BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

28
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai bagian dari dunia Islam di seluruh dunia, Islam Indonesia mengalami kebangkitan sejak tahun 1970an (Hefner, 1997:, Tessler & Jesse, 1996). Kebangkitan Islam di Indonesia pada era tersebut berkaitan dengan praktik agama dan aktivitas sosial dan politik. Salah satu diantaranya adalah kebangkitan tradisi sufi. Sebelum abad 20 Islam di Indonesia didominasi oleh aktivitas sufi. Namun setelah itu tradisi sufi menurun, baru pada tahun 1980an minat terhadap tradisi sufi meningkat lagi. Hal tersebut sama populernya dan telah dikenal bahwa penyebaran Islam di Jawa dilakukan oleh Wali Songo. Sisi lain umat Islam banyak penganut faham dari ajaran sufi Imam Ghozali (Hassbullah & Moeflich, 2000). Proses perjalanan spiritual seorang sufi dapat dilihat dari kegiatan dalam sebuah tarekat. Tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu thoriqah. Thoriqoh memiliki makna jalan atau metode (Ali & Muhdlor, 1996). Seseorang yang mengikuti tarekat memiliki tujuan untuk mencari mardhotillah (ridho Allah) sesuai dengan Al-Quran dan hadist. Secara explisit bahwa tarekat merupakan sebuah proses pendidikan spiritual yang bertujuan untuk mengembalikan manusia sesuai dengan fitrah dan tugasnya di dunia, yaitu beribadah dan menjadi kholifah untuk melakukan kebajikan dan meninggalkan yang munkar. Sejak abad ke-13 M Islam berkembang dengan pesat ke berbagai wilayah di dunia. Hal ini bersamaan dengan periode perkembangan organisasi tarekat (Dhofier, 1984). Islam masuk pertama kali di Nusantara bercorak sufi.

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sebagai bagian dari dunia Islam di seluruh dunia, Islam Indonesia

mengalami kebangkitan sejak tahun 1970an (Hefner, 1997:, Tessler & Jesse,

1996). Kebangkitan Islam di Indonesia pada era tersebut berkaitan dengan

praktik agama dan aktivitas sosial dan politik. Salah satu diantaranya adalah

kebangkitan tradisi sufi. Sebelum abad 20 Islam di Indonesia didominasi oleh

aktivitas sufi. Namun setelah itu tradisi sufi menurun, baru pada tahun 1980an

minat terhadap tradisi sufi meningkat lagi. Hal tersebut sama populernya dan

telah dikenal bahwa penyebaran Islam di Jawa dilakukan oleh Wali Songo. Sisi

lain umat Islam banyak penganut faham dari ajaran sufi Imam Ghozali

(Hassbullah & Moeflich, 2000).

Proses perjalanan spiritual seorang sufi dapat dilihat dari kegiatan

dalam sebuah tarekat. Tarekat berasal dari bahasa Arab yaitu thoriqah.

Thoriqoh memiliki makna jalan atau metode (Ali & Muhdlor, 1996). Seseorang

yang mengikuti tarekat memiliki tujuan untuk mencari mardhotillah (ridho Allah)

sesuai dengan Al-Quran dan hadist. Secara explisit bahwa tarekat merupakan

sebuah proses pendidikan spiritual yang bertujuan untuk mengembalikan

manusia sesuai dengan fitrah dan tugasnya di dunia, yaitu beribadah dan

menjadi kholifah untuk melakukan kebajikan dan meninggalkan yang munkar.

Sejak abad ke-13 M Islam berkembang dengan pesat ke berbagai

wilayah di dunia. Hal ini bersamaan dengan periode perkembangan organisasi

tarekat (Dhofier, 1984). Islam masuk pertama kali di Nusantara bercorak sufi.

2

Islam demikian mudah diterima dan diserap kebudayaan masyarakat setempat

(Sternbrink, 1984). Kaum orientalis berpendapat tasawuf adalah suatu bentuk

budaya yang masuk dalam agama Islam. Pendapat tersebut berseberangan

dengan pendapat sebagian besar umat Islam bahwa tasawuf bersumber dari al-

Qur’an dan Sunah dan berbagai paham (Said, 1983).

Di Indonesia banyak sekali tarekat berkembang dan tersebar di

daerah. Di antara tarekat besar di Indonesia adalah Naqsabandiyah. Baha’Al-

Din Muhamad Naqsabandi dari daerah yang sekarang menjadi wilayah Rusia

adalah pendiri tarekat tersebut. Tarekat ini pertama berdiri di Asia Tengah,

meluas ke Turki, Suriah, Afghanistan, dan India. Di Asia Tengah Naqsabandiyah

tidak hanya di kota penting, tetapi di perkampungan. Abad ke 10 H/16 M, tarekat

Naqsabandi mencapai India di bawah pimpinan Syekh Ahmad Syirkindi (972-

1033H/1564-1624 M). Beliau dikenal sebagai mujadid Alfi-Sani pembaharu

milenium kedua (Nasr, 2003).

Tarekat Naqsabandiyah tersebar dari Asia Tengah ke Turki dan negeri

muslim timur. Tarekat Naqsabandiyah didirikan di Bukhoro abad ke 8 H/14 M

oleh Bahaudin yang di panggil Naqsaband. Naqsaband memiliki arti pelukis. Hal

tersebut berkaitan dengan zikir spiritual Naqsabandiyah yang terlukis di hati.

Gambar bermakna garis dalam hati mereka dengan kata yang tidak terucapkan

untuk mensucikan hati (Rahman, 1997).

Fenomena yang menarik terkait terekat Naqsabandiyah dalam sejarah

internasional adalah gerakan revival syekh Naqsabandiyah yang cukup berarti.

Reaksi kaum muslim atas kehadiran kolonial Barat di banyak negara selama

abad ke 13 H/19 M terwujud dalam aktivitas Naqsabandiyah. Gerakan revivalis

di Turki dan Asia barat berutang budi atas dukungan Naqsabandiyah. Sayid

3

Akhmad Syahid (w.1247 H/1831 M) pemimpin gerakan mujahidin di India. Dia

adalah seorang Naqsabandi. Pembaharu Arab terkemuka, Muhamad Rosyid

Ridla (1282-1354 H/1865-1935 M) masa mudanya menganut ajaran

Naqsabandiyah. Snouck Hurgronje mencatat pengaruh Naqsabandiyah bahkan

ke Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Sekarang di daerah tersebut menjadi

faktor penting masyarakat muslim di berbagai negara (Nasr, 2003). Maksudnya

bahwa perkembangan tarekat Naqsabandiyah sangat subur dan pengikutnya

tersebar luas tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia.

Pengikut tarekat Naqsabandiyah dalam melakukan ajaran spiritual

dengan cara memperbanyak zikir dan meditasi melalui ajaran seorang guru.

Menurut Mulyati dan Sajaroh (2006) hal tersebut karena pengaruh tulisan

syekh Yusuf yang banyak mengandung ide-ide pentingnya meditasi santri

melalui guru. Hal yang penting lainnya adalah kepatuhan seorang santri

kepada syekh tidak dapat ditawar lagi. Nasihat-nasihat tersebut juga dilakukan

oleh tokoh-tokoh tarekat Naqsabandiyah seperti Ibnu al-Arabi, Junaid al-

Bagdadi, Dzu al-Nun al-Mishri, Abdul Qodir al-Jaelani dan Bahaudin

Naqsabandi.

Naqsabandiyah tersebar di India, Cina dan kepulauan Indonesia.

Tarekat ini melarang zikir berlebihan dengan tarian dan musik. Di India tarekat

ini dikenalkan Baqi Billah abad ke 10 H/ 16 M. Selanjutnya di lanjutkan muridnya

yang berpengaruh yaitu Ahmad Sirkindi. Ahmad Sirkindi di India dikenal dengan

pembaharu milineum kedua. Dia memimpin kampanye pemurnian sufisme di

India dengan menolak mistisisme pantheistis Ibnu al-Arabi (Rahman, 1997).

Tokoh terkenal yang berada di Delhi adalah kholifah kepala dari Mirza

yaitu Syekh ’Abdallah. Di India dia dikenal dengan gelar sufinya Syah Ghulam

4

Ali. Kemashurannya sangat luar biasa sehingga banyak murid berdatangan dari

seluruh India, Afghanistan dan Asia Tengah (Bukhoro, Samarqand, Tasykent).

Murid yang paling terkenal diantara muridnya adalah murid yang datang dari

negeri paling jauh yaitu Kurdistan. Dia bernama Kholid Dhiya Al-Din. Selanjutnya

dia dikenal dengan nama Maulana Kholid atau Kholid al-Kurdi. Dia memiliki

kharisma yang tinggi. Dengan sendirinya, tarekat Naqsabandiyah berkembang

pesat. Selanjutnya pengikut tarekat Naqsabandiyah menisbatkan nama Maulana

Kholid. Tarekat tersebut selanjutnya dikenal dengan tarekat Naqsabandiyah

Kholidiyah (Bruinessen, 1992).

Bukti yang lain adalah berkembang pesatnya tarekat Naqsabandiyah

diberbagai wilayah. Menurut Bahaudin Muhamad Naqsaband bahwa pertama

kali tarekat masuk di Asia Tengah kemudian meluas ke Turki, Suriah,

Afghanistan dan India. Menurut Kaisar Jahangir bahwa murid-murid tarekat

tersebar di setiap kota kecil dan kota besar diseluruh penjuru kekaisaran

Mughal. Maulana Kholid Kurdi mengirim muridnya untuk menyebarkan tarekat

Naqsabandiyah diberbagai benua baik skala nasional maupun internasional.

Maulana Kholid mendorong terjadinya dinamika dalam tarekat

Naqsabandiyah. Dia menanamkan semangat puritan dan menjadi aktivis.

Banyak muridnya dia yang terjun dalam bidang politik, antara lain Syekh

Syamil dari Daghistan yang bertahun-tahun memimpin perjuangan melawan

Rusia dan berhasil menaklukkannya pada tahun 1859. Di Kurdistan, tarekat

Naqsabandiyah menjadi organisasi politik yang kuat. Pemberontakan

nasionalis awal dilancarkan oleh kaum Kurdi. Syekh-syekh Naqsabandiyah

juga ikut ambil peran dalam pemberontakan tersebut. Peran tersebut adalah

5

perlawanan terhadap pendudukan Rusia di Asia tengah pada penghujung

abad sembilan belas (Bruinessen, 1992).

Penyebaran tarekat Naqsabandiyah berkembang pesat ke seluruh

dunia sampai memasuki wilayah Indonesia pada abad 16 masehi yaitu wilayah

Kalimantan dan sampai di pulau Jawa pada abad 17, tepatnya di Kabupaten

Kebumen. Bruinessen (1992) menjelaskan awal masuknya tarekat di Kebumen.

Perkembangan tarekat Naqsabandiyah di Kebumen membawa

dampak positif dan pengaruh terhadap nilai-nilai budaya, sosial dan politik serta

perjuangan bangsa Indonesia. Sikap perlawanan terhadap anti penjajah

Belanda yang ditunjukkan pengikut tarekat Naqsabandiyah berakibat kepada

salah satu tokoh penyebar tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kebumen yaitu,

mbah Abdurohman dipenjara oleh Belanda. Hal tersebut sebagai upaya strategi

Belanda menghadapi sikap revolusif dan agresif para pengikut tarekat. Selain

itu, ini sesuai dengan kecurigaan dan ketakutan penjajah terhadap kebangkitan

tarekat tersebut sama dengan pendahulunya (Bruinessen, 1992).

Berdasarkan pengamatan peneliti di era sekarang tarekat sudah jauh

dari pemikiran Islamolog Belanda yaitu Snouck Hurgronye. Walaupun anggota

cukup besar dan kegiatannya terbuka, kegiatan spiritualitas tarekat tetap aman

dan damai. Pemerintah tidak curiga sebagai pemberontak, organisasi agama

terlarang ataupun tersesat, teroris dan lainnya.

Uraian di atas juga didukung penelitian tentang tarekat

Naqsabandiyah di Kajen Pati Jawa Tengah yang dilakukan oleh Mufid (2006),

hasilnya bahwa perubahan kebudayaan yang disebabkan modernisasi

membawa dampak kecemasan dan keterasingan psikis seseorang. Gejala

tersebut mendorong sebagian masyarakat bergabung pada tarekat. Tarekat

6

Naqsabandiyah sebagai bagian elemen Islam yang pertama kali diterima oleh

orang Jawa. Pada tahun 1980 tarekat tersebut berkembang pesat dan salah

satu tarekat yang sangat berpengaruh di Indonesia. Tarekat tersebut menarik

karena ajarannya dan pengamalannya relatif mudah dan tidak memberatkan

termasuk bagi orang abangan. Oleh sebab itu dakwah melalui tarekat menjadi

sebuah keniscayaan di pesisir utara Jawa (Mufid, 2006).

Tarekat Naqsabandiyah di Indonesia dikenal sejak dua abad sebelum

Belanda mengenalnya pertama. Ulama pertama menyebut dalam tulisannya

adalah syekh Yusuf Makasar (1626-1699). Tokoh sejamannya adalah Abd Al-

Rauf Singkel yang memperkenalkan tarekat Satariyah di Indonesia (Bruinessen,

1992). Yusuf Makasar berasal dari kerajaan kecil Islam Gowa di Sulawesi

Selatan. Dia bertalian darah dengan keluarga kerajaan. Usia muda tahun 1644

berangkat ke Barat menimba ilmu dan menunaikan ibadah haji. Dia berbaiat

tarekat Qodiriyah. Di Yaman dia mempelajari tarekat Naqsabandiyah lewat

syekh Arab yang terkenal Muhamad ‘Abd Al-Baqi. Al-Baqi berguru pada Ibrahim

Al-Kurani seorang guru tarekat Satariyah. Yusuf Makasar di Mekah dan Madinah

belajar berbagai guru tarekat. Di Damaskus berbaiat tarekat Kholwatiyah

(Bruinessen, 1992).

Tarekat Naqsabandiyah berkembang di Jawa Tengah. Diantaranya

adalah Kudus, Girikusumo dan Popongan Semarang, Rembang Blora,

Banyumas Purwokerto, dan Kebumen. Kiai Arwani adalah Kiai yang bermukim

di Kudus. Disamping beliau seorang guru tarekat beliau juga pengasuh

pesantren Huffazh Yanbu’a Al-Qur’an. Kiai Arwani mempunyai reputasi hebat di

antara guru tarekat di pesisir utara. Menurut kemashurannya berkat beliau

sebagai seorang Kiai yang hafidz (hafal al-Qur’an). Kegiatan tarekatnya cukup

7

ramai yang dipusatkan di luar pesantren dalam gedung tersendiri. Setiap hari

Kamis di tempat tersebut berlangsung kegiatan tawajuh (Bruinessen, 1992).

Tarekat Naqsabandiyah yang besar di Jawa Tengah antara lain ada di

Kebumen. Pendirinya adalah Abdurohman. Kiai Abdurohman mendapatkan

ijazah dari Kiai Zuhdi di Mekah. Tidak ada catatan kapan berdiri dan kapan

beliau wafat. Menurut tradisi lisan keluarga Kiai Abdurohman pernah dipenjara di

Kebumen oleh pihak Belanda tetapi tidak memberitahu alasannya kenapa beliau

dipenjara. Pusat tarekat di Kebumen tempatnya dikenal dengan Pondok

Pesantren Al-Huda Jetis Kutosari Kebumen. Penerus pertama adalah

Hasbulloh. Penerus kedua cucunya bernama Mahfudz. Sekarang dilanjutkan

buyutnya bernama Gus Wahib. Kiai Hasbulloh memiliki dua putra yang kedua-

duanya mengajar tarekat Naqsabandiyah. Putra pertama bernama Dardiri

sekarang memimpin suatu pesantren di Jawa Barat. Kedua perempuan

bernama ibu Sonhaji. Pada awalnya mempelajari tarekat Naqsabandiyah

Kholidiyah tetapi kemudian dia menetap di Surabaya. Di sana mengambil

tarekat Qodiriyah wa Naqsabandiyah pada Kiai Usman Sawahpulo. Di Kebumen

beliau dikenal sebagai orang pintar daripada syekh tarekat (Bruinessen, 1992).

Adapun maksud bahwa tarekat sebagai pendidikan spiritual adalah

karena dalam tarekat memiliki elemen-elemen penting yaitu adanya seorang

guru, murid, ada kurikulum, dan lain-lain.Hal ini hampir sama dengan pendidikan

formal di sekolah atau di perguruan tinggi. Dengan demikian tarekat dapat

dipahami sebagai tempat pendidikan yang menekakankan pada aspek spiritual

melalui ritual atau riyadhoh secara bertahap sampai pada proses merasakan,

yang dibimbing oleh seorang guru mursyid (guru spiritual) sehingga muncul

kesadaran dari hati sanubari manusia berdasarkan ajaran agama Islam.

8

Hasil studi awal yang peneliti lakukan pada bulan April 2010 - Juni

2010 dengan melakukan pengamatan dan wawancara di sebuah komunitas

tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren al-Huda Kebumen,

menunjukkan bahwa secara implisit ada beberapa faktor mengapa mereka

menjadi anggota tarekat. Faktor-faktor tersebut adalah agar mendapatkan

kebermaknaan hidup, kebahagiaan atau kepuasan hidup, kebahagiaan hidup

dunia dan akhirat, tuntutan masyarakat, mendekatkan diri pada Tuhan, dan

mencari pengalaman ketuhanan.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang latar belakang seseorang

menjadi anggota tarekat, peneliti melakukan wawancara dengan subjek Wr. Dia

berusia 49 tahun. Menurut subjek dia telah mengikuti tarekat sejak tahun 1990.

Dia mengatakan bahwa;

Seseorang mengikuti tarekat sangat sederhana yaitu karena sudah berkeluarga, memiliki anak dan kalau mau bekerja pasti mendapatkan rezeki dari Allah. Kalau hidup di dunia hanya untuk bekerja tidak memiliki makna. Hati akan galau terus menerus tidak ada kepuasan dan kebahagiaan. Hidup di dunia hanya sebentar untuk bersinggah. Jadi menurut mereka hidup di dunia itu cukup sebentar. Hidup senang bagi mereka adalah mendapat rezeki halal, selamat dunia akhirat, mengikuti tarekat, dan menunaikan zikirnya tidak berat (Wr-Sa, lihat lampiran : 2).

Untuk memperkuat dan memperjelas maksud kutipan di atas, peneliti

menemui Trm (nama inisial). Dia berusia 67 tahun. Menurut subjek dia telah

mengikuti tarekat sejak tahun 1996. Kemudian peneliti bertanya tentang temuan

di atas.

Menurut Trm bahwa di desanya semua orang yang mengikuti tarekat sudah berkeluarga. Selanjutnya dia menjelaskan bahwa apabila hidup di dunia hanya bekerja untuk mengejar kepentingan materi, hati tidak akan mendapatkan kepuasaan. Padahal prinsip hidup di dunia adalah sementara, oleh sebab itu dengan berzikir akan selamat dunia akhirat. Selanjutnya ditambahkan dengan pernyataan bahwa memiliki guru ngaji (guru mursyid) dalam berzikir sebagai dasar perilaku

9

tarekat.Maksudnya adalah bahwa memiliki guru pembimbing rohani dalam bertarekat adalah wajib hukumnya agar tidak tersesat oleh bisikan iblis yang selalu menyelinap dalam hati sanubari manusia dan godaan hawa nafsu yang mengajak dalam keburukan (Trm, Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan Wr dan

Trm. Peneliti memperdalam kembali tujuan seseorang mengikuti tarekat. Peneliti

melakukan wawancara dengan Sdr. Dia berusia 59 tahun. Menurut subjek dia

telah mengikuti tarekat sejak tahun 1998. Dia mengatakan bahwa;

Seseorang mengikuti tarekat mudah saja yaitu selamat dan bahagia dunia akhirat. Mereka merasa bahagia bila mereka dapat mendapatkan rezeki dengan cara-cara yang halal dan istiqomah melakukan sholat, memiliki keluarga yang sakinah dan anak yang sholeh ataupun sholehah. Selanjutnya untuk melanjutkan kehidupannya, mereka akan lebih bahagia lagi bila dapat bergabung di tarekat dan dapat mengamalkannya. Tidak kurang dan lebih bila diberi kesempatan dikarunia rezeki yang cukup dapat melakukan ibadah haji. Apabila tercapai semua mereka cukup menikmati kebahagiaan ataupun kepuasan hidup (Sdr-Sa, lihat lampiran : 2).

Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa pengalaman

spiritual menjadi faktor pendorong orang untuk ikut baiat tarekat. Seorang

pengikut tarekat belum tentu berlatar belakang baik semua dalam hal ilmu

agama dan akhlak. Berdasarkan pengamatan peneliti tentang latar belakang

jamaah tarekat menunjukkan bahwa beberapa anggota tarekat memiliki latar

belakang sering berbuat maksiat lalu mencoba melakukan pertaubatan dengan

cara bergabung tarekat. Namun latar belakang yang gelap itu tidak mudah untuk

dihilangkan. Sebagian dari mereka masih tetap melakukan perbuatan yang

melanggar ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari yaitu melakukan maksiat.

Namun demikian sebagian mampu berhenti dalam kemaksiatan karena mereka

mengamalkan ajaran tarekat secara aktif, sungguh-sungguh dan istiqomah. Dari

pengamatan sepintas peneliti menunjukkan bahwa hasil dari pengamalan ajaran

10

tarekat secara istiqomah tampaknya berdampak positif pada perasaan

ketenangan jiwa, selalu optimis dan tidak mudah putus asa dan segera

bertaubat.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara tentang efek atau manfaat

mengikuti tarekat dengan subjek Rn. Dia berusia 60 tahun. Menurut subjek dia

telah mengikuti tarekat sejak tahun 1996. Dia mengatakan bahwa;

Rasanya hatinya tenang. Dulu tidak pernah melakukan zikir sekarang sering melakukannya. Terkadang diwaktu tengah malam bangun melakukan sholat malam. Dulu tidak pernah menangis apabila berdoa kepada Allah, tetapi tidak tahu sekarang dapat menangis apabila sedang berdoa (Rn-Sa, lihat lampiran : 2). Melihat fenomena di atas, peneliti bertemu subjek anggota tarekat

yang lain untuk menjelaskan apa makna temuan tersebut. Peneliti melakukan

wawancara dengan Krt, berusia 84 tahun.

Menurutnya, subjek telah mengikuti tarekat sejak 1996.Menurut Krt (nama samaran) bahwa seseorang yang telah berbaiat tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah memiliki kewajiban melakukan zikir setiap hari. Menurut dia bahwa manfaat mengamalkan ajaran tarekat adalah hati menjadi tenang. Maksudnya bahwa hal tersebut disebabkan oleh khusyu’ dalam beribadah, banyak berzikir dan berdoa sampai meneteskan air matanya (Krt, Sa, lihat lampiran : 2). Apabila ditelisik secara mendalam temuan di atas yaitu tujuan

mengikuti tarekat adalah kebahagiaan, kepuasan hidup, ketenangan hidup

ataupun kualitas hidup. Hal yang demikian merupakan bagian dari subjective

well being. Menurut Diener, Suh, Lucas, & Smith (1999) aspek-aspek dari

subjective well being adalah kepuasan hidup secara kognitif, kondisi yang

menyenangkan (positive affect), dan kondisi yang tidak menyenangkan

(negative affect) secara afektif.

Hasil wawancara di atas diperkuat oleh firman Allah dalam surat Ar

radu (13) :28 ”ketahuilah bahwa hanya dengan ingat kepada Allah, hati menjadi

11

tentram.” Keadaan tenang tidak stres yang dialami oleh setiap orang membawa

akibat pada sistem kekebalan tubuh. Menurut Dunhoff (1998) bahwa seseorang

ketika mengalami depresi, marah orang tersebut akan melemah tingkat

kekebalan tubuhnya. Depresi, stres menyebabkan perubahan fisiologis dan

berakibat melemahnya sistem imun. Melemahnya sistem imun pada tubuh

berakibat pada mudahnya terserang penyakit pada orang tersebut.

Ketenangan seseorang berkaitan dengan kerja otak sistem limbik.

Sistem limbik dalam struktur hirarki otak berada di tengah antara diensefalon

(batang otak) dengan cerebrum. Sistem limbik mempunyai peran pengendali

emosi, perilaku insting, motivasi dan perasaan. Baik korteks cerebri maupun

sistem limbik, keduanya memiliki akses ke area motorik batang otak. Hal yang

demikian memungkinkan manusia belajar beradaptasi dan perilaku emosinya

(Heryati & Faizah, 2008).

Apabila dikaji secara mendalam ayat di atas bahwa zikir memiliki efek

pada ketenangan ketentraman dan dapat menghindar dari keadaan stress.

Kajian tersebut berkaitan dengan psikoneuroimunologi. Menurut Dantzer dan

Kelly (1995, dalam Prawitasari, 1997) ada keterkaitan antara stres dan

kekebalan tubuh dengan mengaitkan antara otak dan sistem imun.

Penelitian eksperimen klinis menunjukan bahwa stress yang terjadi

dilaboratorium ataupun secara alamiah akan menimbulkan aktivitas limphosit

dan makrophagus dengan cara yang kompleks yang berkaitan dengan respon

imun. Pengaruh stres pada sistem imun tidak hanya dipicu oleh glucocorticoids,

tetapi juga oleh katekolamin, penenang (opioids) endogen dan hormon pituateri

seperti hormon perkembangan. Kepekaan sistem kekebalan tubuh pada stres

terjadi sebagai konsekuensi tidak langsung pengaruh resiprok pengendalian

12

yang ada diantara sistem kekebalan dan sistem syaraf pusat. Cara kerjanya

sistem kekebalan menerima signal dari otak dan dari sistem neuroindokrin

melalui sistem saraf otonom, dan hormon mengirim informasi ke otak melalui

citokinesi.

Penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara

stres sistem imun dan munculnya penyakit pada seseorang. Peran hormon

sangat besar dalam munculnya kekebalan tubuh ketika seseorang dalam

keadaan stres. Demikian juga perubahan fisiologis dan perubahan kimiawi saraf

di otak. Respon imun mempunyai peran besar dalam pembentukan sistem

kekebalan tubuh ataupun munculnya penyakit pada seseorang (Dunn, 1989,

dalam Prawitasari, 1997).

Anggota tarekat yang selalu dalam kondisi tenang, bahagia bersyukur

dengan keadaan emosi yang positif atau menyenangkan merupakan refleksi dari

teori subjective well being kepuasaan hidup secara kognitif dan kondisi yang

menyenangkan (positive affect) secara afektif. Efek secara positif seseorang

yang selalu melakukan zikir orang tersebut emosinya selalu dalam keadaan

positif dan sehat badanya. Hal tersebut terbukti bahwa seseorang yang selalu

zikir kepada Allah umurnya panjang dan sehat badannya.

Selanjutnya peneliti melakukan survei tentang kegiatan-kegiatan

tarekat terkait dengan amaliah.Hasil survei peneliti tanggal 7 Februari 2011

tentang kegiatan tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren al-

Huda diantaranya adalah :

(1) Setiap seminggu sekali ada kegiatan yang dinamakan tawajuhan (pertemuan tatap muka). Kegiatan ini berupa zikir bersama secara tertutup. Sebelum zikir bersama biasanya diisi kuliah (pengajian) ceramah agama;, (2) Kegiatan pertemuan bulanan tingkat satu

13

kecamatan. Kegiatan ini berisi zikir bersama secara terbuka dan ceramah agama;, (3) Kegiatan pertemuan tiga bulan tingkat kabupaten. Kegiatan sama dengan nomor dua;, dan (4) Kegiatan tahunan bertempat di Pondok. Kegiatan tersebut dinamakan haul (ulang tahun kematian) pendiri tarekat di Pondok yaitu Syekh Machfudz Hasbulloh. Acara kegiatannya hampir sama dengan nomor dua dan tiga. Pengamatan peneliti dari ragam pertemuan tersebut jumlah peserta bukan lagi puluhan atau ratusan, tetapi ribuan. Setiap kegiatan berjalan tertib, aman, dan damai (Sv-Sa, Lampiran : 2).

Dari informasi kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan dalam tarekat di

atas menunjukkan bahwa misi kegaitan tarekat memiliki hubungan dengan misi

diutusnya Nabi Muhamad SAW dimuka bumi, yaitu untuk memperbaiki akhlak

umat manusia. Misi Nabi Muhammad ini dipertegas dengan beberapa

keutamaan akhlak beliau antara lain sifat shidik, amanah, tabligh dan fathonah.

Shidik memiliki arti benar. Rasulullah selalu berusaha melakukan kebenaran

dalam hal perkataan dan perbuatan. Amanah memiliki arti dapat dipercaya.Nabi

Muhamad segala tingkah lakunya pembicaraannya dapat dipercaya.Tabligh

memiliki arti menyampaikan. Nabi Muhamad yang mengemban misi Tuhan, apa

yang didapatkan dari Tuhan dia selalu menyampaikan kepada umatnya, bukan

untuk sendiri. Fathonah memiliki arti cerdas.Nabi Muhamad adalah sosok

pemimpin besar umat. Dia memiliki kelebihan dengan yang lain yaitu

kecerdasan pikiran (Labib, tt).

Merujuk pendidikan spiritual tarekat berkaitan dengan misi nabi

tentang akhlak mulia, peneliti melakukan wawancara kepada beberapa anggota

tarekat yang terpusat di Kebumen, Sokaraja Kabupaten Banyumas, dan Kudus

untuk mengetahui bagaimana tujuan dan manfaat mengikuti tarekat. Pertama,

peneliti melakukan wawancara pada subjek Wyd (nama samaran) anggota

tarekat yang terpusat di Kebumen.

14

Sebelum saya mengikuti tarekat dapat dikatakan tidak berakhlak mulia. Sebagai atlet tinju saya telah bertanding lima puluh kali pertandingan. Saya memenangkan pertandingan dengan pukulan KO tiga kali, dan kalah KO tiga kali. Selain menang KO, saya juga pernah menang nilai sebanyak delapan belas kali. Selainnya saya kalah bertanding dengan nilai sebanyak dua puluh enam kali. Dalam hidup ketika saya menjadi atlet tinju, saya memiliki falsafah lebih baik mati dalam pertandingan ring tinju daripada mati bunuh diri. Bagi saya mati ketika bertanding di ring dalam pertandingan tinju adalah sebuah resiko yang harus siap dihadapi seorang petinju.Sebelum saya masuk menjadi anggota tarekat terkadang minum-minuman keras dan judi. Saya sering mengatakan sesuatu yang tidak sopan dan kasar. Dulu saya pernah menjadi satpam bar (Wyd-Sa, lihat lampiran : 2).

Selanjutnya peneliti menanyakan pada subjek Wyd mengapa memilih

mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Pondok Pesantren al-Huda

Kebumen.

Pilihan saya mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok Pesantren al-Huda Kebumen, karena Kiainya Bapak Wahib Machfudz memiliki kharisma yang baik. Untuk ukuran Kiai Kabupaten Kebumen menurut saya, dia masih unggul. Buktinya murid tarekatnya banyak dan dapat dikata terbanyak di kabupaten Kebumen.Dia termasuk orang yang marifat, karena ketika saya silaturohmi kepadanya apa yang dikatakan dia sesuai dengan keadaan perilku saya. Dia baik akhlaknya tidak pernah marah pada santrinya dan jujur. Karena dia sebagai ulama, mungkin dia berusaha meniru akhlak nabi (Wyd-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti memperdalam lagi wawancara dengan subjek Wyd bagaimana

manfaat setelah mengikuti tarekat.

Saya setelah mengikuti tarekat rajin melaksanakan sholat, zikir, terkadang membaca al-Qur’an. Saya tidak pernah minum-minuman keras dan judi. Saya selalu berusaha akan menjadi manusia yang baik walaupun tidak dengan cepat dan sempurna. Sisi lain menurut saya hidup menjadi tenang (Sa-Wyd, lihat lampiran : 2). Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan subjek.

Selanjutnya peneliti melakukan wawancara dengan informan yaitu istrinya Rhm

15

(nama samaran). Peneliti menanyakan bagaimana perubahan perilaku Whyd

setelah mengikuti tarekat.

Menurut saya suami saya setelah mengikuti tarekat, dia berusaha melaksanakan sholat lima waktu dengan baik. Dulu dia tidak pernah melaksanakan sholat sunah sekarang terkadang melaksanakannya. Interaksi saya dengan dia menjadi baik, dan mendidik anaknya juga sabar dan berusaha untuk mengurangi perkataan kasar. Dulu sebelum ikut tarekat terkadang minum minuman keras, sekarang dia sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak minum minuman keras setelah mengikuti tarekat (Sa-Rhmh, lihat lampiran : 2). Untuk memperdalam isu ini peneliti melakukan wawancara dengan Wr

(nama samaran).

Teknik berzikirnya yaitu dengan cara menyepi (sirri) melatih untuk tidak berbuat riya atau mengaharap pujian orang lain dalam beribadah. Saya mencari berkah guru dan saya ingin diakui sebagai santrinya seumur hidup. Sejak mendirikan toko al-Huda kalau tidak salah tahun 1986 sampai sekarang saya belum pernah minta kenaikan gaji dan korupsi. Padahal saya yang memutar roda usaha toko tersebut. Toko tersebut dapat dikatakan toko kitab terbesar di Kabupaten Kebumen.Saya lebih baik diberi uang satu juta berkah, daripada seratus juta tidak berkah (Wr-Sa, lihat lampiran : 2).

Selanjutnya peneliti menanyakan kepada istrinya Wr yaitu Smh (nama

samaran). Smh juga telah berbaiat. Peneliti menanyakan bagaimana keadaan

perilakunya sebelum dan sesudah mengikuti tarekat.

Sebelum mengikuti tarekat dia sudah baik, karena dia juga santri al-Huda. Perubahan yang lebih baik setelah baiat menurut suamiku dan saya (Smh) dapat mengendalikan hawa nafsu yang tidak baik (emosi, korupsi, judi, perempuan dan lain sebagainya). Suamiku mampu menata emosi dalam mendidik anak ataupun interaksi dengan orang lain. Selanjutnya zuhud yaitu tidak terikat pada gemerlapnya dunia. Dia menerima apa adanya dan selalu bersyukur atas nikmat yang diterima dari Allah (Wr-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti memperdalam lagi melakukan wawancara dengan subjek

yang telah berumur 85 tahun. Dia masih sehat badannya dan masih aktif bekerja

di sawah. Dia sudah ditinggalkan istrinya meninggal dunia, namun dia tidak mau

16

menikah lagi. Peneliti menanyakan kepada subjek mengapa mengikuti tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok Pesantren al-Huda.

Saya mengikuti tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah Pondok Pesantren al-Huda karena mengikuti badal di kampung bapak Kiai Abdullah Maksum. Saya hanya pasrah mendengar dan taat sami’na wa atho’na pada badal, karena badal memilihkan guru spiritual yang baik (Smn-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti melanjutkan apa efek yang didapatkan setelah mengikuti

tarekat.

Saya setelah baiat melaksanakan ajaran tarekat, hati saya menolak untuk bertindak hal yang tidak baik. Saya berusaha melaksanakan ajaran tarekat, menolong orang, tidak menyakiti orang atau berakhlak luhur. Hati saya menjadi tenang tentram dengan urusan dunia. Bahkan saya tidak pernah sakit keras. Asalkan badan sehat saya bekerja terus ke sawah dan ladang. Sayapun sudah tidak ingin menikah lagi. Saya sudah cukup dengan beribadah mendekatkan diri kepada Allah dengan berzikir dan memperbanyak sholat sunah untuk bekal hidup di akhirat nanti (Smn-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara anggota tarekat di

atas. Peneliti melakukan wawancara kembali pada anggota tarekat yang masih

memiliki usia muda. Peneliti bertemu dengan Mr (nama samaran). Dia berusia

31 tahun. Dia memiliki pekerjaan sebagai guru dan pendidikan terakhirnya

sarjana. Dia baiat tarekat tahun 2005. Peneliti menanyakan apa manfaat yang

diperoleh setelah mengikuti tarekat.

Saya baiat tahun 2009. Menurut saya manfaat setelah saya masuk tarekat saya dilatih untuk istiqomah atau konsisten beribadah yaitu berzikir. Setelah melakukan zikir hati menjadi tenang dan badan menjadi sehat. Masalahnya beban pikiran menjadi ringan dan berkeringat setelah berzikir. Bahkan sering mendapat petunjuk untuk mencari jalan keluar yang terbaik ketika memiliki masalah hidup setelah melakukan zikir (Mr-Sa, lihat lampiran : 2). Memperdalam manfaat positif seseorang setelah mengikuti tarekat

peneliti melakukan wawancara pada anggota tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah

yang berpusat di Sokaraja Kabupaten Banyumas. Peneliti bertemu dengan

17

badal setempat dan anggota tarekat yang sedang melakukan suluk. Peneliti

bertanya pada anggota tarekat yang sedang melakukan suluk yang bernama Tr

(samaran). Dia datang dari luar Jawa. Umurnya 57 tahun dan pekerjaanya dulu

sebagai pegawai negeri yaitu guru. Dia minta pensiun dini karena aktif dalam

partai politik. Tahun 2014 dia mencalonkan diri anggota legislatif, tetapi

suaranya tidak mencukupi untuk menjadi anggota dewan perwakilan rakyat. Dia

baiat tarekat bulan April 2014.Peneliti menanyakan mengapa mengikuti tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah.

Saya setelah melakukan perjalanan hidup yang panjang sebagai pegawai negeri yaitu guru, mencalonkan diri menjadi DPR dan pekerjaan lainnya seperti berdagang, saya tidak mendapatkan kepuasan dan ketenangan hidup. Rasanya hidup hanya untuk mencari dunia saja menjadi hampa. Saya telah melalang buana mencari guru spiritual di Jakarta, Bandung, tetapi yang cocok adalah di sini yaitu tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Sokaraja (Tr-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti menanyakan apa manfaat mengikuti tarekat Naqsabandiyah

Kholidiyah di Sokaraja Kabupaten Banyumas kepada Tr.

Menurut saya setelah mengikuti tarekat, saya menjadi menemukan hidup yaitu bahwa hidup tidak hanya untuk dunia saja, tetapi juga untuk akhirat. Hidup tidak hanya untuk memenuhi hawa nafsu saja atau kepuasan sesaat, tetapi hidup adalah untuk ketenangan hati, dan hidup untuk kebermanfaatan pada orang lain (Tr-Sa, lihat lampiran : 2).

Selanjutnya peneliti menanyakan pada badal yang telah membimbing

perjalanan spiritual Tr dari baiat sampai suluk.

Tr menurut saya sekarang rajin beribadah sholat jamaah dan melaksanakan zikir. Dalam berinteraksi dan berbicara dia sekarang tenang tidak mengebu-gebu. Dia berpendapat bahwa hidupnya sekarang tidak hanya untuk mencari dunia saja, tetapi juga untuk akhirat. Dia mulai menemukan makna hidupnya, sehingga dia mau melaksanakan suluk di Sokaraja, walaupun rumahnya jauh di luar Jawa (Tr-Sa, lihat lampiran : 2).

18

Memperdalam wawancara di atas peneliti bertemu dengan Mursyid

tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Sokaraja Kiai Thorik. Peneliti menanyakan

tujuan baiat dan manfaat zikir tarekat.

Tujuan baiat tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah adalah berjajnji pada Allah untuk menempuh jalan taubat kepada Allah. Manfaat zikir tarekat yaitu berlatih untuk pasrah dan ikhlas kepada Allah. Disamping itu melaksanakan zikir tarekat juga bermanfaat secara psikis untuk ketenangan dan ketentraman hati, dan secara fisik menyehatkan. Kegiatan tarekat melatih pola hidup yang sehat. Misalnya kegiatan suluk peserta wajib melaksanakan puasa, makanannya tidak boleh makan yang asalnya bernyawa seperti daging telor, ikan. Santapan makan sahur dan buka cukup sederhana yaitu nasi sayur dengan lauk tahu atau tempe (K.Thorik-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti belum merasa cukup melakukan wawancara dengan anggota

tarekat di Kebumen dan Sokaraja. Selanjutnya peneliti melakukan wawancara

dengan anggota tarekat yang terpusat di Kudus di Pondok Arwaniyah. Peneliti

bertemu dengan ketua anggota tarekat di Kudus Bapak Kiai Maksum. Dia baiat

ketika umur 31 tahun. Sekarang umurnya sudah menginjak 70 tahun. Peneliti

menanyakan manfaat mengikuti tarekat.

Sumber perilaku manusia itu di hati. Mengikuti tarekat itu bermanfaat untuk melatih ikhlas, tawakal dan hati menjadi tenang. Karena, anggota tarekat diwajibkan melakukan zikir setiap hari sesuai dengan tingkatannya. Anggota tarekat dilatih untuk muroqobah ma’iyah yaitu selalu dekat dengan Allah. Apabila anggota tarekat mencapai hal tersebut, anggota tarekat dapat meningkat sampai derajat ikhsan. Orang tersebut selalu merasa melihat dan dilihat oleh Allah dimana saja dan kapan saja (Mksm-Sa, lihat lampiran : 2). Peneliti merasa belum cukup melakukan wawancara pada anggota

tarekat di Kudus di atas. Peneliti melakukan wawancara dengan anggota yang

lain yaitu Az (nama samaran). Umur dia 45 tahun. Dia baiat tahun 2006.

Pekerjaannya sebagai pegawai negeri yaitu pendidik, dan pendidikan

terakhirnya sarjana. Peneliti menanyakan tujuan dan manfaat mengikuti tarekat

kepada Az.

19

Menurut saya tujuan mengikuti tarekat adalah selamat dunia akhirat, dan dekat dengan alim ulama sebagai pewaris dakwah dari nabi. Manfaat mengikuti tarekat hati menjadi tenang, tentram, sabar dan tawakal, ataupun sumeleh. Apabila selalu dekat dengan Allah dengan zikir tenang, tentram, sabar dan tawakal, dan sumeleh, maka dalam menghadapi masalah hidup selalu dibimbing oleh Allah (Az-Sa, lihat lampiran : 2). Apabila dikaji mendalam kasus subjek di atas tampak bahwa

pendidikan spiritual tarekat dapat merubah perilaku pengikutnya yang lebih baik.

Perilaku tersebut adalah meniru akhlak nabi Muhamad Saw. Sisi lain perilaku

spiritual tarekat juga menyehatkan badan dan psikis. Pengikut tarekat meningkat

dalam menjalankan perintah agama. Hal yang lain subjek dapat meningkat

peribadatannya kepada Tuhan, mengambil makna setiap perkara dan tetap

bahagia. Banyak hal-hal positif yang ditemui setelah orang mengikuti tarekat.

Namun demikian selain temuan-temuan di atas tentang sisi positif dari dampak

pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah peneliti ingin mengetahui

sisi kelemahannya. Peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Haji Msm. Dia

berumur 59 tahun. Dia telah mengikuti tarekat, tetapi bukan tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah.

Menurut saya (Msmn) kelemahan anggota tarekat dalam melaksanakan ajaran tarekatnya : (1) Terlalu menghormati guru;, (2) Tidak boleh melanggar aturan tarekat;, (3) Tidak boleh meninggalkan amalan zikir tarekat walaupun dalam perjalanan;, (4) Tarekat mulai ada sejak zaman sahabat;, (5) Setelah baiat diri pribadi selalu merasa dikontrol atau diawasi untuk tidak berbuat dosa (Msm-Sa, lihat lampiran : 2). Sisi kelemahan dari tarekat Naqsyabandiyah ini adalah bahwa anggota

harus banyak pengorbanan baik waktu dan materi. Misalnya dibutuhkan

anggaran untuk transportasi dan konsumsi untuk melaksanakan ritual mencari

berkah adalah ”sowan” (silaturahmi) bertemu guru Mursyid, yakni santri laki

bertemu bapak Kiai, sedangkan yang perempuan bertemu Ibu Nyai (istri Kiai).

Pertemuan tersebut terdapat tradisi mencari berkah kepada guru. Umumnya

20

selain bersalaman (berjabat tangan) dan mencium tangan guru juga

memberikan sedekah materi seikhlasnya kepada guru. Mereka melakukan hal

tersebut karena mencari berkah guru, walaupun guru tidak menganjurkan

melakukannya, karena santri yang ekonominya kekurangan terkadang menjadi

sesuatu yang memberatkan. Tetapi, karena dorongan mencari berkah sangat

kuat, walaupun berat santri tarekat berusaha melaksanakannya.

Temuan di atas dapat dikatakan merupakan kelemahan ataupun

kelebihan dari pendidikan spiritual tarekat. Hal tersebut tergantung dari sisi

mana orang memandang. Secara umum pendidikan spiritual mengajarkan tiga

aspek dalam diri manusia, yaitu kognitif, afektif dan psikomotorik. Pendidikan

aspek koginitif diajarkan melalui pendalaman ilmu tasawuf. Pendidikan aspek

afektif diajarkan melalui bersikap rendah hati, sabar dalam menghadapi ujian

Allah dan bersyukur atas pemberianNya. Pendidikan aspek psikomotorik

diajarkan melalui banyak berzikir dan perilaku akhlakul karimah.

Kajian tentang kegiatan dalam tarekat dapat dijadikan sebagai salah

satu bagian dari kajian psikologi agama (Subandi, 2009). Menurut Wulf (2002)

psikologi agama terdiri dari aplikasi teori dan metode psikologi yang berisikan

tradisi agama berupa pengalaman, sikap, dan aksi individu. Agama dipahami

sebagai refleksi ilmu pengetahuan yang aktif dapat diajak dialog dengan ilmu

psikologi. Psikologi agama adalah teori dan metode yang mengkaji

pengalaman, tradisi, sikap dan aksi-aksi individu yang berkaitan dengan agama.

Agama memiliki fungsi psikis sebagai kekuatan terapi yang paling

dalam. Hal tersebut dilakukan oleh pemeluk agama dalam aktivitas spiritualnya.

Orang yang memiliki aktivitas spiritual kuat kesehatannya lebih baik daripada

21

yang kurang kuat aktivitas spiritualnya. Aktivitas spiritual mampu memberikan

makna dari pengalaman hidupnya (Corbet, 2002).

Banyak studi tentang spiritualitas atau keberagaman berkaitan erat

dengan masalah kesehatan. Music, Traphagan, Koenig, & Larson (dikutip dari

Dalby, 2006) menyebutkan lebih dari 370 studi berkaitan dengan

keberagamaan, ataupun spiritual kaitannya dengan agama.Sama dengan studi

yang belakangan menurut McCullough, Hoyt, Larson, Koenig, dan Thoresen

(dikutip dari Daniel, Hall, Keith, Meador, Harold dan Koenig, 2008)

mengungkapkan 25% sampai 30% orang yang beragama dapat mengurangi

angka kematian. Orang yang aktif menunaikan agamannya memiliki harapan

hidup panjang sekitar 2-3 tahun.

Riyadhoh dalam tasawuf yang dipraktekkan dalam tarekat mempunyai

kaitan dengan psychological well being dalam psikologi. Joshi, Kumari dan Jain

(2008) melakukan penelitian psychological well being yang merupakan suatu

bentuk pengalaman individual. Psychological well being didefinisikan sebagai

perasaan positif seperti sehat, bahagia, kepuasan, relaksasi, kesenangan dan

kedamaian pikir. Umumnya seseorang memiliki pengalaman setiap hari ketika

melakukan aktivitas. Pengalaman tersebut dapat berupa pengalaman negatif

yaitu kecemasan, stress, frustasi, tidak bahagia. Psychological well being secara

mendalam berkaitan dengan kepercayaan agama individu. Dimensi-dimensi

kepercayaan agama meliputi perilaku agama yang berpengaruh terhadap

psychological well being. Psychological well being dapat diperoleh melalui jalan

mengikuti tarekat.

Kepuasan hidup dilukiskan dalam berbagai ragam historis dan konteks

sosial. Jaman dulu kepuasan hidup identik kaitannya dengan berbudi luhur,

22

pada zaman pertengahan berkaitan erat dengan keselamatan, dan sekarang

lebih cenderung pada terminologi aktualisasi diri, kualitas hidup dan

kesejahteraan psikologis. Hal tersebut dikenal dengan subjective well being

(Bloch, 2002).

Memahami paparan di atas dapat disimpulkan bahwa seseorang

mengikuti aktivitas tarekat merupakan bagian dari aktualisasi diri dalam rangka

memenuhi kebutuhan kesejahteraan psikologis. Karena itu, peneliti tertarik untuk

mengeksplorasi terminologi kesejahteraan psikologis dalam perspektif anggota

tarekat, maka peneliti mengadakan Focus Group Discussion (FGD). Dalam

kegiatan FGD, peneliti menghasilkan beberapa temuan terkait terminologi

subjective well being perspektif mereka bahwa;

Kesejahteraan psikologis yang bersifat subjektif adalah bahagia di dunia dan bahagia di akhirat sâadat fîdunya sâadah filakhirat. Seseorang mendapatkan kebahagiaan di dunia ataupun di akhirat ada empat macam. Pertama bahagia di dunia dan tidak bahagia atau celaka di akhirat. Kedua bahagia di akhirat dan tidak bahagia di dunia. Ketiga celaka di dunia dan celaka di akhirat. Keempat bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Ada peserta FGD yang memiliki pendapat yang lain tentang SWB. Pendapat tersebut adalah gemah ripah loh jinawi, tata tentrem karta raharja kalis lir sambikala.Gemah ripah loh jinawi memiliki arti makmur atau kaya raya. Makmur atau kaya raya baik harta benda ataupun hati. Tata tentrem memiliki arti tenang, kedamaian pikiran dan hati. Karta raharja memiliki arti selamat.Kalis lir sambikala memiliki arti jauh dari musibah atau dapat menyelesaikan setiap ujian Allah dengan baik. Orang bahagia orang yang kaya berupa harta benda dan hati. Orang bahagia orang yang tenang dan damai pikirannya. Orang bahagia orang yang selamat dunia dan akhirat, kaya harta dan hati serta damai pikirannya dan dapat menyelesaikan setiap masalah dan cobaan Allah dengan baik(FGD, Sa, lihat lampiran : 2).

Selain masalah kesejahteraan psikologi, perilaku santri tarekat juga

berkaitan dengan pencarian makna hidup. Menurut Cohen dan Chairns (2010,

dikutip dari Setyarini & Atamimi, 2011) rendahnya makna hidup dapat

mengakibatkan depresi. Hal yang sama menurut Santrock (2011, dikutip dari

23

Setyarini & Atamimi, 2011) coping pencarian makna hidup membantu individu

untuk saat-saat menghadapi kehilangan pekerjaan, relasi, dan kesehatan

maupun stres yang kronis. Sementara, menurut Steger et al (2006) penemuan

makna hidup berhubungan dengan kepribadian dan religiusitas seseorang.

Untuk mengkaji lebih komprehensif ulasan makna hidup di atas,

peneliti melakukan Focus Group Discussion (FGD) dengan anggota tarekat

Naqsyabandiyah. Dalam FGD tersebut, peneliti berdiskusi tentang apa itu

makna hidup. Hasilnya makna hidup adalah arti kehidupan.

Hidup akan berarti apabila bermanfaat bagi orang lain dan lingkungan sekitar, dengan kata lain bermanfaat bagi manusia, makhluk Allah atau alam. Selanjutnya hidup yang bermanfaat adalah hidup yang berkah dan hidup berkah adalah hidup yang senang melakukan kebaikan. Tentunya untuk mencapai hal tersebut dibutuhkan perjuangan keras dengan istilah lain bahwa hidup adalah perjuangan (FGD, Sa, lihat lampiran : 2). Selanjutnya hasil FGD juga menunjukkan bagaimana religiusitas

pengikut tarekat dan bukti nyata peningkatan religiusitas.

Bukti dari peningkatan religiusitas anggota tarekat adalah melaksanakan kewajiban zikir dan memperbanyak ibadah sunah (FGD, Sa, lihat lampiran : 2). Religiusitas tidak dapat lepas dari masalah keimanan dan spiritualitas.

Menurut Parker (2011) religiusitas merupakan ekspresi dari budaya keimanan.

Keimanan dan religiusitas merupakan dua hal yang timbal balik dan berkaitan.

Keimanan menempati pada keadaan spiritualitas seseorang. Spiritualitas

bersifat personal. Religiusitas bersifat umum dan norma (Frame, 2003;, Griffith &

Griffith, 2002). Spiritualitas merupakan aktivitas manusia universal untuk

menjadikan hidup bermakna. Spiritualitas berkaitan aktivitas manusia dalam

interaksi dengan orang lain dan diri sendiri (Parker, 2011).

24

Berdasarkan uraian dan penelitian pendahuluan di atas, peneliti

membuat kesimpulan sementara bahwa seorang pengikut spiritual tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah dengan melaksanakan zikir secara intensitas

memberikan dampak positif dalam kehidupannya. Pertama, mereka mengalami

peningkatan dalam segi religiusitas, baik berhubungan dengan Tuhan, manusia

dan alam sekitar. Kedua, mereka berusaha agar dalam kehidupan sehari-hari

dapat bermanfaat atau bermakna untuk orang lain dan makhluk lain. Ketiga,

mereka mengalami peningkatan dalam pencapaian kesejahteraan psikologis.

Hal tersebut terbukti bahwa anggota tarekat memiliki tingkat kepasrahan pada

Tuhan. Cara anggota tarekat meningkatkan religiusitas, kebermaknaan hidup

dan kepasrahan terhadap Tuhan adalah dengan memperbanyak zikir, ibadah

sunah, puasa, berkholwat, dan menjauhi hal-hal yang kurang bermanfaat.

Namun demikian kesimpulan sementara yang diperoleh peneliti perlu dikaji lebih

dalam melalui penelitian yang lebih mendalam.

B. Rumusan Masalah

Mencermati latar belakang dengan berbagai fenomena kehidupan

masyarakat di atas, peneliti merumuskan masalah sebagai berikut;

1. Bagaimana dampak pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah

Kholidiyah terhadap subjective well being pengikut tarekat?.

2. Apakah ada peranan intensitas zikir, religiusitas, dan makna

hidup secara bersama-sama ataupun mandiri terhadap

subjective well being?.

3. Apakah makna hidup merupakan mediator intensitas zikir dan

religiusitas terhadap subjective well being?.

25

C.Tujuan dan Manfaat Penelitian

a.Tujuan Penelitian.

Mengeksplorasi pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah

dan pengaruh intensitas zikir yang dilaksanakan oleh santri spiritual tarekat

Naqsabandiyah Kholidiyah terhadap subjective well being dengan

memperhatikan variabel religiusitas dan makna hidup.

b. Manfaat Penelitian.

1.Teoritis.

Manfaat hasil penelitian peneliti secara teoritis adalah memberikan

informasi ilmiah tentang efek psikologis positif bagi pengikut spiritual

tarekat. Selain itu untuk mendorong berkembangnya ilmu pengetahuan

psikologi agama di Perguruan Tinggi Islam dan memperkaya khazanah

ilmu pengetahuan psikologi.

2.Praktis

Manfaat hasil penelitian peneliti secara praktis, pertama adalah

mendapatkan hasil uji ilmiah perilaku spiritual yang positif. Kedua, untuk

memperkaya referensi pendidikan spiritual bagi perguruan tinggi dan dapat

dimanfaatkan pihak pesantren. Ketiga, untuk menemukan referensi

pendidikan spiritual tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah di Kebumen

melahirkan perilaku positif secara psikologis dan berakhlak mulia.

26

D.Keaslian Penelitian

Untuk memperjelas keaslian penelitian ini, peneliti menyajikan

beberapa penelitian berkaitan dengan spiritual. Tujuannya untuk mengetahui

letak perbedaan dan sudut pandang atau arah penelitian yang akan peneliti

lakukan. Penelitian spiritual berkaitan dengan belajar adalah ”The Knowledge

and Knowing of Spiritual Learning” (Benet, & Bennet, 2007). Penelitian tersebut

ada korelasi positif antara karakteristik representatif spiritual dan belajar

manusia. Penelitian yang lain “Changes in Spirituality Among Ayahuasca

Ceremony Novice Participants“ (Trichter, 2009). Penelitian perubahan spiritual

pada orang yang baru mengikuti upacara Ayahuasca menghasilkan bahwa

tidak ada skor yang meningkat secara signifikan pada SWB spiritual well-being

dan SM (scala mystic) setelah mengikuti upacara Ayahuasca. Sisi lain

menemukan skor sangat signifikan pada PEP (peak experience profile) dan

berpengaruh positif pada SWB dan SM. Hal yang berbeda dengan data yang

dikumpulkan secara kualitatif dengan cara wawancara bahwa partisipan

mempunyai pengalaman berbeda-beda dalam mengikuti acara Ayahuasca

dalam kelompok. Ada yang merasakan perubahan spiritual dan ada yang tidak

(Trichter, 2009).

Penelitian spiritual lain adalah, Spirituality and Well-Being in Frail and

Nonfrail Older Adults (Kirby, Coleman, & Daley, 2004). Sebelum studi ini telah

dilakukan diawali dengan identifikasi penelitian. Hasilnya bahwa kepercayaan

spiritual mempunyai kontribusi kebermaknaan hidup secara psikologis terhadap

masyarakat tua. Keterbatasan penelitian tersebut adalah mempertimbangkan

pengaruh spiritual terhadap psychological well-being (PWB), ketika kesehatan

fisik memburuk dan masyarakat menjadi lemah. Penelitian tersebut menunjukan

27

variabel kontrol untuk status perkawinan, umur, pendidikan, problem kesehatan,

gender, memiliki kelemahan mempunyai pengaruh negatif terhadap

psychological well-being (PWB).Variabel spiritual menjadi variabel prediktor

pengaruhnya signifikan terhadap psychological well-being (PWB), dan sebagai

variabel moderat pengaruhnya negatif terhadap lemahnya psychological well-

being (PWB). Oleh karena itu studi ini diarahkan ke spiritual dalam pemeliharaan

psychological well-being (PWB) (Kirby, Coleman, & Daley, 2004).

Penelitian spiritual berkaitan dengan tarekat adalah “Bisnis Kaum Sufi

Studi Tarekat dalam Masyarakat Industri” di Kudus (Mu’tasim dan

Mulkhan,1998). Orang sufi pada umumnya dikaitkan dengan orang yang

meninggalkan masalah dunia, harta. Di Kudus para penganut tarekat justru

banyak berbisnis. Mereka tetap menjalankan agama dengan mengikuti tarekat.

Mereka tetap mencari harta dengan jalan berdagang (Mu’tasim &

Mulkhan,1998).

Penelitian lain adalah penelitian yang serupa diantaranya; Pertama

”Hubungan antara intensitas zikir dengan kendali emosi pada remaja yang

tinggal di pondok pesantren Wahid Hasyim” (Afrianti, 1999). Kedua penelitian

berjudul ”Hubungan antara subjective well being dan intensitas zikir pada

jama’ah sholawat a’dzom” (Hamsyah, 2011). Penelitian tersebut dilakukan pada

kelompok sufi dengan pengumpulan data sebanyak 51 orang di Klaten dan

Boyolali Jawa Tengah. Ketiga penelitian berjudul ”Subjective well being pada

remaja yang ditinggalkan ibunya menjadi tenaga kerja wanita ditinjau dari

penerimaan diri, keberfungsian keluarga, dan pola coping positif (Wibisono,

2010). Ketiga penelitian tersebut hasilnya signifikan antara variabel independent

dan dependent.

28

Beberapa penelitian yang dipaparkan di atas adalah penelitian tentang

spiritual yang mendukung penelitian ini. Apabila dicermati dari poin spiritual yang

akan diteliti peneliti, penelitian ini merupakan pengembangan tiga penelitian di

atas.Perbedaanya adalah ; Pertama fokus penelitian ini pada komunitas spiritual

anggota tarekat Naqsabandiyah Kholidiyah yang jumlah anggota besar, mutabar

dan telah dikenal di dunia. Kedua subjeknya usia dewasa. Ketiga penelitian ini

fokus pada pendidikan dan pengalaman spiritual yang diadakan oleh lembaga

pendidikan non formal, serta efek psikologisnya. Keempat metodologi penelitian

yang digunakan berbeda yaitu mixed methods dengan cara explanatori

sekuensial.