BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/42270/2/BAB I.pdfdan penegakan hukum, kerja...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangeprints.umm.ac.id/42270/2/BAB I.pdfdan penegakan hukum, kerja...
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini, tindak pidana korupsi merupakan sebuah tindak pidana yang
dikategorikan sebagai kejahtan luar biasa (extraordinary crime), hal ini
dikarenakan tindak pidana korupsi bukan saja menjadi permasalahan satu negara
saja, akan tetapi tindak pidana korupsi sudah menjadi permasalahan antar negara
dan permasalahan internasional dimana tindak pidana korupsi tidak hanya
menyerang negara berkembang saja akan tetapi menyerang negara-negara maju
di dunia, oleh karena itu banyak negara didunia yang bekerja sama secara aktif
agar dapat menghilangkan tindak pidana korupsi.
Di dalam dunia internasional, korupsi ditetapkan menjadi salah satu
kejahatan terorganisir dan bersifat transnasional, hal tersebut dapat dilihat dalam
United Nation Convention Againts Transnational Organized Crime (UNTOC)
yang sudah diratifikasi di Indonesia dengan UU No. 5 Tahun 2009 tentang
Pengesahan United Nations Convention Against Transnasional Organized
Crime (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana
Transnasional Yang Terorganisasi) tepatnya pada pasal 8 dengan judul
Kriminalisasi Korupsi.
Negara-negara di Dunia pun mengakui bahwa korupsi sangat merugikan
dan berdampak buruk pada perekonomian negara karena akibat dari korupsi
dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, menurunkan standar hidup rakyat
suatu negara, dan membengkaknya defisit anggaran belanja negara. Untuk
-
2
menjawab keresahan yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi tersebut, Pada
tahun 2003 dikeluarkanlah United Nations Convention Against Corruption
(UNCAC).
UNCAC disini adalah konvensi pertama didunia yang bertujuan untuk
melengkapi dan mengatur mengenai korupsi-korupsi yang ada di dunia, UNCAC
sendiri mengatur mengenai 5 hal pokok yaitu tindakan pencegahan, kriminalisasi
dan penegakan hukum, kerja sama internasional, bantuan teknis, dan pertukaran
informasi serta pengembalian aset.1 Sikap Indonesia sendiri dengan adanya
UNCAC sangatlah positif, hal tersebut dibuktikan dengan 3 tahun setelah
UNCAC ditandatangai dan disahkan secara global, tepatnya pada tahun 2006
Indonesia sudah meratifikasi konvensi tersebut dengan UU No. 7 Tahun 2006
tentang Pengesahan United Nations Convention Against Corruption, 2003
(Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003), dengan
diratifikasinya UNCAC tersebut oleh Indonesia, secara politis Indonesia telah
memposisikan diri menjadi salah satu negara yang mendukung dan berkomitmen
dalam gerakan pencegahan dan pemberantasan korupsi. Indonesia memang baru
bekerja sama seara internasional dalam hal pencegahan dan pemberantasan
korupsi pada tahun 2006, akan tetapi perang melawan korupsi melalui upaya
pencegahan dan pemberantasannya di Indonesia bukanlah suatu hal yang baru
yang mana upaya tersebut telah mulai dilakukan sejak tahun 1960-an.
1Dr. Muhammad Yusuf, Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di
Indonesia, Penerbit, PT. Kompas Media Nusantara, Jakarta, 2013, hlm. 81
-
3
Tindak Pidana Korupsi dianggap sebagai extraordinary crime juga
didasarkan kepada dampak yang ditimbulkan yakni telah melahirkan kerugian
yang sangat besar terhadap keuangan dan perekonomian negara. Sedemikian
besarnya keuangan negara yang dinikmati oleh koruptor hingga berdampak pada
terampasnya hak ekonomi dan kesejahteraan rakyat Indonesia. Hal yang paling
dirasakan oleh rakyat adalah kemampuan negara dalam hal pembangunan
infrastruktur, pelayanan pendidikan, transportasi dan pelayanan kesehatan,
beberapa hal bisa dilihat dari kurang meratanya pendidikan dan pelayanan
kesehatan khususnya didaerah yang masih jauh dari pusat kota, kurangnya akses
dan transportasi publik menuju suatu daerah dikarenakan tidak adanya
infrastruktur seperti jalan yang memadai.
Berbicara mengenai kerugian keuangan Negara, kita harus mengetahui
terlebih dahulu apa itu keuangan Negara dan kerugian Negara serta bagaimana
konsep dari keuangan Negara dan kerugian Negara itu sendiri, konsep keuangan
Negara sendiri, jika berpatokan pada UU No. 31 Tahun 1999 penjelasan Alinea
ke 3, yang dimaksud dengan keuangan Negara adalah seluruh kekayaan Negara
dalam bentuk apapun yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk
didalamnya segala bagian kekayaan Negara dan segala hak dan kewajiban yang
timbul karena :
1. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat
lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah.
2. Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan
Usahan Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah, yayasan, badan hukum,
-
4
dan perusaan yang menyertakan modal Negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara.
Sedangkan konsep kerugian Negara itu sendiri jika dilihat berdasarkan
pendekatan interpretasi rumusan keuangan Negara dan rumusan kerugian
Negara, berpatokan rumusan penjelasan alinea ke 3 menurut UU No. 31 Tahun
1999 adalah sebagai berikut :
1. Hilang atau berkuranganya kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan Negara dan segala hak penerimaan keuangan Negara dan
kewajiban pembayaran keuangan Negara yang timbul karena berada dalam
penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara,
baik di tingkat pusat maupun di daerah, secara nyata dan pasti dapat dinilai
dengan uang, akibat perbuatan sengaja melawan hukum.2
2. Hilang atau berkurangnya kekayaan Negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian
kekayaan Negara dan segala hak penerimaan keuangan Negara dan
kewajiban pembayaran keuangan Negara yang timbul karena berada dalam
penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban BUMN atau BUMD,
yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal Negara,
atau perusahaa yang menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan
perjanjian dengan Negara, secara nyata dan pasti dapat dinilai dengan uang,
akibat perbuatan melawan hukum.3
Dari rumusan tersebut diatas, klasifikasi keuangan Negara dapat dirumuskan
dalam 5 (lima) indikator, yaitu
a. Hilang/berkuranganya “hak penerimaan” keuangan Negara b. Timbul/bertambahnya “kewajiban pengeluaran” keuangan Negara c. Hilang/berkurangnya segala sesuatu baik berupa uang, barang atau benda
bernilai yang dapat dijadikan milik Negara berhubung dengan pelaksanaan
“hak dan kewajiban” Negara
d. Secara nyata dan pasti yang dapat dinilai dengan uang e. Akibat perbuatan melawan hukum4
2 Hernold Ferry Makawimbang, Memahami dan Menghindari Perbuatan Merugikan
Keuangan Negara, Penerbit Thafa Media, Yogyakarta, 2015, hlm. 49. 3 Ibid 4 Ibid, hlm 49
-
5
Jadi dapat disimpulkan bahwa kerugian Negara adalah kekurangan uang,
surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai akibat
perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun tidak sengaja. Di Indonesia
sendiri jika ditemukan adanya kerugian Negara sebagai akibat dari perbuatan
melawan hukum baik itu pencucian uang maupun tipikor, maka dapat dilakukan
perampasan aset untuk dapat dilakukan pemulihan keuangan Negara, agar
program-program pemerintahan dapat berjalan sesuai rencana dan tidak
mengalami hambatan, perampasan aset itu sendiri diatur dalam dalam UU No.31
Tahun 1999 Jo UU No.20 Tahun 2001 dimana didalamnya juga telah diatur
sebuah langkah mengenai perampasan aset tindak pidana korupsi baik melalui
jalur pidana maupun gugatan secara perdata. pada tahapan pidana perampasan
aset hasil tindak pidana korupsi melalui jalur tuntutan pidana atau melalui proses
persidangan, mekanismenya adalah sebagai berikut :
1. Penyidik mencari dan menemukan tersangka dan barang bukti, alat kejahatan dan hasil kejahatan;
2. PU : penelitian berkas perkara penuhi syarat formil dan materiil; 3. Apabila belum cukup bukti maka berkas perkara dikembalikan kepada
penyidik untuk dilengkapi, apabila sudah cukup bukti maka berkas
perkara dilimpahkan kepada pengadilan untuk dilakukan penuntutan;
4. Setelah persidangan akan ada putusan hakim, apabila belum berkekuatan hukum tetap dapat dilakukan upaya hukum lain seperti banding, kasasi
dan PK, apabila sudah sudah berkekuatan hukum tetap penyelesaian
barang rampasan melalui kantor lelang Negara atau digunakan untuk
kepentingan Negara, sosial dll, dengan tenggat waktu 4 bulan setelah
putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap;
5. Hasil jual atau lelang barang rampasan tersebut diserahkan kepada Negara sesuai dengan perundang-undangan.5
5Dr. Muhammad Yusuf, Op.Cit hlm 164
-
6
Selain melalui proses tuntutan pidana, perampasan aset hasil tindak pidana
korupsi dapat dilakukan melalui gugatan perdata atau civil procedure, jika
diperhatikan memang perampasan aset hasil tipikor melalui tuntutan pidana
kurang efektif karena harus menunggu putusan dari pengadilan yang
menyatakan pelaku secara sah dan terbukti melakukan tindak pidana baru dapat
dilakukan perampasan aset, sedangkan ada beberapa kondisi dimana tersangka
tidak dapat dilakukan penuntutan adalah jika tersangka tersebut meninggal,
sedangkan dalam proses persidangan ada 1 alat bukti yang diperlukan yaitu
keterangan terdakwa itu sendiri, untuk mensiasati hal tersebut maka
dilakukanlah perampasan aset hasil tindak pidana korupsi melalui gugatan
perdata yang diatur dalam pasal 32 UU No. 31 Tahun 1999 dengan mekanisme
yang tidak terlalu berbeda seperti pada perampasan aset melalui tuntutan pidana.
Perbedaan antara perampasan aset mlalui tuntutan pidana dan gugatan
perdata adalah sebagai berikut, pada tuntutan pidana harus ditemukan terlebih
dahulu tersangka, barang bukti, alat dan hasil kejatannya, jadi agar dapat
dilakukan penuntutan harus ditemukan bukti yang cukup, sedangkan pada
gugatan perdata lebih mudah, yakni apabila dari penyidikan tidak cukup bukti
tapi ditemukan kerugian Negara, atau di tingkat penyidikan terdakwa meninggal
dan ditemukan kerugian Negara, atau masih ada aset yang belum dirampas
setelah putusan maka penyidik dapat menyerahkan salinan berkas berita acara
sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara maupun instansi yang dirugikan
atas tindak pidana korupsi tersebut dapat melakukan gugatan perdata terhadap
ahli warisnya.
-
7
Jaksa Pengacara Negara sendiri menurut pasal 24 ayat (1) Perpres RI Nomor
38 Tahun 2010 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kejaksaan Republik
Indonesia memiliki tugas dan wewenang melaksanakan tugas kewenangan
kejaksaan di bidang perdata dan tata usaha Negara yang meliputi penegakan
hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum dan tindakan hukum lain kepada
Negara atau pemerintah, meliputi lembaga/badan Negara, lembaga/instansi
pemerintah pusat dan daerah, badan usaha milik Negara/daearah dibidang
perdata dan tata usaha Negara untuk menyelamatkan, memulihkan kekayaan
Negara, menegakkan kewibawaan pemerintahan dan Negara serta memberikan
pelayanan hukum kepada masyarakat.
Pada bahasan kali ini penulis ingin memfokuskan pada Fungsi dari Jaksa
Pengacara Negara untuk Menyelamatkan / memulihkan kekayaan / keuangan
Negara seperti yang tertera dalam UU No.16 tahun 2004 tentang Kejaksaan
Republik Indonesia tepatnya pada pasal 30 ayat (2) yang berbunyi “Di bidang
perdata dan tata usaha Negara, kejaksaan dengan kuasa khusus dapat bertindak
baik di dalam maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau
pemerintah”. Jadi jika didalam pemerintahan terdapat kerugian Negara baik itu
di tingkatan pusat maupun daerah, maka Jaksa Pengacara Negara dapat
bertindak atas nama Negara untuk mengajukan gugatan kepada perorangan atau
korporasi yang menimbulkan kerugian bagi Negara tersebut, untuk mengetahui
apakah ada kerugian dalam laporan keuangan pemerintahan maka disini
kejaksaan juga bekerja sama dengan BPK sebagai satu-satunya lembaga Negara
-
8
yang bertugas untuk memeriksa bagaimana pengelolaan dan sebagai
penanggung jawab keuangan Negara.
Dalam hal penyelesaian kerugian keuangan Negara, BPK memiliki hak
untuk dapat menetapkan jumlah kerugian keuangan Negara yang diakibatkan
oleh tindakan melawan hukum baik sengaja ataupun disebabkan oleh kelalaian
dari bendahara maupun pengelola BUMN, BUMD, ataupun lembaga lain yang
mengelola keuangan Negara, dalam penetuan kerugian Negara terlebih dahulu
BPK melakukan pemeriksaan terhadap pengelolaan keuangan Negara,
pemeriksaan itu sediri dilakukan terhadap pemerintah pusat maupun daerah,
BUMN, BUMD, BI, Badan Layanan Umum dan Lembaga atau Badan lain yang
mengelola keuangan Negara, dalam melakukan pemeriksaan tersebut BPK
dibantu oleh akuntan publik yang sesuai dengan ketentuan Undang-Undang
untuk nantinya laporan hasil pemeriksaan tersebut disampaikan kepada BPK,
dari laporan tersebut seluruh data akan disatukan dan akan ditemukan apakah
dari lembaga-lembaga Negara maupun pemerintah pusat/daerah tersebut
ditemukan adanya kerugian Negara, apabila dalam hasil pemeriksaan BPK
tersebut mengandung unsur pidana, maka akan disampaikan kepada instansi
yang berwenang baik itu kepolisian, kejaksaan, ataupun KPK.
Jika berkas atau data adanya kerugian keuangan Negara tersebut
dilimpahkan kepada kejaksaan, disinilah JPN berperan dalam hal penyelamatan
keuangan Negara, karena apabila sudah mendapatkan limpahan data dari BPK
jika ditemukan adanya kerugian maka meskipun tidak cukup bukti maka JPN
bisa mengajukan gugatan secara perdata untuk dilakukan penuntutan ganti rugi
-
9
atas kerugian tersebut kepada korporasi atau individu yang diduga melakukan
perbuatan melawan hukum hingga menyebabkan kerugian Negara tersebut.
Berikut ini adalah data kerugian Negara Indonesia yang diakibatkan baik
kesengajaan maupun kelalaian, data ini penulis dapatkan dari Laporan BPK tiap
semester untuk menunjukan berapa kerugian yang dialami oleh Indonesia.
Tabel 1 : Rekapituliasi Kerugian Keuangan Negara dan Penyelamatan Keuangan
Negara akibat dari Tipikor dari tahun 2010 sampai dengan 20166
Tahun Kerugian Negara Penyelamatan Keuangan
Negara Sisa Kerugian
Rp. 456.048.620.524,74 Rp.99.059.015.429,40 Rp. 356.989.605.113,34
$ 76.555.351.353,72 $ 16.363.375,08 $ 20.898.174,57
¥ 755.447.276,13 - ¥ 755.447.276,13
AUD 1.111.670,40 - AUD 1.111.670,40
Dfl 6.034.295,04 - Dfl 6.034.295,04
Ffr 37.318.656,92 - Ffr 37.318.656,92
DM 1.334.426 - DM 1.334.426
NLG 182.972,72 - NLG 182.972,72
Rp. 195.677.862.394,05 Rp. 3.960.746.142,2 Rp. 191.717.116.251,90
$ 212.368.892,44 - $ 212.368.892,44
2011
Semester 1 Rp. 527.385.250 Rp. 186.305.000 Rp. 341.080.250
Rp. 748.135.490.000 Rp 13.963920.000 Rp. 734.171.560.000
$ 43.062,92 $ 320,33 $ 42.742,58
2012
Semester 1 Rp. 250.610.000.000 Rp. 9.750.000.000 Rp. 240.860.000.000
2012
Semester 2 Rp. 2.780.000.000 Rp. 1.430.000.000 Rp. 1.350.000.000
2013
Semester 1 Rp. 138.560.000.000 Rp. 120.328.902.253,03 Rp. 18.231.097.746,97
2014
Semester 1 Rp. 997.480.000.000 Rp. 129.580.000.000 Rp. 867.900.000.000
2014
Semester 2 Rp. 2.208.320.000.000 Rp. 111.490.000.000 Rp. 2.096.830.000.000
Sumber : Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester BPK
6 BPK Republik Indonesia, Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS),
http://bpk.go.id/ihps, diakses tanggal 16 Oktober 2017
http://bpk.go.id/ihps
-
10
Karena fokus pembahasan dari tulisan ini adalah mengenai efektivitas pemulihan
keuangan Negara oleh JPN maka berikut ini adalah pemulihan keuangan Negara
yang dilakukan oleh bidang Perdata dan TUN Kejaksaan Republik Indonesia mulai
dari tahun 2011 hingga 2014.
Tabel 2 : Pemulihan Keungan Negara Oleh JPN dari Tahun 2011-20147
No. Tahun Pemulihan Keuangan Negara oleh Datun
1. 2011 Rp. 179.679.136.894,83
2. 2012 Rp. 35.279.049.615,36
$185.611,32
3. 2013 Rp. 120.328.902.253,03
4. 2014 Rp. 279.672.798.692,08
Sumber : Jam Datun Kejaksaan Republik Indonesia
Melihat laporan tersebut diatas ditingkat nasional yang masih terdapat
ketidakefektivan dalam hal pengembalian dan pemulihan keuangan negara
dalam beberapa tahun terakhir, penulis ingin meneliti bagaimanakah
pengembalian dan pemulihan kerugian keuangan negara yang dilakuakn olah
Datun Kejaksaan Negeri Kota Malang karena akhir-akhir ini sangat marak kasus
korupsi terjadi khususnya dilembaga pemerintahan kota malang, di Kejaksaan
Negeri Kota Malang sendiri Datun yang bertindak sebagai Jaksa Pengacara
Negara sangatlah sedikit mengatasi perkara korupsi, terbukti dari hasil penelitian
yang penulis lakukan, hanya ada 1 pemulihan kerugian keuangan negara yang
dilakukan oleh JPN, yakni perkara tindak pidana korupsi atas nama Drs. Solichin
Wardoyo dengan angka kerugian keuangan negara mencapai Rp.
1.072.132.443,75 (satu milyar tujuh puluh dua juta seratus tiga puluh dua ribu
7 Kejaksaan Republik Indonesia, Hasil Penyelamatan Keuangan Negara,
http://Kejaksaan.go.id, diakses tanggal 16 Oktober 2017
http://kejaksaan.go.id/
-
11
empat ratus empat puluh tiga rupiah, tujuh puluh lima sen) dengan kewajiban
uang pengganti sebesar Rp. 357.244.314 (tiga ratus lima puluh juta dua ratus
empat puluh empat ribu tiga ratus empat belas rupiah).
Jika dilihat dari data tersebut memang dapat kita ketahui bahwa pemulihan
yang dilakukan oleh JPN kuranglah efektif karena hanya sebagian kecil saja
yang dapat dipulihkan, oleh karena itu penulis mengangkat judul TINJAUAN
YURIDIS EMPIRIS EFEKTIVITAS JAKSA PENGACARA NEGARA
DALAM HAL PENGEMBALIAN DAN PEMULIHAN KEUANGAN
NEGARA SEBAGAI AKIBAT DARI TINDAK PIDANA KORUPSI agar
dapat mengetahui bagaimanakah secara praktiknya apakah pemulihan keuangan
Negara yang dilakukan oleh JPN sudah efektif atau belum.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, yang menjadi
pokok permasalahan dan hendak menjadi sorotan kajian yaitu :
1. Bagaimanakah prosedur pengembalian dan pemulihan keuangan Negara
oleh JPN yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi?
2. Bagaimana efektivitas JPN dalam hal pengembalian dan pemulihan
keuangan Negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari adanya penulisan dan penelitian hukum ini merupakan hal
penting dan merupakan hal yng mendasari adanya penulisan ini serta sebagai
solusi enjawab dari permasalahan yang ada, adapun tujuan dari penelitia ini
adalah :
-
12
1. Memahami dan mengetahui penjelasan lebih lanjut mengenai konsep
pengembalian dan pemlihan keuangan Negara oleh JPN yang disebabkan
oeh tindak pidana korupsi.
2. Mengetahui keefektivitasan JPN dalam hal pengembalian dan pemulihan
keuangan Negara yang disebabkan oleh tindak pidana korupsi.
D. Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian dalam penulisan penelitian maka penelitian
ini memiliki manfaat teoritis dan praktis. Adapun kedua keguanaan tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Dari penulisan penelitian hukum ini diharapkan akan membantu dalam
pengembangan hasanah keilmuan hukum pidana formil dan materiil dalam
konteks pengembalian dan pemulihan keungan Negara sebagai akibat dari
adanya tindak pidana korupsi yang merugikan keungan Negara yang
dilakukan oleh Jaksa Pengacara Negara.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih pemikiran
bagi mahasiswa serta masyarakat dan menjadi referensi terhadap
permasalahan pengembalian keuangan Negara yang dilakukan oleh JPN
sebagai akibat dari kerugian yang ditimbulkan oleh tindak pidana korupsi
dan agar pemulihan keuangan Negara akibat dari adanya tindak pidana
korupsi dapat berjalan dengan efektif.
-
13
E. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Penulis
Penelitian ini bagi penulis dapat berguna sebagai penambah pengetahuan
dalam hal permasalahan yang diteliti dan sebagai syarat untuk penulisan
tugas akhir dan menyelesaikan studi S1 di Fakultas Hukum Universitas
Muhammadiyah Malang.
2. Bagi Kalangan Akademisi
Penelitian ini dapat digunakan sebagai tambahan wawasan maupun
referensi bagi kalangan akademisi dalam hal bagaimanakah cara
pengembalian dan pemulihan keuangan Negara yang dapat dilakukan oleh
JPN atas kerugian Negara akibat dari tindak pidana korupsi secara efektif.
3. Bagi Penegak Hukum
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sebuah paradigma baru bagi
penegak hukum khususnya JPN tentang bagaimanakah pengembalian dan
pemulihan keuangan Negara atas kerugian yang diterima Negara sebagai
akibat dari tindak pidana korupsi secara efektif.
F. Metode Penelitian
Metode Penelitian adalah suatu tata cara mengenai bagaimana suatu penelitian
akan dilaksanakan, dalam penelitian ini penulis menggunakan metode-metode
sebagai berikut :
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan didalam penyusunan penelitian hukum
kali ini menggunakan pendekatan yuridis empiris, yakni melihat dari 2 sisi
-
14
antara hukum yang berlaku dengan apa yang ada atau apa yang terjadi
sebenarnya dimasyarakat, dengan studi di Kejaksaan Negeri Kota Malang.
2. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian kali ini penulis memilih Kejaksaan Negeri Kota Malang
sebagai lokasi penelitian karena memang dimalang sendiri kasus korupsi
lumayan banyak terjadi dan penulis ingin mengetahui lebih dalam
keefektivitasan Jaksa Pengacara Negara khususnya di Kejaksaan Negeri
Kota Malang dalam pemulihan keuangan Negara sebagai akibat dari tindak
pidana korupsi.
3. Pengumpulan Data
a. Data Primer
Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang utama yang diperoleh
dari hasil penelitian yang dilakukan dengan cara terjun langsung
kemasyarakat, data yang akan diambil dari penelitian tersebut adalah
wawancara dengan narasumber Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara di
Kejaksaan Negeri Kota Malang, yakni Bapak Krisna Hadi, SH. MH.
b. Data Sekunder
Bahan Hukum Sekunder dalam penelitian ini adalah data yang
diperoleh dari hasil studi kepustakaan atau literatur atau jurnal lain yang
berhubungan dengan materi penelitian, bahan hukum sekunder adalah
data pendukung untuk bahan data primer, baik berupa buku atau
literatur, peraturan perundang-undangan dan lain-lain yang
-
15
berhubungan dengan materi penelitian, diantara lain adalah sebagai
berikut :
1. Perbuatan Merugikan Keuangan Negara oleh Harnold Ferry
Makawimbang.
2. Merampas Aset Koruptor, Solusi Pemberantasan Korupsi di
Indonesia oleh Dr. Muhammad Yusuf.
3. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi.
4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan R.I.
5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan
Negara.
6. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan
Negara.
7. Perpres RI Nomor 38 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kejaksaan RI.
8. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan
Pengelolaan Dan Tanggung Jawab Keuangan Negara
c. Data Tersier
Bahan Hukum Tersier adalah bahan hukum yang mendukung dalam
menjelaskan bahan hukum primer maupun sekunder. Yang meliputi
pengertian baku, istilah baku yang diperoleh dari Ensiklopedi, Kamus,
Glossary, Internet dan lain-lain.
-
16
3. Teknik Pengmumpulan Data
a. Wawancara
Pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab secara langsung
terhadap narasumber dengan pertanyaan terstruktur yang sudah
disiapkan oleh penulis, dengan wawancara ini penulis bisa
mendapatkan data yang dibutuhkan untuk mendukung pembahasan
penulis. Wawancara tersebut dilakukan dengan narasumber Kasi
Perdata dan Tata Usaha Negara di Kejaksaan Negeri Kota Malang,
yakni Bapak Krisna Hadi, SH. MH.
b. Studi Kepustakaan
studi ini menggunakan metode penelusuran dan pencarian bahan-bahan
kepustakaan dari berbagai literature dalam hal ini buku maupun jurnal.
c. Studi Dokumentasi
Studi dokumentasi atau biasa disebut kajian dokumentasi merupakan
teknik pengumpulan data yang tidak langsung ditujukan kepada subjek
penelitian dalam rangka memperoleh informasi terkait objek
penelitian.8 Jadi penulis melakukan wawancara dengan Bapak Krisna
Hadi, SH. MH selaku Kasi Datun disertai pengumpulan dokumen-
dokumen yang terkait dengan masalah yang diteliti dari Bidangn
Perdata dan Tata Usaha Negara Kejaksaan Negeri Kota Malang.
4. Teknik Analisa Data
8 APB group, Studi Dokumentasi, dalam http://www.apb-group.com, akses 01 April 2018
http://www.apb-group.com/
-
17
Teknik analisa dalam penulisan ini menggunakan metode Deskriptif
Kualitatif dimana penulis melakukan pemecahan masalah yang diteliti
dengan cara memaparkan data yang telah diperoleh baik dari studi
lapangan dengan cara wawancara bapak Krisna Hadi, SH. MH selaku Kasi
Datun ataupun dengan studi kepustakaan, kemudian dilakukan validasi
data untuk mengetahui apakah data tersebut valid atau tidaknya, jika sudah
valid maka dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten agar
memudahkan penulis dalam melakukan analisis data.
G. Sistematika Penulisan Hukum
Dalam penulisan penelitian ini digunakan sistematika pembagian kedalam 4
Bab dengan masing-masing Bab terdiri atas sub yang bertujuan untuk
mempermudah pemahamannya. Adapun sistematika penelitiannya sebagai
berikut :
BAB I Pendahuluan
Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat
Penelitian, Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Sistematika Penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Berisi tentang teori-teori hukum sebagai pisau analisis dari permaslahan yang
dibahas oleh penulis tentang konsep efektivitas, Tindak Pidana Korupsi,
Kerugian Negara, Keuangan Negara, Jaksa Pengacara Negara.
BAB III Pembahasan
Bab ini berisi tentang pembahasan dan penjabaran atau penyajian data-data
lapangan dari penelitian dari permasalahan yang ada dalam penulisan
-
18
penelitian hukum ini, melalui pengkajian dengan menggunakan teori-teori
yang relevan dengan permasalahan dalam penulisan ini.
BAB IV Penutup
Bab ini merupakan bab akhir yang berisi kesimpulan dari pembahasan bab
sebelumnya dan berisi saran tentang permasalahan yang diteliti.