apetite enhancer

36
REFERAT OBAT PENINGKAT NAFSU MAKAN (APPETITE ENHANCER) PADA GERIATRI Oleh: Dwi Prasetyo N. (G9911112057) Niawati Rokhaniah (G9911112104) Maulia Prismadani (G9911112093) Wildan Syamsudin F. (G9911112143) Pembimbing : Dr. Fatichati B., SpPD KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

description

apetite enhancer

Transcript of apetite enhancer

Page 1: apetite enhancer

REFERAT

OBAT PENINGKAT NAFSU MAKAN (APPETITE

ENHANCER) PADA GERIATRI

Oleh:

Dwi Prasetyo N. (G9911112057)

Niawati Rokhaniah (G9911112104)

Maulia Prismadani (G9911112093)

Wildan Syamsudin F. (G9911112143)

Pembimbing :

Dr. Fatichati B., SpPD

KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI

S U R A K A R T A

2012

Page 2: apetite enhancer

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses menua pada manusia merupakan suatu proses alamiah yang

tak terhindarkan, dan menjadi manusia lanjut usia (lansia) yang sehat

merupakan suatu rahmat. Dengan bertambahnya usia maka tidak dapat

dihindari terjadinya penurunan secara perlahan fungsi tubuh dan

menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki, mengganti diri,

dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya. Penuaan pada

manusia ditandai dengan kehilangan lean body mass yang biasanya sudah

dimulai sejak usia 40 tahun disertai dengan menurunnya metabolisme

basal sebesar 2% yang kemudian disertai dengan perubahan pada semua

sistem dalam tubuh manusia (Soegondo, et al., 2008).

Seiring dengan proses penuaan, maka kondisi kesehatan tubuh juga

akan semakin menurun. Muncul banyak kemunduran dan kelemahan fisik

maupun psikis pada lansia yang menurut Kane dan Ouslander sering

disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility (kurang bergerak), instability

(berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh), incontinence (beser

buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment

(gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision

and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity

(gangguan pancaindera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction

(sulit buang air besar), isolation (depresi), impecunity (tidak punya uang),

iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan

tidur), immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence

(impotensi) dan inanition (malnutrisi).

Inanition (malnutrisi) merupakan salah satu masalah yang paling

sering ditemui pada usia lanjut. Malnutrisi atau kurang gizi yang dihadapi

lansia berkaitan erat dengan menurunnya aktivitas biologis tubuhnya.

Salah satu penyebab kurangnya asupan gizi pada usia lanjut adalah adanya

penurunan nafsu makan (anoreksia). Nafsu makan yang berkurang pada

Page 3: apetite enhancer

usia lanjut dapat disebabkan oleh banyak hal, termasuk sakit, penurunan

indera perasa, pembau, maupun karena depresi (Setiati, et al., 2006).

Penurunan nafsu makan yang berkepanjangan harus segera diatasi

karena dapat mempengaruhi status nutrisi pasien usia lanjut dan

menyebabkan malnutrisi. Oleh karena itu diperlukan pemberian obat

peningkat nafsu makan pada pasien usia lanjut yang mengalami anoreksia.

Pemberian obat peningkat nafsu makan pada pasien usia lanjut

secara signifikan berbeda dari pasien pada usia muda, karena adanya

perubahan kondisi tubuh yang disebabkan oleh usia, dan dampak yang

timbul dari penggunaan obat-obatan yang digunakan sebelumnya.

Keputusan terapi untuk pasien usia lanjut harus didasarkan pada hasil uji

klinik yang secara khusus di desain untuk pasien usia lanjut (Setiati, et al.,

2006). Penulisan referat ini bertujuan untuk membahas obat peningkat

nafsu makan yang aman untuk geriatri.

Page 4: apetite enhancer

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Fisiologi Geriatri

Membicarakan fisiologi proses penuaan tidak dapat dilepaskan dari

konsep homeostenosis yang diperkenalkan oleh Wallter Cannon pada

tahun 1940. Homeostenosis merupakan keadaan penyempitan

(berkurangnya) cadangan homeostatis yang terjadi seiring meningkatnya

usia pada setiap sistem organ. Dengan makin berkurangnya cadangan

fisiologis maka seorang usia lanjut lebih mudah untuk mencapai suatu

ambang yang dapat berupa keadaan sakit atau kematian (Setiati et al.,

2006).

Setiap individu tidak menua secara seragam, baik cara maupun laju

kecepatannya. Banyak perubahan yang dikaitkan dengan proses menua

merupakan akibat dari kehilangan yang bersifat bertahap (gradual loss).

Berdasarkan perbandingan yang diamati secara potong lintang antar

kelompok usia yang berbeda, sebagian orang mengalami kehilangan

fungsi sekitar 1% per tahun (Setiati et al., 2006).

Proses menua merupakan sebuah waktu untuk berbagai kehilangan,

antara lain kehilangan peran sosial akibat pensiun, kehilangan mata

pencaharian, kehilangan teman atau keluarga. Pada proses ini, individu

merasakan adanya ketakutan dan kecemasan (Setiati et al., 2006).

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang

terjadi pada tubuh dan berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta

organ tersebut. Perubahan secara biologis ini dapat mempengaruhi status

gizi pada masa tua, antara lain (Guyton and Hall, 2006):

1. Massa otot yang berkurang dan massa lemak yang bertambah,

mengakibatkan juga jumlah cairan tubuh yang berkurang, sehingga

kulit kelihatan mengerut dan kering, wajah keriput serta muncul garis-

garis menetap. Oleh karena itu, pada lansia seringkali terlihat kurus.

2. Penurunan indera penglihatan akibat katarak pada lansia sehingga

dihubungkan dengan kekurangan vitamin A, vitamin C dan asam folat.

Page 5: apetite enhancer

Sedangkan gangguan pada indera pengecap dihubungkan dengan

kekurangan kadar Zn yang juga menyebabkan menurunnya nafsu

makan. Penurunan indera pendengaran terjadi karena adanya

kemunduran fungsi sel syaraf pendengaran.

3. Dengan banyaknya gigi yang sudah tanggal, mengakibatkan gangguan

fungsi mengunyah yang dapat berdampak pada kurangnya asupan gizi

pada usia lanjut.

4. Penurunan mobilitas usus, menyebabkan gangguan pada saluran

pencernaan seperti perut kembung, nyeri yang menurunkan nafsu

makan, serta susah BAB yang dapat menyebabkan wasir.

5. Kemampuan motorik menurun, selain menyebabkan menjadi lamban,

kurang aktif dan kesulitan menyuap makanan, juga dapat mengganggu

aktivitas kegiatan sehari-hari.

6. Pada usia lanjut terjadi penurunan fungsi sel otak, yang menyebabkan

penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses informasi,

kesulitan berbahasa, kesulitan mengenal benda-benda, kegagalan

melakukan aktivitas yang mempunyai tujuan (apraksia) dan gangguan

dalam menyususn rencana, mengatur sesuatu, mengurutkan, daya

abstraksi, yang dapat mengakibatkan kesulitan dalam melakukan

aktivitas sehari-hari yang disebut demensia atau pikun. Gejala pertama

adalah pelupa, perubahan kepribadian, penurunan kemampuan untuk

pekerjaan sehari-hari dan perilaku yang berulang-ulang, dapat juga

disertai delusi paranoid atau perilaku anti sosial lainnya.

7. Akibat proses menua, kapasitas ginjal untuk mengeluarkan air dalam

jumlah besar juga bekurang. Akibatnya dapat terjadi pengenceran

natrium sampai dapat terjadi hiponatremia yang menimbulkan rasa

lelah.

8. Incontinentia urine (IU) adalah pengeluaran urin diluar kesadaran

merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar yang sering

diabaikan pada kelompok usia lanjut, sehingga usia lanjut yang

mengalami IU seringkali mengurangi minum yang dapat menyebabkan

dehidrasi.

Page 6: apetite enhancer

9. Secara psikologis pada usia lanjut juga terjadi ketidakmampuan untuk

mengadakan penyesuaian terhadap situasi yang dihadapinya, antara

lain sindrom lepas jabatan yang mengakibatkan sedih yang

berkepanjangan.

Pada geriatri, seringkali pasien merasakan depresi. Freud dan Karl

Abraham menyatakan bahwa kejadian depresi pada geriatri dapat

disebabkan oleh karena kehilangan objek dicinta. Selain itu ada juga obat-

obatan yang dapat menyebabkan depresi misalnya pada golongan

analgetik (kodein dan morfin), OAINS (ibuprofen, naproksen,

danindometasin), antihipertensi (klonidin, proponolol, kaptopril), dan

sebagainya. Keadaan depresi dapat menimbulkan penurunan nafsu makan

dan penurunan libido pada pasien (Setiati et al., 2006).

B. Fisiologi Selera Makan

Fisiologi selera makan pada manusia merupakan suatu hal yang

kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain

system saraf, endokrin, psikososial, dan faktor lainnya. Batasan istilah

lapar adalah sensasi keinginan terhadap makanan dan berhubungan dengan

efek fisiologis lain, seperti kontraksi ritmis pada lambung dan rasa gelisah

sehingga menuntut ketersediaan makanan yang adekuat. Selera makan

adalah hasrat untuk makan, dan sangat berguna dalam menentukan

kualitas dan kuantitas makanan yang akan dimakan. Kenyang adalah

sensasi yang dirasakan jika keinginan untuk makan telah dipenuhi (Sari,

2007).

1. Regulasi Sistem Saraf dan Biokimia Terhadap Pengambilan Makan

Sistem saraf berperan penting dalam fisiologi selera makan. Ada

banyak daerah pada otak yang merupakan pusat-pusat selera makan,

serta saraf-saraf tepi yang merupakan jaras untuk menyampaikan

sinyal dari jaringan ke system saraf pusat dan sebaliknya. Hipotalamus

adalah pusat pengendali selera makan terbesar. Ada dua daerah pada

hipotalamus yang merupakan pusat penting, nucleus lateralis dan

nucleus ventromedial (Sari, 2007).

Page 7: apetite enhancer

a. Nukleus lateralis terletak di setiap sisi lateral hipotalamus dan

berperan sebagai pusat lapar. Nukleus ini bekerja dengan cara

mendorong sel saraf motorik untuk mencari makanan. Stimulasi di

daerah ini akan menyebabkan makan dalam jumlah banyak

(hiperfagia), sedangkan destruksi di daerah ini menyebabkan

kehilangan selera makan, yang dapat berujung pada kehilangan

berat badan, massa otot, dan penurunan metabolisme tubuh.

b. Nukleus ventromedial adalah pusat kenyang. Stimulasi di daerah

ini akan menyebabkan perasaan kenyang sehingga tidak mau

makan (afagia), sebaliknya destruksi di daerah ini akan

menyebabkan hasrat untuk makan yang berlebih dan dapat

berakibat obesitas.

Gambar 1. Area respon makan pada hypothalamus (Sari, 2007).

Daerah lain pada otak yang berperan dalam pengaturan selera

makan adalah nukleus paraventrikular, nukleus dorsomedial, dan

nukleus arkuata pada hipotalamus. Lesi pada nukleus paraventrikular

Page 8: apetite enhancer

mengakibatkan makan dalam jumlah berlebih, sedangkan lesi pada

nukleus dorsomedial menyebabkan tidak mau makan. Adapun nukleus

arkuata merupakan daerah di mana hormon-hormon berpusat dan

dikoordinasikan untuk mengatur pengambilan makanan.

Batang otak juga berperan dalam pengambilan makanan. Dalam

hal ini batang otak lebih ke arah mekanisme makan, seperti sekresi air

liur, menjilat, mengunyah, menelan dll. Adapun daerah lain pada otak

yang berperan dalam pengambilan makanan adalah amygdala dan

korteks prefrontalis. Keduanya berperan dalam penginderaan bau

makanan. Lesi pada amygdala dapat meningkatkan selera makan

namun dapat juga menurunkannya, bergantung kepada daerah lesi itu

sendiri. Salah satu efek penting dari kerusakan di daerah amygdala

adalah kebutaan psikis, dimana penderita mengalami kendala selera

makan parsial dan tidak bisa menentukan jenis/kualitas makanan yang

dimakannya (Sari, 2007).

Pada daerah-daerah yang telah disebutkan di atas, neurotransmitter

dan hormon memegang peranan penting. Substansi biokimia tersebut

yang menentukan apakah selera makan akan dihambat (kenyang) atau

dicetuskan (lapar). Untuk itu dikenal pengkategorian sebagai berikut

(Sari, 2007):

a. Substansi orexigenic, yaitu substansi yang mencetuskan rasa lapar

b. Substansi anorexigenic, yang menghambat selera makan (dengan

kata lain, kenyang).

Neuron yang menghambat selera makan adalah neuron

proopiomelanocortin (POMC), dimana substansi yang diproduksinya

adalah I-melanocyte-stimulating hormone (I-MSH) bersama dengan

cocaine-and-amphetamine-related transcript (CART). Keduanya

bersifat anorexigenic. Corticotropin releasing factor, 5-

hydroxytriptamine (serotonin) dan isatine juga menghambat nafsu

makan. Corticotropin releasing factor merupakan factor anorexigenic

paling kuat.

Page 9: apetite enhancer

Sedangkan substansi yang mencetuskan rasa lapar adalah

neuropeptide Y (NPY) dan agouti-related protein (AGRP). Keduanya

bersifat orexigenic. Selain itu, neurotransmitter seperti norepinefrin

(menstimulus reseptor gamma amino butirat acid) dan nitric oxide

synthase / NO-synthase (melalui mekanisme di system saraf pusat)

juga mencetuskan rasa lapar (Soejono, 2003).

Neuron POMC bekerja dengan cara melepas I-MSH yang akan

berikatan dengan reseptor melanocortin (MCR) pada nukleus

paraventrikular. Aktivasi pada MCR akan mengurangi pengambilan

makanan dan meningkatkan pemakaian energi, sebaliknya inhibisi

(defek) akan meningkatkan pengambilan makanan dan mengurangi

pemakaian energi sehingga dapat menyebabkan obesitas (khusus

untuk peningkatan pemakaian energy). MCR bekerja diperantarai oleh

nucleus tractus solitarius dan menstimulasi aktivitas sistem saraf

simpatis. AGRP, yang bersifat orexigenic, adalah antagonis alami dari

MCR. Dengan demikian, AGRP bekerja dengan cara menginhibisi

efek dari MCR dan meningkatkan pengambilan makanan.

Pembentukan AGRP yang berlebihan dapat menyebabkan obesitas

(Sari, 2007).

NPY, yang juga bersifat orexigenic, dilepaskan dari nukleus

arcuata. NPY dilepaskan ketika simpanan energi menurun, dan di saat

bersamaan aktivitas POMC dihambat sehingga mengurangi aktivitas

melanocortin dan meningkatkan pengambilan makanan.

Tabel 1. Substansi yang mempengaruhi pusat rasa lapar dan kenyang di Hipotalamus (Guyton and Hall, 2006).

Page 10: apetite enhancer

Hipotalamus (nucleus paraventrikular dan ventromedial)

Nucleus dekat ventrikel ke 4

Endogenous opioid

Galanine

NO

Norepinefrin

Neuropeptide Y

MCH

Stimulus

Nafsu Makan

Inhibisi

Stimulus Inhibisi

NO

Relaksasi fundus

RA,CA, AIDS

Citokine

A dipsin

Satiatin

Body FatLeptin (naik)

Nucl.Tr. Solitarius hipotalamus

N X

Pilorus

Amilin

Glucosa

CCKTestosteron (naik)

Appetite gene

Corticotropin releasing factor

Serotonin

Isatin

Sentral

Perifer

Gambar 2. Appetite Control (Soejono, 2003)

Page 11: apetite enhancer

2. Faktor yang Meregulasi Kuantitas Pengambilan Makanan Berdasarkan

Pemeliharaan Simpanan Energi pada Tubuh

Regulasi kuantitas pengambilan makanan dapat dibagi menjadi

(Sari, 2007; Soejono, 2003):

a. Regulasi jangka pendek yang bertujuan untuk mencegah seseorang

makan terlalu banyak dalam suatu kesempatan demi optimalisasi

sistem pencernaan. Dengan demikian maka sistem perncernaan

dapat bekerja secara optimal dalam mengolah dan menyerap sari

makanan. Jika hanya mengandalkan sinyal yang dihasilkan oleh

simpanan energi (regulasi jangka panjang) maka perlu waktu yang

sangat lama untuk menghentikan seseorang makan. Oleh karena

itu, regulasi jangka pendek melibatkan mekanisme yang mampu

bekerja dengan cepat dalam menstimulasi dan menginhibisi selera

makan.

1) Inhibisi akibat pengisian lambung. Ketika makanan masuk ke

lambung maka lambung akan mengalami distensi. Peregangan

(mekanik) yang terjadi ini menyebabkan sinyal ditransmisikan

melalui nervus vagus ke pusat kenyang-lapar sehingga selera

makan akan berkurang atau hilang.

2) Inhibisi yang disebabkan hormon gastrointestinal.

Kolesistokinin (CCK) adalah hormon yang dilepaskan ketika

lemak memasuki duodenum. CCK ini akan menurunkan selera

makan dengan cara mengaktivasi jaras melanokortin. Peptide

YYA (PYY) adalah hormon yang dilepaskan oleh traktus

gastrointestinal (khususnya ileum dan kolon) yang bersifat

menekan rasa lapar. Pengeluaran hormon PYY ini dipengaruhi

oleh jumlah kalori yang dicerna dan komposisi makanan, di

mana semakin banyak lemak yang masuk semakin banyak

hormon PYY yang dikeluarkan.

b. Regulasi jangka panjang yang bertujuan memelihara simpanan

energi secara konstan dalam waktu yang relatif lama dan erat

kaitannya dengan status gizi.

Page 12: apetite enhancer

Gambar 3. Mekanisme kontrol umpan balik nafsu makan (Guyton

and Hall, 2006)

C. Penurunan Nafsu Makan pada Geriatri

Berkurangnya asupan makanan pada geriatri secara fisiologi dapat

disebabkan oleh beberapa hal. Perubahan komposisi tubuh (kehilangan

massa otot) menyebabkan penurunan kalori seiring dengan bertambahnya

usia. Dengan begitu, aktivitas fisik juga akan berkurang. Semakin

berkurangnya massa tubuh maka akan mengurangi rerata metabolisme

basal dan energy makanan. Berkurangnya metabolisme basal pada usia

lanjut disebabkan oleh adanya reduksi ion Na+, K+, ATPase, dan sedikit

penurunan triiodothyronine (Kehayias, 2002; Bayling DJ, 1999).

Kurangnya asupan makanan karena anoreksia bisa disebabkan oleh

gigi dan gusi yang sudah tidak utuh, berkurangnya daya pengecap dan

penciuman, berkurangnya endogenous opioid, rasa cepat kenyang akibat

peningkatan CCK, gerakan lambung yang lambat dan penurunan kadar

NO di daerah fundus.

Page 13: apetite enhancer

Ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang mengalami

anoreksia, bisa disebabkan karna faktor sosial, psikologi, dan kesehatan.

Faktor social yang paling banyak menyebabkan anoreksia adalah

kemiskinan. Faktor psikologi yang paling sering menyebabkan anoreksia

pada geriatric adalah depresi.

Demensia atau penurunan fungsi kognitif juga menyebabkan

pasien usia lanjut menjadi sering lupa, bahkan lupa apakah dirinya sendiri

sudah makan atau belum. Sulit menelan dan obat-obat dementia sering

menyebabkan intake makanan pasien dementia berkurang (Rumawas,

1994; Soejono, 2003).

Anoreksia nervosa juga bisa terjadi pasien usia lanjut dan biasanya

merupakan suatu kekambuhan dari anoreksia di usia muda. Meskipun

demikian, anoreksia nervosa lebih sering muncul disaat usia tua (Salzman

JR, 1995).

Kondisi medis seperti malignansi, PPOK, gagal jantung,

malabsorbsi, rematoid arthritis, dan polifarmasi juga menyebabkan

anoreksia pada usia lanjut. Malignansi dan rematoid arthritis menyebabkan

peningkatan sitokin berpengaruh pada nafsu makan. PPOK sering

menyebabkan aerophagia dan meningkatkan penggunaan otot-otot

pernapasan, mengurangi asupan makanan dan status nutrisi. Obat yang

digunakan pasien PPOK dan gagal jantung juga sering menyebabkan

dyspepsia dan mengganggu asupan makanan. Pengunaan multifarmasi

karna multipatologi tentunya juga meningkatkan terjadinya dyspepsia

sehingga mengurangi asupan makanan. Obat-obatan yang sering

digunakan yaitu digoxin, teophylin, fluoxetin, NSAID dan suplemen Fe

(Soejono, 2003).

D. Obat Peningkat Nafsu Makan pada Geriatri

Obat penambah nafsu makan merupakan golongan obat yang

diberikan untuk mencegah penurunan massa tubuh pada pasien usia lanjut

dan pasien yang menderita penyakit seperti AIDS atau kanker, yang sering

menyebabkan hilangnya jaringan otot tubuh sebanyak hilangnya berat

badan secara keseluruhan. Bentuk medis obat ini adalah orexigenic. Obat

Page 14: apetite enhancer

yang biasa digunakan antara lain mirtazapine (Remeron), yang merupakan

tetracyclic antidepressant; cyproheptadine (Periactin), antihistamine;

dronabinol (Marinol, THC), antiemetic; nandrolone, oxymetholone, and

oxandrolone (Anadrol-50, Durabolin, Hybolin, Oxandrin), anabolic

steroids yang berkaitan dengan hormone testosterone pada pria; dan

megestrol acetate (Megace), derivate sintetik dari hormone progesterone

pada wanita. Sebagai tambahan, minyak ikan (fish oil atau

eicosapentaenoic acid atau EPA) juga direkomendasikan sebagai

alternative terapi untuk kehilangan berat badan akibat penurunan nafsu

makan.

1. Mirtazapine.

Mirtazapine adalah antidepresan tetrasiklik yang telah ditetapkan oleh

Food and Drug Administration (FDA) pada tahun 1996 sebagai

pengobatan untuk sebagian besar depresi. Menurut beberapa

penelitian, mirtazapine dipercaya mampu meningkatkan kadar

noradrenalin dan serotonin di otak. Mirtazapine lebih sering diberikan

sebagai peningkat nafsu makan untuk pasien yang sebelumnya pernah

didiagnosis depresi.

Dosis :

Mirtazapine diberikan dengan dosis 15-30 mg sediaan tablet.

Umumnya dosisnya dimulai dari 15 mg 1 x sehari, biasanya sebelum

tidur, dapat diminum sebelum atau setelah makan.

Precaution :

Mirtazapine dapat menyebabkan hipertensi dan kenaikan suhu tubuh

yang abnormal apabila dikonsumsi bersama obat MAO inhibitors

(furazolidon, fenelzin, prokarbazin, selegilin, or tranylsipromin).

Selain itu, mirtazapine memperkuat efek sedasi dari alkohol,

benzodiazepin, transquilizer, antihistamin, antidepresan trisiklik,

analgesik narkotik, dan beberapa obat-obatan yang diberikan untuk

mengatasi hipertensi. Mirtazapine tidak diberikan pada anak dibawah

18 tahun. Penggunaan pada wanita hamil atau menyusui perlu

dikontrol secara ketat. Pasien yang menggunakan mirtazapine

Page 15: apetite enhancer

diharapkan segera menghentikan konsumsi

setelah efek oreksigenik didapatkan; penghentian tidak dilakukan

secara mendadak tapi tetap dikonsumsi dalam dosis yang semakin

kecil dalam tahap waktu tertentu, terutama bagi pasien yang telah

menggunakan mirtazapine dalam jangka waktu yang lama.

Efek Samping :

Mirtazapine menyebabkan perubahan mood, termasuk perburukan

depresi atau pikiran untuk bunuh diri. Obat ini juga dapat

menyebabkan serangan panik, iritabilitas, kesulitan dalam

pengontrolan impuls, euforia, atau insomnia. Efek samping fisik

meliputi mengantuk, mulut kering, konstipasi, mual dan muntah, flu-

like symptoms, nyeri dada, dan takikardi. Pasien dengan salah satu atau

beberapa efek samping diatas harus segera berkonsultasi dengan

dokter.

2. Cyproheptadine

Cyproheptadine merupakan antihistamin yang diberikan untuk

mengatasi gejala pilek, alergi pada hidung, dan alergi serbuk bunga.

Obat ini juga diberikan untuk meringankan gatal akibat gigitan

serangga dan sengatannya. Obat ini sangat efektif sebagai terapi untuk

hilangnya nafsu makan pada anak dan dewasa dengan cystic fibrosis.

Dosis:

Cyproheptadine diberikan secara oral, sediaan tablet atau cair. Dosis

dewasa biasanya 4 mg, 3-4 x/ hari.

Precaution :

Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan asma akut atau yang

memiliki hipersensitivitas terhadap antihistamin. Selain itu,

cyproheptadine tidak boleh diberikan kepada pasien yangu

mengonsumsi fenelzine (Nardil), tranylsipromin (Parnate), atau obat

MAO inhibitor lainnya selama lebih dari 2 minggu. Pemberian

cyproheptadine harus sangat dipantau pada geriatri dengan glaukoma,

hipertensi, atau penyakit jantung dan pembuluh darah.

Page 16: apetite enhancer

Efek Samping :

Efek samping meliputi mengantuk, kelelahan, mulut kering, bintik-

bintik merah, kongesti dada, pusing, diare, mual dan muntah, sulit

berkemih, dan pandangan kabur. Pasien dengan kesulitan urinasi atau

penglihatan sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter.

Interaksi:

Cyproheptadine memperkuat dan memperpanjang efek antihistamin

lain, alkohol, barbiturat, analgesik narkotik, benzodiazepin,

transquilizer, dan anti depresan.

3. Dronabinol

Dronabinol merupakan bentuk sintetis dari tetrahydrocannabinol

(THC), sebuah senyawa yang dapat mengubah suasana hati yang ada

pada marijuana (Cannabis sativa). Marijuana dikenal sebagai

penambah nafsu makan selama berabad-abad dengan kandungan

orexigenicnya. Dronabinol paling umum digunakan untuk mengatasi

nausea dan vomitus pada pasien AIDS dan kemoterapi.

Dosis:

Sebagai penambah nafsu makan, dronabinol diberikan 2,5 mg, sediaan

kapsul, 2x/ hari, sebelum makan siang dan sebelum makan malam.

Pada pasien AIDS bias diberikan sebanyak 10 mg per hari.

Precaution :

Konsumsi dronabinol harus mendapatkan pengawasan dari dokter

karena efek sampingnya yang menyebabkan perubahan tekanan darah

dan detak jantung yang tidak terprediksi, selain menyebabkan

memburuknya status mental pada pasien, khususnya pasien anak.

Penggunaan dronabinol mudah untuk disalahgunakan. Pasien dengan

riwayat konsumsi minuman beralkohol dan penyalahgunaan narkotika

perlu mendapatkan perhatian khusus dalam penggunaannya.

Dronabinol berinteraksi dengan obat anestesi, baik lokal maupun

umum, memperkuat efek anestesinya sehingga perlu diberitahukan

kepada ahli bedah atau ahli gigi yang akan melakukan operasi.

Page 17: apetite enhancer

Tambahan, pasien dilarang untuk menyetir atau mengoperasikan

mesin-mesin beberapa saat setelah mengonsumsi dronabinol karena

dapat menimbulkan kantuk, pusing, dan koordinasi yang kurang.

Efek Samping :

Dronabinol mungkin menyebabkan perubahan status mental; meliputi

delirium, kebingungan, halusinasi, memory loss, delusi, euforia,

kegugupan atau kecemasan. Overdosis konsumsi dronabinol harus

segera ditangani medis. Selain itu, obat ini juga menyebabkan

kurangnya koordinasi, mulut kering, kelelahan, pusing, berkeringat,

wajah memerah, diare atau konstipasi, nyeri otot, hipertensi, kejang,

masalah urinasi, mata merah, atau muntah.

Interaksi :

Dronabinol memperkuat efek alkohol dan obat anti depresan yang

bekerja pada SSP (barbiturat, analgesik narkotik, benzodiazepin,

transquilizer, tetrasiklik dan trisiklik antidepresan, anti kejang,

antihistamin, relaksan otot, dan anestesi.

4. Steroid Anabolik

Obat-obat ini diberikan pada pasien usia lanjut untuk meningkatkan

massa otot dan kekuatannya, atau untuk membantu pemulihan pasien

dari penyakit berat atau trauma untuk mengembalikan berat badannya.

Dosis:

Oxandrolone dan oxymetholone dengan sediaan tablet, sedangkan

nandrolone diberikan melalui suntikan. Untuk membangun jaringan

tubuh setelah trauma atau sakit serius, dosis dewasa oxandrolone

adalah 2.5 mg tablet diberikan per oral, 2-4x/hari selama 4 minggu.

Total dosis per hari 20 mg. Nandrolone diberikan melalui suntikan

setiap 3-4 minggu selama 12 minggu. Dosis untuk wanita 50-100 mg,

pria 50-200 mg.

Precaution :

Untuk mendapatkan efek yang nyata, konsumsi obat ini harus selalu

diikuti dengan diet tinggi proein dan kalori dan selalu berada dalam

Page 18: apetite enhancer

pengawasan dokter. Pasien anak atau dewasa muda yang mengonsumsi

obat ini harus melakukan rontgen tubuh setiap 6 bulan untuk

memastikan mereka tetap tumbuh normal, sebagaimana stroid anabolik

dapat mempengaruhi pertumbuhan. Pasien diabetes harus selalu dicek

kadar gula darah dengan intensif, sebagaimana obat ini dapat

menyebabkan fluktuasi kadar gula darah yang sangat cepat.

Efek Samping :

Steroid anabolik dilaporkan dapat menyebabkan beberapa macam jenis

penyakit liver yang langka. Pasien dengan mata dan kulit tampak

kekuningan, atau kehitaman, melena, nyeri tenggorokan dan demam,

hematemesis, bintik-bintik ungu atau merah pada tubuh harus segera

berkonsultasi dengan dokter. Efek samping lain seperti, merasa

kedinginan, diare, kram otot, peningkatan atau penurunan libido

seksual yang tidak biasa, wajah berminyak atau berjerawat, nyeri

tulang, mual dan muntah. Dewasa perempuan mungkin terjadi

pendalaman suara, rambut rontok, hirsutism, atau menstruasi yang

tidak teratur. Dewasa pria mungkin terjadi ginekomastia, poliusi, dan

sering ereksi. Pada lansia pria seringkali terjadi kesulitan dalam

urinasi.

Interaksi :

Steroid anabolik memperkuat efek antikoagulan (aspirin, kumadin,

warfarin). Selain itu, obat ini juga meningkatkan resiko terjadinya

kerusakan liver pada pasien yang mengonsumsi fenotiazin,

asamvalproat, kontrasepsi oral, garam emas, metotreksat,

karbamazepin, amiodaron, merkaptourin, fenitoin, plikamisin,

disulfram, daunorubisin, klorokuin, metildopa, atau naltrekson.

5. Megestrol Asetat

Megestrol asetat pertama kali dikenalkan oleh FDA pada tahun 1976

untuk terapi paliatif pasien dengan metastasis kanker payudara atau

kanker endometrium. Pada tahun 1993, obat ini diterima sebagai salah

satu terapi untuk anoreksia dan kehilangan berat badan yang tidak

Page 19: apetite enhancer

dapat dijelaskan pada pasien dengan AIDS. Sampai saat ini belum

diketahui bagaimana obat ini mampu mencegah pertumbuhan sel

kanker dan merangsang nafsu makan.

Dosis : Megestrol asetat diberikan dengan sediaan suspensi dengan

dosis 200 mg tiap 6 jam.

Precaution :

Obat ini tidak boleh digunakan oleh wanita hamil atau sedang

menyusui, atau wanita yang berencana untuk segera hamil. Wanita

dewasa dalam masa fertil yang mengonsumsi megestrol asetat

sebaiknya mengkaji ulang kontrasepsi yang akan dipakai karena

penggunaan megestrol asetat berinteraksi dengan siklus hormonal

wanita.

Efek samping :

Megestrol asetat dapat menyebabkan bengkak pada tangan, kaki dan

tungkai, pusing, nyeri dada, atau turunnya libido seksual. Dewasa pria

dapat terjadi impotensi. Dewasa wanita dapat terjadi perdarahan vagina

atau nyeri perut.

Interaksi :

Belum ada laporan signifikan mengenai interaksi megestrol asetat

dengan obat-obatan lain. Pasien dengan regimen megestrol asetat harus

selalu diawasi dosis pakainya. Penyesuaian dosis juga perlu dilakukan.

6. Fish oil

Fish oil atau minyak ikan direkomendasikan oleh beberapa praktisi

sebagai suatu suplemen nutrisi untuk kehilangan berat badan yang

disebabkan oleh kanker atau AIDS. Hal ini karena asam lemak omega-

3 yang terkandung di dalam minyak ikan membantu mengurangi

peradangan akibat terapi kanker dan membantu pasien mengembalikan

berat badannya yang hilang.

Dosis : dosis yang direkomendasikan untuk induksi kanker dengan

penurunan berat badan adalah 12 g per hari per oral. Sediaannya kapsul

dan cair.

Page 20: apetite enhancer

Precaution :

Minyak ikan dapat diberikan tanpa resep dokter. Pasien yang

menggunakan minyak ikan Cod sebaiknya memastikan mengenai

kadar vitamin A dan D didalamnya tidak melebihi batas maksimum

harian konsumsi vitamin-vitamin tersebut. Kedua vitamin ini larut

dalam lemak dan dapat disimpan didalam tubuh, bahkan hingga level

toksik. Batas maksimum konsumsi harian vitamin A adalah 3000 mcg.

Efek samping :

Minyak ikan dapat menyebabkan terjadinya sendawa berlebihan

karena sensasi berminyak yang ditinggalkannya dimulut.

Interaksi :

Minyak ikan dilaporkan dapat memperkuat efek kerja antikoagulan

seperti kumadin dan warfarin. Pasien dengan regimen antikoagulan

yang berkeinginan untuk menggunakan minyak ikan harus

berkonsultasi dengan dokter terlebih dulu.

Page 21: apetite enhancer

BAB III

PENUTUP

Lanjut usia adalah suatu proses alami yang tidak dapat dihindarkan. Proses

menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi pada tubuh dan

berbagai organ serta penurunan fungsi tubuh serta organ tersebut. Dengan makin

lanjutnya usia seseorang maka akan terjadi penurunan kemampuan kerja yang

merupakan gabungan penurunan kemampuan fungsi organ dan sistem.

Masalah-masalah luar biasa besar pada pasien lanjut usia, yaitu

imobilisasi, instabilitas dan jatuh, inkontinensia uri dan alvi, gangguan intelektual

(demensia), infeksi, gangguan penglihatan dan pendengaran, impaksi (konstipasi),

isolasi (depresi), impecunit (kemiskinan), iatrogenesis (sering karena terlalu banak

obat), insomnia, imunodefisiensi, impotensi dan Inanisi (malnutrisi).

Penurunan berat badan yang drastis pada lansia merupakan pertanda

kekurangan gizi (inanisi) akibat rendahnya nafsu makan (anoreksia) yang

berkepanjangan. Seringkali gizi kurang merupakan akibat dari penyakit infeksi

kronis, keganasan, penyakit jantung kongestif, masalah sosial ekonomi atau sebab

lain yang tidak diketahui. Selain itu, pada beberapa keadaan-keadaan tertentu

ditemukan kekurangan vitamin dan mineral, khususnya defisiensi Fe, vitamin C,

vitamin B12 dan vitamin B6 karena kurangnya asupan makanan, penyakit tertentu

dan obat-obatan yang dikonsumsi. Faktor psikologi seperti depresi, kecemasan

dan demensia juga mempunyai kontribusi yang besar dalam menentukan asupan

makanan dan zat gizi seseorang.

Fisiologi selera makan pada manusia merupakan suatu hal yang kompleks

dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor tersebut antara lain system saraf,

endokrin, psikososial, dan faktor lainnya.

Obat penambah nafsu makan merupakan golongan obat yang diberikan

untuk mencegah penurunan massa tubuh pada pasien usia lanjut dan pasien yang

menderita penyakit seperti AIDS atau kanker, yang sering menyebabkan

hilangnya jaringan otot tubuh sebanyak hilangnya berat badan secara keseluruhan.

Bentuk medis obat ini adalah orexigenic. Obat yang biasa digunakan antara lain

tetracyclic antidepressant; cyproheptadine (Periactin), antihistamine; dronabinol

Page 22: apetite enhancer

(Marinol, THC), antiemetic; nandrolone, oxymetholone, and oxandrolone

(Anadrol-50, Durabolin, Hybolin, Oxandrin), anabolic steroids yang berkaitan

dengan hormone testosterone pada pria; dan megestrol acetate (Megace), derivate

sintetik dari hormone progesterone pada wanita. Sebagai tambahan, minyak ikan

(fish oil atau eicosapentaenoic acid atau EPA) juga direkomendasikan sebagai

alternative terapi untuk kehilangan berat badan akibat penurunan nafsu makan.

Page 23: apetite enhancer

DAFTAR PUSTAKA

Baylink DJ, Jennings JC, Mohan S. 1999. Calcium and bone homeostasisand

changes with aging. In: Hauard WR,Blass IP, Ettinger WH, Halter JB,

Ouslander JG, editors. Principles of geriatric medicine and gerontology.

4'ed. New York: McGraw-hill companies, inc. p. 1042-4.

Fauci, et al. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. New York :

McGraw-Hill.

Guyton., Hall. 2006. Fisiologi Kedokteran Edisi 9.Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Kehayias JI. 2002. Aging and body composition. In: Rosenberg IH, Sastre A;

editors. Nutritionand aging. Switzerland: Karger-baselnestec Ltd. p.63-73.

Rumawas SSP. Pentingnya gizi bagi lansia sehat. Makalah. Lokakarya nutrisi

pada geriatri, bag. Ilmu penyakit dalam FKUII RSCM. Jakarta. 28 Nov

1994 : lampiran 1.

Salzrnan JR, Russell RM. 1995. Gastrointestinal function and aging. In: J E

Morley, Z Glick, L Z Rubinstein, editors. Geriatric nutrition, a

comprehensive review. 2"" ed. New York: Raven Press Ltd. p. 186-7.

Sari, Mutiara I. 2007. Regulasi Sistem Saraf pada Nafsu Makan. Medan : USU.

Setiati, et al. 2006. Proses Menua dan Implikasi Kliniknya dalam Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta : FK UI.

Soegondo, et al. 2008. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI.

Soejono, CZ H. 2003. All About Anorexia in The Elderly. Jakarta : Acta Medica

Indonesiana.

Soejono CZ H. 2003. Suplementasi vitamin dan mineral pada pasien geriatri, apa

manfaatnya?. Jakarta: KPPlK FKUI.