BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi...

24
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin, serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ, dan perdarahan.( Susanne G. 2002) Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya, Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya. Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari, pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai disiplin.( Sean Stitham,.2008) DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter, atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pre gangren pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau mikrotrombin.( Levi M. 2005) 1

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

DIC dapat terjadi hampir pada semua orang tanpa perbedaan ras, jenis kelamin,

serta usia. Gejala-gejala DIC umumnya sangat terkait dengan penyakit yang

mendasarinya, ditambah gejala tambahan akibat trombosis, emboli, disfungsi organ,

dan perdarahan.( Susanne G. 2002)

Koagulasi intravaskular diseminata atau lebih populer dengan istilah aslinya,

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) merupakan diagnosis kompleks yang

melibatkan komponen pembekuan darah akibat penyakit lain yang mendahuluinya.

Keadaan ini menyebabkan perdarahan secara menyeluruh dengan koagulopati

konsumtif yang parah. Banyak penyakit dengan beraneka penyebab dapat

menyebabkan DIC, namun bisa dipastikan penyakit yang berakhir dengan DIC akan

memiliki prognosis malam. Meski DIC merupakan keadaan yang harus dihindari,

pengenalan tanda dan gejala berikut penatalaksanaannya menjadi hal mutlak yang

tak hanya harus dikuasai oleh hematolog, namun hampir semua dokter dari berbagai

disiplin.( Sean Stitham,.2008)

DIC merupakan kelainan perdarahan yang mengancam nyawa, terutama

disebabkan oleh kelainan obstetrik, keganasan metastasis, trauma masif, serta sepsis

bakterial. Terjadinya DIC dipicu oleh trauma atau jaringan nekrotik yang akan

melepaskan faktor-faktor pembekuan darah. Endotoksin dari bakteri gram negatif

akan mengaktivasi beberapa langkah pembekuan darah. Endotoksin ini pula yang

akan memicu pelepasan faktor pembekuan darah dari sel-sel mononuklear dan

endotel. Sel yang teraktivasi ini akan memicu terjadinya koagulasi yang berpotensi

menimbulkan trombi dan emboli pada mikrovaskular. Fase awal DIC ini akan diikuti

fase consumptive coagulopathy dan secondary fibrinolysis. Pembentukan fibrin yang

terus menerus disertai jumlah trombosit yang terus menurun menyebabkan

perdarahan dan terjadi efek antihemostatik dari produk degradasi fibrin. Pasien akan

mudah berdarah di mukosa, tempat masuk jarum suntik/infus, tempat masuk kateter,

atau insisi bedah. Akan terjadi akrosianosis, trombosis, dan perubahan pre gangren

pada jari, genital, dan hidung akibat turunnya pasokan darah karena vasospasme atau

mikrotrombin.( Levi M. 2005)

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

B. Permasalahan

Permasalahan yang timbul sehingga disusunnya asuhan keperawatan ini

adalah bagaimana seharusnya tindakan asuhan keperawatan pada kasus Disseminated

Intravascular Coagulation (DIC)?

C. Tujuan

Tujuan disusunnya asuhan keperawatan ini adalah:

1. Tujuan Umum

Untuk memenuhi kegiatan belajar mengajar dari mata kuliah sistem imun

2. Tujuan Khusus

2.1Memperoleh gambaran mengenai Disseminated Intravascular Coagulation

(DIC)

2.2Mahasiswa mampu memahami penyebab Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC)

2.3Mahasiswa mampu mengetahui gejala Disseminated Intravascular

Coagulation (DIC)

2.4Dapat memahami tentang konsep asuhan keperawatan pasien dengan

Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

2

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC

(Disseminated Intravascular Coagulation)

1. Darah

Darah merupakan bagian dari cairan ekstrasel yang berfungsi :

Mengangkut oksigen dari paru2

Bahan nutrisi dari saluran cerna

Mengangkut hormon dari kelenjar endokrin

Bahan tersebut diangkut keseluruh sel, dimana bahan tersebut akan berdifusi dari

kapiler ke jaringan interstitiel selanjutnya masuk kedalam sel untuk digunakan dalam

aktivitas sel. Bahan yang dihasilkan dari metabolisme sel akan dikeluarkan dan

diangkut oleh darah untuk diekskresi.

Fungsi Darah :

Fungsi transport

Fungsi regulasi

Fungsi pertahanan tubuh

Komposisi darah :

Plasma 55 % dari volume darah

Sel darah 45 % dari volume darah

Komposisi plasma :

Air ; (90-92 %) sebagai pelarut, absorbsi dan pelepasan panas

Protein

-Albumin ; dihasilkan di hati berfungsi mempertahankan tekanan

osmotik agar normal (25 mmHg)

-Globulin ; berfungsi untuk respon imun

-Fibrinogen ; berfungsi untuk pembekuan darah

Komposis sel darah

1.Leukosit ;

- Granulosit (neutrofil, eosinofil, basofil)

- Agranulosit (monosit, limfosit)

2.Eritrosit

3.Trombosit

Granulosit : berasal dari sel induk di sumsum tulang merah dari mieloblas

menjadi mielosit sebelum berdiferensiasi menjadi salah satunya

3

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

Neutrofil : fungsi utamanya melindungi terhadap benda asing yang masuk tubuh

khususnya kuman dan melenyapkan bahan limbah. Sel-sel ini tertarik ketempat

infeksi ke tempat infeksi oleh substansi kimia yang dilepaskan oleh sel-sel cedera

Eosinofil : banyak diantaranya bermigrasi keluar pembuluh darah menuju daerah

tubuh yang terpapar misal, jar ikat dibawah kulit, membran mukosa saluran nafas

dan cerna, pelapis vagina dan rahim. Fungsi eosinofil melindungi tubuh terhadap

bahan asing (parasit).

Basofil : sel ini menggetahkan histamin, yang menimbulkan vasodilatasi dan

meningkatkan permeabilitas dinding kapiler. Hal ini mempermudah fagosit dan

substansi protektif lain spt zat anti, tiba dicelah jaringan bersama sel mast

mengumpul didaerah radang yang menyembuh.

Agranulosit : disebut demikian karena di dalam sitoplasmanya tidak terdapat

granula

Monosit : sel mononuklir besar asal sumsum tulang merah. Beredar didalam

darah, berfungsi terutama di jaringan sesudah berkembang menjadi makrofag.

Keduanya menghasilkan interleukin 1 yang bekerja pada hipotalamus, menaikkan

suhu badan pada infeksi dengan kuman, merangsang pembentukan globulin oleh hati

dan meningkatkan produksi limfosit T aktif.

Limposit : ada dua jenis limposit

- limposit-T, diaktifkan o/ timosin dalam kel timus

- limposit-B, diaktifkan dalam jaringan limpoid.

Sebagian beredar dalam darah dan lainnya menetap di jaringan limpoid,

bila limposit aktif bertemu anti gen maka masing2 dapat berkembang menjadi sel

efektor yang menghadapi anti gen itu dan sel memori yang menetap dalam jaringan

limpoid (apabila serangan kedua, sudah dikenali).

Eritrosit : sel ini berbentuk cakram bikonkaf, tanpa inti, berdiameter 7-8

mikrometer. Eritrosit mengandung hemoglobin yang memberinya warna merah

Hemoglobin : protein kompleks terdiri atas protein, globin dan pigmen hem

(mengandung besi). Jadi besi penting untuk Hb. Kebutuhan besi pria dan wanita

berbeda karena pria hanya kehilangan 1 mg besi/hari sedangkan wanita kehilangan

sampai 20 mg besi selama menstruasi normal.

Trombosit : merupakan keping darah, asalnya dari sel megakariosit dalam

sumsum tulang merah. Jumlah normalnya berkisar antara 200.000 – 350.000 per

mm3 darah.

- Fungsinya : berkaitan pembekuan darah. Pada penyakit demam berdarah,

jumlahnya sangat menurun (dikatakan trombositopeni) dan pasien cenderung

berdarah dibawah kulit (purpura) atau di selaput lendir.

4

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

Proses pembentukan sel darah

Terjadi awal masa embrional, sebagian besar pada hati dan sebagian kecil pada

limpa. Pada minggu ke 20 masa embrional mulai terjadi pada sumsum tulang.

Semakin besar janin peranan pembentukan sel darah terjadi pada sumsum tulang

Setelah lahir semua sel darah dibuat disumsum tulang, kecuali limposit yang juga

dibentuk dikelenjar limpe, thymus dan lien

Setelah usia 20 tahun sumsum tulang panjang tidak memproduksi lagi sel darah

kecuali bagian proximal humerus dan tibia.

B. Definisi

Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi

koagulasi atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang

malignansi, tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi

seperti leukemia dan kanker prostat, traktus GI dn paru-paru. Proses penyakit tertentu

yang umumnya tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk

sepsis, gagal hepar dan anfilaksis. ( Brunner & Suddarth, 2002)

Keadaan ini diawali dengan pembekuan darah yang berlebihan, yang

biasanya dirangsang oleh suatu zat racun di dalam darah. Pada saat yang bersamaan,

terjadi pemakaian trombosit dan protein dari faktor-faktor pembekuan sehingga

jumlah faktor pembekuan berkurang, maka terjadi perdarahan yang berlebihan.

( DeLoughery TG 2005)

C. Etiologi

Hal – hal yang dapat memyebabkan DIC :

Ø Fetus mati dalam kandungan

Ø Abortus

Ø Trauma Bisa ular

Ø Syok

Ø Infeksi

Ø Anoksemia

Ø Asidosis

Ø Perubahan suhu

Ø Autoimun

Ø Sirkulasi extrakorporeal

Ø Keganasan

Ø Hemolisis

Orang-orang yang memiliki resiko paling tinggi untuk menderita DIC:

5

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

Wanita yang telah menjalani pembedahan kandungan atau persalinan disertai

komplikasi, dimana jaringan rahim masuk ke dalam aliran darah

Penderita infeksi berat, dimana bakteri melepaskan endotoksin (suatu zat yang

menyebabkan terjadinya aktivasi pembekuan)

Penderita leukemia tertentu atau penderita kanker lambung, pankreas maupun

prostat.

Sedangkan orang - orang yang memiliki resiko tidak terlalu tinggi untuk

menderita DIC:

Penderita cedera kepala yang hebat

Pria yang telah menjalani pembedahan prostate

Terkena gigitan ular berbisa ( )

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis dari sindrom ini beragam dan bergantung pada system

organ yang terlibat dalam thrombus/infark atau episode perdarahan. DIC kronis bisa

menimbulkan sedikit gejala, seperti mudah memar, perdarahan lama dari tempat

tusukan pungsi vena, perdarahan gusi, dan perdarahan gastrointestinal lambat, atau

tidak ada gejala yang tidak dapat diamati.( .Gando S. A multicenter 2006)

E. Patofisiologi

Koagulasi intravaskular diseminata (disseminated intravascular coagulation,

DIC) adalah efek dalam koagulasi yang ditandai dengan perdarahan dan koagulasi

simultan. DIC adalah hasil stimulasi abnormal dari proses koagulasi normal sehingga

selanjutnya terbentuk trombi mikrovaskular yang tersebuar luas dan kehabisan faktor

pembekuan. Sindrom ini dipicu oleh berbagai penyakit seperti sepsis, trauma

multipel, luka bakar, dan neoplasma. DIC dapat dijelaskan sebagai dua proses

koagulasi yang terkendali dengan tepat yang menjadi terakselerasi dan tidak

terkendali. Pada mulanya, cedera pada jaringan yang disebabkan oleh penyakit

primer (mis, infeksi atau trauma) mengaktifkan mekanisme yang membebaskan

trombin, yang diperlukan untuk pembentukan fibrin pembekuan, ke dalam sirkulasi.

Trombin juga mengaktifkan proses yang diperlukan untuk perombakan fibrin dan

fibrinogen sehingga terbentuk fibrin dan prduk degradasi fibrinogen (fibrinogen

degradation products, FDP). FDP dalam sirkulasi bekerja sebagai antikoagulan. DIC

ditandai dengan tiga gejala utama berikut : (1) perdarahan umum ; (2) iskemia yang

disebabkan oleh trombi, perubahan hemodinamik, dan kekacauan metablik, yang

turut berperan terhadap terjadinya gagal multiorgan, dan (3) anemia. Prognosis

6

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

bergantung pada berbagai faktor yang mencakup beratnya kondisi primer dan

sekunder. ( Farid 2007 )

7

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

F. Pathway

8

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

G. Pemeriksaan Penunjang

DIC adalah suatu kondisi yang sangat kompleks dan sangat sulit untuk

didiagnosa. Tidak ada single test yang digunakan untuk mendiagnosa DIC. Dalam

beberapa kasus, beberapa tes yang berbeda digunakan untuk diagnose yang akurat.

Tes yang dapat digunakan untul mendiagnosa DIC termasuk:

D-dimer

Tes darah ini membantu menentukan proses pembekuan darah dengan mengukur

fibrin yang dilepaskan. D-dimer pada orang yang mempunyai kelainan biasanya

lebih tinggi dibanding dengan keadaan normal.

Prothrimbin Time (PTT)

Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa lama waktu yang diperlukan

dalam proses pembekuan darah. Sedikitnya ada belasan protein darah, atau factor

pembekuan yang diperlukan untuk membekukan darah dan menghentikan

pendarahan. Prothrombin atau factor II adalah salah satu dari factor pembekuan

yang dihasilkan oleh hati. PTT yang memanjang dapat digunakan sebagai tanda

dari DIC.

Fibrinogen

Tes darah ini digunakan untuk mengukur berapa banyak fibrinogen dalam darah.

Fibrinogen adalah protein yang mempunyai peran dalam proses pemnekuan

darah. Tingkant fibrinogen yang rendah dapat menjadi tanda DIC. Hal ini terjadi

ketika tubuh menggunakan fibrinogen lebih cepat dari yang diproduksi.

Complete Blood Count (CBC)

CBC merupakan pengambilan sampel darah dan menghitung jumlah sel darah

merah dan sel darah putih. Hasil pemeriksaan CBC tidak dapat digunakan untuk

mendiagnosa DIC, namun dapat memberikan informasi seorang tenaga medis

untuk menegakkan diagnose.

Hapusan Darah

Pada tes ini, tetes darah adalah di oleskan pada slide dan diwarnai dengan

pewarna khusus. Slide ini kemudian diperiksa dibawah mikroskop jumlah,

ukuran dan bentuk sel darah merah, sel darah putih,dan platelet dapat di

identifikasi. Sel darah sering terlihat rusak dan tidak normal pada pasien dengan

DIC. (Bare, Brenda G dan Smelttzer, Susanne G. 2002)

9

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

Skor Tes Pembekuan

Scoring system untuk DIC diajukan oleh ISTH

(International Society on thrombosis and Hemostasis)Skor atau Skala 0 1 2 3Jumlah Platelet

(x109/L)

>100 <100 <50

PT (detik) <3 >3 but <6 ≥6Fibrinogen(g/L) >1 <1Fibrin-related

markers*

(meningkat)

Tidak

meningkat

Meningkat

sedang

Peningkatan

yang tajam

TOTAL Jika ≥5, overt DIC- tes diulang setiap hari. Jika <5, non-

overt DIC – tes diulang 1-2 hari setelah tes pertama

dilakukan.*jalan pintas dari penilaian fibrin yang berhubungan dengan penanda yang

ditegakkan untuk tes spesifik.(diadaptasi dari Franchini, et al., 2006, 6)

H. Penatalaksanaan Medis

Penatalakasanaan KID yang utama adalah mengobati penyakit yang

mendasari terjadinya KID. Jika hal ini tidak dilakukan , pengobatan terhadap KID

tidak akan berhasil. Kemudian pengobatan lainnya yang bersifat suportive dapat

diberikan.

1. Antikoagulan

Secara teoritis pemberian antikoagulan heparin akan menghentikan proses

pembekuan, baik yang disebabkan oleh infeksi maupun oleh penyebab lain. Meski

pemberian heparin juga banyak diperdebatkan akan menimbulkan perdarahan,

namun dalam penelitian klinik pada pasien KID, heparin tidak menunjukkan

komplikas perdarahan yang signifikan.

Dosis heparin yang diberikan adalah 300 – 500 u/jam dalam infus kontinu.

Indikasi:

1. Penyakit dasar tak dapat diatasi dalam waktu singkat

2. Terjadi perdarahan meski penyakit dasar sudah diatasi

3. Terdapat tanda-tanda trombosis dalam mikrosirkulasi, gagal ginjal, gagal hati,

sindroma gagal nafas

Dosis:

10

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

100iu/kgBB bolus dilanjutkan 15-25 iu/kgBB/jam (750-1250 iu/jam) kontinu,

dosis selanjutnya disesuaikan untuk mencapai aPTT 1,5-2 kali kontrol

Low molecular weight heparin dapat menggantikan unfractionated heparin.

2. Plasma dan trombosit

Pemberian baik plasma maupun trombosit harus bersifat selektif. Trombosit

diberikan hanya kepada pasien KID dengan perdarahan atau pada prosedur invasive

dengan kecenderungan perdarahan. Pemberian plasma juga patut dipertimbangkan,

karena di dalam palasma hanya berisi faktor-faktor pembekuan tertentu saja,

sementara pada pasien KID terjadi gangguan seluruh faktor pembekuan.

3. Penghambat pembekuan (AT III)

Pemberian AT III dapat bermanfaat bagi pasien KID, meski biaya pengobatan

ini cukup mahal.

Direkomendasikan sebagai terapi substitusi bila AT III<70%

Dosis:

Dosis awal 3000 iu (50 iu/kgBB) diikuti 1500 iu setiap 8 jam dengan infus

kontinu selama 3 – 5 hari.

rumus:

1. 1 iu x BB (kg) x ∆ AT III, dengan target AT III > 120%

2. ∆ AT III x 0,6 x BB (kg), dengan target AT III > 125%

4. Obat-obat antifibrinolitik

Antifibrinolitik sangat efektif pada pasien dengan perdarahan, tetapi pada

pasien KID pemberian antifibrinolitik tidak dianjurkan. Karena obat ini akan

menghambat proses fibrinolisis sehingga fibrin yang terbentuk akan semakin

bertambah, akibatnya KID yang terjadi akan semakin berat.

Tidak ada penatalaksanaan khusus untuk DIC selain mengobati penyakit yang

mendasarinya, misalnya jika karena infeksi, maka bom antibiotik diperlukan untuk

fase akut, sedangkan jika karena komplikasi obstetrik, maka janin harus dilahirkan

secepatnya.

Transfusi trombosit dan komponen plasma hanya diberikan jika keadaan

pasien sudah sangat buruk dengan trombositopenia berat dengan perdarahan masif,

memerlukan tindakan invasif, atau memiliki risiko komplikasi perdarahan.

Terbatasnya syarat transfusi ini berdasarkan pemikiran bahwa menambahkan

komponen darah relatif mirip menyiram bensin dalam api kebakaran, namun

pendapat ini tidak terlalu kuat, mengingat akan terjadinya hiperfibrinolisis jika

koagulasi sudah maksimal. Sesudah keadaan ini merupakan masa yang tepat untuk

memberi trombosit dan komponen plasma, untuk memperbaiki kondisi perdarahan.

11

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

Satu-satunya terapi medikamentosa yang dipakai ialah pemberian antitrombosis,

yakni heparin. Obat kuno ini tetap diberikan untuk meningkatkan aktivitas

antitrombin III dan mencegah konversi fibrinogen menjadi fibrin. Obat ini tidak bisa

melisis endapan koagulasi, namun hanya bisa mencegah terjadinya trombogenesis

lebih lanjut. Heparin juga mampu mencegah reakumulasi clot setelah terjadi

fibrinolisis spontan. Dengan dosis dewasa normal heparin drip 4-5 U/kg/jam IV infus

kontinu, pemberian heparin harus dipantau minimal setiap empat jam dengan dosis

yang disesuaikan. Bolus heparin 80 U tidak terlalu sering dipakai dan tidak menjadi

saran khusus pada jurnal-jurnal hematologi. Namun pada keadaan akut pemberian

bolus dapat menjadi pilihan yang bijak dan rasional. Apalagi ancaman DIC cukup

serius, yakni menyebabkan kematian hingga dua kali lipat dari risiko penyakit

tersebut tanpa DIC. Semakin parah kondisi DIC, semakin besar pula risiko kematian

yang harus dihadapi

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

12

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

A. Pengkajian

1. Adanya faktor-faktor predisposisi:

• Septicemia (penyebab paling umum)

• Komplikasi obstetric

• SPSD (sindrom distress pernafasan dewasa)

• Luka bakar berat dan luas

• Neoplasia

• Gigitan ular

• Penyakit hepar

• Beda kardiopulmonal

• Trauma

2. Pemeriksaan fisik:

2.1 Perdarahan abnormal pada semua system dan pada sisi prosedur invatif

2.1.1 kulit dan mukosa membrane

a. Perembesan difusi darah atau plasma

b. Purpura yang teraba pada awalnya di dada dan abdomen

c. Bula hemoragi

d. Hemoragi subkutan

e. Hematoma

f. Luka bakar karena plester sianosis akral ( estrimitas berwarna

agak kebiruan, abu –abu, atau ungu gelap )

2.1.2 sistem GI

a. Mual dan muntah

b. Uji guayak positif pada emesis atau aspirasi

c. Nasogastrik dan feses

d. Nyeri hebat pada abdomen

e. Peningkatan lingkar abdomen

2.1.3 sistem ginjal

a. Hematuria

b. Oliguria

2.1.4 sistem pernafasan

a. Dispnea

b. Takipnea

c. Sputum mengandung darah

2.1.5 sistem kardiovaskuler

13

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

a. Hipotensi meningkat dan postural

b. Frekuensi jantung meningkat

c. Nadi perifer tidak teraba

2.1.6 sistem saraf perifer

a. Perubahan tingkat kesadaran

b. Gelisah

c. Ketidaksadaran vasomotor

2.1.7 sistem muskuloskeletal

a. Nyeri : otot,sendi,punggung

2.1.8 Perdarahan sampai hemoragi

a. Insisi operasi

b. Uterus post partum

c. Fundus mata perubahan visual

d. Pada sisi prosedur invasif : suntikan, IV, kateter arteral dan

selang nasogastrik atau dada, dll.

2.2 Kerusakan perfusi jaringan

2.2.1 a Serebral : perubahan pada sensorium, gelisah, kacau

mental, sakit kepala

b. Ginjal : penurunan pengeluaran urin

c. Paru : dispnea dan orthopnea

d. Kulit : akrosianosis ( ketidakteraturan bentuk bercaksianosis

pada lengan perifer dan kaki )

B. Diagnosa Keperawatan

1. Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan

dengan hemoragi sekunder.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus

mikrovaskuler

3. Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

4. Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan

darah dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah

bersirkulasi.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan

dengan keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi

jaringan.

6. Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan,

kehilangan beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita

14

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi

8. Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata

akan yang dirasakan.

C. Intervensi Keperawatan

1. Dx: Resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan

hemoragi sekunder.

K.H:

a. Menunjukan tidak ada manifestasi syok

b. Menunjukan pasien tetap sadar dan berorientasi

c. Menunjukan tidak ada lagi perdarahan

d. Menunjukan nilai-nilai laboraturium normal

No Intervensi Rasional1 Pantau hasil pemeriksaan koagulasi,

tanda-tanda vital, dan perubahan sisi

baru dan potensial.

Mengidentifikasi indikasi-indikasi

kemajuan atau penyimpangan.

2

Mulai kewaspadaan pendarahan Untuk meminimalkan potensial

perdarahan lebih lanjut.a. Kewaspadaan apabila ada resiko

terhadap perdarahan (jumlah trobosit

kurang dari 50.000/CU mm23)

Indikator anemia, perdarahan aktif

atau terjadinya komplikasi

1. Tempatkan tanda “kewaspadaan

perdarahan” di atas tempat tidur klien.

Petugas perawatan kesehatan

lainnya mengetahui adanya

kewaspadaan terhadap

perdarahan.2. Pantau hasil pemeriksaan koagulasi. Menentukan pengobatan

selanjutnya3. Berikan transfuse darah seperti yang

diminta dan sesuai dengan

penatalaksanaan medis.

mempertahankan volume sirkulasi

untuk memaksimalkan pervusi

jaringan4. Instruksikan klien untuk menhindari

aktivitas fisik berlebih.

menekan terjadinya perdarahan

lebih parah

15

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

5. Periksa warna dan konsistensi feses.

Feses hitam seperti menunjukkan

perdarahan GIT.

traktus GI (esofagus dan rektum)

paling biasa untuk sumber

perdarahan sehubungan dengan

mukosa yang mudah rusak dan

gangguan dalam hemostasis

karena sirosis6. Inspeksi kulit, rongga oral dan

konjungtiva setiap hari dan catat luasnya

ptekiae dan memar bila ada.

DIC subukat dapat terjadi

sekunder terhadap gangguan

faktor pembekuan7. Gunakan pencukur jenggot listrik

sebagai pengganti pisau cukur, Gunakan

sikat gigi berbulu halus untuk menyikat

gigi, Hindari penggunaan pencuci mulut

komersial. Gunakan larutan salin atau

campuran natrium bikarbonat dan

hydrogen peroksida.

pada adanya gangguan faktor

pembekuan, trauma minimal dapat

menyebabkan perdarahan mukosa

8. Hindari pengukuran suhu rektal dan

tindakan enema.

rektal dan vena esofageal paling

rentan untuk robek9. Hindari aspirin dan berbagai produk

yang mengandung aspirin.

koagulasi memanjang, berpotensi

untuk resiko perdarahan.b. Kewaspadaan bila ada resiko terhadap

hemoragi spontan (jumlah trombosit

kurang dari 20.000/CU mm23).

Indikator anemia, perdarahan aktif

atau terjadinya komplikasi

1. Tempatkan tanda “kewaspadaan

perdarahan” di atas tempat tidur klien

petugas perawatan kesehatan

lainnya mengetahui adanya

kewaspadaan terhadap

perdarahan.2. Berikan pelunak feses (bila tes Guaiak

negative).

mencegah mengejan yang

akhirnya meningkatkan tekanan

intraabdomen dan resiko robekan

vaskuler/perdarahan3. Instruksikan klien untuk menghindari

meniup tau batuk keras.

pada adanya gangguan faktor

pembekuan, trauma minimal dapat

menyebabkan perdarahan mukosa4. Pertahankan tirah baring klien. menghindari trauma yang tidak

diinginkan.5. Pertahankan posisi kepala, tempat

tidur ditinggikan

mengurangi tekanan intrakranial

dengan resiko terjadinya hemoragi

intrakranial.

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

6. Pantau tanda vital, warna kulit dan

suhu, nadi pedalis, status mental, dan

bunyi paru setiap 4 jam.

perubahan dapat menunjukkan

penurunan perfusi jaringan

serebral sekunder terhadap

hipovolemia, hipoksemia.7. Setiap 2-4 jam, anjurkan klien

membalik badan, napas dalam dan

latihan gerak perlahan.

meningkatkan sirkulasi lokal dan

sistemik

8. Gunakan kumur perawatan mulut,

sebagai pengganti sikat gigi.

menjaga personal hygiene klien

2. Dx: Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan thrombus mikrovaskuler

KH:

a. Kebutuhan oksigen klien terpenuhi

No. Intervensi Rasional

1Posisikan klien agar ventilasi udara

efektif.

meningkatkan oksigenasi yang

adekuat antara kebutuhan dan

suplai.

2 Berikan oksigen dan pantau responnya.

meningkatkan oksigenasi yang

adekuat antara kebutuhan dan

suplai.

3Lakukan pengkajian pernapasan dengan

sering.

Memperoleh data yang akurat

untuk menyeimbangkan oksigen

antara kebutuhan dan suplai

4Kurangi kebutuhan oksigen dengan

menurangi aktivitas yang berlebih.

meningkatkan oksigenasi yang

adekuat antara kebutuhan dan

suplai.

5 Kendalikan stimulus dari lingkungan.

meningkatkan oksigenasi yang

adekuat antara kebutuhan dan

suplai.

3. Dx: Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan

K.H.:

a. Rasa nyeri yang dialami klien berkurang

No. Intervensi Rasional1 Kaji lokasi, kualitas dan intensitas nyeri,

gunakan skala tingkat nyeri.

Mengetahui tingkat nyeri klien

untuk mengetahui tindakan

17

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

selanjutan.

2Baringkan klien pada posisi yang

nyaman, berikan penyangga bantal

menjaga kenyamanan dan

mencegah tekanan pada bagian-

bagian tubuh tertentu.

3

Bantu memberikan perawatan ketika

klien mengalami perdarahan hebat atau

rasa tidak nyaman.

mencegah bertambah parahnya

kondisi klien

4 Pertahankan lingkungan yang nyaman. menjaga kenyamanan klien

5

Berikan waktu istirahat yang cukup,

buat jadwal aktivitas dan pemeriksaan

diagnostik, bila memungkinkan,

sesuaikan dengan toleransi klien.

meningkatkan istirahat dan

meningkatkan kemampuan

koping

6

dorong menggunakan teknik

manajeman nyeri, contoh latihan

relaksasi/napas dalam, bimbingan

imajinasi, visualisasi; sentuhan terpiutik

memudahkan relaksasi, terpi

farmakologis tambahan, dan

meningkatkan kemampuan

koping

4. Dx: Defisit volume cairan yang berhubungan dengan hemoragi perebesan darah

dan tepat fungsi kongesti jaringan dan perlambatan volume darah bersirkulasi.

K.H.:

a. Mempertahankan status hemodinamik yang adekuat.

No. Interfensi Keperawatan Rasional1

Kaji tanda-tanda vital

setiap 1 jam, dan kualitas

nadi perifer setiap 4 jam

perubahan TD dan nadi dapat digunakan untuk

perkiraan kasar kehilangan darah (mis., TD<90

mmHg, dan nadi >110diduga 25% penurunan

volume atau kurang lebih 1000 ml). Hipotensi

postural menunjukkan penurunan volume

sirkulasi2 Kaji dan pantau jantung

terhadap frekuensi dan

irama jantung.

perubahan dapat menunjukkan efek hipovolemia

(perdarahan/dehidrasi)

3

Evaluasi pengeluaran

urin setiap jam (jumlah

dan berat jenis).

penurunan sirkulasi sekunder terhadap destruksi

SDM dan pencetusnya pada tubulus ginjal

dan/atau terjadinya batu ginjal (sehubungan

dengan peningkatan kadar asam urat) dapat

menimbulkan retensi urine atau gagal ginjal

18

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

4 Pertahankan masukan

dan pengeluaran yang

akurat.

memberikan pedoman untuk penggantian cairan

5Berikan cairan IV, sesuai

intruksi.

mempertahankan keseimbangan cairan/elektrolit

pada tak adanya pemasukan melalui oral;

menurunkan resiko komplikasi ginjal6

Berikan produk-produk

darah sesuai intruksi.

memperbaiki/menormalkan jumlah SDM dan

kapasitas pembawa oksigen, berguna untuk

mencegah/mengobati perdarahan7 Evaluasi nilai-nilai hasil

laboraturium Hb, Ht, Na,

K, Cl, PT, PTT, jumlah

platelet produk solit fibri,

fibrinogen dan masa

pembekuan.

bila jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm

(sehubungan dengan poliferasi SDMdan/atau

supresi sumsum tulang sekunder terhadap obat

antineoplastik), klien cenderung perdarahan

sepontan yang mengancam hidup. Penurunan

Hb/Ht indikatif perdarahan (mungkin samar)8

Pertahankan tirah baring.aktivitas meningkatkan tekanan dan dapat

mencetuskan perdarahan lanjut

5. Dx: Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit yang berhubungan dengan

keadaan syok, hemoragi, kongesti jaringan dan penurunan perfusi jaringan.

K.H.:

a. Kulit akan tetap utuh, tanpa ada bagian yang mengalami memar atau lecet.

No. Intervensi Rasional

1

Kaji semua permuakaan kulit setiap 4

jam, Periksa jumlah SDP terhadap

potensi inveksi, Kaji semua orificium

terhadap adanya hemoragi atau memar.

menentukan garis dasar dimana

perubahan pada status dapat

dibandingkan dan melakukan

intervensi yang tepat

2

Angkat, periksa, dan gantikan semua

balutan yang menekan, setiap 4-8 jam

sesuai intruksi.

balutan basahmeningkatkan resiko

kerusakan jaringan/infeksi.

Catatan balutan tekanan tidak

digunakan diatas lembaran kulit,

karena suplai darah mudah

dipengaruhi

3 Atur posisi pasien setiap 2 jam.

meningkatkan sirkulasi dan

mencegah tekanan pada

kulit/jaringan yang tidak perlu

19

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

4 Evaluasi semua keluhan-keluhan.mempercepat penanganan klien

agar tidak sakit berkelanjutan

5 Beri obat sesuai intruksi untuk memberikan rasa nyaman.

6

gunakan aliran arterial atau akses IV

pada pembuluh besar untuk

pengambilan darah.

Hindari fungsi berlebihan untuk

keperluan pemeriksaan

laboraturium,

7Gunakan bantalan restrain yang empuk

jika diperlukan.

memberikan kenyamanan dalam

mengurangi tekanan pada luka

8Untuk keamanan, bantu semua gerakan

untuk turun dari tempat tidur.

menurunkan tekanan pada kulit

dari istirahat lama di tempat tidur

9 Lakukan hygiene oral tiap 4 jam.

mengurangi rasa tidak nyaman,

meningkatkan rasa sehat dan

mencegah pembentukan asam

yang dikaitkan dengan partikel

makanan yang tertinggal

6. Dx: Ansietas berhubungan dengan rasa takut mati karena perdarahan, kehilangan

beberapa aspek kemandirian karena penyakit kronis yang diderita

K.H.:

a. Klien menunjukan rileks dan melaporkan penurunan ansietas sampai tingkat

dapat ditangani.

b. Klien menyatakan kesadaran ansietas dan cara sehat menerimanya.

No. Intervensi Keperawatan Rasional1. Mandiri

Catat petunjuk perilaku, misalnya gelisah,

peka rangsang, kurang kontak mata, perilaku

menarik perhatian.

Indikator derajat ansietas/stress

misalnya pasien merasa tidak dapat

terkontrol di rmah, kerja atau

masalah. Stress dapat gangguan

fisik juga reaksi lain.2. Dorong menyatakan perasaan, beri umpan

balik.

Membuat hubungan terapeutik,

membantu klien mengidentifikasi

penyebab stress.3. Akui bahwa masalah ansietas dan masalah

mirip dengan diekspresikan orang lain,

tingkatkan perhatian mendengarkan klien.

Validasi bahwa perasaan normal

dapat membantu menurunkan

stress.4. Berikan informasi yang adekuat dan nyata

tentang apa yang akan dilakukan, misalnya

Keterlibatan klien dalam

perencanaan keperawatan

20

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

tirah baring, pembatasan masukan per oral

dan prosedur tindakan yang lain.

memberikan rasa control dan

membantu menurunkan ansietas.5. Berikan lingkungan yang tenang untuk

istirahat.

Memindahkan klien dari stress luar,

meningkatkan relaksasi, dan

membantu menurunkan ansietas.6. Dorong klien atau orang terdekat untuk

menyakan perhatian.

Tindakan dukungan dapat

membantu klien untuk meringankan

energi untuk dituangkan pada

penyembuhan.7. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku

koping yang dilakukan pada masa lalu.

Perilaku yang berhasil dapat

dikuatkan pada penerimaan

masalah atau stress saat ini,

meningkatkan rasa kontrol diri

klien.8. Bantu klien belajar mekanisme koping paru,

misalnya teknik mengatasi stress dan

keterampilan berorganisasi.

Belajar cara untuk mengatasi

masalah dapat membantu dalam

menurunkan stress, meningkatkan

kontrol penyakit. 9. Kolaborasi

Berikan obat sesuai indikasi sedatif,

misalnya barbiturat, agen antiansientas dan

diazepam.

Dapat digunakan untuk

menurunkan ansietas dan

memudahkan istirahat.

10. Rujuk pada perawat spesialis, pelayanan

sosial atau penaasehat agama.

Dibutuhkan bantuan untuk

meningkatkan kontrol dan

eksaserbasi.

7. Dx: Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan minimnya informasi

K.H.:

a. Ekspresi wajah klien menunjukan rileks, perasaan gugup dan cemas

berkurang.

b. Menunjukan pemahaman tentang tentang rencana terapeutik.

No. Intervensi Keperawatan Rasional1. Gunakan pendekatan yang tenang dan

dapat menenangkan klien sewaktu

Penjelasan yang jelas dan

sederhana dan menggunakan

21

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

memberi informasi. Beri dorongan

untuk bertanya.

istilah-istilah non-medis atau

umum dapat mengurangi tingkat

kecemasan dan rasa bingung klien.

Rasa ansietas tersebut dapat

mengganggu kegiatan belajar dari

persepsi klien.2. Jelaskan mengenai gambaran singkat

tes, tujuan tes, persiapan tes, dan

perawatan setelah tes.

Penjelasan tentang apa yang

diharapkan membantu mengurangi

ansietas.

8. Dx: Gangguan konsep diri berhubungan dengan kehilangan yang nyata akan

yang dirasakan

K.H.:

a. Peningkatan partisipasi klien dalam perawtan dirinya.

b. Perubahan gaya hidup.

No. Intervensi Keperwatan Rasional1. Biarkan klien dan oreng terdekat

mengungkapkan perasaannya.

Mempermudah penyelesaian

masalah dan memungkinkan

perawat mengidentifikasi fase

kesedihan klien. 2. Hindari pemberian informasi yang bertubi-

tubi selama fase awal proses berduka. Jawab

pertanyaan khusus. Masukan informasi saat

klien menunjukan kesiapan mempelajari

perawatan diri.

Interaksi terapi dapat

membantu perubahan

individu untuk menerima

informasi berlebihan.

3. Beri nomor telepon orang yang bias dimintai

dukungan oleh klien dan kleuarga saat

pulang. Ingatkan klien untuk melihat dirinya

dengan pandangan yang berbeda. Katakana

pada klien bahwa ia harus menerima

keadaannya sekarang.

Sistem pendukung kuat dapat

seperti keluarga penting untuk

kemajuan klien dalam proses

berduka.

4. Berikan penghargaan untuk mengekspresikan

perasaan. Arahkan klien pada kelompok

pendukung komunitas sesuai indikasi.

Dukungan komunitas penting

untuk meningkatkan

kemajuan ke atah penerimaan.5. Pertahankan keluarga mendapatkan informasi

tentang kemajuan klien. Libatkan keluarga

Membantu klien menyatukan

kembali citra tubuh yang

22

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

secara sering dalam perawatan klien. baru.6. Bila memungkinkan, biarkan klien untuk

menentukan pilihan dalam penawaran diri

atau perawatan higiene rutin.

Meningkatkan kontrol diri.

7. Bantu klien memandang penyakit kronis atau

perubahan citra tubuh sebagai tantangan

untuk pertumbuhan daripada situasi yang

tidak mungkin. Gunakan istilah tantangan

pertumbuhan sebagai ganti kecacatan. Bila

ada penyakit terminal,tekankan bahwa

penelitian untuk pengobatan masih terus

berlanjut dan hindari janji palsu.

Janji palsu menghambat

kebutuhan individu untuk

mengungkapkan perasaan.

8. Lakukan rujukan psikiatrik sesuai

peklaksanaan bila perlu.

Bantuan profesional mungkin

perlu untuk membantu klien

yang maladaptive, misalnya

menyangkal jangka panjang,

menarik diri dari sosial dan

regresi.

Diagnosa banding yang harus diperhatikan :

1. Kekurangan vitamin K

2. Fibrinolisis sekunder

3. Hemofili

23

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdocshare01.docshare.tips/files/12039/120397837.pdf · A. Anatomi Fisiologi Berikut ini adalah anatomi fisiologi yang berhubungan dengan DIC ...

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

DIC adalah suatu sindrom ditandai dengan adanya perdarahan atau kelainan

pembekuan darah sehingga terjadi gangguan aliran darah yang menyebabkan

kerusakan pada berbagai organ. Diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan salah

satunya adalah resiko tinggi terhadap perubahan perfusi jaringan berhubungan

dengan hemoragi sekunder. Dari diagnose tersebut, intervensi keperawatan yang

dapat dilakukan adalah memantau hasil pemeriksaan koagulasi, tanda-tanda vital,

dan perubahan sisi baru dan potensial.

B. Saran

Setelah membaca makalah ini, diharapkan mahasiswa dapat mengaplikasikan

asuhan keperawatan pada pasien dengan DIC dengan tepat sehingga dapat mencegah

terjadinya kegawatdaruratan dan komplikasi yang tidak diinginkan.

24