BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) keperluan orang dan masyarakat yang mempunyai kepentingan
dan organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah
ditetapkan. Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan masyarakat, ia tidak
berfungsi untuk melayani dirinya sendiri tetapi melayani masyarakat serta
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama. Pelayan publik (public service) oleh birokrasi publik merupakan
perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat.
Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk
mensejahterakan rakyat (warga negara). Sementara itu kondisi masyarakat
saat ini terjadi suatu perkembangan yang sangat dinamis, tingkat kehidupan
masyarakat yang semakin baik merupakan indikasi dari yang dialami oleh
masyarakat. Hal ini mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa yang
menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Masyarakat semakin berani
mengajukan tuntutan, keinginannya dan aspirasinya kepada pemerintah.
Masyarakat semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol
terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya.
Pelayanan merupakan tugas utama yang hakiki dari sosok aparatur
sebagai abdi negara dan abdi masyarakat. Tugas dan tanggung jawab
tersebut telah jelas digariskan dalam pembukaan UUD 1945 alinea keempat
yang meliputi empat aspek pelayanan pokok aparatur terhadap masyarakat,
yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Penjelasan tersebut diperjelas lagi
dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.63 tahun
2003 yang menjelaskan pedoman umum penyelenggaraan pelayanan publik.
Peraturan tersebut dilatar belakangi oleh semakin menurunnya tingkat
pelayanan publik. Ketetapan MPR-RI Nomor XI/MPR/1998 tentang
Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN), mengamanatkan agar aparatur negara mampu
menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional, produktif, transparan
dan bebas dari KKN.
Perwujudan nyata dari sikap aparatur negara dalam menjalankan
tugas dan fungsinya sesuai yang diamanatkan oleh TAP MPR tersebut antara
lain tercermin dari penyelenggara pelayanan publik. Oleh karena itu, upaya
untuk meningkatan kinerja aparatur dalam penyelenggaraan pelayanan
publik terus dilakukan. Dalam menghadapi era globalisasi yang penuh
tantangan, aparatur negara hendaknya memberikan pelayanan dengan
berorientasi pada kebutuhan dan kepuasan penerima pelayanan.
Pendidikan merupakan salah satu alat untuk mengukur bagaimana
suatu negara dapat dikatakan berkembang, maju atau bahkan yang tertinggal
degan negara-negara lainnya. Pendidikan juga merupakan sarana untuk
meningkatkan daya saing sumber daya mausia yang ada di dalamnya yang
dapat memberikan dampak positif. Perguruan tinggi merupakan jenjang
pendidikan yang digunakan sebagai tolak ukur bagaimana kualitas sumber
daya manusia yang dihasilkan.
Berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun
2012 tentang Pendidikan Tinggi, dapat juga diharapkan memberi dampak
yang baik terhadap peningkatan pelayanan pada sektor pendidikan, dapat
mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dalam undang-undang. Melalui
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional, negara telah memberikan kerangka yang jelas kepada Pemerintah
dalam penyelenggaraan pendidikan nasional yang sesuai dengan amanat
Pasal 31 ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari
penyelenggaraan pendidikan nasional yang sesuai dengan amanat pasal 31
ayat 3 UUD Negara Republik Indonesia. Disamping itu dalam rangka
menghadapi perkembangan dunia yang makin mengutamakan basis ilmu
pengetahuan, pendidikan tinggi diharapkan mampu menjalankan peran
startegi dalam memajukan peradaban dan kesejahteraan manusia.
Adapun salah satu konsep yang saat ini sedang menjadi mainstream
dalam penyelenggaraan perguruan tinggi adalah konsep good university
governance. Konsep ini sebenarnya merupakan turunan dari konsep tata
kepemerintahan yang lebih umum, yaitu good governance. Good University
Governance dapat dipahami sebagai struktur, sistem dan proses yang
digunakan oleh organ-organ universitas secara berkesinambungan dalam
jangka panjang. Penerpan Good University Governance meliputi ke tujuh
prinsip yang terdapat dalam asas umum pemerintahan yang baik dalam hal
ini terkait pada bidang pendidikan yaitu :1
1. Kepastian Hukum
1 Dwiyanto Agus dkk, Revormasi Good Governance, Jakarta 2006, hlm.210
Pelaksanaan fungsi-fungsi perguruan tinggi tidak dapat berjalan
dengan kondusif apabila tidak ada hukum atau peraturan yang di
tegakan dalam penyelenggaraannya.
2. Transparansi
Transparansi atau keterbukaan merupakan sebuah prasyarat dasar
untuk menunjang adanya partisipasi dan menjaga akuntabilitas
institusi. Proses partisipasi memerlukan ketersediaan informasi
yang memadai dan kemudahan bagi seluruh stakeholder dalam
mengakses suatu informasi.
3. Berkeadilan
Seluruh prinsip-prinsip yang terdapat pada sebuah perguruan
tinggi dapat terwujud apabila ada satu kesepahaman persamaan
derajat (equity) setiap entitas stakeholder. Artinya paradigma
yang digunakan bukanlah hierarkikal atau mengutamakan
kepentingan suatu kelompok tertentu, melainkan paradigma yang
digunakan adalah persamaan derajat dan adanya pemahaman
bersama bahwa perbedaan antar stakeholder sebenarnya terletak
pada peranan, tanggung jawab, dan amanat yang diemban.
Dengan begitu akan tercipta rasa saling menghargai dan
menghormati antar stakeholders, mengingat penyelenggaraan
PTN tidak akan berjalan dengan baik apabila salah satu dari peran
masing-masing stakeholder tidak berfungsi.
4. Efektif dan Efisien
Efektifitas dan efisiensi. Output dari seluruh proses
penyelenggaraan atau program-program yang digariskan harus
tepat sasaran (efektif) atau sesuai dengan kebutuhan dan harapan
stakeholder. Yang terutama adalah efektif dalam menunjang
fungsi-fungsi pendidikan, khususnya dalam hal peningkatan
mutu akademik dan riset. Selain itu, penyelenggaraan PTN juga
harus efisien dalam pemanfaatan sumber daya untuk
melakukannya.
5. Tanggung Jawab
Tugas dan tanggung jawab masing-masing stakeholder. Hal ini
harus didahului dengan pembangunan kesadaran dalam diri
seluruh stakeholder bahwa mereka memiliki kepentingan dan
karenanya harus turut berpartisipasi dalam penyelenggaraan PTN.
6. Akuntabilitas
Institusi PTN harus mampu mempertanggungjawabkan seluruh
rangkaian proses penyelenggaraan PTN terhadap seluruh stakeholder,
baik internal maupun eksternal.
7. Tidak Menyalahgunakan Wewenang
Penyelenggaraan Perguruan Tinggi merupakan tanggung jawab
dari seluruh civitas akademik, sehingga dalam proses
penyelenggaraan dituntut pihak yang bertanggung jawab dan
tidak menyalahgunakan wewenang yang ada demi kepentingan
pribadi maupun kelompok tertentu.
Berdasarkan Keputusan Presiden No.19 Tahun 1999 tentang
pendirian Sekolah Tinggi Agama Kristen Protestan Negeri, STAKPN
merupakan sebuah Perguruan Tinggi Negeri yang bernaung pada
Kementrian Agama RI. Dalam penyelenggaraan aktivitas akademika,
penerapan Good University Governance sebagai standar untuk meningkatkan
tugas, tanggung jawab serta mutu Perguruan Tinggi sangatlah diharapkan.
Selain tugas dan tanggung jawab dari masing-masing stakeholder, peraturan-
praturan yang terdapat di dalamnya diharapkan mampu memenuhi ke tujuh
asas-asas umum pemerintahan yang baik yang mencakup pada bidang
pendidikan, sehingga prinsip Good University Governance yang dicita-
citakan dapat sepenuhnya terwujud. Dari uraian latar belakang yang penulis
kemukakan, penulis ingin mengkaji tentang berbagai aturan-aturan pada
STAKPN Ambon yang mencakup prinsip Good University Governance dan
keterkaitan stakeholder dalam pembuatan aturan-aturan tersebut.
Oleh karena itu good governance yang merupakan pedoman
penyelenggaraan negara yang baik menjadi dasar dalam penelitian ini, dalam
mewujudkan pemerintahan yang baik melalui Good University Governance.
Peraturan merupakan bentuk keputusan yang di buat dan
dilaksanakan dalam rangka pengembangan lembaga pendidikan tinggi.
Peraturan mempunyai dampak bagi penyelenggaraan civitas akademika,
dimana dalam peraturan yang berlaku sebagai dasar tuntunan dan pedoman
civitas akademika dalam pelaksanaan tugas dan fungsi. Pelaksanan peraturan
pada STAKPN merupakan salah satu bentuk otonmi pendidikan tinggi yang
dapat menciptakan peraturan-peraturan terkait dengan pengembangan
lembaga pendidikan tinggi.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah peraturan dalam STAKPN berdasarkan pada prinsip Good
University Governance?
2. Bagaimana partisipasi stakeholder dalam penyusunan peraturan
tersebut?
C. Manfaat dan Tujuan Penelitian
1. Manfaat Penelitian
a. Pada Tataran Teoritis
Meletakan prinsip Good University Governance dalam penyusunan
peraturan pada STAKPN Ambon
b. Pada Tataran Praktis
Memberikan masukan mengenai prinsip Good University
Governance sebagai dasar pelaksanaan pelayanan publik pada bidang
pendidikan khususnya di STAKPN Ambon.
2. Tujuan Penelitian
Mewujudkan Good University Governance pada STAKPN Ambon
melalui penyusunan peraturan, keterlibatan stakeholder yang terlibat
demi kemajuan civitas Akademika.
D. Landasan Teori
1. Pengertian Pelayanan Publik
Pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan
(melayani) kepentingan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada suatu organisasi sesuai dengan aturan pokok dan tata cara
yang telah ditetapkan. Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayanan kepada
masyarakat, ia tidaklah diadakan untuk melayani dirinya sendiri melainkan
untuk melayani masyarakat serta menciptakan kondisi yang memungkinkan
setiap anggota masyarakat mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya
demi mencapai tujuan bersama. Karena birokrasi publik berkewajiban dan
bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang baik dan profesional.
Pelayanan publik (public service) oleh birokrasi publik adalah
merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi
masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik (public
service) oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan rakyat
(warga negara) dari suatu negara kesejahteraan (welfare state). Pelayanan
umum oleh Lembaga Administrasi Negara diartikan sebagai segala
pembentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara/daerah dalam bentuk barang dan jasa, baik dalam rangka upaya
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan
perundang-undangan.
Pelayanan publik dengan demikian dapat diartikan sebagai pemberian
layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai
kepentingan pada organisasi tersebut sesuai aturan pokok dan tata cara yang
telah ditetapkan. Pelayanan publik menjadi fokus studi disiplin ilmu
Administrasi Publik di Indonesia, masih menjadi persoalan yang perlu
memperoleh perhatian dan penyelesaian yang komperhensif. Harus diakui
bahwa pelayanan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat terus
mengalami pembaruan baik dari sisi paradigma maupun format pelayanan
seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat dan perubahan di dalam
pemerintah itu sendiri. Meskipun demikian, pembaruan dilihat dari kedua
sisi tersebut belumlah memuaskan, bahkan masyarakat masih diposisikan
sebagai pihak yang tidak berdaya dan termarginalkan dalam kerangka
pelayanan.2
2 Agung Kurniawan, Transformasi Pelayanan Publik, Yogyakarta:Pembaruan, 2005,
hlm.22
Pada dasarnya manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara
ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan
kehidupan manusia.3. Hal senada yang dikemukakan Budiman Rusli
4 yang
berpendapat bahwa selama hidupnya, manusia selalu membutuhkan
pelayanan.
Masyarakat setiap waktu selalu menuntut pelayanan publik yang
berkualitas dari birokrat, meskipun tuntutan tersebut sering tidak sesuai
dengan harapan karena kenyataannya pelayanan publik yang terjadi selama
ini masih bercirikan berbelit-belit, lambat, mahal dan melelahkan.
Kecenderungan seperti ini terjadi karena masyarakat masih diposisikan
sebagai pihak yang “melayani” bukan yang dilayani. Oleh karena itu, pada
dasarnya dibutuhkan reformasi pelayanan publik dengan mengembalikan dan
mendudukan pelayanan “pelayan dan yang “dilayani” ke pengertian yang
sesungguhnya. Pelayanan yang seharusnya ditujukan kepada masyarakat
umum kadang dibalik menjadi pelayanan masyarakat terhadap negara,5
meskipun negara berdiri sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat
yang mendirikannya, artinya birokrat yang sesungguhnya haruslah
memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
3 L.P.Sinambela,Ilmu Budaya Dasar,Perkembangan Ilmu Administrasi Negara, Edisi Desember
1992,hlm.198
4 Budiman Rusli,Pelayanan Publik di Era Reformasi,www.pikiran-rakyat.com edisi 7 Juni 2004
5 Inu Kencana Syaffie dkk, Ilmu Administrasi Publik, Kencana, Jakarta, 2005, hlm.119
Osborne dan Plastrik mencirikan pemerintahan (birokrat)
sebagaimana diharapkan di atas adalah pemerintahan milik masyarakat,6
yakni pemerintahan (birokrat) yang mengalihkan wewenang kontrol yang di
milikinya kepada masyarakat. Masyarakat diberdayakan sehingga mampu
mengontrol pelayanan yang diberikan oleh birokrasi. Dengan adanya kontrol
dari masyarakat pelayanan publik akan lebih baik karena mereka akan
memiliki komitmen yang lebih baik, lebih peduli, dan lebih kreatif dalam
memecahkan masalah. Pelayanan yang diberikan oleh birokrat ditafsirkan
sebagai kewajiban bukan hak karena mereka di angkat oleh pemerintah
untuk melayani masyarakat, oleh karena itu harus dibangun komitmen yang
kuat untuk melayani sehingga pelayanan akan dapat menjadi lebih responsif
terhadap kebutuhan masyarakat dan dapat merancang model pelayanan yang
lebih kreatif serta lebih efisien.
2. Good Governance
Good Governance bila dianalisis "Good" maknanya adalah nilai-nilai
yang menjunjung tinggi kehendak rakyat dan meningkatkan kemampuannya
dalam pencapaian tujuan serta berdayaguna & berhasil guna dalam
pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan tersebut. "Governance"
maknanya pemerintahan berfungsi secara efektif dan efisien dalam upaya
6DavidOsborne,Peter Plastrik,Memangkas Birokrasi:Lima Strategi Menuju Pemerintahan,Terjemahan
Abdul Rosyid&Ramelan,(Jakarta:PPM 2004),hlm.58
mencapai tujuan nasional yang telah digariskan, dalam Alinea IV
Pembukaan UUD 1945.7
Terminologi Good Governance dalam bahasa dan pemahaman
masyarakat termasuk di sebagian elite politik, sering rancu. Setidaknya
beberapa terminologi yang sering rancu yaitu antara Good Governance (tata
pemerintahan yang baik) dan Good Goverment (Pemerintahan yang baik).
Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance”
terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan
administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep
“pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam
penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance
mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan
kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi
masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur
demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan kemitraan.
Good Governance merupakan wacana baru dalam kosa kata ilmu
politik. Ia muncul pada awal 1990-an. Secara umum istilah clean and good
governance memiliki pengertian akan segala hal yang terkait dengan
tindakan atau tingkah laku yang bersifat mengarahkan, mengendalikan atau
7 Agus Dwiyanto dkk, Mewujudkan Good Governance, Bandung 2006, hlm.43
mempengaruhi urusan publik untuk mewujudkan nilai-nilai tersebut dalam
kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini, pengertian Good governance tidak
sebatas pengelolaan lembaga pemerintah semata, tetapi menyangkut semua
lembaga baik pemerintah maupun pada sektor pendidikan. Menurut Andi
Faisal Bakti, istilah good governance memiliki pengertian pengejewantahan
nilai-nilai luhur dalam mengarahkan warga Negara (citizens) kepada
masyarakat dan pemerintahan yang berkeadaban melalui wujud
pemerintahan yang suci dan damai. Dalam kontek Indonesia substansi
wacana good governance dapat dipadankan dengan istilah pemerintahan
yang baik bersih dan berwibawa. Prinsip demokrasi yang bertumpu pada
peran sentral warga Negara dalam proses sosial dan politik bertemu dengan
prinsip-prinsip dasar good governance, yaitu pengelolaan pemerintahan yang
bersih dan berwibawa yang dirumuskan bersama oleh pemerintah dan
komponen masyarakat madani. Prinsip-Prinsip Dalam Good Governance.8
1. Akuntabilitas
Meningkatkan kualitas pengambil keputusan di segala bidang
yang menyangkut kepentingan masyarakat.
2. Pengawasan
8 Dwiyanto Agus dkk, Revormasi Good Governance, Jakarta 2006, hlm.210
Meningkatkan upaya pengawasan terhadap penyelenggaraan
pemerintah dan pembangunan dengan mengusahakan keterlibatan
swasta dan masyarakat.
3. Daya Tanggap
Meningkatkan kepekaan para penyelenggaraan pemerintah
terhadap aspirasi masyarakat tanpa terkecuali.
4. Efisiensi dan Efektifitas
Menjamin terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat
dengan menggunakan sumber daya yang tersedia secara optimal
dan bertanggung jawab.
5. Transparansi
Menciptakan kepercayaan timbal balik antara pemerintah dan
masyarakat melalui penyediaan informasi dan menjamin
kemudahan dalam memperoleh informasi.
6. Partisipasi
Mendorong setiap warga untuk mempergunakan hak dalam
menyampaikan pendapat dalam proses pengambilan keputusan, yang
menyangkut kepentingan masyarakat baik secara langsung maupun
tidak langsung.
7. Penegakan Hukum
Mewujudkan penegakan hukum yang adil bagi semua pihak,
tanpa pengecualian, menjunjung tinggi HAM dam
memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat.
3. Asas-Asas Umum Pemerintahan Yang Baik
Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara merupakan unsur
penting dalam suatu negara. Oleh karena itu, maka tidak berlebihan apabila
salah satu faktor penentu krisis nasional dan berbagai persoalan yang
melanda bangsa Indonesia bersumber dari kelemahan di bidang manajemen
pemerintahan, terutama birokrasi,yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip
tata pemerintahan yang baik.9
Asas-asas umum pemerintahan yang baik merupakan jembatan antara
norma hukum dan norma etika. Asas-asas tersebut ada yang tertulis dan tidak
tertulis. Asas ini sebagai perwujudan pemerintahan yang baik, baik dari
sistem dan pelaksanaan pemerintahan. Pada awalnya dengan adanya
kewenangan bagi administrasi negara untuk bertindak secara bebas dalam
melaksanakan tugas-tugasnya maka ada kemungkinan bahwa administrasi
negara melakukan perbuatan yang menyimpang dari peraturan yang berlaku
sehingga merugikan masyarakat luas. Oleh sebab itu perlu adanya asas-asas
untuk membatasi dari wewenang administrasi tersebut sehingga terhindar
dari pelampauan wewenang. Dalam Perundangan-undangan formal kita yang
tertulis dalam sebuah naskah UU. Di dalam UU sudah ada mengatur tentang
9 Prof DR M Dimyatii Hartono SH, Lima Langkah Membangun Pemerintahan Yang Baik,Jakarta
1997,hal.12
asas-asas umum pemerintahan yang baik yaitu dalam UU RI No. 28 Tahun
1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN, dan
UU RI No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Di dalam UU RI No.28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari KKN Pasal 1 (6) yaitu Asas Umum Pemerintahan
Negara yang Baik, adalah asas yang menjunjung tinggi norma kesusilaan,
kepatutan dan norma hukum untuk mewujudkan penyelenggaraan negara
yang bersih dan bebas dari korupsi dan nepotisme. Dalam Pasal 3 UU RI
No.28 Tahun 1999, ayat 1,2,3,4,5,6 dan 7 dijelaskan tentang Asas Umum
Penyelenggaraan Negara yaitu sebagai berikut :
1. Asas Kepastian Hukum adalah asas dalam negara hukum yang
mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan
keadilan dalam setiap kebijakan Penyelenggara Negara. Maksudnya asai
ini menhendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seseorang
berdasarkan suatu keputusan badan atau pejabat administrasi negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara adalah asas yang menjadi landasan
keteraturan, keselarasan, dan keseimbangan dalam pengendalian
Penyelenggara Negara.
3. Asas Kepentingan Umum adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan
umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif. Maksudnya
asas ini menghendaki pemerintah harus mengutamakan kepentingan
umum terlebih dahulu.
4. Asas Keterbukaan adalah asas yang membuka diri terhadap hak
masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak
diskrirninatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap
memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan
rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas adalah asas yang mengutamakan keseimbangan
antara hak dan kewajiban penyelenggara negara.
6. Asas Profesionalitas adalah asas yang mengutamakan keahlian yang
berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan
dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggara negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
E. Kerangka Teori
Good Governance
PRINSIP-PRINSIP
-Akuntabilitas
-Daya Tanggap
-Profesionalisme
-Efisiensi & Efektifitas
-Transparansi
-Kesetaraan
-Partisipasi
-Penegakan Hukum
Good University Governance
PRINSIP-PRINSIP
-Kepastian Hukum
-Transparansi
-Berkeadilan
-Efisien & Efektifitas
-Tanggung jawab
-Akuntabilitas
-Tidak Menyalahgunakan
Wewenang
F. Metode Penelitian
1. Berdasarkan permasalahan yang diteliti oleh penulis, maka metode yang
digunakan yaitu penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum
normatif atau metode penelitian hukum kepustakaan adalah metode atau
cara yang dipergunakan di dalam penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka yang ada. Tahapan pertama
penelitian hukum normatif adalah penelitian yang ditujukan untuk
mendapatkan hukum objektif (norma hukum), yaitu dengan mengadakan
STAKPN
PERATURAN
1. STATUTA
2. PERATURAN AKADEMIK
3. SK Ketua STAKPN Tentang
Pembentukan Tim Pemeriksa
Terhadap Pelanggaran
Disiplin PNS STAKPN
Prinsip Good University
Governance STAKPN:
1. Kepastian Hukum
2. Transparansi
3. Berkeadilan
4. Efektif&efisien
5. Tanggung Jawab
6. Akuntabilitas
7. Tidak Menyalahgunakan
Wewenang
ANALISIS
penelitian terhadap masalah hukum. Tahapan kedua penelitian hukum
normatif adalah penelitian yang dilakukan besifat deskriptif yaitu
menggambarkan gejala-gejala di lingkup STAKPN Ambon terhadap
suatu kasus yang diteliti, pendekatan yang dilakukan yaitu pendekatan
kualitatif yang merupakan tata cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif. Pendekatan kualitatif oleh penulis bertujuan untuk mengerti
atau memahami gejala yang diteliti. Penulis melakukan penelitian dengan
tujuan untuk menarik asas-asas hukum yang dapat dilakukan terhadap
hukum positif tertulis maupun hukum positif tidak tertulis.
2. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dengan
pendekatan tersebut peneliti akan mendapatkan informasi dari berbagai
aspek mengenai isu hukum yang dicari jawabnya. Macam-macam
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian ini adalah :
a. Pendekatan UU (statue approach)
Pendekatan ini dilakukan dengan menelaah peraturan perundang-
undangan yang terkait dengan permasalahan (isu hukum) yang
sedang dihadapi.
b. Pendekatan Konseptual (conceptual approach)
Pendekatan yang dilakukan dengan menelaah prinsip Good
University Governance sebgai landasan hukum.
3. Sumber dan Jenis Data
a. Bahan Hukum Sekunder
Di artikan sebagai sumber hukum yang tidak mengikat tetapi menjelaskan
mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil olahan pendapat
atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari suatu bidang tertentu
secara khusus yang akan memberikan petunjuk kemana peneliti akan
mengarah, yang dimaksudkan dengan bahan hukum sekunder meliputi
teks book (buku hukum) yang memuat teori-teori dan konsep tentang
hukum pandangan para pakar, jurnal hukum, internet dan sebagainya.10
b. Bahan Hukum Primer
Sumber hukum primer merupakan bahan yang mencakup masalah yang
akan di teliti mencakup peraturan perundang-undangan, putusan-putusan
pengadilan (yurisprudensi), dan sebagainya.
10 Suratman&H.Philips Dillah, Metode Penelitian Hukum, Desember 2012, hlm.82
4. Unit Amatan
Berdasarkan penelitian yang penulis lakukan, sehingga yang menjadi unit
amatan dalam penulisan ini yaitu aturan-aturan yang berlaku pada
STAKPN yang meliputi STATUTA, Peraturan Akademik, Surat
Keputusan (SK) Ketua STAKPN Ambon Tentang Pembentukan Tim
Terhadap Pelanggaran Disiplin PNS STAKPN Ambon.
5. Unit Analisis
Analisis merupakan substansi aturan di STAKPN yang berdasar pada
prinsip Good University Governance yaitu :
1. Prinsip-prinsip Good University Governance dalam peraturan-
peraturan di lingkungan STAKPN.
2. Prinsip partisipasi stakeholder dalam penyusunan peraturan di
STAKPN.