BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

24
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sirih (Piper betle Linn) dapat digunakan sebagai antibakteri karena mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang merupakan isomer eugenol, allylpyrocathecine, cineol methyl eugenol, caryophyllen (seskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan terpinen (Sastroamidjojo, 1997). Ekstrak daun sirih dapat menghambat pelekatan, pertumbuhan, dan aktivitas glukosiltransferase dari bakteri Streptococcus mutans yang menjadi bakteri penyebab utama terjadinya karies gigi (Nalina dan Rahim, 2006). Eugenol sebagai salah satu komponen terbesar ekstrak daun sirih dinilai kurang praktis jika digunakan secara langsung sehingga perlu dibuat dalam bentuk sediaan yang tepat. Rute bukal merupakan rute administrasi obat melalui mukosa bukal (antara gusi dan gigi) yang dapat memberikan efek lokal dan sistemik. Rute ini sesuai untuk sediaan sustained release dan dapat memberikan absorpsi obat yang maksimal karena kontak langsung dengan membran absorbsi. Beberapa bentuk sediaan bukal antara lain tablet, patch, film, salep, gel, dan powder (Raghavendra et al., 2013). Patch menjamin dosis yang tepat dibanding sediaan salep dan gel. Patch juga lebih fleksibel dan lebih mudah ditoleransi oleh pasien dibanding sediaan tablet (Patel et al., 2007). Mukoadhesi mempengaruhi fleksibilitas dalam memasuki mukus atau celah jaringan karena polimer yang digunakan sebagai bahan matriks mukoadhesif merupakan polimer hidrofilik memiliki permukaan

Transcript of BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang...

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sirih (Piper betle Linn) dapat digunakan sebagai antibakteri karena

mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar terdiri dari betephenol yang

merupakan isomer eugenol, allylpyrocathecine, cineol methyl eugenol,

caryophyllen (seskuiterpen), kavikol, kavibekol, estragol dan terpinen

(Sastroamidjojo, 1997). Ekstrak daun sirih dapat menghambat pelekatan,

pertumbuhan, dan aktivitas glukosiltransferase dari bakteri Streptococcus mutans

yang menjadi bakteri penyebab utama terjadinya karies gigi (Nalina dan Rahim,

2006). Eugenol sebagai salah satu komponen terbesar ekstrak daun sirih dinilai

kurang praktis jika digunakan secara langsung sehingga perlu dibuat dalam bentuk

sediaan yang tepat.

Rute bukal merupakan rute administrasi obat melalui mukosa bukal (antara

gusi dan gigi) yang dapat memberikan efek lokal dan sistemik. Rute ini sesuai

untuk sediaan sustained release dan dapat memberikan absorpsi obat yang

maksimal karena kontak langsung dengan membran absorbsi. Beberapa bentuk

sediaan bukal antara lain tablet, patch, film, salep, gel, dan powder (Raghavendra

et al., 2013). Patch menjamin dosis yang tepat dibanding sediaan salep dan gel.

Patch juga lebih fleksibel dan lebih mudah ditoleransi oleh pasien dibanding

sediaan tablet (Patel et al., 2007). Mukoadhesi mempengaruhi fleksibilitas dalam

memasuki mukus atau celah jaringan karena polimer yang digunakan sebagai

bahan matriks mukoadhesif merupakan polimer hidrofilik memiliki permukaan

2

yang cocok untuk pembasahan mukus (Wani, 2007). Sistem mukoadhesi

digunakan untuk memperpanjang waktu tinggal obat pada tempat absorbsinya dan

memfasilitasi kontak yang erat dengan permukaan tempat absorbsinya (Chowdary

dan Rao, 2003).

Beberapa bahan obat mempunyai kelarutan yang rendah dalam air atau

dinyatakan praktis tidak larut dalam air. Senyawa-senyawa ini seringkali

menunjukkan absorbsi yang tidak sempurna atau menentu (Ansel, 2005). Terdapat

beberapa cara untuk meningkatkan kelarutan bahan obat dan laju disolusi, antara

lain dengan penambahan kosolven dan penambahan surfaktan sebagai release

enhancer substance (Yalkowsky, 1981). Cara ini cukup potensial dan sederhana

dibandingkan dengan cara lain dalam meningkatkan kelarutan dan stabilitas

bahan.

Berdasarkan penelitian Zhang et al. (2011), menunjukkan bahwa laju

pelepasan 10 komponen fenolik dengan bobot molekul yang mirip meningkat

seiring dengan meningkatnya persentase propilenglikol dalam solven. Hal ini

dikarenakan kelarutan komponen yang lebih besar karena adanya propilen glikol

yang menyebabkan obat lebih larut dalam pembawa. Penambahan komponen

gliserin meningkatkan laju pelepasan turunan hidroksisinamat dari ekstrak

Melissa officinalis L. dalam bentuk sediaan film (Rechia et al., 2010).

Berdasarkan hasil penelitian Wang dan Liu (2010), penambahan Tween 80

meningkatkan konsentrasi pelepasan eugenol dari minyak cengkeh, kayu manis,

dan kemangi dibandingkan dengan tanpa penambahan Tween 80.

3

Uji pelepasan komponen aktif patch bertujuan untuk mengetahui berapa

banyak zat aktif yang terlepas dari sediaan patch ke dalam tubuh. Aktivitas suatu

obat dipengaruhi jumlah komponen aktif yang harus dilepaskan dari sediaannya,

sehingga kadarnya dalam tubuh dapat sesuai dengan yang diharapkan (Ansel,

2005). Sifat eugenol yang sukar larut dalam saliva dapat mempengaruhi jumlah

eugenol yang terlepas dari sediaan sehingga berpengaruh terhadap aktivitas

antibakterinya. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian tentang

uji pelepasan komponen aktif patch bukal mukoadhesif ekstrak daun sirih dengan

variasi release enhancer substance, yaitu propilenglikol, gliserin, dan Tween 80.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sifat fisika kimia patch bukal mukoadhesif ekstrak daun sirih

dengan release enhancer propilenglikol, gliserin, dan Tween 80 ?

2. Bagaimana pengaruh variasi release enhancer substance propilenglikol,

gliserin, dan Tween 80 terhadap pelepasan eugenol dari patch bukal

mukoadhesif ekstrak daun sirih?

C. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dimaksudkan agar formulasi patch dengan penambahan

release enhancer substances yang memberikan hasil optimal dapat digunakan

oleh masyarakat sebagai salah satu alternatif obat antibakteri. Dengan adanya

4

penelitian ini diharapkan mampu memberikan ide dan motivasi bagi mahasiswa

untuk dapat mengembangkan kegunaan kekayaan alam Indonesia khususnya di

bidang kesehatan.

D. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui sifat fisika kimia patch bukal mukoadhesif ekstrak daun sirih

dengan variasi release enhancer substance propilenglikol, gliserin, dan Tween

80

2. Mengetahui pengaruh variasi penambahan release enhancer substance, yaitu

gliserin, propilenglikol, dan Tween 80 terhadap pelepasan eugenol dari patch

bukal mukoadhesif ekstrak daun sirih

E. Tinjauan Pustaka

1. Tanaman Sirih (Piper betle L.)

Gambar 1. Daun Sirih (diakses dari www.wikipedia.com pada 21 Februari 2015)

a. Klasifikasi Tanaman

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

5

Sub Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledone

Ordo : Diperales

Famili : Diperaceae

Genus : Piper

Jenis : Piper betle Linn (Depkes, 2000)

b. Nama simplisia : Piperis Folium (daun sirih)

c. Gambaran umum

Sirih merupakan tanaman dengan daun yang berbentuk pipih

seperti gambar hati, tepi daun rata, tulang daun menyirip, ujung daun

meruncing, pangkal daun berlekuk, daging daun yang tipis, permukaan

daun berwarna hujau dan licin, serta tangkainya agak panjang. Batang

pohon sirih berwarna hijau kecoklatan dan permukaan kulitnya kasar serta

berkerut-kerut. Sirih dapat tumbuh subur di atas tanah gembur yang tidak

terlalu lembab dan memerlukan cuaca tropika dengan air yang mencukupi.

d. Kandungan kimia

Daun sirih mengandung 4,2% minyak atsiri yang sebagian besar

terdiri dari betephenol yang merupakan isomer eugenol,

allylpyrocatechine, cineol methyl eugenol, caryophyllen (seskuiterpen),

kavikol, kavibekol, estragol, dan terpinen sehingga daun sirih memiliki

aktivitas sebagai antibakteri (Sastroamidjojo, 1997). Selain itu, daun sirih

juga mengandung karoten, tiamin, riboflavin, asam nikotinat, vitamin C,

tannin, gula, pati, dan asam amino (Rini dan Mulyono, 2003).

6

2. Ekstraksi

Ekstraksi merupakan cara untuk menarik satu atau lebih zat dari

bahan asal dengan menggunakan pelarut. Tujuannya adalah untuk

mendapatkan sebanyak mungkin zat-zat yang memiliki khasiat pengobatan

(Syamsuni, 2006). Zat-zat tersebut dapat termasuk ke dalam golongan

minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, dan lain-lain. Dengan diketahuinya zat

aktif yang terkandung dalam simplisia, maka dapat mempermudah

pemilihan pelarut dan cara ekstraksinya (Anonim, 2000).

Terdapat beberapa macam metode ekstraksi, yaitu :

a. Maserasi

Maserasi merupakan suatu proses penyarian dengan cara

merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Keuntungan dari

cara penyarian ini adalah cara pengerjaan dan peralatan yang

digunakan sederhana serta mudah dikerjakan, sedangkan kerugiannya

adalah membutuhkan waktu yang lama dalam pengerjaannya dan

penyariannya kurang sempurna. Mekanisme dari maserasi yaitu

cairan penyari akan menembus dinding sel dan akan masuk kedalam

rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif tersebut akan larut

karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan di luar sel, sehingga larutan pekat akan didesak keluar.

Peristiwa tersebut terjadi berulang sehingga terjadi keseimbangan

konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel (Anonim, 1986).

7

b. Perkolasi

Perkolasi merupakan proses penyarian simplisia dalam pelarut

yang cocok dengan cara melewatkan perlahan-lahan melalui suatu

kolom (Ansel, 2005). Proses ini dilakukan dalam alat yang disebut

perkolator yang memiliki jalan dan keluar sesuai, dan akan

menghasilkan ekstrak yang disebut dengan perkolat. Hasil ekstraksi

berupa bahan aktif yang tinggi (Ansel, 2005; Voight, 1994).

c. Infundasi

Infundasi merupakan proses penyarian menggunakan air pada

temperatur penangas air dalam waktu tertentu. Keuntungan

menggunakan metode ini adalah lebih ekonomis dibandingkan

metode lain, sedangkan kerugian metode ini akan menghasilkan sari

yang tidak stabil dan sangat mudah tercemar oleh kapang dan kuman,

sehingga tidak boleh disimpan melebihi 24 jam atau segera dibuat

menjadi ekstrak kental (Anonim, 1986).

Prinsip dari metode ini adalah ekstraksi dengan pelarut air pada

temperatur penangas air (bejana infusa tercelup dalam penangas air

mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama 15-20 menit. Infusa

diserkai dengan kain flanel selagi panas, kemudian ditambah air panas

secukupnya hingga diperoleh volum infusa yang dikehendaki

(Anonim, 2000).

8

3. Mukoadhesif

Sistem bioadhesif merupakan sistem yang memanfaatkan sifat-

sifat bioadhesi dari berbagai polimer larut air, yang akan menunjukkan

sifat adhesi (melekat) pada lokasi spesifik biologis saat terjadi hidrasi. Jika

sistem melekat pada lapisan mukus maka istilahnya dikenal dengan

mukoadhesif. Prinsip dari mukoadhesif adalah memperpanjang waktu

tinggal obat pada jaringan biologis yang mempunyai lapisan mukus serta

terjadi kontak yang erat antara bentuk sediaan dan jaringan yang

mengabsorbsi sehingga meningkatkan aliran obat (fluks) obat melewati

jaringan yang mengabsorbsi dan kadar obat yang diabsorbsi lebih tinggi

(Agoes G., 2000).

Beberapa definisi mukoadhesif antara lain: (1) keadaan dimana

dua material yang salah satunya bersifat biologi, bersatu dalam periode

waktu yang cukup lama karena adanya gaya antarmuka; (2) kemampuan

suatu bahan baik sistemik maupun biologi untuk periode waktu yang lain;

(3) terikatnya suatu sistem pembawa obat pada lokasi biologi spesifik,

permukaan biologi dapat berupa jaringan epitel atau mukus yang melapisi

permukaan jaringan; (4) interaksi antar permukaan musin dengan polimer

sintetis atau alami (Gurny et al., 1990; Mortazavi, 2002).

Mekanisme mukoadhesi dibagi menjadi menjadi dua langkah,

yaitu:

9

1. Tahap kontak: terjadi antara polimer mukoadhesif dan membran

mukosa yang menyebabkan pengembangan basis film sehingga dapat

kontak dengan lapisan gel mukus

2. Tahap konsolidasi (penggabungan): basis mukoadhesif diaktifkan

dengan adanya kelembaban yang memungkinkan molekul

mukoadhesif untuk pecah keluar dan menghubungkan ikatan Van der

Waals dengan ikatan hidrogen (Morales dan McConville, 2011).

4. Patch Bukal Mukoadhesif

Absorbsi bukal dapat memberikan aksi sistemik atau lokal

melalui mukosa bukal. Keuntungan dari sistem penghantaran ini antara

lain: 1) obat mudah digunakan sendiri oleh pasien; 2) obat terlepas untuk

periode waktu yang diperpanjang; 3) fleksibel dalam hal bentuk, ukuran,

dan permukaan; 4) memaksimalkan laju absorbsi terkait kontak langsung

sediaan dengan membran absorbsi; 5) memberikan onset yang cepat

(Raghavendra et al., 2013).

Namun, keterbatasan dari sistem penghantaran bukal

mukoadhesif ini antara lain: 1) area absorbsi yang cukup kecil; 2) sekresi

air liur terus menerus menyebabkan terjadinya pengenceran obat sehingga

konsentrasinya menjadi kecil; 3) bahaya tersedak atau tertelannya sediaan

akibat menelan makanan (Miller et al., 2005; Mishra et al., 2012).

10

Terdapat dua metode pembuatan patch bukal, yaitu:

a. Metode solvent casting

Larutan obat dan polimer dituang ke dalam cetakan, kemudian

dibiarkan hingga pelarutnya menguap

b. Metode direct milling

Seluruh komponen formula dicampur secara homogen dan dikempa

dengan ketebalan yang diinginkan, kemudian dipotong dan dikempa

keluar sesuai dengan bentuk dan ukuran yang telah ditentukan. Dapat

ditambahkan impermeable backing layer untuk mengontrol arah

pelepasan obat, mencegah kehilangan obat, dan meminimalkan

deformasi dan disintegrasi sediaan selama diaplikasikan (Kaul et al.,

2011).

Pada patch bukal mukoadhesif, diperlukan eksipien yang

berfungsi sebagai polimer mukoadhesif. Polimer ini merupakan

makromolekul natural atau sintetis yang mampu bekerja pada membran

mukosa dan dapat meningkatkan sistem penghantaran obat secara lokal.

Beberapa macam polimer yang dapat digunakan yaitu polimer anionik

(Karbopol, Na-CMC, Na-Alginat), polimer kationik (kitosan), polimer

non-ionik (PEG6000), dan polimer thiomer (Na-CMC) (Grabovac et al.,

2005).

11

5. Metode Pembuatan Freeze Drying

Freeze drying banyak digunakan pada industri farmasi dan

makanan. Metode ini berupa penghilangan air atau jenis pelarut lain dari

sebuah produk yang beku yang disebut dengan sublimasi. Sublimasi

terjadi ketika cairan yang beku berubah ke bentuk gas tanpa melalui fase

cair. Keuntungan dari metode ini bahwa produk hasil freeze drying tidak

perlu disimpan dalam kulkas dan dapat disimpan dalam suhu ruang.

Proses freeze drying terdiri dari tiga tahap, yaitu:

a. Prefreezing

Karena freeze drying merupakan bentuk perubahan dari fase padat ke

fase cair, maka material yang akan di freeze drying harus dalam kondisi

setengah beku. Metode prefreezing dan suhu akhir dari produk beku

dapat mempengaruhi kesuksesan metode freeze drying. Pendinginan

cepat menghasilkan kristal es kecil, berguna ketika produk akan diamati

secara mikroskopis, namun menghasilkan produk yang lebih sulit di

freeze drying. Pendinginan lambat menghasilkan kristal es besar namun

minim hambatan selama proses freeze drying.

b. Primary drying

Setelah dilakukan prefreezing, kondisi harus distabilkan dimana es

dapat dihilangkan dari produk beku melalui sublimasi, sehingga

menghasilkan produk yang utuh dan kering. Tahap ini membutuhkan

kontrol yang sangat hati-hati terhadap suhu dan tekanan

12

c. Secondary drying

Setelah primary drying selesai dan semua es sudah tersublim,

kelembaban masih terdapat didalam produk. Produk nampak kering

namun kelembaban residunya kurang lebih masih sekitar 7-8%.

Pengeringan lanjutan penting dilakukan pada suhu yang lebih hangat

untuk mengurangi kelembaban residu sampai ke nilai optimum.

Secondary drying biasanya menghabiskan waktu 1/3 hingga 1/2 waktu

daripada yang dibutuhkan pada primary drying (Anonim, 2004).

6. Sistem Pelepasan

Pelepasan obat berarti terjadinya pelepasan obat dari sediaan

yang kemudian obat tersebut dapat diabsorbsi oleh tubuh. Sedangkan

disolusi merupakan suatu proses terlarutnya zat padat dalam suatu pelarut.

Faktor disolusi akan mempengaruhi kecepatan pelepasan obat dari suatu

sediaan. Kecepatan pelepasan obat ini menunjukkan berapa jumlah obat

yang terlepas per satuan waktu. Nilai ini dapat digunakan sebagai

parameter yang menyatakan keberhasilan kinetika pelepasan obat (Shargel

dan Andrew, 1988).

Kecepatan pelepasan obat dipengaruhi oleh difusi molekul zat

terlarut melewati lapisan difusi dalam bahan dari larutan tersebut. Hal ini

dapat ditunjukkan dengan persamaan Noyes-Whitney, yaitu :

dC/dt = k (Cs-C) (1)

13

Dimana dC/dt adalah kecepatan pelepasan bahan obat, k adalah

tetapan kecepatan pelepasan, Cs adalah kelarutan bahan obat jenuh, dan C

adalah kadar bahan obat yang terlarut dalam medium.

Dalam percobaan Noyes dan Whitney, luas permukaan dijaga

tetap konstan. Namun, karena kondisi seperti itu tidak dapat selalu

dipraktekkan, maka oleh Brunner dan Tollozko persamaannya

dimodifikasi menjadi :

dC/dt = k.S (Cs – C) (2)

dengan S sebagai luas permukaan (Martin et al., 1983).

7. Uji Pelepasan

Uji disolusi banyak digunakan di industri farmasi terutama

dalam bidang pengembangan obat dan kontrol kualitas. Untuk sediaan

oral, disebut uji disolusi karena dilihat kecepatan pelarutan obat dalam

medium uji. Sedangkan untuk sediaan non oral (misal topikal, transdermal,

suppositoria) disebut uji pelepasan obat atau pelepasan in vitro. Karena

perbedaan bentuk sediaan yang akan mengarah pada perbedaan

fisikokimia dan karakteristik pelepasan, maka tidak dapat digunakan suatu

sistem uji tunggal yang dapat digunakan untuk semua jenis produk.

Untuk sediaan patch, beberapa metode uji yang dapat digunakan

yaitu paddle over disc/disc assembly method (USP apparatus 5), the

rotating cylinder (USP apparatus ), the reciprocating disk (USP apparatus

7), dan a paddle over extraction cell method (Martin, 1983). Membran

14

yang digunakan dapat berasal dari bahan seperti selulosa berpori inert atau

silikon. Sebelum dilakukan uji, membran diberi perlakuan terlebih dahulu

untuk pelepasan permukaan patch dan menghindari terbentuknya

gelembung udara (Anonim, 2009).

Uji pelepasan obat in vitro dari matriks dapat dilakukan

menggunakan Franz-type diffusion cells. Larutan dapar fosfat yang selalu

dimonitor suhunya pada 370C digunakan sebagai medium reseptor, dan

diaduk dengan kecepatan tertentu. Patch diletakkan dengan bagian

adhesive layer menghadap ke arah medium reseptor. Dalam interval waktu

yang ditentukan, diambil sejumlah sampel untuk dibaca absorbansinya.

Setelah pengambilan, larutan medium diganti dengan larutan dapar baru

dengan jumlah yang sama dengan jumlah pengambilan untuk menjaga

kondisi sink (Obaidat et al., 2010). Susunan alat uji disolusi sel Franz

dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Alat uji disolusi sel Franz (diakses dari www.permegear.com pada 12 Juli 2015)

15

8. Monografi Bahan

a. Kitosan

Nama kimia dari kitosan adalah poly-ß-(1,)-2-Amino-2-deoxy-D-

glucose dan memiliki sinonim 2-Amino-2-deoxy-(1,4)-ß-D-

glucopyranan; chitosani hydrochloridum; deacetylated chitin;

deacetylchitin; ß-1,-poly-D-glucosamine; poly-D-glucosamine; poly-

(1,4-ß-D-flucopyranosamine.

Kitosan berupa bubuk berwarna putih dan tidak berbau. Biasa

digunakan sebagai coating agent, disintegran, film-forming agent,

mukoadhesif, bahan pengikat, dan untuk meningkatkan viskositas. Pada

sediaan farmasi, kitosan dapat digunakan pada beberapa bentuk sediaan

dan pada beberapa tipe sistem penghantaran obat.

Gambar 3. Struktur kimia kitosan (Rowe et al., 2009)

Kitosan stabil pada suhu ruangan, meskipun bersifat higroskopis

setelah dilakukan pengeringan, dan tidak stabil dengan agen

pengoksidasi kuat. Kitosan sedikit larut dalam air, tidak larut dalam

16

etanol (95%), pelarut organik lain dan larutan yang bersifat netral atau

alkali dengan pH diatas 6,5. pH dari kitosan berkisar antara 4-6 dan

viskositasnya memiliki kisaran yang luas. Viskositas dari kitosan akan

meningkat dengan meningkatnya konsentrasi kitosan, penurunan

temperatur, dan peningkatan derajat deasetilasi (Rowe et al., 2009).

b. Asam asetat

Berupa cairan jernih, tidak berwarna, memiliki bau menusuk

dan rasa asam yang tajam. Asam asetat mengandung tidak kurang dari

32,5% dan tidak lebih dari 33,5% C2H4O2 (Anonim, 1979).

Gambar 4. Struktur kimia asam asetat (Rowe et al., 2009)

Asam asetat dapat larut dalam air, dalam etanol (95%) P, dan

dalam gliserol pekat. Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan asam asetat biasanya sebagai zat tambahan, misalnya sebagai

agen pengasam pada bermacam formulasi farmasetik dan pada

preparasi makanan. Selain itu, asam asetat juga memiliki fungsi sebagai

antibakteri dan antifungi.

17

c. Gliserin

Gliserin memiliki sinonim antara lain glycerol dan glycerolum.

Nama kimianya propane-1,2,3-triol dengan formula empiris C3H8O3

dan berat molekul 92,09.

Gambar 5. Struktur kimia gliserin (Rowe et al., 2009)

Kegunaan gliserin antara lain sebagai antibakteri, kosolven,

emolien, humektan, plastisizer, dan pemanis. Biasa digunakan pada

berbagai jenis sediaan farmasi, misal oral, optalmik, topikal, dan

parenteral.

Gliserin berupa cairan yang jernih, tidak berbau, tidak berwarna,

higroskopis, dan memiliki rasa yang manis. Gliserin dapat membentuk

kristal pada suhu rendah, dan kristal tidak akan meleleh jika dipanaskan

sampai suhu 200C. Penyimpanannya harus dalam wadah yang sejuk,

kering, dan kedap udara (Rowe et al., 2009).

d. Tween 80

Disebut juga dengan nama polisorbat-80. Tween 80 merupakan

hasil kondensasi oleat dari sorbital dan anhidridanya dengan

etilenoksida. Tiap molekul sorbitol dan anhidridanya berkondensasi

dengan lebih kurang 20 molekul etilenoksida.

18

Gambar 6. Struktur kimia Tween 80 (Rowe et al., 2009)

Tween 80 berupa cairan kental seperti minyak, jernih, kuning,

berbau asam lemak yang khas. Diketahui mudah larut dalam air, etanol

(95%) P, etil asetat P, dan dalam metanol P. Sedangkan Tween 80 sukar

larut dalam parafin cair P dan dalam minyak biji kapas P.

Penyimpanan senyawa ini dalam wadah yang tertutup rapat.

Sedangkan kegunaannya dalam formulasi sediaan obat adalah sebagai

zat tambahan (Anonim, 1979).

e. Propilenglikol

Nama kimia dari propilenglikol adalah 1,2-propanadiol dan

memiliki sinonim antara lain 1,2-dihidroksipropana; 2-

hidroksipropanol; metal etilen glikol; metal glikol; propane-1,2-diol.

Dengan rumus formula C3H8O2, propilenglikol memiliki bobot molekul

sebesar 76,09.

Propilenglikol berupa cairan yang jernih, tidak berbau, tidak

berwarna, dengan rasa yang manis dan sedikit tajam.

19

Gambar 7. Struktur kimia propilenglikol (Rowe et al., 2009)

Dalam sediaan farmasi, propilenglikol biasa digunakan sebagai

solven, ekstraktan, dan pengawet pada berbagai sediaan parenteral

maupun nonparenteral. Selain itu juga memiliki kegunakan sebagai

desinfektan, humektan, plastisizer, dan juga kosolven. Propilenglikol

merupakan solven yang lebih umum digunakan dibandingkan dengan

gliserin.

Penyimpanan senyawa ini pada suhu sejuk dalam wadah yang

tertutup rapat, pada suhu tinggi senyawa ini akan teroksidasi.

Propilenglikol stabil jika digunakan dengan etanol (95%), gliserin

maupun air. Sedangkan propilenglikol memiliki inkompatibilitas

dengan reagen pengoksidasi seperti potasium permanganat (Rowe et al.,

2009).

f. Etilselulosa

Merupakan suatu polimer rantai panjang dari unit ß-

anhidroglukosa yang saling berikatan dengan dihubungkan sambungan

asetal. Memiliki nama kimia selulosa etil eter dan sinonim

etilselulosum; Ethocel; Aqualon; Ashacel.

20

Gambar 8. Struktur kimia Etilselulosa (Rowe et al., 2009)

Etilselulosa banyak digunakan pada sediaan farmasi, baik yang

digunakan secara oral maupun topikal. Dapat digunakan sebagai agen

untuk penghantaran zat aktif sediaan yang diaplikasikan secara oral

(misal: gigi). Selain itu, juga dapat digunakan sebagai bahan penyalut,

pemberi rasa, pengisi pada tablet, bahan pengikat, dan bahan untuk

meningkatkan viskositas. Etilselulosa digunakan sebagai backing

membrane pada patch mukoadhesif untuk pemakaian secara bukal.

Membran ini mempunyai daya renggang yang tinggi dan dapat

memberikan arah pelepasan unidirectional yang baik (Sharma et al.,

2001).

Etilselulosa berupa bubuk yang tidak berasa, free-flowing,

dengan warna putih kecoklatan. Bersifat stabil dan sedikit higroskopis.

Penyimpanannya pada daerah kering tidak bersuhu lebih dari 320C yang

terhindar dari sumber panas, dan tidak boleh disimpan berdekatan

dengan peroksida atau zat pengoksidasi lainnya. Etilselulosa

inkompatibel dengan lilin parafin dan lilin mikrokristalin (Rowe et al.,

2009).

21

g. Kloroform

Memiliki rumus kimia CHCl3 dan merupakan triklormetana,

mengandung 1% v/v sampai 2% v/v etanol sebagai zat penstabil.

Berupa cairan yang tidak berwarna, memiliki bau khas, rasa manis dan

membakar serta bersifat mudah menguap.

Kloroform larut dalam lebih kurang 200 bagian air, mudah larut

dalam etanol, eter, dalam sebagian besar pelarut organik, minyak atsiri

dan minyak lemak. Kegunaannya sebagai anestetik umum, pengawet

dan bahan tambahan (Anonim, 1979).

h. Eugenol

Eugenol merupakan senyawa organik aromatis yang terdiri dari

inti benzena disertai gugus-gugus fungsi hidroksi, metoksi, dan propilen

pada posisi orto dan para (Erizal, 2006). Adanya gugus tersebut dapat

memungkinkan eugenol sebagai bahan dasar sintesis berbagai senyawa

lain yang bernilai lebih tinggi seperti isoeugenol, metil eugenol,

eugenol metil eter, eugenol etil eter, isoeugenol metil eter, vanilin, dan

sebagainya (Mustikarini, 2007). Struktur kimia eugenol ditunjukkan

pada gambar 9.

22

Gambar 9. Struktur kimia eugenol (Widayat, 2012)

Eugenol reaktif terhadap basa kuat khususnya NaOH dan KOH.

Eugenol berupa zat cair berbentuk minyak tidak berwarna atau sedikit

kekuning-kuningan. Eugenol dapat larut dalam kloroform, alkohol, eter,

dan sedikit larut dalam air (Widayat, 2012).

Aktivitas eugenol sebagai antimikroba dan antiseptik banyak

dimanfaatkan sebagai bahan baku obat kumur (mouthwash), pasta gigi,

toilet water, cairan antiseptik, tissue antiseptik, dan spray antiseptik

(Jirovets, 2010).

F. Landasan Teori

Kontrol yang efektif dari Streptococcus mutans dalam

pembentukan plak merupakan kunci untuk pencegahan dan pengobatan

karies gigi. Salah satu metode pengobatan karies gigi adalah dengan daun

sirih. Berdasarkan penelitian Nalina dan Rahim (2006), efek

penghambatan ditunjukkan oleh komponen eugenol dalam ekstrak Piper

betle L. terhadap pertumbuhan bakteri S. mutans yang berdampak pada

berkurangnya koloni bakteri ini dalam menyebabkan karies gigi.

Sistem penghantaran obat bukal merupakan langkah yang efektif

untuk memaksimalkan absorbsi obat dalam memberikan efek lokal. Salah

23

satu bentuk formulasi bentuk sediaan bukal adalah patch, yang mana patch

lebih dipilih karena fleksibilitas dan kenyamanannya (Patel et al., 2007).

Selain itu bentuk sediaan patch dipilih karena memberikan pelepasan obat

yang searah, permukaan kontak yang luas, dan penetrasi bukal dari obat

secara baik.

Release enhancer substance digunakan untuk meningkatkan

pelepasan zat aktif dari suatu sediaan. Berdasarkan penelitian Zhang et al.

(2011), menunjukkan bahwa laju pelepasan 10 komponen fenolik dengan

bobot molekul yang mirip meningkat seiring dengan meningkatnya

persentase propilenglikol dalam solven. Hal ini karena adanya propilen

glikol menyebabkan obat lebih larut dalam pembawa. Gliserin bersifat

larut air, sehingga akan berdifusi keluar dari film polimer ke dalam media

dan menyebabkan ruang kosong di dalam film dimana difusi lebih mudah

terjadi (Rowe et al., 2009). Penambahan komponen gliserin meningkatkan

laju pelepasan turunan hidroksisinamat dari ekstrak Melissa officinalis L.

dalam bentuk sediaan film (Rechia et al., 2010). Tween 80 merupakan

surfaktan anionik yang berfungsi sebagai absorption enhancer yang dapat

meningkatkan pelepasan dan kelarutan obat di dalam medium.

Berdasarkan hasil penelitian Wang dan Liu (2010), penambahan Tween 80

meningkatkan konsentrasi pelepasan eugenol dari minyak cengkeh, kayu

manis, dan kemangi dibandingkan dengan tanpa penambahan Tween 80.

24

G. HIPOTESIS

1. Penggunaan release enhancer substance propilenglikol, gliserin, dan

Tween80 dapat berpengaruh pada sifat fisika kimia patch bukal

mukoadhesif ekstrak daun sirih

2. Variasi penambahan release enhancer substance, yaitu Tween 80,

propilenglikol dan gliserin pada patch bukal mukoadhesif ekstrak daun

sirih (Piper betle L.) dapat berpengaruh pada pelepasan eugenol