BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah/Pemanfaatan...Dalam usahanya mewujudkan tujuan tersebut...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah/Pemanfaatan...Dalam usahanya mewujudkan tujuan tersebut...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang. Sebagai
negara yang sedang berkembang, bangsa Indonesia giat melaksanakan
pembangunan yang merupakan wujud nyata ketekunan bangsa Indonesia untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945.
Tujuan Negara Indonesia seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 alinea IV adalah mewujudkan kesejahteraan umum.
Dalam usahanya mewujudkan tujuan tersebut pemerintah secara terus menerus
melaksanakan pembangunan di segala bidang, baik fisik maupun non fisik,
sehingga cita-cita masyarakat yang adil dan makmur dapat tercapai. Pembangunan
nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan yang
meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa dan negara untuk melaksanakan
tugas mewujudkan tujuan nasional. Karena pada dasarnya Hakekat Pembangunan
Nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan
masyarakat Indonesia seluruhnya. Hal ini berarti bahwa pembangunan harus
dilaksanakan merata di seluruh tanah air dan benar-benar dapat dirasakan oleh
seluruh rakyat sebagai perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial.
Dalam pelaksanaan pembangunan perlu adanya keselarasan, keserasian,
keseimbangan dan kebulatan yang utuh dalam seluruh kegiatan pembangunan.
Bahwa pembangunan itu untuk manusia dan bukan sebaliknya manusia untuk
pembangunan, sehingga meskipun pembangunan bidang ekonomi menduduki
tempat utama dalam pembangunan nasional, namun unsur sosial budaya dan
unsur yang lainnya harus mendapat perhatian yang seirama dengan kemajuan
yang dicapai dalam bidang ekonomi. Yang ingin dibangun dalam pembangunan
ini adalah manusia dan masyarakat Indonesia. Oleh karena itu pembangunan harus
1
2
berkepribadian Indonesia dan menghasilkan manusia dan masyarakat maju yang
tetap berkepribadian Indonesia pula.
Untuk menjamin agar pembangunan dapat berjalan serasi perlu diusahakan
adanya keselarasan dan keserasian antara pembangunan sektoral dan
pembangunan regional yang didalamnya termasuk pedesaan. Oleh karena desa
dan masyarakat desa merupakan dasar dan landasan kehidupan bangsa dan negara,
maka seharusnya titik berat pembangunan diarahkan kepada desa dalam rangka
usaha pembangunan nasional.
Pembangunan daerah sebagai bagian integral dari pembangunan nasional,
diarahkan untuk mengembangkan daerah dan menyesuaikan laju pertumbuhan
antar daerah, antar kota dan antar desa. Pembangunan di daerah mempunyai
tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di daerah.
Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air
diutamakan di daerah-daerah yang minus yang tertinggal, terpencil, serta daerah
yang padat penduduknya. Ini merupakan upaya-upaya pemerintah untuk
membangun daerah pedesaan. Pembangunan desa diarahkan agar lebih terpadu
untuk menggairahkan masyarakat membangun dengan kemampuan dan kekuatan
sendiri. Pembangunan desa dan masyarakat pedesaan terus didorong melalui
peningkatan koordinasi dan peningkatan sektoral, pengembangan sumber daya
manusia, pemanfaatan sumber daya alam dan penumbuhan iklim yang mendorong
prakarsa dan swadaya masyarakat desa.
Dengan berdasarkan pada pendekatan bahwa pembangunan dilaksanakan
dari, oleh dan untuk rakyat dengan bantuan pemerintah, maka terdapatlah sesuatu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh masyarakat dan pemerintah secara
seimbang. Dalam hubungan ini pembangunan desa mengutamakan prinsip
imbangan kewajiban yang serasi antara keduanya yaitu pemerintah memberikan
bimbingan, pengarahan bantuan dan fasilitas yang diperlukan masyarakat dan
masyarakat ikut serta dalam pembangunan tersebut yang berbentuk prakarsa dan
swadaya gotong royong pada setiap pembangunan yang diinginkan.
Desa sebagai suatu wilayah pemerintahan yang terkecil dalam pelaksanaan
program-program yang dicanangkan oleh pemerintah, diharapkan mampu
3
melaksanakan tugas yang diberikan pemerintah yaitu melaksanakan pembangunan
di tingkat desa, karena Pemerintahan Desa dipandang lebih mengetahui keadaan
dan permasalahan desa yang bersangkutan.
Untuk dapat mewujudkan tujuan pembangunan, maka diperlukan dana
untuk membiayai semua kegiatan pembangunan di daerah, pajak mempunyai
peranan yang sangat penting. Mengingat pajak merupakan sumber dana
pembangunan, maka pemerintah berusaha meningkatkan penerimaan negara
diantaranya dengan memungut Pajak Bumi dan Bangunan yang sesuai dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Yang dimaksud dengan Pajak Bumi dan Bangunan menurut Rochmat Soemitro
(1988: 75) “Pajak Bumi dan Bangunan, yang disingkat PBB, adalah Pajak atas
harta tak gerak yang terdiri dari tanah dan bangunan (property tax)”.
Dari uraian itu dapat disimpulkan bahwa yang menjadi objek pajak ini
adalah bumi dan bangunan. Bumi adalah permukaan bumi (tanah yang termasuk
perairan) dan tubuh bumi (yang berada dibawah permukaan bumi). Bangunan
adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan
perairan.
Pajak sebagai sumber penerimaan negara yang sangat penting bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan nasional. Undang-
Undang Dasar 1945 telah menempatkan kewajiban perpajakan sebagai salah satu
perwujudan kewajiban kenegaraan dan sebagai sarana peran serta dalam
pembiayaan negara dan pembangunan nasional untuk mencapai masyarakat adil
dan makmur. Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa “Bumi, air dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Bumi, sebagai contoh
tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi sosial. Tanah
dapat dipergunakan untuk kebutuhan dasar, lahan usaha atau alat investasi yang
menguntungkan. Di atas tanah juga memberikan manfaat ekonomi kepada
pemilik. Oleh karena itu, sudah sewajarnya bila pemilik atau yang memperoleh
hak atas tanah dan bangunan menyerahkan sebagian nilai ekonomis yang
diperoleh kepada pemerintah melalui pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
4
Kenyataan di masyarakat pelaksanaan pemungutan pajak itu banyak sekali
hambatan-hambatannya, tetapi tidak selalu hambatan itu disebabkan karena
rakyatnya yang belum sadar akan arti pentingnya membayar pajak, tetapi
kurangnya pengetahuan dari wajib pajak. Hambatan terletak pada perkembangan
intelektual dan moral penduduk dan juga sistem pemungutan pajak itu sendiri.
Untuk mengatasi hambatan-hambatan, maka perlu sekali bagi masyarakat diberi
penerangan, bimbingan tentang pentingnya mereka membayar pajak bagi negara,
yaitu mereka dapat membantu kelancaran pembangunan yang sedang
dilaksanakan di negara kita. Jadi dapat disimpulkan bahwa partisipasi
masyarakatlah yang merupakan kunci keberhasilan sebuah pembangunan. Rakyat
Indonesia harus dibuat menjadi sadar pajak dan lebih mengerti tentang fungsi
pajak dalam masyarakat, terutama PBB.
Dalam kaitannya dengan program pemerataan pembangunan ini
diperlukan peran serta aktif dari rakyat, sebab salah satu faktor berhasilnya
pembangunan tergantung pada partisipasi rakyat. Untuk itulah maka peran serta
aktif rakyat sangat mendukung sekali dalam pembangunan nasional, salah satu
wujud peran serta itu yaitu dengan adanya kesadaran membayar pajak, karena
pajak sebagai sumber dana pembangunan.
Bagi daerah, sumber penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dapat
memberikan sumbangan yang berarti bagi kegiatan pembangunan di daerah
khususnya di desa. Pajak Bumi dan Bangunan perlu dimantapkan pelaksanaannya,
karena tidak dapat disangkal lagi bahwa bumi dan bangunan dapat memberikan
keuntungan dan kedudukan sosial ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan
yang mempunyai suatu hak atasnya atau memperoleh manfaat dari padanya.
Untuk itulah maka pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan harus terus
ditingkatkan agar pembangunan nasional pada umumnya dan pembangunan
daerah pada khususnya dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuan dan cita-cita
bangsa Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka penulis memilih
judul penelitian sebagai berikut : “Pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun
2007 Dalam Pembangunan di Desa Krikilan Kecamatan Kalijambe Kabupaten
Sragen”.
5
B. Rumusan Masalah
Dari berbagai pokok permasalahan yang muncul diatas, agar penelitian
dapat terarah dan efisien, maka peneliti melakukan pembatasan masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007
di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen ?
2. Dimanfaatkan untuk apa saja hasil Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 di
Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen ?
C. Tujuan Penelitian
Pada dasarnya tujuan penelitian adalah merupakan jawaban rancangan
permasalahan yang telah ditetapkan. Suatu penelitian harus bertujuan
memecahkan permasalahan yang terdapat di lapangan, sehingga penelitian
tersebut dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada masyarakat. Adapun
tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui Pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun
2007 di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
2. Untuk mengetahui manfaat hasil Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 di
Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian yang penulis lakukan adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk mengetahui usaha yang dilaksanakan oleh Perangkat Desa dalam
penarikan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 di Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
b. Untuk mengetahui pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 dalam
Pembangunan di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
6
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Dinas / Instansi.
Dengan hasil penelitian ini diharapkan Dinas / Instansi dalam hal ini yaitu
Pemerintah Desa dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan selalu
ditingkatkan agar masyarakat semakin menyadari arti pentingnya membayar
Pajak Bumi dan Bangunan.
b. Bagi Masyarakat
Dengan hasil penelitian ini diharapkan masyarakat dapat mengerti maksud dan
tujuan diadakannya pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan untuk
pembangunan desa di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten
Sragen.
7
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Pajak
a. Pengertian Pajak
Menurut Adriani dalam bukunya Bohari (1999: 19) yang dimaksud
dengan “Pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang
oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak
dapat prestasi kembali yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya
adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan
dengan tugas pemerintahan”.
Menurut Musgrave, Richard A, and Musgrave, Peggy B. (1984: 14)
menyatakan bahwa “Tax is a charge imposed by a government on a service, or
activity in order to raise revenue”.
Definisi di atas mengandung makna bahwa pajak adalah sebuah biaya
yang dikenakan oleh pemerintah pada layanan, produk, atau kegiatan dalam
rangka untuk meningkatkan pendapatan.
Dari kedua definisi tersebut diatas, hanya menonjolkan fungsi
budgeter (mengisi kas negara) dari pajak sedang fungsi pajak yang tidak kalah
pentingnya adalah fungsi regulerend (mengatur).
Menurut Raymond W. Baker, 2005 dalam jurnal internasional
“Capitalism’s Achilles’ Heel: Dirty Money, and How to Renew Free Market
System. Menyatakan bahwa “Tax is the process whereby charges are imposed
on individuals or property by the legislative branch of the federal government
and by many state governments to raise funds for public purposes”.
Definisi diatas mengandung makna bahwa pajak adalah proses di mana
biaya yang dikenakan terhadap individu atau properti oleh cabang legislatif
dari pemerintah federal dan oleh banyak pemerintah negara bagian untuk
mengumpulkan dana untuk kepentingan publik.
7
8
Sedangkan menurut Rochmat Soemitro, seperti yang dikutip
Mardiasmo (2004: 1) yaitu “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara
berdasarkan Undang-Undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat
jasa timbal (kontra prestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan yang
digunakan untuk membayar pengeluaran umum”.
Dari definisi tersebut, menurut Mardiasmo (2004: 1) dapat
disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1) Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang ).
2) Berdasarkan Undang-Undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-Undang serta aturan pelaksanaannya.
3) Tanpa jasa timbal atau kontra prestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontra prestasi individual oleh pemerintah.
4) Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
b. Fungsi dan Tujuan Pajak
Menurut Adam Normies (1992: 64) fungsi diartikan sebagai
“kegunaan suatu hal”.
Mardiasmo (2004: 1) menggunakan fungsi pajak sebagai berikut :
1) Fungsi budgetair Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi mengatur (regulerend) Pajak sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
Kegunaan pajak berdasarkan pendapat tersebut diatas dapat dijelaskan
bahwa fungsi pajak adalah sebagai suatu alat yang dapat digunakan untuk
memenuhi apa yang diperlukan dalam anggaran penerimaan negara dan
sebagai alat untuk mengatur keadaan sosial ekonomi dalam masyarakat.
9
Fungsi mengatur ini biasanya diselenggarakan dengan cara umum atau
dengan cara memberi pengecualian yang diberikan, seperti :
1) Pencegahan meluasnya penggunaan minuman keras dengan jalan
menaikkan tarif cukainya yang tinggi sehingga dapat mengurangi jumlah
konsumen minuman keras.
2) Mengecualikan penggunaan jumlah uang yang diberikan kepada
lembaga/badan sosial seperti : Masjid, Gereja, dan sebagainya dari
pembayaran pungutan rekening listrik yang seharusnya dibayar.
“Tujuan” menurut pengertian yang terdapat dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia diartikan “yang ditujui” (Adam Normies, 1992: 202).
Berdasarkan pengertian diatas tersebut tujuan pajak dapat penulis artikan yaitu
: sebagai sesuatu yang ingin dicapai atau dituntut sehubungan dilakukannya
pemungutan pajak. Dari definisi tersebut diatas dapat dijelaskan tujuan pajak
yaitu untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah secara rutin termasuk
untuk menggaji pegawainya dan pembiayaan pemeliharaan kesejahteraan
umum termasuk pelaksanaan pembangunan agar tercapai tujuan nasional
bangsa Indonesia tercapai masyarakat adil dan makmur.
Perbedaan prinsip antara fungsi dan tujuan pajak yaitu fungsi pajak
berguna sebagai suatu alat, sedangkan tujuan pajak secara umum merupakan
sasaran dari penggunaan pajak yang telah berhasil dihimpun. Sedangkan
tujuan pajak secara khusus selalu berkaitan dengan obyek pajak yang meliputi
keadaan, perbuatan dan suatu peristiwa tertentu.
c. Dasar Falsafah Pajak
Setiap ilmu mempunyai falsafah sendiri, demikian juga dengan ilmu
pajak di Indonesia. Sebagaimana pendapat Tunggul Anshari (2005: 23)
“Negara Indonesia mempunyai falsafah negara sendiri yakni Pancasila,
dengan sendirinya falsafah pajak di Indonesia juga bersandar Pancasila dan
tidak boleh bertentangan dengan Pancasila, bahkan Pancasila harus dijabarkan
dalam peraturan perpajakan”.
10
Hal tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1) SILA I : Ketuhanan Yang Maha Esa
Anggota masyarakat Indonesia bukan masyarakat yang tidak
beragama (atheis), tetapi masyarakat yang beragama (monotheis).
Orang yang beragama akan mengenal Tuhan dan patuh terhadap
perintah-Nya serta menjauhi larangan-Nya. Ajaran tersebut diturunkan
melalui Nabi dan Rasul yang dihimpun dalam kitab suci. Dalam Al
quran dikatakan bahwa setiap orang yang beriman harus membayar
zakat sebesar jumlah tertentu (Inna sholaati wa atuzzakaat : dirikanlah
shalat dan tunaikan zakat). Jadi, ada suatu kewajiban bagi orang yang
beragama (Islam) untuk membayar zakat bagi mereka yang
mempunyai kelebihan.
2) SILA II : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kemanusiaan yang adil dan beradab ini harus diterapkan
di dalam peraturan perundang-undangan perpajakan. Penerapan sila II
ini dapat dilakukan pada waktu penyusunan peraturan perundang-
undangan maupun pada saat pelaksanaannya. Penyusunan undang-
undang harus dilakukan secara hati-hati dan harus dilakukan secara
adil sehingga konseptor undang-undang perpajakan harus
berkemanusiaan dan tepo sliro.
3) SILA III : Persatuan Indonesia
Maksudnya pajak merupakan alat pemersatu bangsa yang
mengikat bangsa dan memberikan hidup kepada bangsa. Pajak berasal
dari rakyat, oleh rakyat, dan dipergunakan untuk kepentingan bersama.
Oleh karena itu, uang pajak yang dikumpulkan secara bersama-sama
oleh rakyat untuk membiayai kepentingan umum merupakan usaha
bersama yang sangat erat dan dikoordinasikan oleh pemerintah.
Membayar pajak merupakan kewajiban setiap warga dan kewajiban
nasional, sekaligus sebagai daya pemersatu bangsa.
11
4) SILA IV : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan.
Sila IV dari Pancasila ini mengandung maksud bahwa pajak
merupakan gejala sosial, artinya pajak hanya ada dalam masyarakat
dan pajak sudah ada sejak masyarakat ada. Sementara itu, lazimnya
pajak diberikan dalam bentuk uang atau natura oleh anggota
masyarakat kepada negara tanpa mendapat imbalan secara langsung
yang digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa hanya ada pajak jika ada masyarakat, dan
jika ada masyarakat tentunya ada kepentingan umum.
Uang pajak adalah uang yang berasal dari rakyat dan
digunakan untuk membiayai kepentingan umum. Di sini tentunya
rakyat mempunyai hak untuk mengetahui berapa besar uang yang
diambil dari rakyat dan bagaimana uang itu akan dibelanjakan untuk
kepentingan umum. Untuk maksud itu, setiap awal tahun pemerintah
menyusun rancangan APBN yang diajukan kepada DPR sebagai wakil
rakyat untuk mendapatkan pengesahan, kemudian diundangkan dalam
bentuk undang-undang formal sebelum dapat dilaksanakan. Setelah
tahun anggaran selesai, pemerintah diwajibkan membuat
pertanggunjawaban atas penggunaan uang rakyat yang diajukan dalam
bentuk “perhitungan anggaran” kepada DPR untuk mendapatkan
pengesahannya. Apabila telah mendapatkan pengesahan dari DPR,
maka perhitungan anggaran itu diundangkan dalam bentuk undang-
undang formal. Dengan cara demikian, rakyat selalu mempunyai
wewenang untuk mengikuti pemungutan dan penggunaan uang pajak
dari rakyat melalui wakil-wakil yang ada di DPR.
Di sinilah terdapat hubungan yang sangat erat antara pajak
dengan rakyat, artinya setiap penarikan uang yang membebani rakyat
harus sepengetahuan rakyat juga.
12
5) SILA V : Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia
Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia ini
mengandung maksud bahwa hasil pajak hanya berasal dari sebagian
kecil rakyat, sedangkan sebagian besar rakyat tidak kena pajak. Rakyat
yang tidak mampu tersebut terdiri dari anak-anak yang tidak
mempunyai penghasilan atau sebagian besar orang-orang yang tidak
mampu. Ketentuan ini merupakan pemerataan yang jelas sekali, karena
pajak untuk semua orang (prinsip keadilan yang merata) demi untuk
kepentingan umum.
d. Pengelompokkan Pajak
1) Menurut Golongannya a) Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh Wajib
pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Penghasilan
b) Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai. (Mardiasmo, 2004: 5)
Menurut golongannya, maka Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
pajak langsung, karena pajak ini dikenakan setiap tahun yang
pajaknya harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat
dilimpahkan kepada orang lain.
2) Menurut Sifatnya a) Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib Pajak. Contoh : Pajak Penghasilan
b) Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri Wajib Pajak. Contoh : Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. (Mardiasmo, 2004: 5-6)
Menurut sifatnya maka Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
objektif, karena dalam Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak yang
dikenakanatas harta tak gerak, maka oleh sebab itu yang dipentingkan
adalah objeknya dan oleh karena itu keadaan atau status orang atau
13
badan yang dijadikan subjek tidak penting dan tidak mempengaruhi
besarnya pajak.
3) Menurut Lembaga Pemungutnya a) Pajak Pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untukmembiayai rumah tangga negara. Contoh : Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Bumi dan Bangunan, dan Bea Materai.
b) Pajak Daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh Pemerintah Daerah dan digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak Daerah terdiri atas : (1) Pajak Propinsi, contoh : Pajak Kendaraan Bermotor dan
Kendaraan diatas Air, Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor. (1) Pajak Kabupaten/Kota, contoh : Pajak Hotel, Restoran, Pajak
Hiburan, Pajak Reklame, dan Pajak Penerangan Jalan. (Mardiasmo, 2004: 5). Menurut lembaga pemungutannya Pajak Bumi dan Bangunan
merupakan pajak pusat, namun penarikannya dapat dilimpahkan
kepada Pemerintah daerah. Hal ini dimaksutkan agar tidak ada pihak
yang dirugikan atas besarnya penetapan besarnya biaya pajak, baik
terhadap pemerintah maupun wajib pajak, karena pemerintah daerah
dianggap lebih tahu tentang keadaan atau kondisi daerahnya masing-
masing.
e. Tarif Pajak
Ada 4 (empat) macam tarif pajak, yaitu :
1) Tarif Sebanding/Proporsional Tarif berupa presentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2) Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
3) Tarif Progresif Presentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
4) Tarif Degresif Presentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. (Mardiasmo, 2004: 9-10)
14
Berdasarkan tarif pajak, Pajak Bumi dan Bangunan merupakan pajak
berdasarkan tarif proporsional, karena tarif yang digunakan berupa
presentase yang tetap, yaitu sebesar 0,5 % terhadap berapapun jumlah
yang dikenai pajak. Sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional
terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
2. Pajak Bumi dan Bangunan
a. Pengertian Pajak Bumi dan Bangunan
Pajak Bumi dan Bangunan adalah pajak nasional yang diatur dalam
Undang-undang No. 12 Tahun 1985, yang kemudian diperbaharui dalam
Undang-Undang No. 12 Tahun 1994. Meskipun merupakan pajak nasional
tetapi pendapatan terbesar masuk kas pemerintah daerah. Menurut Waluyo
(2005: 151) “Hasil penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan merupakan
penerimaan negara yang dibagi antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah dengan imbangan pembagian sekurang-kurangnya 90% untuk
pemerintah daerah dan sisanya 10% merupakan bagian pemerintah pusat”.
Karena salah satu maksud dan tujuan dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah
memberikan penghasilan kepada daerah yang sangat diperlukan untuk
menegakkan otonomi daerah dan untuk pembangunan daerah.
Menurut Rochmat Soemitro (1988:75) yang dimaksud dengan Pajak
Bumi dan Bangunan adalah “Pajak atas harta tak gerak yang terdiri dari tanah
dan bangunan (property tax) yang sebenarnya sudah tercakup oleh pajak
kekayaan, sehingga jika PBB dipungut disamping Pajak kekayaan akan
merupakan pungutan pajak ganda”.
Dari definisi diatas dapat penulis simpulkan bahwa yang menjadi objek pajak
ini adalah Bumi dan Bangunan.
Dasar hukum Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) adalah Undang-
Undang No. 12 Tahun 1985 sebagaimana telah diperbaharui dengan Undang-
Undang No. 12 Tahun 1994.
15
b. Obyek dan Subyek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
1) Obyek PBB
Dalam pasal 2 UU PBB No. 12 Tahun 1994 ditetapkan bahwa
yang menjadi obyek pajak ini ialah bumi dan bangunan. Menurut
Mardiasmo (2004: 269) yang dimaksud dengan Bumi adalah :
Permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada dibawahnya. Permukaan bumi meliputi tanah dan perairan pedalaman (termasuk rawa-rawa tambak perairan) serta laut wilayah Republik Indonesia. Sedangkan yang dimaksud bangunan adalah : Konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada tanah dan atau perairan untuk tempat tinggal, tempat usaha dan tempat yang diusahakan. Termasuk dalam pengertian bangunan adalah :
a) Jalan lingkungan dalam satu kesatuan dengan komplek bangunan. b) Jalan tol c) Kolam renang d) Pagar mewah e) Tempat olah raga f) Galangan Kapal, Dermaga g) Taman mewah h) Tempat penampungan /kilang minyak, air dan gas, pipa minyak. i) Fasilitas lain yang memberikan manfaat. (Mardiasmo, 2004: 269-
270).
Yang dimaksud dengan klasifikasi bumi dan bangunan adalah
pengelompokan bumi dan bangunan menurut nilai jualnya dan digunakan
sebagai pedoman, serta untuk memudahkan penghitungan pajak yang
terutang.
Menurut Mardiasmo (2004: 271) dalam menentukan klasifikasi bumi/tanah diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a) Letak b) Peruntukan c) Pemanfaatan d) Kondisi lingkungan dan lain-lain. Sedangkan dalam menentukan klasifikasi bangunan diperhatikan faktor-faktor sebagai berikut : a) Bahan yang digunakan b) Rekayasa c) Letak d) Kondisi lingkungan dan lain-lain.
16
Dari uraian tersebut diatas, maka jelaslah bagi kita semua,
bahwa yang menjadi obyek pajak ini adalah tanah, baik yang dipakai
untuk bangunan dan segala fungsinya.
Pada dasarnya semua tanah dan bangunan yang berada di
wilayah negara kita ini bisa dimasukansebagai obyek pajak. Namun
terhadap bumi dan bangunan tertentu dapat dikecualikan atau tidak
dikenai pungutan PBB.
Dalam pasal 3 UU No 12 Tahun 1994 ada beberapa obyek yang
tidak dikenakan pajak Bumi dan Bangunan, yaitu :
(1) Obyek yang digunakan untuk melayani kepentingan umum dibidang ibadah sosial, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.
(2) Obyek yang digunakan kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu.
(3) Obyek yang digunakan untuk hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani dengan suatu hak.
(4) Obyek (tanah dan bangunan) yang digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat asing berdasarkan syarat timbal balik.
(5) Obyek yang digunakan oleh badan / perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh Menteri Keuangan. (Rochmat Soemitro, 2001 : 92)
2) Subyek PBB
Yang menjadi subyek Pajak menurut Rochmat Soemitro
(2001: 17) adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu
hak atas bumi dan bangunan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan yang menjadi subyek
pajak adalah mereka (orang atau badan) yang :
a) Mempunyai hak atas tanah/ bumi
b) Memperoleh manfaat atas tanah/ bumi
c) Memperoleh manfaat atas bangunan.
Dalam hal atas suatu subyek pajak belum jelas diketahui wajib
pajaknya, Direktur Jenderal Pajak diberi wewenang untuk menentukan
subyek pajak sebagai wajib pajak.
17
c. Cara menghitung PBB
Untuk menghitung besarnya PBB, ada beberapa faktor yang perlu
diperhatikan yaitu :
1) Dasar pengenaan pajak adalah nilai jual objek pajak. 2) Besarnya Nilai Jual Objek Pajak ditetapkan setiap tiga tahun oleh Menteri
Keuangan, kecuali untuk daerah tertentu ditetapkan setiap tahun sesuai dengan perkembangan daerahnya.
3) Dasar penghitungan pajak adalah Nilai Jual Kena Pajak yang ditetapkan serendah-rendahnya 20% dan setinggi-tingginya 100% dari Nilai Jual Objek Pajak.
4) Besarnya persentase Nilai Jual Kena Pajak ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan memperhatikan kondisi ekonomi nasional. (Mardiasmo, 1997 : 197).
Pada dasarnya penetapan Nilai Jual Objek Pajak adalah 3 tahun sekali.
Namun demikian untuk daerah tertentu yang karena perkembangan
pembangunan mengakibatkan kenaikan Nilai Jual Objek Pajak cukup besar,
maka penetapan nilai jual ditetapkan setahun sekali.
Untuk perekonomian sekarang ini, terutama untuk tidak terlalu
membebani wajib pajak di daerah pedesaan, tetapi dengan tetap
memperhatikan penerimaan, khususnya bagi Pemerintah Daerah, maka telah
ditetapkan besarnya persentase untuk menentukan besarnya Nilai Jual Kena
Pajak (NJKP) yaitu sebesar 20% dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sedangkan untuk menghitung besarnya pajak yang terutang yaitu dengan cara
mengalikan tarif pajak dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP).
(Mardiasmo, 2004 : 276)
NJKP = 20% X NJOP
Besar Pajak = Tarif Pajak X NJKP = 0,5% X 20% X NJOP
18
d. Tata Cara Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
Ada beberapa macam, antara lain :
1. Pembayaran langsung ke tempat pembayaran (BPR-BKK) a) Pada saat membayar wajib pajak cukup menunjukkan
SPPT/SKP/STP PBB dan sebagai bukti pembayarannya wajib pajak PBB akan menerima STTS (Surat Tanda Terima Sementara)
b) Pembayaran yang dilakukan dengan check, dianggap sah apabila telah dilaksanakan kliring dan STTS baru dapat diserahkan sesudah kliring.
2. Pembayaran melalui pemindah bukuan/transfer a) Wajib pajak meminta kepada bank/kantor pos dan giro untuk
memindah bukukan uang ke tempat pembayaran dengan mencantumkan nama, letak objek pajak, nomor seri sesuai dengan yang tercantum SPPT/SKP/STP.
b) Pembayaran melalui memindahbukukan/transfer baru dianggap sah apabila telah dilakukan clearing.
c) Tempat pembayaran berkewajiban mengirimkan STTS bagian I kepada wajib pajak dengan Surat Pengantar Pengiriman (SPP).
3. Pembayaran dengan kiriman uang melalui bank/perum pos dan giro. a) Wajib pajak mengirim uang pembayaran PBB ke tempat
pembayaran dengan mencantumkan nama, letak objek pajak, nomor seri sesuai dengan yang tercantum dalam SPPT/SKP/STP pada kolom berita.
b) Setelah menerima kiriman uang, tempat pembayaran berkewajiban mengirimkan STTS bagian I kepada wajib pajak dengan Surat Pengantar Pengiriman.
4. Pembayaran melalui petugas pemungut a) Wajib pajak menitipkan pembayaran PBB kepada petugas
pemungut PBB b) Petugas pemungut menerima uang dari wajib pajak dengan
memberikan Tanda Terima Sementara (TTS) c) Petugas pemungut membayarkan penerimaan uang PBB dari
wajib pajak ke BKK dengan melampirkan DPH (Daftar Penerimaan Harian)
d) Petugas pemungut menerima STTS dari pembayaran untuk diberikan kepada wajib pajak.
e) Tempat pembayaran (BKK/Badan Keuangan Kecamatan) setelah menerima uang dari petugas pemungut menyetorkan uang PBB ke Bank Persepsi (BPD Jateng) dengan melampirkan : 1) LMP (Laporan Mingguan Penerimaan) 2) STS (Surat Tanda Setoran atau disebut Bend 17) 3) SSP (Surat Setoran Pajak). (Nurkaya Hadisoesilo, 2007: 9-10)
19
3. Tinjauan Umum Tentang Pembangunan
a. Pengertian Pembangunan
Pembangunan desa berkaitan dengan pelaksanaan Pembangunan
Nasional, karena pembangunan desa adalah merupakan program
pembangunan yang sangat diprioritaskan dalam pencapaian tujuan
Pembangunan Nasional.
Pembangunan masyarakat pedesaan perlu terus ditingkatkan terutama
melalui kemampuan sumber daya manusia termasuk menciptakan iklim yang
mendorong timbulnya prakarsa dan swadaya masyarakat pedesaan.
Namun demikian, sebelum memahami secara mendalam, terlebih
dahulu membahas pengertian pembangunan dan desa secara lebih rinci, agar
tulisan ini dapat terarah dan mampu menjelaskan pokok-pokok permasalahan
yang ada di lapangan penelitian.
Menurut Khairudin (1992: 22) memberikan definisi pembangunan
adalah “Proses perubahan yang dilakukan secara sengaja untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat yang bersangkutan”.
Sedangkan menurut pendapat Soerjono Soekanto (1990: 454)
memberikan definisi pembangunan adalah “merupakan suatu proses
perubahan disegala bidang kehidupan yang dilakukan secara sengaja
berdasarkan suatu rencana tertentu”.
Pembangunan menurut Sondang P. Siagian yang dikutip Taliziduhu
Ndraha (1990: 11) mendefinisikan pembangunan sebagai “Suatu usaha atau
rangkaian usaha pertumbuhan dan perubahan yang berencana yang dilakukan
secara sadar oleh suatu bangsa, negara dan pemerintah menuju modernitas
dalam rangka pembinaan bangsa (nation building)”.
Dari beberapa pendapat para ahli tersebut penulis dapat menyimpulkan
bahwa pengertian pembangunan adalah suatu usaha yang terencana dalam
menimbulkan perubahan dan perkembangan yang lebih baik dalam setiap
aspek kehidupan manusia yang mendasarkan diri pada tujuan yang telah
ditentukan sebelumnya. Selanjutnya bila pengertian pembangunan itu di
20
analisa, maka terdapat ide pokok apabila membahas tentang pembangunan
yaitu sebagai berikut :
1) Bahwa pembangunan merupakan suatu proses, proses berarti suatu
kegiatan yang terus menerus dilaksanakan, meskipun sudah barang tentu
bahwa proses itu dapat dibagi dan biasanya memang dibagi menjadi tahap-
tahap tertentu yang berdiri sendiri. Pentahapan itu dapat dibuat
berdasarkan jangka waktu, biaya atau hasil yang tertentu yang diharapkan
diperoleh. Dalam setiap tahapannya dapat dilakukan pengukuran
kemampuan yang berkaitan dengan segala aspek pembangunan serta
evaluasi, baik terhadap hasil-hasil yang telah dicapai maupun yang belum
dicapai, dan permasalahan-permasalahan yang timbul selama tahap
pembangunan tersebut.
2) Bahwa pembangunan merupakan usaha yang secara sadar dilaksanakan.
Jika ada kegiatan yang kelihatannya nampak seperti pembangunan, akan
tetapi sebenarnya tidak dilaksanakan, secara sadar dan timbul hanya secara
insidentil di masyarakat, tidaklah dapat digolongkan sebagai kategori
pembangunan.
3) Bahwa pembangunan dilakukan secara berencana dan perencanaan itu
berorientasi kepada pertumbuhan dan perubahan.
4) Bahwa pembangunan mengarah pada modernitas. Modernitas diartikan
sebagai cara hidup yang baru dan lebih baik dari sebelumnya serta
kemampuan untuk lebih menguasai alam lingkungan dalam rangka usaha
peningkatan kemampuan swasembada dan mengurangi ketergantungan
pada pihak lain.
5) Bahwa modernitas yang dicapai melalui pembangunan itu bersifat
multidimensional. Artinya bahwa modernitas itu mencakup seluruh aspek
kehidupan bangsa dan negara, terutama aspek politik, ekonomi, sosial
budaya, pertahanan keamanan nasional dan administrasi.
6) Bahwa kesemua hal yang telah disebutkan di atas bertujuan sebagai usaha
membina bangsa (nation building) yang terus menerus harus dilaksanakan
21
dalam rangka pencapaian tujuan bangsa dan negara yang telah ditentukan
sebelumnya.
Meskipun pengertian pembangunan yang diungkapkan oleh beberapa
ahli sangat bervariasi, tetapi pada dasarnya masih terdapat titik temu atau
kesepakatan yang terdapat dalam pengertian tersebut.
Dari beberapa pengertian atau definisi tentang pembangunan di atas
menurut Khairudin H. (1992: 24), dapat disimpulkan bahwa pembangunan
mengandung unsur-unsur :
1) Usaha atau proses 2) Peningkatan, kemajuan, atau perubahan ke arah kemajuan 3) Berkesinambungan 4) Dilaksanakan secara sadar atau dengan sengaja. 5) Terencana 6) Untuk tujuan pembinaan (pembangunan) bangsa 7) Dilakukan secara bertahap. Dari unsur-unsur pembangunan itu dapat diuraikan sebagai berikut :
1) Usaha atau proses
Usaha atau proses kelangsungan pembangunan yang dilaksanakan
oleh suatu negara adalah tekad atau keinginan yang disusun berdasarkan
pemikiran-pemikiran dan pertimbangan-pertimbangan secara luas. Usaha
atau proses pembangunan tersebut terlihat dengan adanya kehendak untuk
menentukan arahan-arahan sebagai pedoman dalam melaksanakan
pembangunan tersebut. Tanpa adanya usaha (effort) untuk menimbulkan
keinginan akan pembangunan tersebut, kita tidak akan pernah mendengar
dan melihat apa yang disebut hasil pembangunan. Dalam
menyelenggarakan usaha ini diperlukan potensi-potensi pembangunan
disegala bidang, baik fisik berupa kekayaan alam yang dimiliki oleh
negara yang bersangkutan maupun potensi non-fisik, berupa human
investment yang dapat dilihat dari rata-rata pendidikan dan perkembangan
pengetahuan suatu negara. Tanpa kedua potensi ini sangat sulit untuk
dikatakan bahwa suatu negara dapat berkembang dengan baik sebagai
usaha pembangunannya.
22
2) Peningkatan, kemajuan atau perubahan ke arah kemajuan.
Sudah diketahui bersama bahwa pembangunan pada dasarnya
adalah suatu perubahan. Dalam konsep sosiologis, perubahan ini dapat
berarti kemajuan dan dapat pula kemunduran (progres dan regres).
Pembangunan disini adalah perubahan dalam arti kemajuan (progres),
yaitu peningkatan bidang-bidang kehidupan yang memang diarahkan
kepada tujuan yang hendak dicapai. Meskipun agak sulit untuk
menentukan kriteria kemajuan ini, tetapi paling tidak sesungguhnya hasil
kemajuan tersebut dapat dirasakan perbedaannya, yaitu dirasakan lebih
baik dari kondisi sebelumnya.
3) Berkesinambungan
Pembangunan berkesinambungan artinya pembangunan yang
dilaksanakan secara terus-menerus untuk menjaga eksistensi pembangunan
dan hasil-hasilnya yang telah dicapai, yang dengan usaha tertentu berusaha
untuk lebih ditingkatkan lagi. Apa yang sudah dicapai saat ini
sesungguhnya sangat jelas tidak dapat dipisahkan dari apa yang pernah
ada. Sesungguhnya kita dapat mengatakan bahwa proses pembangunan
tersebut akan terus berlangsung selama manusia ada di dunia ini.
Kesinambungan pembangunan ini juga didasarkan atas keinginan luhur
dari generasi sekarang untuk mewariskan sesuatu yang baik pada generasi
mendatang.
4) Dilakukan secara Sadar atau dengan sengaja
Segala sesuatu yang sifatnya untuk mencapai yang lebih baik pasti
dilakukan secara sadar dan sengaja, karena tindakan atau perbuatan yang
akan dilakukan jelas tujuan dan manfaatnya. Pembangunan sebagai suatu
tindakan untuk mencapai sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya, pasti
juga dilakukan secara sadar dan sengaja. Tidak mungkin suatu
pembangunan dilaksanakan di luar kesadaran manusia, terlebih-lebih hal
itu terjadi tanpa sengaja. Pembangunan adalah tuntutan atau keinginan
masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Cara atau usaha yang
dilakukannya itu tentu saja sudah merupakan pemikiran dan pertimbangan
23
bahwa inilah jalan yang terbaik bagi dirinya untuk mencapai tujuan tadi,
tentu saja dengan melihat pertimbangan-pertimbangan norma yang ada,
itulah tindakan yang dilakukan secara sadar dan selanjutnya keputusan
yang diambil dilaksanakan dengan sengaja.
5) Terencana
Perencanaan pada dasarnya mengandung beberapa hal yang sangat
penting dalam bertindak, antara lain : pertama, merupakan pedoman dalam
bertindak; kedua, merupakan arah yang hendak dicapai; ketiga, dapat
dikontrol (diawasi) pelaksanaan kegiatannya; dan keempat, mengandung
faktor evakuatif, yaitu dapat diukur dan dievaluasi keberhasilan dan
kegagalannya. Pembangunan yang terencana juga dimaksudkan untuk
menghindari dari resiko-resiko yang sangat merugikan. Oleh karena itu,
dengan pembangunan yang terancana, diharapkan pelaksanaan
pembangunan dapat berjalan dengan lancar, hemat, efisien dan terarah
sesuai dengan yang diinginkan.
6) Untuk tujuan pembinaan (pembangunan) Bangsa
Pembangunan, selain bertujuan memenuhi kebutuhan jasmani dan
rohani dari tiap-tiap individu dalam masyarakat, secara keseluruhan juga
merupakan pembinaan atau pembangunan bangsa yang bersangkutan.
Pembangunan Bangsa ini adalah pembangunan yang bersifat menyeluruh
dan merupakan tanggung jawab dari seluruh manusia sebagai satu bangsa
yang ada di negara tersebut.
7) Dilakukan secara bertahap
Tahapan pembangunan yang dilakukan di Indonesia sesungguhnya
berkaitan erat dengan perencanaannya. Kedua istilah ini, dalam wujud
pelaksanaannya tidaklah terpisah, karena tahapan tersebut juga merupakan
bagian dari bentuk perencanaan. Pembangunan di Indonesia dibuat secara
bertahap, dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan
seluruh rakyat dan untuk meletakkan landasan yang kuat untuk tahap
pembangunan berikutnya.
24
Dari pendapat di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa secara
keseluruhan ketujuh unsur yang terdapat dalam pembangunan tersebut tidak
bisa dipisahkan, yang mana antara unsur yang satu dengan unsur yang lainnya
merupakan suatu rangkaian yang harus dilakukan dalam suatu pembangunan
untuk mendapatkan hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan yang telah
ditentukan.
b. Pengertian Desa
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No 72 Tahun 2005
Pasal 1 tentang Desa disebutkan bahwa :
“Desa adalah suatu wilayah yang di tempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.
Sedangkan menurut Bintarto yang dikutip Khairudin H. (1992: 3) desa
adalah :
“Suatu hasil perpaduan antara kegiatan sekelompok manusia dengan lingkungannya. Hasil dari perpaduan itu ialah suatu wujud atau kenampakan dimuka bumi yang ditimbulkan oleh unsur-unsur fisiografi, sosial, ekonomi, politik dan kultural yang saling berinteraksi antara unsur tersebut dan juga dalam hubungannya dengan daerah-daerah lain”.
Melihat definisi desa di atas, memang tidak terelakkan untuk
mengaitkan pengertian desa itu sendiri dengan beberapa ciri umum yang
melekat padanya. Sehingga definisi tentang desa itu sendiri, secara
metodologis, dapat dipakai sesuai dengan kepentingan dan keterkaitan si
penulis.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan desa, desa haruslah mampu
berkembang sendiri dan tidak harus bergantung pada subsidi pemerintah.
Desa harus mampu mengelola sumber-sumber pendapatan desa yang nantinya
akan dipergunakan untuk membiayai segala kegiatan-kegiatan dalam
pemerintahan desa dan kegiatan pembangunan yang diselenggarakan
masyarakat desa.
25
Kedudukan desa dalam sistem pemerintahan di Indonesia merupakan
unit pemerintahan terendah dan merupakan kesatuan dasar negara. Dalam hal
ini, menurut Khairudin H. (1992: 119), desa :
1) Berhak dan berkewajiban mengatur dan mengurus rumah tangganya menurut adat kebiasaan setempat, peraturan negara, dan atau peraturan daerah yang berlaku.
2) Desa wajib melaksanakan tugas yang diberikan oleh pemerintah pusat dan daerah.
3) Untuk melaksanakan tugas tersebut Kepala desa memperoleh sumbangan dan bantuan.
Kegiatan desa sangat bergantung pada kemampuan dari desa itu
sendiri, sehingga perkembangan antara desa yang satu dengan desa yang lain
terdapat perbedaan yang menyebabkan kemajuan, pertumbuhan dan
perkembangan desa itu sendiri juga mengalami perkembangan yang berbeda
pula.
Hal ini dapat dilihat bahwa terdapat desa yang tergolong desa
swadaya, yang ciri-cirinya dapat dikemukakan sebagai berikut : potensi desa
belum diolah dan belum dimanfaatkan penduduk desa, sebagian penduduk
hidup dari pertanahan sawah dan ladang, pengolahan tanah bersifat
tradisional, adat dan kepercayaan masih sangat mengikat kelembagaan desa
dan pemerintah desa masih sederhana, swadaya gotong royong masyarakat
masih latent dan masih berdasarkan instruksi dari atasan atau insidentil.
Kemudian desa swakarya merupakan desa yang lebih maju dari kategori desa
swadaya, dan yang merupakan desa yang paling maju adalah desa
swasembada dimana pada kategori ini bisa dikatakan desa yang telah mampu,
mandiri dan bantuan pihak lain bersifat melengkapi.
Bentuk desa kecil merupakan bentuk desa yang paling terendah dalam
pertumbuhan dan kekurangan fasilitas dalam menyelenggarakan setiap
kegiatan pembangunan, oleh sebab itu kegiatan pembangunan harus terus-
menerus dilaksanakan pada seluruh desa agar suatu desa dapat mandiri dan
berkembang ke arah kemajuan yang dikehendaki.
26
c. Pembangunan Desa
Setelah memahami pengertian tentang pembangunan dan pengertian
tentang desa secara umum, tentu akan lebih mudah bagi kita untuk
merumuskan apa yang disebut dengan pembangunan desa atau pembangunan
masyarakat desa.
Sehubungan dengan hal itu maka pengertian tentang pembangunan
desa menurut beberapa ahli antara lain yaitu : menurut Moeljarto
Tjokrowinoto (1997) yang dikutip oleh Khairudin H. (1992: 67) bahwa :
“Pembangunan masyarakat desa merupakan suatu bentuk tindakan kolektif
suatu masyarakat desa yang bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat tersebut dalam arti material dan spiritual”.
Sedangkan menurut Taliziduhu Ndraha (1990: 73) bahwa “Pembangunan
masyarakat adalah suatu proses”. Sedangkan menurut Inayatullah yang dikutip
oleh Khairudin H (1992: 67) memberikan definisi pembangunan desa yaitu
“Pembangunan desa adalah suatu proses yang membawa peningkatan
kemampuan penduduk pedesaan menguasai lingkungan sosial yang disertai
meningkatnya taraf hidup mereka sebagai akibat dari penguasaan tersebut”.”.
Dari berbagai pendapat tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa
pembangunan desa adalah merupakan metode dalam menyelenggarakan
kegiatan pembangunan dimana masyarakat sebagai subyek pembangunan
yang secara langsung terlibat dalam setiap kegiatan pembangunan. Bahwa
pembangunan desa diarahkan untuk memanfaatkan secara maksimal potensi
daya alam dan mengembangkan sumber daya manusianya dengan
meningkatkan kualitas hidup, meningkatkan ketrampilan, meningkatkan
prakarsa dengan mendapat bimbingan dan bantuan pemerintah sesuai dengan
bidang tugas masing-masing.
Bahwa pembangunan desa membutuhkan partisipasi dari masyarakat
secara keseluruhan, maka keberhasilan pelaksanaan pembangunan desa sangat
tergantung kepada masyarakat dan bimbingan dari pemerintah.
Apabila kita menyadari bahwa pembangunan yang dilakukan di desa
adalah untuk masyarakat itu sendiri, maka cara yang terbaik adalah
27
mengingatkan masyarakat bahwa pembangunan itu adalah untuk kepentingan
mereka sendiri. Satu hal yang patut kita catat bahwa masyarakat tidak merasa
memiliki apabila pembangunan tersebut tidak mengikut sertakan mereka.
Seperti yang dikemukakan oleh Sondang P. Siagian yang dikutip oleh
Khairudin H. (1992: 125) yaitu “Partisipasi dari masyarakat luas mutlak
diperlukan, oleh karena mereka itulah yang pada akhirnya melaksanakan
berbagai kegiatan pembangunan, rakyat banyak memegang peranan sekaligus
sebagai obyek dan subyek pembangunan”.
Dengan demikian dapat dipahami pentingnya partisipasi untuk
menggerakkan masyarakat dalam pembangunan. Bahwa kegiatan partisipasi
masyarakat adalah mutlak diperlukan adanya dalam pembangunan. Untuk itu
perlu ditumbuhkan partisipasi aktif masyarakat yang dilaksanakan dengan
menumbuhkan adanya rasa kesadaran dan tanggung jawab masyarakat.
Dengan melihat rumusan di atas penulis dapat menyimpulkan bahwa
keberhasilan pembangunan desa itu tergantung kepada masyarakat desa yang
bersangkutan. Pemerintah, dalam hal ini lebih banyak menjadi pendorong
(motivator) bagi pembangunan. Tidak semua tahapan pembangunan
pemerintah harus ikut, tetapi yang terpenting adalah mendorong masyarakat
agar selanjutnya mempunyai keinginan untuk membangun dirinya masing-
masing, sehingga dapat meningkatkan taraf hidupnya.
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada dasarnya merupakan arahan penalaran untuk dapat
sampai pada pemberian jawaban sementara atas masalah yang dirumuskan.
Adapun kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang sangat
penting artinya bagi pelaksanaan dan peningkatan pembangunan nasional sebagai
pengamalan Pancasila yang bertujuan untuk meningkatkan kemakmuran dan
kesejahteraan rakyat dan oleh kerena itu perlu dikelola dengan meningkatkan
peran serta masyarakat sesuai dengan kemampuannya.
28
Bumi dan Bangunan memberikan keuntungan dan atau kedudukan sosial
ekonomi yang lebih baik bagi orang atau badan yang mempunyai hak atasnya atau
memperoleh manfaat dari padanya, dan oleh karena itu wajar apabila mereka
diwajibkan memberikan sebagian dari manfaat atau kenikmatan yang
diperolehnya kepada negara melalui pajak.
Kesadaran masyarakat dalam membayar Pajak Bumi dan Bangunan perlu
terus ditingkatkan, sebab dengan kesadaran yang tinggi dari masyarakat, maka
sumber pendapatan negara dari sektor pajak akan selalu meningkat. Oleh sebab itu
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan bangunan mempunyai arti yang sangat
penting. Karena lancar atau tidaknya pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
tersebut juga tergantung pada partisipasi warga masyarakat.
Dalam rangka menarik Pajak Bumi dan bangunan tersebut berkaitan
dengan pembangunan desa. Dengan lancarnya proses pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan akan memperlancar pendapatan daerah, yang nantinya bisa
memperlancar pembangunan desa tersebut, yang mana hasilnya nanti dapat
dinikmati secara langsung oleh penduduk yang bertujuan meningkatkan taraf
hidup serta kesejahteraan masyarakat. Disamping itu dalam rangka mencapai
tujuan pembangunan sangat memerlukan kerja sama antara pemerintah dan
masyarakat. Hal ini berarti pembangunan adalah merupakan tanggung jawab
masyarakat dan pemerintah. Disini nampak bahwa keberhasilan pembangunan
memerlukan keterlibatan masyarakat serta peran aktif masyarakat Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan obyek dan sumber data dari lokasi yang
diteliti, sehingga informasi yang diperoleh bisa memberikan data yang akurat dan
kebenarannya dalam penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a. Ingin mengetahui pelaksanaan dan pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan
tahun 2007 di Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen.
b. Penulis berdomisili di Desa Krikilan sehingga memudahkan untuk
menghubungi informan sebagai sumber data primer untuk mendapatkan data-
data yang diperlukan sehingga menghemat biaya dan waktu.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di lapangan setelah mendapatkan ijin penelitian
dari pihak yang terkait. Penelitian dilakukan selama kurang lebih sembilan bulan,
dengan perencanaan kegiatan sebagai berikut :
Tabel 1. Jadual Kegiatan Penelitian
Tahun 2008/2009 No. Kegiatan
Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Agst
1. Pengajuan Judul
2. Proposal
3. Perijinan
4. Penelitian
5. Penyusunan
Laporan
30
31
B. Bentuk dan Strategi Penelitian
1. Bentuk Penelitian
Bentuk penelitian merupakan salah satu faktor penting dalam suatu
penelitian, karena bentuk dari penelitian tersebut turut menunjang proses
penyelesaian penelitian yang sedang dilaksanakan. Dalam penelitian ini bentuk
yang dipergunakan penulis adalah bentuk penelitian deskriptif kualitatif, karena
data yang penulis kumpulkan adalah data dalam bentuk kata-kata, kalimat,
pencatatan dokumen maupun arsip yang memiliki arti lebih dari sekedar angka
atau frekuensi. Pelaksanaan penelitian deskriptif dalam penyusunan skripsi tidak
terbatas hanya pada pengumpulan data tetapi juga dilakukan proses penganalisaan
data tersebut dan diakhiri dengan proses penarikan kesimpulan.
2. Strategi Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian, strategi penelitian sangatlah tergantung
pada penelitian yang dipilih, apakah mengacu pada penelitian eksplorasi,
deskriptif atau eksplanatif. Penulis memilih bentuk penelitian deskriptif kualitatif
dengan strategi penelitian tunggal terpancang. Maksudnya penelitian yang
diarahkan pada riset yang ada di lokasi yaitu mengenai Pemanfaatan Pajak Bumi
dan Bangunan tahun 2007 dalam Pembangunan. Sedangkan yang dimaksud
tunggal adalah hanya satu lokasi (tempat) yaitu di Desa Krikilan dan yang
dimaksud terpancang adalah bahwa apa yang diteliti dibatasi pada aspek-aspek
yang sudah dipilih.
C. Sumber Data
Untuk memperkuat kajian dalam penelitian ini, penulis menggunakan
berbagai sumber data. Yang dimaksud sumber data adalah dimana data dapat
diperoleh. Sumber data dalam penelitian deskriptif kualitatif ini dapat berupa
manusia, kejadian atau peristiwa dalam masyarakat serta arsip atau dokumen.
Menurut Loflah yang dikutip oleh Lexy J. Moloeng (2000 : 112) menyatakan
bahwa “Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah tambahan seperti dokumen dan lain-lain”.
32
Berdasarkan dari pendapat tersebut dapat diambil suatu pengertian bahwa
dalam penelitian kualitatif sumber data dapat digolongkan dalam dua kelompok
yaitu sumber data primer dan sekunder. Sumber data primer adalah informan,
yaitu orang yang dipandang mengetahui permasalahan yang akan dikaji dan
bersedia memberikan informasi secara jelas mengenai data yang diperlukan.
Sedang sumber data sekunder adalah segala sesuatu yang mendukung dan relevan
debgan masalah yang akan diteliti yaitu dapat berbentuk literatur, undang-
undang, arsip dan dokumen lainnya.
Sedangkan menurut HB. Sutopo (1996: 49) menyebutkan macam sumber
data, yaitu :
1. Informan
2. Tempat dan Peristiwa
3. Dokumen.
Dengan uraian sebagai berikut :
1. Informan
Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, maka kata-kata dan
tindakan orang yang diamati atau diwawancarai (informan) adalah sumber data
yang utama melalui wawancara atau pengamatan berperan serta merupakan hasil
usaha gabungan dari kegiatan melihat, mendengar dan bertanya. Informan adalah
orang yang dipandang mengetahui permasalahan yang diteliti dan bersedia
memberikan informasi yang diperlukan oleh peneliti.
Adapun informan dalam penelitian ini antara lain :
a. Kepala Desa Krikilan.
b. Masyarakat di wilayah desa Krikilan.
c. Petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan di desa Krikilan.
2. Tempat dan Peristiwa
Tempat atau lokasi yang berkaitan dengan sasaran atau permasalahan
penelitian juga merupakan salah satu jenis sumber data yang dimanfaatkan
dalampenelitian ini. Sebagai tempat atau lokasi penelitian ini adalah di Desa
Krikilan, Kecamatan Kalijambe, kabupaten Sragen.
33
Sedangkan peristiwa yang relevan dengan pokok permasalahan yaitu
pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007 dalam pembangunan, dengan
mengarahkan masyarakat untuk tertib membayar pajak, agar pembangunan dapat
berjalan lancar.
3. Dokumen
Dokumen merupakan data yang sering memiliki posisi penting dalam
penelitian kualitatif. Terutama bila sasaran kajian mengarah pada latar belakang
atau berbagai peristiwa yang terjadi masa lampau yang sangat berkaitan dengan
kondisi masa kini yang sedang diteliti.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah data monografi
Desa Krikilan, Kecamatan kalijambe, kabupaten Sragen.
D. Teknik Sampling
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian kualitatif berbeda dengan
teknik pengambilan sampel dalam penelitian kuantitatif. Pengambilan sampel
dalam penelitian kualitatif dilakukan berdasarkan kehendak peneliti sendiri
dengan pertimbangan bahwa sampel tersebut dianggap oleh peneliti menguasai
masalah yang diajukan oleh peneliti.
Dalam penelitian kualitatif teknik pengambilan sampel yang paling sesuai
adalah menggunakan teknik purposive sampling atau sampel bertujuan untuk
menjaring dan menggali informasi berdasarkan pada tujuan penelitian. Lexy J.
Moloeng (2000: 165) menyatakan bahwa “Purposive sampel bertujuan adalah
menjaring sebanyak mungkin informasi dan berbagai sumber bangunannya dan
menggali informasi yang akan menjadi dasar dari rancangan dan teori yang
muncul”.
Sedangkan yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah orang-orang
yang dianggap mengetahui dan menguasai pokok permasalahan yang sedang
diteliti. Oleh karena itu yang menjadi informan dalam sampel ini adalah Perangkat
Desa Krikilan dan beberapa warga masyarakat Desa Krikilan yang dianggap
dapat dipercaya dan mengetahui permasalahan yang sedang diteliti.
34
E. Teknik Pengumpulan Data
Seperti yang dijelaskan diawal bahwa sumber data dalam penelitian
kualitatif terdiri dari beragam jenis, bisa berupa orang, peristiwa, dan tempat,
benda serta dokumen atau arsip. Beragam sumber data tersebut menuntut
dilakukannya cara atau teknik pengumpulan data tertentu yang sesuai guna
mendapatkan data yang diperlukan untuk menjawab permasalahannya. Menurut
Goetz & Le Compte dala HB. Sutopo (2002: 58) “Adapun strategi pengumpulan
data dalam penelitian kualitatif secara umum dapat dikelompokkan ke dalam dua
cara, yaitu metode atau teknik pengumpulan data yang bersifat interaktif dan non
interaktif”. Metode interaktif meliputi wawancara mendalam, observer, berperan
dalam beberapa tingkatan. Sedang yang non interaktif meliputi mencatat dokumen
atau arsip dan juga observasi tak berperan.
Untuk memperoleh dan menyusun data penelitian, penulis menggunakan
teknik wawancara, observasi, dan analisis dokumen.
1. Wawancara
Wawancara sebagai teknik pengumpulan data mempunyai fungsi antara
lain sebagai sarana pengumpul keterangan, menguji kebenaran informasi dan
meminta pendapat dari berbagai pihak yang digunakan sebagai sumber informasi.
Menurut Lexy J. Moloeng (2000: 135) menyatakan bahwa “wawancara adalah
percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak,
yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang
diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu”.
Pada penelitian ini penulis melaksanakan teknik wawancara yaitu dengan
mengajukan pertanyaan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan
masalah yang ingin dibahas dalam penelitian ini sehubungan dengan pemanfaatan
Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007 dalam pembangunan. Adapun daftar
pedoman wawancara untuk responden bisa dilihat pada lampiran 1 dan hasil
wawancara dapat dilihat pada lampiran 2.
35
2. Observasi
Menurut HB. Sutopo (2002: 64) bahwa observasi adalah “menggali data
dari sumber data yang berupa peristiwa, tempat atau lokasi, dan benda, serta
rekaman gambar”. Sedangkan menurut Winarno Surakmad (2004: 162) observasi
atau pengamatan adalah “Cara yang sangat langsung mengenal peristiwa atau
gejala yang penting dalam suatu penyelidikan”. Dalam penelitianini digunakan
observasi non-partisipatif atau berperan serta, dimana peneliti tidak terlibat
langsung dalam kegiatan yang dilakukan oleh objek penelitian.
Dalam penelitian ini teknik observasi yang digunakan adalah pengamatan
langsung tanpa alat terhadap gejala atau peristiwa yang terjadi dilapangan, dalam
mengkaji, serta mengungkap fenomena-fenomena yang ada hubungannya dengan
penelitian secara nyata dan mendalam, yaitu mengenai Pemanfaatan Pajak Bumi
dan Bangunan Tahun 2007 dalam Pembangunan di Desa Krikilan Kecamatan
Kalijambe Kabupaten sragen.
3. Analisis Dokumen
Menurut HB. Sutopo (2002: 54) mengemukakan bahwa “Dokumen dan
arsip merupakan bahan tertulis yang bergayutan dengan suatu peristiwa atau
aktifitas tertentu”.
Dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai data yang
dapat digunakan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan hal-hal
yang akan terjadi pada masa yang akan datang. Teknik dokumentasi dapat berupa
arsip-arsip yang berupa catatan-catatan yang relevan serta benda-benda fisik
lainnya.
Penelitian ini dokumen yang digunakan dengan cara mempelajari buku-
buku, laporan-laporan, peraturan, arsip-arsip ataupun dokumen lainnya yang
relevan dengan permasalahan penelitian.
F. Validitas Data
Menurut Consuelo (1993: 85) menyatakan bahwa “Validitas data adalah
derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang
diukur”.
36
Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan dan dicatat dalam kegiatan
penelitian, harus diusahakan kemantapan dan kebenarannya, oleh karena itu setiap
penelitian harus memilih dan menentukan cara-cara yang tepat untuk
mengambangkan validitas data yang diperolehnya. Validitas ini merupakan
jaminan bagi kemantapan kesimpulan dan tafsir makna penelitian. Dalam
penelitian kualitatif terdapat beberapa cara yang bisa dipilih pengembangan
validitas (kesahihan) data penelitian, yaitu meliputi 2 cara menurut HB. Sutopo
(1996: 70)
1. Trianggulasi
2. Review informan.
Adapun maksud dari trianggulasi menurut Lexy J. Moloeng (2000: 178) :
“Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu”.
Dalam penelitian ini untuk mengecek kebenaran data, menurut HB. Sutopo
(2002: 78-82) ada 4 macam trianggulasi yaitu :
1. Data Trianggulation yaitu mengumpulkan data yang sejenis dengan menggunakan berbagai sumber data yang berbeda dengan demikian kebenaran data yang satu diuji oleh data yang lain.
2. Investigator Trianggulation yaitu pengumpulan data yang semacam dilakukan oleh beberapa orang peneliti.
3. Metode trianggulasi yaitu penelitian yang dilakukan dengan menggunakan metode yang berbeda ataupun dengan menggunakan teknik pengumpulan yang berbeda.
4. Theorical Trianggualtion yaitu melakukan penelitian tentang topik yang sama dan datanya dianalisa dengan menggunakan beberapa perspektif teoritis yang berbeda.
Sedangkan review informan merupakan suatu cara dalam usaha
pengembangan validitas dimana peneliti yang sudah mendapatkan data dan
berusaha menyusun sajian datanya walaupun mungkin masih belum utuh dan
menyeluruh, sehingga unit-unit laporan yang telah disusun dikomunikasikan
dengan informan pokok (key informan).
Dalam penelitian ini menggunakan trianggulasi data dan trianggulasi
metode. Untuk menguji validitas data trianggulasi data dalam penelitian ini
37
diperoleh dengan menggunakan beberapa sumber data untuk mengumpulkan data
yang sama, yaitu melalui sumber data yang berupa informan dari informan,
tempat peristiwa dan dokumen. (Lihat lampiran 3. Trianggulasi data)
Sedangkan untuk menguji validitas data trianggulasi metode dalam
penelitian ini diperoleh dengan menggunakan metode yang berbeda, yaitu dengan
metode wawancara dan observasi. (Lihat lampiran 4. Trianggulasi metode).
G. Analisis Data
Analisis data adalah merupakan suatu bagian dalam penelitian kualitatif
yaitu proses menangkar data perolehan, mengorganisir data, menyusun data dan
merakit dalam kesatuan yang logis sehingga jelas kaitannya, proses tersebut harus
dilakukan secara sistematis dan komprehensif. Pada penelitian ini peneliti
menganalisis data yang terkumpul dengan menggunakan model analisa interaktif.
Menurut HB. Sutopo (2002: 91) menyatakan bahwa “dalam proses analisis
terdapat empat komponen utama tersebut adalah (1) Pengumpulan data, (2)reduksi
data, (3) sajian data, dan (4) penarikan kesimpulan ataupun verifikasi”.
Untuk memperjelas pengertian dari ketiga komponen dalam analisa data
tersebut maka penulis uraikan yaitu sebagai berikut :
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam suatu penelitian adalah sangat penting. Adapun
yang dilakukan dalam pengumpulan data yaitu meliputi :
a. Mengumpulkan data di lokasi studi dengan melakukan observasi, wawancara
dan mencatat dokumen.
b. Menentukan strategi pengumpulan data yang dipandang paling tepat dan
menentukan fokus serta pendalaman dan pemantapan data pada proses
pengumpulan data berikutnya.
Sehingga dengan hal tersebut di atas apa yang dicari oleh peneliti akan jawaban
dari permasalahan yang diajukan mendapatkan pembahasan dan jawaban seperti
yang diharapkan.
2. Reduksi Data
Reduksi data adalah merupakan proses seleksi, pemfokusan,
penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang ada dalam filed note (catatan
38
lapangan). Proses ini berlangsung terus menerus selama pemeriksaan penelitian,
bahkan sebelum proses penjumlahan data dilakukan. Reduksi data dimulai sejak
peneliti memutuskan tentang kerangka kerja konseptual wilayah penelitian,
permasalahan penelitian dan pendekatan pengumpulan data yang akan
dipergunakan. Hal ini bisa dilakukan dengan cara membuat skema data yang akan
diambil, memusatkan data, dan membuang data yang tidak digunakan,
memfokuskan dan menentukan batas-batas permasalahan yang ada.
3. Sajian Data
Sajian data adalah merupakan sekumpulan informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Dalam penyajian data meliputi berbagai jenis matrik, gambar atau skema, jaringan
kerja atau keterkaitan kegiatan dan tabel. Semua itu dilakukan untuk merakit
informasi secara teratur supaya mudah dipahami dalam bentuk yang terpadu.
4. Penarikan Kesimpulan atau Verifikasi
Penarikan kesimpulan adalah merupakan suatu proses dimana suatu
analisa (reduksi data atau sajian data) yang dilakukan semakin lama semakin jelas.
Mulai dari proses pengumpulan data penelitian, seoarang peneliti harus tanggap
terhadap segala sesuatu yang ditemukan di lapangan, peneliti mulai menyusun
pola-pola arahan, sebab akibat dan menyusun proporsi-proporsi yang sesuai
terhadap penelitian yang dilaksanakan.
Penarikan kesimpulan juga perlu diverifikasi selama penelitian
berlangsung, yang berupa suatu pengulangan pemikiran kedua yang meluncur
secara cepat dan melintas dalam pikiran peneliti pada saat menulis. Maka makna-
makna yang muncul dari data tersebut harus diuji kebenarannya dan ketepatannya.
Ketiga bentuk komponen analisa tersebut berbentuk interaktif yang
merupakan satu kesatuan dan saling menjelaskan. Berdasarkan eratnya kaitan dari
ketiga komponen tersebut maka dalam analisis data penelitian ini menggunakan
analisis interaktif (interaktive of analisis)
39
Menurut HB. Sutopo (2002 : 96) dapat dijelaskan melalui skema berikut :
Gambar 2 : Skema Model Analisa Interaktif
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah merupakan penjelasan secara terperinci
mengenai pelaksanaan penelitian yang dilaksankan oleh penulis, dari mulai awal
hingga akhir penelitian. Kegiatan penelitian ini direncanakan melalui beberapa
tahapan, yaitu “(1) Persiapan, (2) Pengumpulan data, (3) Analisis data, dan (4)
Penyusunan laporan penelitian”. (HB. Sutopo, 2002: 187-190)
Untuk lebih jelasnya, masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
1. Persiapan
Dalam tahap pra lapangan ini kegiatan yang dilakukan peneliti meliputi :
a. Menyusun rancangan penelitian atau usulan penelitian
b. Memilih lapangan penelitian dengan langsung melihat lokasi penelitian.
c. Mengurus perijinan kepada pihak / instansi terkait
1 Pengumpulan Data
2 Reduksi Data
3 Sajian Data
4 Penarikan Kesimpulan /
Verifikasi
40
d. Memilih dan memanfaatkan informasi yang bertujuan untuk mendapatkan
informasi yang tepat dan dapat dipercaya.
e. Menyiapkan segala peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam
penelitian.
2. Pengumpulan Data
Dalam tahap lapangan kegiatan yang dilakukan meliputi :
a. Memahami lapangan penelitian, dalam hal ini kegiatan dimulai dengan
kegiatan lapangan yang bertujuan mengumpulkan data yang diperlukan dalam
penelitian.
Hal ini dilakukan dengan mendatangi informan yang akan dijadikan sumber
data.
b. Memasuki lapangan, dalam hal ini peneliti harus masuk lapangan penelitian,
dimana keakraban dengan yang diteliti perlu ditingkatkan, sehingga terjalin
hubungan timbal balik yang baik.
c. Mencatat dan mengumpulkan data, mencatat adalah hal yang sangat penting
dalam rangka mengumpulkan data yang diperoleh. Catatan ini diperoleh
selama mengadakan wawancara, pengamatan atau menyaksikan suatu
kejadian tertentu yang ada hubungannya dengan penelitian.
3. Analisis Data
Dalam tahap ini peneliti melakukan kegiatan berupa :
a. Menentukan teknik analisa data yang tepat sesuai proposal penelitian.
b. Mengembangkan sajian data dengan analisis lanjut kemudian di cross check
kan dengan temuan di lapangan.
c. Setelah dapat data yang sesuai intensitas kebutuhanmaka dilakukan proses
verifikasi dan pengayaan dengan mengkonsultasikan dengan orang yang
dianggap lebih ahki.
d. Setelah selesai, baru dibuat simpulan akhir sebagai temuan penelitian.
41
4. Penyusunan Laporan Penelitian
Dalam tahap ini peneliti mulai menyusun laporan dengan melakukan :
a. Menyusun laporan awal
b. Review laporan : pertemuan diadakan dengan mengundang kurang lebih 2
orang yang cukup memahami penelitian untuk mendiskusikan laporan yang
telah di susun sementara.
c. Perbaikan laporan sesuai dengan rekomendasi hasil diskusi.
d. Penyusunan laporan akhir.
42
BAB IV
LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian
1. Keadaan Umum Desa Krikilan
a. Letak Desa Krikilan
Desa Krikilan termasuk dalam wilayah Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen. Desa Krikilan mempunyai luas wilayah 444,7875 hektar
yang terdiri dari tida (3) Kebayanan yakni :
1) Kebayanan I terdiri dari Dukuh Ngrukun, Kalijambe Kidul, Kalongbali,
Pagerejo dan Bendo.
2) Kebayanan II terdiri dari Dukuh Ngampon, Pondok, Krikilan dan
Sangiran.
3) Kebayanan III terdiri dari Dukuh Pablengan Wetan dan Pablengan
Kulon.
Secara monografis penulis dapat mendefinisikan batas wilayah desa
Krikilan sebagai berikut :
1) Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Ngebung
2) Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bukuran.
3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Sungai Cemara
4) Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Jetis Karangpung. (lihat lampiran
5. Peta desa Krikilan).
Sedangkan orbitasi (jarak kepusat pemerintahan) Desa Krikilan
adalah sebagai berikut :
1) Jarak dengan ibu kota negara : 572 Km
2) Jarak dengan ibu kota propinsi : 100 Km
3) Jarak dengan ibu kota kabupaten : 30 Km
4) Jarak dengan ibu kota kecamatan : 4 Km
43
Mengenai penggunaan lahan Desa Krikilan dapat digambarkan
sebagai berikut :
1) Sawah : 65 hektar
2) Tegalan : 274 hektar
3) Pekarangan : 94,44 hektar
4) Ladang : 1 hektar
5) Tadah Hujan : 64,4 hektar
6) Lain-lain : 0,03 hektar
b. Kondisi Geografis
Kemudian secara geografis lainnya wilayah desa Krikilan dapat
dituliskan sebagai berikut :
1) Curah hujan : 2000 mm/th
2) Ketinggian dari permukaan laut : 123 m
3) Kontur/kondisi tanah : datar berbukit, berbukit
4) Suhu rata-rata : 34 0C
Dengan melihat kondisi geografis tersebut maka Desa Krikilan cocok
untuk daerah pertanian. Hal ini terbukti dengan banyaknya lahan pertanian
yang dimiliki oleh penduduk baik yang berupa persawahan, ladang dan
tegalan. Adapun lahan persawahan ditanami padi dengan sistem irigasi dan
tadah hujan. Sedangkan ladang dan tegalan biasanya ditanami kacang panjang,
kacang dan jagung. Berdasarkan keadaan tersebut Desa Krikilan termasuk
daerah agraris yang mana sebagian besar penduduknya adalah bertani,
sedangkan warga yang lain adalah swasta, buruh, PNS dan lain-lain.
2. Keadaan Penduduk Desa Krikilan
Jumlah penduduk Desa Krikilan adalah 3.415 jiwa yang terdiri dari laki-
laki 1.695 jiwa dan perempuan 1.720 jiwa. Sedangkan jumlah kepala keluarga
(KK) sebanyak 1.107 yang didalamnya terdapat 361 KK miskin, dengan baku
pajak pada tahun 2007 sebesar Rp 17.164.248,00 dengan jumlah wajib pajak
sebanyak 1.629 jiwa, kemudian mengenai keadaan penduduk ini dapat dikatakan
berdasarkan pada jenis kelamin tidak terjadi perbandingan yang cukup jauh.
44
Hal tersebut sebagaimana terlihat pada tabel mengenai jumlah penduduk
menurut jenis kelamin yaitu sebagai berikut :
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Presentase Jumlah Penduduk
No
Keterangan 2006 2007
1
2
Laki-laki
Perempuan
1684
1711
49,60 %
50,40 %
1695
1720
49,63 %
50,37 %
3395 100 % 3415 100 %
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006, Tahun 2007
Berdasarkan tabel diatas maka dapat dikatakan bahwa laju angka kelahiran
antara laki-laki dan perempuan adalah seimbang atau tidak terjadi perbandingan
yang cukup jauh.
Selain berdasarkan jenis kelamin tersebut di atas, penduduk Desa Krikilan
dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa klasifikasi yaitu :
a. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pendidikan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
Belum sekolah
Tidak pernah sekolah
Pernah sekolah SD tetapi tidak tamat
Tamat SD/sederajat
Tamat SLTP/sederajat
Tamat SLTA/sederajat
Tamat AK/PT
653
415
623
721
548
347
76
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Berdasarkan tabel diatas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian dari
penduduk Desa Krikilan belum mengenyam pendidikan. Hal ini berati dapat
mempersulit bagi Petugas Pemungut PBB dalam memungut Pajak Bumi dan
Bangunan.
45
b. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok
No Mata Pencaharian Pokok Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Petani
Buruh Tani
Buruh/Swasta
Pegawai Negeri
Pengrajin
Pedagang
Peternak
Montir
Dokter
Bidan Desa
465 Orang
384 Orang
358 Orang
84 Orang
15 Orang
66 Orang
12 Orang
4 Orang
1 Orang
2 Orang
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Berdasarkan tabel di atas maka dapat dikatakan bahwa sumber daya
manusia/keadaan penduduk di Desa Krikilan sebagian sudah berada di atas
garis kemiskinan dan sebagian juga telah memiliki ketrampilan bekerja
meskipun dengan tingkatan yang berbeda-beda. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa sebagian dari penduduk Desa Krikilan sudah berada pada taraf
diatas garis kemiskinan. Hal ini juga sesuai dengan jumlah kepala keluarga
(KK) yang ada di Desa Krikilan sebanyak 1.107 yang didalamnya terdapat 361
KK miskin.
c. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
Desa Krikilan memiliki penduduk yang seluruhnya adalah beragama
Islam, sehingga di Desa Krikilan belum terlihat adanya kemajemukan dalam
kehidupan beragama. Hal ini memudahkan pemerintah desa dalam
melaksanakan serta memantau kegiatan-kegiatan di hari-hari besar Islam.
46
Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama
No Agama Jumlah Persentase
1 Islam 3.415 jiwa 100%
2 Kristen - 0%
3 Khatolik - 0%
4 Budha - 0%
5 Hindu - 0%
3.415 jiwa 100%
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa di Desa Krikilan tidak
terdapat adanya kemajemukan dalam beragama yang dianut oleh penduduk.
3. Potensi Kelembagaan Desa Krikilan
Desa Krikilan sudah memiliki beberapa potensi kelembagaan dalam
berbagai bidang kehidupan. Adapun potensi kelembagaan yang ada di Desa
Krikilan antara lain : lembaga pemerintahan, lembaga kemasyarakatan,
kelembagaan politik, lembaga pendidikan, dan kelembagaan keamanan yang
dapat penulis rinci sebagai berikut :
Tabel 6. Lembaga Pemerintahan
No Nama Keterangan
1
2
Pemerintah Desa
a.. Jumlah aparat
b. Pendidikan Kepala Desa
c. Pendidikan Sekretaris Desa
d. Jumlah Rt
Badan Perwakilan Desa
a. Jumlah Anggota
b. Pendidikan Ketua BPD
11 orang
SLTA
SLTA
22
11 orang
S2
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
47
Tabel 7. Lembaga Kemasyarakatan
No Nama Keterangan
1
2
3
Organisasi Perempuan (PKK)
- Jumlah anggota
Organisasi Pemuda
- Jumlah anggota
LP2MD atau sebutan lain
- Jumlah anggota
1
25
11
660
1
15
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Tabel 8. Kelembagaan Politik
No Nama Partai Politik
1
2
3
4
5
6
7
Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
Partai Persatuan Pembangunan (PPP)
Partai Amanat Nasional (PAN)
PDI-P
Partai Golkar
Partai Demokrat
Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Tabel 9. Lembaga Pendidikan
No Nama Keterangan
1
2
TK
Jumlah murid
Jumlah guru
SD/sederajat
Jumlah murid
Jumlah guru
2 unit
95 orang
6 orang
2 unit
350 orang
20 orang
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
48
Tabel 10. Kelembagaan Keamanan
No Nama Keterangan
1
2
3
Jumlah Pos Kamling
Jumlah Hansip atau sejenisnya
Bentuk partisipasi masyarakat dalam kamling
11
22 orang
-
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
4. Potensi Prasarana dan Sarana
Potensi ini merupakan potensi yang memberikan kemudahan dalam
menghubungkan antara Desa Krikilan dengan wilayah desa maupun Kecamatan di
wilayah lainnya dan dengan pusat pemerintahan di atasnya serta kemudahan bagi
bidang-bidang lainnya. Adapun potensi prasarana dan sarana di Desa Krikilan
meliputi antara lain prasarana dan sarana transportasi, prasarana komunikasi,
prasarana dan sarana olah raga, prasarana dan sarana kesehatan, prasarana
pendidikan dengan perincian sebagai berikut :
Tabel 11. Potensi Prasarana dan Sarana
keterangan No Nama
Baik Buruk Lain
1 Prasarana dan Sarana Transportasi
a. Prasarana transportasi darat
1) Jalan desa
a) Panjang jalan aspal
b) Panjang jalan makadam
c) Panjang jalan tanah
2) Jalan antar desa/Kecamatan
a) Panjang jalan aspal
b) Panjang jalan makadam
c) Panjang jalan tanah
3) Jembatan desa
a) Jembatan beton
27,5 Km
5 Km
2 Km
3 Km
-
-
2
6 Km
-
-
1 Km
-
-
-
49
b) Jembatan besi
c) Jembatan kayu
4) Jembatan antar kecamatan
a) Jembatan beton
b) Jembatan besi
c) Jembatan kayu
b. Sarana Transportasi darat
1) Bus umum
2) Truk umum
3) Angkutan pedesaan
4) Ojek
5) Delman/Bendi
6) Becak
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tidak ada
Ada
Ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
2 Prasarana Komunikasi
a. Telpon
1) Telepon umum
2) Wartel
3) Warnet
b. Kantor Pos
Tidak ada
Ada
Tidak ada
Tidak ada
3 Prasarana Air Bersih
a. Sumur pompa
b. Sumur gali
Penggunaan sumur pompa
Penggunaan air sumur gali
2
15
350 KK
700 KK
4 Prasarana Pemerintahan
a. Balai Desa
b. Kondisi
c. Jumlah mesin ketik
d. Jumlah Komputer
e. Jumlah meja
Ada
Baik
2 buah
2 buah
25 buah
50
f. Jumlah kursi
g. Jumlah almari
h. Kendaraan dinas
150 buah
12 buah
Ada
5 Prasarana Peribadatan
a. Jumlah Masjid
b. Jumlah Langgar/Surau/Mushola
12 unit
2 unit
6 Prasarana Olah Raga
a. Lapangan Sepak bola
b. Lapangan Bulu Tangkis
c. Lapangan Bola Voli
d. Meja Pingpong
1 buah
1 buah
11 buah
1 buah
7 Prasarana Kesehatan
a. Poliklinik/Balai pengobatan
b. Posyandu
3 unit
11 unit
8 Sarana Kesehatan
a. Jumlah Paramedis
b. Jumlah Dukun
c. Bidan Desa
1 orang
4 orang
2 orang
9 Prasarana Pendidikan
a. SD/sederajat
b. TK
c. TPA
2 unit
2 unit
11 unit
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-2007
Dilihat dari potensi prasarana dan sarana Desa Krikilan tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa Desa Krikilan sudah memiliki prasarana dan sarana
yang dapat menunjang bagi kemaslahatan warganya yang sudah cukup memadai
untuk memudahkan aktivitas warganya dalam kegiatan yang berkaitan dengan
prasarana dan sarana yang tersedia.
51
5. Kondisi Pemerintahan Desa Krikilan, Kecamatan Kalijambe,
Kabupaten Sragen
a. Stuktur Pemerintahan Desa Krikilan
Dalam menjalankan roda pemerintahan di Desa Krikilan agar berjalan
dengan baik telah dibentuk struktur organisasi pemerintah desa yang terdiri dari
beberapa perangkat desa Krikilan sebagaimana desa lain dipimpin oleh seorang
Kepala Desa dengan dibantu oleh beberapa Pamong desa dan terdapat lembaga
perwakilan yang disebut BPD (Badan Perwakilan Desa). Struktur kepemimpinan
desa adalah Kepala Desa dibantu oleh Carik desa sebagai Sekretaris desa modern,
Jogoboyo, PTD (Pamong Tani Desa). Selain itu terdapat tiga Kepala Kebayanan
yang bertugas untuk membantu tugas kepala Desa dimasing-masing kebayanan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagian struktur organisasi pemerintah desa
Krikilan sebagai berikut :
_ _ _ _ _ _ _
Keterangan : : garis ordinat
_ _ _ _ _ _ _ _ : garis koordinasi
Gambar 3. Struktur Organisasi Pemerintah Desa Krikilan
Badan Perwakilan Desa
Kepala Desa Widodo
Modin Darno
Jogoboyo Warigit
PTD Joko S
Carik/Sekdes Sukiyo
Urusan Ekbang Daroji
Kebayanan I Sajari
Kebayanan II Warsono
Urusan Pemerintah
Karmi
Urusan umum
Syawabie
Kebayanan III Minto Diharjo
52
b. Struktur Petugas Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan
Pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan telah
terorganisasi, dengan menyusun para petugasnya sedemikian rupa serta para
porsenilnya diharapkan mempunyai dedikasi yang tinggi. Selain itu diharapkan
juga menjalankan tugasnya masing-masing dengan penuh tanggung jawab, agar
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan dapat
berjalan dengan lancar.
Petugas pemungut pajak sangat menentukan tercapainya kesuksesan dalam
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan. Dengan
demikian untuk mencapai kesuksesan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan di Desa Krikilan telah dibentuk petugas penarik pajak di
Kebayanan masing-masing dengan menambah beberapa anggota tambahan.
Adapun pihak-pihak yang terlibat itu antara lain sebagai berikut :
1) Kepala Desa : Widodo
2) Kebayanan I : Sajari
3) Kebayanan II : Warsono
4) Kebayanan III : Minto Diharjo
Setiap Kebayanan tidak hanya di tarik oleh satu orang Kepala Dusun saja,
tetapi juga dibantu oleh beberapa anggota petugas pelaksana pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan. Hal ini bertujuan untuk memudahkan dalam pelaksanaan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dari Wajib pajak. Desa Krikilan tiap
Kebayanan terdiri dari beberapa Dukuh, maka untuk memudahkan petugas dalam
pelaksanana pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan diperlukan beberapa petugas
yang dinilai paham terhadap warga yang berada di dukuhnya masing-masing.
Dengan demikian diharapkan pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
dapat tercapai sesuai dengan target yang diinginkan oleh pemerintah desa.
c. Pertanggung Jawaban Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Pertanggung jawaban dalam proses pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan ini dimulai dari penerbitan SPPT oleh Kantor Pelayanan PBB
(Boyolali), yang kemudian diserahkan kepada Dispenda. Dispenda menyerahkan
53
SPPT kepada Camat (Kecamatan), dan Camat diserahkan kepada kepala Desa
(Desa), kemudian dari Kepala Desa diserahkan kepada Kepala Dusun
(Kadus/Bayan). Dari sinilah dapat dilihat munculnya pertanggung jawaban
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan. Untuk lebih jelasnya dapat
kita amati bagan pertanggung jawaban pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan di bawah ini :
Gambar 4. Pertanggung jawaban pelaksanaan PBB
B. Deskripsi Hasil Penelitian
I. Pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan
Penulis telah melakukan penelitian selama bulan Mei sampai bulan Juli
2009 untuk menjawab masalah-masalah dalam penulisan ini. Mengingat di Desa
Krikilan terdapat 3 Dusun, maka dalam penelitian ini penulis mengambil sampel
tiap Dusunnya diambil 5 wajib pajak.
a. Data Pelaksanaan Pajak Bumi dan bangunan di Desa Krikilan
Kegiatan yang dilakukan dalam rangka intensifikasi pelunasan Pajak
Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan, sementara ini untuk ketiga dusunnya
adalah dengan pertemuan RT di setiap masing-masing dusun. Pertemuan ini
KANTOR PELAYANAN PBB (BOYOLALI)
DISPENDA
CAMAT
KEPALA DESA
KEP. DUSUN III KEP. DUSUN II KEP. DUSUN I
54
dilaksanakan setelah SPPT yang diterbitkan oleh KP PBB Boyolali sampai
kepada Kepala Desa. Setelah pertemuan RT maka Ketua RT memberitahukan
warganya bahwa SPPT untuk wajib pajak sudah terbit. Kemudian kepala
dusun (Kadus/Bayan) atau anggota yang ditunjuk membantu tugas Bayan
menyampaikan SPPT di wilayahnya masing-masing kepada wajib pajak
mengenai besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. Biasanya wajib
pajak bila sudah punya uang langsung membayarkan pajaknya kepada petugas
pada saat petugas pemungut pajak menyampaikan SPPT, sementara wajib
pajak yang tidak langsung membayar saat petugas menyampaikan SPPT dapat
membayar kewajiban pajaknya dengan datang langsung ke rumah petugas atau
ke Balai Desa dengan menitipkan pembayaran pajak Bumi dan Bangunan
kepada petugas pemungut sesuai dengan petugas yang memungut Pajak Bumi
dan Bangunan di wilayah Dusunnya. Setelah menerima uang dari wajib pajak
petugas pemungut pajak menyetorkan uang ke Kaur keuangan desa yang
kemudian oleh Kaur keuangan desa membayarkan ke BKK (Badan Keuangan
Kecamatan) Kecamatan Kalijambe.
Sanksi keterlambatan dalam pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
adalah sebesar 2% dari nilai pajak terutang untuk setiap bulan dihitung setelah
jatuh tempo yang tertera pada SPPT, apabila sampai pada batas dua tahun dari
jatuh tempo belum juga dilunasi maka dapat dilakukan penyitaan terhadap
barang milik wajib pajak yang bersangkutan terlebih dahulu diadakan
teguran/peringatan kepada wajib pajak untuk segera melunasi pajaknya, maka
bila wajib pajak belum juga melunasi hutang pajaknya barulah dilakukan
penyitaan.
55
Mengenai pelunasan pembayaran Pajak Bumi dan bangunan di Desa
Krikilan dapat dilihat dalam tabel perbandingan baku Pajak Bumi dan
bangunan dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2007 untuk wilayah Desa
Krikilan berikut :
Tabel 12. Perbandingan Baku Pajak Bumi dan bangunan Tahun 2005 s/d Tahun 2007
No Tahun Baku Keterangan
1
2
3
2005
2006
2007
12.855.171
13.602.829
17.164.248
Lunas
Lunas
Lunas
Sumber data : Monografi Desa Krikilan Tahun 2006-Tahun 2007
Dari data diatas maka dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2005
sampai dengan tahun 2007 telah terjadi pelunasan pembayaran Pajak Bumi
dan Bangunan.
b. Kegiatan Yang Dilakukan Oleh Kepala Desa Beserta Perangkatnya dalam
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan
Kepala Desa memiliki peranan penting dalam mengontrol pelaksanaan
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan yang dilakukan oleh Petugas
pemungut pajak. Untuk kegiatan di masyarakat, Kepala Desa beserta
perangkatnya sangat diperlukan demi kelancaran dan kesuksesan penarikan
Pajak Bumi dan Bangunan.
Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan untuk ketetapan SPPT senilai
Rp 0,00 sampai dengan RP 500.000,00 merupakan tanggung jawab Kepala
Desa atau desa diwilayah kerjanya, sedangkan bila nilainya lebih dari itu yang
bertanggung jawab atas pemungutannya adalah Dinas Pengelola Pasar,
Retribusi dan Pajak Daerah atau Badan Pengelola Keuangan Daerah.
Secara langsung manfaat Pajak Bumi dan Bangunan bagi masyarakat
memang tidak terasa, tetapi secara tidak langsung ini membantu dalam usaha
pembangunan di daerah-daerah, tidak terkecuali di pedesaan. Wajib pajak
biasanya kurang sadar akan hal tersebut karena wajib pajak kurang memahami
pentingnya Pajak Bumi dan bangunan bagi pembangunan. Dari sinilah peran
56
Kepala Desa beserta perangkatnya sangat diperlukan demi kelancaran dan
keberhasilan dalam pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan.
1) Kegiatan Kepala Desa dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan.
Kepala Desa dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan
bangunan mulai berperan dari proses pendataan, penarikan, sampai pada
penyetoran Pajak Bumi dan Bangunan. Hal ini sekaligus sebagai langkah
Kepala desa untuk mengawasi dan mengontrol pelaksanaan pemungutan
Pajak bumi dan Bangunan. Adapun kegiatan Kepala Desa berkaitan
dengan subjek para petugas penarik dan wajib pajak dapat dijelaskan
sebagai berikut :
a) Petugas Pemungut Pajak Bumi dan Bangunan
Kepala Desa akan melakukan sistem kontrol yang terpadu,
dalam artian setiap akhir bulan akan diadakan pertemuan rutin antara
Kepala desa dengan petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan
untuk melaporkan hasil kinerja para petugas pemungut pajak. Selain
itu juga akan melakukan pengecekan berkala untuk mengetahui apakah
uang yang dibayar oleh wajib pajak sudah disetorkan ke BKK
Kecamatan atau belum.
b) Masyarakat Wajib Pajak
Kepala Desa dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
dalam membayar pajak, dengan usaha meningkatkan pertemuan antara
RT dengan petugas pemungut pajak guna memberikan penyuluhan
atau sosialisasi mengenai Pajak Bumi dan Bangunan. Selain itu Kepala
Desa juga akan mengadakan pertemuan dengan warga untuk
memberikan pengarahan dan bimbingan mengenai masalah Pajak
Bumi dan Bangunan secara terprogram. Dalam artian pertemuan akan
dibuat jadwal untuk masing-masing wilayah Kebayanan.
Dengan demikian Kepala Desa berfungsi sebagai motivator dan
penghimbau baik kepada para petugas pemungut pajak agar menjalankan
tugasnya dengan disiplin maupun kepada masyarakat agar sadar akan
57
pentingnya Pajak Bumi dan Bangunan, dan untuk segera melunasi
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan.
Selain itu Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh Kepala
Desa beserta perangkatnya adalah sebagai berikut :
a) Memberikan sosialisasi kepada masyarakat melalui rapat RT pada saat
SPPT telah terbit.
b) Menyampaikan SPPT kepada warganya disertai penjelasan besarnya
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak serta besarnya sanksi bila
ada keterlambatan dalam membayar setelah jatuh tempo yang
ditetapkan.
Masyarakat Desa Krikilan tidak mempersoalkan mengenai cara
menghitung besarnya pajak yang harus dibayar, mereka mempercayakan
penghitungan pajak kepada petugas.
2) Kegiatan yang Dilakukan Oleh Petugas Pemungut Pajak Bumi dan
Bangunan
a) Pendataan Objek dan Subjek Pajak
Pendataan objkek dan subjek pajak dari hasil wawancara
dengan Bapak Sukiyo (Selaku Sekdes/Carik Desa Krikilan), beliau
mengatakan bahwa :
“Pendataan pertanahan di Desa Krikilan ini dimulai sekitar 12 tahun yang lalu (kurang lebih tahun 1997), yaitu dengan diadakan suatu privikasi terhadap tanah, pelaksanaan privikasi ini diadakan di Surakarta, kemudian diadakan kelas nasional untuk pertanahan. Dari hasil yang ada untuk wilayah Desa Krikilan kelas nasionalnya adalah kelas 42”.
Pendataan objek pajak merupakan langkah awal dalam
pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan, pendataan ini dilakukan untuk
menentukan besarnya pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak.
Dengan demikian pendataan objek tersebut dilakukan secara hati-hati
dan teliti agar tidak terjadi kesalahan dalam penerbitan SPPT, yang
dapat merugikan wajib pajak. Untuk menghindari hal tersebut maka
58
dalam pendataan objek pajak di wilayah Krikilan dilakukan oleh
Kepala Dusun (Bayan).
Alasan ditunjuknya Kepala Dusun (Bayan) dalam pendataan
ini adalah karena Kepala Dusun (Bayan) dianggap orang yang paham
mengenai keadaan lingkungan di wilayah dusunnya, sehingga hal ini
akan mendorong kemudahan dalam pendataan objek dan subjek pajak
di wilayah Desa Krikilan.
Proses pendataan tersebut dilakukan dengan cara petugas
mendatangi tempat tinggal masing-masing wajib pajak pada waktu
pendataan. Petugas memberikan bimbingan kepada wajib pajak cara
pengisian SPOP, bagi wajib pajak yang tidak bisa membaca dan
menulis, petugas membantu mengisikan SPOP dengan memberikan
pertanyaan-pertanyaan yang tercantum dalam SPOP kepada wajib
pajak, atau dapat dibantu diisikan oleh kerabat si wajib pajak yang
bersangkutan dengan disaksikan oleh petugas. Hal tersebut
dimaksudkan agar tidak terjadi kekeliruan dan manipulasi data, serta
pengembalian SPOP menjadi tidak terlambat.
Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Bapak Sukiyo yang
mengatakan bahwa :
“Untuk memelihara data yang ada, di wilayah Desa Krikilan ini pada tahun 2007 rencananya akan diadakan Tim 9 (sembilan) yaitu untuk mendata semua perubahan tanah, misalnya masalah balik nama. Adapun anggota dari Tim 9 (sembilan) ini adalah tokoh masyarakat dan sesepuh yang dianggap tahu mengenai sejarah tanah di Desa Krikilan”.
Sebelumnya itu di wilayah Desa Krikilan diadakan
pembenahan data tiap 3 tahun sekali, hal ini dimaksudkan untuk
melakukan pendataan bilamana ada perubahan yang terjadi pada objek
pajak yang dapat dijadikan acuan untuk perubahan besarnya kewajiban
pajak yang harus dibayar oleh wajib pajak. (Lihat lampiran 6. UU No
12 tahun 1985 dan lampiran 7 UU No 12 tahun 1994).
59
b) Tata Cara Pembayaran PBB
SPOP yang telah diisi oleh wajib pajak dikumpulkan kepada
Kepala Dusun, kemudian Kepala Dusun mengirim ke kecamatan,
selanjutnya diteruskan ke DISPENDA dan terakhir ke Kantor
Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Boyolali.
Oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan Boyolali
diterbitkan SPPT dengan alur sebagai berikut :
Alur Penerbitan SPPT
Gambar 5. Alur Penerbitan SPPT
SPPT tersebut dibagikan kepada wajib pajak oleh Kepala
Dusun dan anggota lain penarik Pajak Bumi dan Bangunan yang
ditunjuk oleh Kepala Dusun untuk membantu tugasnya, untuk wilayah
Desa Krikilan pada tahun 2007, pemberian SPPT dilakukan pada
tanggal 30 Juli 2007 dan jatuh temponya adalah tanggal 28 September
2007. (Lihat lampiran 8)
KP PBB Boyolali
SPPT
KEPALA DESA
CAMAT
DISPENDA
BAYAN (Kepala Dusun)
60
Cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan
ada beberapa macam, antara lain :
(1). Pembayaran langsung ke tempat pembayaran (BPR-BKK/BKK)
(a). Pada saat membayar wajib pajak cukup menunjukkan
SPPT/SKP/STP PBB dan sebagai bukti pembayarannya
wajib pajak PBB akan menerima STTS (Surat Tanda Terima
Sementara). Lihat lampiran 9.
(b). Pembayaran yang dilakukan dengan check, dianggap sah
apabila telah dilaksanakan kliring dan STTS baru dapat
diserahkan sesudah kliring.
(2). Pembayaran melalui pemindah bukuan/transfer
(a). Wajib pajak meminta kepada bank/kantor pos dan giro untuk
memindah bukukan uang ke tempat pembayaran dengan
mencantumkan nama, letak objek pajak, nomor seri sesuai
dengan yang tercantum SPPT/SKP/STP.
(b). Pembayaran melalui memindah bukukan /transfer baru
dianggap sah apabila telah dilakukan clearing.
(c). Tempat pembayaran berkewajiban mengirimkan STTS bagian
I kepada wajib pajak dengan Surat Pengantar Pengiriman
(SPP).
(3). Pembayaran dengan kiriman uang melalui bank/perum pos dan
giro.
(a). Wajib pajak mengirim uang pembayaran PBB ke tempat
pembayaran dengan mencantumkan nama, letak objek pajak,
nomor seri sesuai dengan yang tercantum dalam
SPPT/SKP/STP pada kolom berita.
(b). Setelah menerima kiriman uang, tempat pembayaran
berkewajiban mengirimkan STTS bagian I kepada wajib pajak
dengan Surat Pengantar Pengiriman (SPP).
61
(4). Pembayaran melalui petugas pemungut
(a). Wajib pajak menitipkan pembayaran PBB kepada petugas
pemungut Pajak Bumi dan Bangunan.
(b). Petugas pemungut menerima uang dari wajib pajak dengan
memberikan Tanda Terima Sementara (TTS)
(c). Petugas pemungut membayarkan penerimaan uang PBB dari
wajib pajak ke BKK dengan melampirkan DPH (Daftar
Penerimaan Harian)
(d). Petugas pemungut menerima STTS dari pembayaran untuk
diberikan kepada wajib pajak.
(e). Tempat pembayaran (BKK/Badan Keuangan Kecamatan) setelah
menerima uang dari petugas pemungut menyetorkan uang PBB
ke Bank Persepsi (BPD Jateng) dengan melampirkan:
(i). LMP (Laporan Mingguan Penerimaan)
(ii). STS (Surat Tanda Setoran/Bend 17). Lampiran 10.
(iii). SSP (Surat Setoran Pajak)
Sesuai hasil wawancara dengan Bapak Widodo selaku Kepala
Desa Krikilan, beliau menerangkan bahwa :
“Meskipun cara pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan dapat dilakukan dengan beberapa cara, namun wajib pajak atau masyarakat di Desa Krikilan seluruhnya melakukan pembayaran melalui petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan (Bayan/Kepala Dusun)”.
Pembagian hasil Pajak Bumi dan Bangunan yang tersetor
kepada BPD (Bank Pembangunan Daerah) sejumlah 100% ini
dibagikan untuk pemerintah pusat sebesar 10% dan 90% untuk
pemerintah daerah, yang mana untuk pemerintah daerah dengan
rincian 16,2% untuk daerah propinsi yang bersangkutan, 64,8% untuk
daerah kabupaten/kota yang bersangkutan dan 9% untuk biaya
pemungutan (upah pegawai).
62
Hal ini sesuai dengan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 16 Tahun 2000 tentang Pembagian Hasil Penerimaan
Pajak Bumi dan Bangunan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah. (Lihat lampiran 11). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan
berikut ini :
Pembagian Hasil Pajak Bumi dan Bangunan
Gambar 6. Pembagian Hasil Pajak Bumi dan Bangunan
c. Hambatan-Hambatan dalam Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan
Hambatan-hambatan yang terjadi dalam proses pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan di Desa krikilan adalah :
1) Substansi
Sistem perpajakan yang sulit dipahami oleh masyarakat. Hambatan yang
muncul adalah kurang pahamnya masyarakat dalam hal pengisian SPOP
yang dijadikan dasar dalam menentukan besarnya pajak yang terutang
serta kurang pahamnya masyarakat terhadap tata cara membayar pajak
secara langsung ketempat pembayaran Pajak Bumi dan bangunan (BPR-
BKK/BKK), sehingga dalam hal ini masyarakat dalam membayar Pajak
Bumi dan Bangunan menunggu adanya penarikan dari petugas pemungut
PBB Pemerintah
Pusat
BPD (100%)
Pemerintah Pusat (10%)
Daerah Propinsi (16,2%)
Kabupaten/Kota (64,8%)
Biaya Pemungutan (9%)
63
pajak. Hal ini dapat menyebabkan pekerjaan petugas pemungut
bertumpuk-tumpuk, sehingga mengakibatkan keterlambatan petugas dalam
menyetorkan uang pembayaran pajak dari masyarakat kepada BPR-BKK
Kecamatan.
2) Kultur
c) Keberatan dari para wajib pajak untuk segera membayar Pajak Bumi
dan Bangunan.
Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, bahwa sebagian besar
penduduk desa Krikilan adalah bermata pencaharian sebagai petani
dan berpendidikan rendah, maka kebanyakan warga kurang sadar
dalam membayar pajak dan dalam membayar pajak menunggu musim
panen tiba.
d) Wajib pajak tidak berdomisili di desa setempat (sulit menemui wajib
pajak secara langsung).
Di wilayah Desa Krikilan banyak lahan dan bangunan yang pemiliknya
tidak berdomisili di Desa Krikilan, sehingga hal demikian menyulitkan
petugas dalam memungut pajaknya.
3) Struktur
Keterlambatan petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan menyetorkan
uang pajak ke BKK Kecamatan.
Hal ini muncul karena adanya uang penerimaan Pajak Bumi dan bangunan
dari wajib pajak yang di salah gunakan oleh petugas pemungut Pajak
Bumi dan bangunan.
d. Upaya-Upaya yanng ditempuh dalam Mengatasi Hambatan-Hambatan dalam
Pelaksanaan Pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan
Kesuksesan dan keberhasilan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak
Bumi dan Bangunan secara tidak langsung dapat memperlancar pembangunan
di daerah-daerah.
64
Untuk itu setiap hambatan-hambatan yang muncul, secepat dan sebisa
mungkin harus segera diatasi. Adapun upaya untuk mengatasi hambatan
tersebut antara lain :
1) Substansi
Kepala Desa beserta perangkatnya harus selalu aktif memberikan
bimbingan dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan peraturan-peraturan dalam Pajak Bumi dan Bangunan.
Sehingga hal ini dapat memberikan dorongan kepada masyarakat untuk
memahami masalah-masalah Pajak bumi dan Bangunan.
2) Kultural
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan :
a) Petugas pemungut pajak segera menyampaikan SPPT kepada wajib
pajak begitu panen tiba serta langsung mengadakan penarikan pajak.
Panen disini yang dimaksud adalah masa panen yang tiba sebelum
bulan jatuh tempo Pajak Bumi dan Bangunan.
b) SPPT diberikan kepada orang serumah yang telah dewasa atau
kerabatnya yang tinggal dekat dari Desa Krikilan, selain itu untuk
persawahan atau perkebunan SPPT diserahkan kepada orang yang
mengelola sawah atau kebunnya tersebut.
3) Struktur
Peningkatan disiplin kerja para petugas pemungut Pajak Bumi dan
Bangunan, dengan meningkatkan disiplin kerja ini diharapkan para
petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan memiliki dedikasi atau
tanggung jawab yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
II. Pemanfaatn Pajak Bumi dan Bangunan dalam Pembangunan di Desa
Krikilan
Suatu perencanaan pembangunan perlu direncanakan secara matang,
karena proyek-proyek pembangunan memakan biaya dan dana yang tidak sedikit.
Bahwa di dalam perencanaan pembangunan apa saja yang ada di Desa Krikilan
harus melalui musyawarah desa terlebih dahulu yang dihadiri oleh lembaga desa
65
seperti BPD (Badan Permusyawaratan Desa), LP2MD (Lembaga Pemberdayaan
Pembangunan Masyarakat Desa), PKK (Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga ),
Aparat Desa, Ketua RT dan Tokoh Masyarakat. Pemerintah Desa di dalam
melaksanakan pembangunan melalui anggaran penerimaan dan pengeluaran desa
yang sudah mendapat keputusan dalam rapat desa dengan tokoh-tokoh
masyarakat, dalam melaksanakan pembangunan diperlukan gotong royong
masyarakat desa dengan bantuan dari berbagai pihak terutama instansi pemerintah
untuk melaksanakan koordinasi dalam perencanaan dan pelaksanaan
pembangunan yang dibiayai oleh pemerintah maupun swadaya masyarakat.
Dalam hal ini peranan Lembaga Musyawarah Desa dibidang pembangunan sangat
penting sekali, karena Lembaga Musyawarah Desa merupakan tempat untuk
menghimpun dan menggerakkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
Adapun pembangunan yang dilaksanakan di Desa Krikilan untuk tahun
2007 yang di alokasikan dari Pajak Bumi dan Bangunan menurut beliau Bapak
Widodo selaku Kepala Desa Krikilan yaitu:
“Bahwa Pembangunan untuk tahun 2007 yang dialokasikan dari Pajak Bumi dan Bangunan diprioritaskan untuk perbaikan Balai Desa dan untuk sertifikasi tanah kas desa, dan untuk pembangunan fisik yang lain diambilkan dari Anggaran Dana Desa (ADD), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), dan dari swadaya masyarakat sendiri”.
Pembangunan yang diprioritaskan pada perbaikan dan renovasi Balai Desa
dengan alasan bahwa keadaan bangunan Balai Desa yang sudah tua, yang kurang
begitu menarik lagi sehingga perlu perbaikan, karena Balai Desa adalah milik
bersama warga masyarakat yang digunakan sebagai tempat pelayanan terhadap
warga masyarakat oleh aparat pemerintah desa. Dengan keadaan Balai Desa yang
sudah baik, menarik dan nyaman maka pelayanan terhadap warga masyarakat bisa
menjadi lebih optimal dan warga masyarakat juga dapat memanfaatkan Balai desa
tersebut, misalnya untuk Resepsi pernikahan dan Pengajian yang dapat menambah
ilmu sehingga nantinya dapat diterapkan di lingkungan keluarga dan lingkungan
sekitarnya.
66
Selain perbaikan Balai Desa, alokasi dana dari Pajak Bumi dan Bangunan
adalah untuk sertifikasi tanah kas desa, dengan alasan masih banyak tanah kas
desa yang belum bersertifikat, sehingga perlu disertifikatkan agar tidak terjadi
salah paham dengan warga antara batas-batas tanah kas desa dengan tanah milik
warga. Dengan tanah kas desa yang sudah bersertifikat maka sertifikat tersebut
sebagai dokumen kepemilikan tanah kas desa sebagai aset desa Krikilan.
Adapun mengenai penggunaan antara biaya pembangunan dan
penggunaan Pajak Bumi dan Bangunan untuk pembangunan di Desa Krikilan
dapat dilihat dalam tabel perbandingan biaya pembangunan dan penggunaan Pajak
Bumi dan Bangunan tahun 2007 untuk wilayah Desa Krikilan berikut ini :
Tabel 13. Perbandingan Biaya Pembangunan dan Penggunaan PBB Untuk Pembangunan
No Jenis Total Dana Dari PBB Prosentase
1
2
Perbaikan Balai
Desa
Sertifikasi Tanah
Kas Desa
Rp 10.000.000,00
Rp 5.000.000,00
Rp 1.500.000,00
Rp 1.000.000,00
15 %
20 %
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa 15% dana untuk perbaikan Balai
Desa diambilkan dari Pajak Bumi dan Bangunan dan sisanya dari swadaya
masyarakat. Untuk sertifikasi tanah kas desa 20% dana diambilkan dari Pajak
Bumi dan Bangunan sedangkan sisanya dari ADD (Alokasi Dana Desa).
Untuk biaya keseluruhan perbaikan Balai Desa dan sertifikasi tanah kas
desa yaitu :
1) Biaya keseluruhan : Rp 15.000.000,00
2) Biaya yang diambilkan dari PBB : Rp 2.500.000,00
Dari biaya keseluruhan yang diinginkan untuk pembangunan tersebut 16,6%
diambilkan dari Pajak Bumi dan Bangunan. Yang mana pengembalian Pajak
Bumi dan Bangunan untuk tahun 2007 adalah sebesar Rp 2.500.000,00
67
Pembangunan yang diprioritaskan pada perbaikan Balai Desa dengan
alasan bahwa keadaan bangunan Balai Desa yang sudah tua yang perlu sekali
untuk segera diperbaiki guna untuk memperlancar kegiatan pelayanan terhadap
warga masyarakat dan karena Balai Desa adalah milik bersama yang
keberadaannya dapat dimanfaatkan oleh semua warga masyarakat desa Krikilan,
misalnya untuk resepsi pernikahan, kegiatan Karang Taruna dan pengajian yang
mana dapat menambah ilmu dan wawasan beragama. Oleh karena itu Balai Desa
harus tetap terjaga dan terpelihara dengan baik.
Pembangunan harus bersifat abadi, dalam arti tidak ada hentinya, berhenti
berarti ketinggalan. Untuk itulah maka di Desa Krikilan ditargetkan untuk setiap
tahun anggaran akan diadakan suatu pembangunan, yang mana dengan adanya
pembangunan tersebut dapat meningkatkan kualitas serta taraf hidup masyarakat
di Desa Krikilan.
C. Temuan Studi
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan maka penulis menemukan
beberapa hal penting, yaitu :
1. Dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan,
peranan Kepala Desa sangat diperlukan dalam usaha meningkatkan disiplin
para petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan agar memiliki tanggung
jawab yang tinggi dalam melaksanakan tugasnya, serta memberikan himbauan
kepada wajib pajak (masyarakat) untuk segera membayar kewajiban pajaknya
sebelum jatuh tempo.
Hal ini sesuai dalam materi penataan Kepala Desa, Carik Desa, dan
anggota BPD di Kabupaten Sragen tahun 2002 yang menyatakan bahwa salah
satu tugas dan kewajiban Kepala Desa adalah “membina kehidupan masyarakat
desa”.
Proses pendataan objek dan subjek yang dilakukan oleh perangkat desa,
yaitu dengan cara :
a. Petugas mendatangi rumah wajib pajak untuk melakukan pengisian SPOP
dengan jelas, benar dan lengkap.
68
b. Petugas membantu mengisikan SPOP bagi wajib pajak yang tidak bisa
membaca dan menulis setelah memberikan pertanyaan yang terkait dalam
SPOP.
c. Pengisian SPOP bagi wajib pajak yang tidak bisa membaca dan menulis,
juga dapat dilakukan oleh kerabat wajib pajak dengan disaksikan oleh
petugas pemungut pajak.
Hal ini sesuai dengan pendapat Rochmat Soemitro dan Zainal Muttaqin
(2001: 31) yang menyatakan bahwa “Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP)
merupakan bentuk kerja sama dari subjek pajak dengan administrasi pajak yang
pada pajak-pajak lain disebut Surat Pemberitahuan (SPT)”.
Dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa
Krikilan tentulah tidak lepas dari hambatan yang ada, meskipun di tahun 2007
dari baku pajak tersetor semua. Adapun hambatan-hambatan dalam pelaksanaan
Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan, yaitu :
a. Substansi
Sistem perpajakan yang sulit dipahami oleh masyarakat. Hambatan yang
muncul adalah kurang pahamnya masyarakat dalam hal pengisian SPOP
yang dijadikan dasar dalam menentukan besarnya pajak yang terutang serta
kurang pahamnya masyarakat terhadap tata cara membayar pajak secara
langsung ketempat pembayaran Pajak Bumi dan bangunan (BPR-
BKK/BKK), sehingga dalam hal ini masyarakat dalam membayar Pajak
Bumi dan Bangunan menunggu adanya penarikan dari petugas pemungut
pajak. Hal ini dapat menyebabkan pekerjaan petugas pemungut bertumpuk-
tumpuk, sehingga mengakibatkan keterlambatan petugas dalam menyetorkan
uang pembayaran pajak dari masyarakat kepada BPR-BKK Kecamatan.
b. Kultur
1) Keberatan dari para wajib pajak untuk segera membayar Pajak Bumi dan
Bangunan. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penduduk desa
Krikilan adalah bermata pencaharian sebagai petani dan berpendidikan
rendah, maka kebanyakan warga kurang sadar dalam membayar pajak
dan dalam membayar pajak menunggu musim panen tiba. Hal ini sesuai
69
dengan pendapat Mardiasmo (2004: 8) bahwa hambatan pemungutan
pajak dalam kelompok pasif salah satunya adalah “Perkembangan
intelektual dan moral masyarakat”.
2) Wajib pajak tidak berdomisili di desa setempat (sulit menemui wajib
pajak secara langsung).
Di wilayah Desa Krikilan banyak lahan dan bangunan yang pemiliknya
tidak berdomisili di Desa Krikilan, sehingga hal demikian menyulitkan
petugas dalam memungut pajaknya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Nurkaya Hadisoesilo (2007: 19) bahwa salah satu hambatan dalam
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah “Wajib pajak di luar
wilayah Desa/Kelurahan/Dati II, dan sulit ditemui”.
c. Struktur
Keterlambatan petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan menyetorkan
uang pajak ke BKK Kecamatan.
Hal ini muncul karena adanya uang penerimaan Pajak Bumi dan bangunan
dari wajib pajak yang di salah gunakan oleh petugas pemungut Pajak Bumi
dan bangunan. Hal ini sesuai dengan pendapat Mardiasmo (2004: 8) bahwa
salah satu hambatan dalam pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan adalah
dalam kelompok perlawanan pasif adalah “Sistem kontrol tidak dapat
dilakukan atau dilaksanakan dengan baik”.
Dalam hambatan-hambatan yang ada dalam pemungutan Pajak Bumi dan
bangunan tentulah ada upaya-upaya untuk mangatasi hambatan tersebut antara
lain, yaitu :
a. Substansi
Kepala Desa beserta perangkatnya harus selalu aktif memberikan bimbingan
dan sosialisasi kepada masyarakat mengenai hal-hal yang berkaitan dengan
peraturan-peraturan dalam Pajak Bumi dan Bangunan. Sehingga hal ini dapat
memberikan dorongan kepada masyarakat untuk memahami masalah-
masalah Pajak Bumi dan Bangunan.
70
b. Kultural
Upaya untuk mengatasi masalah tersebut dapat dilakukan dengan :
1) Petugas pemungut pajak segera menyampaikan SPPT kepada wajib pajak
begitu panen tiba serta langsung mengadakan penarikan pajak. Panen
disini yang dimaksud adalah masa panen yang tiba sebelum bulan
jatuh tempo Pajak Bumi dan Bangunan.
2) SPPT diberikan kepada orang serumah yang telah dewasa atau
kerabatnya yang tinggal dekat dari Desa Krikilan, selain itu untuk
persawahan atau perkebunan SPPT diserahkan kepada orang yang
mengelola sawah atau kebunnya tersebut.
c. Struktur
Peningkatan disiplin kerja para petugas pemungut Pajak Bumi dan
Bangunan, dengan meningkatkan disiplin kerja ini diharapkan para petugas
pemungut Pajak Bumi dan bangunan memiliki dedikasi atau tanggung jawab
yang tinggi dalam menjalankan tugasnya.
2. Dalam pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007 di Desa Krikilan,
bahwa pembangunan untuk tahun 2007 yang dialokasikan dari Pajak Bumi dan
Bangunan diprioritaskan untuk perbaikan Balai Desa dan untuk sertifikasi tanah
kas desa, dan untuk pembangunan fisik yang lain diambilkan dari Anggaran
Dana Desa (ADD), Program Nasional Masyarakat Mandiri (PNPM), dan dari
swadaya masyarakat sendiri.
Pembangunan yang diprioritaskan pada perbaikan dan renovasi Balai Desa
dengan alasan bahwa keadaan bangunan Balai Desa yang sudah tua, yang
kurang begitu menarik lagi sehingga perlu perbaikan, karena Balai Desa adalah
milik bersama warga masyarakat yang digunakan sebagai tempat pelayanan
terhadap warga masyarakat oleh aparat pemerintah desa. Dengan keadaan Balai
Desa yang sudah baik, menarik dan nyaman maka pelayanan terhadap warga
masyarakat bisa menjadi lebih optimal dan warga masyarakat juga dapat
memanfaatkan Balai desa tersebut, misalnya untuk Resepsi pernikahan dan
Pengajian yang dapat menambah ilmu sehingga nantinya dapat diterapkan di
lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya.
71
Selain perbaikan Balai Desa, alokasi dana dari Pajak Bumi dan Bangunan
adalah untuk sertifikasi tanah kas desa, dengan alasan masih banyak tanah kas
desa yang belum bersertifikat, sehingga perlu disertifikatkan agar tidak terjadi
salah paham dengan warga antara batas-batas tanah kas desa dengan tanah
milik warga. Dengan tanah kas desa yang sudah bersertifikat maka sertifikat
tersebut sebagai dokumen kepemilikan tanah kas desa sebagai aset desa
Krikilan.
Bahwa 15% dana untuk perbaikan Balai Desa diambilkan dari Pajak Bumi
dan Bangunan dan sisanya dari swadaya masyarakat. Untuk sertifikasi tanah
kas desa 20% dana diambilkan dari Pajak bumi dan Bangunan sedangkan
sisanya dari ADD (Alokasi Dana Desa). Dari biaya keseluruhan yang
diinginkan untuk pembangunan tersebut, 16,6% diambilkan dari Pajak Bumi
dan Bangunan yang mana pengembalian Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007
adalah sebesar Rp 2.500.000,00
Bahwa tujuan yang ingin dicapai pemerintah desa Krikilan dalam
pembangunan adalah mencapai kesejahteraan yang merata dan meningkatkan
taraf hidup masyarakat desa krikilan.
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Pemanfaatan
Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 dalam Pembangunan di Desa Krikilan,
Kecamatan Kalijambe, Kabupaten Sragen, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan tidak terlepas dari peranan
Kepala Desa dalam memotivasi petugas pemungut pajak maupun wajib pajak
serta dalam hal pelaporan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan. Hal ini
sangat diperlukan karena dapat dijadikan sebagai kunci keberhasilan dalam
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan di Desa Krikilan. Dimana
kegiatan Kepala Desa dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan
Bangunan mulai dari proses pendataan, penarikan, sampai pada penyetoran
serta melakukan pelaporan dalam perkembangan Pajak Bumi dan Bangunan.
Bahwa pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan juga terdapat
hambatan-ham,batannya. Adapun hambatannya adalah terletak pada wajib
pajak dan petugas pemungut pajak. Dari wajib pajak yaitu keberatan untuk
segera membayar Pajak Bumi dan Bangunan serta terkait dengan domisilinya.
Sedangkan dari petugas penarik pajak adanya penyalahgunaan uang
pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan dari wajib pajak. Untuk mengatasi
hambatan tersebut, upaya yang ditempuh adalah dengan segera menyampaikan
SPPT kepada wajib pajak,serta peningkatan disiplin kerja dan tanggung jawab
para petugas pemungut Pajak Bumi dan Bangunan.
2. Dalam pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan tahun 2007 di Desa Krikilan,
bahwa pembangunan untuk tahun 2007 yang dialokasikan dari Pajak Bumi
dan Bangunan diprioritaskan untuk perbaikan Balai Desa dan untuk sertifikasi
tanah kas desa, dimana pembangunan tersebut hanya didukung 16,6% dari
Pajak Bumi dan bangunan, sedangkan 83,4% berasal dari sumber lain.
Pembangunan yang diprioritaskan pada perbaikan dan renovasi Balai Desa
73
dengan alasan bahwa keadaan bangunan Balai Desa yang sudah tua, yang
kurang begitu menarik lagi sehingga perlu perbaikan, karena Balai Desa
adalah milik bersama warga masyarakat yang digunakan sebagai tempat
pelayanan terhadap warga masyarakat oleh aparat pemerintah desa. Dengan
keadaan Balai Desa yang sudah baik, menarik dan nyaman maka pelayanan
terhadap warga masyarakat bisa menjadi lebih optimal dan warga masyarakat
juga dapat memanfaatkan Balai desa tersebut, misalnya untuk musyawarah
antar warga, pertemuan Karang Taruna, Resepsi pernikahan dan Pengajian
yang dapat menambah ilmu dan wawasan sehingga nantinya dapat diterapkan
di lingkungan keluarga dan lingkungan sekitarnya. Selain perbaikan Balai
Desa, alokasi dana dari Pajak Bumi dan Bangunan adalah untuk sertifikasi
tanah kas desa, dengan alasan masih banyak tanah kas desa yang belum
bersertifikat, sehingga perlu disertifikatkan agar tidak terjadi salah paham
dengan warga antara batas-batas tanah kas desa dengan tanah milik warga.
Dengan tanah kas desa yang sudah bersertifikat maka sertifikat tersebut
sebagai dokumen kepemilikan tanah kas desa sebagai aset desa Krikilan.
B. Implikasi Hasil Penelitian
Berdasarkan kesimpulan atas jawaban yang telah dirumuskan yang
berkaitan dengan Pemanfaatan Pajak Bumi dan Bangunan Tahun 2007 dalam
Pembangunan di Desa Krikilan, Kecamatan kalijambe, Kabupaten Sragen
sebagaimana dikemukakan diatas, dapat menimbulkan implikasi sebagai berikut :
1. Karena masyarakat belum menyadari pentingnya membayar pajak serta
adanya petugas pemungut yang terlambat menyetorkan uang pembayaran
pajak, maka peran Kepala Desa dalam menghimbau, mengingatkan dan
memberi penyuluhan kepada masyarakat serta melakukan pengawasan dan
pengontrolan terhadap pelaksanaan Pajak Bumi dan Bangunan perlu
ditingkatkan.
2. Karena banyaknya hambatan yang sering ditemui dalam pemungutan pajak,
maka Kepala Desa harus mampu membuat suatu kebijakan yang dapat
74
dijadikan solusi atau jalan keluar dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi
dan Bangunan.
3. Karena dedikasi kerja petugas pemungut pajak dan penyuluhan kepada
masyarakat masih kurang, maka disiplin kerja petugas pajak dan penyuluhan
kepada masyarakat perlu ditingkatkan.
4. Karena pemanfaatan Pajak adalah untuk pembangunan, maka masyarakat
diharapkan sadar akan pentingnya membayar pajak dan mengerti maksud dan
tujuan dari pemungutan pajak. Karena hasil dari pajak adalah dikembalikan
lagi kepada masyarakat.
C. Saran
Dari implikasi hasil penelitian yang telah penulis kemukakan di atas,
penulis ingin memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Hendaknya masyarakat segera melunasi Pajak Bumi dan Bangunan sebelum
jatuh tempo serta lebih meningkatkan pemahaman terhadap masalah Pajak
Bumi dan Bangunan.
2. Hendaknya Kepala Desa selalu melakukan pengawasan dan pengontrolan
terhadap pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan dan
melaksanakan tugasnya dengan disiplin kerja yang tinggi serta mampu
membuat suatu kebijakan yang dapat dijadikan solusi atau jalan keluar dalam
pelaksanaan pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan.
3. Hendaknya Kepala desa meningkatkan frekuensi dalam memberikan
penyuluhan dan himbauan kepada masyarakat serta memberikan penyuluhan
kepada petugas pemungut wajib pajak untuk memiliki disiplin kerja dan
tanggung jawab yang tinggi.
4. Hendaknya masyarakat dapat mengerti maksud dan tujuan diadakannya
pemungutan Pajak Bumi dan Bangunan untuk pembangunan desa, sehingga
pelaksanaan pemungutan Pajak dapat berjalan dengan lancar dan pemanfaatan
pajak juga dapat dinikmati oleh masyarakat.
75
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945. Surakarta: Sarana Ilmu.
. Peraturan Pemerintah RI No 72 Tahun 2005 Tentang Desa.
Bagian Pemerintah Desa. 2002. Penataan Lurah Desa, Carik Desa, Dan Anggota
BPD Di Kabupaten Sragen. Sragen : Sekretariat Daerah Kabupaten Sragen
Bohari. H. 1999. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Khairudin H. 1992. Pembangunan Masyarakat. Yogyakarta : Liberty.
Mardiasmo. 1997. Perpajakan. Yogyakarta : Andi offset.
. 2004. Perpajakan. Yogyakarta : Andi offset
Moloeng Lexy. J. 1990. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Eresco.
. 2000. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja
Rosdakarya.
Nurkaya Hadisoesilo. 2007. Materi Pajak Bumi dan Bangunan Brevet B. Jakarta :
Universitas Trisakti
Rochmat Soemitro. 1988. Pengantar Singkat Hukum Pajak. Bandung : PT Eresco.
. 2001. Pajak Bumi dan Bangunan. Bandung : Refika Aditama.
Sevila, Consuelo G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Soerjono Soekamto. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : Rajawali Press.
Sutopo HB. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta : UNS Press.
Taliziduhu Ndraha. 1990. Pembangunan Masyarakat. Jakarta : Rineka Cipta.
Tunggul Anshari. 2005. Pengantar Hukum Pajak. Malang : Banyumedia
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. 1989. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Undang-undang RI No 12 Tahun 1994. Tentang Pajak Bumi dan Bangunan.
Jakarta : PT Artaka. Waluyo. 2005. Perpajakan Indonesia. Jakarta : Salemba Empat