BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Bisnis sablon menjadi cukup digemari karena pangsa pasar yang
besar, dimana permintaan akan sablon cukup besar dari konsumen. Pangsa
pasar yang besar tersebut, antara lain salah satunya terdapat di kabupaten
Bantul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
Usaha sablon yang merupakan bisnis di bidang konveksi di
Kabupaten Bantul semakin bertambah banyak dan berkembang. Usaha sablon
tersebut merupakan usaha yang terus dibutuhkan oleh seluruh lapisan
masyarakat karena usaha ini bergerak di bidang kebutuhan primer yaitu
kebutuhan sandang. Tolok ukur sukses tidaknya usaha ini bisa diukur melalui
bagaimana nama usaha sablon atau yang sering disebut vendor dapat dikenal
baik oleh masyarakat luas. Baik tidaknya nama suatu vendor dapat ditentukan
oleh kualitas dan ketepatan waktu pengerjaan.
Permasalahan yang sering kali timbul adalah keterlambatan barang
pesanan yang diterima oleh pihak konsumen. Keterlambatan tersebut
menimbulkan kerugian bagi konsumen. Selain itu, kualitas barang pesanan
tidak jarang menjadi hal yang harus diperhatikan karena berkaitan dengan
kepuasaan konsumen. Akibat dari permasalahan tersebut, berdampak bagi
pelaku usaha sablon, yaitu terlambatnya pelunasan pembayaran. Termasuk
dalam hal ini adalah tidak diambilnya barang pesanan oleh pihak konsumen.
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
2
Menjamurnya bisnis sablon menjadi alasan kuat akan perlunya
suatu perlindungan hukum terhadap para pihak, yaitu pelaku usaha dan
konsumen. Perlindungan hukum tersebut tertuang didalam perjanjian yang
diadakan oleh para pelaku usaha sablon dengan konsumennya. Perjanjian
sablon memuat segala klausul-klausul tentang segala sesuatunya antara pihak
pelaku usaha dengan konsumennya.
Pada prinsipnya, suatu perjanjian harus memberikan keadilan bagi
para pihak. Namun demkian, fakta dilapangan menunjukkan bahwa mayoritas
pelaku usaha maupun konsumen tidak mengetahui secara jelas perlindungan
hukum yang dituangkan didalam perjanjian.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen (UUPK) menjelaskan bahwa pelaku usaha dalam perjanjian
sablon wajib memberikan perlindungan dan menjamin hak-hak bagi
konsumen. Mengingat UUPK merupakan payung hukum dalam bidang
penegakan hukum konsumen, maka perjanjian sablon antara pelaku usaha
dengan konsumen wajib mematuhi ketentuan-ketentuan yang ada dalam
UUPK.
Pentingnya pelayanan jasa yang diberikan oleh pelaku usaha kepada
konsumen menjadikannya hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan
perlindungan hukum bagi konsumen dan juga bagi pelaku usaha.
Di Kabupaten Bantul, Pelaku usaha dan konsumen sering kali
memilih mengikatkan diri dengan menggunakan perjanjian lisan. Namun ada
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
3
juga yang menggunakan perjanjian tertulis. Perjanjian lisan dinilai lebih
praktis dan tidak memerlukan waktu dan biaya dalam proses pembuatanya.
Perjanjian tertulis sebagian besar digunakan untuk pelayanan jasa terhadap
instansi pemerintahan ataupun mengenai pelayanan jasa dengan jumlah besar.
Walaupun lebih praktis dari aspek waktu dan murah dai segi biaya, kebiasaan
mengikatkan diri dengan perjanjian lisan menimbulkan permasalahan-
permasalahan yang berpotensi merugikan para pihak
Masalah yang ditimbulkan dari bentuk perjanjian antara para pihak
inilah yang mendorong penulis untuk mengadakan penelitian dengan judul
“Bentuk Perjanjian serta Perlindungan Hukum bagi Pelaku Usaha
Sablon dan Konsumen apabila terjadi Wanprestasi ( Studi kasus di
kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta )”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang penulis sampaikan dalam latar belakang,
maka dapat dirumuskan dua pokok masalah yang akan dibahas, yaitu :
1. Bagaimana bentuk perjanjian antara pelaku usaha sablon dengan
konsumen di Kabupaten Bantul?
2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap para pihak apabila terjadi
wanprestasi?
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
4
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan hukum ini terdiri dari 2 (dua) tujuan
yang saling berkaitan, yaitu :
1. Tujuan Subjektif
Tujuan subjektif merupakan tujuan dari penulis, yaitu untuk
menambah pengetahuan penulis terkait dengan bentuk perjanjian serta
perlindungan hukum terkait bisnis ataupun usaha sablon yang terdapat di
Kabupaten Bantul. Selain itu, penelitian ini merupakan salah satu bagian
dari mata kuliah Penulisan Hukum yang digunakan oleh penulis untuk
memperoleh gelar sarjana hukum (S.H).
2. Tujuan Objektif
Tujuan objektif dari penelitian ini antara lain adalah :
a. Untuk mengetahui dan mengkaji bentuk perjanjian antara pengusaha
sablon dengan konsumen di wilayah Bantul.
b. Untuk mengetahui dan mengkaji perlindungan hukum bagi para
pihak apabila terjadi wanprestasi.
D. Keaslian Penelitian
Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan penulis,
ditemukan beberapa penelitian yang memiliki kemiripan pembahasan terkait
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
5
perjanjian dan perlindungan hukum dengan objek yang berbeda, diantaranya
adalah :
1. Penulisan Hukum oleh Agung Wicaksono dengan Judul “Penyelesaian
Wanprestasi Dalam Perjanjian Jasa Laundry Di Wilayah Kota
Yogyakarta”, pada tahun 2016. Pada penulisan hukum tersebut
penulisnya mengambil rumusan masalah sebagai berikut :
a. Apakah klausul-klausul baku yang terdapat pada perjanjian jasa
laundry telah sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang
perlindungan Konsumen?
b. Apakah penyelesaian wanprestasi para perjanjian jasa laundry telah
memenuhi asas keadilan bagi konsumen?
Penulisan hukum tersebut antara lain menyimpulkan :
a. Klausul-klausul baku yang terdapat pada perjanjian jasa laundry
belum sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen karena beberapa kalusul baku yang terdapat dalam nota
transaksi jasa Landry merupakan klausula eksenorasi, yaitu klausula
yang membebaskan, bahkan dapat mengarah pada penghapusan
tanggungjawab yang seharusnya dibenbankan kepada pelaku usaha.
Klausula-klausula tersebut bertentangan degan pasal 18 ayat (1) hruf
(a) Undang-Undang Peerlindungan Konsumen yang mengatur bahwa
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
6
ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau
mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau
perjanjian apabila menyatakan pengalihan tanggungjawab pelaku
usaha. Dengan demikian klausul eksenoransi yang terdapat dalam
nota transaksi jasa laundry menjadi batal demi hukum sesuai
ketentuan dalam pasal 18 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Pada prakteknya katentuan dalam klausul baku di nota
transaksi jasa laundry tidak serta merta diterapkan oleh pemilik
usaha laundry jika terjadi wanprestasi. Pemilik usaha laundry
mengutamakan langkah penyelesaiaan dengan cara kekeluargaan dan
musyawarah.
b. Penyelesaian wanprestasi pada perjanjian jasa laundry telah
memenuhi asas keadilan bagi konsumen. Hal ini dapat disimpulkan
berdasarkan pengakuan para konsumen yang pernah mengalami
wanprestasi pada laundry langganan mereka masing-masing. Mereka
menerima penawaran ganti kerugian yang ditawarkan oleh pihak
laundry karena dinilai sebanding dengan kerugian yang mereka
alami, serta bagi konsumen yang paling penting adalah adanya itikad
baik dari pemilik laundry sedangkan mengenai jumlah aatau bentuk
ganti rugi dirasa tidak erlalu masalah bagi konsumen. Dengan
memberikan ganti rugi yang sesuai dengan harapan, maka konsumen
telah mendapatkan haknya sesuai yang tercantum pada pasal 4 huruf
h Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu tentang hak
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
7
konsumen untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian. Dengan demikian asas keadilan dalam Undang Undang
Perlindungan Konsumen telah terpenuhi. Konsumen telah
mendapatan haknya dalam kegiatan jual beli jasa secara patut,
sehingga penyelesaiaan wanprestasi tersebut dinilai adil bagi
konsumen.
2. Penulisan Hukum oleh Aisyah Ayu Musyafah dengan Judul
“Perlindungan Hukum Terhadap Para Pihak Dalam Perjanjian Jual Beli
Makanan Antara Katering X dengan Konsumen Di Yogyakarta”, pada
tahun 2015. Pada penulisan hukum tersebut, penulisnya mengambil
rumusan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah pelaksanaan perjanjian jual beli makanan antara
pihak Katering X dengan konsumen di Yogyakarta?
b. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap para pihak dalam
perjajian jual beli makanan antara Katering X dengan konsumen di
Yogyakarta serta upaya penyelesaian yang sudah dilakukan dalam
hal terjadi wanprestasi?
Penulisan hukum tersebut antara lain menyimpulkan :
a. Pelaksanaan perjanjian jual beli makanan antara katering X dengan
konsumen di Yogyakarta tidak selalu berjalan mulus. Beberapa kali
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
8
terjadi wanprestasi yang dilakukan baik dari konsumen maupun
katering x. Wanprestasi yang terjadi menunjukkan adanya kewajiban
dari salah satu pihak yang tidak terlaksana dengan baik dan terdapat
hak dari pihak lain yang tidak terpenuhi. Berdasarkan penelitian
penulis, bentuk wanprestasi yang dilakukan konsumen yaitu
keterlambatan pembayaran dan pembatalan sepihak, sedangkan
bentuk wanprestasi yang dilakukan Katering X adalah tidak
menyediakan makanan sesuai yang diperjanjikan. Kesemua
wanprestasi yang terjadi pada perjanjian tersebut diselesaikan
dengan melepaskan haknya untuk menuntut ganti rugi dan dengan
musyawarah diantara kedua belah pihak tanpa proses pengadilan.
b. Perlindungan hukum terhadap para pihak dalam hal terjadi
wanprestasi pada perjanjian jual beli makanan antara Katering X
dengan konsumen di Yogyakarta diatur dalam UU PK dan
KUHPerdata. UU PK mengatur mengenai hak dan kewajiban pelaku
usaha dan konsumen serta asas-asas perlindungan konsumen.
Perlindungan hukum bagi konsumen terhadap wanprestasi yang
dilakukan Katering X berdasarkan UU PK dapat diajukan tuntutan
pidana karena tidak dilaksanakannya pesanan sesuai yang
diperjanjikan. Perlindungan hukum bagi pelaku usaha atas
wanprestasi yang dilakukan konsumen menurut KUHPerdata, pelaku
usaha dapat menuntut pemenuhan perjanjian, pemenuhan perjanjian
dengan ganti rugi, pemenuhan ganti rugi, pembatalan perjanjian, dan
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
9
pembatalan perjanjian dengan ganti rugi. Pada wanprestasi yang
dilakukan konsumen, Katering X hanya meminta ganti rugi saja pada
wanprestasi berupa pembatalan perjanjian secara sepihak.
Wanprestasi yang berupa keterlambatan pembayaran, Katering X
hanya menuntut pemenuhan perjanjian. Pada wanprestasi yang
dilakukan Katering X, konsumen tidak menuntutapapun dari
Katering X karena merasa tidak terlalu dirugikan.
3. Penulisan Hukum oleh Nadhil Afiq dengan Judul “Upaya Penyelesaian
Wanprestasi Dalam Perjanjian Produksi Konveksi Di CV.WARHOLE Di
Yogyakarta”, pada tahun 2017. Pada penulisan hukum tersebut,
penulisnya merumuskan masalah sebagai berikut :
a. Bagaimanakah upaya perlindungan terhadap konsumen yang
dilakukan oleh pihak CV. Warhole dalam perjanjian produksi
konveksi?
b. Bagaimanakah bentuk wanprestasi dan upaya penyelesaian
wanprestasi dalam perjanjian produksi konveksi di CV. Warhole di
Yogyakarta?
Penulisan hukum tersebut antara lain menyimpulkan:
a. Upaya perlindungan terhadap konsumen yang dilakukan oleh CV.
Warhole belum berhasil secara sepenuhnya untuk mencegah
kerugian yang mungkin diderita oleh konsumen akibat adanya
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
10
wanprestasi meskipun dengan cara perlindungan hukum preventif
yang dilakukan dengan mengimplementasikan Pasal 7 UUPK
tentang kewajiban pengusaha dan perlindungan hukum represif
dengan cara melakukan penggantian produk hingga menyediakan
ganti rugi bagi konsumen yang mengalami akibat dari wanprestasi
dan telah memenuhi syarat sah perjanjian terutama secara objektif
dimana apabila syarat ini tidak dipenuhi maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Pihak CV.Warhole telah memenuhi tanggung
jawab dalam melindungi hak konsumen yang dalam hal ini
pemenuhan perjanjian produksi konveksi sesuai dengan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
namun belum bisa melaksanakannya secara optimal sehingga masih
dapat ditemuinnya wanprestasi
b. Bentuk wanprestasi yang terjadi dalam perjanjian produksi konveksi
di CV. Warhole tejadi dalam dua bentuk, yang pertama adalah
dipenuhinya kewajiban namun tidak sesuai dengan kesepakatan
sebelumnya, misalnya saja spesifikasi dari detail pakaian yang
dipesan berbeda dengan kehendak konsumen, yang kedua adalah
tidak dipenuhinya kewajiban secara tepat waktu, atau dengan kata
lain terdapat ketidaksesuaian terhadapap tanggal penyelesaian
produk sesuai dengan kesepakatan diawal. Upaya penyelesaian yang
dapat ditempuh apabila terjadi wanprestasi tidak tertulis dalam
perjanjian produksi konveksi antara CV dan konsumen, meski begitu
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
11
terdapat upaya penyelesaian yang ditempuh oleh CV apabila terjadi
suatu wanprestasi , yaitu dengan cara musyawarah mufakat, hal
tersebut dilakukan dengan ujuan agar upaya penyelesaian nya lebih
cepat, praktis, dan tidak perlu menghabiskan banyak biaya. Selain itu
dengan penyelesaian secara musyawarah mufakat diharapkan dapat
menjaga hubungan baik antara pihak CV. Warhole dengan
konsumen.
Berdasarkan hasil bacaan penulis terhadap ketiga penulisan hukum
tersebut, maka terdapat perbedaan antara ketiganya dalam hal permasalahan
dan objek penelitian.
Penulisan hukum pertama menitikberatkan pada penyelesaian
wanprestasi dalam jasa laundry. Penulisan hukum yang kedua menekankan
pada aspek perlindungan hukum para pihak dalam jual beli makanan catering.
Pada penulisan hukum yang ketiga menitikberatkan bentuk-bentuk
wanprestasi dan penyelesaian apabila terjadi wanprestasi yang terjadi antara
CV. WARHOLE dengan konsumen. Sedangkan pada penelitian yang
dilakukan penulis, fokusnya adalah bentuk perjanjian pelaku usaha sablon
dengan konsumen dan perlindungan hukum apabila terjadi wanprestasi di
kabupaten Bantul.
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang jelas,
diantaranya adalah :
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
12
1. Manfaat secara teoritis
Diharapkan hasil penelitian ini memberikan kontribusi
pemikiran dalam rangka pengembangan ilmu hukum, dan menjamin
kepastian hukum mengenai bentuk perjanjian antara pengusaha sablon
dengan konsumen dan perlindungan hukum terhadap para pihak apabila
terjadi wanprestasi.
2. Manfaat secara praktis
Diharapkan hasil penelitian ini dapat berguna untuk memberikan
masukan baik berupa saran atau solusi atas permasalahan yang terjadi di
dalam perjanjian antara pengusaha sablon dengan konsumen di wilayah
Kabupaten Bantul.
BENTUK PERJANJIAN SERTA PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PELAKU USAHA SABLON DANKONSUMEN APABILA TERJADIWANPRESTASI (STUDI KASUS DI KABUPATEN BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA)ADAM GHOZALLIUniversitas Gadjah Mada, 2018 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/