BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

30
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman dan peningkatan taraf hidup membuat kebutuhan manusia ikut berkembang. Pada awalnya manusia sudah merasa cukup dengan memenuhi kebutuhan makan, sandang dan papan sehari-hari, sekarang berkembang dengan kebutuhan barang-barang sekunder dan tersier. Barang- barang yang dibutuhkan pun tersedia tidak hanya satu macam dalam setiap jenisnya, bahkan ada barang yang mempunyai ratusan produk sejenis. Keadaan ini membuat konsumen dihadapkan kepada situasi yang mengharuskannya berpikir dalam membuat keputusan mengenai produk-produk yang akan dibeli atau digunakan. Beberapa dari keputusan ini sangat penting dan membutuhkan usaha yang keras (Solomon, 2004). Banyak hal yang dapat mempengaruhi perilaku konsumen ketika mengambil keputusan sebelum membeli suatu produk. Umumnya konsumen mengambil keputusan tanpa berhenti berpikir bagaimana keputusan tersebut dipilih dan hal-hal apa saja yang mempengaruhi proses pengambilan keputusan mereka. Dalam hal ini, sebuah keputusan diambil atas dasar adanya dua atau lebih alternatif pilihan atau dengan kata lain untuk memutuskan suatu pilihan seseorang harus memiliki pilihan, sebagai contoh memilih antara produk X dan produk Y (Schiffman & Kanuk, 2004). Hal ini memaksa setiap orang, sadar atau tidak, untuk memilih produk sesuai dengan yang dibutuhkannya. Namun dalam membuat keputusan memilih,

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan zaman dan peningkatan taraf hidup membuat kebutuhan

manusia ikut berkembang. Pada awalnya manusia sudah merasa cukup dengan

memenuhi kebutuhan makan, sandang dan papan sehari-hari, sekarang

berkembang dengan kebutuhan barang-barang sekunder dan tersier. Barang-

barang yang dibutuhkan pun tersedia tidak hanya satu macam dalam setiap

jenisnya, bahkan ada barang yang mempunyai ratusan produk sejenis.

Keadaan ini membuat konsumen dihadapkan kepada situasi yang

mengharuskannya berpikir dalam membuat keputusan mengenai produk-produk

yang akan dibeli atau digunakan. Beberapa dari keputusan ini sangat penting dan

membutuhkan usaha yang keras (Solomon, 2004). Banyak hal yang dapat

mempengaruhi perilaku konsumen ketika mengambil keputusan sebelum membeli

suatu produk. Umumnya konsumen mengambil keputusan tanpa berhenti berpikir

bagaimana keputusan tersebut dipilih dan hal-hal apa saja yang mempengaruhi

proses pengambilan keputusan mereka. Dalam hal ini, sebuah keputusan diambil

atas dasar adanya dua atau lebih alternatif pilihan atau dengan kata lain untuk

memutuskan suatu pilihan seseorang harus memiliki pilihan, sebagai contoh

memilih antara produk X dan produk Y (Schiffman & Kanuk, 2004).

Hal ini memaksa setiap orang, sadar atau tidak, untuk memilih produk

sesuai dengan yang dibutuhkannya. Namun dalam membuat keputusan memilih,

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

2

kebanyakan konsumen tidak mampu mengevaluasi keseluruhan alternatif produk.

Kecenderungan sebagian besar konsumen membagi proses mereka dalam memilih

menjadi dua. Pertama mengklasifikasikan produk-produk yang ada, dan kemudian

mengidentifikasi beberapa diantaranya yang memiliki nilai tambah atau

penawaran yang lebih menarik. Tahapan selanjutnya, konsumen akan

membandingkan antar produk-produk yang dinilai lebih unggul dan kemudian

menentukan pilihan.

Di sisi lain, peradaban manusia yang terus berkembang juga berdampak

pada kerusakan lingkungan. Usaha pemenuhan kebutuhan manusia seringkali

harus mengorbankan alam sekitar dan timbulnya berbagai masalah akibat dari

proses pembangunan, berupa risiko gangguan dan kerusakan lingkungan. Keadaan

ini semakin diperparah oleh pelaku usaha yang menggunakan sumber daya alam

tanpa memperhitungkan risiko kerusakan.

Permasalahan lingkungan yang paling sering dibahas masyarakat dunia

adalah pemanasan global. Pemanasan global ditandai dengan meningkatnya

temperatur rata-rata atmosfer, darat dan lautan di bumi. Efeknya bukan sekadar

suhu yang semakin memanas, tetapi secara lebih jauh memberikan dampak negatif

pada cuaca, pertanian, kesehatan dan bidang-bidang lainnya.

Bersamaan dengan tumbuhnya kesadaran terhadap permasalahan

lingkungan, muncul juga gerakan-gerakan sosial untuk mencegah agar dampak

yang ditimbulkannya tidak semakin parah. Perhatian ini ditunjukkan dalam

diskusi-diskusi ilmiah membahas lingkungan, kebijakan politik atau juga aksi

langsung di tengah masyarakat. Pada tahun 2007 Perserikatan Bangsa-Bangsa

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

3

menyelenggarakan United Nations Climate Change Conference di Bali yang

menjadi pendahuluan dari Copenhagen Summit pada Desember 2009 dan

menghasilkan Copenhagen Accord sebagai perjanjian modern penanganan

masalah perubahan iklim dunia.

Sejak tahun 2007, secara rutin dilakukan kampanye bertajuk Earth Hour,

yaitu mengajak seluruh masyarakat dunia melakukan pemadaman lampu selama

satu jam untuk mengurangi efek pemanasan global. Harapannya agar di luar

waktu tersebut, orang-orang secara sadar mematikan peralatan listrik yang tidak

perlu atau tidak sedang digunakan.

Di Indonesia sendiri saat ini sedang digalakkan beberapa kampanye

penyelamatan lingkungan, salah satunya Save Aru yang digalang musisi Glenn

Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi

menolak reklamasi Tanjung Benoa Bali karena berpotensi merusak lingkungan

meskipun tujuan reklamasi diklaim sebagai usaha penyelamatan kawasan pantai

tersebut.

Usaha penyelamatan lingkungan lama-lama di arahkan menjadi sebuah

gaya hidup. Kampanye untuk mengurangi penggunaan kantong plastik saat

berbelanja, atau semakin berkembangnya komunitas bike to work dapat dijadikan

sebagai contoh. Begitu juga dengan munculnya produk-produk yang bersifat

ramah lingkungan sebagai pilihan baru bagi konsumen dalam memenuhi

kebutuhannya tidak terlepas dari permasalahan lingkungan sedang terjadi. Produk

ramah lingkungan di Indonesia, merupakan salah satu contoh dari program

ekolabel yang juga sedang berlangsung di seluruh dunia (Suminto, 2012).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

4

Konsumen yang membeli barang-barang dengan tema ramah lingkungan

dikenal sebagai Green Consumer. Istilah green atau hijau pada awalnya

digunakan untuk menggantikan istilah pro-environmental. Dengan demikian

green consumer merupakan konsumen yang dalam membeli suatu produk

dipengaruhi oleh intensi terhadap masalah lingkungan (Shrum dkk, 1995).

Kosmetik merupakan salah satu jenis industri yang turut ambil bagian

dalam menciptakan produk-produk ramah lingkungan. Kosmetik sendiri

merupakan kebutuhan utama manusia yang sudah bisa disejajarkan dengan

kebutuhan akan sandang, pangan dan papan.

Baik kosmetik ramah lingkungan, maupun green cosmetics dan ecolabel

cosmetics, belum mempunyai definisi yang sudah disepakati secara bersama dan

belum ditetapkan kriterianya dengan pasti. Kosmetik ramah lingkungan secara

umum dapat diartikan sebagai kosmetik yang terbuat dari bahan baku alami dan

dibuat dengan proses yang tidak merusak alam. Semua bahan dan prosesnya telah

melewati proses standardisasi berdasarkan aturan yang berlaku (Heino, 2012).

Label ramah lingkungan berdasarkan lembaga yang memberikan

pengakuan, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Mandatory Labels

Mandatory label adalah label ramah lingkungan yang diberikan oleh

pemerintah atau lembaga resmi yang ditunjuk. Baik lembaga maupun

sertifikasi labelnya dilindungi oleh hukum. Contohnya adalah Badan

Standardisasi Nasional (BSN) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

5

2. Voluntary Labels.

Voluntary label adalah label ramah lingkungan yang diberikan oleh selain

pemerintah atau lembaga yang resmi ditunjuk. International Standar

Organization (ISO) membagi lagi menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Label tipe I yaitu label ramah lingkungan yang disertifikasi oleh pihak

ketiga dan digunakan di dalam satu negara ataupun wilayah. Pihak

ketiga maksudnya adalah lembaga yang bukan bagian dari pemerintah

berwenang. Pihak ketiga ini contohnya adalah International Organic

and Natural Cosmetics Corporation (IONCC) yang berbasis di Jerman.

b. Label tipe II adalah label ramah lingkungan yang tidak mempunyai

sertifikasi resmi, tetapi berdasarkan pengakuan sendiri dan kadang-

kadang dilihat sebagai bagian dari pengiklanan.

c. Label tipe III yaitu label yang memuat informasi seputar simbol

pengelolaan lingkungan, misalnya informasi jenis plastik kemasan yang

digunakan.

(Horne, 2009)

Ketiga jenis dari label ramah lingkungan ini dapat diterima, karena belum

adanya kesepakatan dan standar baku untuk kosmetik ramah lingkungan (Korink,

2012). Di Indonesia sendiri baru terdapat kosmetik ramah lingkungan label tipe II,

karena BSN dan LEI sebagai lembaga resmi pemerintah untuk produk ramah

lingkungan belum mengeluarkan aturan tentang kosmetik ramah lingkungan, dan

juga tidak ada pihak ketiga yang menangani label ramah lingkungan untuk

kosmetik.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

6

Tindakan yang dilakukan masyarakat tersebut dikenal sebagai perilaku

peduli lingkungan, yang terbentuk dari sikap peduli lingkungan. Ajzen (2005)

mengatakan bahwa sikap dan perilaku membutuhkan pengukuran dalam level

yang bisa diperbandingkan secara spesifik. Berdasarkan teori perilaku terencana

yang dikembangkannya bersama Fishbein di tahun 1980, faktor yang bisa

menghubungkan antara sikap dan perilaku ini dikenal dengan nama intensi.

Intensi merupakan prediktor sukses sebuah perilaku dan terbentuk dari tiga aspek,

yaitu aspek sikap, aspek norma subyektif dan aspek kontrol perilaku.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan munculnya produk-produk

ramah lingkungan dan perilaku peduli lingkungan konsumen adalah ketika

menghubungkan sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku peduli lingkungan

dengan keputusan konsumen untuk membeli produk ramah lingkungan. Shrum

dkk (1995), menjelaskan bahwa meskipun gerakan peduli lingkungan sudah

berlangsung cukup lama, akan tetapi green marketing atau pemasaran produk-

produk ramah lingkungan oleh pihak produsen terhadap konsumen masih

dipandang sebagai salah satu fenomena baru. Selanjutnya konsep pemasaran

produk ramah lingkungan tersebut tidaklah mudah untuk diterapkan kepada para

konsumen, karena dalam hal ini konsumen harus diperlakukan secara hati-hati,

terperinci dan dihargai, sebab konsumen cenderung untuk berhati-hati dan penuh

pemikiran ketika menentukan keputusan membeli.

Pada akhirnya keputusan untuk membeli produk ramah lingkungan

sebagai bentuk dari kepedulian lingkungan dari seorang konsumen juga akan

dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang dimiliki konsumen seperti daya beli,

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

7

tingkatan pendidikan dan kaitannya dalam penyerapan informasi, kepraktisan atau

fungsi dari suatu produk dan sebagainya.

Berdasarkan uraian tersebut serta melihat perkembangan isu lingkungan

secara global, banyaknya informasi dan ajakan yang diberikan kepada konsumen

untuk ikut mendukung pencegahan kerusakan lingkungan, salah satunya melalui

pengurangan produk yang bersifat tidak ramah lingkungan dengan menggantinya

dengan produk-produk yang ramah lingkungan, maka penelitian ini ditulis dengan

mengambil tema “Pengaruh Sikap, Norma Subyektif dan Kontrol Perilaku Peduli

Lingkungan Terhadap Pengambilan Keputusan Konsumen dalam Pemilihan

Kosmetik Ramah Lingkungan”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang seperti yang telah dipaparkan, maka dapat

dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku peduli lingkungan

mempunyai pengaruh terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam

memilih kosmetik ramah lingkungan?

2. Di antara sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku peduli lingkungan,

manakah yang mempunyai pengaruh paling besar terhadap pengambilan

keputusan konsumen dalam memilih kosmetik ramah lingkungan?

C. Batasan Masalah

Agar penelitian yang akan dilakukan lebih terfokus maka peneliti

menggunakan batasan-batasan masalah sebagai berikut:

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

8

1. Penelitian dikhususkan kepada pengaruh sikap, norma subyektif dan

kontrol perilaku peduli lingkungan terhadap pengambilan keputusan

konsumen dalam memilih kosmetik ramah lingkungan.

2. Kriteria inklusi penelitian adalah mahasiswi tingkat strata satu (S-1)

Universitas Gadjah Mada yang pernah atau sedang menggunakan

kosmetik yang dianggap ramah lingkungan

3. Kosmetik ramah lingkungan yang digunakan adalah kosmetik yang dibuat

dari bahan alami dan dibuat dengan proses yang tidak merusak

lingkungan. Label ramah lingkungan yang digunakan termasuk tipe II,

yaitu berasal dari pengakuan produsen sendiri.

D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan

1. Menguji dan mengetahui hubungan antara sikap, norma subyektif dan

kontrol perilaku peduli lingkungan dengan pengambilan keputusan

konsumen dalam memilih kosmetik ramah lingkungan.

2. Menguji dan mengetahui aspek yang mempunyai pengaruh paling besar

terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam memilih kosmetik

ramah lingkungan.

E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara teoritis dalam memberikan

informasi bagi bidang psikologi konsumen, mengenai perilaku konsumen ditinjau

dari variabel pengambilan keputusan konsumen, serta bidang psikologi sosial

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

9

yang terkait dengan permasalahan lingkungan.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan, informasi mengenai

perilaku konsumen yang terkait dengan isu-isu lingkungan seperti pemanasan

global. Sehingga dapat digunakan dan bermanfaat bagi organisasi-organisasi

lingkungan, maupun para produsen yang menawarkan produk-produk kosmetik

ramah lingkungan dalam usaha meningkatkan kesadaran dan menarik minat

membeli konsumen.

F. Tinjauan Pustaka

1. Teori Perilaku Terencana

Teori perilaku terencana didasarkan pada asumsi bahwa manusia biasanya

bertindak dengan sesuatu yang sudah dipikirkan secara bijaksana. Manusia

mengumpulkan informasi yang baik langsung ataupun tidak akan berdampak

terhadap tingkah lakunya. Berdasarkan pada asumsi ini, teori perilaku terencana

mengemukakan bahwa niat seseorang untuk berbuat merupakan faktor paling

penting dalam mewujudkan sebuah tingkah laku.

Menurut teori perilaku terencana (Ajzen, 2005), niat dan tingkah laku

merupakan fungsi dari tiga faktor dasar, yaitu sikap pribadi, pengaruh dari

lingkungan sosial dan caranya dalam mengontrol sebuah masalah. Faktor pribadi

dikenal dengan istilah sikap terhadap perilaku, yaitu pandangan dan evaluasi dari

diri sendiri akan baik atau buruk dan positif atau negatifnya suatu tindakan atau

perilaku. Faktor kedua adalah persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk

melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, persepsi yang diambil dengan

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

10

penuh pertimbangan. Faktor kedua ini disebut norma subyektif karena merupakan

hal yang berkaitan dengan norma dan hasil dari saran orang lain. Faktor ketiga

adalah keyakinan diri sendiri atau kemampuan untuk mengontrol apakah akan

menampilkan suatu perilaku atau tidak dan disebut keyakinan kontrol perilaku.

Mengacu pada teori tindakan beralasan, determinan utama dari intensi dan

perilaku secara beralasan mengikuti, sikap, norma subyektif dan kepercayaan

yang mengontrol. Variabel-variabel yang mungkin berelasi atau mempengaruhi

kepercayaan yang dipegang seseorang meliputi: umur, jenis kelamin, ras, status

sosial ekonomi, pendidikan, kebangsaan, agama, kepribadian, mood, emosi, sikap-

sikap dan nilai-nilai umum, kecerdasan, keanggotaan kelompok, pengalaman

masa lalu, informasi yang diterima, dukungan sosial, dll. Individu berkembang di

lingkungan sosial yang berbeda-beda dapat memperoleh informasi yang berbeda-

beda mengenai bermacam isu dan informasi yang menyediakan basis untuk

kepercayaan mereka mengenai konsekuensi sebuah perilaku, mengenai harapan

normatif dari orang lain, dan mengenai penghalang yang dapat mencegah mereka

melaksanakan sebuah perilaku (Ajzen, 2005).

2. Sikap Terhadap Perilaku

Sikap terhadap perilaku menunjukkan tingkatan dimana seseorang

mempunyai evaluasi yang baik atau kurang baik tentang suatu perilaku tertentu.

Sikap terhadap perilaku terbentuk dari:

a) Keyakinan terhadap perilaku (behavioral belief), merupakan

komponen yang berisikan aspek pengetahuan tentang hal-hal yang

terkait dengan peduli lingkungan.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

11

b) Evaluasi atas akibat atau konsekuensi yang muncul dari perilaku yang

diyakini.

3. Norma subyektif

Norma Subyektif merupakan nilai yang menunjukkan tekanan sosial yang

dirasakan seseorang untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan

perilaku. Norma subyektif terbentuk oleh:

a) Keyakinan normatif (normative belief), berisikan aspek pengetahuan

tentang sesuatu yang merupakan pandangan orang lain sebagai referen.

Contohnya orang tua teman, dll.

b) Kemauan menuruti saran orang lain yang dianggap sebagai referen

(Motivation to comply).

4. Kontrol Perilaku

Kontrol perilaku menunjukkan tingkatan kemudahan atau kesukaran

seseorang untuk melakukan tindakan yang dipengaruhi oleh pengalaman masa

lalu dan hambatan yang dipertimbangkan orang tersebut. Kontrol keperilakuan

yang dirasakan terbentuk dari:

a) Keyakinan kontrol (control belief), berisikan tentang sesuatu yang

memudahkan atau menyulitkan untuk menampilkan atau tidak

menampilkan intensi.

b) Kekuatan ke keyakinan kontrol (power of control belief), berisikan

persepsi mengenai perilaku yang akan dilakukan dilanjutkan atau

tidak.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

12

5. Peduli Lingkungan

Sikap terhadap lingkungan didefinisikan sebagai keyakinan yang

dipelajari, dibentuk dari pengetahuan individu dan nilai-nilai dan tindakan untuk

mendukung atau menjaga lingkungan. Sikap ini bersifat evaluatif terhadap alam.

Sikap terhadap lingkungan telah dikonseptualisasi, versi pertama dari paradigma

lingkungan yang baru dikembangkan oleh Dunlap dan Van Liere pada tahun

1978, kemudian secara multidimensi dikembangkan oleh Kaiser, dkk pada tahun

1999, dimana konsep sikap terhadap lingkungan dibentuk dari pengetahuan

terhadap lingkungan, nilai-nilai dan intensi berperilaku. Studi mengenai sikap

terhadap lingkungan ini menggunakan konsep anthropocentric (human-

centered) dan naturocentric (nature-centred) yang didefinisikan oleh Vilkka

(1997).

Sesuai dengan penjelasan tersebut, bahwa peduli lingkungan adalah suatu

perilaku evaluatif individu yang melibatkan faktor pikiran, emosi dan perbuatan

yang terwujud dalam bentuk mengindahkan, menghiraukan dan memperhatikan

ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk-makhluk yang

mempengaruhi kelangsungan perikehidupan manusia beserta makhluk hidup

lainnya. Hal ini meliputi konsep 4R yaitu:

1) Reduce: mengurangi penggunaan sumber daya alam secara langsung

2) Recycle: melakukan daur ulang

3) Reuse: memanfaatkan limbah atau sampah

4) Replace: mengganti produk yang tidak ramah lingkungan dengan

produk yang ramah lingkungan.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

13

Selanjutnya, peduli lingkungan atau pro-lingkungan bisa didefinisikan

sebagai tindakan dari individu ataupun kelompok yang menunjang kelanjutan atau

mengurangi penggunaan sumber daya dari alam (Sivek dan Hungerford, 1990).

Perilaku peduli lingkungan dapat didasari oleh persepsi individu

terhahadap locus of control, yaitu kemampuan atau kesempatan untuk melakukan

perubahan dan, efikasi, yaitu perasaan terhadap kompetensi dan keefektifan dalam

berpartisipasi dalam perilaku pro-lingkungan (Hines dkk 1987).

Holahan (1982) mengatakan ketika seseorang melakukan evaluasi

terhadap desain fisik suatu ruangan atau tempat tinggal dan menyatakan

perasaannya terhadap lingkungan alam di sekitarnya, maupun ketika seseorang

menyatakan dukungan atau tidak mendukung terhadap permasalahan lingkungan,

pada saat itulah seseorang menyatakan sikapnya terhadap lingkungan, apakah

orang tersebut peduli atau pun tidak.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa peduli lingkungan

merupakan tindakan individu yang merespon secara positif atau melakukan hal-

hal yang terkait dengan pencegahan kerusakan lingkungan.

6. Pengambilan Keputusan Konsumen

a. Definisi Pengambilan Keputusan Konsumen

Pengambilan keputusan adalah alat yang digunakan konsumen untuk

memilih diantara pilihan yang tersedia bagi konsumen tersebut (Wells dan

Prensky, 1996). Cara untuk mengkategorikan pengambilan keputusan yang

dilakukan oleh konsumen adalah dengan melihat tingkatan usaha yang

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

14

dilakukan konsumen dalam menentukan pilihan membeli suatu produk, waktu

dan sumber-sumber secara kognitif yang dikeluarkan oleh konsumen dalam

melengkapi proses membeli. Usaha secara kognitif ini memungkinkan individu

untuk mencari produk-produk alternatif, mengelola informasi, mengembangkan

kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi produk dan memilih produk mana

yang akan dibeli.

Adapun tiga tipe pengambilan keputusan konsumen (Hawkins

&Mothersbaugh, 2010) adalah sebagai berikut:

1) Nominal Decision Making: Dalam tipe pengambilan keputusan ini,

sebuah permasalahan disadari, dipengaruhi oleh ingatan jangka

panjang terhadap suatu merek produk, dimana produk tersebut dibeli

dan evaluasi yang dilakukan secara terbatas, artinya konsumen hanya

akan mengevaluasi produk apabila produk tersebut tidak memberikan

kepuasan seperti apa yang diharapkan.

2) Limited Decision Making: Dalam tipe pengambilan keputusan ini,

melibatkan pencarian informasi internal dan eksternal secara terbatas

terhadap beberapa pilihan produk, di mana keputusan yang sederhana

mengatur beberapa atribut, dan sedikit evaluasi pasca pembelian.

Limited Decision Making juga didasari respon terhadap beberapa

kebutuhan emosional dan situasional. Dengan demikian, pada tipe

pengambilan keputusan ini, konsumen menyadari suatu permasalahan

untuk mengetahui beberapa kemungkinan solusi dari permasalahan

tersebut.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

15

3) Extended Decision Making: Pengambilan keputusan tipe ini

melibatkan pencarian informasi secara luas, disertai oleh evaluasi yang

kompleks terhadap pilihan-pilihan produk dan evaluasi pasca

pembelian. Pengambilan keputusan secara luas ini juga melibatkan

usaha yang besar secara kognitif.

Peter dan Olson (2002) menjelaskan bahwa ada lima ciri yang bisa dilihat

pada saat konsumen melakukan pengambilan keputusan dengan melibatkan aspek

afeksi:

1) Respon reaktif: Keputusan membeli dilakukan tanpa perencanaan dan

secara umum tidak memiliki tujuan yang jelas. Biasanya keputusan

diambil segera setelah melihat produk yang disukai dan senantiasa

mencolok.

2) Little direct control: Pada saat sistem afeksi bekerja, individu hanya

memiliki sedikit kontrol atas perilakunya. Misalnya, saat sedang

membeli kaset, anda dilayani oleh pelayan yang berperilaku kasar,

secara otomatis anda merasa sebal dan memutuskan untuk tidak jadi

membeli kaset di toko itu.

3) Dapat dirasakan secara fisik. Biasanya ketika sistem afeksi bekerja,

individu dapat merasakan respon fisiknya berupa kegairahan.

Contohnya saat melihat boneka Teddy Bear yang menurut anda sangat

lucu, anda merasa benar-benar bersemangat dan merasa terdorong

untuk membelinya.

4) Respon to virtually any type of stimulus: Sistem afeksi yang dimiliki

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

16

seseorang dapat merespon perilaku orang itu dan juga bisa memberi

respon atas pikiran-pikirannya sendiri.

5) Respon afeksi hasil belajar: Konsumen mempelajari beberapa respon

afektifnya melalui proses pengkondisian klasik. Misalnya, seorang

remaja selalu mengunjungi sebuah toko es krim setiap kali lewat di

toko tersebut. Kebiasaan ini muncul karena pada beberapa kunjungan

pertama ke toko itu si remaja merasakan pelayanan yang

menyenangkan.

Peter & Olson (2002) juga menjelaskan bahwa penelitian-penelitian yang

selama ini banyak dilakukan menggambarkan konsumen sebagai makhluk

rasional yang selalu penuh pertimbangan. Literatur-literatur mengenai perilaku

konsumen juga memberikan gambaran yang tidak jauh berbeda. Keputusan

membeli dari sudut pandang rasional dilakukan sebagai suatu upaya penyelesaian

masalah. Produk dibeli merupakan solusi yang dapat mengatasi masalah yang

sedang dihadapi konsumen.

b. Aspek-aspek Pengambilan Keputusan Konsumen

Menurut Engel dkk (1994), sebelum sampai pada keputusan membeli,

individu akan melalui suatu proses adopsi yang disebut AIDA (Attention,

Interest, Desire and Action). Dimulai dengan adanya perhatian terhadap suatu

produk, kemudian munculnya ketertarikan atau minat terhadap suatu produk,

dilanjutkan dengan keinginan untuk membeli produk sampai pada keputusan

yang dibuat berupa tindakan yang nyata, dalam hal ini adalah membeli produk

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

17

tersebut.

Engel dkk (1994) menjelaskan lima aspek yang mempengaruhi keputusan

membeli konsumen:

1) Situasi yang mengharuskan seseorang membuat keputusan: Hal ini

penting karena pengambilan keputusan adalah suatu aktivitas yang

dimulai ketika seseorang menyadari bahwa dirinya berhadapan dengan

situasi yang didalamnya berisi konflik dan terdapat beberapa jalan

keluar untuk mengatasi konflik tersebut. Situasi berpengaruh pada

pilihan produk yang dibeli konsumen. Terkadang sebuah produk dibeli

karena pada saat pembelian, alternatif yang tersedia hanya satu merek

saja sehingga produk itulah yang dibeli.

2) Jumlah alternatif yang tersedia: Aneka alternatif produk yang sejenis

tersedia di pasaran. Produk-produk ini berbeda dalam hal kemasan,

harga, iklan dan nilai lebih yang ditonjolkan. Konsumen menentukan

pilihannya berdasarkan kelebihan-kelebihan dari masing-masing

alternatif.

3) Banyaknya ragam persoalan dan cara pemecahan masalah: Setiap hari

konsumen dihadapkan pada berbagai macam masalah yang harus

segera diselesaikan. Beberapa diantaranya berkaitan pembelian produk

sebagai jalan keluar dari masalah yang sedang dihadapi. Kemudian

konsumen akan berhadapan dengan penentuan produk dari sejumlah

alternatif produk yang ada untuk penyelesaian masalah yang

dihadapinya.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

18

4) Banyaknya informasi yang diterima serta kejelasan informasi akan

berpengaruh langsung pada pemahaman konsumen: Konsumen

mengumpulkan dan atau secara tidak langsung mendapatkan informasi

mengenai produk yang dibelinya. Informasi yang meyakinkan

umumnya diperoleh melalui sumber personal, seperti dari teman atau

keluarga. Proses transfer informasi melalui media personal ini jauh

lebih kaya dibandingkan dengan informasi tertulis maupun iklan.

Pemahaman yang terbentuk juga akan berbeda berdasarkan bagaimana

informasi itu diperoleh.

5) Banyaknya kemungkinan konsekuensi yang muncul sebagai akibat

suatu keputusan: Konsumen menentukan pilihan produk yang

dibelinya dengan mempertimbangkan konsekuensi-konsekuensi yang

akan muncul jika ia membeli sebuah produk. Konsumen dapat saja

mengontrol konsekuensi yang ingin didapatkannya dengan cara

menyeleksi produk-produk yang dibelinya. Dalam hal ini, salah satu

faktor yang dipertimbangkan adalah nilai yang diutamakan konsumen

dalam menggunakan suatu produk.

Jika dilihat dari aspek kognitif, Hawkins dan Mothersbaugh (2010)

menyebutkan aspek-aspek yang dilalui konsumen dalam mengambil keputusan:

1) Problem recognition: Pada tahap ini konsumen menyadari bahwa ia

membutuhkan suatu produk sebagai solusi permasalahannya yang

sedang dihadapinya.

2) Information search: Merupakan proses pencarian Informasi oleh

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

19

konsumen untuk menemukan produk-produk yang bisa menjadi solusi

permasalahannya. Informasi ini bisa diperoleh dari media cetak, iklan

televisi, internet, atau orang-orang disekitar konsumen tersebut.

3) Evaluation of product alternatives: Merupakan kelanjutan dari tahap

pencarian informasi. Pada tahap ini konsumen akan menemukan

beberapa alternatif produk yang sesuai dengan permasalahannya.

Untuk melakukan penilaian dan pembandingan dari sisi kemasan,

harga, kualitas, perusahaan produsen, kesanggupan konsumen, dll.

4) Product choice / outlet selection and purchase: Merupakan tahap pada

saat konsumen telah menentukan pilihan merek dan melakukan

pembelian suatu produk.

5) Postpurchase processes: Merupakan tahap terakhir, yaitu pasca

konsumen telah menentukan pilihan merek dan melakukan pembelian.

Dalam tahapan ini konsumen mengevaluasi suatu produk pasca

pembelian, dimana konsumen menilai apakah produk yang dibeli

memberikan kepuasan, tidak adanya kepuasan atau mengecewakan.

Hal ini akan terkait dengan apakah konsumen akan melakukan

pembelian ulang dan memiliki komitmen terhadap produk tersebut.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dalam penelitian ini aspek-

aspek yang akan digunakan dalam pengambilan keputusan konsumen mengacu

pada aspek dari Hawkins & Mothersbaugh (2010) dan juga Solomon dkk (2006)

yang meliputi hasil dari proses evaluasi kognitif konsumen, mulai dari

pengenalan terhadap suatu masalah hingga mengetahui produk-produk alternatif

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

20

yang tersedia. Proses evaluasi tersebut dipengaruhi oleh informasi yang

diterima, yang selanjutnya mengarah pada identifikasi kriteria-kriteria terhadap

produk dan kemudian hasilnya diterapkan dalam bentuk pembelian produk yang

dilakukan oleh konsumen dan diakhiri dengan evaluasi terhadap produk yang

dibeli. Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini akan dikaitkan dengan

produk ramah lingkungan sebagai produk pilihan bagi konsumen itu sendiri.

7. Kosmetik Ramah Lingkungan

a. Kosmetik

Kosmetik berasal dari bahasa Yunani kosmetikos yang berarti

keterampilan menghias dan mengatur. Definisi kosmetik dalam Peraturan

Menteri Kesehatan RI No. 445/Menkes/Permenkes/1998, kosmetik adalah

sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan

(epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan

rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah

penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau

badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu

penyakit.

Dalam definisi kosmetik tersebut, yang dimaksud dengan tidak

dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan penyakit adalah sediaan

tersebut tidak mempengaruhi struktur faal kulit. Namun, bila bahan kosmetik

tersebut adalah bahan kimia dan organ tubuh yang dikenai adalah kulit maka

dalam hal tertentu kosmetik itu akan mengakibatkan reaksi-reaksi dan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

21

perubahaan faal kulit tersebut.

Menurut keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

Republik Indonesia No. HK.00.05.4.1745 tahun 2003 tentang Kosmetik,

dinyatakan bahwa definisi kosmetik adalah bahan atau sediaan yang

dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis,

rambut, kuku, bibir, organ genital bagian luar) atau gigi dan mukosa mulut

terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan

memperbaiki bau badan atau melindungi dan memelihara tubuh dalam kondisi

baik. Hal tersebut berarti bahwa sesuatu dimasukkan ke dalam kosmetik jika

memenuhi maksud dan fungsi tersebut.

Kosmetik didefinisikan sebagai bahan/barang/sediaan yang diusapkan,

dituangkan, ditaburkan, atau disemprotkan pada, dimasukkan ke dalam, atau

diaplikasikan pada tubuh manusia untuk membersihkan, mempercantik, atau

meningkatkan penampilan/ daya tarik atau untuk mengubah penampilan.

Diantara produk yang masuk ke dalam definisi tersebut adalah skin

moisturizer, parfum, lipstick, cat kuku, rias mata dan wajah, shampo,

pengeriting rambut, pewarna rambut, pasta gigi, deodorant, dan juga berbagai

bahan yang ditujukan untuk penggunaan sebagai komponen produk kosmetik.

b. Kosmetik Ramah Lingkungan

Memberikan definisi terhadap green cosmetics atau kosmetik ramah

lingkungan tidak mudah, karena belum ada kesepakatan, baik tentang

definisinya maupun kriterianya yang pasti (Heino, 2012). Akan tetapi, secara

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

22

umum kosmetik ramah lingkungan terbuat dari bahan alam dan dibuat dengan

cara yang tidak merusak lingkungan. Sertifikasi produk ramah lingkungan,

khususnya kosmetik, juga berbeda di setiap negaranya, sehingga suatu produk

yang telah diakui sebagai produk ramah lingkungan di suatu negara bisa tidak

memenuhi standar kualifikasi di negara lainnya. Selain itu ada juga beberapa

produk yang disebut nature oriented, yaitu produk yang dibuat dengan cara-cara

yang sebisa mungkin menjaga lingkungan tetapi tidak semuanya memenuhi

standar kualifikasi ramah lingkungan.

Persayaratan kosmetik ramah lingkungan bukan hanya pada bahan baku,

tetapi keseluruhan rencana dan proses pengembangan. Keseluruhan proses di

sini termasuk juga kemasan yang harus menggunakan bahan yang bisa di daur

ulang. Hal penting lainnya yang berhubungan dengan kosmetik ramah

lingkungan adalah tidak adanya bahan baku, proses pengembangan ataupun

produk yang diujikan pada hewan (Heino, 2012).

Sertifikasi ramah lingkungan merupakan cara untuk memberi label apakah

suatu produk bisa dinamai dengan ramah lingkungan atau tidak. Belum ada

sistem sertifikasi yang terpadu di seluruh dunia dan antar negara bisa berbeda

satu dengan yang yang lainnya. Produsen juga bisa memilih mana lembaga

sertifikasi yang paling sesuai untuk mereka dan yang persyaratannya paling

mungkin untuk mereka penuhi.

Label ramah lingkungan berdasarkan lembaga yang memberikan

pengakuan, dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1). Mandatory Labels

Page 23: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

23

Mandatory label adalah label ramah lingkungan yang diberikan oleh

pemerintah atau lembaga resmi yang ditunjuk. Baik lembaga maupun

sertifikasi labelnya dilindungi oleh hukum. Contohnya adalah Bandar

Standardisasi Nasional (BSN) dan Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI).

2. Voluntary Labels

Voluntary label adalah label ramah lingkungan yang diberikan oleh selain

pemerintah atau lembaga yang resmi ditunjuk. Jenis label ini dibedakan

lagi menjadi tiga tipe, yaitu:

a. Label tipe I yaitu label ramah lingkungan yang disertifikasi oleh pihak

ketiga dan digunakan di dalam satu negara ataupun wilayah. Pihak

ketiga disini maksudnya adalah lembaga yang bukan bagian dari

pemerintah yang berwenang. Pihak ketiga ini contohnya adalah

International Organic and Natural Cosmetics Corporation (IONCC)

yang berbasis di Jerman.

b. Label tipe II adalah label ramah lingkungan yang tidak mempunyai

sertifikasi resmi, tetapi berdasarkan pengakuan sendiri dan kadang-

kadang dilihat sebagai bagian dari pengiklanan.

c. Label tipe III yaitu label yang hanya memuat simbol pengelolaan

lingkungan, seperti jenis plastik yang digunakan untuk kemasan.

(Horne, 2009)

Ketiga jenis dari label ramah lingkungan ini dapat diterima, karena belum

adanya kesepakatan dan standar baku untuk kosmetik ramah lingkungan

(Korink, 2012)

Page 24: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

24

Beberapa badan sertifikasi kosmetik ramah lingkungan di seluruh dunia

adalah sebagai berikut.

1) International Organic and Natural Cosmetics Corporation (IONCC)

IONCC yang mengeluarkan BDIH standard adalah badan sertifikasi

dari Jerman untuk kosmetik alam. IONCC mempunyai aturan yang

ketat sebagai persyaratan suatu produk disebut kosmetik alam atau

kosmetik ramah lingkungan. Berdasarkan standar BDIH beberapa

persyaratan yang harus dipenuhi antara lain, bahan baku harus berasal

dari lahan pertanian organik dan dikumpulkan dengan cara yang tidak

merusak lingkungan, tidak diperbolehkan menguji produk

menggunakan hewan ataupun menggunakan bahan baku hewan

vertebrata yang sudah mati dan tidak diizinkan untuk menggunakan

rekayasa genetik. BDIH juga melarang penggunaan bahan sintetik di

dalam kosmetik yang mereka uji.

2) Profesional Association for Ecological and Organic Cosmetics.

Profesional Association for Ecological and Organic Cosmetics adalah

lembaga Perancis yang mengeluarkan sertifikasi yang disebut

Cosmebio. Tujuan utama Cosmebio adalah untuk mempopulerkan

penggunaan kosmetika alam dan mempromosikan nilai-nilai

lingkungan, mendukung pertanian organik dan memberikan kepastian

bahwa kosmetik aman digunakan. Seperti badan sertifikasi lainnya,

Cosmebio juga mensyaratkan bahan baku harus berasal dari pertanian

organik tidak menggunakan bahan baku yang merusak alam.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

25

3) Ecocert

Ecocert adalah badan sertifikasi Perancis lainnya untuk kosmetik alam

ramah lingkungan. Badan sertifikasi ini tidak hanya menguji kosmetik,

tetapi juga makanan dan produk tekstil. Ecocert adalah salah satu

badan sertifikasi yang paling dihormati karena dedikasinya untuk

produk ramah lingkungan di Eropa dan seluruh dunia. Persyaratan

utama yang diajukan oleh Ecocert juga menyangkut bahan baku yang

diperoleh dari pertanian ramah lingkungan dan cara-cara yang

digunakan dalam melakukan proses produksi.

4) Natrue

Kosmetik ramah lingkungan berdasarkan standar Natrue adalah harus

terbuat dari bahan baku yang alami, dan penggunaan bahan tambahan

yang bukan alami dalam proses produksi harus dipastikan tidak

memberikan pengaruh terhadap produknya sendiri. Natrue juga

memperbolehkan penggunaan bahan baku yang sudah lolos standar

ISO 9235.

5) AIAB

Association Working in Favor of Organic Farming adalah lembaga

sertifikasi kosmetik alam dari Italia. Tujuan dari sertifikasi ini adalah

untuk mendukung penggunaan bahan baku organik dan melarang

penggunaan bahan yang bisa memicu alergi atau membahayakan

kesehatan. Faktor ramah lingkungan dan manajemen polusi di dalam

proses produksi dan distribusi juga sangat diperhatikan dalam standar

Page 26: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

26

AIAB. (Heino, 2012)

Di Indonesia, Badan Standarisasi Nasional (BSN) dan Lembaga Ekolabel

Indonesia (LEI) yang bertanggung jawab terhadap sertifikasi produk di

Indonesia belum memberikan definisi yang jelas terhadap produk-produk ramah

lingkungan, termasuk kosmetik. BSN sudah menetapkan 10 Standar Nasional

Indonesia (SNI) kriteria untuk produk ekolabel tetapi tidak ada satupun untuk

kosmetik. (Suminto, 2011)

Akan tetapi, persyaratan atau kriteria untuk sebuah produk dikatakan

ekolabel dapat dilihat berdasarkan prosedur pengajuan sertifikasi ekolabel yaitu

antara lain:

1) Aspek Prasyarat

Penataan terhadap peraturan perundang-undangan di bidang

pengelolaan lingkungan hidup, telah lolos uji penerapan sistem

manajemen lingkungan SNI 19-14001/ISO 14001 dan memiliki

sertifikasi penerapan sistem manajemen mutu SNI 9001/ISO 9001.

2) Bahan

Bahan baku harus berasal dari pertanian organik dan bahan kimia

penolong harus memiliki daya biodegradasi minimal 90%.

3) Aspek Sosial

Melaksanakan Corporate Social Responsibility (CSR) untuk

mewujudkan masyarakat sekitar perusahaan/industri yang kondusif

dan ikut menjaga citra perusahaan.

Bersadarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa dapat diterima

Page 27: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

27

secara umum bahwa kosmetik ramah lingkungan dibuat dengan menggunakan

bahan-bahan alami yang ditanam dengan sistem pertanian yang baik dan dibuat

dengan proses yang tidak merusak alam. Berhubung di Indonesia belum ada

produk yang sudah diberi label ramah lingkungan, maka dalam penelitian ini

digunakan produk nature oriented yaitu produk yang sebisa mungkin dibuat dari

bahan alami dan dengan cara-cara yang menjaga lingkungan tetapi belum

memperoleh sertifikat ramah lingkungan, dan produk dengan label ramah

lingkungan tipe II, yaitu label ramah lingkungan yang berasal dari pengakuan

sendiri.

G. Landasan Teori

Pengambilan keputusan oleh konsumen merupakan suatu cara dan proses

yang dilakukan dalam usaha memenuhi kebutuhan. Dalam membeli suatu produk,

konsumen dihadapkan pada ketersediaan pilihan berbagai macam produk sejenis,

antara produk X dan produk Y (Schiffman & Kanuk, 2004), sehingga konsumen

akan melakukan penilaian terhadap produk-produk tersebut sebelum melakukan

pembelian. Nilai produk di mata konsumen akan sangat bergantung kepada

informasi yang dimiliki konsumen dan tingkat afeksi terhadap produk yang

muncul berdasarkan informasi tersebut. Lebih jauh lagi, pengambilan keputusan

konsumen merupakan suatu proses yang melewati tahapan-tahapan problem

recognition, information search, evaluation of product alternatives, outlet

selection and purchase, dan postpurchase processes (Hawkins & Mothersbaugh,

2010).

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah semakin

Page 28: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

28

banyaknya ketersediaan produk-produk ramah lingkungan ataupun produk-produk

yang melabeli diri dengan ramah lingkungan seiring dengan pemberitaan dan

pembahasan masalah degradasi lingkungan yang semakin memburuk, khususnya

kosmetik ramah lingkungan. Dalam hal ini kosmetik ramah lingkungan akan

menjadi suatu pilihan baru bagi konsumen. Konsumen dihadapkan pada masalah-

masalah lingkungan dengan kosmetik ramah lingkungan sebagai salah satu solusi

untuk mengurangi atau mencegah terjadinya masalah-masalah tersebut. Melalui

pemaknaan terhadap isu-isu lingkungan berdasarkan informasi yang diterima,

maka ada kemungkinan konsumen akan membeli kosmetik ramah lingkungan,

sebagai bentuk dari perilaku peduli lingkungan. Konsumen yang membeli

kosmetik ramah lingkungan karena dipengaruhi intensi peduli lingkungan disebut

dengan green consumer (Shrum dkk, 1995).

Perilaku peduli lingkungan diprediksi berdasarkan sikap terhadap

lingkungan (Tanner, 1999). Perilaku dan sikap dihubungkan oleh intensi, sehingga

dapat dikatakan bahwa perilaku peduli lingkungan terbentuk dari intensi peduli

lingkungan yang dimiliki oleh konsumen.

Menurut Theory of Planned Behavior, intensi merupakan niat atas

keyakinan seseorang untuk melakukan suatu perilaku. Sesuai dengan teori

perilaku terencana tersebut, intensi merupakan fungsi dari tiga aspek, di mana

ketiga aspek tersebut melatarbelakangi seseorang untuk akhirnya mempunyai niat

melakukan suatu perilaku peduli lingkungan.

Aspek pertama adalah sikap terhadap intensi peduli lingkungan. Sikap

dapat terbentuk dari hasil pembelajaran dan pengalaman seseorang terhadap

Page 29: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

29

lingkungannya. Pembelajaran yang dimaksud adalah ketika seseorang dihadapkan

dengan permasalahan sehari-hari yang berhubungan dengan lingkungan, individu

tersebut akan memberikan evaluasi terhadap apa yang dirasakannya. Hasil

evaluasi tersebut bisa positif atau negatif tergantung apakah individu tersebut

merasa nyaman atau tidak dengan kondisi lingkungannya.

Aspek kedua adalah norma subyektif. Intensi peduli lingkungan akan

terbentuk apabila ada pengaruh dari sekitarnya ataupun adanya norma-norma yang

melekat. Adanya anggota keluarga atau teman-teman di lingkungan sosial yang

berperilaku peduli lingkungan, dan adanya himbauan-himbauan dari pakar

lingkungan, organisasi peduli lingkungan atau acara-acara bertema lingkungan di

sekitar individu dapat menjadi acuan dan memberikan pengaruh kuat dalam

menghasilkan intensi peduli lingkungan pada seseorang.

Aspek ketiga adalah kontrol perilaku. Setelah adanya pembelajaran baik

secara individual maupun berdasarkan informasi yang diterima dari lingkungan

sekitar, maka seseorang pada akhirnya akan mengetahui langkah-langkah yang

dapat dia lakukan untuk merealisasikan bentuk kepeduliannya terhadap

lingkungan. Semakin luas pengetahuan yang ia miliki dan semakin besar individu

tersebut meyakini bahwa dia memiliki kemampuan untuk mewujudkan suatu

kepedulian lingkungan, maka hal ini akan berpengaruh kuat membentuk intensi

peduli lingkungan pada individu tersebut.

Dari ketiga aspek tersebut, aspek kontrol perilaku memberikan sumbangan

terbesar dalam membentuk intensi peduli lingkungan (Anantama, 2009). Kontrol

perilaku juga memiliki kemampuan untuk memprediksi perilaku secara langsung.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/79169/potongan/S1...Fredly untuk menyelamatkan ekosistem Kepulauan Aru di Maluku. Ada juga aksi menolak

30

Ajzen (2005) menggambarkan kontrol perilaku mempunyai dampak motivasi

dalam memperkirakan suatu perilaku. Seseorang yang meyakini bahwa dirinya

tidak memiliki kesempatan ataupun sumberdaya untuk melakukan sesuatu, tidak

akan mempunyai niat yang kuat atau melakukan perilaku tersebut, meskipun

mereka memiliki sikap dan keyakinan yang kuat bahwa hal tersebut adalah baik

(Ajzen, 2005).

H. Hipotesis

1. Sikap, norma subyektif dan kontrol perilaku peduli lingkungan mempunyai

pengaruh yang nyata terhadap pengambilan keputusan konsumen dalam

memilih kosmetik ramah lingkungan.

2. Kontrol perilaku memberikan pengaruh paling besar terhadap pengambilan

keputusan konsumen dalam memilih kosmetik ramah lingkungan.