BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1....

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia. Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat, dikarenakan masuknya era globalisasi. Pembuangan limbah terkadang kurang menjadi perhatian oleh para pemilik industri, padahal hal tersebut adalah hal yang paling penting untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah industri. Kasus pencemaran limbah cair yang marak di Indonesia membuat sulitnya menemukan air bersih. Kualitas air harus terjaga dengan baik agar dapat digunakan oleh manusia. Limbah industri merupakan 50 % dari beban pencemaran daerah aliran sungai yang pada akhirnya merupakan pula beban pencemaran bagi perairan pantai (Atmakusumah, dkk. 1996: 193) Penyakit kolera di beberapa negara berkembang dan negara industri dilaporkan terjadi secara berkala. Selokan pada instalasi layanan rumah sakit tempat pasien kolera dirawat, tidak selalu dihubungkan dengan instalasi pengolahan limbah yang efisien, dan terkadang jaringan saluran perkotaan belum terbentuk, walaupun hubungan antara penyebaran kolera dan metode pembuangan limbah cair tidak aman belum banyak dikaji dan didokumentasikan. Pembuangan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1....

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

1. Permasalahan

Pencemaran limbah terjadi di berbagai negara, termasuk di Indonesia.

Industri-industri di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat,

dikarenakan masuknya era globalisasi. Pembuangan limbah terkadang kurang

menjadi perhatian oleh para pemilik industri, padahal hal tersebut adalah hal yang

paling penting untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang

disebabkan oleh limbah industri. Kasus pencemaran limbah cair yang marak di

Indonesia membuat sulitnya menemukan air bersih. Kualitas air harus terjaga

dengan baik agar dapat digunakan oleh manusia. Limbah industri merupakan 50

% dari beban pencemaran daerah aliran sungai yang pada akhirnya merupakan

pula beban pencemaran bagi perairan pantai (Atmakusumah, dkk. 1996: 193)

Penyakit kolera di beberapa negara berkembang dan negara industri

dilaporkan terjadi secara berkala. Selokan pada instalasi layanan rumah sakit

tempat pasien kolera dirawat, tidak selalu dihubungkan dengan instalasi

pengolahan limbah yang efisien, dan terkadang jaringan saluran perkotaan belum

terbentuk, walaupun hubungan antara penyebaran kolera dan metode pembuangan

limbah cair tidak aman belum banyak dikaji dan didokumentasikan. Pembuangan

2

limbah cair yang tidak aman diduga kuat turut berkontribusi dalam penyebaran

kolera (Pruss, 1999: 140).

Pencemaran air tidak selalu identik dengan ancaman penyakit maupun

ancaman kepunahan bagi semua spesies, seperti bahan kimia tertentu yang

terbuang ke dalam lingkungan air dapat menjadi makanan ganggang air.

Ganggang air tidak mati atau punah, akan tetapi ganggang air menjadi makanan

ikan dan ikan menjadi makanan manusia. Rantai makanan tersebut ada dua hal

yang terjadi, yaitu secara positif ganggang membersihkan air dari kontaminasi

bahan kimia beracun, akan tetapi melalui rantai makanan, racun kimia yang

terkandung dalam ganggang akhirnya sampai kepada manusia yang

membahayakan kesehatannya (Borrong, 2000. 86).

Uraian diatas menunjukan bahwa pencemaran limbah cair sangat

berbahaya bagi makhluk hidup secara langsung maupun tidak langsung.

Pencemaran limbah cair harus dikendalikan karena selain merugikan manusia,

juga akan berpengaruh terhadap organisme yang ada di dalam air, selain dari

bahan buangan proses sisa industri, limbah cair juga berupa feses dan urine

manusia. Pembuangan feses dan urine, apabila disalurkan ke air sungai maka air

akan terkontaminasi oleh bakteri sebagai sumber penyakit dan tentunya

menimbulkan bau yang tidak sedap. Air yang terkontaminasi oleh bakteri sangat

tidak layak apabila dikonsumsi oleh manusia. Manusia sebagai makhluk yang

mempunyai akal seharusnya sadar akan pentingnya menjaga lingkungan sekitar.

Manusia pada dasarnya bersifat egoistis yaitu mementingkan dirinya

sendiri. Salah satu fungsi kebudayaan pada umumnya dan agama pada khususnya

3

ialah mengurangi sifat egoistis ini dan mendorong orang untuk mau berkelakuan

baik untuk kepentingan umum, karena lingkungan hidup memberi layanan kepada

masyarakat umum, berbuat baik untuk lingkungan hidup merupakan perbuatan

untuk kepentingan umum. Perbuatan pro-lingkungan bersifat juga pro-sosial,

tetapi faktanya ialah tidak ada atau sedikit sekali orang yang mau mengorbankan

kepentingan dirinya untuk kepentingan lingkungan hidup, termasuk untuk

makhluk hidup bukan manusia ataupun lingkungan sekitar yang tidak hidup atau

benda mati (Soemarwoto, 2001:87).

Teori etika lingkungan dalam hal ini diharapkan mampu menimbulkan

pemahaman baru terhadap masalah lingkungan hidup yang tidak terpisah dari

kosmologi tertentu yang dalam kenyataannya tidak menumbuhkan sikap

eksploitatif terhadap alam lingkungan. Pengembangan etika lingkungan hidup

perlu untuk mengendalikan adanya perubahan secara mendasar dari pandangan

kosmologis yang menumbuhkan sikap hormat dan bersahabat dengan alam

lingkungan, tetapi masalah krisis lingkungan tidak cukup dihadapi dengan

mengembangkan etika lingkungan hidup, apabila sudah menyangkut

kesejahteraan umum masyarakat, pemikiran etis saja tidak akan berdaya tanpa

didukung oleh aturan-aturan hukum yang dapat menjamin pelaksanaan dan

melakukan tidakan terhadap pelanggarnya (Sudriyanto dalam Santosa, 2000: 67-

68).

Bantul adalah salah satu kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta yang

mempunyai 17 kecamatan dan terdiri dari 75 desa. Bantul merupakan kabupaten

dengan berbagai sentra industri. Penduduk di Bantul yang semakin meningkat

4

jumlahnya, semakin meningkat pula aktivitas-aktivitas yang menghasilkan

limbah, seperti membuang limbah cair ke lingkungan tanpa melalui proses

pengolahan seperti penyaringan, atau netralisasi, sehingga dapat mengakibatklan

penurunan kualitas air. Sentra industri-industri yang marak di Bantul sebagai

upaya meningkatkan perekonomian masyarakat Bantul, akan tetapi kepedulian

terhadap pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah hasil industri juga

harus menjadi perhatian yang utama. Salah satu bentuk kepedulian tersebut seperti

yang dilakukan oleh kelompok tahu Ngudi Lestari di Dusun Gunung Saren

Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta dengan pembuatan instalasi pengolahan

air limbah (IPAL) biogas di beberapa lahan milik anggota kelompok tersebut

(Sumber: Program Sektor Sanitasi Kabupaten Bantul, 2011).

Pembuatan instalasi pengolahan air limbah biogas, digunakan untuk

mengolah limbah cair dari pengolahan tahu sehingga tidak terjadi pencemaran

lingkungan. Sebelum adanya instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas di

kelompok tahu Ngudi Lestari, pembuangan dilakukan di sungai Progo melalui

saluran irigasi ataupun secara langsung, dan di lahan rumah. Pembuangan yang

dilakukan tanpa melalui proses akan mempengaruhi kualitas air sumur dan sungai,

sehingga apabila dikonsumsi oleh warga menyebabkan sakit perut dan gatal-gatal.

Selain mengakibatkan penurunan kualitas air, juga menimbulkan bau yang tidak

sedap sehingga terjadi pencemaran udara (Wardana dalam Mardiana, 2008: 13).

Pengendalian dan pengelolaan limbah mempunyai beberapa kewajiban

yang harus dipenuhi oleh penanggungjawab kegiatan industri yaitu diatur dalam

kep. No 51/MenLH/10/1995 pasal 6. Salah satu isi peraturan tersebut adalah

5

melakukan pengelolaan limbah cair sehingga mutu limbah cair dibuang kedalam

lingkungan tidak melampaui baku mutu limbah cair yang ditetapkan (Effendi,

2003: 15). IPAL biogas sebagai solusi dari masalah limbah cair tahu agar kualitas

air tetap terjaga dan terjadi keseimbangan ekosistem. Pemanfaatan limbah cair

tahu melalui instalasi pengolahan air limbah biogas menghasilkan gas merupakan

suatu alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi naiknya dan langkanya bahan

bakar minyak.

Penelitian Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas dilakukan di

kelompok pengrajin tahu Ngudi Lestari di Dusun Gunung Saren Trimurti,

Srandakan, Bantul Yogyakarta. Kelompok tersebut merupakan kelompok yang

pertama kali mempunyai IPAL biogas yang berada di lahan milik bapak Mungin

Hadi Prayitno pada tahun 2005, kemudian seiring berjalannya waktu kelompok

tersebut mempunyai 9 IPAL biogas yang mendapatkan dana dari berbagai pihak,

seperti Universitas Gadjah Mada, kecamatan Srandakan dan juga Lembaga

Swadaya Masyarakat. Kecamatan Srandakaan yang terkenal banyak sekali

industri tahu, ada beberapa industri yang tidak membuat IPAL biogas, sehingga

limbah cair tahu dibuang di sembarang tempat dan menimbulkan pencemaran air

dan udara. Penelitian ini diharapkan bisa memberi inspirasi pada industri lainnya

untuk peduli akan pengendalian pencemaran limbah.

Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas sebagai solusi dalam

pengendalian pencemaran limbah cair tahu jika dikaji dari Ekosentrisme

merupakan kepeduliaan terhadap lingkungan dari masyarakat kelompok pengrajin

tahu Ngudi Lestari di Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul

6

Yogyakarta. Ekosentrisme merupakan salah satu teori etika lingkungan yang

memusatkan etika pada seluruh komunitas alam semesta, baik yang hidup maupun

tidak hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada

makhluk hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku

terhadap semua realitas alam semesta. Salah satu versi teori etika lingkungan

Ekosentrisme yakni Deep Ecology menuntut suatu etika baru yang tidak berpusat

pada manusia, tetapi berpusat pada makhluk hidup seluruhnya dalam kaitan

dengan upaya mengatasi persoalan lingkungan hidup. Deep Ecology memusatkan

perhatian pada semua spesies termasuk spesies bukan manusia, demikian pula

Deep Ecology tidak hanya memusatkan perhatian jangka pendek, tetapi jangka

panjang, maka prinsip moral yang dikembangkan Deep Ecology menyangkut

kepentingan seluruh komunitas ekosistem (Keraf, 2006: 75-76).

Kasus yang menjadi perhatian pada Kelompok Pengrajin Tahu Ngudi

Lestari Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta yaitu

kualitas air tanah, sungai dan juga udara harus bersih dan terjaga dari pencemaran

limbah cair hasil pengolahan tahu. Air tanah, sungai dan udara merupakan benda

abiotik atau benda mati, walaupun begitu benda abiotik juga perlu diperhatikan

karena termasuk dalam komunitas ekosistem yang bermanfaat bagi kehidupan

makhluk hidup. Jadi sesuai dengan pemikiran Ekosentrisme yang memandang

seluruh komunitas ekosistem. Kesadaran akan kewajiban dan tanggung jawab

moral kelompok pengrajin tahu “Ngudi lestari” terhadap upaya pengendalian

limbah cair dengan pengadaan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas

7

perlu diapresiasi dan dicontoh bagi para pemilik industri yang belum mempunyai

IPAL.

2. Rumusan Masalah

Uraian yang telah disampaikan pada latar belakang, dapat dirumuskan

permasalahan sebagai berikut:

a. Bagaimana proses pengolahan air limbah cair tahu dengan Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas pada kelompok pengrajin tahu

(Ngudi Lestari di Bantul Yogyakarta)?

b. Apa pengertian dan esensi teori etika lingkungan Ekosentrisme?

c. Apa refleksi kritis Ekosentrisme dalam pengendalian pencemaran

limbah tahu pada kelompok pengrajin Ngudi Lestari melalui Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas?

3. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas

Sebagai Upaya Pengendalian Pencemaran Limbah Cair Tahu Dalam Kajian

Ekosentrisme (Studi Kasus Kelompok Pengrajin Tahu Ngudi Lestari Dusun

Gunung Saren Trimurti, Srandaan, Bantul Yogyakarta) sejauh penelusuran yang

penulis lakukan belum pernah menemukan penelitian yang sama persis. Penelitian

yang mirip dengan objek formal ataupun objek materi yaitu diantaranya sebagai

berikut:

8

a. Iwan Setiawan, 2004, Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah

Mada, dengan judul: Peran Etika Lingkungan Hidup dalam Industri

Pertambangan di Indonesia, berisi tentang peran teori etika lingkungan

hidup yang berpihak pada alam seperti (Biosentrisme, Ekosentrisme,

Hak Asasi Alam dan Ekofeminisme) dengan berbagai prinsip – prinsip

moralnya sangat diperlukan sebagai pedoman guna membatasi

tindakan manusia dalam memanfaatkan sumber daya alam, khususnya

mineral melalui industri pertambangan, sehingga industri

pertambangan di Indonesia dapat mendukung program pembangunan

berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup.

b. Davit Oktiyadi, 2006, Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gadjah

Mada, dengan judul: Relevansi Konsep Ecosophy dalam Etika

Ekosentrisme sebagai Alternatif Atas Krisis Ekologis di Indonesia,

berisi tentang konsep ecosophy yang mengandung nilai-nilai

keselarasan, keharmonisan, dan keseimbangan antara hubungan

manusia dan alam digunakan untuk perubahan mendasar dan radikal

dalam level ideologi, ekonomi, politik, dan social, sekaligus revitalisasi

dan reorientasi kearifan lokal yang telah berkembang di daerah-daerah.

c. Arif Wibowo, 2011, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah

Mada, dengan judul: Kebijakan Pembangunan Potensi Lokal Desa

Donokerto ditinjau dari Etika Lingkungan Ekosentrisme, berisi tentang

Ekosentrisme yang diterapkan dalam pembangunan potensi lokal di

desa Donokerto agar terciptanya desa yang mandiri dengan membina

9

hubungan keselarasan antara manusia dengan masyarakat, manusia

dengan lingkungan, dan manusia dengan generasi penerus.

d. Novri Sartika Anggraeni, 2011, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas

Gadjah Mada, dengan judul: Etika Lingkungan dalam Kehidupan

Asrama Mahasiswi Syantikara menurut Perspektif Ekosentrisme Ane

Naess, berisi tentang pengelolaan lingkungan Asrama Syantikara

dengan menggunakan teori etika ekosentrisme Naess yang didasarkan

pada Deep Ecology.

e. Agha Bukhari, 2012, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah

Mada, dengan judul: Konservasi Hutan Suku Baduy di Banten dalam

Perspektif Teori Etika Lingkungan Ekosentrsime, berisi tentang

kehidupan suku Baduy yang pro akan Ekosentrisme yang dapat dilihat

dalam proses konservasi hutan dengan melakukan tahapan-tahapan

perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi,

perencanaan, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum.

f. Agus Fita Yudyanto, 2012, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas

Gadjah Mada, dengan judul: Tanggung Jawab Sosial (Corporate

Social Responsibility) PT Sri Rejeki Isman Tekstil terhadap

Lingkungan Sekitar dari Perspektif Ekosentrisme, berisi tentang

kebijakan PT Sri Rejeki Isman Tekstil dalam pelestarian lingkungan

dengan menerapkan pemikiran Ekosentrisme sehingga dalam

pelaksanaan produksinya berupaya untuk tetap mempertahankan

10

semua yang hidup dan yang tidak hidup sebagai komponen ekosistem

yang sehat.

g. Zainal Fadri, 2014, Skripsi Fakultas Filsafat, Universitas Gadjah Mada,

dengan judul: Rawa Buatan dalam Pelestarian Sumber Daya Air

dalam Kajian Etika Lingkungan Ekosentrisme, berisi tentang

pengelolaan air dengan rawa buatan merupakan suatu bentuk

perwujudan Deep Ecology dalam mengatasi isu krisis lingkungan.

h. Mardiana, Hayya. 2008. Tesis S2 Ilmu Lingkungan, dengan judul:

Kajian Kerusakan Akibat Kegiatan Industri Tahu terhadap Penurunan

Kualitas Air Tanah (Kasus Di Kawasan Sentra Industri Tahu Desa

Trimurti Kecamatan Srandakan Kabupaten Bantul), berisi tentang

kualitas air tanah di kawasan sentra industri tahu desa Trimurti

kecamatan srandakan kabupaten Bantul menurun yang disebabkan oleh

limbah hasil pengolahan tahu, sedangkan penelitian ini membahas

tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah biogas pada kelompok

pengrajin tahu Ngudi Lestari yang merupakan cara konvensional

sebagai pengendali pencemaran, khusus di Gunung Saren Trimurti

Srandakan Bantul.

Penelitian ini membahas tentang Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

Biogas sebagai upaya pengendalian pencemaran limbah cair dari hasil pengolahan

tahu dalam kajian Ekosentrisme (Studi Kasus Kelompok Pengrajin Tahu Ngudi

Lestari Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta), sehingga

kualitas air sungai, air sumur dan udara dapat terjaga kebersihannya. Jadi penulis

11

berani menjamin bahwa penelitian ini benar-benar asli yang dilakukan oleh

penulis.

4. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Bagi pengembangan ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya ilmu pengetahuan dalam

kajian lingkungan dan menjadi solusi dalam mengatasi pencemaran

limbah organik.

b. Bagi filsafat

Penelitian ini diharapkan mampu memperkaya studi filsafat dalam

mengkaji dan mengembangkan mata kuliah etika lingkungan.

c. Bagi bangsa dan negara

Penulis berharap dengan adanya penelitian ini yang dipublikasikan

dapat menggugah masyarakat agar timbul kesadaran moral untuk peka

dan peduli terhadap lingkungan. Khususnya untuk para pemilik

industri agar memperhatikan dalam proses pembuangan limbah

industri. Salah satunya dengan membuat instalasi pengolahan air

limbah biogas seperti yang dilakukan oleh kelompok perajin Tahu

Budi Lestari di Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandaan, Bantul

Yogyakarta yang sangat peduli dengan lingkungan.

12

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengungkapkan jawaban dari permasalahan yang

telah terangkum dalam rumusan masalah, yaitu:

1. Memaparkan penjelasan secara mendalam tentang proses pengolahan limbah

cair tahu dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas pada

Kelompok Pengrajin Tahu Ngudi Lestari Dusun Gunung Saren Trimurti,

Srandakan, Bantul Yogyakarta.

2. Menjelaskan tentang teori etika lingkungan Ekosentrisme sebagai teori etika

yang menjelaskan manusia wajib menjaga dan melindungi makhluk hidup

maupun benda mati seperti sungai dan lain-lain, dan ketika lingkungan terjaga

maka kelangsungan hidup manusia akan terjamin.

3. Menganalisis penerapan pemikiran teori etika Ekosentrisme dalam

pengendalian pencemaran limbah cair tahu melalui instalansi pengolahan air

limbah (IPAL) biogas kelompok pengrajin Tahu Ngudi Lestari di Dusun

Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta.

C. Tinjauan Pustaka

Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas merupakan model tempat

pengolahan limbah cair organik yang akan mengalami proses anaerobik sehingga

menghasilkan gas. Tujuan utama dari IPAL biogas adalah mengendalikan

pencemaran limbah cair organik agar tidak mencemari lingkungan. Biogas yang

dihasilkan dari IPAL biogas dapat dimanfaatkan secara optimal yaitu untuk

13

kebutuhan rumah tangga seperti memasak dan untuk penerangan (Yunus, 1995:

77).

Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) biogas pada kelompok pengrajin

tahu Ngudi Lestari merupakan IPAL biogas pertama di Kecamatan Srandakan.

IPAL biogas dibangun untuk mengatasi pencemaran limbah cair tahu. DEWATS

(Decentralized Waste Water Treatmen System) yang memberi bantuan berupa

dana untuk membangun IPAL biogas (Sumber: Kecamatan Srandakan, 2008).

Komponen-komponen kimia dalam air limbah dapat diklasifikasikan

dalam tiga kelompok yang disebut zat-zat organik yang terdiri atas senyawa-

senyawa organik alam dan senyawa-senyawa organik sintesis, bahan-bahan

organik, dan gas. Zat-zat organik yang terdapat di dalam air dalam kadar rendah

dan hanya sebagian kecil dari seluruh jumlah padatan yang ada. Keberadaan

senyawa organik di dalam air akan menimbulkan berbagai masalah, antara lain

masalah rasa dan bau. Keberadaan senyawa organik juga menyebabkan air

memerlukan proses pengolahan air bersih yang lebih kompleks menurunkan

kandungan oksigen, serta menyebabkan terbentuknya substansi-substansi beracun

(Siregar, 2005: 15-16). Zat-zat organik di dalam limbah cair tahu akan diolah

melalui IPAL biogas sehingga menjadi biogas.

Penanganan limbah cair meliputi berbagai proses yaitu penyaluran,

pengumpulan, pengolahan limbah cair, serta pembuangan lumpur yang dihasilkan.

Penanganan limbah cair merupakan hal yang penting karena berhubungan dengan

masalah pencemaran lingkungan, baik kontaminasi sungai, kontaminasi air

permukaan, maupun kontaminasi air tanah yang diakibatkan oleh limbah cair

14

rumah tangga, limbah cair pertanian, dan limbah cair industri. Pembuangan

limbah cair secara langsung ke badan air akan menimbulkan masalah kesehatan

sehingga perlu dibangun fasilitas pengolahan air limbah cair (Soeparman dan

Suparmin, 2001: 91). Fasilitas tersebut salah satunya adalah instalasi pengolahan

air limbah (IPAL) biogas.

Penanganan limbah cair dari jenis dan jumlah proses pengolahan limbah

cair bergantung pada kualitas influen dan pemanfaatan efluen limbah cair. Jenis

teknologi yang digunakan bergantung pada analisis kualitas limbah cair serta

penggunaan efluen. Efluen limbah cair dengan konsentrasi tinggi yang dibuang di

sungai dapat dimanfaatkan sebagai air baku minum, namun memanfaatkan air

tersebut menuntut proses pengolahan yang lengkap dibandingkan limbah cair

yang dibuang ke dalam saluran irigasi untuk pertanian (Soeparman dan Suparmin,

2001: 92).

Limbah tahu dibedakan dua macam yaitu limbah padat dan limbah cair.

Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil pembersihan kedelai

dan sisa saringan sari kedelai yang disebut ampas tahu. Kedua jenis limbah

tersebut harus ditangani agar tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.

Kotoran hasil pembersihan kedelai berupa tanah, kerikil, potongan-potongan

tangkai, dan kotoran lainnya ditampung, lalu dibuang ketempat pembuangan

sampah. Limbah padat berupa kulit biji kedelai dan ampas tahu ditangani secara

terpisah karena dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau ampas tahu diolah

menjadi tempe gembus atau oncom, sedangkan untuk limbah cair dari hasil

industri tahu pada suhu rata-rata berkisar 40-60 ∘c. Suhu tersebut lebih tinggi

15

dibandingkan suhu rata-rata air lingkungan membahayakan kelestarian

lingkungan hidup apabila pembuangan dilakukan secara langsung tanpa proses

(Suwarno dan Yan, 2001: 60-61).

Proses pengolahan limbah cair tahu dalam IPAL biogas yaitu pemisahan

benda-benda kasar yang terdapat dalam air buangan pada bak digester, dengan

cara penyaringan atau pemisahan padatan pada tahap awal sebelum air limbah

diproses lebih lanjut pada bak peluapan, bak perata, dan bak reactor. Proses

pemisahan pada bak digester mengurangi jumlah benda-benda kasar (padat) yang

terdapat dalam air buangan dapat menurunkan kadar polutan. Proses pengolahan

limbah cair tahu pada bak digester mengalami proses anaerobik dengan kedap

udara sehingga menghasilkan biogas (Pramudyanto, 1991: 16).

Arahan dan strategi pengolahan lingkungan untuk mengatasi permasalahan

lingkungan di Kelompok Pengrajin Tahu Ngudi Lestari Dusun Gunung Saren

Trimurti, Srandaan, Bantul Yogyakarta dapat dilakukan dengan pendekatan

bersifat fisik seperti pembangunan IPAL biogas untuk mengatasi limbah dan

pendekatan nonfisik dengan menekankan pembinaan kepada masyarakat pengrajin

tahu yang lain, sebagai penyebab terjadinya pencemaran. Pendekatan lebih

cenderung pendekatan kelembagaan menyangkut tugas pokok fungsi

pemerintahan daerah kabupaten bantul, baik melalui pembangunan IPAL ataupun

pembinaan sosial budaya sebagai penyebab terjadinya penurunan kualitas air yang

disebabkan oleh limbah cair (Mardiana, 2008: 106).

16

D. Landasan Teori

Kehancuran lingkungan disebabkan oleh profanasi dan eksploitasi alam

secara besar-besaran. Keserakahan dan keangkuhan manusia perlu dikoreksi

dengan pola pikir baru, misalnya dengan mengangkat kembali kearifan-kearifan

lokal yang menghormati alam (Sunarko dan Eddy, 2008: 189). Sikap menjaga dan

melindungi alam agar tidak rusak adalah wajib karena apabila manusia

mementingkan dirinya sendiri untuk mencapai kebahagiaan dengan

memanfaatkan alam secara besar-besaran maka ekosistem akan mengalami

kehancuran.

Alam merupakan penopang kehidupan, maka alam patut dihargai dan

diperlakukan dengan baik. Manusia harus menjaga dan memelihara alam untuk

kepentingan bersama atau kepentingan semua. Inilah yang ditekankan oleh etika

ekosentrisme (Borrong, 2000: 153). Manusia dianggap lebih unggul dari makhluk

lainnya, oleh karena itu manusia wajib untuk tidak memanfaatkan alam secara

berlebihan.

Konsep Ekosentrisme menggagas manusia sebagai bagian dari alam

ciptaan. Kesetaraan manusia dengan semua ciptaan lainnya dan tugasnya adalah

memelihara relasi harmonisnya dengan alam. Kesetaraan manusia dengan hewan-

hewan adalah dalam hal sumber kehidupan. Sama seperti semua hewan,

demikianlah manusia merupakan makhluk hidup, dengan ciptaan abiotik lainnya.

Manusia dalam kitab kejadian mempunyai arti “tanah” atau “bumi”. Manusia

memiliki kesetaraan dengan ciptaan-ciptaan lainnya, baik yang abiotik maupun

yang biotik, mungkin ungkapan klasik orang Dayak misalnya mengungkapkan

17

kesetaraan alkitabiah, yakni kami tidak tinggal di “hutan”, kami adalah” hutan”.

Etika Ekosentrisme perlu memperhatikan kebijakan lokal akan menunjukan

kedekatan manusia dengan alam sekaligus merupakan kekuatan resistensi untuk

melawan kebijakan manipulatif dari pihak asing, termasuk pemerintah pusat

(Sunarko dan Eddy, 2008: 194-195).

Ekosentrisme menempatkan alam itu sendiri menjadi pusat dari alam

semesta, karena manusia adalah bagian dari alam, maka manusia itu tidak jauh

berbeda dibandingkan dengan makhluk lain yang juga bagian dari alam. Makhluk

dalam definisi pemikiran Ekosentrisme juga mencakup benda mati. Benda mati

seperti batu, tanah, air, dan udara juga merupakan makhluk yang setara dengan

manusia. Hubungan manusia dengan alam tidak hanya merupakan hubungan

antara makhluk yang lebih mulia dengan makhluk yang rendah. Pandangan

Ekosentrisme memaksa manusia untuk juga menerapkan prinsip moralitas dan

hubungan etika dengan alam yang terdiri dari hewan, tumbuh-tumbuhan, gunung

air, dan lain-lain (Faisal, 2010: 178).

Manusia mempunyai martabat khusus yang tidak dimiliki oleh makhluk

hidup lainnya. Manusia mempunyai tanggung jawab moral terhadap lingkungan,

walaupun manusia termasuk alam dan sepenuhnya dapat dianggap sebagai bagian

alam, namun hanya manusia yang sanggup melampaui status alaminya dengan

memikul tanggung jawab. Tanggung jawab dalam konteks ekonomi apabila

dikaitkan dengan adanya industri tahu adalah melestarikan lingkungan hidup atau

memanfaatkan sumber daya alam demikian rupa sehingga kualitas lingkungan

18

tidak dikurangi, tetapi bermutu sama seperti sebelumnya (Bertens, 2000: 325-

326).

Gerakan teori etika lingkungan Ekosentrisme yakni Deep Ecology, adalah

yang paling mungkin sebagai alternatif untuk memecahkan dilemma etis ekologis.

Hal yang paling penting dalam Ekosentrisme adalah tetap bertahannya semua

yang hidup dan tidak hidup sebagai komponen ekosistem yang sehat, seperti

halnya manusia, semua benda kosmis memiliki tanggung jawab moralnya sendiri

(J. Sudriyanto dalam Santosa, 2000: 71-72).

E. Metode Penelitian

1. Bahan dan Materi Penelitian

Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian

masalah aktual dilakukan, melalui studi pustaka dan diperkuat dengan wawancara

dan observasi lapangan. Wawancara dan observasi lapangan dilakukan di

kelompok pengrajin Tahu Budi Lestari di Dusun Gunung Saren Trimurti,

Srandakan, Bantul Yogyakarta tentang Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

biogas dari limbah tahu sebagai pengendali pencemaran lingkungan sebagai objek

material, sedangkan teori etika lingkungan Ekosentrisme sebagai objek formal

(Kaelan, 2005: 292).

a. Sumber Primer

Sumber primer yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah hasil

wawancara dan observasi di lapangan dan juga buku-buku yang berkaitan

19

dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas. Buku-buku yang

membahas limbah cair tahu dapat juga dijadikan sebagai acuan. Sumber

tersebut antara lain:

1.) Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan

Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Jakarta: Kanisius.

2.) Mardiana, Hayya. 2008. Kajian Kerusakan Akibat Kegiatan

Industri Tahu terhadap Penurunan Kualitas Air Tanah (Kasus

Di Kawasan Sentra Industri Tahu Desa Trimurti Kecamatan

Srandakan Kabupaten Bantul). Tesis. Yogyakarta: Universitas

Gadjah Mada.

3.) Sarwono, B dan Yan Pieter Saragih. 2001. Membuat Aneka

Tahu. Bogor: PT Penebar Swadaya, anggota Ikapi Redaksi.

4.) Siregar, sakti.A. Instalasi Pengolahan Ar Limbah. 2005.

Yogyakarta: Kanisius.

5.) Yunus, Mokhammad. 1995. Teknik Membuat dan

Memanfaatkan Unit Gas Bio. Gadjah Mada University Press.

6.) Data dari Kecamatan Srandakan tentang IPAL Biogas yang

berada di kelompok pengrajin tahu Ngudi Lestari Dusun

Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta serta

pemberi dana pembuatan IPAL Biogas tersebut.

20

b. Sumber Sekunder

Sumber sekunder yang dimaksud dalam penelitian ini adalah

referensi yang diperoleh dari berbagai tulisan, artikel, jurnal atau makalah,

juga internet. Sumber tersebut antara lain :

1.) Attfield, Robin. 2010. Etika Lingkungan Global. Yogyakarta:

Kreasi Wacana.

2.) Borrong, Robert. P. 2000. Etika Bumi Baru. Jakarta: PT. BPK

Gunung Mulia.

3.) Faisal. K, Moch. 2010. The End Of Future (rahasia di balik

peperangan, kehancuran dan kiamat di masa depan). Jakarta:

NF Media Center.

4.) Keraf, Sonny. 2006. Etika Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku

Kompas.

5.) Sunarko. A, OFM. A Eddy Kristyanto, OFM . 2008. Menyapa

Bumi Menyembah Hyang Ilahi. Yogyakarta: Kanisius.

2. Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui tahapan sebagai berikut:

a. Inventarisasi dan kategorisasi: pengumpulan data kepustakaan yang

berkaitan dengan objek material maupun objek formal penelitian

sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, dan juga data hasil

penelitian dilapangan berupa wawancara. Data kepustakaan dan

penelitian di lapangan berupa wawancara tentang Instalasi Pengolahan

21

Air Limbah (IPAL) biogas sebagai upaya pengendalian pencemaran

limbah cair tahu studi kasus kelompok pengrajin tahu Ngudi Lestari

Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandakan, Bantul Yogyakarta,

sehingga memperoleh gambaran lengkap tentang latar belakang adanya

IPAL biogas, proses pengolahan air limbah maupun biogas yang

dihasilkan sebagai objek material, dan memperoleh gambaran lengkap

dan menyeluruh tentang teori etika lingkungan Ekosentrisme sebagai

objek formal.

b. Klasifikasi: setelah data terkumpul, dilakukan pengelompokan data

menjadi bagian data primer dan sekunder.

c. Analisis-sintesis: menganalisa data, baik yang berasal dari data primer

maupun data sekunder. Data yang sekiranya kurang relevan akan

dieliminasi, sedangkan data yang sesuai dengan gagasan serta

memperkuat penelitian akan disintesiskan.

d. Evaluasi kritis: setelah melalui tahapan analisis-sintesis, dilakukan

verifikasi data dan gagasan atas penelitian ini sehingga menghasilkan

pemaparan hasil yang kritis secara berimbang dan objektif.

3. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan perangkat metode Kaelan

(2005: 297-299), sebagai berikut:

a. Verstehen: data yang dikumpulkan dipahami berdasarkan karakteristik

masing-masing. Penulis memahami IPAL biogas sebagai upaya

22

pengendalian lingkungan, serta memahami makna teori etika

lingkungan Ekosentrisme, sehingga mendapat gambaran tentang objek

material dan objek formal.

b. Interpretasi: dalam data yang diperoleh, penulis akan mencoba

menemukan gambaran yang jelas dan mendalam tentang hal-hal yang

melatar belakangi adanya IPAL Biogas sebagai upaya pengendalian

pencemaran limbah cair tahu studi kasus kelompok perajin tahu Ngudi

Lestari Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandaan, Bantul Yogyakarta,

proses pelaksanaan IPAL Biogas, Manfaat IPAL Biogas, kondisi

lingkungan sesudah dan sebelum adanya IPAL Biogas, peran

masyarakat dalam pengadaan dan perawatan IPAL Biogas. Gambaran

yang jelas dan mendalam dari data yang diperoleh selanjutnya ditinjau

menggunakan perspektif teori etika lingkungan Ekosentrisme.

c. Hermeneutika: penulis berusaha menangkap makna esensial dari teori

etika lingkungan Ekosentrisme dalam memandang IPAL bioagas

sebagai upaya pengendalian pencemaran lingkungan yang disebabkan

limbah cair dari industri tahu.

d. Holistika: melihat data secara keseluruhan terutama tentang IPAL

Biogas dan peranan masyarakat kelompok perajin tahu Ngudi Lestari

Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandaan, Bantul Yogyakarta dalam

pengendalian pencemaran lingkungan serta analisa teori etika

lingkungan Ekosentrisme dalam memandang pengendalian

pencemaran limbah cair lalu dilakukan penyimpulan.

23

F. Hasil Yang Telah Dicapai

Hasil yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Memperoleh penjelasan yang mendalam tentang proses pengolahan air limbah

tahu melalui Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Biogas pada kelompok

pengrajin tahu Ngudi Lestari Dusun Gunung Saren Trimurti, Srandakan,

Bantul Yogyakarta.

2. Memperoleh penjelasan tentang teori etika lingkungan Ekosentrisme.

3. Memperoleh pemahaman mengenai pandangan teori etika Ekosentrisme

tentang pengendalian limbah cair hasil pengolahan tahu melalui Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas.

G. Sistematika Penulisan

Penulisan penelitian ini disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,

permasalahan, rumusan masalah, keaslian penelitian, manfaat penelitian, tujuan

penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, hasil yang ingin

dicapai, dan sistematika penulisan.

Bab II berisi tentang pengenalan tentang latar belakang adanya IPAL

Biogas di kelompok perajin tahu Ngudi Lestari di Bantul Yogyakarta, kemudian

akan dijelaskan tentang proses pengolahan limbah cair tahu pada IPAL Biogas,

uraian tentang kondisi lingkungan sebelum dan sesudah adanya IPAL biogas pada

kelompok pengrajin tahu Ngudi Lestari di Bantul Yogyakarta, manfaat Instalasi

24

Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas, serta dijelaskan tentang kepedulian warga

gunung saren terhadap limbah cair tahu serta dalam pembuatan ipal biogas.

Bab III berisi uraian mengenai teori etika lingkungan Ekosentrisme.

Namun juga akan diuraikan tentang pengertian etika lingkungan, ekologi dan

manusia, pencemaran dan krisis lingkungan, teori-teori etika lingkungan.

Bab IV berisi tentang penerapan pandangan Ekosentrisme dalam menilai

adanya Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) biogas di kelompok pengrajin

tahu Ngudi Lestari di Bantul Yogyakarta sebagai upaya pengendalian pencemaran

limbah cair dari hasil pengolahan tahu, serta dijelaskan upaya pengelolaan limbah

tahu dengan IPAL biogas.

Bab V berisi penutup yang memuat kesimpulan dan saran dengan

menjelaskan secara garis besar pembahasan penelitian.