BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf ·...

22
Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merebaknya arus informasi, modernisasi, dan globalisasi yang tanpa batas dewasa ini sedikitnya telah melunturkan nilai-nilai budaya di masyarakat, terutama pada sebagian generasi muda (kalangan pelajar) baik dari tutur bahasanya maupun perilakunya (Elliott, 2004, p. 274). Akhir-akhir ini sering kita jumpai sebagian remaja menunjukkan kecenderungan semakin jauhnya dari norma dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini dapat diamati dari perilaku keseharian mereka dalam pergaulannya. Remaja (pelajar) sebagian besar terutama di perkotaan sudah kehilangan rasa santunnya terhadap sesama anggota masyarakat, utamanya terhadap orang tua, guru, orang yang lebih tinggi status sosialnya, dan sesama (Meyer, 2003). Mereka kehilangan rasa kasih sayang terhadap teman sebayanya, kehilangan sikap untuk saling menasehati, saling mengingatkan, dan sikap saling menghargai serta saling melindungi agar masing-masing menemukan jalan yang terbaik untuk membentuk sistem pergaulan yang penuh kedamaian, keakraban, persaudaraan, penuh nuansa untuk maju, mencapai bentuk masyarakat yang ideal (Bolder, 2004). Sudah kurang pedulinya sebagian remaja, baik laki-laki maupun perempuan terhadap lingkungan dapat dilihat dari perilakunya misalnya di kendaraan umum mereka berbicara keras sambil tertawa cekikikan. Mereka lupa kalau di sekitarnya ada orang lain, cara bertutur sapa kurang merenah (tidak pada tempatnya) bahkan tidak jarang penghuni kebun binatang berhamburan keluar dari mulut mereka. Kata-kata kotor sering terlontar dari mulut mereka, adu kekuatan atau kekuasaan antar geng remaja, kebut-kebutan di jalanan. Hal kecil menjadi besar, tindak kekerasan terjadi di mana-mana yang berujung pada perkelahian, yang bukan saja antar individu melainkan melibatkan orang banyak bahkan lebih tak terkendali lagi sampai terjadi pembunuhan. Tingkat kekerasan yang tinggi membuat kita hidup dalam ketidakdamaian (Tempo, 2011).

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Merebaknya arus informasi, modernisasi, dan globalisasi yang tanpa batas

dewasa ini sedikitnya telah melunturkan nilai-nilai budaya di masyarakat,

terutama pada sebagian generasi muda (kalangan pelajar) baik dari tutur

bahasanya maupun perilakunya (Elliott, 2004, p. 274). Akhir-akhir ini sering kita

jumpai sebagian remaja menunjukkan kecenderungan semakin jauhnya dari

norma dan adat yang berlaku di masyarakat. Hal ini dapat diamati dari perilaku

keseharian mereka dalam pergaulannya.

Remaja (pelajar) sebagian besar terutama di perkotaan sudah kehilangan

rasa santunnya terhadap sesama anggota masyarakat, utamanya terhadap orang

tua, guru, orang yang lebih tinggi status sosialnya, dan sesama (Meyer, 2003).

Mereka kehilangan rasa kasih sayang terhadap teman sebayanya, kehilangan sikap

untuk saling menasehati, saling mengingatkan, dan sikap saling menghargai serta

saling melindungi agar masing-masing menemukan jalan yang terbaik untuk

membentuk sistem pergaulan yang penuh kedamaian, keakraban, persaudaraan,

penuh nuansa untuk maju, mencapai bentuk masyarakat yang ideal (Bolder,

2004).

Sudah kurang pedulinya sebagian remaja, baik laki-laki maupun

perempuan terhadap lingkungan dapat dilihat dari perilakunya misalnya di

kendaraan umum mereka berbicara keras sambil tertawa cekikikan. Mereka lupa

kalau di sekitarnya ada orang lain, cara bertutur sapa kurang merenah (tidak pada

tempatnya) bahkan tidak jarang penghuni kebun binatang berhamburan keluar

dari mulut mereka. Kata-kata kotor sering terlontar dari mulut mereka, adu

kekuatan atau kekuasaan antar geng remaja, kebut-kebutan di jalanan. Hal kecil

menjadi besar, tindak kekerasan terjadi di mana-mana yang berujung pada

perkelahian, yang bukan saja antar individu melainkan melibatkan orang banyak

bahkan lebih tak terkendali lagi sampai terjadi pembunuhan. Tingkat kekerasan

yang tinggi membuat kita hidup dalam ketidakdamaian (Tempo, 2011).

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

2

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kondisi ini cukup memprihatinkan dan perlu menjadi bahan perenungan

semua pihak, karena fenomena perilaku di atas seakan-akan menyiratkan bahwa

nilai-nilai etika di kalangan pelajar sebagai generasi muda yang diperolehnya di

dalam keluarga dan sekolah belum diaplikasikan dalam kehidupannya. Hal

tersebut seharusnya tidak terjadi, bila pembelajaran nilai-nilai sosial diberikan

secara terpadu di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sehingga

pembentukan watak kepribadian peserta didik bisa tercermin pada perilaku berupa

ucapan, perbuatan, sikap, pikiran, perasaan dan hasil karya yang baik.

Winters (2010) dalam tesisnya mengutip pendapat Mathews (2002)

menyatakan,

contended that in practice children remain outside participatory processes

and form a section of society with little or no influence over decision making.

Indeed, it may be argued that society may make begin decisions based on

ignorance of children’s wishes or needs, and at worst they may be simply

ignored

Sebagian besar masyarakat di perkotaan berpandangan negatif terhadap

sebagian remaja dengan memojokkan posisinya. Hal ini dimungkinkan, karena

terjadi kesenjangan antara harapan remaja dengan para orang tua, atau dengan

kata lain sebagian orang tua cenderung tidak memahami persoalan dan kebutuhan

psikologisnya. Solusi yang biasanya ditempuh oleh sebagian orang tua yakni

pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya.

Ini menyebabkan melemahnya kesantunan sosial di kalangan sebagian remaja di

perkotaan.

Dalam situasi dan kondisi seperti tersebut manusia memerlukan

kecerdasan intelektual, kecerdasan moralitas dan komitmen berpegang teguh pada

ajaran agama atau disebut dengan kecerdasan spiritual (Panani, 2009). Untuk itu

konsep dan praktik pendidikan seni harus mampu merangkul semua aspek, dalam

hal ini bukan hanya menonjolkan aspek kognitif dan psikomotor saja melainkan

aspek afektif pun harus menjadi perhatian utama.

Melihat fakta demikian kiranya perlu dilakukan pengamatan lebih

mendalam mengenai terjadinya krisis kesantunan sosial di kalangan sebagian

pelajar Sharif & Noor (2011) menyatakan bahwa: ” Some adolescents are deemed

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

3

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

guilty of poor ... spoken politeness due to their low proficiency leve”l. Sebab

kesantunan sosial merupakan wujud budi pekerti luhur yang diperoleh melalui

pendidikan dan latihan dari berbagai pihak seperti orang tua, guru, para tokoh

agama dan masyarakat serta berbagai sumber lain yang merupakan bagian dari

ajaran moral dan seperti dinyatakan terdahulu memiliki kaitan erat dengan kinerja

dalam kehidupan. Berita Kompas (Rabu, 25 Juli 2012) menyatakan seorang anak

usia 14 tahun telah mampu melakukan pembunuhan secara keji pada seorang

bapak dan anak. Ini merupakan kulminasi dari berbagai ketimpangan sosial.

Bila dikaji lebih jauh fenomena di atas timbul disebabkan oleh berbagai

faktor yang menjadi pemicunya, di antaranya disebabkan oleh terjadinya

pergeseran nilai dalam keluarga yang dipengaruhi oleh media, terutama media

elektronik (internet, TV, hand phone) dan media cetak, serta arus modernisasi

khususnya di masyarakat perkotaan, seperti diamini oleh media Province Nova

Scotia, (2004) yang menyatakan terdapat hubungan antara kehadiran media

dengan semakin meningkatnya pembunuhan dan mental illness.

Mereka menyerap informasi yang sampai tanpa filter, apalagi sekarang

tayangan-tayangan di televisi banyak yang tidak memberikan keteladanan, seperti

menentang orang tua, menentang guru, mengejek orang lain, dan mengumbar

fitnah. Tontonan seperti demikian seolah-olah sudah menjadi hal biasa dan

melekat di masyarakat, padahal dampak yang ditimbulkannya sangat dahsyat

yakni dapat melunturkan nilai-nilai kesantunan di kalangan sebagian remaja. Jadi

dampak media ini sangat besar dan dapat menimbulkan perubahan yang

bermacam-macam di antaranya perubahan gaya hidup, kesadaran, sikap, emosi,

dan tingkah laku.

Disamping hal di atas adanya akulturasi budaya dalam keluarga, mau tidak

mau turut berpengaruh pula terhadap proses pendidikan dalam keluarga. Selain

dua hal tersebut terjadi pula mobilisasi keluarga yang dipicu oleh adanya

kebutuhan ekonomi. Sinyalemen valueoptions.com (2012) akulturasi selain

memiliki sejumlah nilai tambah, menjurus pada:

1. depression/anxiety disorder – loss of loved one or normal activities may

increase risk for depression or anxiety disorder

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

4

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

2. substance abuse – participant may resort to substance use/abuse to relieve the

pain of losing a loved one or an ideal

3. eating disorder – participant may decrease or increase normal eating routine

because of loss of a loved one or an ideal

4. adjustment disorder- participant may socially withdraw because of an

identifiable stressor occurring within 3 months of the onset and lasting less

than 6 months and can be associated with another mental health

Faktor-faktor tersebut menjadi pendorong memudarnya nilai-nilai budaya

salah satunya menyangkut tata krama dan nilai kesantunan, baik di lingkungan

keluarga maupun di masyarakat. Permasalahan tersebut harus segera diatasi serta

dicarikan solusinya dan hal ini tentu menjadi tanggung jawab kita bersama

khususnya orang tua, disamping para pendidik baik di lembaga formal maupun

nonformal, sebab masalah kesantunan ini harus sudah diperoleh dan

diinternalisasikan mulai dalam keluarga.

Kiranya solusi yang paling tepat untuk mengatasi hal tersebut ialah

pendidikan, pelatihan dan pembelajaran. Salah satunya melalui ekstrakurikuler

(latihan seni tari) yang merupakan salah satu bentuk pembelajaran PLS yang

berfungsi sebagai pelengkap pendidikan formal. Kegiatan pembelajaran tersebut

sejalan dengan pendapat Russel Kleis dalam Sudjana (2004) mengenai pendidikan

luar sekolah adalah usaha pendidikan yang dilakukan secara sengaja dan

sistematis.

Biasanya pendidikan ini berbeda dengan pendidikan tradisional terutama

yang menyangkut waktu, materi, isi dan media. Pendidikan luar sekolah

dilaksanakan dengan sukarela dan selektif sesuai dengan keinginan serta

kebutuhan peserta didik yang ingin belajar dengan sungguh-sungguh.

(nishanga.blogspot.com berbagai konsep mengenai PLS 22 September 2012).

Ekstrakurikuler tari sebagai bentuk pembelajaran PLS tidak hanya

memperkenalkan pengetahuan kepada peserta didik, melainkan juga mengajarkan

keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang tidak sempat dipelajari di lingkungan

pendidikan sekolah.

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam kehidupan

seseorang, sebab melalui pendidikan seseorang dapat meningkatkan kecerdasan,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

5

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

keterampilan, mengembangkan potensi diri serta dapat membentuk pribadi yang

bertanggung jawab, cerdas dan kreatif (Undang-Undang No 20 tahun 2003).

Pendidikan juga merupakan segenap upaya yang mempengaruhi pembinaan dan

pembentukan kepribadian, termasuk perubahan perilaku melalui proses

pembelajaran. Oleh sebab itu melalui pendidikan diharapkan peserta didik dapat

mewujudkannya dalam sikap, dan perilaku yang “merenah” selaras dengan norma

dan etika yang berlaku pada lingkungan di mana mereka berada.

Hal ini sejalan dengan Undang-Undang No. 20 tahun 2003 Pasal 3 tentang

Sistem Pendidikan Nasional yang mengamanatkan bahwa:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka

mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi

peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

Yang Mahaesa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Undang-undang di atas menjelaskan bahwa pendidikan merupakan sarana

untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi insan berpribadi, aktif,

kreatif dan mandiri. Salah satu upaya membentuk manusia yang memiliki pribadi

ialah melalui sektor pendidikan.

Selain sektor pendidikan formal, sektor pendidikan nonformal pun

memiliki peran dan andil yang besar terhadap pembangunan sumber daya

manusia. Pendidikan nonformal sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang

No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 butir 12 dan 13

menyebutkan bahwa pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar

pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang,

diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan

yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan

formal dalam mendukung pendidikan sepanjang hayat. Di mana tujuan pendidikan

sepanjang hayat adalah meningkatkan kualitas hidup, yaitu bahwa individu-

individu dalam masyarakat terus belajar dan secara berkesinambungan berupaya

mengikis ketertinggalan.

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

6

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik

dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional

serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional. Sebagai suatu alternatif

seperti dinyatakan ...since the alternative education also needs teachers,

curriculum, textbooks and building, it was experimented in some places and based

on experiment only they were expanded. So this approach was also called

gradualist approach (Literacy Watch BULLETIN, 2001)

Melalui pendidikan diharapkan peserta didik menjadi orang yang

bertanggung jawab dapat diandalkan, mampu mengendalikan diri, serta

menghargai orang lain. Selain itu juga mampu membina sikap kerjasama.

Peserta didik sebagai insan pribadi, insan pendidikan, insan pembangunan

baik secara individu maupun kelompok, sebagai makhluk sosial yang hidup dalam

lingkungan sosial harus mampu mewujudkan sikap dan perilaku yang dapat

mencerminkan norma nilai sopan santun yang dimilikinya. Hal ini dapat dipenuhi

apabila proses pembelajaran yang dilalui oleh peserta didik berjalan seperti

konsep yang dikemukakan oleh Delor (2000) yakni learning to know, learning to

do, learning to be, dan learning to life together.

Proses pembelajaran yang dilakukan di pendidikan formal sebagian besar

mencakup dua hingga tiga konsep yang diungkapkan oleh Delor, yakni learning

to know, learning to do, terkadang ada yang melakukan pula learning to be.

Learning to know dilakukan saat proses memahami konsep, learning to do

dilaksanakan saat mengeksplorasi konsep, learning to be diterapkan pada saat

mengaplikasikan konsep. Sementara itu, proses learning to life together sebagian

besar belum dilakukan di pembelajaran formal, karena keterbatasan waktu,

kurikulum, dan materi.

Agar nilai kesantunan di kalangan generasi muda tetap terjaga dengan baik

maka orang tua, guru atau yang dituakan harus selalu menanamkan nilai-nilai

kesantunan tersebut disamping memberi keteladanan, seperti bersikap sopan dan

ramah kepada setiap orang, memberi perhatian kepada orang lain, berusaha selalu

menjaga perasaan orang lain, bersikap ingin membantu, memiliki rasa toleransi

yang tinggi, serta dapat menguasai diri, mengendalikan emosi dalam situasi dan

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

7

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kondisi apapun. Pembentukan kesantunan ini akan melibatkan beberapa pihak dan

lingkungan yang terkait dengan peserta didik, seperti yang dideskripsikan pada

gambar berikut ini.

Aspek-aspek di atas dapat ditanamkan melalui berbagai wadah pendidikan

baik formal, nonformal maupun informal, dan salah satunya melalui kegiatan

ekstrakurikuler yang dalam kajian ini peneliti lebih memfokuskan pada

ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) sebagai media penyampaian nilai-nilai

kesantunan. Hal ini disebabkan kebanyakan remaja saat ini kurang atau sulit

memahami simbol, mereka lebih senang yang instan. Oleh karenanya melalui

kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) lewat pemaknaan simbol gerak

diharapkan para remaja mampu menimba berbagai pengetahuan, pengalaman dan

keterampilan yang dikembangkan di dalamnya.

Ekstrakurikuler tari memiliki misi membangun karakter percaya diri,

sedangkan visi kegiatan ekstrakurikuler tari adalah berkembangnya potensi, bakat

dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian dan kebahagiaan peserta

didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

8

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kegiatan ekstrakurikuler tari bertujuan menumbuhkembangkan pribadi

peserta didik yang sehat jasmani dan rohani, bertakwa kepada Tuhan YME,

memiliki kepedulian dan tanggung jawab terhadap lingkungan sosial, budaya dan

alam sekitarnya, serta menanamkan sikap sebagai warga negara yang baik dan

bertanggung-jawab melalui berbagai kegiatan positif di bawah tanggung jawab

sekolah. Ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) adalah tempat menempa

keterampilan dan pengetahuan, memupuk jiwa disiplin dan penanaman nilai-nilai

serta membina semangat kebersamaan bagi pesertanya. Melalui keteladan dari

tokoh yang ada dalam tarian serta pesan-pesan yang disampaikan dalam tarian

diharapkan dapat mengembangkan potensi, sehingga mampu mengubah perilaku

atau karakteristik peserta didik.

Proses kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) dilakukan di luar jam

pelajaran sekolah dengan model kegiatan yang menarik, menyenangkan, sehat,

teratur, terarah, dan praktis. Ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) sebagai salah

satu wadah bagi generasi muda dalam mengembangkan bakat dan minatnya serta

dapat menyalurkan hobi kreatifnya, sehingga generasi muda dapat berkontribusi

positif bagi pembangunan bangsa. Dilihat dari pendekatannya, ekstrakurikuler tari

(latihan seni tari) dapat dikelompokkan pada pendidikan luar sekolah seperti

dikemukakan Knowles (2005) yang melihat hubungan antara peserta didik dengan

tutor yang lebih banyak pada kemampuan memfasilitasi maupun sifatnya yang

lebih menekankan pada kemampuan untuk mengarahkan diri ... A common label

given to such activity is self-directed learning. In essence, self-directed learning is

seen as any study form in which individuals have primary responsibility for

planning, implementing, and even evaluating the effort (Tough, 1979)

Pernyataan di atas menjelaskan bahwa peserta didik mempunyai kekuatan

untuk mencari, mencoba, menemukan dan mengembangkan dirinya sendiri

sehingga tumbuh kemandirian. Dengan demikian, ekstrakurikuler tari (latihan seni

tari) sebagai media untuk memperoleh pengetahuan nilai-nilai kesantunan dengan

pengamatan sendiri, pengalaman sendiri, penyelidikan sendiri, bekerja sendiri,

dengan fasilitas yang diciptakan sendiri sehingga pembelajaran menjadi bermakna

bisa digolongkan sebagai self directed learning.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

9

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) diharapkan dapat

memenuhi kebutuhan belajar peserta didik untuk memperoleh pengetahuan dan

pengalaman yang pada suatu saat nanti bermanfaat bagi peserta didik dalam

kehidupannya. Melalui kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) dapat

memberikan sumbangan yang berarti bagi peserta didik untuk mengembangkan

minat, menanamkan tanggung jawab sebagai warga negara, memahami nilai

kesantunan melalui pengalaman langsung, sehingga tercipta keyakinan diri

sebagai individu yang mandiri.

Kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) yang pelaksanaan

kegiatannya lebih mengarah pada pemberian pengalaman–pengalaman hidup dan

pembentukan keterampilan dipandang cocok sebagai media penanaman nilai–nilai

kehidupan pada peserta didik. Seperti nilai-nilai kesantunan yang di dalamnya

meliputi kejujuran, peduli terhadap sesama (toleran), keberanian, disiplin dan

tanggung jawab serta sikap hormat.

Nilai-nilai tersebut dapat dikaji melalui pembelajaran tari, sebab dalam

kegiatan menari seseorang melalui pengalaman estetisnya dapat mempertajam

daya tangkapnya untuk menyerap berbagai informasi yang masuk melalui

pancaindera. Norma-norma dan nilai-nilai yang dianggap benar pada sebuah

masyarakat ditanamkan dalam tiap individu lewat cara belajar. Dengan

pembelajaran itulah suatu kelompok individu dapat membentuk sebuah

masyarakat yang teratur. Pembelajaran tari juga merupakan media transformasi

budaya dan proses pewarisan budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya.

Deklarasi Dakar tahun 2000 menuntut semakin diperlukan pendidikan

yang berbasis pemberdayaan, dimana pendidikan harus menjamin kebermutuan

yang seimbang antara nilai, pengetahuan, kecakapan dan kompetensi untuk hidup

berkelanjutan dan berpartisipasi dalam masyarakat melalui pekerjaan yang

terhormat. Unesco dalam hal ini menekankan kebermutuan dari pendidikan dasar,

mutu pendidikan bukan hanya ditujukan untuk kelompok kecil akan tetapi untuk

semua. Kualitas yang paling mendesak yaitu untuk peserta belajar yang berresiko

dan termarginalisasikan, sehingga perlu dicarikan peluang pendidikan yang lebih

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

10

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

responsif sesuai dengan tuntutan dari pertemuan Dakar April 2000. Seperti

ditekankan:

(iii) ensuring that the learning needs of all young people and adults are met

through equitable access to appropriate learning and life skills programs; ...

(v) eliminating gender disparities in primary and secondary education by

2005, and achieving gender equality in education by 2015, with a focus on

ensuring girls’ full and equal access to and achievement in basic education of

good quality;

(vi) improving all aspects of the quality of education and ensuring

excellence of all so that recognized and measurable learning outcomes are

achieved by all, especially in literacy, numeracy and essential life skills.

Selain itu secara kebetulan Kota Dakar Senegal sedemikian jauh telah

menginspirasi kesatuan antara tari dengan identitas, seperti tertuang (Cruz Banks

2010; Daniels 2005; Dunham 1947, 2005) and ethnomusicology (Castaldi 2006;

Tang 2007, 2008) as theoretical frameworks, this study draws from auto-

ethnographical experiences of dancing at the Sissoko School. I explore what links

dance, music and identity.

Lebih jauh arahan dari pertemuan Dakar yang menyatakan akan

pentingnya pendidikan nilai adalah sebagai berikut:

1) Kehidupan fisik dan psikologis yang sehat dan memberikan motivasi pada

peserta belajar;

2) Pendidik yang terlatih secara memadai dan menguasai teknik pembelajaran

aktif;

3) Dukungan fasilitas dan bahan ajar yang memadai;

4) Kurikulum yang relevan yang dapat dipelajari dan diajarkan menggunakan

bahasa lokal dan dikembangkan secara bersama oleh pendidik dan peserta

belajar;

5) Lingkungan yang bukan hanya bisa merangsang kemampuan belajar akan

tetapi ramah, sensitif gender, sehat dan aman;

6) Adanya definisi yang jelas mengenai penilaian yang akurat dari hasil belajar,

mencakup pengetahuan, kecakapan, sikap dan nilai;

7) Tata kelola dan pengelolaan yang partisipatif;

8) Menghargai pada keragaman budaya lokal dan masyarakat local.

Seni tari sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia selalu

berkembang dalam berbagai aspek yang melingkupinya, baik aspek-aspek di

dalam seni itu sendiri maupun dalam pendidikan seni yang merupakan upaya

sadar untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi ke generasi. Kegiatan

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

11

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

ekstrakurikuler tari yang diselenggarakan di sekolah formal sebagai pusat

transformasi nilai-nilai tentu turut andil dalam mengemban amanat pendidikan

yang merupakan salah satu syarat dan upaya utama dalam membentuk generasi

yang akan datang, yang diharapkan akan menjadi generasi unggul dan membawa

perubahan positif di segala bidang dalam mengembangkan intelektual dan

moralitas bangsa.

Pendidikan seni tari sebagai bagian dari PLS secara umum berfungsi untuk

mengembangkan kemampuan setiap anak (peserta didik) menemukan pemenuhan

dirinya dalam hidup, untuk meneruskan warisan budaya, memperluas kesadaran

sosial dan sebagai jalan untuk menambah wawasan serta mendukung kepada

proses pendidikan secara umum melalui cara berpikir dan belajar sekaligus

mendorong terbentuknya sikap belajar sepanjang hayat. Melalui pendidikan seni

tari, peserta didik memperoleh pengalaman sensasional dalam diri yang sangat

kuat, dari mulai membentuk sesuatu hingga mengekspresikan sesuatu tentang

dirinya.

Tari sebagai produk budaya yang disimbolkan dalam segala aspek

penyajiannya, memuat beberapa nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat

pendukungnya. Entitas tari dapat dianalisis dari sisi teks dan konteksnya di

masyarakat. Teks tari adalah (1) Gerak; (2) Rias dan Busana; (3) Iringan tari;

(4) Pencahayaan; (5) Pola lantai; dan (6) Dialog. Adapun konteks tari bisa

dianalisis dari berbagai perspektif yaitu (1) Sejarahnya; (2) Fungsi di masyarakat;

(3) Filosofi; (4) Pendidikan; (5) Komunikasi; (6) Manajemen dan bisnis. Hal ini

sejalan dengan ungkapan Marinis (1993:1-9) bahwa: “tari terbentuk dari berbagai

lapis (multlayer)”.

Pada penelitian ini ditetapkan tari lenyepan sebagai materi pembelajaran

nilai-nilai kesantunan sosial. Pemilihan tarian ini didasarkan pada nilai-nilai yang

terkandung dalam tari lenyepan dipandang sangat sesuai sebagai media untuk

membentuk kesantunan pada peserta didik. Tari lenyepan yang awalnya

berkembang dari ibing tayub adalah tarian yang hidup dan berkembang di

kalangan menak Sunda yang berkembang pada awal abad 20.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

12

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kalangan menak Sunda terdiri dari: menak teureuh, menak paseban,

menak pasar, dan menak kaum. Dengan demikian dalam berbagai aspek

pendukung tari ini akan mencerminkan nilai-nilai dan norma yang berlaku pada

kaum menak. Berbagai nilai dan norma menak direfleksikan melalui keempat

aspek pendukung tari lenyepan, misalnya mengenai (1) Cara bersikap kepada

Sang Pencipta, antar menak, atau kepada cacah; (2) Cara bertutur sapa dalam

berinteraksi; (3) Cara berpakaian; dan (4) Cara memahami dan merespon simbol.

Tari lenyepan adalah salah satu tari putra yang termasuk dalam genre tari

keurseus. Tari keurseus adalah perkembangan tayuban yang menjadi kalangenan

menak Sunda. Kelahirannya atas kreasi R. Sambas Wirahadikusumah yang

menata dengan kaidah moral : (1) supados teu aeb katingalna; (2) raos kanu

ngibingna; (3) angger waktosna; (4) raos kanu ningalna (Narawati: KIBS 2011).

Tari Keurseus terdiri dari dua tingkatan karakter yakni (1) halus: terdiri

dari lenyep dan lanyap; (2) gagah: terdiri dari monggawa dan ngalana. Setiap

karakter di atas memiliki pengolahan gerak yang berbeda. Adapun tari lenyepan

adalah tarian yang mempunyai karakter gerak paling halus, sehingga selalu

dijadikan tari dasar dalam pembelajaran tari keurseus. Kehalusan tari lenyepan

terbangun dari estetika yang dianut oleh kalangan menak, hal ini tercermin dalam

pengolahan elemen-elemen pembangun gerak, yakni: ruang, waktu, dan tenaga.

Kehalusan dalam pengolahan ruang, waktu dan tenaga pada tari lenyepan

dibangun oleh sikap dasar bukaan tangan, kaki dan pandangan mata yang harus

tetap dipertahankan selama tarian berlangsung. Kehalusan yang termuat dalam

ketiga elemen pembangun gerak lenyepan tersebut pada dasarnya merupakan

proses pengendalian diri yang menuju pada kesantunan. Wujud dari kesantunan

yakni munculnya sikap merenah yang secara harafiah berarti tepat atau sesuai

dengan konteks, dengan kata lain para menak selalu dituntut untuk dapat

menempatkan dirinya secara proporsional sesuai status. Beberapa contoh sikap

merenah diantaranya: para menak tidak diperbolehkan berbicara atau marah tidak

pada tempatnya, tidak diperbolehkan berpakaian yang melanggar aturan.

Penerapan nilai kesantunan pada kalangan menak dilakukan dalam

berbagai lingkungan informal, formal, dan non formal. Penerapan nilai

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

13

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kesantunan di lingkungan informal diterapkan dalam keluarga. Pada lingkungan

formal, diterapkan pada sekolah untuk calon ambtenar seperti STOVIA,

MOSVIA, dan SGB. Pada lingkungan nonformal, dilakukan melalui rangkaian

kegiatan masamoan yang terdiri dari menari (tayuban), pencak silat

(makalangan), dan tembang Sunda (panglawungan). Kegiatan ini merupakan

sarana pembiasaan dan penerapan kesantunan bagi kalangan menak untuk

berinteraksi, berkomunikasi, dan bersikap. Rangkaian kegiatan di atas sebagai

media untuk membentuk kesantunan yang merenah dengan status menaknya. Hal

ini sesuai dengan paparan Narawati (2003: 163) dalam bukunya Wajah Tari

Sunda dari Masa ke Masai, sebagai berikut.

Paalus-alus ngibing atau „mengadu‟ kemahiran menari dalam acara

tayuban menjadi keharusan, kebiasaan, dan akhirnya kalangenan (hiburan)

bagi kalangan priyayi. Oleh karena itu kreativitas menari menjadi tuntutan

dari simbol status kebangsawanan bagi para priyayi Sunda.

Dengan demikian untuk membedakan status menak dapat diamati dari

tutur kata, cara berbusana, dan tingkah lakunya. Hal ini sesuai dengan paparan

Nina Lubis (49-91) dalam bukunya yang berjudul Kehidupan Kaum Menak

Priangan 1800-1942, dijelaskan bahwa terdapat beberapa kategori status sosial di

kalangan menak Sunda: (1) menak teureuh; (2) menak paseban; (3) menak pasar;

dan (4) menak kaum.

Dengan demikian esensi nilai dari kalangan menak yang sangat sesuai

untuk membentuk kesantunan sosial yakni pengolahan rasa, pengendalian emosi,

pengaturan sikap, dan pemahaman simbol. Hal ini sejalan dengan tujuan

pembelajaran seni tari yang dinyatakan Depdiknas (2003:7) yaitu:

Menumbuhkembangkan sikap toleransi, demokrasi, beradab, mampu hidup

rukun dalam masyarakat yang majemuk, mengembangkan kemampuan

imajinatif, intelektual dan ekspresi melalui seni. Mengembangkan kepekaan

rasa, keterampilan, dan mampu menerapkan teknologi dalam berkreasi seni,

memamerkan dan mempergelarkannya.

Dari uraian di atas menggambarkan bahwa dengan belajar seni tari peserta

didik digiring untuk mengkonstruksi diri baik dari segi intelektual maupun moral

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

14

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

seperti nilai-nilai yang termuat dalam tari lenyepan, sehingga inti pengendalian

diri pada tarian ini dapat membentuk peserta didik menjadi pribadi yang merenah.

Pembelajaran kesantunan seperti yang tercermin dalam perilaku kalangan

menak Sunda di atas pada tahun 1960 hingga 1980-an pernah diwadahi dalam

mata pelajaran Budi Pekerti, kemudian berganti menjadi Pendidikan Moral

Pancasila, dan berganti lagi menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan.

Namun demikian, nilai-nilai yang diajarkan pada mata pelajaran tersebut adalah

nilai-nilai universal, sedangkan pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai

kesantunan berbasis budaya lokal tidak dicantumkan dalam kurikulum. Oleh

karena itu diperlukan upaya lain untuk menerapkan nilai-nilai kesantunan di

berbagai lingkungan baik informal, formal, maupun nonformal. Salah satu upaya

yang dianggap efektif untuk menanamkan nilai-nilai kesantunan ini ialah melalui

kegiatan ekstrakurikuler.

Berdasarkan hasil survey pada studi pendahuluan ditemukan model

pembelajaran dalam kegiatan ekstrakurikuler tari masih belum menyentuh pada

pemahaman nilai-nilai kesantunan sehingga peserta didik kurang dapat

menganalisis dan mempersepsi nilai-nilai tersebut yang akan teraplikasikan dalam

perilaku sehari-harinya. Oleh karena itu, akan dikembangkan model

ekstrakurikuler tari yang lebih berorientasi pada pemahaman nilai-nilai

kesantunan sehingga peserta didik selain keterampilannya lebih terasah juga dapat

memiliki kesantunan yang merenah dan akan terinternalisasi dalam

kehidupannya. Dari model konseptual ini selanjutnya dikembangkan model

empirik dengan memilih bentuk tari dan model pembelajaran yang lebih

menekankan pada peningkatan nilai luhur budaya bangsa.

Dalam hal ini fokus kajian ditekankan pada ketiga aspek yakni kognitif,

afektif, dan psikomotor yang menyangkut kecenderungan perilaku/behavioral

tendensius, persepsi/perseptual, dan emosional anak yang diusung dalam judul

“Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan

Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan

Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung)”.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

15

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka fokus kajian penelitian ini ialah

mengenai kesantunan. Adapun untuk menumbuhkan kesantunan sosial ini dapat

diidentifikasi dan dirumuskan masalah sebagai kajian riset dan pengembangan

dalam pendidikan nilai bagian dari pendidikan luar sekolah sebagai berikut.

1. Akhir-akhir ini terjadi melemahnya kesantunan di kalangan sebagian remaja.

2. Faktor-faktor apa yang menjadi penyebab melemahnya kesantunan di kalangan

sebagian remaja

3. Mengapa terjadi banyak tawuran di kalangan sebagian remaja di perkotaan?

4. Persoalan apakah yang menyebabkan terjadinya konflik sosial di antara

sebagian remaja di perkotaan?

5. Mengapa terjadi adu kekuatan atau kekuasaan di antara sebagian remaja?

6. Bagaimana perilaku kesantunan sebagian remaja yang tergabung dalam geng di

perkotaan di hadapan masyarakat umum?

7. Apakah sebagian besar remaja di perkotaan mempunyai wadah untuk sarana

aktualisasi diri?

8. Apakah sebagian remaja mendapatkan tindakan atau proses pembelajaran yang

membentuk dan membina kesantunan sosial?

9. Bagaimana upaya yang dilakukan dalam menumbuhkan kesantunan sosial?

10. Bagaimana nilai-nilai sosial yang terdapat dalam tari sebagai salah satu produk

budaya masyarakat dapat menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di

SMP Kota Bandung melalui kegiatan ekstrakurikuler tari?

11. Bagaimana mengkemas tari agar dapat dijadikan solusi atas nilai-nilai aktual

untuk menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di SMP Kota Bandung

melalui kegiatan ekstrakurikuler tari?

12. Bagaimana penerapan pembelajaran tari sebagai materi kegiatan

ekstrakurikuler untuk menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di SMP

Kota Bandung?

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka rumusan masalah yang

diungkap dalam penelitian ini ialah “bagaimana model pembelajaran nilai-nilai

sosial yang efektif melalui kegiatan ekstrakurikuler tari untuk menumbuhkan

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

16

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

kesantunan sosial? Untuk memperjelas fokus masalah dapat dirumuskan dalam

beberapa pertanyaan berikut:

1. Bagaimana hasil pembelajaran nilai-nilai sosial pada ekstrakurikuler tari dalam

menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di SMP Kota Bandung?

2. Bagaimana model konseptual pembelajaran nilai-nilai sosial pada

ekstrakurikuler tari dalam menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di

SMP Kota Bandung?

3. Bagaimana model empirik pembelajaran nilai-nilai sosial pada ekstrakurikuler

tari dalam menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di SMP Kota

Bandung?

C. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan dari penelitian ini ialah menemukan model

pembelajaran nilai-nilai sosial melalui media seni tari untuk menumbuhkan

kesantunan sosial peserta belajar. Untuk mencapai tujuan ini secara khusus

dilakukan melalui langkah-langkah berikut:

1. Memperoleh gambaran mengenai hasil pembelajaran nilai-nilai sosial pada

ekstrakurikuler tari dalam menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di

SMP Kota Bandung.

2. Mengembangkan model konseptual pembelajaran nilai-nilai sosial pada

ekstrakurikuler tari dalam menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di

SMP Kota Bandung?

3. Mengembangkan model empirik pembelajaran nilai-nilai sosial pada

ekstrakurikuler tari dalam menumbuhkan kesantunan sosial peserta didik di

SMP Kota Bandung?

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini dapat ditinjau dari dua aspek yaitu:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

17

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

a) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi pengayaan

konsep tentang model pembelajaran untuk meningkatkan kesantunan sosial

bagi remaja di perkotaan, sekaligus pengembangan keilmuan dan kajian

pendidikan nilai sebagai bagian dari pendidikan dasar pada pendidikan luar

sekolah.

b) Menambah kajian empiris mengenai peranan tari sebagai salah satu bidang

ilmu untuk meningkatkan kesantunan sosial, sehingga dapat terinternalisasi

baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat.

c) Model yang dikembangkan ini diharapkan dapat memberikan nuansa baru

yang inovatif dalam merancang dan mengorganisasikan kegiatan pembelajaran

sehingga tujuan yang diharapkan dapat dicapai secara maksimal.

d) Model yang dikembangkan sebagai bahan kajian awal bagi yang berminat

untuk meneliti permasalahan ini lebih lanjut, sehingga lahir model-model

pembelajaran seni baru menyangkut konsep pendidikan luar sekolah dalam

menumbuhkan kesantunan sosial.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan oleh

pihak-pihak terkait dalam mengoptimalkan pembentukan kesantunan sosial

peserta didik di antaranya:

a) Lembaga pendidikan baik nonformal maupun formal, membantu memberikan

gambaran dan alternatif dalam merancang model pembelajaran nilai-nilai sosial

dari mulai identifikasi kebutuhan belajar, menetapkan tujuan belajar,

menetapkan dan menerapkan materi, sampai pada evaluasi proses dan akhir.

b) Dinas sosial untuk membina sebagian remaja yang mengalami penyimpangan

perilaku sosial melalui kegiatan tari, seperti yang putus sekolah khususnya di

perkotaan, yang terlibat geng, dan yang mengalami broken home.

c) Sanggar-sanggar tari mengenai pola dan upaya untuk internalisasi kesantunan

sosial melalui kegiatan praktik.

d) Meningkatkan kesadaran remaja untuk berperan sebagai penggerak dalam

menumbuhkan kesantunan sosial melalui kegiatan ekstrakurikuler.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

18

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

F. Kerangka Berpikir

Usia SMP merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke remaja. Pada

masa ini, terjadi perubahan yang besar di antaranya yaitu 1) pertumbuhan fisik

semakin dewasa; 2) kematangan seksual; 3) kesadaran terhadap diri; 4) kebutuhan

interaksi dan persahabatan lebih luas; 5) munculnya konflik-konflik sebagai

akibat masa transisi. Hal ini menyebabkan remaja cenderung suka mengkritik,

yang diwujudkan dalam bentuk pembangkangan, baik terhadap orang tua, guru

maupun orang yang dituakan, karena ingin menunjukkan keakuannya. Bahkan

para remaja cenderung lebih berani mengemukakan pendapatnya, dan akan

mempertahankan keakuannya dengan sekuat tenaga.

Pada masa ini emosi mereka juga masih labil, sehingga bila ada yang

menyulut emosi mereka sekecil apa pun akan berakibat besar. Ini pula yang

menyebabkan terjadinya penyimpangan perilaku pada remaja seperti tawuran,

ugal-ugalan, penyimpangan seks, dan narkoba yang berdampak pada melemahnya

kesantunan sosial.

Berdasar pada permasalahan tersebut, maka perlu dilakukan upaya

preventif dan penanaman nilai-nilai sosial untuk memenuhi kebutuhan psikisnya

sehingga mampu mengatasi konflik yang sedang dialaminya. Salah satunya dapat

dilakukan melalui pembiasaan olah rasa melalui tari dalam kegiatan

ekstrakurikuler, karena melalui tari dipandang cukup efektif untuk membangun

kesantunan yang merenah pada peserta didik. Proses olah rasa ini memerlukan

waktu yang cukup lama, sehingga tidak bisa diberikan pada kegiatan

intrakurikuler, karena waktunya terbatas dan minat serta kebutuhan peserta belajar

pun heterogen.

Untuk itu, maka pembelajaran nilai-nilai sosial melalui kegiatan

ekstrakurikuler tari (latihan seni tari) dipandang tepat. Sebagaimana konsep

pendidikan non formal di antaranya ialah waktunya lebih longgar, bentuk dan isi

program bervariasi, materi sesuai kebutuhan dan minat peserta. Demikian pula

dengan kegiatan ekstrakurikuler tari waktunya lebih longgar, diselenggarakan di

luar jam pelajaran, materi pembelajaran pun disesuaikan dengan kebutuhan serta

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

19

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

minat peserta didik, sehingga pembiasaan kesantunan sosial untuk peserta didik

dapat dicapai secara maksimal.

Model pembelajaran nilai-nilai sosial melalui kegiatan ekstrakurikuler tari

(latihan seni tari) dirancang untuk membangun kesantunan sosial peserta didik.

Melalui pemaknaan terhadap simbol-simbol gerak tari diharapkan terjadi

penyatuan antara pola pikir, rasa dan laku yang dapat diaplikasikan dalam

perilaku keseharian peserta didik.

Penanaman nilai-nilai kesantunan sosial ini perlu segera dilakukan,

sehingga kelak setelah peserta didik berbaur di masyarakat dapat membentengi

dirinya terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang mungkin timbul. Dengan

demikian keteladanan yang diberikan lingkungan baik di rumah maupun di luar

rumah berpengaruh besar terhadap perkembangan kepribadian peserta didik.

Begitu pula keteladanan yang disimbolkan dalam tari lenyepan sangat

berpengaruh terhadap pembentukan karakter peserta didik. Oleh karenanya

pendidikan bertujuan untuk membentuk manusia yang mempunyai keseimbangan

antara kemampuan kognitif, psikomotrik dan afektif, sehingga nilai-nilai

kesantunan dapat tertanam dengan baik.

Dalam kaitan ini seni tari sebagai media ungkap perasaan seseorang dapat

dijadikan sarana yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan nilai kesantunan

pada peserta didik. Belajar tari merupakan sarana untuk belajar tentang tata

krama, etika, dan kepribadian. Selama belajar tari diberikan aturan tata gerak yang

dilatih secara teratur dan dilakukan seirama dengan ritme musik pengiringnya.

Jika hal tersebut dapat dikuasai dengan baik maka akan tercermin dalam

pergaulan sehari-hari, tindak-tanduk atau gerak-geriknya enak dipandang,

menyenangkan, dan teratur, sehingga dalam setiap langkahnya akan terkontrol

dengan harmonis dan merenah. Seni tari merupakan seni kolektif karena pada

pelaksanaan kegiatannya selalu membutuhkan kerjasama dengan orang lain, yakni

dengan penari, pemain musik, stage crew, penata cahaya, penata rias, penata

busana, bahkan petugas gedung serta tenaga pembantu pelaksana lainnya. Dengan

demikian dapat dikatakan bahwa tari merupakan kegiatan kesenian yang menjadi

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

20

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

wadah sosialisasi, dan menggugah kesadaran posisinya dalam kelompok ketika

menari.

Secara tidak langsung mereka belajar menempatkan diri dan memainkan

peranannya di tengah masyarakat, seperti yang diungkapkan oleh Marco de

Marinis (1977) bahwa “tari bersifat multilapis (multilayer)”. Pada seni dimuat

simbol tentang nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat pendukungnya. Dengan

demikian untuk memahami nilai sosial dalam masyarakat dapat dicermati dan

dianalisis dari aspek-aspek pembangun seni tersebut, misalnya pada nilai-nilai

sosial yang termuat dalam seni tari dapat dianalisis dari gerak-gerak tarinya, dan

rias serta busana yang digunakannya.

Berdasarkan paparan di atas, kegiatan ekstrakurikuler tari (latihan seni tari)

sebagai salah satu wadah yang dapat dijadikan wahana dan sarana dalam

menghasilkan insan yang mampu mengaktualisasikan diri. Selain itu juga kegiatan

ekstrakurikuler tari merupakan salah satu wadah yang dapat dijadikan sarana

untuk meningkatkan kecerdasan, keterampilan, mengembangkan potensi diri dan

dapat membentuk pribadi yang bertanggung jawab, cerdas dan kreatif. Melalui

kegiatan ekstrakurikuler tari diharapkan dapat membantu meningkatkan

kepribadian peserta didik yang dapat dilihat pada bagan kerangka berpikir berikut

ini:

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

21

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

Kondisi Objektif Penelitian terhadap Model pembelajaran

Ekskul Tari kondisi Objektif nilai-nilai sosial SWOT pada ekskurikuler Tari

Bagan 1.1 Kerangka Berpikir

G. Struktur Organisasi Disertasi

Struktur penulisan disertasi ini dibagi ke dalam lima bab dengan rincian

sebagai berikut.

BAB I : Pendahuluan; yang berisi uraian berkaitan dengan latar belakang

masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, kerangka berpikir dan struktur organisasi disertasi. Pada

bab ini dijelaskan mengenai pentingnya penelitian ini dilakukan dan

dasar-dasar yang melandasinya serta fokus penelitian.

BAB II: Landasan Teoretis; Bab ini merupakan suatu kajian teori yang

dijadikan landasan dalam penyusunan kerangka berpikir. Dalam bab

ini peneliti mencoba mendudukkan masalah yang diteliti dalam

konteks bidang keilmuan

Ekstrakurikuler tari - Tidak adanya

perencanaan - Pembelajaran

langsung praktik - Penanaman nilai

kesantunan kurang maksimal

Kondisi umum remaja: Kesantunan rendah disebabkan oleh faktor internal & eksternal Lahirnya generasi yang santun, tangguh menghadapi segala tantangan

Temuan ekskul dengan keunggulan: - Potensi peserta belajar, - Motivasi berprestasi, - Partisipasi peserta

belajar. - Guru/pelatih yang loyal Kelemahan - Intensitas latihan - Keterbatasan sarana - Kurangnya dukungan

dana dari lembaga Peluang: - Seni tari

menumbuhkan kemandirian

- Seni tari sebagai sarana pendidikan, kecakapan hidup

- Dukungan pemerintah Tantangan: - Masuknya budaya asing - Penanaman nilai-nilai

kesantunan menjadi tugas bersama

-Pemahaman dan pengkemasan materi - Penerapan dan

pembiasaan - Evaluasi

Terbangunnya peserta didik yang terampil dan santun yang tercermin dalam perilaku kesehariannya

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.upi.edu/3701/4/D_PLS_0707293_Chapter1.pdf · pemenuhan kebutuhan materi semata, dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya. Ini

22

Frahma Sekarningsih, 2013 Pengembangan Model Pembelajaran Nilai-nilai Sosial Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari Untuk Membangun Kesantunan Sosial (Studi Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tari di SMP Kota Bandung) Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu| perpustakaan.upi.edu

BAB III: Metodologi Penelitian; Bab ini menguraikan secara rinci mengenai

metode dan pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya uraian

mengenai lokasi dan subjek penelitian, desain penelitian, definisi

operasional, instrumen penelitian, teknik dan analisis data, termasuk

validitasnya.

BAB IV: Hasil dan Pembahasan Penelitian; Bab ini menjelaskan mengenai

hasil penelitian berupa deskripsi mengenai pembelajaran nilai-nilai

sosial pada kegiatan ekstrakurikuler tari dalam perspektif pendidikan

nonformal. Penyusunan model konseptual pembelajaran tari, lokasi

dan subjek penerapan model pembelajaran kesantunan, uji coba

terbatas dan implementasinya. Pada bagian kedua berisi hasil temuan

pada penelitian pendahuluan, dianalisis untuk memperoleh data yang

diperlukan dalam proses pembuatan suatu model pembelajaran. Hasil

penelitian pendahuluan dan pembahasannya dipergunakan untuk

membuat desain model pembelajaran/pelatihan nilai-nilai sosial

melalui tari dan implementasinya pada kelompok ekstrakurikuler.

BAB V: Kesimpulan dan Rekomendasi: Menyajikan pemaknaan peneliti

terhadap analisis temuan penelitian.