BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14702/1/T2_322014023_BAB...

18
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Utilitas adalah fasilitas yang menyangkut kepentingan umum seperti listrik, telekomunikasi, informasi, air, migas dan bahan bakar lain, sanitasi dan sebagainya. Utilitas didukung oleh bangunan dan jaringan utilitas agar bisa berfungsi secara baik dan optimal. Sebagai bagian dari kegiatan pembangunan, berbagai jenis bangunan dan jaringan utilitas banyak dibuat oleh pemerintah maupun swasta, baik di atas permukaan tanah maupun di bawah permukaan tanah. Seringkali pula pembangunan bangunan dan jaringan utilitas harus dilakukan di lahan yang menjadi bagian dari ruang publik, misalnya jalan raya maupun trotoar. Di dalam penulisan tesis ini, penulis membatasi lingkup hanya pada utilitas jaringan kabel fiber optik, dengan pertimbangan yang paling banyak merusak infrastruktur kota dan efek dampak kerusakannya tidak berbatas waktu. Beberapa contoh pemasangan bangunan dan jaringan utilitas di atas antara lain bisa berbentuk: 1. Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik 2. Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi PDAM

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/14702/1/T2_322014023_BAB...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Utilitas adalah fasilitas yang menyangkut kepentingan umum seperti

listrik, telekomunikasi, informasi, air, migas dan bahan bakar lain, sanitasi

dan sebagainya. Utilitas didukung oleh bangunan dan jaringan utilitas agar

bisa berfungsi secara baik dan optimal. Sebagai bagian dari kegiatan

pembangunan, berbagai jenis bangunan dan jaringan utilitas banyak dibuat

oleh pemerintah maupun swasta, baik di atas permukaan tanah maupun di

bawah permukaan tanah. Seringkali pula pembangunan bangunan dan

jaringan utilitas harus dilakukan di lahan yang menjadi bagian dari ruang

publik, misalnya jalan raya maupun trotoar.

Di dalam penulisan tesis ini, penulis membatasi lingkup hanya pada

utilitas jaringan kabel fiber optik, dengan pertimbangan yang paling banyak

merusak infrastruktur kota dan efek dampak kerusakannya tidak berbatas

waktu. Beberapa contoh pemasangan bangunan dan jaringan utilitas di atas

antara lain bisa berbentuk:

1. Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik

2. Pemasangan Jaringan Pipa Distribusi PDAM

2

3. Pemasangan Jembatan Jaringan Perpipaan

4. Pemasangan Iklan / papan reklame/ Baliho

5. Pemasangan Videotron

6. Pemasangan Bando Informasi

7. Pemasangan Jembatan Penyeberangan Orang

8. Pemasangan Tiang dan kabel Listrik

9. Pemasangan Tiang dan kabel telekomunikasi

10. Pemakaian Bagian Jalan untuk usaha

11. Pemakaian Bagian Jalan untuk pemasangan peralatan

12. Pemakaian Bagian Jalan untuk Jalan masuk rumah

13. Pemakaian Bagian Jalan untuk Jalan masuk tempat usaha, dan lain- lain.

Ketika dilakukan di lahan publik, pembangunan bangunan dan jaringan

utilitas tentu perlu diatur agar tidak memunculkan gangguan ketertiban

umum dan kenyamanan publik. Oleh karena itu, Pemerintah sudah membuat

peraturan yang berkaitan dengan pelaksaan pekerjaan pembangunan

bangunan maupun jaringan utilitas, baik di atas maupun di bawah permukaan

tanah, termasuk juga di bagian-bagian tanah yang merupakan fasilitas umum

seperti jalan dan trotoar. Untuk pembangunan bangunan maupun jaringan

utilitas di bagian-bagian jalan, khususnya yang berkaitan dengan jaringan

fiber optic, peraturan yang relevan adalah Undang-Undang Nomor 38 Tahun

3

2004 Tentang Jalan dan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 Tentang

Telekomunikasi.

Sebagai salah satu kota yang tengah berkembang, Salatiga juga tidak

lepas dari kegiatan pekerjaan pembangunan bangunan dan jaringan utilitas,

termasuk yang dilakukan di bagian-bagian jalan atau trotoar yang merupakan

wilayah publik. Oleh sebab itu, ada kemungkinan pelaksanaan pekerjaan

pembuatan bangunan dan jaringan utilitas itu mengganggu kenyamanan

bahkan hak publik untuk menikmati fasilitas publik seperti jalan dan trotoar.

Pihak pemerintah sebagai pemilik pekerjaan bangunan dan jaringan

utilitas selama ini selalu mengikuti peraturan spesifikasi dan mekanisme yang

berlaku. Sedangkan permasalahan sering timbul jika kepemilikan pekerjaan

publik adalah dari pihak swasta. Hal tersebut dikarenakan antara lain dari

ketidaktahuan pihak swasta terhadap norma yang ada, serta naluri dari

perusahaan/pengusaha yang mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan

modal sekecil-kecilnya.

Pihak swasta yang selama ini sudah melaksanakan perluasan jaringan

di Kota Salatiga sebagai pemohon pemasangan jaringan kabel fiber optik

antara lain :

1. Operator seluler Indosat

2. Operator seluler Telkomsel

3. Operator Telkom Indonesia

4

4. Operator seluler XL

5. Operator seluler 3

Pemanfaatan ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan selain

peruntukannya wajib memperoleh izin dari penyelenggara jalan sesuai

kewenangannya. Setiap Penerbitan izinnya pun wajib memperoleh

rekomendasi dari penyelenggara jalan sesuai kewenangannya.

Tugas dan wewenang Penyelenggara Jalan merupakan tanggungjawab

pemerintah, meliputi :1

a. melakukan pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan

sesuai dengan kewenangannya

b. memberi izin tentang pemanfaatan ruang manfaat jalan(rumaja) dan ruang

milik jalan (rumija) dengan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi

c. memberikan rekomendasi sebagai pertimbangan teknis tentang

penggunaan ruang pengawasan jalan agar tidak mengganggu kelancaran

dan keselamatan pengguna jalan serta tidak membahayakan konstruksi

jalan beserta bangunan pelengkap jalan, serta guna menjamin peruntukan

ruang pengawasan jalan.

Adapun ruas Jalan yang dimohon untuk pemasangan bangunan utilitas

di Salatiga antara lain : Jl. Sukarno-Hatta, Jl. Jend. Sudirman, Jl. Diponegoro,

Jl. Patimura, Jl. Pahlawan, Jl. Dr. Muwardi, Jl. Veteran, Jl. Osa Maliki, Jl.

1 Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.

5

Merak, Jl. Sentana, Jl. Kyai Hasyim, Jl, Abdul Wahid, Jl. Imam Bonjol, Jl.

Fatmawati , dan lain- lain.

Untuk Penyelenggara Jalan dengan status Jalan Nasional adalah

Menteri, untuk status Jalan Provinsi adalah gubernur, dan untuk status Jalan

Kota/Kabupaten adalah Walikota / Bupati. Sehingga untuk wilayah

administratif Kota Salatiga terdapat Jalan Nasional, Jalan Provinsi dan Jalan

Kota, maka permohonan perizinan menyesuaikan tempat/lokasi di mana

bangunan dan jaringan utilitas dibangun.

Menteri, gubernur dan walikota/bupati dalam wewenangnya sebagai

penyelenggara jalan dalam pemberian izin pemanfaatan rumija dapat

dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk. Dalam kewenangan menteri jika

tidak dilimpahkan kepada pejabat yang ditunjuk, maka pemberian izin untuk

pemanfaatan ruang milik jalan nasional dilaksanakan oleh Kepala Balai

Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional sesuai dengan peraturan Menteri2

dengan penjelasan sebagai berikut :

a. Menteri dalam wewenangnya sebagai penyelenggara jalan dalam

pemberian rekomendasi pemanfaatan rumija Jalan Nasional dilaksanakan

oleh Kepala Balai Besar/Balai Pelaksanaan Jalan Nasional sesuai dengan

2 Pasal 5 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor. 20/PRT/M/2010 tentang

Pedoman Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan

6

penetapan Menteri3 yang diatur dalam Peraturan Menteri PU Nomor 20

Tahun 2010.

b. Gubernur Jawa Tengah dalam wewenangnya sebagai penyelenggara jalan

dalam pemberian rekomendasi dan izin pemanfaatan rumija Jalan

Provinsi dilaksanakan oleh Unit Pelaksana Teknis Pelayanan Terpadu Satu

Pintu Badan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Tengah (UPT PTSP

BPMD Prov Jawa Tengah) yang diatur dalam Peraturan Gubernur

Provinsi Jawa Tengah Nomor 152 Tahun 2010 tentang Pedoman

Pelayanan Penanaman Modal (Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun

2010 Nomor 152) , Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 74

Tahun 2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pada Badan Penanaman Modal Daerah

Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012

Nomor 74) dan Peraturan Gubernur Provinsi Jawa Tengah Nomor 67

Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Provinsi Jawa Tengah (Berita Daerah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2013

Nomor 67);

c. Untuk Kota Salatiga, Walikota dalam wewenangnya sebagai

penyelenggara jalan dalam pemberian rekomendasi dan izin pemanfaatan

rumija jalan kota dilaksanakan oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan

3 Ibid

7

Ruang yang diatur di dalam Perwali nomor 40 Tahun 2016 tentang

Kedudukan , Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Serta Tata Kerja

Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang. Perwali ini adalah yang

terbaru dan mulai berlaku untuk pelaksanaan mulai tahun 2017.

Sedangkan pelaksanaan sebelum terbitnya Perwali nomor 40 Tahun 2016,

sebagai penyelenggara jalan dalam pemberian rekomendasi dan izin

pemanfaatan rumija jalan kota dilaksanakan oleh Dinas Bina Marga dan

PSDA yang diatur di dalam Perwali Salatiga No.54 Tahun 2011 4 tentang

Tugas Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Dinas

Daerah Pasal 62 ayat (3) huruf f, tentang uraian tugas kepala dinas

menyelenggarakan manajemen dan pemberian rekomendasi serta

perizinan di bidang pekerjaan umum meliputi bina marga dan sumber daya

air untuk meningkatkan pelayanan. Namun tentang bagaimana tata cara

dan prosedur pelaksanaannya belum jelas diatur.

Pemerintah sebagai penyelenggara Jalan Kota Salatiga dalam hal ini

OPD teknis Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kota Salatiga

disingkat DPU & PR, selama ini tidak dapat mengatasi permasalahan akibat

perizinan yang telah dikeluarkan. Hal tersebut dikarenakan pemegang hak

perizinan tidak bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan mereka.

4 Dalam konteks penelitian ini masih dengan menggunakan Perwali Salatiga No.54

Tahun 2011, karena Perwali Salatiga No.40 Tahun 2016 d isusun dari menindaklanjuti

terbitnya UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan UU No.32

Tahun 2004 dan Perwali Salatiga No.40 Tahun 2016 mulai berlaku sejak tahun 2017

8

Sehingga setiap pelaksanaan perizinan berdampak kerusakan-kerusakan

infrastruktur di mana lokasi perizinan dikeluarkan. Sedangkan mengacu pada

Permen PU nomor 20 Tahun 2010 pasal 14 ayat (3) bahwa Pemegang izin

wajib menjaga, memelihara bangunan dan jaringan utilitas, dan bertanggung

jawab terhadap segala kerusakan jalan yang disebabkan oleh bangunan dan

jaringan utilitas selama jangka waktu perizinan, namun hal tersebut selalu

diabaikan. Selama ini kerusakan akibat yang timbul dari pelaksanaan

perizinan menjadi “Pekerjaan Rumah” terbesar bagi Pemerintah Kota

Salatiga.

Sedangkan klaim kerusakan yang terjadi akibat pelaksanaan yang

menyimpang, pihak pemerintah kota tidak mempunyai daya, karena

disamping pihak pelaksana adalah kontraktor pelaksana yang melakukan

perjanjian kontrak dengan pihak pemegang perizinan juga di dalam petunjuk

pelaksanaan pengaturan perizinan tersebut belum diatur secara rinci

mengenai standar teknis kebinamargaan dengan jelas. Sehingga menjadikan

tidak jelas mengenai tata cara pelaksanaan dan terkesan bahwa kontraktor

pelaksana dianggap sudah mengetahui standar teknis kebinamargaan.

Dari fakta- fakta tersebut di atas, bagaimanakah bentuk

pertnggungjawaban perdatanya? Padahal dalam hal ini masyarakatlah yang

dirugikan, karena beberapa fasilitas umum tidak dapat termanfaatkan dan

membahayakan keselamatan pengguna jalan dan trotoar. Terlebih banyak

9

aset negara yang menjadi rusak sehingga harus dianggarkan perbaikan dari

kerusakan tersebut.

Bentuk-bentuk kerusakan bangunan di dalam Rumija antara lain

sebagai berikut :

1. Pendodosan buis beton drainase menyebabkan ketiadaan fungsi drainase

dan banjir.

2. Kerusakan trotoar dan lubang – lubang yang menganga di jalur pedestrian

dan bahu jalan sangat membahayakan bagi pejalan kaki.

3. Kekacauan pemasangan guiding block yang mengakibatkan pejalan kaki

tuna netra tidak dapat mengikuti petunjuk kode arah guide pola.

4. Pelaksanaan kegiatan yang lama dan berlarut-larut dan mengabaikan K3

(Keselamatan dan Kesehatan Kerja) sehingga mengakibatkan pejalan kaki

terpaksa berjalan di badan jalan, sehingga membahayakan

keselamatannya.

5. Galian yang dibiarkan di sepanjang lokasi menyebabkan kemacetan.

6. Pengurugan dengan sampah membuat ambles dan membahayakan

keselamatan pejalan kaki.

7. Penanaman jaringan utilitas yang terlalu dangkal (kurang dari 1,5 m)

menyebabkan jaringan terpengaruh beban lalu lintas sehingga menjadi

rusak.

10

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan beberapa uraian dari latar belakang masalah terjadinya

wanprestasi kegiatan pemanfaatan utilitas di Pemerintah Kota Salatiga, maka

dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut :

a. Bagaimana realita hukum di dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik

di Kota Salatiga?

Realita hukum yang dimaksud adalah mengenai pengaturan / normanya,

penerapan aturan dan bentuk-bentuk pelanggaran hukum.

b. Bagaimana pertanggungjawaban perdata (pemegang surat izin) terkait

dengan pemasangan jaringan kabel fiber optik di bagian-bagian jalan?

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan diadakannya penelitian Tanggungjawab Perdata Dalam

Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik Di Kota Salatiga ini adalah untuk

menemukan realita hukum di dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik di

Kota Salatiga dan bagaimanakah bentuk tanggung jawab perdata terkait

dengan pemasangan jaringan kabel fiber optik di bagian-bagian jalan secara

11

normatif. Sehingga ke depannya hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan

untuk menentukan bentuk pengaturan semua hal perizinan utilitas di Kota

Salatiga.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat penelitian yang diharapkan adalah sebagai berikut:

a. Manfaat Praktis.

Bagi penulis : manfaat praktis yang diharapkan adalah bahwa

seluruh tahapan penelitian serta hasil penelitian yang diperoleh dapat

memperluas wawasan dan sekaligus memperoleh pengetahuan

mengenai penerapan fungsi Ilmu Hukum yang diperoleh selama

mengikuti kegiatan perkuliahan pada Magister Ilmu Hukum UKSW.

Bagi aparat pemerintah : manfaat hasil penelitian dapat diterima

sebagai kontribusi untuk meningkatkan kinerja aparat melalui

peningkatan pelayanan public, etos kerja dan pola kerja yang efektif

dan produktif sehingga dapat lebih menjaga fasilitas umum sebagai

asset milik Negara serta dengan menawarkan perbaikan demi kemajuan

dan kepastian hukum di Indonesia.

b. Manfaat Teoritis.

Manfaat teoritis yang diharapkan adalah bahwa :

12

1) Hasil penelitian dapat dijadikan rujukan bagi upaya pengembangan

Ilmu Hukum

2) Sebagai dasar dalam melindungi fasilitas umum (fasum) sebagai

aset milik negara.

E. LANDASAN TEORI

Dari seluruh pelaksanaan perizinan utilitas, bahwa permasalahan

tentang pertanggungjawaban perdata dalam pemasangan jaringan kabel fiber

optik di Kota Salatiga belum pernah terselesaikan. Hal tersebut terjadi oleh

karena tidak adanya pengawasan yang intensif terhadap pelaksanaan kegiatan

perizinan. Sedangkan ketiadaan pengawasan disebabkan belum

dimasukannya uraian tentang tugas, pokok dan fungsi pengawasan pekerjaan

yang bersumber dari dana non pemerintah.

Penelitian ini menggunakan pendekatan eksploratif. Berangkat dari

fakta- fakta yang ada di dalam bungkus kerangka normatif yang lahir dari

rekomendasi dan perizinan, memeriksa realitas empirik terhadap bekerjanya

hukum di masyarakat Kota Salatiga. Penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis tersebut terdiri

dari analisis norma dari Undang-undang Jalan dan Peraturan Menteri PU &

PR, Perizinan dari dinas terkait serta Perwali Tupoksi DPU & PR. Kemudian

bagaimanakah prakteknya dalam penerapan hukumnya yang berlaku di Kota

13

Salatiga? Maka diharapkan dapat ditemukan bagaimana realita hukum di

dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik di Salatiga sehingga perlu

diurai tentang tanggung jawab perdata, bagaimana seharusnya hukum

berperan/ berkontribusi agar tercapai keadilan sosial sebagaimana dengan

konsep teori Welfare State.

Tanggung jawab perdata menjadi unsur penting dalam penulisan tesis

ini untuk digunakan agar dapat menganalisis dan menjawab rumusan masalah

yang ada. Di dalam Prinsip tanggung jawab perdata di dalam hukum dapat

dibedakan sebagai berikut:

a. Tanggung Jawab Berdasarkan Atas Unsur Kesalahan (Liability based on

fault)

b. Praduga Selalu Bertanggung Jawab (Presumption of liability)

c. Praduga Selalu Tidak Bertanggung Jawab (Presumption of non-liability)

d. Tanggung Jawab Mutlak (strict liability)

e. Pembatasan Tanggung Jawab (limitation of liability)

F. METODE PENELITIAN

1. Jenis penelitian

Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris. Penelitian ini

terdiri dari kata “yuridis” yang berarti hukum dilihat sebagai norma atau

das sollen, karena dalam membahas permasalahan penelitian ini

menggunakan bahan-bahan hukum (baik hukum yang tertulis maupun

14

hukum yang tidak tertulis atau baik bahan hukum primer maupun bahan

hukum sekunder). Dan juga berasal dari kata “empirik” yang berarti

hukum sebagai kenyataan sosial, kultural atau das sein, karena dalam

penelitian ini digunakan data primer yang diperoleh dari lapangan. Oleh

karenanya penelitian ini melihat dari fakta-fakta persoalan rumit yang ada

di Kota Salatiga berkaitan dengan keluarnya atau bahkan tiadanya

perizinan dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik dengan

melakukan analisa normatif dari produk-produk hukum pada tingkat

pusat sampai pada tingkat daerah Salatiga yang berkaitan dengan jalan

dan pemanfaatan badan-badan jalan.

Penelitian ini merupakan penelitian yuridis empirik. Karena

berangkat dari fakta-fakta yang ada di dalam bungkus kerangka normatif

yang lahir dari ada dan tiadanya rekomendasi dan perizinan, memeriksa

realitas empirik terhadap bekerjanya hukum di masyarakat Kota Salatiga.

Analisis tersebut terdiri dari analisis norma dari Undang-undang Jalan

dan Peraturan Menteri PU & PR, Perizinan dari dinas terkait serta Perwali

Tupoksi DPU & PR. Kemudian bagaimanakah prakteknya dalam

penerapan hukumnya yang berlaku di Kota Salatiga? Maka diharapkan

bagaimana seharusnya norma/ peraturan yang berlaku dan kepada tujuan

hukum dibuatnya suatu norma / peraturan tersebut atau bagaimanakah

15

seharusnya hukum berperan / berkontribusi agar tercapai keadilan sosial

sebagaimana dengan konsep teori Welfare State.

Tahapan selanjutnya penelitian ini ditujukan untuk mendapatkan

bagaimana realita hukum di dalam pemasangan jaringan kabel fiber optik

di Kota Salatiga kelemahan, sehingga dari permasalahan tersebut

diharap dapat untuk mengurai permasalahan mengenai tanggung jawab

perdata.

2. Jenis Pendekatan

Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah

eksploratif. Metode empirik dilihat dari fakta bagaimana hukum / norma

dilaksanakan dalam praktek pelaksanaan pemasangan jaringan kabel fiber

optik. Suatu penelitian yang secara induktif dimulai dari pengamatan

pada tingkat empiris, menghasilkan konsep, memodifikasi model

hipotesis pengambilan kesimpulan menjadi teori dari khusus menjadi

umum, dengan membenturkan hal-hal yang normatif seperti berlakunya

undang-undang, penggunaan teori-teori hukum, asas-asas dan doktrin

yang berlaku terhadap permasalahan di atas. Ketidakpaduannya antara

keadaan yang diharapkan (das sollen) dengan fakta yang terjadi di

lapangan/kenyataan (das sein) tentang tanggungjawab perdata

pemasangan jaringan kabel fiber optik di Kota Salatiga tersebut

16

menimbulkan pencarian sumber hukum apa yang berlaku untuk

permasalahan tersebut.

3. Sumber Data

1) Data Primer

Data Primer merupakan bahan yang didapat dari wawancara

langsung dan observasi, yaitu informan dan foto hasil pengamatan.

2) Data Sekunder

Data Sekunder merupakan data yang bersumber dari hukum

primer dan studi pustaka, yaitu :

1. UUD Negara Republik Indonesia 1945,

2. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,

3. UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Dasar Agraria,

4. UU Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi,

5. UU Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan,

6. UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

7. UU Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,

8. PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan,

9. Per Men PU No. 30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis

Fasilitas dan Aksesibilitas pada Bangunan Gedung dan

Lingkungan,

17

10. Per Men PU Nomor: 20/PRT/M/2010 Tentang Pedoman

Pemanfaatan Dan Penggunaan Bagian-Bagian Jalan,

11. Per Men PU No. 18/PRT/M/2011 tentang Pedoman Teknis Sistem

Pengelolaan Jalan Propinsi dan Kabupaten/Kota;

12. Per Men PU No. 13/PRT/M/2011 tentang Tata Cara

Pemeliharaan dan Penilikan Jalan;

13. Per Men PU No. 19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis

Jalan dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan;

14. Peraturan Walikota Salatiga Nomor 54 Tahun 2011 tentang Tugas

Pokok, Fungsi, dan Uraian Tugas Pejabat Struktural pada Dinas

Daerah,

15. Peraturan Walikota Salatiga Nomor 40 Tahun 2016 Tentang

Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas Dan Fungsi Serta Tata

Kerja Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang,

16. Dokumen perizinan : sample no.620/148/103 tentang Persetujuan

Izin (galian FO)

17. Kamus bahasa hukum, ensiklopedi, majalah, media massa dan

internet.

4. Unit Amatan dan Unit Analisa

1) Unit amatan

18

a. Pelaksanaan pemanfaatan ruang milik jalan untuk kegiatan

pemasangan jaringan telekomunikasi fiber optik.

b. Peraturan Menteri Nomor 20/PRT/M/ Tahun 2010 tentang

Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-Bagian

Jalan.

2) Unit Analisa

Tanggung Jawab Perdata dalam Pemasangan Jaringan Kabel

Fiber Optik di Kota Salatiga

G. SISTEMATIKA Dalam penelitian ini akan terdiri dari beberapa bab yaitu Bab I

penelitian ini menjelaskan latar belakang masalah yang kemudian

memunculkan isu-isu hukum yang dijabarkan dalam rumusan masalah.

Selain itu juga memuat tentang tujuan dan manfaat penelitian, landasan teori,

dan metode penelitian yang digunakan. Bab II berisikan 2 (dua) sub bab

yaitu: kerangka teori dan Tinjauan Yuridis terhadap Pengaturan Perizinan

Pemasangan Jaringan Kabel Fiber Optik. Bab III penelitian ini berisi 3 (tiga)

sub bab, yaitu : Gambaran Umum, Temuan Data dan Analisis terhadap

rumusan masalah yang ada. Bab IV akan memberikan kesimpulan terhadap

penelitian ini dan saran agar ke depannya masalah seperti ini tidak terjadi lagi

ke depan dan kebijakan yang dapat diambil untuk masalah yang ada.