BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf ·...

22
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejawen dalam opini umumnya berisikan seni, budaya, tradisi, ritual, sikap serta filosofi, atau spiritualitas suku Jawa. Penganut ajaran kejawen biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian sebagai agama monotheistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku (mirip dengan ibadah). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat, dan menekankan pada konsep keseimbangan. Konsep keseimbangan ini merupakan upaya untuk mencapai kehidupan yang harmonis baik dengan Tuhan, alam, dan manusia. Di dalam hati manusia, keyakinan dan kepercayaan terhadap Tuhan pasti ada dan berkembang keyakinan dengan agama dan kepercayaan yang di pilih (Djam’annuri, 2000: 15). Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa bergerak mengikuti nalurinya untuk mempelajari hal yang lebih jauh tentang agama. Agama hadir sebagai bentuk kebutuhan dasar manusia terhadap hati dan jiwa sebagai pemberian yang ada dalam diri manusia, sebagai jalan untuk mencapai kebahagiaan. Semakin dewasa seseorang maka keinginannya akan menjadi kompleks, keinginan untuk bahagia dalam kehidupan rohani dan kehidupan sosial, keinginan menemukan jalan yang hakiki. Jiwa manusia senantiasa membutuhkan motivasi-motivasi yang bisa memberikan 1 KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf ·...

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kejawen dalam opini umumnya berisikan seni, budaya, tradisi, ritual,

sikap serta filosofi, atau spiritualitas suku Jawa. Penganut ajaran kejawen

biasanya tidak menganggap ajarannya sebagai agama dalam pengertian sebagai

agama monotheistik, seperti Islam atau Kristen, tetapi lebih melihatnya sebagai

seperangkat cara pandang dan nilai-nilai yang dibarengi dengan sejumlah laku

(mirip dengan ibadah). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang

ketat, dan menekankan pada konsep keseimbangan. Konsep keseimbangan ini

merupakan upaya untuk mencapai kehidupan yang harmonis baik dengan Tuhan,

alam, dan manusia. Di dalam hati manusia, keyakinan dan kepercayaan terhadap

Tuhan pasti ada dan berkembang keyakinan dengan agama dan kepercayaan yang

di pilih (Djam’annuri, 2000: 15).

Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama,

manusia senantiasa bergerak mengikuti nalurinya untuk mempelajari hal yang

lebih jauh tentang agama. Agama hadir sebagai bentuk kebutuhan dasar manusia

terhadap hati dan jiwa sebagai pemberian yang ada dalam diri manusia, sebagai

jalan untuk mencapai kebahagiaan. Semakin dewasa seseorang maka

keinginannya akan menjadi kompleks, keinginan untuk bahagia dalam kehidupan

rohani dan kehidupan sosial, keinginan menemukan jalan yang hakiki. Jiwa

manusia senantiasa membutuhkan motivasi-motivasi yang bisa memberikan

1

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

2

semangat dan spirit dalam menjalani kehidupan. Manusia yang berusaha mencari

jati diri dari dalam jiwa dan lingkungan yang membentuk karakter keberagaman

melalui proses yang dilalui dalam pencarian, maka ia semakin dekat dan

mengenal diri sendiri akan lebih mengerti jiwanya dan mengenal Tuhan.

Kepercayaan merupakan proses kejiwaan, kepercayaan memberi pengertian yang

mendasar tentang sistem tata-kerja akal pikiran manusia (Moreno, 1994: 139).

Kepercayaan atau ritual yang dilakukan oleh orang Jawa disebut kejawen.

Berbakat dari kepercayaan akan gejolak alam, maka suku Jawa tidak lepas dari

ritual terhadap alam dan tradisi yang berkembang sebagai bagian bentuk

kepercayaan dari ketaatan menjalankan tradisi dan sebagai bentuk penghormatan

terhadap nenel moyang. Manusia dapat meyakini keyakinannya dan menerapkan

nilai-nilai baik dan memberikan kontrol atas keyakinan dan keagamaan mereka.

Ritual ataupun upacara yang dilakukan bertujuan untuk menghindar dari

marabahaya dan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan yang

melimpahkan karunia kepada mereka. Kepercayaan keagamaan merupakan tidak

hanya mengakui keberadaan benda-benda, makhluk-makhluk dan kekuatan-

kekuatan yang besar dan dianggap sakral, tetapi memperkuat dan mempertegas

keyakinan. Adanya sekelompok masyarakat yang memiliki kepercayaan sama dan

menjalankannya secara bersama-sama merupakan hal yang sangat penting bagi

suatu agama karena hanya dengan kebersamaan, kepercayaan-kepercayaan serta

pengalaman-pengalamannya dapat dilestarikan (Ali, 2007: 34).

Meskipun setiap tahun di Kabunan dilaksanakan acara Sadranan, tetapi

banyak pengunjung yang tidak tahu mengapa acara tersebut dilaksanakan di

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

3

Kabunan (tempat keramat yang masih mempunyai kekuatan gaib) masih banyak

masyarakat yang berziarah untuk mendapatkan apa yang diinginkan atau dicita-

citakan.

Upacara Sadranan di Kabunan adalah puncak acara tahunan kegiatan

Resek Kabunan yang dilaksanakan hari Senin Wage dan Kamis Wage. Sebelum

acara dimulai diadakan Resek Kabunan yang dilaksanakan oleh petugas dengan

dibantu masyarakat yang terpanggil secara ikhlas untuk membantu membersihkan

lokasi Kabunan.

Upacara-upacara yang dilaksanakan untuk menghormati, memuja,

menyukuri dan meminta keselamatan kepada leluhur dan Tuhan dilaksanakan

dalam waktu-waktu tertentu. Pemujaan dan penghormatan kepada leluhur bermula

dari perasaan takut, segan, dan hormat terhadap leluhur. Perasaan ini timbul

karena masyarakat mempercayai adanya sesuatu kekuatan luar biasa yang berada

di luar kekuasaan dan kemampuan manusia yang tidak tampak oleh mata.

Penyelenggaraan upacara adat dan tradisi merupakan aktivitas ritual yang

mempunyai arti bagi warga masyarakat yang melaksanakannya, selain sebagai

penghormatan terhadap roh leluhur dan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha

Esa, juga sebagai sarana pelestarian budaya dalam menjaga nilai-nilai adat.

Kejawen merupakan tuntunan dan ajaran hidup yang didalamnya terdapat konsep

ketuhanan orang Jawa, hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan

manusia dengan manusia dan hubungan manusia dengan alam seisinya (Suyono,

2009: 1).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

4

Masyarakat Jawa dalam kehidupan sangat dekat dengan sebuah ritual atau

tradisi yang berkaitan dengan siklus kehidupan agar memperoleh kualitas hidup

yang baik. Kejawen adalah kepercayaan atau ritual yang dilakukan orang Jawa,

ajaran kejawen merupakan keyakinan dan ritual campuran dari agama-agama

formal dan pemujaan terhadap alam.

Kosmologi menjadi suatu yang amat penting bagi masyarakat Jawa

umumnya, dan kejawen pada khususnya. Microcosmos dan macrocosmos

mempunyai ikatan yang kuat dan menjadi tatanan sosial dalam masyarakat Jawa

(Suyono, 2009: 2).

Budaya Sadranan pada masa sekarang sudah langka. Anak-anak zaman

sekarang sudah tidak tahu lagi apa sadranan itu. Dulu Sadranan bagi masyarakat

Jawa, khususnya Jawa Tengah sangat populer. Biasanya saat bulan Sadran

(Sya’ban) masyarakat Jawa Tengah mempunyai tradisi untuk saling berkirim

makanan (nasi serta lauk pauk). Acara Sadranan yang sudah dilaksanakan ini

masih dapat ditemukan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

Dalam acara ini peserta sadranan tidak hanya warga dari desa Pekuncen saja,

tetapi dihadiri pula oleh warga dari luar. Maka dari itu, penulis melakukan

penelitian dengan judul Komunitas Tradisi Sadranan di Desa Pekuncen

Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap 1990-2014.

B. RumusanMasalah

Penelitian ini lebih terfokus dalam membahas suatu penelitian, harus

menetapkan perumusan masalah:

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

5

1. Bagaimana keadaan umum desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten

Cilacap?

2. Bagaimana prosesi tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen,

Kecamatan Kroya?

3. Bagaimana makna dan pengaruh dari tradisi sadranan bagi komunitas tradisi

sadranan desa Pekuncen?

C. Tujuan Penelitian

Agar penelitian ini lebih terfokus dalam membahas suatu penelitian, harus

menetapkan bahasan penelitian. Berikut ini beberapa persoalan yang dapat

dirumuskan adalah:

Penelitian bertujuan untuk menyajikan:

1. Keadaan umum desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

2. Prosesi tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya.

3. Makna dan pengaruh dari tradisi sadranan bagi komunitas tradisi sadranan

desa Pekuncen.

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diharapkan setelah diadakan penelitian tentang Komunitas

Tradisi Sadrana di desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap1990-

2014 adalah:

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

6

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan referensi yang

berhubungan dengan studi analisis terhadap Sejarah lokal, terutama dalam

bidang penelitian KomunitasTradisi Sadranan di desa Pekuncen Kecamatan

Kroya Kabupaten Cilacap tahun 1990-2014.

b. Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk menambah sumber keilmuan

yang berguna bagi kegiatan penelitian berikutnya.

2. Secara Praktis

a. Bagi penulis, hasil penelitian ini diharapkan akan menambah dan memperluas

wawasan dan pendalaman pengetahuan tentang Tradisi Sadranan di desa

Pekuncen Kecamatan Kroya.

b. Bagi masyarakat Cilacap, hasil penelitian ini dapat memperkaya pengetahuan

masyarakat tentang Tradisi Sadranan di desa Pekuncen Kecamatan Kroya

sebagai warisan peninggalan nenek moyang yang harus dilestarikan.

E. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka harus dilakukan dalam sebuah penelitian. Hal ini sangat

penting dilakukan guna untuk mencari sumber dan data, bahan pertimbangan yang

sudah ada. Tradisi sadranan sudah populer di antara masyarakat Jawa karena

tradisi sadranan sering kali dilakukan oleh berbagai masyarakat khususnya di

Jawa, tetapi penelitian yang dilakukan tentang tradisi sadranan yang dilakukan

oleh masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya.

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

7

Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Hari Yuliani (2003) dengan judul

Bahasa Sakral Upacara Sadranan di Kabunan desa Karanggude Kulon

Kecamatan Karanglewas Kabupaten Banyumas, menyimpulkan bahwa latar

sosial budaya masyarakat Karanggude Kulon adalah sebagaian besar penduduk

memeluk agama Islam, hubungan kekerabatan menganut sistem bilateral (garis

keturunan ayah dan ibu sama), pendidikan formal yang ditempuh sebagian besar

penduduk hanya sampai pendidikan dasar, bahasa yang digunakan dalam

komunikasi sehari-hari menggunakan bahasa dialek Banyumas. Sejarah singkat

Kabunan desa Karanggude Kulon pada hakikatnya bercerita tentang perjalanan

hidup Kiai Murokhidin dari pertama beliau tiba di Mandala Giri sampai pada

pancariannya terhadap isteri muda yang pergi meninggalkan Mandala Giri karena

terbakar api cemburu melihat suami tercinta sedang duduk berdua bersama istri

tua yang terakhir dengan cerita pertemuan antara Kiai Murokhidin dengan Nyai

Murokhidin Muda di desa Tinggarwangi Kecamatan Jatilawang. Bahasa sakral

digunakan dalam doa kabul pada acara Sadranan Kabunan mempunyai makna

yang sama dengan doa kabul yang dilaksanakan pada acara Resek Kabunan,

perbedaannya hanya terletak pada tujuan (niat) dari doa tersebut.

Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Anggit Gilang Fajari (2014) dengan

judul Tradisi Jawa dalam Acara Pernikahan di desa Dukuh Bangsa Kecamatan

Jatinegara Kabupaten Tegal Tahun 1990-2013, menyimpulkan bahwa kondisi

sosial ekonomi dan budaya desa Dukuhbangsa dari tahun ke tahun secara umum

berkembang cukup baik, tidak heran jika faktor tersebut mempengaruhi pemikiran

masyarakat desa Dukuhbangsa tentang tradisi-tradisi Jawa peninggalan nenek

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

8

moyang. Mengenai perkembangan pengaruh adat Jawa dalam hajatan, terutama

pernikahan memang telah berubah tidak lagi sama dengan pengaruh adat

pernikahan dari keraton dan daerah-daerah lain. Masyarakat desa Dukuhbangsa

masih mempercayai pengaruh-pengaruh kejawen, tetapi sekarang pengaruh

tersebut hanya dijadikan sebagai warisan dan tidak terlalu mementingkan lagi.

Adapun mengenai pernikahan didalam masyarakat desa Dukuhbangsa masih

sering dijumpai dengan menggunakan adat Jawa yang dipadukan dengan

pengaruh syariat Islam disetiap tahap-tahap pelaksanaannya. Masyarakat

Dukubangsa masih menjaga tradisi Jawa ini sebagai bentuk untuk menghormati

hasil dari pemikiran kearifan lokal serta sebagai sarana untuk mempererat

hubungan antara sesama warga masyarakat desa Dukuhbangsa.

Penelitian skripsi yang dilakukan Nurul Hidayah (2009) dengan judul

Tradisi Nyadran di Dukuh PokohDesa Ngijo Kecamatan Tasikmadu Kabupaten

Karanganyar, menyimpulkan bahwa kebutuhan sosial tersebut adalah kebutuhan

untuk berkomunikasi dengan sesama anggota masyarakat, kebutuhan untuk saling

tolong-menolong dan kebutuhan bersama dalam hal melestarikan tradisi leluhur.

Selain itu, tradisi Nyadran merupakan kebutuhan spiritualitas antara manusia

dengan Tuhannya. Tradisi Nyadran tetap dilaksanakan karena masyarakat dusun

Pokoh sangat menghormati para leluhurnya. Selain itu, ungkapan syukur atas

segala nikmat yang telah diperoleh. Syukur dapat diungkapkan dengan berbagai

cara bersedekah dan melakukan selamatan. Tradisi Nyadran juga terkandung

makna silaturahmi. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk melakukan suatu

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

9

penelitian tentang tradisi Sadranan yang ada di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya,

Kabupaten Cilacap.

F. Landasan Teori dan Pendekatan

1. Landasan Teori

Tradisi sadranan bagian dari tradisi yang rutin dilaksanakan oleh

masyarakat desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap, sebagai bentuk

dari ketaatan menjalankan tradisi dan sebagai bentuk penghormatan terhadap

nenek moyang. Selain dilaksanakan sebagai tradisi, sadranan juga merupakan

bentuk ketaatan terhadap agama dengan berziarah atau mengunjung makam para

leluhur yang bertujuan untuk berdoa kepada para leluhur dan meminta izin

sebelum melaksanakan ibadah puasa. Ibadah puasa yang ikut disyariatkan Islam

ikut mewarnai perilaku orang Jawa, pada umumnya dan masyarakat desa

Pekuncen pada khususnya, sebagai bentuk penyucian rohani untuk melengkapi

doa-doa yang dipanjatkan kepada Tuhan.

Tradisi sadranan merupakan suatu bentuk dari kepercayaan dan praktik

keagamaan yang berkaitan dengan leluhur dan peninggalan nenek moyang.

Pemujaan terhadap leluhur sebagai bentuk penghormatan kumpulan sikap,

kepercayaan yang berhubungan dengan roh atau pendewaan orang yang sudah

meninggal, khususnya dalam hubungan kekeluargaan. Pemujaan leluhur adalah

salah satu bentuk kepercayaan yang religius dan ritual yang menjadi dasar

pemujaan ini adalah keluarga, pertalian keluarga dan keturunan.

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

10

Namun, selain beberapa persamaan dengan orang Islam di daerah-daerah

lain di Indonesia tersebut, orang Jawa dari golongan ini juga yakin pada konsep-

konsep keagamaan lain, pada makhluk gaib, serta kekuatan sakti, dan mereka juga

melakukan berbagai ritual dan upacara keagamaan yang tidak ada atau sangat

sedikit sangkut-pautnya dengan doktrin-doktrin agama Islam yang resmi. Mereka

tidak dapat dikatakan orang beragama Islam yang tidak banyak menghiraukan

agama sebab sebenarnya agama yang mereka anut adalah suatu varian dari agama

Islam, yaitu agami Jawi. Oleh sebab itu, seperti yang telah dilakukan oleh Geertz

(1960) dalam bukunya The Religion of Java, suatu deskripsi mengenai agama.

Orang Jawa harus membedakan antara dua buah manifestasi dari agama Islam

Jawa yang cukup banyak berbeda, yaitu agami Jawi dan agama Islam Santri.

Sebutan yang pertama berarti Agama orang Jawa, sedangkan yang kedua adalah

Agama Islam yang dianut orang Santri (Koentjaraningrat, 1994: 311-312).

Tradisi Sadranan adalah tradisi yang banyak dilakukan oleh masyarakat

kejawen. Adapun asal-usul dari tradisi Sadranan berasal dari ajaran Hindu-

Buddha yang bertujuan untuk memohon bantuan dan memuja kepada para leluhur

dan nenek moyang. Pada zaman pra-Islam tradisi sadranan diselenggarakan untuk

memuja roh para leluhur sesuai dengan pegangan mereka, yakni sampai sekarang

tradisi Sadranan masih sering dilakukan di daerah-daerah lain, salah satunya di

desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

Pada upacara religi, khususnya upacara tahunan Sadranan yang dijumpai

pada masyarakat Jawa, termasuk wilayah banyumas. Sadranan sungguhnya

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

11

berasal dari budaya Majapahit. Upacara sraddha oleh orang Jawa secara

berangsur-angsur dibaca sadran atau sadranan (Priyadi, 2013: 105).

Hal serupa juga tampak di jumpai pada daerah kekuasaan Banyumas yang

meliputi, Ngayah, Pasir, Panjer, dan Purbalingga. Pembagian daerah wirasaba

serta daerah kekuasaan Banyumas merupakan pola klasifikasi Jawa yang berusaha

menjelaskan relasinya dengan pendiri dinasti Banyumas yang berhubungan

dengan Majapahit, yakni tentang larangan-larangan, hadiah keris, bisikan ghaib

(wangsit), pulung (wahyu) dan pemilihan daerah yang dianggap sakral dengan

dihubungkan dengan silsila Nabi Adam dengan Raja Majapahit (Priyadi, 2015:

106).

Tradisi Sadranan merupakan perwujudan rasa syukur manusia terhadap

alam sekitar lingkungan masyarakat. Terhadap nenek moyang yang sudah

meninggal, Sadranan mengadung makna, di setiap manusia yang hidup harus

ingat bahwa di dalam kehidupan masyarakat, manusia hidup tidak hanya sendiri,

tetapi manusia hidup berkelompok guna melakukan apa yang dilakukan dalam

kehidupan bermasyarakat.

Salah satu tradisi yang melekat pada jiwa masyarakat, khususnya pada

masyarakat Jawa adalah tradisi Sadranan. Tradisi Sadranan merupakan tradisi

yang masih dilakukan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten Cilacap.

Masyarakat mengadakan tradisi Sadranan umumnya ketika menjelang satu pekan

sebelum menjelang Ramadhan, yaitu Sya’ban dan satu pekan menjelang bulan

Syawal. Biasanya masyarakat di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten

Cilacap, dalam melaksanakan tradisi Sadranan tidak individual, tetapi mempunyai

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

12

sebuah Himpunan Penghayat Kepercayaan (HPK), guna untuk bersama-sama

melaksanakan ritual-ritual keagamaan dalam tradisi Sadranan di desa Pekuncen

Kecamatan Kroya.

Tradisi Sadranan di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Kabupaten

Cilacap, adalah acara tahunan kegiatan resek kuburan (makam) leluhur atau nenek

moyang yang disakralkan oleh penganut Himpunan Penghayat

Kepercayaan(HPK) di desa Pekuncen. Masyarakat Himpunan Penghayat

Kepercayaan (HPK) biasanya juga membawa nasi tumpeng lengkap dan

membawa kambing. Kambing korban persembahan tersebut dimasak dikomplek

lokasi oleh masyarakat Himpunan Penghayat Kepercayaan(HPK) di desa

Pekuncen. Setelah masakan gulai kambing selesai, acara Sadranan pun dimulai.

Acara tersebut diawali dengan pisowanan (pertemuan/perkumpulan) ke Kunci

Agung, Santri Agung, Mantri Agung, Mbah Gusti Agung beserta para sahabat

(Siti Jenar, Sunan Ampel, Sunan Kajoran, Jumadil Kubra, Sendhang Lautan), dan

yang terakhir adalah Eyang Ayu. Masyarakat yang ingin sowan dapat melalui juru

kunci atau dapat melakukan sendiri. Setelah acara pisowanan selesai dimulailah

dengan doa selamatan dilanjutkan dengan doa kabul yang penuh dengan

kesakralan.

Secara khusus ada beberapa macam kelompok yang berbeda-beda sifatnya,

yaitu suatu perkumpulan gerakan kebatinan dan suatu kelompok kekerabatan,

analisis, mengenai sifat organisasi dan sistem pimpinannya. Tampak adanya

paling sedikit dua organisasi. Pertama, yaitu organisasi yang tidak dibentuk

dengan sengaja, tetapi telah terbentuk ikatan norma yang sejak dulu telah tumbuh

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

13

dengan tidak sengaja. Kedua, organisasi yang dibentuk dengan sengaja sehingga

aturan-aturan dan sistem norma yang mengikat anggota juga disusun dengan

sengaja(Koentjaraningrat, 2009: 126).

Bentuk agama Islam orang Jawa yang disebut agami Jawi atau kejawen

adalah suatu kompleks keyakinan dan konsep-konsep Hindu-Buddha yang

cenderung ke arah mistik, yang tercampur menjadi satu dan diakui sebagai ajaran

Islam. Varian agami Islam Santri, yang walaupun juga tidak sama sebebas dari

unsur-unsur animisme dan unsur-unsur Hindu-Buddha, melekat pada norma-

norma ajaran islam yang sebenarnya. Untuk memperkirakan proporsi dari

penduduk Jawa yang menganut agami Jawi dan yang menganut agami Islam

Santri, walaupun agami Jawi kelihatannya lebih dominan di daerah-daerah

negarigung di Jawa Tengah, di Bagelenan di daerah mancanegari, sedangkan

varian agami Jawi Islam Santri lebih dominan di daerah Banyumas dan daerah

pesisir, Surabaya, daerah pantai utara. Ujung timur Pulau Jawa, serta daerah-

daerah pedesaan di lembah Sungai Solo dan Sungai Brantas, tidak ada daerah-

daerah yang khusus membatasi daerah tempat tinggal para penganut dari kedua

varian tersebut. Orang kejawen dan santri terdapat dalam segala lapisan

masyarakat Jawa; tempat-tempat yang dominasi oleh orang kejawen juga didiami

orang santri yang telah disebut di atas, tinggal di suatu daerah khusus yang

dinamakan kauman. Namun, sebaliknya di daerah-daerah yang didominasi oleh

orang-orang santri umumnya tidak ada bagian-bagian khusus didalam suatu kota

tempat tinggal khususnya orang-orang beragama kejawen (Koentjaraningrat,

1998: 312-313).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

14

Mengenai (Sejarah Kebudayaan) Jawa sudah dibuat suatu ringkasan dari

sejarah persebaran agama Islam di Jawa, dan telah diperlihatkan, bahwa agama

Islam mula-mula mempengaruhi kota-kota pelabuhan di pantai utara Pulau Jawa,

dan bahwa (Peradaban Pesisir) yang hidup di kota-kota pelabuhan yang makin

makmur dan makin kuat itu, tumbuh bersama dengan suatu kekuatan politik yang

merongrong dan akhirnya menghancurkan kekuatan Hindu-Buddha Majapahit,

yang pusatnya berada di daerah delta Sungai Brantas (Koentjaraningrat, 1984:

313-314).

Agama Islam yang diajarkan oleh para wali dalam pondok-pondok

pesantren mungkin pada waktu itu juga mengandung banyak unsur mistik, hingga

memudahkan hubungan dengan penduduk yang sejak lama terbiasa dengan

konsep-konsep dan pikiran-pikiran mistik (Koentjaraningrat, 1984: 316).

Setiap pesan merupakan bagian dari kebudayaan. Pesan-pesan tersebut

dinyatakan dalam bahasa dari sebuah kebudayaan dan dikandung, serta dimengerti

dalam istilah-istilah kognitif yang substantif dari sebuah kebudayaan. Karena itu

kebudayaan membentuk semua pesan-pesan dan harus mempertimbangkan hal ini

pada saat menafsirkan pesan-pesan tersebut (Vansina, 2014: 193).

Proses perkembangan kebudayaan umat manusia pada umumnya dan

bentuk-bentuk yang makin lama semakin kompleks, yaitu cultural evolution

(evolusi kebudayaan). Kemudian dalam proses penyebaran kebudayaan, proses

lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga masyarakat,

yaitu proses akulturasi. Konsep dinamika masyarakat dan kebudayaan yang sangat

berpengaruh pada individu (Warsito, 2012: 140).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

15

Pokok dari sebuah kebudayaan adalah kebudayaan dapat didefinisikan

sebagai suatu hal yang bersifat umum dalam benak sekrumpulan orang-orang

tertentu; ia mengacu pada lingkungan masyarakat. Orang-orang dalam suatu

lingkungan masyarakat memiliki banyak gagasan, nilai dan gambar yang sama,

singkatnya mereka memiliki perwakilan yang bersifat kolektif pada diri mereka

yang tidak dijumpai pada kumpulan orang lain (Vansina, 2014: 194).

Evolusi masyarakat dan kebudayaan dipandang jauh, dengan mengambil

interval waktu yang panjang, misalnya beberapa ribu tahun. Perubahan-perubahan

besar yang bersifat sejarah perkembangan masyarakat dan kebudayaan. Pada

masa sekarang menjadi perhatian khusus dari suatu sub ilmu antropologi, yaitu

ilmu prehistori yang memang mempelajari sejarah perkembangan kebudayaan

manusia dalam jangka waktu yang panjang (Warsito, 2012:147).

Sebuah kebudayaan memiliki sebuah representasi mengenai alam semesta

dan representasi ini biasanya melibatkan konotasi spasial. Sama seperti waktu,

ruang adalah sebuah gagasan relatif yang secara tidak langsung mengatakan

tentang sebuah titik dalam kaitannya dengan titik yang lain, sama seperti yang

dinyatakan dalam tata bahasa. Ruang-ruang yang paling penting dikaitkan dengan

tempat penciptaan, sebuah tempat yang memiliki nilai temporer dan juga spasial

(Vansina, 2014: 195).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

16

2. Pendekatan

Pendekatan antropologi budaya, dengan objek penelitian hanya

menfokuskan pemahaman yang mendalam mengenai pemahaman manusia. Bagi

seorang ahli antropologi istilah kebudayaan umumnya mencangkup cara berpikir

dan cara berlaku yang telah merupakan ciri khas suatu bangsa atau masyarakat

tertentu. Sehubungan dengan itu, kebudayaan terdiri dari hal-hal seperti bahasa,

ilmu pengetahuan, hukum-hukum, kepercayaan, agama, kegemaran makanan

tertentu, musik, kebiasaan pekerjaan, larangan-larangan, dan sebagainya (Ihromi,

2000: 7).

Suatu kelompokjuga merupakan suatu masyarakat karena memenuhi

syarat-syaratnya, dengan adanya sistem interaksi antara para anggota, dengan

adanya adat-istiadat dan sistem norma yang mengatur interaksi itu, dengan adanya

kontinuitas, serta dengan adanya rasa identitas yang mempersatukan semua

anggota. Namun, suatu kesatuan manusia yang disebut kelompok juga

mempunyai ciri tambahan, yaitu organisasi dan sistem pimpinan, dan selalu

tampak sebagai bentuk kesatuan dari individu-individu pada masa-masa yang

secara berulang dalam berkumpul dan kemudian bubar lagi (Koentjaraningrat,

2009: 125).

Tiap-tiap unsur kebudayaan universal sudah tentu menjelma dalam tiga

wujud kebudayaan, yaitu wujudnya berupa sistem budaya, berupa sistem sosial,

dan berupa unsur-unsur budaya fisik. Demikian juga sistem religi, misalnya,

mempunyai wujud sebagai sistem keyakinan, dan gagasan tentang Tuhan, dewa,

roh halus, neraka, surga, dan sebagainya, tetapi mempunyai juga wujud berupa

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

17

upacara, baik yang bersifat musiman maupun kadangkala, dan selain itu setiap

sistem religi juga mempunyai wujud sebagai benda-benda suci dan benda-benda

religius (Koentjaraningrat, 2009: 165).

Kebudayaan merupakan sebuah konsep yang didefinisikan sangat

beragam. Istilah kebudayaan umumnya digunakan seni rupa, sastra, filsafat, ilmu

alam, dan musik yang menunjukan semakin besarnya kesadaran bahwa seni dan

ilmu pengetahuan dibentuk oleh lingkungan sosialnya. Kebudayaan adalah hasil

dari cipta, rasa, dan karsa. Budaya adalah suatu konsep yang membangkitkan

minat, secara formal, budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan,

pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap,makna, waktu, peranan, hubungan ruang,

konsep alam semesta, objek-objek materi dan milik yang diperoleh sekelompok

besar orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok. Kata

budaya disini dipakai sebagai singkatan dari kebudayaan dengan pengertian yang

sama (Warsito, 2012: 48-49).

Kebudayaan menunjukkan kepada berbagai aspek kehidupan. Kata itu

meliputi cara-cara berlaku, kepercayaan-kepercayaan dan sikap-sikap, dan juga

hasil dari kegiatan manusia yang khas untuk suatu masyarakat atau sekelompok

penduduk tertentu. Masing-masing dilahirkan kedalam suatu kebudayaan yang

bersifat kompleks dan kebudayaan itu kuat sekali pengaruhnya terhadap cara

hidup serta cara berlaku yang akan di ikuti selama hidup. Kebudayaan tidak

tergantung dari transmini biologis atau pewarisan melalui unsur genetis. Semua

manusia dilahirkan dengan tingkah laku yang digerakan oleh insting dan naluri

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

18

yang walaupun tidak termasuk bagian dari kebudayaan, namun mempengaruhi

kebudayaan (Ihromi, 2000: 18-19).

Pengaruh-pengaruh budaya yang dianut oleh komunitas tradisi Sadranan

di desa Pekuncen, Kecamatan Kroya, Cilacap. Maka penulis perlu melakukan

observasi langsung di tempat yang akan diteliti sesuai dengan antropologi budaya

atau fenomena-fenomena budaya yang ada di desa Pekuncen. Dalam penelitian ini

peneliti akan mencoba meneliti tentang tradisi Sadranan Himpunan Penghayat

Kepercayaan (HPK), dimana dari penelitian ini nanti peneliti hanya mengambil

atau memfokuskan bahasan pada tradisi itu sendiri, makna dan fungsi tradisi

sadranan terhadap masyarakat Himpunan Penghayat Kepercayaan(HPK) yang

ada di Desa Pekuncen Kecamatan Kroya Kabupaten Cilacap dengan pendekatan

Antropologi Budaya. Maka penulis mengadakan pengamatan dan penelitian

lapangan dan melakukan observasikepada masyarakat di desa Pekuncen serta

menyusunnya dalam bentuk skripsi.

G. Metode Penelitian

Penelitian sejarah sering menggunakan istilah jejak sejarah, sumber

sejarah, atau data sejarah. Ketiga istilah itu dianggap sama atau data sejarah

terdapat pada sumber atau jejak sejarah sehingga data sejarah sama dengan teks

yang terkandung dalam manuskrip (naskah, handschrift, tulisan tangan). Maka

dari itu, penelitian sejarah harus menelusuri sumber tertulis atau bahan-bahan

dokumenter (Kartodirdjo, 1992).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

19

Metode sejarah menurut Louis Gottschalk (Daliman, 2012 : 28-29) adalah

proses menguji dan menganalisis secara kritis rekaman, dokumen-dokumen, dan

peninggalan masa lampau yang otentik dapat dipercaya, serta membuat

interpretasi dan sintesis atas fakta-fakta tersebut menjadi kisah yang dapat

dipercaya. Metode sejarah biasanya dibagi atas empat kelompok kegiatan, yaitu

heuristik, verifikasi, interpretasi, dan historiografi.

Heuristik merupakan langkah awal yang ditempuh dalam penelitian kali

ini. Heuristik yang berarti, sebuah kegiatan mencari sumber-sumber untuk

mendapatkan data, atau materi sejarah. Tahap ini menyita banyak waktu tenaga

biaya dan pikiran (Sjamsuddin, 2007 : 86).

Pada penelitian ini, peneliti berusaha mencari data otentik yang

diperlukan wawancara kepada sumber atau informan yang terpercaya. Selain itu,

peneliti juga melakukan observasi langsung pada objek peneliti sehingga data

yang diperoleh untuk dijadikan sumber benar-benar akurat. Setelah peneliti

mengumpulkan data-data dari kegiatan observasi dan wawancara yang sudah

dilakukannya kemudian dihimpun dalam data penelitian.

Verifikasi atau kritik adalah suatu langkah kedua yang diambil oleh

peneliti berupa kegiatan-kegiatan analitis. Kritik atau verifikasi dibagi menjadi

dua yaitu kritik ekstern dan intern. Kritik ekstern terhadap data atau sumber

sejarah lisan ditinjau melihat dan penyaksi sebagai informan kunci. Kritik ekstern

juga menuntut terhadap sumber sejarah lisan dalam hal keautentikan sumber,

maka sejarawan dapat meminta kesaksian pelaku lain, apakah benar seseorang itu

pelaku yang terlibat dalam peristiwa tersebut (Priyadi, 2014: 96). Kritik ekstern

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

20

untuk artifact bisa ditempuh dengan melihat bahan yang dipakai, misalnya, batu

yang dipakai untuk menhir, punden berundak dll (Priyadi, 2013 : 118-119).

Verifikasi dalam penelitian kali ini, mengkritik sumber lisan dari proses

wawancara yang sudah dilakukan, ditinjau dari apakah nara sumber tersebut sehat,

tidak pelupa dan berkata jujur. Kegiatan observasi juga mengalami tahapan

verifikasi dengan meninjau jenis kegiatan tersebut, apakah benar kegiatan tersebut

merupakan tradisi Sadranan.

Interpretasi, merupakan tahap selanjutnya yang dilakukan oleh peneliti.

Interpretasi merupakan penafsiran dari fakta-fakta yang sudah mengalami proses

verifikasi dan heuristik. Peneliti melakukan penafsiran terhadap fakta yang sudah

dikritik secara internal dan eksternal sehingga sumber yang diperoleh mempunyai

kredibilitas yang kuat. Fakta tersebut sudah dapat ditafsirkan sehingga peneliti

dapat melakukan tahapan selanjutnya.

Historiografi merupakan tahap akhir yang dilakukan dalam penelitian ini.

Pada tahap penulisan, peneliti menyajikan laporan hasil penelitian dari awal

hingga akhir, yang meliputi masalah-masalah yang harus dijawab. Tujuan

penelitian adalah menjawab masalah-masalah yang telah diajukan. Pada

hakikatnya, penyajian historiografi meliputi pengantar, hasil penelitian, dan

simpulan. Penulisan sejarah sebagai laporan sering kali disebut karya historiografi

yang harus memperhatikan aspek kronologi, periodesasi, serialisasi, dan

kausalitas, sedangkan pada penelitian antropologi tidak boleh mengabaikan aspek

holistik (menyeluruh) (Priyadi, 2011 : 92).

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 21: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

21

Dalam historiografi menulis sejarah merupakan suatu kegiatan intelektual

dan ini suatu cara yang utama untuk memahami sejarah. Ketika sejarawan

memasuki tahap menulis, maka ia mengerahkan seluruh daya pikirannya, bukan

saja keterampilan teknis penggunaan kutipan-kutipan dan catatan-catatan, tetapi

yang terutama penggunaan pikiran-pikiran kritis dan analisisnya karena ia pada

akhirnya harus menghasilkan suatu sintesis dari seluruh hasil penelitian atau

penemuannya itu dalam suatu penulisan utuh yang disebut historiografi.

Keberartian (signifikansi) semua fakta yang dijaring melalui metode kritik baru

dapat dipahami hubungannya satu sama lain setelah semuanya ditulis dalam suatu

keutuhan bulat historiografi. Di sinilah istilah ini mempunyai arti (penulisan

sejarah) karena ada pengertian lain untuk istilah historiografi yaitu (sejarah

penulisan sejarah) (Syamsuddin, 2007: 156).

H. Sistematika Penyajian

Agar mudah dalam menyusun dan memahami laporan penelitian ini,

maka peneliti memandang perlu adanya sistematika. Adapun sistematika yang

dipergunakan sebagai berikut:

Bab I pendahuluan, pada bab ini diuraikan latar belakang masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori

dan pendekatan, metode penelitian dan sistematika penyajian.

Bab II keadaan umum desa Pekuncen. Pada bab ini peneliti menjelaskan

bagimana terbentuknya desa Pekuncen, keadaan geografis, dan keadaan sosial dan

budaya masyarakat desa Pekuncen.

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015

Page 22: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalahrepository.ump.ac.id/1509/2/DEKA LISTYANTI, BAB I.pdf · Sejarah manusia berkembang dan tumbuh bersamaan dengan agama, manusia senantiasa

22

Bab III mengenai prosesi tradisi sadranan. Peneliti memaparkan bagaimana

persiapan ritual sadranan, dan pelaksanaan ritual sadranan.

Bab IV mengenai makna dan pengaruh tradisi sadranan bagi komunitas penganut

tradisi sadranan di desa Pekuncen. Peneliti memaparkan makna tradisi sadranan,

dan pengaruh tradisi sadranan bagi masyarakat di desa Pekuncen.

Bab V mengenai kesimpulan dan saran.

KOMUNITAS TRADISI SADRANAN….., Deka Listyanti, FKIP UMP, 2015