BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · PDF fileSementara itu, pala dan cengkeh yang berasal...
-
Upload
phungduong -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG · PDF fileSementara itu, pala dan cengkeh yang berasal...
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wilayah Barat Nusantara dan sekitar Malaka sejak masa kuno
merupakan wilayah yang menjadi titik perhatian, terutama karena hasil bumi
yang dijual disana menarik bagi para pedagang, dan menjadi daerah lintasan
penting antara Cina dan India. Sementara itu, pala dan cengkeh yang berasal
dari Maluku dipasarkan di Jawa dan Sumatera, untuk kemudian dijual
kepada para pedagang asing. Pelabuhan-pelabuhan penting di Sumatra dan
Jawa antara abad ke-1 dan ke-7 M sering disinggahi para pedagang asing
seperti Lamuri (Aceh), Barus, dan Palembang di Sumatra; Sunda Kelapa
dan Gresik di Jawa.
Bersamaan dengan itu, datang pula para pedagang yang berasal dari
Timur Tengah. Mereka tidak hanya membeli dan menjajakan barang
dagangan, tetapi ada juga yang berupaya menyebarkan agama Islam.
Dengan demikian, agama Islam telah ada di Indonesia ini bersamaan dengan
kehadiran para pedagang Arab tersebut. Meskipun belum tersebar secara
intensif ke seluruh wilayah Indonesia.
Perkembangan Islam di Indonesia terutama di Jawa tidak dapat
dilepaskan dari peranan para wali yang tergabung dalam organisasi
walisongo, dimana pembentukan lembaga walisongo ternyata pertama kali
dilakukan oleh sultan Turki Muhammad I, yang memerintah pada tahun
1394-1421. Pada waktu sultan Muhamamd I menerima laporan dari para
saudagar Gujarat (India) bahwa di pulau Jawa jumlah pemeluk Agama Islam
masih sangat sedikit.
Sultan muhamamd I kemudian mengirim sebuah tim yang
anggotanya dipilih orang-orang yang memiliki kemampuan di berbagai
bidang, tidak hanya bidang ilmu agama saja. Untuk membentuk tim, sultan
Muhamamd I mengirim surat kepada para pembesar di Afrika Utara dan
Timur Tengah, yang isinya minta dikirim beberapa ulama yang mempunyai
‘karomah”.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 4
Berdasarkan perintah sultan Muhamad I itu lalu dibentuk sebuah tim
yang berintikan 9 orang yang ditugaskan menjadi penyebar Islam di pulau
Jawa, kemudian tim diberangkatkan ke pulau Jawa pada tahun 1404, di
mana tim tersebut diketuai oleh maulana Malik Ibrahim berasal dari Turki,
seorang ahli agama dan juga ahli irigasi yang dianggap piawai dalam
mengatur Negara.
Begitu tiba di Jawa tim, sembilan ini langsung melakukan pertemuan
untuk menyusun rencana kerja, oleh karena itu pertemuan tahun 1404 yang
dihadiri lengkap anggotanya dianggap sebagai sidang walisongo pertama
kemudian disebut sebagai walisongo angkatan pertama; istilah walisongo
sendiri baru muncul setelah ada beberapa wali pribumi dari kalangan
bangsawan Jawa yang menjadi anggota tim bahkan ada yang menyebutkan
bahwa istilah walisongo muncul pada abad ke-18 atau abad ke-19.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa saja teori-teori masuknya islam di Indonesia? Jelaskan!
2. Apakah peran Walisongo dalam islamisasi di Indonesia?
3. Bagaimana model islamisasi Walisongo?
C. TUJUAN MASALAH
1. Untuk mengetahui teori-teori masuknya islam di Indonesia
beserta dengan penjelasannya.
2. Untuk mengetahui peranan Walisongo dalam islamisasi di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui model islamisasi Walisongo.
D. BATASAN MASALAH
1. Membahas teori-teori masuknya islam di Indonesia beserta
dengan penjelasannya.
2. Membahas peranan Walisongo dalam islamisasi di Indonesia.
3. Membahas model islamisasi Walisongo.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 5
E. TUJUAN PENULISAN MAKALAH
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam 2.
2. Untuk menambah wawasan penulis dan pembaca mengenai
sejarah perkembangan islam di indonesia.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Beberapa Teori Masuknya Islam ke Indonesia
Proses masuknya agama Islam ke Indonesia tidak berlangsung
secara revolusioner, cepat, dan tunggal, melainkan berevolusi, lambat-laun,
dan sangat beragam. Menurut para sejarawan, teori-teori tentang kedatangan
Islam ke Indonesia dapat dibagi menjadi empat, yakni teori Mekah, teori
Gujarat, teori Persia dan teori Cina.
1. Teori Mekah
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab. Proses ini berlangsung
pada abad pertama Hijriah atau abad ke-7 M. Tokoh yang memperkenalkan
teori ini adalah Haji Abdul Karim Amrullah atau HAMKA, salah seorang
ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Hamka mengemukakan pendapatnya
ini pada tahun 1958, saat orasi yang disampaikan pada dies natalis
Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Ia menolak seluruh
anggapan para sarjana Barat yang mengemukakan bahwa Islam datang ke
Indonesia tidak langsung dari Arab.
Bahan argumentasi yang dijadikan bahan rujukan Hamka adalah
sumber lokal Indonesia dan sumber Arab. Menurutnya, motivasi awal
kedatangan orang Arab tidak dilandasi oleh nilai-nilai ekonomi, melainkan
didorong oleh motivasi spirit penyebaran agama Islam. Dalam pandangan
Hamka, jalur perdagangan antara Indonesia dengan Arab telah berlangsung
jauh sebelum tarikh masehi.
Dalam hal ini, teori Hamka merupakan sanggahan terhadap Teori
Gujarat yang banyak kelemahan. Ia malah curiga terhadap prasangka-
prasangka penulis orientalis Barat yang cenderung memojokkan Islam di
Indonesia. Penulis Barat, kata Hamka, melakukan upaya yang sangat
sistematik untuk menghilangkan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang
hubungan rohani yang mesra antara mereka dengan tanah Arab sebagai
sumber utama Islam di Indonesia dalam menimba ilmu agama. Dalam
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 7
pandangan Hamka, orang-orang Islam di Indonesia mendapatkan Islam dari
orang- orang pertama (orang Arab), bukan dari hanya sekadar perdagangan.
Pandangan Hamka ini hampir sama dengan Teori Sufi yang
diungkapkan oleh A.H. Johns yang mengatakan bahwa para musafirlah
(kaum pengembara) yang telah melakukan islamisasi awal di Indonesia.
Kaum Sufi biasanya mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk
mendirikan kumpulan atau perguruan tarekat.
2. Teori Gujarat
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M. Gujarat
ini terletak di India bagain barat, berdekatan dengan Laut Arab. Tokoh yang
menyosialisasikan teori ini kebanyakan adalah sarjana dari Belanda. Sarjana
pertama yang mengemukakan teori ini adalah J. Pijnapel dari Universitas
Leiden pada abad ke 19. Menurutnya, orang-orang Arab bermahzab Syafei
telah bermukim di Gujarat dan Malabar sejak awal Hijriyyah (abad ke 7
Masehi), namun yang menyebarkan Islam ke Indonesia menurut Pijnapel
bukanlah dari orang Arab langsung, melainkan pedagang Gujarat yang telah
memeluk Islam dan berdagang ke dunia timur, termasuk Indonesia.
Dalam perkembangan selanjutnya, teori Pijnapel ini diamini dan
disebarkan oleh seorang orientalis terkemuka Belanda, Snouck Hurgronje.
Menurutnya, Islam telah lebih dulu berkembang di kota-kota pelabuhan
Anak Benua India. Orang-orang Gujarat telah lebih awal membuka
hubungan dagang dengan Indonesia dibanding dengan pedagang Arab.
Dalam pandangan Hurgronje, kedatangan orang Arab terjadi pada masa
berikutnya. Orang-orang Arab yang datang ini kebanyakan adalah keturunan
Nabi Muhammad yang menggunakan gelar “sayid” atau “syarif ” di di
depan namanya.
Teori Gujarat kemudian juga dikembangkan oleh J.P. Moquetta
(1912) yang memberikan argumentasi dengan batu nisan Sultan Malik Al-
Saleh yang wafat pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H/1297 M di Pasai, Aceh.
Menurutnya, batu nisan di Pasai dan makam Maulanan Malik Ibrahim yang
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 8
wafat tahun 1419 di Gresik, Jawa Timur, memiliki bentuk yang sama
dengan nisan yang terdapat di Kambay, Gujarat. Moquetta akhirnya
berkesimpulan bahwa batu nisan tersebut diimpor dari Gujarat, atau
setidaknya dibuat oleh orang Gujarat atau orang Indonesia yang telah belajar
kaligrafi khas Gujarat. Alasan lainnya adalah kesamaan mahzab Syafei yang
dianut masyarakat muslim di Gujarat dan Indonesia.
3. Teori Persia
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran). Pencetus dari
teori ini adalah Hoesein Djajadiningrat, sejarawan asal Banten. Dalam
memberikan argumentasinya, Hoesein lebih menitikberatkan analisisnya
pada kesamaan budaya dan tradisi yang berkembang antara masyarakat
Parsi dan Indonesia. Tradisi tersebut antara lain: tradisi merayakan 10
Muharram atau Asyuro sebagai hari suci kaum Syiah atas kematian Husein
bin Ali, cucu Nabi Muhammad, seperti yang berkembang dalam tradisi
tabut di Pariaman di Sumatera Barat. Istilah “tabut” (keranda) diambil dari
bahasa Arab yang ditranslasi melalui bahasa Parsi.
Tradisi lain adalah ajaran mistik yang banyak kesamaan, misalnya
antara ajaran Syekh Siti Jenar dari Jawa Tengah dengan ajaran sufi Al-
Hallaj dari Persia. Bukan kebetulan, keduanya mati dihukum oleh penguasa
setempat karena ajaran-ajarannya dinilai bertentangan dengan ketauhidan
Islam (murtad) dan membahayakan stabilitas politik dan sosial. Alasan lain
yang dikemukakan Hoesein yang sejalan dengan teori Moquetta, yaitu ada
kesamaan seni kaligrafi pahat pada batu-batu nisan yang dipakai di kuburan
Islam awal di Indonesia. Kesamaan lain adalah bahwa umat Islam Indonesia
menganut mahzab Syafei, sama seperti kebanyakan muslim di Iran.
4. Teori Cina
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
(khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina. Orang Cina telah
berhubungan dengan masyarakat Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 9
Indonesia. Pada masa Hindu-Buddha, etnis Cina atau Tiongkok telah
berbaur dengan penduduk Indonesia terutama melalui kontak dagang.
Bahkan, ajaran Islam telah sampai di Cina pada abad ke-7 M, masa di mana
agama ini baru berkembang. Sumanto Al Qurtuby dalam bukunya Arus
Cina-Islam-Jawa menyatakan, menurut kronik masa Dinasti Tang (618-960)
di daerah Kanton, Zhang-zhao, Quanzhou, dam pesisir Cina bagian selatan,
telah terdapat sejumlah pemukiman Islam. Teori Cina ini bila dilihat dari
beberapa sumber luar negeri (kronik) maupun lokal (babad dan hikayat),
dapat diterima.
Bahkan menurut sejumlah sumber lokal tersebut ditulis bahwa raja
Islam pertama di Jawa, yakni Raden Patah dari Bintoro Demak, merupakan
keturunan Cina. Ibunya disebutkan berasal dari Campa, Cina bagian selatan
(sekarang termasuk Vietnam). Berdasarkan Sajarah Banten dan Hikayat
Hasanuddin, nama dan gelar raja-raja Demak beserta leluhurnya ditulis
dengan menggunakan istilah Cina, seperti “Cek Ko Po”, “Jin Bun”, “Cek
Ban Cun”, “Cun Ceh”, serta “Cu-cu”. Nama-nama seperti “Munggul” dan
“Moechoel” ditafsirkan merupakan kata lain dari Mongol, sebuah wilayah di
utara Cina yang berbatasan dengan Rusia.
Bukti-bukti lainnya adalah masjid-masjid tua yang bernilai arsitektur
Tiongkok yang didirikan oleh komunitas Cina di berbagai tempat, terutama
di Pulau Jawa. Pelabuhan penting pada abad ke-15 seperti Gresik, misalnya,
menurut catatan-catatan Cina, diduduki pertama-tama oleh para pelaut dan
pedagang Cina.
Semua teori di atas masing-masing memiliki kelemahan dan
kelebihan tersendiri. Tidak ada kemutlakan dan kepastian yang jelas dalam
masing-masing teori tersebut. Meminjam istilah Azyumardi Azra,
sesungguhnya kedatangan Islam ke Indonesia datang dalam kompleksitas;
artinya tidak berasal dari satu tempat, peran kelompok tunggal, dan tidak
dalam waktu yang bersamaan.
B. Peranan Walisongo dalam Islamisasi di Indonesia
1. Sunan Gresik
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 10
Ketika pertama kali beliau datang ke Jawa, pada umumnya
masyarakat memeluk agama Hindu/Budha dan berada di bawah
pemerintahan kerajaan Majapahit. Masyarakat menganut struktur sosial
yang berkasta, yaitu kasta sudra, kasta waisya, kasta ksatria, dan kasta
brahmana.
Sebelum menyiarkan agama Islam, beliau mendekati penduduk
setempat untuk mengenal adat istiadatnya terlebih dahulu. Dengan cara itu,
Islam mudah diterima oleh golongan yang menjadi sasaran penyebaran.
Metode dakwah yang beliau terapkan cukup unik dan tepat, yaitu
dengan membuka warung untuk berjualan kebutuhan sehari-hari dengan
harga murah, juga mengadakan pengobatan gratis. Beliau juga membangun
masjid dan pondok pesantren di dusun Pesucian, sekitar 9 km utara Kota
Gresik pada tahun 801 H/1392 M.
Beliau mencoba merangkul masyarakat bawah, yaitu kasta terendah
dalam budaya Hindu. Metode ini ternyata berhasil, terbukti sedikit demi
sedikit masjid yang dibangun beliau ramai dikunjungi warga yang sudah
memeluk agama Islam. Dan Islam pun berkembang di pulau Jawa, bahkan
di daerah-daerah Nusantara.
2. Sunan Ampel
Sunan Ampel adalah penerus cita-cita dan perjuangan Maulana
Malik Ibrahim. Beliau memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren
di Ampel Denta, Surabaya. Sehingga beliau dikenal dengan Pembina
pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Di pesantren inilah beliau
mendidik para pemuda Islam untuk menjadi tenaga da’i yang akan
disebarkan ke seluruh Jawa.
Sebagai seorang ulama yang giat berdakwah, Sunan Ampel
mempunyai ajaran yang terkenal dngan sebutan “molimo” . “Mo” berarti
tidak mau, sedangkan limo adalah 5 perkara. Jadi, “molimo” adalah tidak
mau melakukan 5 perkara yang terlarang. Kelima ajaran Sunan Ampel itu
adalah:
1. Emoh Main, artinya tidak mau main judi.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 11
2. Emoh Ngombe, artinya tidak mau minum-minuman yang
memabukkan.
3. Emoh Madat, artinya tidak mau mengisap candu atau ganja.
4. Emoh Maling, artinya tidak mau mencuri.
5. Emoh Madon, artinya tidak mau main perempuan yang bukan
isterinya (zina).
Menurut Babad Diponegoro, Sunan Ampel sangat berpengaruh di
kalangan istana Majapahit. Kedekatan beliau tersebut membuat penyebaran
Islam di Daerah kekuasaan Majapahit, khususnya di pantai utara Pulau
Jawa, tidak mendapat hambatan yang berarti, bahkan mendapat izin dari
penguasa kerajaan.
Sunan Ampel tercatat sebagai perancang kerajaan Islam pertama di
Pulau Jawa dengan ibu Kota Bintoro, Demak. Beliaulah yang mengangkat
Raden Fatah sebagai sultan pertama Demak, yang dipandang punya jasa
paling besar dalam meletakkan peran politik umat Islam di Nusantara.
Disamping itu, beliau juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada
tahun 1479.
3. Sunan Giri
Nama aslinya Raden Paku, dikenal juga dengan sebutan Prabu
Satmata, kadang-kadang disebut juga dengan Sultan Abdul Fakih. Dikenal
sebagai Sunan Giri, karena beliau, mendirikan pesantren di dekat sebuah
gunung yaitu gunung giri dan berdakwah di sana sampai akhir hayatnya dan
dimakamkan di sana pula. Beliau adalah putra dari Maulana Ishak (adik dari
Maulana Ibrahim). Ibunya bernama Dewi Sekardadu dari Blambangan.
Raden Paku diangkat anak oleh seorang wanita kaya bernama Nyai
Gede Maloka, Babad Tanah Jawa disebut Nyai Ageng Tandes (ada juga
yang menyebut Nyai Ageng Pinatih). Beranjak dewasa Raden Paku belajar
agama di Pondok Pesantren Ampel Denta pimpinan Sunan Ampel. Di sana
beliau menjadi teman akrab dengan putra Sunan Ampel yaitu Maulana
Makdum Ibrahim.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 12
Dalam perjalanan beliau ke haji bersama Sunan Bonang, mereka
terlebih dahulu memperdalam ilmu pengetahuan di Pasai yang ketika itu
menjadi tempat berkembangnya ilmu ketuhanan, keimanan, dan tasawuf. Di
sinilah Raden Paku sampai pada tingkat ilmu laduni, sehingga gurunya
menganugrahkan gelar ‘Ain al-Yaqin.
Sebagai seorang ulama yang wara’,Sunan Giri sangat-sangat berhati-
hati dalam memutuskan masalah ubudiyah. Dalam masalah ini beliau
berpegang teguh pada ajaran al-Qur’an dan Hadis. Bahkan beliau
berpendapat “bahwa ibadah mau tidak mau harus sesuai dengan ajaran Nabi
saw, tidak booleh di campur adukan dengan adat istiadat yang bertolakk
belakang dengan ajaran tauhid”. Pendapatnya itu dilandasi oleh firman
Allah:
“Dan sembahlah Allah dan janganlah Kamu mempersekutukan-
Nya…”(QS. An Nisa : 36)
Sunan Giri terkenal sebagai pendidik yang berjiwa demokrasi,
beliau mendidik anak-anak melalui berbagai permainan yang berjiwa
agama, misalya jelungan, jamuran, gendi ferit, jor, gula ganti, cublak-cublak
suweng, ilir-iilir, dan sebagainya. Beliau juga dipandang sebagai orang yang
sangat berpengaruh terhadap jalannya roda Kesultanan Demak Bintiro
(kesultanan demak)., sebab setiap kali muncul maalah penting yang harus
diputuskan, wal yang lain selalu menantikan kepuutusan dan
pertimbangannya.
4. Sunan Bonang
Dalam kegiatan dakwahnya, beliau telah berhasil mengubah jalan
Raden Syahid dari kesesatan kemudian beliau membimbing Raden Syahid
dalam masalah keagamaan sehingga Raden Syahid menjadi seorang alim
yang kemudian dikenal dengan julukan Sunan Kalijaga. Kegiatan dakwah
Sunan Bonang dipusatkan di sekitar Jawa Timur, terutama di daerah Tuban.
Beliau mendirikan Masjid Sangkal Dhaha. Dalam aktivitas dakwahnya,
beliau beliau mengganti nama dewa-dewa dengan nama nabi dan malaikat
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 13
dalam Islam dengan maksud agar penganut agama Hindu dan Budha mudah
diajak masuk agama Islam.
Mengingat orang-orang Hindu/Budha gemar memainkan seni
gamelan Jawa, maka Sunan Bonang menambahi dengan instrumen Bonang.
Lirik-lirik tembang yang diciptakannya sarat akan nilai-nilai ketuhanan.
Tembang Tombo Ati adalah salah satu karya beliau yang fenomenal.
Ajaran Sunan Bonang berintikan filasafat cinta atau isyq.
Menurutnnya, cinta sama dengan iman yaitu pengetahuan intutif (ma’rifat)
dan kepatuhan kepada Allah SWT.
Ajaran tersebut di sampaikannya melalui media kesenian, dibantu
murid utamanya, Sunan Kalijaga.
Sunan Bonang juga merupakan guru bagi Raden Fatah. Karena,
beliau telah memberikan pendidikan Islam kepada putra raja Majapahit
Prabu Brawija V tersebut, yang kemudian menjadi sultan pertama Demak.
Catatan-catatan pendidikan tersebut dikenal dengan “Suluk Sunan Bonang”
atau “Primbon Sunan Bonang”. Isu buku tersebut berbentuk prosa ala Jawa
Tengah, kalimatnya sangat banyak dipengaruhi bahasa Arab, dan sampai
sekarang antara lain masih tersimpan di Universitas Laiden, Negeri Belanda.
5. Sunan Drajat
Beliau adalah putra Sunan Ampel yang kedua. Setelah menguasai
pelajaran agama dari sang ayah, beliau hijrah ke desa Drajat di Lamongan,
dan mendirikan padepokan santri Dalem Duwur, yang sekarang bernama
desa Drajat. Di daerah inilah Sunan Drajat memusatkan dakwahnya, beliau
juga memegang kendali kerajaan di wilayah perdikan Drajat.
Sebagai seorang ulama’, beliau mengajarkan sifat tawakal sebagai
salah satu ajaran akhlaknya. Mengenai ajaran tawakal, beliau menyatakan
bahwa “apa yang terjadi pada diri manusia memang sudah ditentukan oleh
Allah Yang Maha Kuasa. Karena itu, manusia disamping harus
menyerahkan nasib kepada Allah, dia juga harus tetap berusaha. Dengan
bertawakal secara benar dan bersungguh-sungguh kebenaran janji Allah
akan datang”. Hal itu sesuai firman Allah yang dikutip oleh Sunan Drajat:
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 14
“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupkan (keperluan)-nya”. (QS. At-Talaq : 3).
Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah
perhatiannya yang sangat serius pada masalah-masalah sosial. Beliau
terkenal mempunyai jiwa sosial dan teman-teman dakwahnya selalu
berorientasi pada kegotong-royongan. Beliu selalu memberi pertolongan
kepada umum, menyantuni anak yatim dan fakir miskin sebagai suatu
proyek sosial yang dianjurkan agama lslam.
Karena keberhasilannya menyebarkan Islam dan menanggulangi
kemiskinan, Sunan Drajat memperoleh gelar Sunan Mayang Madu dari
Raden Fatah, Sultan Demak 1 tahun saka 1442 atau 1520 M.
6. Sunan Gunung Djati
Sunan Gunung Jati adalah cucu raja Pajajaran, Prabu Siliwangi.
Yaitu, putra dari Nyai Lara Santang (anak kedua raja Pajajaran) dengan
Maulana Sultan Mahmud (Syarif Abdullah), seorang bangsawan Arab yang
berasal dari Bani hasyim. Pernikahan mereka terjadi ketika Nyai Lara
Santang dan kakaknya Raden Walangsungsang pergi haji yang merupakan
perintah guru mereka yaiu Syekh Datu Kahfi (Syekh Nurul Jati) di Gunung
Ngamparan Jati.
Setelah dewasa, Syarif Hidayatullah memilih berdakwah ke tanah
Jawa daripada menetap di tanah Arab. Beliau kemudian menemui Raden
Walangsungsang yang sudah bergelar Pangeran Cakrabuana. Setelah
pamannya itu wafat, beliau menggantikan kedudukannya dan kemudian
berhasil meningkatkan status Cirebon menjadi sebuah kesultanan. Beliau
kemudian terkenal dengan dengan gelar Sunan Gunung Jati.
Menurut Purwaka Carunban Nagari, Sunan Gunnung Jati, sebagai
salah seorang wali songo, mendapat penghormatan dari raja-raja lain di
Jawa, seperti kerajaan Demak dan Pajang, karena kedudukannya sebagai
raja dan ulama, beliau di beri gelar Raja Pandita. Beliau mengembangkan
agama Islam ke daerah-daerah lain di Jawa Barat, seperti Majalengka,
Kuningan, Kawli (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Beliau meletakkan
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 15
dasar bagi pengembangan Islam dan perdagangan orang-orang Islam Banten
pada tahun 1525 atau 1526. Ketika beliau kembali ke Cirebon, Banten di
serahkan kepada anaknya, Sultan Maulana Hasanudin yang kemudian
menurunkan raja-raja Banten.
Setelah Sunan Gunung Jati wafat, Cirebon mengalami pasang surut.
Kendati demikian, peranan histories keagamaan yang dijalankannya tak
pernah hilang.
7. Sunan Kudus
Nama aslinya Ja’far Sadiq, tetapi sewaktu kecil dipanggil Raden
Undung,. Kadang beliau dipanggil dengan Raden Amir Haji, sebab ketika
menunaikan ibadah haji beliau bertindak sebagai pemimpi rombongan
(amir).
Sunan Kudus adalah putra Raden Usman Haji, yang menyiarkan
Islam di daerah Jipang Panoalan, Blora. Sedangkan Sunan Kudus sendiri
menyiarakan agama Islam di daerah Kudus dan sekitarnya, dan beliau
memiliki keahlian khusus dalam bidang ilmu agama, terutama dalam ilmu
fiqih, ushul fiqh, tauhid, tafsir, serta logika. Oleh sebab itu, diantara wali
songo yang lain, hanya beliaulah yang dijuluki al-‘alim (orang yang luas
ilmunya).
Disamping menjadi juru dakwah, Sunan Kudus juga menjadi
panglima perang Kesultanan Demak Bintoro yang tangguh, dan dipercaya
untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus, sehigga beliau
menjadi pemimpin pemerintahan sekaligus pemimpin agama di daerah
tersebut.
Pada tahun 986 H atau 1549 M, Sunan Kudus Menunaikan Haji. Saat
itu pula beliau singgah ke Bait al-Maqdis (al-Quds) untuk memperdalam
ilmu agama. Disana, beliau mendapat semacam amanat berbahasa Arab
yang tertulis di atas batu. Inti pesan itu adalah menyuruh Sunan Kudus
mendirikan masjid dan menanamkan syiar Islamnya dengan nama Kudus,
bila beliau kembali ke pulau Jawa. Dan akhirnya terciptalah Masjid Manara
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 16
dan daerah bernama Kudus. Hingga kini pesan yang dituliskan Arab di atas
batu tersebut masih tersimpan di mihrab.
Seperti sunan yang lainnya, dalam menyiarkan Islam Sunan Kudus
tidak menghilangkan ciri atau budaya Hindu. Bahkan sampai sekarang di
daerah Kudus ada pelarangan untuk menyembelih sapi. Hal itu merupakan
sebuah penghormatan Sunan Kudus terhadap masyarakat yang mayoritas
memeluk agama Hindu.
Selain sebagai mubaligh, beliau juga dikenal sebagai pujanga
mengarang cerita-cerita bernafaskan Islam, sebagai pendukungan dalam
melaksanakan dakwahnya. Karangan cerita beliau yang palig terkenal
adalah Gending Maskumambang dan Mijil.
8. Sunan Kalijaga
Nama kecilnya adalah Raden Mas Syaid atau sa’id putra adipati
Tuban, dan kadang-kadang dijuluki Syekh Malaya.
Salah satu sifat yang menonjol dari Raden Mas Syahid kecil adalah
sifat welas asih (kasih sayang). Sikap kasih sayang tersebut terutama
ditunjukan kepada rakyat kecil yang banyak menderita. Bahkan pada masa
remajanya perasaan kasih sayang tersebut diwujudkan secara berlebihan.
Daerah dakwah Sunan Kalijaga tidak terbatas, bahkan sebagai
mubaligh beliau berkeliling dari satu daerah ke daerah lain. Karena system
dakwahnya yang intelek dan aktual, maka para bangsawan dan cendikiawan
sangat simpati terhadapnya, demikian juga lapisan masyarakat awam,
bahkan penguasa.
Sunan Kalijaga dalam menyebarkan Islam dengan memanfaatkan
sarana wayang yang digemari masyarakat pedalaman Jawa. Salah satu
contohnya adalah Wayang Purwa. Pengetahuan dibidang seni melatar
belakangi pendekatan kebudayaan yang digunakannya dalam menyebarkan
agama Islam.
Dalam menjalankan dakwahnya, Sunan Kalijaga tidak membangun
pesantren sepert yang dilakukan oleh para wali lainnya. Beliau lebih
cenderung dengan berkelana dari tempat yang satu ke tempat yang lainnya.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 17
Dalam metode dakwahnya, kepercayaan dan adat istiadat setempat tidak
ditentang begitu saja, bahkan beliau jadikan sebagai sarana dakwah.
9. Sunan Muria
Nama aslinya Raden Umar Said atau Raden Said, sedangkan nama
kecilnya adalah Raden Prawoto. Namun beliau lebih terkenal dengan nama
Sunan Muria karena pusat kegiatan dakwahnya dan makamnya terletak di
gunung Muria (18 km di sebelah utara kota Kudus sekarang).
Ciri khas Sunan Muria dalam upaya menyiarkan agama Islam adalah
menjadikan desa-desa terpencil sebagai tempat dakwahnya. Beliau lebih
suka menyendiri dan bertempat tinggal di desa dan bergaul dengan rakyat
iasa.
Beliau mendidik rakyat di sekitar gunung Muria. Cara yang
ditempuhnya dalam menyiarkan agama Islam adalah dengan mengadakan
kursus-kursus bagi bagi kaum pedagang, para nelayan dan rakyat biasa.
Beliau juga banyak menggunakan metode pendekatan kebudayaan yang
bertujuan untuk menarik rakyat golongan bawah masuk Islam. Misalnya,
dengan menggunakan pertunjukan kesenian yang digemari masyarakat
setempat.
Sunan Muria juga terkenal sebagai pendukung setia Kesultanan
Demak Bintoro dan berperan serta dalam mendirikan masjid Demak. Dalam
rangka dakwah melalui budaya, beliau menciptakan tembang dakwah
Sinom dan Kinanti. Sinom adalah sejenis tembang Jawa yang pada
umumnya menampilkan suasana yang dapat menyentuh hati. Sedangkan
kinanti pada umumnya berisi tentang syair-syair yang bersuasana senang,
gembira, penuh kasih sayang dan rasa cinta.
C. Model Islamisasi Walisongo
Model islamisasi walisongo adalah dengan menerapkan siasat yang
bijaksana yaitu melalui beberapa jalur yang ditempuh. Antara lain:
1. Mendirikan Masjid
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 18
Para Wali Songo dalam memulai tugas da’wah (islamisasi) selalu
diawali dengan mendirikan masjid sebagai tempat pemusatan ibadah dan
sebagai tempat berpijak dari segala bentuk kegiatan da’wah yang
dilakukannya. Dengan demikian sangat memungkinkan untuk mengundang
dan mengumpulkan masyarakat banyak untuk dididik dengan ajaran Islam.
Dalam rangka untuk tidak mengundang rasa asing bagi masyarakat
yang telah terpengaruh dengan ajaran Hindu-Budha. Maka para wali dalam
membuat masjid agak disesuaikan dengan bentuk-bentuk bangunan candi-
candi Budha. Selain itu di setiap bangunan masjid yang didirikannya
disediakan sebuah alun-alun yang terletak di depan masjid, hal ini
meneyerupai sebuah keraton. Kesemuannya itu dapat kita saksikan pada
bangunan masjid Wali di Demak, Kudus, Tuban, Gresik, Cirebon, dan lain-
lainnya.
Sebagai salah satu bukti bahwa masjid merupakan bagian dari model
islamisasi wali songo, dapatlah dilihat dari bentuk bangunannya yang
mengandung perlambang (simbul) yang berarti bagi masyarakat Jawa dalam
kehidupannya, lambang-lambang dari bagian masjid itu antara lain: setiap
masjid yang dibangun itu selalu dilengkapi dengan gapuro yang mirip
dengan dengan pintu gerbang dari keraton. Nama dari gapuro itu berasal
dari bahasa Arab “Ghafura” yang diucapkan dengan lidah jawa gapuro yang
mempunyai arti “ampunan”, melambangkan bahwa siapa yang mau
melewati gapuro itu akan diampuni segala dosanya. Dengan ini
dimaksudkan dapat menarik orang-orang untuk masuk ke dalam agama
Islam.
Bukti peninggalan dari para wali songo yang masih dapat kita
saksikan hingga saat sekarang ini ialah bangunan masjidnya, sebab para
wali itu hampir seluruhnya mempunyai masjid sebagai tempat titik tolak
dari kegiatan da’wahnya.
Masjid-masjid itu antara lain: Masjid Maulana Malik Ibrahim di
Leran, Masjid Sunan Ampel di Ampel Denta, Masjid Sunan Bonang di
Tuban, Masjid Sunan Giri di Kabupaten Gresik, Masjid Sunan Kalijaga di
Kadilangu Demak, Masjid Sunan Gunung Jati di Cirebon dan Masjid Agung
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 19
Demak yang didirikan oleh para wali songo, Masjid Sunan Muria di atas
bukit gunung Muria kabupaten Kudus, Masjid Sunan Kudus (Jafar Shodiq)
di Kudus kulon.
Selain itu model islamisasi Wali Songo dilakukan dengan
mengadakan komunikasi anatara sesamanya, bermusyawarah, terutama
dalam menghadapi berbagai macam persoalan yang muncul. Sebagaimana
mereka menghadapi ajaran dari Syeh Siri Jenar yang mengajarkan tentang
faham Wahdatul Wujud atau dengan istilah jawa “Manunggaling kawula
gusti”, bersatunya diri dengan Tuhan. Faham ini dianggap sangat
membahayakan dan bahkan dapat merusak aqidah Islam. Akhirnya para
wali itu memutuskan untuk menghukum mati bagi Syeh Siti Jenar.
2. Jalur Pendidikan
Langkah persuasif dan edukatif ini mula-mula dipraktekkan oleh
Syeikh Maulana Malik Ibrahim di Gresik, kemudian dikembangkan dan
mencapai kemajuannya oleh Sunan Ampel di desa Ampel Denta, Surabaya.
Di pesantren, para wali menggembleng dai-dai yang siap dikirimkan
untuk berdakwah ke berbagai daerah. Lewat pesantren pula, para wali
mengajarkan secara mendalam dan tuntas pengetahuan-pengetahuan agama
islam.
Kehadiran pesantren sebagai upaya untuk mendakwahkan agama
bagi orang-orang Jawa ternyata lambat laun mengalami perluasan peran. Ia
kemudian menjelma menjadi lembaga pendidikan yang bermanfaat untuk
mendidik orang Islam menjadi alim dan cerdas dalam dan pengetahuan
agamanya, peran pendidikan tidak sekedar mengalihkan ilmu-ilmu
keagamaan yang berkenaan dengan penanaman aspek penghayatan agama
yang bersifat kesalehan personal (etika) melalui pengenalan dan praktek
tasawuf, melainkan juga melebar kepengajaran ilmu-ilmu syariat yang
bekaitan dengan aturan atau tata pergaulan kemasyarakatan,.
Meskipun pada mulanya pesantren berfungsi sebagai lembaga
pendidikan yang bercorak keagamaan, dan menjadi pusat pertumbuhan dari
system zawiyah (qilda) yang dikembangkan oleh kaum sufi dengan berbagai
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 20
aliran tarekatnya, justru dalam pertumbuhannya yang tidak disadari,
pesantren malah berubah menjadi markas gerakan yang bernuansa politik.
Dengan demikian, kedua orientasi tersebut terdapat di pesantren tersebut
ternyata membawa dampak bagi santri untuk mengartikulasikan ajaran
agamanya di tengah-tengah masyarakat Jawa.
3. Jalur Kesenian
a. Wayang Kulit
Sebelum Islam datang dan berkembang di pulau Jawa, masyarakat
Jawa telah lama menggemari akan kesenian, baik seni pertunjukkan wayang
dengan gamelannya maupun seni tarik menarik suara. Maka oleh karena itu
wali songo mengambil siasat menjadikan kesenian itu sebagai alat
da’wahnya, guna memasukkan ajaran Islam kepada masyarakat lewat apa
yang selama ini menjadi kegemarannya.
Cara ini adalah merupakan sebagain cara yang bijaksana dalam
pendekatan dan menarik simpati rakyat serta memperkenalkan ajaran Islam
kepadanya.
Pertunjukan wayang telah ada semenjak zaman Prabu Jayaboyo raja
dari kerajaan Kediri yang memerintah pada tahun 1135-1157, bahkan dialah
yang pertama kali menciptakannya. Namun wayang yang ada pada masa itu
adalah wayang purwo yang terbuat dari lembaran kertas lembar, yang
kemudian terkenal dengan wayang beber.
Sebelum para wali mengambil wayang sebagai alat da’wahnya
terlebih dahulu mereka bermusyawarah tentang hukum dari gambar wayang
yang mirip dengan gambar manusia itu, aliran Giri yang dipelopori oleh
Sunan Giri berpendapat bahwa wayang itu hukumnya haram sebab
menyerupai bentuk manusia, sedangkan menggambar manusia menurutnya
adalah haram. Sunan Kalijaga mengusulkan agar tidak menjadi haram,
gambar wayang yang ada itu diubah bentuknya, umpamanya tangannya
lebih panjang dari kakinya, hidungnya panjang-panjang, kepalanya agak
menyerupai kepala binatang dan lain-lain agar tidak serupa persis dengan
manusia, kalau sudah tidak serupa tentu saja hukumnya tidak haram lagi.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 21
Akhirnya usul itu disetujui oleh para wali. Setelah itu dimulailah
pengubahan wayang yang dipelopori oleh Sunan Kalijaga sendiri, peristiwa
itu terjadi kira-kira pada tahun 1443 M, dan sekaligus para wali itu
menciptakan gamelannya.
Untuk memainkan wayang dan gamelannya itu para walipun
mengarang cerita yang bernafaskan nilai keislaman. Adapun pelaku cerita
dalam pewayangan yang terkenal hingga saat ini adalah cerita tentang
punokawan Pandowo, yang terdiri dari semar, petruk, gareng dan bagong.
Ke empat pelaku itu mengandung falsafah yang amat dalam, di antaranya
ialah sebagai berikut:
1. Semar, dari bahasa Arab ‘Simaar’ yang artinya Paku. Dikatakan
bahwa kebenaran agama Islam adalah kokoh, sejahtera bagaikan
kokohnya paku yang sudah tertancap yakni Simaaruddunya
(pakunya dunia/paku bumi).
2. Petruk, dari bahasa Arab ‘Fatruk’ yang artinya tinggalkan, sama
dengan kalimat fatruk kulluman siwallahi yaitu tinggalkanlah segala
apa yang selain Allah.
3. Gareng, dari bahasa Arab ‘naala qoriin’(nala gareng), yang artinya
memperoleh banyak kawan, yaitu sebagai tujuan para wali adalah
berda’wah untuk memperoleh banyak kawan.
4. Bagong, dari bahasa Arab ‘bagha’ yang artinya lacut atau berontak,
yaitu memberontak terhadap segala sesuatu yang zalim.
Adapula yang mengatakan bahwa:
1. Semar pada hakekatnya adalah lambang nafsu mutmainah.
2. Gareng lambang dari nafsu amarah.
3. Petruk lambang dari nafsu lauwamah.
4. Bagong lambang dari nafsu sufiyah.
5. Togok asal kata Thogut, artinya Iblis.
Pertunjukkan wayang itu dimainkan oleh seorang dalang, nama
dalang ini juga diambil dari bahasa Arab “Dalla” yang artinya petunjuk
maksudnya orang yang menunjukkan ke jalan yang benar.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 22
Selain cerita pelaku pewayangan tersebut di atas masih banyak
lagicerita wayang yang diciptakan oleh para wali songo sendiri artinya cerita
itu tidak diambil dari kitab Mahabarata dan kitab Ramayana versi India.
Yaitu antara lain cerita dewa ruci, jimat Kalimasada (kalimat Syahadat),
Petruk jadi raja, Pandu Pragolo, Mustaka weni dll.
Dalam cerita Dewa Ruci digambarkan tentang sang Bima
menemukan tentang arti kehidupan yang sebenarnya, Bima disuruh oleh
gurunya yang bernama Pandito Durno mencari air suci yang adanya hanya
di dasar laut, dasar samudra yang gelombangnya besar dan menggelegak,
dengan tekadnya yang kuat sang Bima berhasil sampai ke bawah lautan dan
di sana diceritakan dia menemui Dewa ruci. Dewa Ruci itu adalah nabi
Hidir.
Ada lagi cerita menarik sekali yaitu cerita tentang jimat Kalimosodo
(kalimat syahadat), dalam cerita itu digambarkan barang siapa yang dapat
memiliki jimat Kalimosodo pasti akan selamat selama-lamanya. Sebab dia
telah masuk ke dalam agama Islam. Dalam cerita itu yang menjadi pelaku
diantaranya ialah Prabu Darmokusumo yang dikatakan dia ini tidak wafat-
wafat karena telah memiliki jimat Kalimo Sodo. Dikatakan pula
Darmokusumo itu mempunyai empat saudara yang dalam cerita itu disebut
Pandowo limo, artinya bahwa rukun Islam itu terdiri dari lima perkara.
Awal mula langkah da’wah menggunakan kesenian wayang
dilakukan di serambil mesjid Agung Demak dalam rangka memperingati
maulud nabi Muhammad SAW.
Pertama-tama ditabuhlah gamelan gong bertalu-talu yang suaranya
kedengaran di mana-mana. Sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat Jawa
pada masa itu apabila mereka mendengar sesuatu bunyi-bunyian mereka
saling berdatangan, lebih-lebih suara itu enak kedengarannya. Maka tidak
heranlah banyak orang yang berkumpul. Dan perlu diingat bahwa masjid
Agung Demak yang didirikan oleh para wali itu telah diperlengkapi dengan
gapuro (pintu masuk), gapuro berasal dari ghofuuraa artinya ampunan, jadi
siapa-siapa yang mau masuk lewat gapuro dosanya akan terampuni sebab
dia telah masuk Islam.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 23
Selain itu pula di depan masjid sebelah kiri ada sebuah kolam tempat
mengambil air wudhu. Tiap-tiap pintu gapuro telah dijaga oleh para wali,
sebelum orang-orang memasuki gapuro diharuskan mengucapkan dua
kalimat syahadat sebagai karcis masuknya dan ini tentu diajarkan oleh para
wali penjaga pintu itu sendiri. Setelah membaca syahadat baru
diperkenankan masuk. Sebelum mereka masuk ke masjid mereka harus
mencuci kaki terlebih dahulu di kolam yang telah tersedia di depan masjid.
Kolam itu sampai saat ini masih dapat kita saksikan disana, namun kolam
itu sekarang sudah tidak digunakan lagi untuk mengambil air wudhu. Di tepi
kolam telah ada wali yang menjaganya, orang-orang yang akan mencuci
kaki, harus menurut aturan yang dibuat oleh para wali, maka dari itu mereka
harus diajari cara-caranya, antara lain pertama-tama muka harus dibasuh
biar bersih, kemudian kedua tangan harus dicuci, lalu kepala harus dibasahi
biar adem, dekil-dekil yang ada di telinga harus dihilangkan dengan air,
yang terakhir kedua kaki harus dicuci sampai bersih, baru mereka
dipersilahkan memasuki serambi masjid untuk mendengarkan wayang dan
gamelannya.
Di situlah mereka asyik mendengarkan cerita-cerita gubahan para
wali yang bernafaskan nilai-nilai keislaman. Setelah waktu dhuhur tiba,
mereka semua diajak berdo’a agar supaya sang dewa tidak murka, cara
berdo’anyapun diajarkan oleh wali dengan gerakkan-gerakkan yang berarti.
Kesemuanya itu secara tidak sadar mereka telah diajarkan cara berwudhu
dan bersembahyang, namun mereka tidak diberitahu bahwa yang diperbuat
itu cara-cara Islam dan mereka telah masuk Islam.
b. Seni Suara
Kegemaran masyarakat Jawa akan seni suara atau seni tarik menarik
suara, nampaknya mendapatkan perhatian yang serius dari para wali. Oleh
karena itu merekapun tidak ketinggalan pula untuk menciptakan lagu-lagu
yang indah, yang penuh dengan arti dan falsafah kehidupan. Di antara lagu
atau tembang ciptaan para wali itu ialah Lagu Lir Ilir ciptaan Sunan
Kalijaga, lagu Asmaradana dan pucung ciptaan Sunan Giri, lagu Durma
ciptaan Sunan Bonang, lagu Maskumambang dan Mijil ciptaan Sunan
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 24
Kudus, lagu Sinom dan Kinanti ciptaan Sunan Muria, lagu Pangkur ciptaan
Sunan Drajat.
Lagu-lagu yang diciptakan para wali mengandung arti ataupun
makna mengajak, menyeru kepada kebaikan serta teguran atau peringatan.
c. Seni Ukir
Dalam rangka menarik simpati masyarakat, para wali juga turut serta
mewarnai seni ukir yang selama ini telah ada dan berkembang di
masyarakat. Seni ukir yang ada pada saat itu bercorak atau berbentuk
gambar-gambar manusia dan binatang. Oleh para wali seni ukir itu
dikembangkan menjadi seni ukir yang berbentuk dedaunan, peti-peti klasik,
alat-alat menggantungkan gamelan dll. Bentuk-bentuk ukiran rumah adat di
Kudus, Demak dam Gresik yang hingga sampai saat ini satu dua masih
dapat kita temui dan saksikan adalah peninggalan-peninggalan dari zaman
wali.
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 25
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Ada empat teori masuknya islam ke Indonesia. Yakni teori Mekah,
teori Gujarat, teori Persia dan teori Cina.
Teori Mekah mengatakan bahwa proses masuknya Islam ke
Indonesia adalah langsung dari Mekah atau Arab.
Teori Gujarat mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari Gujarat pada abad ke-7 H atau abad ke-13 M.
Teori Persia mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke
Indonesia berasal dari daerah Persia atau Parsi (kini Iran).
Teori Cina mengatakan bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia
(khususnya di Jawa) berasal dari para perantau Cina.
Peranan Walisongo dalam Islamisasi di Indonesia antara lain:
1) Sunan Gresik berdakwah dengan cara berdagang.
2) Sunan Ampel dakwahnya berawal dengan membangun
pesantren.
3) Sunan Kalijogo berdakwah melalui kesenian dan berkelana.
4) Sunan Giri dakwahnya bersifat permainan yang berjiwa agama.
5) Sunan Bonang, dakwahnya dengan jalan seni.
6) Sunan Drajat, dakwahnya bersifat sosial.
7) Sunan Gunung Jati, dakwahnya dengan politik dan sosial.
8) Sunan Muria, berdakwahnya dengan mengadakan kursus-kursus
bagi kaum pedagang, para nelayan, dan rakyat biasa.
9) Sunan Kudus, berdakwahnya dengan pendekatan kultural, yaitu
menciptakan berbagai cerita keagamaan.
Model islamisasi walisongo adalah dengan menerapkan siasat yang
bijaksana yaitu melalui beberapa jalur yang ditempuh. Antara lain:
1. Mendirikan masjid sebagai basis dakwahnya
2. Jalur pendidikan dengan mendirikan pondok pesantren
3. Jalur kesenian dengan wayang kulit, seni suara dan seni ukir
Sejarah Peradaban Islam 2 Halaman 26
DAFTAR PUSTAKA
Amin Fattah, Nur. 1997. Metode Da’wah Walisongo. Pekalongan: C.
V. Bahagia
Badriyatim. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada
Hasjmy, A. 1990. Sejarah Kebudayaan Islam di Indonesia. cetakan1.
Jakarta: PT. Bulan Bintang
http://adinurahman.blogspot.com/2013/04/makalah-sejarah-
masuknya-islam-ke.html. diakses pada hari sabtu tanggal 15-
11-2014 jam 05.30
http://beringindalam.blogspot.com/2014/03/peran-wali-songo-
dalam-penyebaran-islma.html. diakses pada hari sabtu
tanggal 15-11-2014 jam 06.00
http://fitwiethayalisyi.wordpress.com/bascame-ilmu/walisongo-nine-
wali/.
diakses pada hari sabtu tanggal 15-11-2014 jam 15.00
http://hakamabbas.blogspot.com/2013/10/peran-walisongo-dalam-
penyebaran-agama.html diakses pada hari sabtu tanggal 15-
11-2014 jam 15.40
http://muftiramdlani.wordpress.com diakses pada hari sabtu tanggal
15-11-2014 jam 15.45
http://www-yusufblogspot.blogspot.com/p/makalah-perananan-wali-
songo-dan.html. diakses pada hari sabtu tanggal 15-11-2014
jam 16.00
Murodi. 1994. Sejarah Kebudayaan Islam. Semarang: PT. Karya
Toha Putra