajikan informasi berupa nilai riil.

c. Tumpang susun (overlay)

Tumpang susun ini sebenarnya merupakan langkah di dalam SIG yang

dapat dilakukan secara manual, tetapi cara manual terbatas kemampuannya. Bila

peta yang akan ditumpangsusunkan lebih dari 4 lembar peta tematik, maka kan

terjadi kerumitan besar dan sukar dirunut kembali dalam menyajikan satuan-

satuan pemetaan baru (Danoedoro, 1996). Software SIG yang berbasis raster

dapat melakukan proses tumpang susun secara lebih cepat daripada software

SIG berbasis vektor. Proses tumpang susun lebih cepat pada SIG berbasis raster

karena proses ini dilakukan antar pixel dari masing-masing input data peta pada

koordinat yang sama, tidak harus merumuskan lagi topologi baru untuk satuan

pemetaan baru yang dihasilkan dari proses ini sebagaimana yang terjadi pada

SIG berbasis vektor.

d. Pembuatan Model dan Analisis data

Bila input data telah masuk dan tersusun dalam bentuk basis data, maka

proses pembuatan model (modeling) dan analisis data menjadi efisien, dapat

dilakukan kapan saja dan dapat dipadukan dengan input peta baru. Bagian inilah

terletak manfaat SIG yang besar, yakni ketika seluruh data telah tersedia dalam

bentuk digital.

4. Keluaran data (data output)

Subsistem ini berfungsi untuk menayangkan (displaying) informasi baru dan

hasil analisis data geografis secara kuantitatif maupun kualitatif. Wujud keluaran

ini berupa peta, tabel atau arsip elektronik (file). Keluaran data ini tidak hanya

ditayangkan pada monitor, tetapi selanjutnya perlu disajikan dalam bentuk

cetakan (hardcopy), dengan maksud agar dapat dibaca, dianalisis, dan diketahui

persebarannya secara visual (data peta).

Peta adalah bentuk sajian informasi spasial mengenai permukaan bumi yang

dipergunakan dalam pembuatan keputusan. Suatu peta harus dapat menampilkan

informasi secara jelas, mengandung ketelitian yang tinggi, walaupun tidak

Page 12: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

12

dihindari harus bersifat selektif, dengan mengalami pengolahan, biasanya terlebih

dahulu ditambah dengan ilmu pengetahuan agar lebih dapat dimanfaatkan

langsung oleh pengguna.

Manfaat Sistem Informasi Geografis (SIG) antara lain:

a. Memudahkan dalam melihat fenomena kebumian dengan perspektif lebih

baik.

b. Mampu mengakomodasi penyimpanan, pemrosesan, dan penayangan data

spasial digital bahkan integrasi data yang beragam, mulai dari citra satelit,

foto udara, peta bahkan data statistik.

c. Mampu memproses data dengan cepat dan akurat dan menampilkannya.

d. Menyongsong pembangunan di masa mendatang yang semakin lama akan

semakin penting. Informasi yang dihasilkan SIG merupakan informasi

keruangan dan kewilayahan untuk inventarisasi data keruangan yang

berkaitan dengan sumber daya alam.

1.5.4 Daerah Aliran Sungai (DAS)

Daerah aliran sungai (DAS) merupakan ruang di mana sumberdaya alam,

terutama vegetasi, tanah dan air, berada dan tersimpan serta tempat hidup manusia

dalam memanfaatkan sumberdaya alam tersebut untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya. Sebagai wilayah, DAS juga dipandang sebagai ekosistem dari daur air.

Daerah aliran sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan tertentu yang

merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi

menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke

danau atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh aktivitas

di daratan (Pasal 1 ayat 11 UU Nomor 7 Tahun 2004). Dengan demikian, DAS

merupakan satuan wilayah alami yang memberikan manfaat produksi serta

memberikan pasokan air melalui sungai, tanah, dan atau mata air, untuk

memenuhi berbagai kepentingan hidup, baik untuk manusia, flora maupun fauna.

Untuk memperoleh manfaat yang optimal dan berkelanjutan perlu disusun sistem

perencanaan pengelolaan DAS bersifat dinamis karena dinamika proses yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

13

terjadi di dalam DAS, baik proses alam, politik, sosial ekonomi kelembagaan,

maupun teknologi yang terus berkembang.

Sub Daerah Aliran Sungai adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan

mengalirkannya melalui anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis

dalam Sub DAS-Sub DAS. DAS mempunyai suatu keterkaitan antara faktor

biotik, abiotik dan budaya serta interaksi yang saling berpengaruh dari DAS

bagian hulu, tengah dan hilir. Faktor biotik merupakan makhluk hidup yang

menempati ruang DAS, faktor abiotik merupakan permukaan lahan DAS tersebut

sedangkan budaya adalah sifat dan perilaku masyarakat dan perilaku masyarakat

terhadap kawasan DAS.

Tingkat kekritisan suatu DAS ditunjukkan oleh menurunnya penutupan

vegetasi permanen dan meluasnya lahan kritis sehingga menurunkan kemampuan

DAS dalam menyimpan air yang berdampak pada meningkatnya frekuensi banjir,

erosi dan penyebaran tanah longsor pada musim penghujan dan kekeringan pada

musim kemarau (Dephut, 2008).

1.5.5 Infiltrasi

Infiltrasi merupakan proses masuknya air ke dalam tanah. Infiltrasi

termasuk dalam gerak air dalam tanah dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan

gaya kapiler. Gaya kapiler mendorong air untuk bergerak ke segala arah

sementara gaya gravitasi mendorong air untuk bergerak mengalir dari tempat yang

tinggi menuju tempat yang rendah.

Laju infiltrasi (infiltration rate) adalah kecepatan infiltrasi nyata yang

berubah-ubah sesuai dengan variasi intensitas curah hujan dan kapasitas infiltrasi

adalah kecepatan infiltrasi maksimum yang tergantung dari sifat permukaan tanah.

Nilai laju infiltrasi (f) dapat kurang atau sama dengan kapasitas infiltrasi (fp).

Kapasitas infiltrasi terjadi ketika intensitas hujan melebihi kemampuan tanah

dalam menyerap kelembaban tanah. Sedangkan jika intensitas hujan lebih kecil

dari kapasitas infiltrasi, maka laju infiltrasi sama dengan laju curah hujan (Asdak,

2001).

Page 14: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

14

Secara singkat, Seyhan (1990) dalam Asdak, 2001 menyebutkan faktor yang

mempengaruhi infiltrasi adalah :

a. Karakteristik hujan

Hal ini menyangkut intensitas hujan yang terjadi pada suatu tempat. Apabila

intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi tanah, maka infiltrasi

akan terus melaju sama dengan laju curah hujan.

b. Kondisi permukaan tanah

Kondisi tersebut terkait material permukaan ataupun topografinya. Pada

permukaan tanah yang memiliki material halus akan terjadi pencucian

partikel halus oleh air sehingga menyumbat pori permukaan tanah dan

menurunkan laju infiltrasi. Kemiringan tanah juga mempengaruhi karena

pada kondisi yang miring, air memiliki kemungkinan meresap lebih kecil

dibanding kondisi yang landai, bergelombang hingga datar. Selain itu

penggolongan tanah dapat meningkatkan laju infiltrasi antara lain dengan

terasering atau pembajakan kontur dan yang menurunkan laju infiltrasi

adalah dengan pengolahan permukaan vegetasi. Hal tersebut dikarenakan

kenaikan atau penurunan cadangan permukaan.

c. Kondisi penutup permukaan

Penutup permukaan berupa vegetasi dapat menghambat aliran permukaan

dan melindungi tanah dari dampak tetesan hujan. Sedangkan dengan

mengubah penutup permukaan menjadi bangunan atau jalan akan

mengurangi kapasitas infiltrasi.

d. Transmibilitas tanah

Beberapa sifat tanah seperti struktur tanah, kemantapan struktural, faktor

biotik dan sifat penampang tanah merupakan faktor yang mempengaruhi

pori yang besar dan transmibilitas tanah. Infiltrasi berbanding terbalik

dengan kadar lengas tanah, hal ini terjadi dengan berbagai cara, diantaranya

adalah kandungan air yang meningkat mengisi ruang pori dan mengurangi

kapasitas tanah untuk infiltrasi air selanjutnya. Apabila hujan membasahi

permukaan suatu tanah yang kering maka gaya kapiler akan menarik air

dengan laju yang lebih tinggi dibanding laju oleh gaya gravitasi, dan

Page 15: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

15

meningkatnya airtanah menyebabkan pengembangan koloid dan

mengurangi ruang pori.

e. Karakteristik air yang berinfiltrasi

Karakteristik air tesebut antara lain suhu air dan kualitas air. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa pada bulan-bulan musim panas laju infiltrasi

lebih tinggi, namun hal ini tentu disebabkan juga oleh faktor lain, bukan

hanya karena faktor suhu air. Kualitas air berhubungan dengan kekeruhan,

pada air yang mengandung partikel debu halus saat infiltrasi akan

menyumbat ruang pori yang lebih halus dalam tanah sehingga akan

mengurangi laju infiltrasi.

1.5.6 Daerah resapan

Menurut Sayogyo (1982), daerah resapan diartikan sebagai suatu wilayah

yang berfungsi lindung bagi daerah di bawahnya untuk meresapkan air hujan ke

dalam tanah sebagai suplai airtanah. Adapun kawasan peresapan air diartikan

sebagai daerah yang memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan

sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna bagi

sumber air. Oleh karena itu, upaya pengelolaan dan perlindungan terhadap

kawasan peresapan air penting bagi kelestarian ekosistem dan menjaga

kemanfaatan sumberdaya alam bagi manusia.

Pada umumnya pengelolaan terhadap kawasan peresapan air dikaitkan

dengan suatu wilayah yang memungkinkan berlangsungnya suatu sistem tata air

mulai dari masuknya air hujan, proses meresapnya air dan keluarnya aliran. Unit

wilayah yang dimaksud adalah Daerah Aliran Sungai. Oleh karena itu, baik

langsung maupun tidak langsung pengelolaan kawasan peresapan air pada

hakekatnya juga pengelolaan Daerah Aliran Sungai.

Menurut Sautterland (1972), pengelolaan DAS adalah pengelolaan terhadap

seluruh sumberdaya alam dari suatu DAS untuk melindungi, memelihara dan

memperbaiki hasil air. Sedangkan menurut Brooks et al (1991), memberikan

definisi lebih detail yaitu proses mengarahkan dan mengorganisir lahan dan

penggunaan sumberdaya lainnya untuk memberikan barang-barang dan jasa yang

Page 16: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

16

diinginkan tanpa menyalahi kondisi sumberdaya tanah dan air. Pengelolaan DAS

adalah upaya manusia dalam mengatur hubungan timbal balik antara sumberdaya

alam dengan manusia di dalam DAS dan segala aktivitasnya, agar terwujud

kelestarian dan keserasian ekosistem serta meningkatnya kemanfaatan

sumberdaya alam bagi manusia secara berkelanjutan. (PP No. 37 Tahun 2012).

Berdasarkan konsep tersebut diketahui adanya keterkaitan antar wilayah, artinya

dalam suatu DAS kondisi yang ada pada suatu wilayah akan mempengaruhi

kondisi di wilayah lain.

1.6 Penelitian Sebelumnya

Dulbahri (1992) melakukan penelitian tentang pemanfaatan foto udara

inframerah berwarna untuk kajian agihan dan pemetaan airtanah di Daerah

Pengaliran Sungai Progo. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan unit

geohidrologi airtanah melalui teknik penginderaan jauh, mengevaluasi

kemampuan teknik penginderaan jauh untuk menentukan unit geohidrologi

termasuk mata air dan melakukan pemetaan potensi keberadaan dan agihan

sumberdaya airtanah di Daerah Pengaliran Sungai Progo. Metode yang digunakan

berupa interpretasi foto udara inframerah berwarna skala 1:30.000 dan cek

lapangan. Penelitian ini menghasilkan peta keberadaan dan agihan airtanah dan

deskripsi unit daerah airtanah.

Syahbani (2003) melakukan penelitian tentang penggunaan teknik

penginderaan jauh dan sistem informasi geografis untuk penilaian kondisi resapan

Sub DAS Garang, Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik

penginderaan jauh untuk memperoleh data karakteristik fisik DAS dan

memetakan kondisi resapan Sub DAS Garang. Metode yang digunakan berupa

interpretasi foto udara pankromatik skala 1:30.000 dan overlay parameter fisik

lahan. Penelitian ini menghasilkan peta kondisi resapan Sub DAS Garang skala

1:25.000. Karakteristik fisik yang digunakan berupa tekstur tanah, curah hujan,

kemiringan lereng dan penggunaan lahan yang diberi skor tertentu berdasarkan

pengaruhnya terhadap infiltrasi.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

17

Sigit (2010) melakukan penelitian tentang kajian foto udara dan sistem

informasi geografis untuk pemetaan kondisi peresapan air Sub DAS Wedi

Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketelitian

interpretasi foto udara dan mengetahui sebaran potensi peresapan air di daerah

penelitian serta menganalisis sebaran tersebut secara keruangan. Metode yang

digunakan berupa interpretasi foto udara pankromatik hitam putih tahun 1991

skala 1:50.000, survey terbatas untuk uji lapangan dan tumpangsusun peta

parameter. Penelitian ini merupakan penelitian yang sama dengan Syahbani

dimana dalam penelitian ini terdapat tambahan parameter berupa jenis batuan,

vegetasi, dan pengelolaan lahan. Penelitian ini menghasilkan peta kondisi

peresapan air skala 1:50.000.

Lestari (2011) melakukan penelitian tentang pemanfaatan citra ASTER dan

Sistem Informasi Geografis untuk pemetaan lokasi potensial dan distribusi spasial

daerah resapan (recharge area), kasus di antara Sungai Winongo dan Sungai

Gadjah Wong Yogyakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan

citra ASTER untuk menyadap parameter yang digunakan, memetakan daerah

potensial dan distribusi spasial daerah resapan air dan mengkaji kesesuaian antara

laju resapan tahunan dengan potensi daerah resapan airtanah. Metode yang

digunakan berupa interpretasi citra ASTER, skoring, dan perhitungan nilai laju

resapan dengan sistem informasi geografis. Penelitian ini menghasilkan informasi

potensi laju resapan tahunan di daerah penelitian, peta daerah potensial dan

distribusi spasial daerah resapan serta peta kesesuaian daerah resapan yang mana

kelas kesesuaian tidak sesuai paling luas yaitu seluas 48.26% dari total daerah

penelitian.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

18

Tabel 1.3 Tabel perbandingan penelitian sebelumnya dengan penelitian penulis Peneliti (tahun)

Daerah Tujuan Data yang digunakan

Metode Hasil

Dulbahri (1992)

Daerah Pengaliran Sungai Progo

- Menentukan unit geohidrologi airtanah melalui teknik penginderaan jauh

- Mengevaluasi kemampuan teknik penginderaan jauh untuk menentukan unit geohidrologi termasuk mata air

- Melakukan pemetaan potensi keberadaan dan agihan sumberdaya airtanah

Foto udara inframerah berwarna skala 1:30.000

Interpretasi foto udara dan cek lapangan

Peta keberadaan dan agihan airtanah dan deskripsi unit daerah airtanah

Twosan Syahbani (2003)

Sub DAS Garang, Semarang

- Menerapkan teknik penginderaan jauh untuk memperoleh data karakteristik fisik DAS

- Memetakan kondisi resapan Sub DAS Garang

Foto udara pankromatik skala 1:30.000

Interpretasi foto udara (penggunaan lahan) dan overlay parameter fisik lahan (tanah, curah hujan dan kemiringan lereng)

Peta kondisi resapan Sub DAS Garang skala 1:25.000

Agus Anggoro Sigit (2010)

Sub DAS Wedi, Klaten, Jawa Tengah

- Menguji ketelitian interpretasi foto udara - Mengetahui sebaran potensi peresapan air - Menganalisis sebaran tersebut secara

keruangan

Foto udara pankromatik hitam putih tahun 1991 skala 1:50.000

Interpretasi foto udara, survey terbatas dan tumpangsusun peta parameter (sama halnya dengan Syahbani, ditambah dengan konservasi lahan, kerapatan vegetasi dan jenis batuan)

Peta kondisi peresapan air skala 1:50.000

Rizki Puji Lestari (2011)

Kasus di antara Sungai Winongo dan Sungai Gadjah Wong, Yogyakarta

- Mengetahui kemampuan citra ASTER untuk menyadap parameter yang digunakan

- Memetakan daerah potensial dan distribusi spasial daerah resapan air

- Mengkaji kesesuaian antara laju resapan tahunan dengan potensi daerah resapan

Citra ASTER Interpretasi citra ASTER, skoring, dan perhitungan nilai laju resapan dengan sistem informasi geografis

Informasi potensi laju resapan tahunan di daerah penelitian, peta daerah potensial dan distribusi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

19

airtanah spasial daerah resapan serta peta kesesuaian daerah resapan

Annisa Kusuma Pradana (2013)

Sub DAS Oyo - Mengetahui kemampuan citra Landsat 8 untuk menyadap parameter penentu kekritisan daerah resapan

- Memetakan kondisi daerah resapan - Melihat hubungan antara pola sebaran

keruangan antara infiltrasi dengan kondisi kekritisan peresapan Sub DAS Oyo.

Landsat 8 tahun 2013, data sekunder

Interpretasi citra Landsat 8, cek lapangan, overlay parameter pendukung (parameter fisik dan aktual)

Peta kondisi peresapan Sub DAS Oyo skala 1:175.000

Page 20: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

20

1.7 Kerangka Pemikiran

Kondisi peresapan suatu daerah ditentukan oleh proses peresapan air hujan

ke dalam tanah. Proses peresapan ini merupakan proses pembaruan cadangan air

tanah melalui proses infiltrasi bersumber dari air hujan. Tidak semua tempat di

permukaan bumi memiliki kondisi peresapan yang baik, begitu pula dengan

Daerah Aliran Sungai (DAS). DAS dapat dikategorikan ke dalam DAS yang

memiliki kondisi baik maupun DAS dengan kondisi tidak baik. DAS dengan

kondisi yang baik akan menjalankan fungsi DAS sebagaimana mestinya. Akan

tetapi, kondisi DAS yang tidak baik akan menimbulkan berbagai permasalahan.

Kondisi DAS yang tidak baik dapat disebabkan adanya bencana maupun berkaitan

dengan daerah resapan yang tidak berfungsi dengan baik. Daerah resapan ini

berkaitan dengan infiltrasi yang mana dipengaruhi oleh faktor-faktor alam

maupun adanya aktivitas manusia. Proses infiltrasi berperan penting dalam

pengisian kembali lengas tanah dan airtanah. Tingkat kekritisan atau kondisi

daerah resapan ditentukan oleh faktor-faktor antara lain kemiringan lereng,

batuan, jenis tanah, vegetasi, curah hujan, penggunaan lahan dan konservasi.

Faktor-faktor ini memiliki pengaruh yang berbeda-beda terhadap proses infiltrasi

yang ada.

Kemiringan lereng memiliki pengaruh terhadap peresapan air karena

semakin curam suatu lereng maka peresapan akan semakin kecil karena air akan

lebih berpotensi menjadi limpasan/aliran permukaan. Sedangkan semakin datar

topografinya maka infiltrasi yang terjadi akan semakin besar karena air hujan akan

lebih mudah meresap ke dalam tanah. Hal tersebut terjadi layaknya pengaruh

gravitasi dan sifat air yang mana air mengalir dari tempat yang tinggi menuju

tempat yang lebih rendah.

Batuan dan jenis tanah yang ada mempengaruhi tingkat infiltrasi karena

berhubungan dengan permeabilitas (kemampuan tanah meloloskan air dalam

keadaan jenuh) yang terjadi. Permeabilitas menentukan koefisien resapan yang

ada. Semakin besar permeabilitas maka infiltrasi akan semakin besar. Permukaan

tanah yang memiliki material halus akan terjadi pencucian partikel halus oleh air

sehingga menyumbat pori permukaan tanah dan menurunkan laju infiltrasi.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

21

Sedangkan untuk permukaan tanah yang memiliki material yang kasar seperti

pasir yang mana ukuran porinya besar cenderung mudah meloloskan air sehingga

potensi infiltrasinya besar.

Curah hujan merupakan kontibutor utama sebagai masukan air tanah.

Infiltrasi akan lebih besar jika curah hujan semakin besar karena air yang masuk

lebih banyak. Apabila intensitas hujan lebih kecil dari kapasitas infiltrasi tanah,

maka infiltrasi akan terus melaju sama dengan laju curah hujan.

Konservasi lahan dalam hal ini lebih ditekankan pada ada atau tidaknya

teras dan kondisi terasnya. Adanya teras akan mempengaruhi besarnya infiltrasi

karena teras sendiri berfungsi untuk menahan laju air hujan yang dapat pula

mengakibatkan erosi. Apabila terdapat teras, maka air hujan yang masuk

cenderung tertahan dan terinfiltrasi ke dalam tanah sedangkan jika tidak terdapat

teras maka air hujan cenderung menjadi air larian terutama di daerah yang

topografinya bergelombang hingga curam apabila tidak ada teras atau konservasi

lahannya maka air hujan sangat mudah menjadi limpasan.

Vegetasi berpengaruh terhadap infiltrasi lewat tiga bentuk yaitu: perakaran

dan pori-pori memperbesar permeabilitas tanah, vegetasi menahan run off dan

vegetasi mengurangi jumlah air perkolasi melalui transpirasi. Vegetasi dalam hal

ini cenderung memperbesar nilai infiltrasi. Vegetasi yang rapat akan mempercepat

proses infiltrasi dibandingkan vegetasi yang lebih jarang karena air akan diserap

oleh akar-akar tanaman.

Penggunaan lahan merupakan aspek di bawah pengaruh kegiatan manusia,

yang mempunyai implikasi yang berbeda pada infiltrasi. Jika aspek alami seperti

faktor-faktor yang telah disebutkan mencerminkan kondisi potensial, maka aspek

penggunaan lahan mencerminkan kondisi aktual. Penggunaan lahan yang ada

mempengaruhi besarnya infiltrasi. Penggunaan lahan yang lahannya tertutup

vegetasi cenderung memiliki infiltrasi yang lebih besar dan melindungi tanah dari

dampak tetesan hujan dibandingkan dengan penggunaan lahan sebagai

permukiman di mana air hujan akan lebih berpotensi menjadi limpasan. Dengan

menumpang-tindihkan faktor-faktor tersebut yang telah diubah menjadi nilai

tingkat infiltrasi baik aspek alami maupun aspek aktual, maka dapat dibuat peta

Page 22: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

22

hasil overlaynya sehingga daerah mana yang rawan atau kritis kondisi resapannya

dan daerah mana yang tidak kritis kondisi resapannya dapat teridentifikasi.

Demikian pula dengan menggunakan matriksnya, maka faktor penyebabnya juga

dapat dievaluasi.

Gambar 1.2. Diagram alir kerangka pemikiran

1.8 Batasan Istilah

Daerah Aliran Sungai

Adalah suatu wilayah daratan tertentu yang merupakan satu kesatuan

dengan sungai dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung,

menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke danau

atau laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis

dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh

aktivitas di daratan (Pasal 1 ayat 11 UU Nomor 7 Tahun 2004).

Page 23: BAB I PENDAHULUAN Air merupakan kebutuhan …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/64435/potongan/diploma-2014...permukiman mempengaruhi peresapan air pada daerah resapan air. Bertambahnya

23

Sub Daerah Aliran Sungai

Adalah bagian DAS yang menerima air hujan dan mengalirkannya melalui

anak sungai ke sungai utama. Setiap DAS terbagi habis dalam Sub DAS-

Sub DAS.

Infiltrasi

Merupakan proses masuknya air ke dalam tanah. Infiltrasi termasuk dalam

gerak air dalam tanah dan dipengaruhi oleh gaya gravitasi dan gaya kapiler.

(Asdak, 2001).

Daerah resapan

Daerah resapan diartikan sebagai suatu wilayah yang berfungsi lindung bagi

daerah di bawahnya untuk meresapkan air hujan ke dalam tanah sebagai

suplai airtanah. Adapun kawasan peresapan air diartikan sebagai daerah

yang memiliki kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan sehingga

merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna bagi sumber

air. (Sayogyo, 1982)

Kondisi Peresapan Air

Adalah kondisi kemampuan suatu lahan untuk meresapkan air hujan

sehingga merupakan tempat pengisian air bumi (akuifer) yang berguna bagi

sumber air.